EFEKTIVITAS SERBUK BIJI MIMBA, BENGKUANG, DAN EKSTRAK TEMBAKAU UNTUK PENGENDALIAN KUTU KEBUL PADA TANAMAN KEDELAI Suharsono, Kurnia Paramita Sari, dan Suntono Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Dalam 3-4 tahun terakhir kutu kebul Bemicia tabacci Genn telah menyebabkan kerusakan berat pada tanaman kedelai. Pestisida nabati pada umumnya dapat menekan populasi hama, tanpa menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Untuk menekan populasi kutu kebul digunakan 50 g/l ekstrak biji mimba, biji bengkuang dan tembakau di rumah kasa dan Kebun Percobaan Muneng (Probolinggo) pada tahun 2011. Pestisida nabati diaplikasikan pada 2 minggu setelah tanam (MST) sampai panen, 2 MST sampai fase berbunga dan mulai saat berbunga sampai panen. Efektifitas pestisida nabati berdasarkan tingkat populasi kutu kebul. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pestisida nabati dapat menekan populasi kutu kebul, namun terjadi penghambatan populasi serangga setelah aplikasi. Peningkatan populasi ini semata-mata disebabkan terjadinya migrasi populasi kutu kebul di alam dan sifat pestisida nabati yang kurang persisten di alam. Diketahui bahwa efektifitas biji mimba dan biji bengkuang lebih tinggi dibanding ekstrak daun tembakau. Kata kunci: kutu kebul, pestisida nabati, waktu aplikasi
ABSTRACT In the last of 3-4 years, sweet potato whytefly Bemicia tabacci Genn has been considered increasing important attacked on soybean natural pesticide reduce pest damage, with less negative effect on environmental. Neem seed powder extract, yam bean and crude tobacco extract at 50 g/l respecting were applied to control sweet potato whytefly at green house and Muneng Research Station (Probolinggo) in dry season 2011. The pesticide were applied at 2 weeks after planting (WAP) to harvest, 2 WAP till flowering and at flowering till harvest. The efficacy was determined based on whytefly population. The experiment showed that the whytefly population was decreased followed the application, and the increased of whitefly population was observed a week after application. The increasing population was mainly attributed by natural migration and less persistance of botanical pesticide naturally. Yam been and neem seed were more effective than tobacco extract. Keyword: whitefly, natural pesticides, time of aplication.
PENDAHULUAN Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn) termasuk hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Hama ini dapat menyebabkan kerusakan langsung, dan tidak langsung pada tanaman. Kerusakan langsung menimbulkan bercak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun, dan menyebabkan terjadinya klorosis. Kutu kebul menghisap cairan sel daun (Mau and Keesing 2007) dan dapat menyebabkan kehilangan hasil kedelai hingga 80%. Sampai saat ini pengendalian hama kedelai di tingkat petani masih menggunakan pestisida kimia. Namun karena pengendalian belum serentak maka populasi kutu kebul belum dapat dikendalikan secara efektif. Selain itu, iklim/cuaca yang kering akan mempercepat peningkatan populasi kutu kebul. Penggunaan insektisida kimia dalam penanggulangan OPT merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
271
harus ditekan seminimal mungkin (Martono dkk. 2004). Oleh karena itu, pengendalian dapat menggunakan insektisida nabati. Grainge et al. (1985) melaporkan lebih dari 1.000 jenis tumbuhan yang mengandung bahan insektisida, dengan komposisi lebih dari 380 jenis yang mengandung zat pencegah/antimakan (antifeedant), sekitar 35 jenis mengandung akarisida, lebih dari 270 jenis mengandung zat penolak (repellent), dan sekitar 30 jenis mengandung zat penghambat pertumbuhan (Martono dkk. 2004). Jenis tumbuhan tersebut ada di Indonesia. Di antara jenis tanaman yang berpotensi menjadi bahan pestisida nabati adalah mimba (Azadirachta indica), bengkuang (Pachyrhizus erosus), dan tembakau (Nicotiana tabaccum). Ekstrak biji mimba dengan bahan aktif utama azadiracthin dapat menimbulkan berbagai pengaruh pada serangga, seperti hambatan aktivitas makan, gangguan perkembangan, penurunan keperidian, ketahanan hidup dan hambatan aktivitas peletakan telur (Schmutterer 1990). Bengkuang juga merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati berspektrum luas (Grainge dan Ahmed 1988). Senyawa rotenone yang terkandung dalam bengkuang berdaya racun tinggi untuk serangga hama, kutu-kutuan, dan ikan tetapi tidak untuk mamalia (Necha et al. 2004). Serangga yang teracuni akan mati kelaparan yang disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulut dan sel-sel syaraf (Panji 2009). Tanaman tembakau yang mengandung nikotin dan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia tetapi berdampak positif bagi lingkungan. Tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk insektisida, fungisida, dan akarisida (Sudjito 2009). Salah satu keuntungan penggunaan insektisida kimia adalah daya racunnya yang tinggi, namun dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hama menjadi tahan. Penggunaan insektisida kimia pada kutu kebul dikhawatirkan menyebabkan timbulnya strain-strain baru yang dapat menurunkan efektivitasnya. Oleh sebab itu, untuk mengurangi dampak negatif tersebut, penggunaan pestisida nabati merupakan salah satu alternatif untuk pengendalian kutu kebul. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan jenis pestisida nabati yang dapat menekan populasi kutu kebul dan kerusakan yang ditimbulkannya.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Balitkabi dan kebun percobaan Muneng pada MK II 2011.
