104 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Data Ekonomi Rumahtangga Pertanian Penelitian ini memanfaatkan data Panel Petani Nasional (PATANAS) dari Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (PSE), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, di Bogor, berdasarkan surat ijin pimpinan PSE No LB.120.0005.5.561, tanggal 17 Mei 2000. Data tersebut merupakan hasil survey pada tahun 1999 dalam rangka mempelajari dampak krisis ekonomi terhadap dinamika perekonomian perdesaan di enam Propinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Data yang digunakan pada penelitian ini mencakup 1152 rumahtangga yang merupakan data rumahtangga petani tanaman pangan. Bagi penelitian ini, data di atas merupakan data sekunder, dengan pengertian bahwa data yang tersedia dikumpulkan bukan dirancang secara khusus untuk keperluan penelitian ini. Oleh karena itu di dalam penggunaan data tersebut memerlukan beberapa penyesuaian agar data yang ada sejalan dengan kepentingan penelitian. Data rumahtangga yang tersedia mencakup (1) data karakteristik rumahtangga, (2) data penguasaan lahan dan produksi usahatani, (3) data penggunaan sarana produksi, (4) data penggunaan tenaga kerja luar keluarga, (5) data penguasaan alat-alat pertanian, (6) penguasaan, produksi, biaya ternak dan kolam atau tambak, (7) biaya penguasaan ternak, serta produksi, (8) kegiatan anggota rumahtangga di dalam usahatani sendiri, (9) kegiatan anggota rumahtangga di luar usahatani sendiri, (10) anggota rumahtangga yang bekerja di luar sektor pertanian, (11) pengeluaran rumahtangga, (12) pinjam meminjam dan investasi, dan (13) data dampak krisis dan upaya mengatasinya. Kelompok data yang
105 disebut terakhir merupakan kumpulan data opini rumahtangga terhadap krisis ekonomi dan upaya mengatasinya. Seluruh data yang tersedia tersebut secara maksimal digunakan dalam penelitian ini, kecuali kelompok data yang disebut terakhir. Data yang tersedia sangat kompleks dan sangat rinci. Di satu sisi data seperti ini sangat informatif dalam menggambarkan fakta di lapangan, namun di sisi lain perlu upaya keras dalam pengelompokan data, terutama apabila ditujukan untuk analisis ekonometrik. 4.1.1. Data Produksi Salah satu kelompok yang cukup kompleks penyajiannya adalah data produksi usahatani. Data produksi ini sangat beragam antar unit rumahtangga, baik dari jenis komoditi, jenis dan kualitas produksi pada satu jenis komoditi yang sama, dan berbagai jenis satuan, baik yang konvensional (kilogram, kuintal, ton) maupun yang tidak konvensional (ikat, keranjang, kaleng, pikul, dan lain sejenisnya).
Produksi dengan
satuan yang tidak konvensional tersebut pada akhirnya dikonversi menjadi kilogram dengan memanfaatkan berbagai informasi yang tersedia. Pada penelitian ini informasi yang diutamakan untuk keperluan konversi adalah kesetaraan dalam nilai rupiah. Data produksi tersebut di atas akan digunakan pada penelitian ini untuk mengukur produk usahatani.
Mengingat sangat beragamnya komoditi yang dihasilkan setiap
rumahtangga, maka produk usahatani pada penelitian ini dinyatakan dalam nilai rupiah. Pada analisis selanjutnya, data produk usahatani ini dikelompokan menjadi tanaman pangan dan non-pangan. Nilai produk tanaman pangan akan digunakan sebagai peubah tak bebas (independent variable)
pada pendugaan fungsi produksi dan sebagai
penerimaan usahatani dari tanaman pangan dalam model persamaan simultan.
106 Penggunaan nilai produksi agregat sebagai peubah tak bebas dalam pendugaan fungsi produksi usahatani sering digunakan para peneliti, antara lain oleh Tampubolon (1988) dan Skoufias (1994). Pendugaan fungsi produksi menggunakan variabel tak bebas seperti ini memang tidak ideal.
Banyak aspek penting dari fungsi produksi tidak dapat
dijelaskan dengan sempurna. Namun demikian, terlepas dari banyak kekurangannya, pendugaan fungsi produksi menggunakan pendekatan tersebut masih berguna dalam menjawab persoalan-persoalan penelitian yang diajukan. Masih terkait dengan nilai agregat produk usahatani tersebut di atas, pada penelitian ini perlu juga dicari peubah harga produk usahatani. Harga yang dimakud adalah harga agregat atau harga komposit tanaman pangan. Pada penelitian ini dicari dengan menggunakan harga rata-rata tertimbang.
Misalkan harga per unit produk ke-i
adalah Pi dengan jumlah satuan Qi unit, maka harga komposit sejumlah tanaman pangan adalah • Pi (Vi/V), dimana Vi= PiQi dan V=• Vi. dengan pendekatan Laspeyres atau Paasche.
Idealnya, harga komposit diturunkan Namun, kedua pendekatan tersebut
memerlukan konsistensi komposisi komoditi antar petani. Manakala komoditi antar petani berubah jenisnya, pendekatan tersebut menjadi tidak bisa diterapkan. 4.1.2. Data Penggunaan Tenaga Kerja Data penggunaan tenaga kerja yang tersedia merupakan bagian yang paling kompleks. Data yang tersedia terdiri atas penggunaan tenaga kerja keluarga di dalam usahatani sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga di usahatani petani lain, penggunaan tenaga kerja keluarga di luar sektor pertanian, baik pada usaha keluarga sendiri maupun usaha bukan keluarga sendiri., dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani sendiri. Penggunaan tenaga keluarga pada usahatani sendiri diartikan sebagai curahan
107 tenaga keluarga pada usahatani sendiri. Pada model persamaan simultan, data curahan kerja tersebut sebenarnya bisa dipandang sebagai permintaan tenaga kerja oleh usahatani sendiri atau sebagai penawaran tenaga kerja keluarga pada usahatani. Skoufias (1994) menggunakan data sejenis ini untuk menduga fungsi penawaran tenaga kerja keluarga pada usahatani.
Pada penelitian ini data tersebut cenderung lebih dekat kepada
permintaan tenaga kerja oleh usahatani sendiri, mengingat metode pengumpulan data tenaga keluarga tersebut didasarkan kepada pendekatan kebutuhan tenaga kerja usahatani, atau sebagai salah satu faktor produksi usahatani. Penggunaan tenaga kerja keluarga ke luar usahatani sendiri, dan ke luar sektor pertanian, pemahamannya lebih jelas kepada penawaran tenaga kerja keluarga ke dua sektor kegiatan tersebut.
Di sisi lain, penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk
kegiatan usahatani sendiri, dipahami sebagai permintaan tenaga kerja luar keluarga. Dilihat dari jenis tenaga kerja yang digunakan terdiri atas tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja traktor. Tenaga kerja ternak dan traktor terbagi lagi menurut status operator, operator dari dalam keluarga dan operator dari luar keluarga. Pada penelitian ini, tenaga kerja hanya dibagi menjadi tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita untuk tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga di masing-masing sektor kegiatan seperti telah disebutkan di atas. Tenaga kerja lainnya dimasukkan ke dalam pengeluaran lain dinyatakan dalam nilai rupiah. Upah kerja dihitung dengan membagi nilai upah total (tunai dan natura) dengan jumlah hari kerja dibedakan menjadi upah pria dan wanita. Nilai yang diperoleh dengan cara ini lebih tepat disebut sebagai nilai per unit atau unit value bukan sebagai harga atau upah (Deaton, 1998).
