INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO
2013
Kabupaten Kulon Progo
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT
2013
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
i
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2013
Katalog BPS
: 4102004.3401
No. ISBN
: 978-602-70866-5-4
No. Publikasi
: 34012.13.19
Ukuran Buku
: 15,59 x 21 cm
Jumlah Halaman
: xxvi + 127Halaman
Naskah
: Seksi Statistik Sosial
Gambar kulit
: Seksi Statistik Sosial
Diterbitkan oleh
: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo
Dicetak Oleh
: BPS Kabupaten Kulon Progo
Boleh Dikutip dengan Menyebutkan Sumbernya
ii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo 2013 dapat tersusun. Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. Publikasi ini menyajikan data dasar tentang kesejahteraan rakyat Kabupaten Kulon Progo. Data dasar yang dicakup dalam publikasi ini meliputi tujuh bidang yaknikependudukan, kesehatan dan lingkungan hidup, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, perumahan dan permukiman, serta sosial budaya. Data yang digunakan bersumber dari Sensus Penduduk (SP), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), serta data sekunder yang berasal dari dinas/instansi terkait. Kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan publikasi ini. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif terhadap publikasi ini sangat diharapkan bagi penyajian di masa mendatang. Wates, November 2014 Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo Kepala,
SUGENG UTOMO, SH NIP. 196411101994031001
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
iii
iv
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
KATA SAMBUTAN Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup penduduk di semua aspek kehidupan. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesejahteraan penduduk yang telah dicapai dapat dilihat melalui berbagai indikator sosial ekonomi dari waktu ke waktu. Perencanaan pembangunan yang menyangkut bidang kesejahteraan rakyat memerlukan berbagai informasi mengenai keadaan sosial ekonomi penduduk. Informasi-informasi tersebut akan sangat berguna untuk menyusun strategi pembangunan, sehingga program dan kebijakan yang diambil untuk kesejahteraan penduduk menjadi lebih terarah. Salah satu upaya untuk melengkapi informasi dalam bidang kesejahteraan rakyat yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo adalah melalui penyusunan Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo 2013. Banyak data/informasi dari publikasi ini yang dapat digunakan sebagai bahan kajian mengenai permasalahan sosial ekonomi. Harapan kami, para pengguna data dapat memanfaatkannya secara optimal. Akhir kata kami sampaikan selamat bekerja dan sukses, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberi petunjuk dan bimbingan kepada kita sekalian. Amin. Wates, November 2014 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo Kepala
Ir. AGUS LANGGENG BASUKI NIP. 196108011989031005 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
v
vi
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
ABSTRAKSI
Jumlah penduduk yang besar, jika diimbagi dengan kualitas penduduk
yang memadai, akan merupakan pendorong bagi
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar dan kualitasnya rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pembangunan. Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai 401.450 jiwa. Dari sejumlah tersebut,komposisi penduduk laki-laki sebanyak 196.731 jiwa dan perempuan sebanyak 204.719 jiwa. Pertambahan penduduk Kulon Progo sebesar 0,95 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Beberapa indikator penting yang digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Angka kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan. Padatahun 2012 angka kematian bayi sebesar 4,31 per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 turun menjadi 13,06 per 1000 kelahiran hidup.