Penelitian di KP Muneng Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan empat ulangan. Faktor I merupakan jenis pestisida nabati yang digunakan yaitu serbuk biji bengkuang, serbuk biji mimba, dan perasan daun tembakau. Faktor II adalah waktu aplikasi pestisida nabati yaitu 2 minggu setelah tanam (MST)–panen, 2 MST–berbunga, dan pada saat berbunga–panen. Kedelai varietas Kaba ditanam pada plot dengan ukuran 4 m x 4 m. Penanaman dengan sistem tugal, 2–3 biji/lubang dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Pemberian pupuk pada tanam menggunakan 50 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. Pengairan dilakukan satu hari setelah tanam (HST) dan selanjutnya sesuai dengan
272
Suharsono et al: Serbuk biji mimba, bengkuang, dan ekstrak tembakau dan kutu kebul
kebutuhan. Penyulaman dilakukan pada 7 HST. Penyiangan gulma dilakukan pada 14 dan 28 HST. Pengendalian lalat bibit dengan pestisida kimiawi dilakukan pada umur 7 HST menggunakan insektisida sidametrin 2 ml/l. Penyiapan pestisida nabati dilakukan di Laboratorium Entomologi Balitkabi. Masingmasing bahan sebanyak 50 g direndam dalam 1 l air selama 24 jam. Kemudian, rendaman pestisida nabati disaring dengan saringan halus berukuran 0,02 mm. Konsentrasi penyemprotan pestisida nabati adalah 125 ml/l untuk bengkuang dan tembakau, dan 100 ml/l untuk mimba. Pengamatan dilakukan terhadap populasi, telur, nimfa, dan pupa kutu kebul dengan cara mengambil daun bagian atas, tengah, dan bawah masing-masing pada tiga tanaman contoh/sampel, selanjutnya diamati dengan bantuan mikroskop. Pengamatan populasi imago dilakukan dengan cara memasang yellow trap pada masing-masing perlakuan. Pemasangan yellow trap dilakukan 2 jam sebelum aplikasi dan 2 jam setelah aplikasi pestisida nabati. Cara penghitungan imago adalah menghitung kutu kebul yang terperangkap pada yellow trap. Pengamatan dilakukan pada 2–11 MST.