Pendekatan seperti ini menghasilkan upah kerja yang
108 bervariasi untuk setiap rumahtangga, sehingga upah kerja memungkinkan untuk digunakan dalam model ekonometrik. Keterbatasan pendekatan seperti ini adalah bahwa upah kerja sangat sensitif terhadap kesalahan pengukuran penggunaan tenaga kerja. Jika pendugaan penggunaan tenaga kerja bias ke atas dari yang seharusnya, tingkat upah akan cenderung lebih kecil, sehingga sering menyebabkan hubungan upah dengan curahan kerja menjadi negatif, padahal harapannya positif. Pengukuran upah kerja tersebut semakin kompleks manakala data upah dibedakan menjadi upah harian, upah borongan, ceblokan, dan lain-lain. Pada penelitian ini, upah kerja disetarakan sebagai upah harian. 4.1.3. Data Penggunaan Sarana Produksi Usahatani Sarana produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pupuk kimia, pupuk kandang, obat-obatan, dan bibit atau benih. Pupuk kimia disederhanakan menjadi pupuk Urea dan TSP.
Jenis pupuk kimia lain, dikonversikan menjadi Urea atau TSP
berdasarkan kesetaraan kandungan hara kedua jenis pupuk tersebut. Jika ada jenis pupuk lain yang tidak mengandung hara yang dimaksud, maka jenis pupuk tersebut hanya diperhitungkan dalam biaya input lain. Pupuk kandang tidak dijadikan satu variabel khusus, tetapi diperhitungkan dalam nilai input lain.
Obat-obatan jenisnya sangat
beragam, terdiri atas obat berbentuk padat dan cair. Mengingat sangat beragamnya jenis obat-obatan ini, di dalam penelitian ini juga dijadikan satu menjadi nilai input lain. Demikian halnya dengan bibit atau benih, jenisnya sangat beragam sehingga dinyatakan sebagai nilai benih dalam rupiah, yang pada akhirnya masuk ke dalam kelompok input lain. Berdasarkan pengelompokkan data seperti di atas, data harga yang dapat diidentifikasi dengan baik adalah harga Urea dan TSP. Jika ada jenis pupuk lain yang
109 dikonversi ke Urea atau TSP, harga yang dimaksud diartikan sebagai nilai setara harga Urea atau TSP. 4.1.4. Pengeluaran Rumahtangga Data yang paling lengkap tersedia dengan baik dan dapat langsung dimanfaatkan adalah data pengeluaran rumahtangga. Pada penelitian ini pengeluaran rumahtangga dinyatakan dalam nilai rupiah pengeluaran per tahun. Jenis pengeluaran rumahtangga yang tersedia sebenarnya sangat rinci, namun pada penelitian ini data tersebut dikelompokkan menjadi (1) konsumsi pangan, (2) konsumsi kesehatan, (3) konsumsi pendidikan, dan (4) pengeluaran investasi rumahtangga. Pengeluaran konsumsi pangan dapat dikelompokkan lebih lanjut yaitu konsumsi pangan yang dibeli dari pasar dan pangan yang disediakan sendiri oleh rumahtangga dari berbagai sumber termasuk yang berasal dari usahatani sendiri. Pengeluaran investasi rumahtangga meliputi jenis pengeluaran untuk barang-barang atau peralatan rumahtangga jangka panjang, termasuk di dalamnya pengeluaran perbaikan atau rehabilitasi rumah.
Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa pengeluaran rumahtangga cenderung lebih besar dibandingkan dengan penerimaan rumahtangga. Kondisi ini akan mempengaruhi penentuan model ekonometrik, dimana menyeimbangkan antara pengeluaran dan penerimaan rumahtangga tidak dapat dilakukan. 4.1.5. Kelengkapan Data Data rumahtangga yang tersedia pada akhirnya akan digunakan untuk membangun model ekonometrik, terdiri atas model fungsi produksi dan model persamaan simultan. Pata tahap ini, kelengkapan data sangat menentukan, karena aturan umum dalam komputasi ekonometrik adalah bahwa setiap data yang hilang
110 (missing value) akan menyebabkan observasi yang mengandung data tersebut dianggap tidak ada. Pada penelitian ekonomi rumahtangga yang menggunakan data sekunder seperti pada penelitian ini, peluang satu observasi memiliki data yang hilang sangat besar. Artinya peluang satu observasi dihilangkan dalam komputasi ekonometrik juga sangat besar. Program SAS menawarkan alternatif pilihan metode mengisi data hilang, yaitu dengan Transreg, dan Multi-imputation. Kedua metode tersebut memang dapat mengisi data yang hilang, namun hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Pada penelitian ini data yang hilang, dilakukan dengan mengisi angka kecil kepada seluruh observasi atau angka minimum yang ada pada keseluruhan amatan yang tidak mengganggu keseluruhan data. 4.1.6. Sebaran Rumahtangga Contoh Berdasarkan pendekatan pengukuran data di atas, jumlah rumahtangga petani yang memenuhi syarat berkurang menjadi 952 unit. Jumlah tersebut masih tersebar di 25 desa, di enam Propinsi seperti telah disebutkan di atas. Secara lengkap sebaran jumlah rumahtangga menurut Propinsi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Responden dan Jumlah Desa Menurut Propinsi Contoh. No.
Propinsi
1 Lampung 2 Jawa Tengah 3 Jawa Timur 4 Nusa Tenggara Barat 5 Sulawesi Utara 6 Sulawesi Selatan Total
Jumlah Desa 4 7 3 3 2 4 25
Jumlah Responden 178 223 147 155 74 175 952
Selanjutnya dari data rumahtangga yang tersedia dilakukan stratifikasi menurut luas lahan yang dikuasai. Rata-rata luas lahan yang dikuasai adalah 1.1660 hektar dengan
111 standard deviasi 1.4411. Strata dilakukan berdasarkan angka rata-rata ditambah atau dikurangi dengan setengah standard deviasi. Berdasarkan ketentuan tersebut diperoleh tiga strata yaitu strata rumahtangga petani berlahan sempit • 0.440 hektar berjumlah 322 unit, rumahtangga petani berlahan sedang > 0.440 hektar dan • 1.165 hektar berjumlah 317 unit, serta rumahtangga petani berlahan
luas >
1.165 hektar berjumlah 313 unit. Strata rumahtangga petani ditentukan berdasarkan luas lahan
yang dikuasai
dengan alasan bahwa luas lahan pada usahatani yang masih berbasis pada lahan akan mencerminkan banyak hal. Secara ekonomi luas lahan usahatani mencerminkan tingkat penguasaan aset dan skala usaha, yang mempunyai arti penting dalam menentukan penggunaan input usahatani, aksesibilitas pada pasar input dan pasar output, aksesibilitas pada informasi pasar dan teknologi, pendapatan rumahtangga, serta pada akhirnya bisa mencerminkan tingkat kesejahteraan ekonomi petani.
Luas penguasaan lahan juga
merupakan masalah (issues) penting dalam konteks pembangunan ekonomi perdesaan. 4.2. Perumusan Model Ekonometrika Model ekonomi rumahtangga yang telah diuraikan di muka masih perlu dikembangkan lebih lanjut untuk menangkap perilaku ekonomi rumahtangga yang kompleks. Model ekonomi yang dibangun dalam penelitian ini adalah model ekonomi rumahtangga menggunakan sistem persamaan simultan.
Model persamaan simulltan
dipilih karena dianggap dapat menggambarkan kompleksitas keterkaitan antar variabel ekonomi yang ada pada ekonomi rumahtangga petani. Secara teoritik jumlah variabel yang menggambarkan perilaku ekonomi rumahtangga petani tersebut tidak terbatas.