Sebaliknya angka harapan hidup sejak 2009 –
2013 juga semakin meningkat dari 74,09 tahun pada tahun 2009 menjadi 75,03 tahun pada tahun 2013 meningkat menjadi 75,03. Indikator keberhasilan
lain
yang
pembangunan
dapat
digunakan
dibidang
untuk
melihat
pendidikan
dalam
meningkatkan sumber daya manusia adalah angka melek huruf dan tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk umur 10 tahun ke atas. Dari hasil Susenas 2013, penduduk 10 tahun ke atas yang bisa Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
vii
membaca dan menulis huruf latin dan lainnya sebesar94,00 persen dan penduduk umur 10 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan SLTP keatassebesar 51,18 persen. Indikator ketenagakerjaan yang biasa digunakan
untuk
mengukurpartisipasi penduduk dalam dunia kerja dan ketersediaan lapangan pekerjaan adalah TPAK dan TPT. Pada periode 20122013 di Kabupaten Kulon Progo terjadi peningkatan TPAK dengan diiringi penurunan TPT. TPAK pada tahun 2013 mencapai 75,61 persen, artinya bahwa dari setiap 100 penduduk usia kerja ada sekitar 76 penduduk usia kerja yang berpartisipasi aktif dalam bursa kerja (angkatan kerja). Demikian pula sebaliknya, TPT pada tahun 2013 di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan, yaitu pada Agustus 2012 tercatat 3,04 persen dan pada bulan Agustus 2013 menurun menjadi 2,85 persen. Seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga maka pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan juga semakin meningkat dan sebaliknya pengeluaran untuk makanan semakin menurun. Penduduk dengan kondisi ekonomi terbawah (kuantil pertama),
sebagian
besar
pendapatannya
digunakan
untuk
pengeluaran makanan, yaitu mencapai 68,49 persen dan hanya 31,51 persen pengeluaran bukan makanan. Sebaliknya untuk lapisan
penduduk
dengan
ekonomi
teratas
(kuantil
kelima),
pengeluaran untuk bukan makanan sudah mencapai 56,44 persen dan hanya 43,56 persen dari total pengeluaranya untuk pengeluaran makanan.
viii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Indikator perumahan seperti jenis lantai terluas bukan tanah, jumlah pelanggan listrik PLN, sumber air minum yang digunakan dari air kemasan dan leding, fasilitas air minum sendiri, jarak sumber air minum dengan penampungan kotoran >10 m, fasilitas tempat buang air besar sendiri, fasilitas tempat buang air besar jenis leher angsa, tempat penampungan akhir buang air besar dengan tangki septik, jumlah pelanggan telkom, dan kepemilkan telepon selulerpada tahun 2013 persentasenya mengalami peningkatan. Semakin baik kualitas perumahan penduduk dan sarana prasarana, menunjukkan semakin tingginya
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
kesehatan
lingkungan perumahan. Dari
segi
sosial
budaya,
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat juga dapat dilihat dari semakin banyaknya pengunjung dan pendapatan kawasan wisata. Semakin banyak jumlah sarana ibadah dan semakin tinggi pengunjung dan pendapatan yang diterima dari kawasan wisata akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian masyarakat di dekat kawasan wisata tersebut. Pada tahun 2013, jumlah pengunjung dan pendapatan dari kawasan wisata mengalami peningkatan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
ix
x
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
DAFTAR ISI
Hal.
Halaman Judul ..................................................................................................... i
Lembar Katalog ................................................................................................... ii
Kata Pengantar .................................................................................................... iii
Kata Sambutan .................................................................................................... v
Abstraksi .............................................................................................................. vii
Daftar Isi ............................................................................................................. xi
Daftar Tabel ........................................................................................................ xiii
Daftar Gambar .................................................................................................... xvii
Penjelasan Teknis ............................................................................................... xix
Pendahuluan........................................................................................................ xxiii
Tinjauan Umum ................................................................................................... xxvii
1. Kependudukan ............................................................................................... 3
2. Kesehatan ...................................................................................................... 15
3. Pendidikan ..................................................................................................... 35
4. Angkatan Kerja .............................................................................................. 49
5. Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga ................................................. 67
6. Perumahan dan Permukiman ........................................................................ 77
7. Sosial dan Budaya .......................................................................................... 97
Lampiran .............................................................................................................. 111
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 127
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xi
xii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
DAFTAR TABEL Hal. Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, 1971-2010 ........................................
7
Sebaran dan Kepadatan Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013…..……….
10
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ......…
11
Komposisi Penduduk dan Angka Beban Ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ……………………………………...…
12
Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013 ..............………………………
17
Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, 2009–2013.....