Penelitian di Rumah Kaca Penelitian di rumah kaca menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I merupakan jenis pestisida nabati yaitu serbuk biji bengkuang, serbuk biji mimba, dan perasan daun tembakau. Faktor II adalah waktu aplikasi pestisida nabati, yaitu 2 MST–panen, 2 MST–berbunga, dan pada fase tanaman berbunga–panen. Kedelai varietas Kaba ditanam dalam polibag berkapasitas 10 kg yang telah diisi campuran tanah dengan pupuk kandang, 3–4 biji/polibag. Pemupukan dilakukan pada 7 HST menggunakan Phonska 10 g/polibag. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan pada 14 dan 28 HST, pengairan disesuaikan dengan kondisi lahan, dan aplikasi insektisida sidametrin 2ml/l untuk menghindari serangan lalat bibit. Tanaman disisakan dua tanaman/polibag. Penyiapan pestisida nabati sama dengan percobaan di KP Muneng. Pengamatan terhadap populasi kutu kebul pada 28, 42, 56 dan 75 HST. Efikasi pestisida diukur dari jumlah populasi dan intensitas serangan. Data dianalisis dengan Anova dan bila terdapat signifikansi dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan di Rumah Kaca Tabel 1 menunjukkan tidak terdapat interaksi petisida nabati (bengkuang, mimba, tembakau) yang diaplikasikan pada 2 MST–panen, 2 MST–berbunga, dan fase berbunga sampai panen dan tidak mempengaruhi jumlah populasi kutu kebul. Pada perlakuan pestisida nabati bengkuang (2MST–panen) terjadi penurunan populasi kutu kebul dari 28 HST ke 42 HST yaitu dari 153 ekor/trifoliat menjadi 87 ekor/trifoliat. Akan tetapi, pada 56 HST populasi kutu kebul melonjak menjadi 485 ekor/trifoliat, dan pada 75 HST sedikit menurun menjadi 350 ekor/trifoliat. Tren populasi kutu kebul pada perlakuan pestisida nabati bengkuang yang diaplikasi pada 2 MST–berbunga tidak berbeda dengan perlakuan sebelumnya. Populasi kutu kebul pada 28 HST adalah 106 ekor/trifoliate dan menurun pada 42 HST menjadi 60 ekor/trifoliate. Pada 56 HST populasi meningkat menjadi 379 ekor/trifoliate dan menurun kembali pada 75 HST menjadi 260 ekor/trifoliate. Pada perlakuan pestisida nabati bengkuang yang diaplikasikan Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
273
pada fase berbunga sampai panen populasi kutu kebul pada 28 dan 42 HST masih relatif rendah yaitu 82 ekor/trifoliate dan 93 ekor/trifoliate. Pada umur 28 HST tanaman belum diaplikasi pestisida nabati. Akan tetapi, pada 56 HST populasi kutu kebul melonjak tinggi menjadi 582 ekor/trifoliate dan pada 75 HST menurun drastis menjadi 198 ekor/trifoliate. Tabel 1.
Populasi kutu kebul setelah diaplikasi menggunakan insektisida nabati pada tiga waktu aplikasi (Rumah kaca Balitkabi, 2011).
Perlakuan Bengkuang (2MST– panen) Bengkuang (2MST– bunga) Bengkuang (bunga– panen) Mimba (2MST–panen) Mimba (2MST–bunga) Mimba (bunga–panen) Tembakau (2MST– panen) Tembakau (2MST– bunga) Tembakau (bunga– panen)
Populasi kutu kebul pada pengamatan ke….HST (ekor/trifoliat) 28 42 56 75 152,7 ns 86,7 ns 485,2 ns 349,5 ns
Rata-rata populasi 268,5
105,7 ns
59,5 ns
379,2 ns
260,2 ns
201,1
82,0 ns
92,5 ns
581,5 ns
198,2 ns
238,5
142,0 ns 76,7 ns 152,7 ns 71,5 ns
74,0 ns 127,0 ns 78,5 ns 92,7 ns
668,2 ns 330,0 ns 566,5 ns 483,0 ns
210,7 ns 350,2 ns 223,0 ns 323,5 ns
273,7 220,9 255,1 242,6
111,0 ns
295,2 ns
309,0 ns
211,2 ns
231,6
144,5 ns
150,2 ns
317,0 ns
253,7 ns
216,35