112 Namun demikian, karena keterbatasan data, model dibangun dengan menyeleksi data yang relevan dengan tujuan penelitian. Pada bagian ini akan diuraikan rumusan sejumlah persamaan struktural dan persamaan identitas. Setiap persamaan yang dibangun, disamping mempertimbangkan aspek teori, juga telah mempertimbangkan karakteristik data yang tersedia. Apabila secara teoritik suatu persamaan memerlukan variabel tertentu, tetapi data yang tersedia tidak memadai, maka diganti dengan variabel sejenis sebagai suatu bentuk pendekatan (proxy). Jika dalam pemilihan variabel-variabel penjelas ada ketidakcocokan dengan teori ekonomi, maka dilakukan transformasi, seperti transformasi dalam bentuk logaritma, pangkat, atau rasio. Dengan pendekatan seperti ini, model yang dibangun pada bagian ini sebenarnya adalah model persamaan simultan yang telah mengalami respesifikasi dan dianggap paling cocok dengan kondisi data yang tersedia. 4.2.1. Harga Bayangan Input Usahatani Seperti telah dijelaskan pada kerangka pemikiran bahwa harga bayangan pada penelitian ini dinyatakan dengan nilai produktivitas marjinal input usahatani.
Nilai
produktivitas marginal input usahatani diturunkan dari fungsi produksi usahatani. Oleh karena itu, untuk menduga harga bayangan input memerlukan pendugaan fungsi produksi usahatani. Secara teoritik, besaran harga bayangan di dalam pengertian ini akan sangat tergantung pada teknologi produksi yang dipilih, atau tergantung pada bentuk fungsi produksi yang dibangun. Banyak pilihan bentuk produksi yang dapat dibangun, namun pada penelitian ini perlu dicari bentuk fungsi produksi yang menghasilkan harga bayangan, dimana harga bayangan tersebut tergantung dari tngkat penggunaan input sendiri dan seperangkat penggunaan input lainnya. Oleh karena itu perlu dicari bentuk
113 fungsi produksi yang fleksibel tetapi masih tetap memenuhi kaidah-kaidah fungsi produksi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kegiatan produksi usahatani tanaman pangan sangat beragam, sehingga diperlukan agregasi produksi dalam bentuk nilai produk total.
Fungsi produksi yang paling mungkin dibentuk berupa fungsi
produksi komposit. Bentuk fungsi produksi yang paling fleksibel adalah ini adalah fungsi produksi Translog. Produksi tanaman pangan diduga dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja, pupuk, dan input lain. Tenaga kerja dibagi menurut tenaga kerja pria dan wanita, serta tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Pupuk merupakan pupuk kimia. Semula terdiri atas pupuk Urea dan TSP. Namun dalam pengolahan mengharuskan penggabungan pupuk TSP dengan nilai input lain. Nilai input lain terdiri atas nilai pupuk TSP, benih, obat-obatan, dan berbagai input pupuk lain dinyatakan dalam nilai rupiah. Dengan demikian, fungsi produksi translog terdiri atas tujuh variabel. Untuk memudahkan penyajian, fungsi produksi transog tersebut disajikan sebagai berikut:
LnY=SA0 + dimana :
7
• SAi(LnXi) i=1
7
7
+ ½ • • SAij(LnXi)(LnXj) + ç1 i=1 j=1
Y =VPROD : Nilai produk total tanaman pangan (ribuan rupiah) X1=TKPD : Tenaga kerja pria dalam keluarga (hari kerja) X2=TKWD : Tenaga kerja wanita dalam keluarga (hari kerja) X3=TKPL : Tenaga kerja pria luar kelurga (hari kerja) X4=TKWL : Tenaga kerja wanita luar keluarga (hari kerja) X5=PURE : Pupuk Urea (kg) X6=LGARP : Lahan garapan (ha) X7=INPL : Nilai input lain (ribuan rupiah) SA=Koefisien fungsi produksi ç = Variabel pengganggu Retriksi simetri: SAij=SAji
114 Harga bayangan input (nilai produk marginal) diturunkan dari fungsi produksi di atas.
Nilai produktivitas marjinal adalah perkalian antara harga produk dengan
produktivitas marjinal. Tetapi karena fungsi produksi translog dinyatakan dalam nilai rupiah, maka produktivitas marjinal sekaligus menggambarkan nilai produktivitas marjinal input atau harga bayangan input. Harga bayangan input ke-i dihitung dengan rumus • Y/•X i=Fi(Xi/Y), dimana Fi merupakan turunan pertama fungsi translog terhadap input ke-i, Y merupakan dugaan nilai Y pada setiap observasi. Harga bayangan input terdiri atas harga bayangan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga, tenaga kerja pria dan wanita luar keluarga, pupuk Urea, dan lahan garapan. Harga bayangan untuk input lainnya tidak dihitung mengingat variabel tersebut dinyatakan dalam satuan rupiah. Secara matematik harga bayangan input tersebut dinyatakan sebagai berikut: SWP =(SA1+SA11*Ln(TKPD)+SA12*Ln(TKWD)+SA13*Ln(TKPL)+ SA14*Ln(TKWL)+SA15*Ln(PURE)+SA16*Ln(LGARP)+ SA17*Ln(INPL))*(VPROD)/(TKPD) SWW =(SA2+SA12*Ln(TKPD)+SA22*Ln(TKWD)+SA23*Ln(TKPL)+ SA24*Ln(TKWL)+SA25*Ln(PURE)+SA26*Ln(LGARP)+ SA27*Ln(INPL))*(VPROD)/(TKWD) SWPL=(SA3+SA13*Ln(TKPD)+SA23*Ln(TKWD)+SA33*Ln(TKPL)+ SA34*Ln(TKWL)+SA35*Ln(PURE)+SA36*Ln(LGARP)+ SA37*Ln(INPL))*(VPROD)/(TKPL) SWWL=(SA4+SA14*Ln(TKPD)+SA24*Ln(TKWD)+SA34*Ln(TKPL)+ SA44*Ln(TKWL)+SA45*Ln(PURE)+SA46*Ln(LGARP)+ SA47*Ln(INPL))*(VPROD)/(TKWL)
115 SPU =(SA5+SA15*Ln(TKPD)+SA25*Ln(TKWD)+SA35*Ln(TKPL)+ SA45*Ln(TKWL)+SA55*Ln(PURE)+ SA56*Ln(LGARP)+ SA57*Ln(INPL))*(VPROD)/(PURE) SPL =(SA6+SA16*Ln(TKPD)+SA26*Ln(TKWD)+SA36*Ln(TKPL)+ SA46*Ln(TKWL)+SA56*Ln(PURE)+SA66*Ln(LGARP)+ SA67*Ln(INPL))*(VPROD)/(LGARP) dimana: SWP
= Harga (upah) bayangan tenaga kerja pria dalam keluarga (ribu rupiah/hari kerja) SWW = Harga (upah) bayangan tenaga kerja wanita dalam keluarga (ribu rupiah/hari kerja) SWPL = Harga (upah) bayangan tenaga kerja pria luar keluarga (ribu rupiah) SWWL = Harga (upah) bayangan tenaga kerja wanita luar keluarga (ribu rupiah) SPU = Harga bayangan pupuk Urea (ribu rupiah/kg) SPL = Harga bayangan lahan (ribu rupiah/ha) Variabel lain telah didefinisikan di atas. Pada kerangka pemikiran telah dikemukakan bahwa ketidaksempurnaan pasar dinyatakan dalam pasar tenaga kerja dalam keluarga dan lahan garapan. Terkait dengan itu, sebenarnya harga bayangan yang diperlukan dalam penelitian ini hanya harga bayangan tenaga kerja dalam keluarga (pria dan wanita) dan harga bayangan lahan. Namun demikian, harga bayangan lainnya yang dapat diturunkan dari fungsi produksi translog tersebut di atas, tetap dihitung untuk menganalisis harga bayangan itu sendiri dibandingkan dengan harga pasar. 4.2.2. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja Pada bagian ini dirumuskan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani, permintaan tenaga kerja luar keluarga, dan penawaran tenaga kerja di luar usahatani.