22
Persentase Balita Menurut Penolong Waktu Lahir di Kabupaten Kulon Progo, 2012-2013 ......
24
Persentase Balita Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya Disusui di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013 ……...……
25
Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013……...…..…………....…..
28
Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ………………………….………..........
29
Persentase Penduduk
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Menurut
Keluhan xiii
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
xiv
2.7
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
4.1
4.2
4.3
4.4
Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 20102013....................................................................
31
Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan di Kabupaten Kulon Progo,2010-2013 ………....
32
Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013………………....
38
Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ..................
40
Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke Atas di Kabupaten Kulon Progo, 2013…. ...
41
Rasio Murid-Guru di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/2010 - 2012/2013 …………...
45
Rasio Murid-Kelas di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran2009/2010 - 2012/2013………...…..
45
Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu Sebelum Pencacahan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013……………………………….....
52
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Kulon Progo, 2012-2013.............……
54
Persentase Penduduk 15 Tahun keAtas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 …........
57
Persentase Penduduk 15 Tahun keAtas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Tabel
Tabel
Tabel
4.5
4.6
5.1
Tabel 5.2a
Tabel 5.2b
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
5.3
5.4
6.1
6.2
6.3
Kabupaten Kulon Progo, 2013 ………………......
58
Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Semingguyang Lalu Menurut JenisKelamin dan Jenis Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013..….....…
61
Persentase Penduduk 15 Tahun keAtas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja di Kabupaten Kulon Progo, 2012 ..............................................
63
Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kuantil Pengeluaran per Kapita Sebulan dan Jenis Pengeluaran di Kabupaten Kulon Progo,2013 .........……....….....................
70
Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013..........................
71
Komposisi Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Bukan Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013...........................
72
Produksi Padi dan Jagung per Kapita per Tahun di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013(Ton) ........
73
Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013...................
75
Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan di Kabupaten Kulon Progo, 20102013....................................................................
83
Jumlah Pelanggan Listrik dan Jumlah Daya Terpasang di Kabupaten Kulon Progo,20102013....................................................................
84
Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xv
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
xvi
6.4
6.5
7.1
7.2
7.3
7.4
Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 …
86
Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Sumber Air Minum ke Tempat Penampungan Limbah Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ….
89
Banyaknya Sambungan Telepon Menurut Jenis Pelanggan di Kabupaten Kulon Progo,2010-2013 ....................................................................
92
Banyaknya Tempat Peribadatan di Kabupaten Kulon Progo 2010-2013...……………………….....
101
Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ….......................................................
103
Jumlah Pengunjung dan Realisasi Pendapatan Retribusi Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Anggaran 2013 …......…………......
104
Banyaknya Perkumpulan Kesenian Tradisional Tari di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013.......…
106
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar
1.1 Rata-rata laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, 1971–2010 ......................................
6
Gambar 1.2 Distribusi Penduduk di D.I. Yogyakarta, 2013 …..
9
Gambar 1.3 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ........................
14
Gambar 2.1 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 ……….…
21
Gambar 2.2 Persentase Balita Menurut Cakupan Imunisasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ………….....……..
27
Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ...
37
Gambar 3.2 Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut KemampuanBaca dan Tulis di Kabupaten Kulon Progo, 2013….................................................
42
Gambar 3.3 Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013 ..............
43
Gambar 4.1 Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 .
56
Gambar 4.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ...........................
60
Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah per Kapita di Kabupaten Kulon Progo, Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xvii
2013 …........................................................
80
Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ….................................................................
81
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2013 .........................................
87
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ..................................................
90
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Penampungan Akhir Tinja di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ......................................
91
Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler (HP) di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 ..........................................................
93
Gambar 7.1 Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kabupaten Kulon Progo, 2013 ……......
99
Gambar 7.2 Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 ..........................................................
102
xviii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
PENJELASAN TEKNIS
1.
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.
2.