Pada perlakuan pestisida nabati mimba (2 MST–panen) populasi awal kutu kebul pada 28 HST mencapai 142 ekor/trifoliate dan pada 42 HST menurun menjadi 74 ekor/ trifoliate. Pada 56 HST populasi kutu kebul melonjak menjadi 668 ekor/trifoliat, dan pada 75 HST menurun menjadi 211 ekor/trifoliat. Populasi kutu kebul pada 28 HST adalah 77 ekor/trifoliate dan pada 42 HST meningkat menjadi 127 ekor/trifoliate dan terus meningkat pada 56 dan 75 HST, masing-masing 330 dan 350 ekor/trifoliate. Pada perlakuan pestisida nabati mimba yang diaplikasikan pada fase berbunga sampai panen, populasi kutu kebul pada 28 HST sebesar 153 ekor/trifoliate dan saat itu belum dilakukan aplikasi pestisida nabati mimba. Pada 42 HST populasi kutu kebul menurun menjadi 79 ekor/trifoliate. Pada 56 HST populasi kutu kebul melonjak tinggi menjadi 567 ekor/trifoliate dan pada 75 HST menurun menjadi 223 ekor/trifoliate. Pada perlakuan pestisida nabati tembakau yang diaplikasi 2 MST–panen, populasi kutu kebul terendah pada 28 HST dan 42 HST masing-masing 72 dan 93 ekor/trifoliate. Pada 56 HST populasi kutu kebul meningkat menjadi 483 ekor/trifoliate dan menurun menjadi 324 ekor/trifoliate pada 75 HST. Pada perlakuan tembakau yang diaplikasi pada 2 MST– berbunga, populasi kutu kebul pada 28 HST adalah 111 ekor/trifoliate dan terus meningkat pada 42 dan 56 HST masing-masing menjadi 293 dan 309 ekor/trifoliate. Pada 75 HST terjadi penurunan populasi kutu kebul menjadi 211 ekor/trifoliate. Pada perlakuan pestisida nabati tembakau yang diaplikasi setelah tanaman berbunga sampai panen, tren populasi kutu kebul sama dengan perlakuan sebelumnya. Populasi awal setelah aplikasi pada 28 HST adalah 145 ekor/trifoliate, meningkat menjadi 150 ekor/trifoliate pada 42 HST, dan 317 ekor/trifoliate pada 56 HST dan pada 75 HST menurun menjadi 254 ekor/trifoliate. Secara keseluruhan, populasi kutu kebul dari awal sampai akhir pengamatan pada perlakuan pestisida nabati bengkuang terendah pada aplikasi 2 MST–berbunga (201 ekor/trifoliate). Begitu juga pada perlakuan pestisida nabati mimba yang diaplikasi pada 2 274
Suharsono et al: Serbuk biji mimba, bengkuang, dan ekstrak tembakau dan kutu kebul
MST–berbunga, populasi kutu kebul hanya 221 ekor/trifoliate. Pada perlakuan pestisida nabati tembakau, populasi kutu kebul terendah terjadi pada fase berbunga–panen yaitu sebesar 216 ekor/trifoliate. Hal ini berati aplikasi pestisida nabati bengkuang, mimba, dan tembakau dapat mengurangi preferensi kutu kebul sebagai sumber pakan dan tempat peletakan telur. Mimba dengan bahan aktif azadirachtin dapat menghambat peletakan telur dan penurunan daya tetas telur (Kardinan 1999). Zat yang terkandung dalam mimba antara lain azadiracthin, meliantriol, nimbin, dan nimbidin (Kardinan dan Dhalimi 2003). Bengkuang mengandung senyawa rotenon, rotenoid, dan pachirryzida yang terdapat di semua bagian tanaman kecuali umbi. Rotenon berfungsi sebagai repellent hama gudang, dapat menyebabkan mortalitas dan menghambat perkembangan larva (Martono dkk. 2004). Tembakau mengandung senyawa nicotin yang berfungsi sebagai racun kontak, racun perut dan racun pernafasan bagi hama (Sudjito 2009). Senyawa-senyawa sekunder tanaman memainkan peranan penting dalam memandu serangga dalam pemilihan inang (Nugroho dkk. 1999). Menurut Matsumura (1975), penetrasi (penembusan) insektisida melalui kutikula biasanya merupakan jalan kecil yang utama, tetapi insektisida juga masuk melalui mulut, sistem pernafasan, dan tempat lain yang mudah diserang seperti antena, mata, dan tarsi. Tabel 2.
Intensitas serangan kutu kebul pada daun kedelai yang diaplikasi dengan insektisida nabati bengkuang, mimba, dan tembakau
Perlakuan Bengkuang pada 2 MST–panen Mimba pada 2 MST–panen Tembakau pada 2 MST–panen Bengkuang pada 2 MST–berbunga Mimba pada 2 MST–berbunga Tembakau pada 2 MST–berbunga Bengkuang pada fase berbunga–panen Mimba pada fase berbunga–panen Tembakau pada fase berbunga–panen Rata-rata intensitas serangan jenis*waktu
Intensitas serangan (%) 19,6a 12,1b 11,3b 12,9ab 16,7ab 13,8ab 19,6a 13,8ab 16,3ab 15,1 1,8ns
Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata setiap perlakuan pada taraf 5%.