116 Masing-masing dibedakan menurut tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Pada model ekonomi rumahtangga petani, tenaga kerja dalam keluarga bisa dilihat sebagai curahan kerja keluarga pada usahatani atau penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani. Secara teoritik curahan kerja keluarga merupakan penawaran tenaga kerja keluarga pada kegiatan usahatani sendiri, sedangkan penggunaan tenaga kerja dipandang sebagai permintaan usahatani sendiri terhadap tenaga kerja keluarga. Pada penelitian ini, fungsi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang diduga lebih banyak berciri sebagai permintaan tenaga kerja keluarga, karena data yang ada diukur berdasarkan kebutuhan usahatani terhadap tenaga kerja keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani sendiri secara tegas dapat dinyatakan sebagai permintaan rumahtangga terhadap tenaga kerja luar keluarga. Demikian halnya dengan tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar usahatani dapat dinyatakan dengan tegas sebagai penawaran tenaga kerja rumahtangga di luar usahatani. Seperti telah disebutkan di muka bahwa variabel yang diduga berpengaruh pada permintaan dan penawaran tenaga kerja merupakan hasil respesifikasi berulang kali. Masing masing dirumuskan sebagai berikut: a. Penggunaan Tenaga Kerja Pria Dalam Keluarga Penggunaan tenaga kerja keluarga pria di dalam usahatani diduga dipengaruhi oleh harga bayangan tenaga kerja pria dalam keluarga, luas garapan, tenaga kerja pria luar keluarga, pupuk Urea, pupuk TSP dan indeks diversifikasi.
Kehadiran harga
bayangan dalam penggunaan tenaga kerja dalam keluarga ini merupakan spesifikasi khusus model persamaan simultan pada penelitian ini, yaitu untuk menangkap adanya ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja yang dihadapi rumahtangga.
Variabel luas
117 garapan dibuat rasio dengan variabel tenaga kerja luar keluarga.
Secara matematik
persamaan penggunaan tenaga kerja pria dinyatakan sebagai berikut : TKPD = A10+A11*SWP+A12*(LGARP/TKPL)+A13*PURE+A14*PTSP+ A15*DIVE + ç8 dimana: DIVE adalah indeks diversifikasi tanaman pangan. Indeks diversifikasi dihitung menggunakan rumus 1- • (V i/VT), dimana VT=• V i. Vi adalah nilai produk tanaman pangan ke-i. Rumus tersebut dikenal dengan Indeks diversifikasi Simpson. Sebagai fungsi permintaan tenaga kerja, koefisien harga bayangan tenaga kerja A11 diduga akan bertanda negatif. A12 diharapkan akan bertanda positif, karena semakin luas lahan garapan, kebutuhan tenaga kerja pria dalam keluarga akan semakin banyak. Sebaliknya, semakin banyak penggunaan tenaga kerja pria dari luar keluarga, angka rasio akan semakin kecil, karenanya penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga akan semakin sedikit. Koefisien A13 diharapkan akan bertanda positif, karena penggunaan pupuk Urea diduga akan meningkatkan kebutuhan tenaga kerja keluarga. Hal yang sama juga diharapkan terjadi pada A14 untuk penggunaan pupuk TSP. Indeks diversifikasi menggambarkan variasi sumber penerimaan usahatani menurut jenis komoditi yang diusahakan. Pada rumahtangga petani tanaman pangan, jenis komoditi yang diusahakan sangat beragam.
Keragaman komoditi diduga
merupakan bagian dari upaya menekan resiko produksi. Jika satu komoditi gagal, maka rumahtangga petani masih bisa memperoleh pendapatan dari komoditi lain. Pengaruh indeks diversifikasi secara teoritik tidak dapat diduga.
Apabila secara empirik
diversifikasi menyebabkan penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga lebih efisien, maka tanda A14 akan negatif, sebaliknya akan positif.
118 b. Penggunaan Tenaga Kerja Wanita Dalam Keluarga Penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga diduga dipengaruhi oleh variabel harga bayangan tenaga kerja wanita dalam keluarga, luas garapan, penggunaan pupuk Urea, penggunaan pupuk TSP, penggunaan tenaga kerja wanita luar keluarga, dan indeks diversifikasi.
Secara matematik persamaan penggunaan tenaga kerja wanita dalam
keluarga dinyatakan sebagai berikut: TKWD = A20+A21*SWW+A22*(LGARP/TKWL)+A23*PURE+A24*PTSP +A25*DIVE + ç9
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa variabel-variabel yang diduga mempengaruhi penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga identik dengan variabel yang diduga mempengaruhi penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga.
Dengan
demikian, tanda koefisien setiap variabel juga diharapkan sama, yaitu A21 diharapkan bertanda negatif, sedangkan A22, A23, A22, dan A24 diharapkan bertanda positif. A26 secara teoritik tidak dapat diduga. c. Permintaan Tenaga Kerja Pria Luar Keluarga Penggunaan tenaga kerja luar keluarga untuk kegiatan usahatani pada ekonomi rumahtangga petani secara tegas dapat dipandang sebagai permintaan rumahtangga terhadap tenaga kerja luar keluarga. Pada penelitian ini permintaan tenaga kerja pria luar keluarga dipengaruhi oleh upah buruh pria di usahatani, luas garapan, penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga, total penerimaan usahatani, dan kredit. Secara matematik persamaan permintaan tenaga kerja pria luar keluarga dinyatakan sebagai berikut: TKPL = A30+A31*UHP+A32*(LGARP/TKPD)+A33*TFRET
119 +A34*CREDIT+ ç10 dimana: TFRET = VPROD+PTERN TFRET = Penerimaan total usahatani VPROD = Nilai produk total tanaman pangan CREDIT = Kredit. Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Permintaan tenaga kerja pria luar keluarga diharapkan akan dipengaruhi oleh upah buruh usahatani pria yang dibayarkan oleh keluarga. Secara teoritis, semakin mahal upah yang harus dibayarkan, semakin sedikit jumlah permintaan tenaga kerja tersebut. Oleh karena itu A31 diharapkan bertanda negatif. Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga merupakan substitut tenaga kerja luar keluarga. Semakin banyak jumlah tenaga kerja pria dalam keluarga yang digunakan, permintaan tenaga kerja pria luar keluarga akan semakin sedikit. Sebaliknya, penggunaan tenaga kerja pria luar keluarga akan semakin banyak jika luas garapan semakin luas. Hubungan ini menyebabkan tanda A32 pada persamaan di atas diharapkan positif. Nilai penerimaan total usahatani merupakan sumber dana yang dapat digunakan rumahtangga untuk keperluan membayar tenaga kerja luar keluarga. Semakin besar penerimaan total usahatani, dana yang tersedia bagi rumahtangga untuk menyewa tenaga kerja luar keluarga semakin besar.
Dengan demikian A33 pada persamaan di atas
diharapkan bertanda positif. Seperti halnya penerimaan usahatani, kredit merupakan sumber dana bagi rumahtangga. Semakin besar kredit, jumlah dana yang tersedia semakin besar, sehingga keluarga mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menggunakan tenaga kerja luar
120 keluarga. Dengan demikian A34
pada persamaan di atas juga diharapkan bertanda
positif. d. Permintaan Tenaga Kerja Wanita Luar Keluarga Permintaan rumahtangga petani terhadap tenaga kerja wanita luar keluarga diduga dipengaruhi oleh upah buruh usahatani wanita, penggunaan tenaga kerja wanita dalam keluarga, luas lahan garapan, dan kredit.