Penduduk menurut kelompok umur adalah pengelompokan penduduk menurut umur dan biasanya dikelompokkan ke dalam kelompok interval 5 tahunan yang dimulai dari 0 tahun.
3.
Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami seluruh bangunan fisik atau sensus (bangunan tempat tinggal) dan biasanya tinggal bersama serta pengelolaannya makan dan kebutuhan sehari-hari satu dapur/bersama-sama.
4.
Kepadatan Penduduk/Km² adalah rata-rata jumlah penduduk per km².
5.
Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang memasuki usia produktif (umur 15 - 64 ).
6.
Sex ratio adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan di suatu daerah dalam waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xix
7.
Penghitungan umur didasarkan pada tahun masehi dan menurut ulang tahun terakhir (pembulatan ke bawah).
8.
Umur perkawinan pertama menunjukkan umur saat seseorang melangsungkan upacara perkawinan yang pertama.
9.
Masih Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal maupun non formal (Paket A/B/C), yang berada dibawah pengawasan
Kemdiknas,
Kemenag,
Instansi
negeri
lain
maupun swasta. 10. Rasio murid terhadap guru SD/ SLTP/SLTA : Jumlah murid di SD/SLTP/SLTA Jumlah guru di SD/SLTP/SLTA 11. Rata-rata banyaknya murid per sekolah di SD/ SLTP/SLTA : Jumlah murid di SD/SLTP/SLTA Jumlah sekolah di SD/SLTP/SLTA 12. Seseorang dikatakan dapat membaca dan menulis apabila ia dapat membaca dan menulis surat/kalimat sederhana dengan suatu huruf. 13. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
xx
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
14. Rumah Sakit adalah tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan yang biasanya dibawah pengawasan dokter/tenaga medis. Bila ada tempat perawatan digolongkan poliklinik. 15. Angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan. 16. Bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit 1 (satu) jam berturut-turut dalam seminggu yang lalu. 17. Mencari Pekerjaan adalah penduduk 15 tahun ke atas yang sedang berusaha mendapatkan/mencari pekerjaan. 18. Bukan Angkatan Kerja adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. 19. Sekolah adalah penduduk 10 tahun ke Atas selama seminggu melakukan kegiatan bersekolah. 20. Mengurus Rumahtangga adalah penduduk 15 tahun ke atas yang selama seminggu yang lalu mengurus rumah tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah/gaji. 21. Status Pekerjaan adalah kedudukan dalam pekerjaan dari angkatan kerja.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xxi
22. Lapangan
Usaha
adalah
bidang
kegiatan
dari
usaha/perusahaan/instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. 23. Jenis Pekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang atau pernah dilakukan oleh orang yang termasuk mencari pekerjaan dan pernah bekerja. 24. Pengeluaran adalah
pengeluaran perkapita untuk konsumsi
makanan dan bukan makanan. 25. Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi semua anggota
rumah
tangga
selama
sebulan
dibagi
dengan
banyaknya anggota rumah tangga.