Jenis insektisida nabati dan waktu aplikasi tidak mempengaruhi intensitas serangan kutu kebul, dengan rata-rata 15,1% (Tabel 2). Rendahnya intensitas serangan dipengaruhi oleh senyawa yang terkandung dalam pestisida nabati (bengkuang, mimba, dan tembakau), sehingga imago kutu kebul yang hinggap di daun kedelai dalam waktu yang tidak lama dan tidak mengisap cairan daun. Senyawa-senyawa kimia memainkan peranan penting dalam seleksi inang oleh serangga. Serangga dapat mengenali atau merasakan senyawa kimia dalam konsentrasi rendah dalam makanannya. Senyawa-senyawa yang sudah dikenal biasanya digunakan sebagai atraktan/penarik, dan senyawa-senyawa yang belum dikenal akan ditolak oleh serangga (Nugroho dkk. 1999).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
275
Percobaan di KP Muneng Jenis bahan nabati tidak berpengaruh terhadap populasi kutu kebul di lapangan (KP Muneng). Hal ini karena terjadinya migrasi dari tanaman kedelai lain yang kebetulan bersamaan dengan penelitian ini berlangsung. Tabel 3. Jenis insektisida nabati dan waktu aplikasi
Populasi imago kutu kebul setelah diaplikasi menggunakan insektisida nabati (bengkuang, mimba, dan tembakau), KP Muneng 2011. Populasi imago pada pengamatan ke…MST (ekor/trifoliate) 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
2 MST– panen 2 MST– berbunga Berbunga– panen
129,0 a 111,5 a 125,3 a 124,8 a 114,4 a 126,5 a
38,6 a 33,4 a 33,0 a 37,7 a 35,4 a 31,9 a
41,1 b 59,4 ab 72,8 a 60,4 a 54,2 a 58,6 a
63,8 a 68,6 a 70,2 a 69,0 a 69,4 a 64,0 a
161,3 a 130,3 a 115,1 a 134,0 a 117,8 a 154,8 a
1106,7 a 1219,9 a 1242,0 a 1128,8 a 1232,7 a 1207,0 a
3547,8 a 3771,2 a 3683,0 a 3426,3 b 3632,8 b 3942,9 a
1171,4 a 1193,9 a 1200,8 a 1127,2 b 1138,3 b 1300,7 a
3339,2 a 3094,8 ab 2915,8 b 2777,8 b 3024,2 b 3547,8 a
432,83 a 394,75 a 373.17 a 382,8 b 350,3 c 467,5 a
Jenis Waktu J*W Rata-rata
0,53ns 0,72ns 0,62ns 122
0,25ns 0,30ns 0,53ns 35
0,02* 0,82ns 0,76ns 58
0,85ns 0,87ns 0,67ns 68
0,11ns 0,24ns 0,80ns 136
0,27ns 0,47ns 0,18ns 1190
0,19ns 0,00* 0,19ns 3667
0,77ns 0,00* 0,41ns 1189
0,01* <0.00** 0,82ns 3117
0,002* <0,01* 0,70ns 400
Bengkuang Tembakau Mimba
Tidak terdapat interaksi antara jenis pestisida nabati dengan waktu aplikasi terhadap populasi kutu kebul. Berdasarkan jenis pestisida nabati yang digunakan terdapat perbedaan populasi imago pada pengamatan 4 dan 10 MST. Pada 4 MST populasi imago kutu kebul paling sedikit pada perlakuan pestisida nabati bengkuang, sedangkan populasi terbanyak pada perlakuan pestisida nabati mimba. Sebaliknya pada 10 MST, populasi imago paling banyak pada aplikasi pestisida nabati bengkuang sedangkan paling sedikit pada aplikasi pestisida nabati mimba. Perbedaan waktu aplikasi insektisida nabati tidak mempengaruhi populasi kutu kebul pada 2–7 MST. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perbedaan populasi kutu kebul akibat waktu aplikasi pestisida nabati terlihat pada 8–11 MST. Pada 8 MST, populasi kutu kebul terbanyak terdapat pada fase berbunga–panen. Pada aplikasi 2 MST–berbunga dan 2 MST–panen, populasi kutu kebul sedikit karena sebelumnya sudah dilakukan pengendalian menggunakan pestisida nabati. Populasi terendah kutu kebul di alam terlihat pada 3 MST. Pada 7–11 MST terjadi ledakan kutu kebul dimana populasi tertinggi berada pada 8 dan 10 MST. Rata-rata populasi pada setiap perlakuan sama. Populasi alam tertinggi terlihat pada 8 dan 10 MST bahkan mencapai 4.000 ekor di mana pada waktu itu terjadi ledakan kutu kebul di KP Muneng. Pada 8 MST, populasi tertinggi terlihat pada perlakuan pestisida nabati tembakau yang diaplikasikan pada fase berbunga sampai panen, sedangkan populasi terendah terdapat pada perlakuan pestisida nabati mimba yang diaplikasikan pada 2 MST–panen.