Secara matematik persamaan permintaan
tenaga kerja wanita luar keluarga dinyatakan sebagai berikut: TKWL = A40+A41*UHW+A42*(LGARP/TKWD)+A43*TFRET +A44*CREDIT + ç11 Dengan pemikiran yang sama seperti pada perumusan persamaan permintaan tenaga kerja pria luar keluarga di atas, tanda A41, A42, A43 dan A44 diharapkan akan bertanda negatif. e. Penawaran Tenaga Kerja Pria di Luar Usahatani Aktivitas keluarga di luar usahatani sendiri dapat dipandang sebagai penawaran tenaga kerja rumahtangga petani. Pada penelitian ini, aktivitas keluarga di luar usahatani sendiri meliputi seluruh kegiatan di sektor pertanian (bekerja di usahatani orang lain) dan kegiatan di luar sektor pertanian. Di luar sektor pertanian meliputi kegiatan kerja di usaha milik sendiri dan milik orang lain. Penggabungan seperti ini mengalami kesulitan terutama untuk menentukan upah untuk kegiatan keluarga pada usaha milik sendiri yang tidak dibayar. Pendekatan tingkat upah pada kasus seperti ini dilakukan dengan ukuran return to family labor sebagai nilai setara upah. Penawaran tenaga kerja pria di luar sektor pertanian diduga dipengaruhi oleh upah tenaga kerja pria di luar sektor pertanian, penggunaan tenaga kerja pria diluar usahatani
121 sendiri, angkatan kerja pria dalam rumahtangga, penerimaan usahatani, dan indeks pendidikan anggota keluarga pria.
Indeks pendidikan diukur dengan rata-rata tahun
belajar anggota keluarga, dimana tahun belajar Sekolah Dasar (SD) diberi bobot satu, tahun belajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan yang sederajat diberi bobot pangkat dua, Sekolah Menengah Umum (SMU) dan yang sederajat diberi bobot pangkat tiga, dan tahun belajar di perguruan tinggi diberi bobot pangkat empat. Persamaan penawaran tenaga kerja pria di luar usahatani disajikan sebagai berikut: KPNFF = A50+A51*UPNFF+A52*TKPD+A53*TKRTP+A54*TFRET+ A55*IPAKP + ç12 dimana: KPNFF = Kerja pria di luar usahatani (hari kerja) UPNFF = Upah buruh di luar usahatani sendiri (ribu rupiah/hari kerja) TKRTP = Angkatan kerja pria dalam rumahtangga (orang) TFRET = Penerimaan total usahatani (ribu rupiah) IPAKP = Indeks pendidikan angkatan kerja pria Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Jika persamaan di atas benar merupakan penawaran tenaga kerja pria di luar usahatani sendiri, maka semakin tinggi tingkat upah tenaga pria, penawaran tenaga kerja akan semakin tinggi. Karena itu tanda A51 pada persamaan di atas diharapkan bertanda positif. Penggunaan tenaga kerja pria dalam keluarga pada usahatani akan mengurangi penawaran tenaga kerja pria di luar usahatani sendiri.
Oleh karena itu A52 pada
persamaan di atas diharapkan akan bertanda negatif. Sebaliknya jumlah angkatan kerja pria di dalam rumahtangga akan menjadi sumber tenaga kerja potensial. Tanda A53 pada persamaan di atas diharapkan positif. Penerimaan dari usahatani sendiri merupakan sumber alternatif pendapatan bagi keluarga. Makin tinggi penerimaan keluarga dari
122 usahatani sendiri, ketergantungan pendapatan dari luar usahatani sendiri akan semakin berkurang. Oleh karena itu tanda A54 diharapkan negatif. Indeks pendidikan anggota rumahtangga menggambarkan tingkat pendidikan keluarga secara agregat.
Pengaruh
pendidikan tersebut terhadap penawaran tenaga kerja keluarga di luar sektor pertanian sebenarnya tidak bisa diduga. Namun jika diasumsikan bahwa lapangan kerja di luar usahatani sendiri memerlukan keahlian dan pendidikan lebih tinggi, maka tanda A55 diharapkan positif. f. Penawaran Tenaga Kerja Wanita di Luar Usahatani Formulasi persamaan penawaran tenaga kerja wanita di luar usahatani sendiri identik dengan persamaan penawaran tenaga kerja pria di luar usahatani sendiri seperti telah dijelaskan di atas. Perbedaan terletak pada jenis kelamin tenaga kerja tersebut. Secara matematik persamaan penawaran tenaga kerja wanita di luar usahatani sendiri disajikan sebagai berikut: KWNFF = A60+A61*UWNFF+A62*TKWD+A63*TKRTW+A64*TFRET+ A65*IPAKW + ç13 dimana: KWNFF = Kerja wanita di luar usahatani (hari kerja) UWNFF = Upah buruh wanita di luar usahatani sendiri (ribu rupiah/hari kerja) TKRTW = Angkatan kerja wanita dalam rumahtangga (orang) IPAKW = Indeks pendidikan angkatan kerja wanita Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Dari persamaan di atas dapat dihipotesiskan bahwa A61, A63, dan A65 diharapkan bertanda positif, sedangkan A62 dan A64 diharapkan bertanda negatif. Argumentasi terhadap hipotesis ini telah dijelaskan di atas. 4.2.3. Permintaan Pupuk
123 Jenis pupuk yang digunakan pada kegiatan usahatani pada penelitian ini sebenarnya sangat banyak, berupa pupuk kimia padat dan cair, serta pupuk organik. Namun demikian, untuk keperluan analisis perilaku ekonomi rumahtangga akan disoroti dua jenis pupuk yang dianggap penting secara ekonomi yaitu pupuk Urea dan TSP. Kedua jenis pupuk ini penting dipelajari mengingat sering menjadi instrumen kebijakan pemerintah. Permintaan kedua jenis pupuk tersebut dirumuskan sebagai berikut: a. Permintaan Pupuk Urea Permintaan
pupuk Urea dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh harga
pupuk Urea, penerimaan usahatani, luas lahan garapan, ivestasi usahatani dan kredit. Secara matematik persamaan penggunaan pupuk Urea dinyatakan sebagai berikut: PURE = B10+B11*HURE+B12*TFRET+B13*LGARP+B14*CREDIT+ C15*INVUT + ç14 dimana: PURE = Penggunaan pupuk Urea (kg) HURE = Harga Urea (ribu rupiah/kg) INVUT = Investasi pada usahatani (ribu rupiah) Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Persamaan di atas merupakan permintaan rumahtangga terhadap pupuk Urea. Dengan demikian, semakin tinggi harga pupuk Urea, permintaan pupuk Urea akan semakin sedikit. Secara teoritik berarti tanda B11 diharapkan negatif. Faktor penting lain yang menentukan permintaan pupuk Urea adalah penerimaan usahatani. Penerimaan usahahatani merupakan proksi dari pendapatan. Semakin tinggi penerimaan usahatani, permintaan pupuk Urea semakin besar. Dengan demikian, secara teoritik B12 diharapkan bertanda positif. Hal yang sama juga untuk B13 diharapkan bertanda positif, karena