xxii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Desentralisasi yang diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengelola potensi dan keanekaragaman daerah secara efektif dan efesien. Seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa wujud otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan tertentu yang diatur peraturan pemerintah. Dengan semakin dekat rentang kendali pemerintahan, maka otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan politik. Hak otonomi memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang lebih merata. Peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dari program perekonomian pada otonomi daerah. Dalam kaitan tersebut diperlukan suatu perencanaan program yang matang dan dapat mengakomodir tingkat kesejahteraan bagaimana seharusnya dicapai, apa yang perlu diperhatikan terlebih dahulu, bagaimana prosedur pelaksanaannya dan bagaimana memantau
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xxiii
hasil yang telah dicapai untuk mengetahui apakah sesuai dengan sasaran (target) yang diinginkan atau belum. Menyikapi hal itu perlu adanya wahana yang dapat dijadikan sebagai
pedoman
dalam
pelaksanaan
dan
pengendalian
pembangunan yang lebih komprehensip, akomodatif, objektif, terarah dan berkelanjutan. Dengan demikian diperlukan data yang memuat indikator-indikator kesejahteraan rakyat guna menghasilkan perencanaan dan pembangunan yang terarah dan tepat sasaran. Indikator-indikator kesejahteraan rakyat yang diukur dari hasil Susenas, Sakernas serta data-data pendukung lainnya seperti yang
ditampilkan
dalam
publikasi
ini
diharapkan
dapat
menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat secara umum di Kabupaten Kulon Progo. Visi Kabupaten Kulon Progo seperti yang tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2011-2016 adalah sebagai berikut : “Terwujudnya Kabupaten Kulon Progo yang sehat, mandiri, berprestasi, adil, aman, dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa” Dengan Visi Kabupaten Kulon Progo Tahun
2012-2016 ini
diharapkan akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil menuju Kabupaten Kulon Progo yang mandiri dan aman, serta dapat memotivasi seluruh elemen masyarakat daam melakukan berbagai aktivitas.
xxiv
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
2. Tujuan Buku Indikator Kesra Kabupaten Kulon Progo 2013ini disusun
untuk
memenuhi
kebutuhan
informasi
mengenai
kesejahteraan ekonomi penduduk di Kabupaten Kulon Progo. Dengan harapan semakin tersedianya berbagai jenis statistik kesejahteraan rakyat pada
tingkat kabupaten dan dapat pula
dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga penelitian atau individu yang berminat. Melalui buku ini diharapkan dapat merangsang pemikiran pembentukan indikator-indikator kesejahteraan rakyat dalam satuan yang lebih sempit. Dengan demikian gambaran menyeluruh tentang tahapan pencapaian pembangunan di masing-masing wilayah menjadi lebih baik. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam mengevaluasi
hasil-hasil
pembangunan
maupun
perencanaan
pembangunan pada tahap selanjutnya.
3. Ruang Lingkup Indikator kesejahteraan rakyat (Inkesra) ini mencakup berbagai bidang yaitu kependudukan, pendidikan, kesehatan, konsumsi
dan
pengeluaran
rumah
tangga,
angkatan
kerja,
perumahan dan permukiman, serta sosial budaya. Dalam pengertian yang luas sangat tidak mungkin untuk menyajikan
data
statistik
yang
mampu
untuk
mengukur
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, indikator yang disajikan dalam terbitan ini hanya menyangkut segi-segi kesejahteraan yang dapat diukur (measurable welfare). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xxv
4. Sumber Data Sumber data utama Inkesra 2013 ini bersifat primer, yakni dikumpulkan dan diolah oleh BPS seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS),
Survei
Angkatan
Kerja
Nasional
(SAKERNAS), dan lain-lain. Selain menggunakan data primer, publikasi ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi-instansi pemerintah yang terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kanwil Departemen Agama, dan sebagainya.