276
Suharsono et al: Serbuk biji mimba, bengkuang, dan ekstrak tembakau dan kutu kebul
Pada 10 MST, populasi terendah juga terjadi pada aplikasi pestisida nabati mimba yang diaplikasikan pada 2 MST–panen.
Gambar 2. Populasi kutu kebul sebelum dan sesudah aplikasi pestisida nabati
Populasi kutu kebul sebelum aplikasi pestisida nabati lebih banyak daripada sesudah aplikasi (Gambar 2). Terjadi penurunan populasi kutu kebul setelah aplikasi insektisida nabati, karena senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalamnya sebagian menempel di daun sehingga kutu kebul tidak menyukai dan sebagian senyawa langsung mengenai kutu kebul sehingga mengganggu metabolisme kutu kebul yang akhirnya mati. Sehari sebelum aplikasi, populasi kutu kebul meningkat karena residu pestisida nabati yang berada di daun cepat terurai.
KESIMPULAN 1. Pestisida nabati dapat menekan populasi kutu kebul, dan waktu aplikasi yang lebih tepat adalah 2 MST sampai panen. 2. Daya bunuh pestisida nabati lebih rendah dibanding insektisida kimia, sehingga aplikasi perlu dilakukan secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA Grainge, M., S. Ahmed, W.C. Mitchell, dan J.W. Hylin. 1985. Plant species reportedly possessing pest control proporties. An EWC/UH Database, Resources System. Institut E.W. Center, Univ. Of Hawaii, Honolulu. 249 hal. Grainge, M., dan S. Ahmed, 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties. John Wiley & Sons. New York. 470 hlm. Johnson, F.A. and G.S. Nuessly. 1994. Whiteflies. In L.G. Higley and D.J. Boethel (eds). Handbook of Soyean Insect Pest. p: 97–99. USA: The Entomological Society of America, 9301 Annapolis Road, Lanham MD 20706–3115. Kardinan, A. 1999. Pestisida nabati ramuan dan aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Kardinan, A. dan A. Dhalimi. 2003. Mimba (Azadirachta indica A. Juss) tanaman multi manfaat. Perkembangan Teknologi TRO. Vol Xv (1): 1–10. Matsumura, F. 1975. Toxicology of Pesticides. New York: Plenum Perss. Martono, B., E. Hadipoentyanti, dan L. Udarno. 2004. Plasma nutfah insektisida nabati. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XVI. No. 1. p:43–59.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013
277
Mau,R.F.L dan Keesing J.ML. 2007. Bemisia tabaci (Gennadius). Department of Entomology. Honolulu. Hawai. J.M. Diez (eds). Necha, L. L. B., S. B Banos, L. B. Luna, F. J. L. G. Suarez, D. A. Solano and R. R. Chilpa. 2004. Antifungal activity of seed powders, extracts, and secondary metabolites of Pachyrhizus erosus (L.) Urban (Fabaceae) against three postharvest fungi. Revista Mexicena de Fitopatologia Vol 22 (003): 356–361. Nugroho, B., W. Dadang, dan D. Prijono. 1999. Bahan pelatihan pengembangan dan pemanfaatan insektisida alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu. Bogor: Institut Pertanian. 90 hlm. Panji, 2009. Pestisida Nabati. Bandung. http://blog_panji/pestisida. diakses 3 Oktober 2011. Schmutterer, H. 1990. Properties and potential of natural pesticides from neem tree, Azadirachta indica. Ann. Rev. Entomol. 35: 271–295. Sudjito, B. 2009. Kebijakan Hukum Normatif Pengembangan Produk Industri berbasis tembakau (Nicotiana tabaccum) sebagai bahan pestisida Nabati yang berwawasan lingkungan. Universitas Brawijaya Malang. 9 hlm.
278
Suharsono et al: Serbuk biji mimba, bengkuang, dan ekstrak tembakau dan kutu kebul