124 semakin luas lahan yang digarap akan semakin banyak membutuhkan pupuk Urea. Kredit diposisikan sebagai sumber dana untuk membeli pupuk Urea. Semakin besar kredit semakin besar dana yang tersedia di rumahtangga dan semakin besar permintaan pupuk Urea. Oleh karena itu B14 diharapkan bertanda positif. Investasi pada usahatani (INVUT) dalam model ekonomi rumahtangga yang menggunakan data kerat lintang merupakan bentuk pengeluaran usahatani untuk keperluan jangka panjang. Investasi usahatani dalam bentuk pengeluaran akan berhubungan negatif dengan penggunaan pupuk Urea. Oleh karena itu, C15 diharapkan akan bertanda negatif. b. Permintaan Pupuk TSP Searah dengan permintaan pupuk Urea, permintaan pupuk TSP diduga dipengaruhi oleh harga pupuk TSP, penerimaan usahatani, luas lahan garapan, investasi usahatani dan kredit. Secara matematik permintaan persamaan pupuk TSP disajikan sebagai berikut: PTSP = B20+B21*HTSP+B22*TFRET+B23*LGARP+B24*CREDIT + B25*INVUT+ ç15 dimana: PTSP = Permintaan pupuk TSP (kg) HTSP = Harga pupuk TSP (ribu rupiah/kg) Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Hipotesis apriori yang menyertai fungsi permintaan pupuk TSP identik dengan hipotesis apriori yang dijelaskan pada persamaan permintaan pupuk Urea di atas. Menurut persamaan di atas B21 dan B25 diharapkan bertanda negatif, sedangkan B22, B23, dan B24, diharapkan akan bertanda positif. 4.2.4. Luas Lahan Garapan
125 Luas lahan garapan mencerminkan intensitas pemanfaatan lahan yang dikuasai petani selama satu tahun. Semakin tinggi luas lahan garapan artinya lahan yang dikuasai petani dimanfaatkan secara intensif untuk pengusahaan tanaman pangan. Luas lahan garapan ini tentunya bisa lebih luas dari luas lahan yang dikuasai. Jika misalnya satu tahun lahan usahatani yang dikuasai digarap dua kali atau dua musim tanam, maka luas lahan garapan akan dua kali luas lahan yang dikuasai. Pada penelitian ini luas lahan garapan diduga akan dipengaruhi oleh harga bayangan lahan, harga produk, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, luas lahan yang dikuasai, dan nilai pupuk kimia. Kehadiran harga bayangan pada luas lahan garapan merupakan spesifikasi khusus model persamaan simultan pada penelitian ini, seperti pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga,
yaitu untuk menangkap adanya kendala
rumahtangga dalam mengakses pasar lahan. Secara matematik persamaan luas lahan garapan dinyatakan sebagai berikut: LGARP = B30+B31*SPL+B32*HPROD+B33*TKD+B34*LTOTA+ B35*NPKIM+ ç16 dimana: LGARP = Luas lahan garapan (hektar) TKD = TKPD + TKWD NPKIM = PURE*HURE+PTSP*HTSP HPROD = Harga produksi komposit (rupiah/kilogram) TKD = Tenaga kerja dalam keluarga pria dan wanita (hari kerja) LTOTA = Total lahan yang dikuasai (Ha) Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Harga produk merupakan harga komposit produk tanaman pangan yang dihitung dengan rata-rata tertimbang.
Tenaga kerja dalam keluarga merupakan penjumlahan
penggunaan tenaga kerja pria dan wanita dalam keluarga. Dari persamaan di atas, harga
126 bayangan lahan diharapkan akan berpengaruh negatif terhadap luas lahan, sehingga B31 diharapkan akan bertanda negatif. Sebaliknya tanda B32 sampai dengan B35 diharapkan akan positif. 4.2.5. Produk Usahatani yang Dikonsumsi Produk usahatani yang dikonsumsi merupakan bagian produk usahatani yang tidak dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Pada penelitian ini, produk usahatani yang dikonsumsi diduga dipengaruhi oleh penerimaan usahatani, jumlah anggota rumahtangga, dan konsumsi pangan yang dibeli dari pasar.
Secara
matematik persamaan yang dimaksud dinyatakan sebagai berikut: KONPT = B40+B41*TFRET+B42*ARTOT+B43*CPANB + ç17 dimana: KONPT = Produk usahatani yang dikonsumsi (ribu rupiah) ARTOT = Anggota rumahtangga pria dan wanita (orang) CPANB = Nilai konsumsi pangan yang dibeli di pasar (ribu rupiah) Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Besar produk usahatani yang dikonsumsi akan dipengaruhi oleh penerimaan usahatani. Semakin besar nilai penerimaan usahatani diharapkan produk usahatani yang dikonsumsi akan semakin besar pula. Dengan demikian, tanda B41 diharapkan akan positif. Jumlah anggota rumahtangga juga akan berpengaruh positif terhadap produk usahatani yang dikonsumsi, karena dengan meningkatnya jumlah anggota rumahtangga, maka kebutuhan konsumsi rumahtangga akan meningkat, sehingga bagian konsumsi yang dipenuhi dari produk usahatani sendiripun diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu, B42 diharapkan akan bertanda positif. Sebaliknya, konsumsi pangan yang dibeli dari pasar merupakan barang pengganti produk usahatani yang dikonsumsi. Semakin banyak
127 kebutuhan konsumsi pangan yang dipenuhi dari pasar akan menekan jumlah produk usahatani yang dikonsumsi. Dengan demikian B43 diharapkan akan bertanda negatif. 4.2.6. Investasi Investasi merupakan pengeluaran rumahtangga untuk keperluan pengadaan atau perbaikan barang-barang berjangka panjang. Di dalam penelitian ini investasi dibedakan menjadi investasi pada usahatani dan investasi untuk keperluan rumahtangga. Barang yang terbentuk dari investasi tersebut terakumulasi dalam bentuk barang modal atau aset rumahtangga. Kedua investasi tersebut dirumuskan sebagai berikut: a. Investasi Usahatani Investasi usahatani merupakan pengeluaran usahatani dalam bentuk pembelian alat-alat pertanian, perbaikan lahan, dan perbaikan atau pembuatan bangunan pertanian. Investasi ini sangat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai aset tetap usahatani.
Investasi usahatani diduga dipengaruhi oleh total penerimaan usahatani,
pengeluaran usahatani yang terdiri atas pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar keluarga dan pengeluaran tunai usahatani di luar upah, dan investasi untuk rumahtangga. Secara matematik dinyatakan sebagai berikut: INVUT = C10+C11*TFRET+C12*NTKL+C13*CASHI+C14*INVRT + ç18 dimana: NTKL = TKPL*UHP + TKWL*UHW CASHI = PURE*HURE + INPL INPL = PTSP*HTSP + NINL INVUT = Investasi usahatani (ribu rupiah) NTKL = Nilai tenaga kerja luar keluarga (ribuan rupiah) CASHI = Nilai input usahatani tunai di luar upah (ribu rupiah) INVRT = Nilai pengeluaran untuk investasi rumahtangga (ribu rupiah) INPL = Nilai input lain selain Urea (ribu rupiah) NINL = Nilai input lain selain Urea dan TSP (ribu rupiah) Variabel lain sudah dijelaskan di atas.
128
Penerimaan total usahatani sengaja dipilih bukan pendapatan bersih usahatani, dengan pemikiran bahwa keputusan investasi pada usahatani dilakukan dengan cara menyisihkan sebagian penerimaan usahatani, bersama-sama dengan penyisihan dana untuk pengeluaran rutin usahatani. Penerimaan total usahatani diharapkan akan berpengaruh positif terhadap investasi usahatani, sehingga C11 diharapkan bertanda positif. Sebaliknya pengeluaran usahatani, dalam bentuk pengeluaran upah tenaga kerja luar keluarga dan pengeluaran tunai di luar tenaga kerja merupakan pengeluaran rutin usahatani dalam kegiatan sehari-hari. Semakin besar pengeluaran-pengeluaran tersebut, menyebabkan dana yang disisihkan untuk investasi usahatani akan semakin kecil. Dengan demikian C12 diharapkan bertanda negatif.