xxvi
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
TINJAUAN UMUM
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu daerah otonom di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat. Secara geografis Kabupaten Kulon Progo terletak pada : - Sebelah Barat
: Bujur Timur 110° 1' 37"
- Sebelah Timur
: Bujur Timur 110° 16' 26"
- Sebelah Utara
: Lintang Selatan 7° 38' 42"
- Sebelah Selatan
: Lintang Selatan 7° 59' 3"
Batas Wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah: - Barat
: Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah
- Timur
: Kabupaten Sleman dan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta
- Utara
: Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah
- Selatan
: Samudera Indonesia
Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah 58.627,5 ha (586,28 Km²) yang terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa. Secara umum kondisi wilayahnya adalah daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak pada wilayah utara. Jika dilihat letak kemiringan daratan maka 58,81 persen berada pada
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xxvii
kemiringan <15° , 22,46 persen pada kemiringan antara 16°- 40° dan 18,73 persen pada kemiringan > 40°. Perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2013 berdasarkan proyeksi penduduk adalah sebanyak 401.450 jiwa. Berdasarkan visi yang didukung dengan keberhasilan etos kerja ”tirta marga saras” pada periode pembangunan lima tahun sebelumnya
dan
dengan
semangat
etos
kerja
yang
baru
”membangun desa menumbuhkan kota” maka misi pembangunan jangka menengah Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan sumberdaya manusia berkualitas tinggi dan berakhlak
mulia
melalui
peningkatan
kemandirian,
kompetensi, ketrampilan, etos kerja, tingkatpendidikan, tingkat kesehatan dan kualitas keagamaan. 2. Mewujudkan
peningkatan
kapasitas
kelembagaan
dan
aparatur pemerintahan yang berorientasi pada prinsipprinsip clean government dan good governance. 3. Mewujudkan kemandirian ekonomi daerah yang berbasis pada pertanian dalam arti luas, industri dan pariwisata yang berdaya
saing
dan
berkelanjutan
bertumpu
pada
pemberdayaan masyarakat. 4. Meningkatkan pelayanan infrastruktur wilayah. 5. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara optimal dan berkelanjutan.
xxviii
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
6. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban melalui kepastian, perlindungan dan penegakan hukum. Sampai dengan tahun 2013, pembangunan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Kebijakan pembangunan di Kabupaten Kulon Progo tetap diupayakan untuk mempercepat pencapaian keberhasilan
pembangunan
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun dan peningkatan ini sebagai acuan tahap pembangunan berikutnya, sehingga visi Kabupaten Kulon Progo akan dapat segera tercapai.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
xxix
1
Kependudukan
BAB I KEPENDUDUKAN Arah kebijakan dan program pembangunan yang dilakukan pada umumnya berorientasi pada pembangunan kependudukan. Penduduk tidak saja berperan sebagai obyek pembangunan, tetapi juga menjadi subyek pembangunan. Jadi, pembangunan dapat dikatakan
berhasil
jika
mampu
meningkatkan
kesejahteraan
penduduk dalam arti luas yaitu kualitas fisik maupun non fisik yang melekat pada diri penduduk itu sendiri. Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika diimbagi dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar dan kualitasnya rendah, menjadikan
penduduk
tersebut
hanya
sebagai
beban
bagi
pembangunan. Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal dan lainnya penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik
dan
lingkungan
yang
terkait
dengan
peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan sumber daya manusia menuju manusia Kulon Progo yangg sehat, mandiri dan sejahtera menjadi target utama
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
3
pembangunan. Selain menjadi target tentu saja dengan tersedianya manusia yang berkualitas, bermoral, dan mau berpikir untuk kemajuan Kulon Progo, maka proses perencanaan program pembangunan akan berjalan sesuai harapan dan implementasinya harus yang bersifat lebih mudah dijalankan dan direalisasikan. Oleh sebab itu dalam menangani permasalahan
penduduk
guna menunjang keberhasilan pembangunan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk yang besar, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian diharapkan dapat terciptanya penduduk yang berkualitas dan tersebar merata di seluruh wilayah khususnya di Kabupaten Kulon Progo, serta diharapkan penduduk yang ada di wilayah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan pemetik hasil-hasil pembangunan. Berbagai aspek yang menyangkut kependudukan seperti laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin merupakan indikator pokok yang akan dibahas pada bab ini. 1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan salah satu indikator kependudukan yang sangat penting dalam proses pembangunan suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi akan menyebabkan
beban
pembangunan
akan
semakin
berat.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah
kependudukan
yang
serius.