Investasi untuk keperluan
rumahtangga diharapkan berpengaruh negatif pada investasi usahatani, karena investasi untuk keperluan rumahtangga seharusnya bersaing dengan investasi untuk keperluan usahatani, dengan asumsi jumlah dana yang tersedia di rumahtangga terbatas. Dengan demikian C13 diharapkan bertanda positif, sedangkan C14 diharapkan bertanda negatif. b. Investasi Rumahtangga Selain investasi usahatani, investasi penting lain yang perlu dipelajari adalah investasi rumahtangga. Investasi ini berupa pengeluaran rumahtangga untuk membeli barang-barang tahan lama, seperti peralatan rumahtangga, dan perbaikan rumah tempat tinggal keluarga tani. Investasi rumahtangga ini diduga dipengaruhi oleh pendapatan dari luar usahatani, penerimaan tunai usahatani, kredit, dan investasi usahatani.
Secara
matematik persamaan investasi rumahtangga tersebut dinyatakan sebagai berikut: INVRT = C20+C21*NFINC+C22*CASHO+C23*CREDIT+C24*INVUT + ç19
129 dimana: CASHO = TFRET – KONPT NFINC = Pendapatan luar usahatani sendiri (ribuan rupiah) CASHO = Nilai produk usahatani yang dijual (ribuan rupiah) KONPT = Produk usahatani yang dikonsumsi (ribu rupiah) Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Pendapatan dari luar usahatani dan penerimaan tunai usahatani merupakan sumber dana yang masuk ke rumahtangga petani. Diharapkan ada sebagian dana yang berasal dari kedua sumber dana tersebut yang disisihkan untuk investasi rumahtangga. Semakin besar dana yang tersedia dari sumber dana tersebut, investasi rumahtangga akan semakin besar. Oleh karena itu, C21 dan C22 diharapkan bertanda positif. Kredit yang dipinjam rumahtangga diharapkan berpengaruh positif terhadap investasi rumahtangga, karena kredit merupakan salah satu sumber dana yang dapat digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Dengan demikian, C23 diharapkan bertanda positif. Di sisi lain, jika rumahtangga juga memutuskan untuk investasi di usahatani, maka pengeluaran rumahtangga untuk investasi di usahatani ini akan berlawanan dengan investasi di rumahtangga. Oleh karena itu, dengan asumsi total dana yang tersedia di rumahtangga terbatas, maka C24 diharapkan akan bertanda negatif. 4.2.7. Konsumsi Rumahtangga Konsumsi rumahtangga merupakan penggunaan beragam barang pangan dan nonpangan untuk keperluan sehari-hari. Kebutuhan barang-barang tersebut dipenuhi dengan membeli dari pasar atau yang dihasilkan sendiri oleh rumahtangga melalui kegiatan produksi di usahatani sendiri.
Secara umum, jenis konsumsi ini dapat dikelompokkan
menjadi konsumsi pangan dan konsumsi non-pangan. Konsumsi pangan meliputi beras atau makanan pokok sejenisnya, bumbu dapur, sayuran, daging, dan beragam lauk-pauk lainnya. Konsumsi non-pangan meliputi bahan bakar, sabun cuci, sabun mandi, dan lain-
130 lain. Pada penelitian ini yang dapat dirumuskan sebagai persamaan struktural adalah konsumsi pangan yang dibeli dari pasar dan konsumsi non-pangan. Kedua persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut: a. Konsumsi Pangan yang Dibeli Dari Pasar Konsumsi pangan yang dibeli dari pasar mencerminkan kebutuhan rumahtangga terhadap uang tunai untuk belanja kebutuhan pangan.
Pada penelitian ini, konsumsi
pangan yang dibeli dari pasar diduga dipengaruhi oleh pendapatan luar usahatani, pengeluaran rumahtanggga untuk pendidikan dan kesehatan, penerimaan tunai usahatani, investasi rumahtangga, dan anggota rumahtangga.
Secara matematik, persamaan
konsumsi pangan yang dibeli dinyatakan sebagai berikut: CPANB = C30+C31*(NFINC/CPKES)+C32*CASHO/INVRT+C33*ARTOT + ç20 dimana: CPANB = Konsumsi pangan yang dibeli (ribu rupiah) CPKES = Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan (ribuan rupiah) Pendapatan dari luar usahatani merupakan sumber dana bersama-sama dengan penerimaan tunai usahatani. Semakin besar sumber dana tersebut, secara teoritik rumahtangga akan semakin mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang dibeli dari pasar. Pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan dan kesehatan akan berpengaruh negatif terhadap konsumsi pangan yang dibeli dari pasar, karena dengan asumsi ada keterbatasan dana pada rumahtangga, semakin banyak pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan akan menekan pengeluaran untuk konsumsi pangan yang dibeli. Berdasarkan pemikiran tersebut, C31 diharapkan bertanda positif.
131 Penerimaan tunai usahatani diharapkan akan berpengaruh positif terhadap pengeluaran rumahtangga untuk pangan yang dibeli dari pasar, karena penerimaan tunai usahatani merupakan sumber dana bagi rumahtangga. Sebaliknya, investasi untuk rumahtangga merupakan bentuk pengeluaran lain yang bersaing dengan kebutuhan konsumsi pangan yang dibeli dari pasar. Kedua variabel tersebut dinyatakan dalam bentuk rasio. Dengan demikian, diharapkan C32 diharapkan bertanda positif. Hal yang sama juga untuk jumlah anggota rumahtangga diharapkan bertanda positif, karena semakin banyak jumlah anggota rumahtangga, kebutuhan konsumsi pangan akan semakin meningkat. Jika pangan yang disediakan dari usahatani sendiri terbatas, maka peningkatan konsumsi pangan tersebut akan menyebabkan peningkatan konsumsi pangan yang dibeli dari pasar. Dengan demikian C33 diharapkan bertanda positif. b. Konsumsi Non-pangan Pada penelitian ini, konsumsi non-pangan diduga dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga total, tabungan, dan jumlah anggota rumahtangga. Respesifikasi model menghasilkan dua variabel yang disebutkan pertama disajikan dalam bentuk rasio. Secara matematik persamaan konsumsi non-pangan dinyatakan sebagai berikut: CNPAN = C40+C41*(HHINC/TABNG)+C42*ARTOT + ç21 HHINC = NFFIN+NFINC+SWP*TKRTP*300+SWW*TKRTW*300 NFFIN = TFRET–CASHI–NTKL–SWP*TKPD–SWW*TKWD dimana: CNPAN = Konsumsi non-pangan (ribu rupiah) HHINC = Pendapatan rumahtangga total (ribu rupiah) NFFIN = Pendapatan bersih usahatani (ribu rupiah)
132 TKRTP = Angkatan kerja pria dalam rumahtangga (orang) TKRTW = Angkatan kerja wanita dalam rumahtangga (orang) Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Pendapatan rumahtangga total merupakan pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari seluruh sumber pendapatan, baik dalam bentuk aktivitas kerja maupun bukan aktivitas kerja. Di samping itu, pada penelitian ini dimasukkan juga penilaian tenaga kerja dalam keluarga yang diukur dengan nilai harga bayangan tenaga kerja pria dan wanita. Pada konsep Becker (1976) identik dengan Full Income. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak didefinisikan konsep pendapatan siap dibelanjakan atau disposeable income yang merupakan nilai pendapatan dikurangi dengan pajak. Semakin besar pendapatan rumahtangga total, konsumsi non-pangan akan semakin besar pula. Di sisi lain, tabungan rumahtangga berperan sebagai pengeluaran alternatif rumahtangga disamping pengeluaran untuk pangan.
Di dalam hal ini, tabungan merupakan
pengeluaran rumahtangga yang ditunda untuk konsumsi di waktu yang akan datang. Semakin besar tabungan, semakin besar bagian dana yang disisihkan untuk konsumsi yang akan datang. Mengingat kedua variabel tersebut disajikan dalam bentuk rasio, maka C41 diharapkan akan bertanda positif.
Jumlah anggota rumahtangga juga diduga akan
berpengaruh positif terhadap konsumsi non-pangan. Semakin besar jumlah anggota rumahtangga, kebutuhan konsumsi non-pangan juga akan semakin besar. Oleh karena itu C42 diharapkan bertanda positif. 4.2.8. Pengeluaran Pendidikan dan Kesehatan Pengeluaran pendidikan dan kesehatan dalam penelitian ini dipisah dari pengeluaran konsumsi seperti telah dijelaskan di atas, dengan pemikiran bahwa pengeluaran ini merupakan pengeluaran investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya
133 manusia dalam keluarga. Pengeluaran pendidikan dan kesehatan di dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga total, pengeluaran non-pangan, rasio pendidikan keluarga, dan tabungan rumahtangga. Secara matematik konsumsi kesehatan dinyatakan sebagai berikut: CPKES = C50+C51*HHINC +C52*INPRT+C53*ARTOT + ç22 dimana: CPKES = Pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan (ribuan rupiah) INPRT = Indeks pendidikan keluarga Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Pendapatan rumahtangga total secara teoritik berpengaruh positif terhadap pengeluaran pendidikan dan kesehatan, maka tanda C51 diharapkan positif. Demikian halnya dengan indeks pendidikan rumahtangga dan jumlah anggota rumahtangga diharapkan berpengaruh positif pada pengeluaran pendidikan dan kesehatan. Pengaruh positif indeks pendidikan disebabkan oleh dua hal. Pertama, jika anggota rumahtangga masih aktif menjalani pendidikan, menunjukkan beban pendidikan biaya yang meningkat sejalan dengan meningkatnya tingkat pendidikan.
Kedua, menunjukkan adanya
kesadaran rumahtangga akan pentingnya pendidikan dan kesehatan sejalan dengan peningkatan pendidikan anggota rumahtangga. Dengan demikian, C52 diharapkan bertanda positif. Jumlah anggota rumahtangga juga diharapkan berpengaruh positif, sehingga C53 diduga bertanda positif. 4.2.9. Kredit Kredit merupakan pinjaman rumahtangga ke pihak luar, baik yang bersumber dari lembaga formal maupun lembaga informal. Sumber kredit formal adalah kredit yang berasal dari lembaga formal, seperti bank atau lembaga keuangan formal sejenisnya.
134 Sumber kredit informal adalah kredit yang berupa pinjaman dari keluarga, saudara, pedagang, atau pihak-pihak lain yang memberikan pinjaman tanpa dilandasi prosedur formal. Kredit di dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, pengeluaran tunai usahatani di luar upah, luas lahan garapan, dan frekuensi pinjaman. Tingkat suku bunga di dalam hal ini merupakan suku bunga efektif, yaitu persentase bagian yang dibayarkan peminjam di atas pokok pinjaman dalam satu tahun. Persamaan kredit dinyatakan sebagai berikut: CREDIT = D10+D11*INT+D12*CASHI+D13*LGARP+D14*FPINJ+ ç23 dimana: CREDIT = Kredit (ribuan rupiah) TABNG = Tabungan (ribuan rupiah) FPINJ = Frekuensi pinjaman Variabel lain sudah dijelaskan di atas. Secara teoritik dapat diharapkan tingkat suku bunga akan berpengaruh negatif terhadap besarnya kredit.
Karena itu, D11 diharapkan akan bertanda negatif.
Pengeluaran tunai usahatani di luar upah, merupakan bentuk kebutuhan usahatani terhadap uang tunai. Kredit itu sendiri merupakan salah satu sumber dana yang dapat digunakan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan uang tunai tersebut. Semakin tinggi pengeluaran tunai usahatani di luar upah, rumahtangga akan semakin memerlukan kredit. Dengan demikian, D12 diharapkan akan bertanda positif. Demikian halnya dengan D13 dan D14, diharapkan bertanda positif. memerlukan biaya semakin besar.
Semakin luas lahan yang digarap, usahatani Karena kredit merupakan salah satu sumber
pembiayaan usahatani, maka semakin besar luas lahan garapan akan memerlukan kredit semakin besar. Di samping itu, pemberi kredit, baik formal maupun informal, sering
135 mempertimbangkan luas lahan dalam pemberian kredit kepada nasabahnya.
Hal ini
semakin memperkuat hubungan positif antara luas lahan garapan dengan besarnya kredit. Frekuensi kredit berpengaruh positif terhadap besarnya kredit, karena alasan prosedur pemberi kredit yang sering mempertimbangkan pengalaman pemberian pinjaman sebelumnya. Bagi nasabah yang berhasil mengembalikan kredit sebelumnya, akan lebih mudah menerima kredit berikutnya. 4.2.10. Tabungan Tabungan rumahtangga adalah berbagai bentuk simpanan uang tunai, yang disimpan dalam bentuk tabungan di bank atau di rumah, atau dalam bentuk arisan. Seperti telah dikemukaan di atas, tabungan merupakan sumber dana penting di rumahtangga.
Pada penelitian ini, besarnya tabungan diduga dipengaruhi oleh
pendapatan usahatani, pendapatan di luar usahatani, dan konsumsi atau pengeluaran rumahtangga untuk pengeluaran rutin.
Pengeluaran rutin merupakan penjumlahan
konsumsi pangan, konsumsi non-pangan, pendidikan dan kesehatan. Secara matematik, persamaan tabungan dinyatakan sebagai berikut: TABNG = D20+D21*NFFIN+D22*NFINC/CRUTN + ç24 dimana: CRUTN = CPANB+CPANS+CPKES+CNPAN CRUTN = Pengeluaran rutin rumahtangga (ribu rupiah) CPANS = Konsumsi pangan yang disediakan sendiri (ribu rupiah) Seperti telah dijelaskan di atas, tabungan rumahtangga dapat terjadi dengan menyisihkan sebagian pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari berbagai sumber setelah pengeluaran rumahtangga lainnya terpenuhi. Dengan pemikiran seperti ini, maka pendapatan usahatani dan pendapatan di luar usahatani secara teoritik akan berpengaruh
136 positif terhadap besarnya tabungan. Pengeluaran rutin rumahtangga, di sisi lain, akan berpengaruh negatif terhadap tabungan. Semakin besar pengeluaran tersebut, semakin kecil bagian dana yang tersedia di rumahtangga yang dapat ditabung. Dua variabel terakhir dinyatakan dalam bentuk rasio. Dengan demikian, D21 dan D22 diduga akan bertanda positif. 4.2.11. Pengeluaran Total Rumahtangga Pengeluaran total rumahtangga pada penelitian ini disajikan dalam bentuk persamaan identitas. Walaupun variabel ini tidak masuk pada salah satu persamaan struktural yang dirumuskan di atas, besaran pengeluaran total rumahtangga penting dihitung
sebagai ukuran kesejahteraan rumahtangga. Semakin besar pengeluaran
rumahtangga, kesejahteraan rumahtangga semakin baik. Secara matematik pengeluaran total rumahtangga dinyatakan sebagai berikut: HHEXP = CRUTN + INVRT +PAJAK dimana: PAJAK = Nilai pajak yang dibayarkan rumahtangga (ribu rupiah) Persamaan simultan yang dibangun di atas dapat juga disajikan dalam bentuk diagram keterkaitan antar variabel seperti terlihat pada Gambar 7. Pada gambar tersebut dibedakan antara variabel eksogen dan variabel endogen.
Variabel eksogen
dilambangkan dengan segi empat dengan sudut oval, sedangkan variabel endogen