Apabila
pertumbuhan
penduduk lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 4
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
dapat
menimbulkan
adanya
mengatasi bertambahnya
ketidakmampuan
ekonomi
untuk
penduduk. Hal ini berakibat timbulnya
berbagai permasalahan di bidang lain terutama yang menyangkut kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu, upaya pengendalian pertumbuhan
penduduk
yang
disertai
dengan
peningkatan
kesejahteraan penduduk harus dilakukan secara berkesinambungan dengan program pembangunan. Begitu pula pertumbuhan penduduk yang terlalu rendah juga akan menjadi masalah tersendiri karena akan menyebabkan kekurangan sumber daya manusia. Penduduk suatu wilayah merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung pencapaian pembangunan kesejahteraan masyarakat tersebut. Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai 401.450 jiwa. Dari sejumlah tersebut,komposisi penduduk laki-laki sebanyak 196.731 jiwa dan perempuan sebanyak 204.719 jiwa. Pertambahan penduduk Kulon Progo sebesar 0,95 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Laju pertumbuhan penduduk Kulon Progo berdasarkan SP1990 dan SP2000, rata-rata mencapai -0,04 persen per tahun. Selama periode 2000-2010, berdasarkan hasil sensus penduduk rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun naik menjadi sebesar 0,48 persen per tahun. Gencarnya program Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam menarik para investor untuk menanamkan modal cukup berdampak di bidang kependudukan. Berdirinya perusahaan-perusahaan,pada beberapa terakhir ini, baik
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
5
swasta maupun BUMD, telah mampu menyerap tenaga kerja dan salah satu pemicu penambahan jumlah penduduk. Gambar 1.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 1971-2010
2.5 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 1971-1980
Kulon Progo
1980-1990 Bantul
1990-2000 Gunung Kidul
Sleman
2000-2010 Yogyakarta
Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010
Walapun pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo masih tergolong rendah, akan tetapi peningkatan laju pertumbuhan penduduk pada dekade terakhir ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Peningkatan pertumbuhan penduduk akan berarti berdampak pada pertambahan penduduk tiap tahunnya. Hal ini tentunya memerlukan penambahan berbagai fasilitas pelayanan umum seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun pemenuhan kebutuhan pokok (pangan dan papan). Perbandingan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kulon progo dengan kabupaten/kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta, tampak bahwa rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun 6
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
dalam jangka waktu 2000-2010 sangat bervariasi. Pada tahun yang sama, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 1,96 persen per tahun. Sedangkan Kabupaten Kulon Progo rata-rata laju pertumbuhan penduduknya di bawah ratarata angka provinsi dan pertumbuhan penduduk terendah adalah Kota Yogyakarta yaitu -0,21 persen. Tabel 1.1. Rata–rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/ Kota di D.I. Yogyakarta, 1971 – 2010
Kabupaten/Kota
1971-1980
1980-1990
1990-2000
2000-2010
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Kulon Progo
0,29
-0,22
-0,04
0,48
Bantul
1,21
0,94
1,19
1,57
Gunung Kidul
0,68
-0,13
0,30
0,07
Sleman
1,56
1,43
1,50
1,96
Yogyakarta
1,72
0,34
-0,39
-0,21
D.I. Yogyakarta
1,10
0,58
0,72
1,04
Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010
1.2 Sebaran dan Kepadatan Penduduk Distribusi penduduk secara geografis umumnya tidak merata pada beberapa wilayah dan tingkat kepadatannya pun berbedabeda, sehingga karakteristik demografi secara geografis cukup Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
7
kompleks. Kepadatan yang sudah pada titik jenuh, kemungkinan akan lebih banyak memberi dampak negatif, akibat terjadinya ketimpangan
sumber
daya.
Jika
tidak
segera
dilakukan
keseimbangan pemenuhan kebutuhan penduduk seperti fasilitas sosial, maka permasalahan sosial dan kriminalitas kemungkinan akan meningkat. Ukuran tingkat kepadatan yang ideal memang sulit untuk ditentukan karena sangat tergantung kepada potensi yang dimiliki suatu wilayah serta kemampuan penduduk untuk memanfaatkan potensi yang ada. Pada umumnya tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sangat rawan terhadap terjadinya konflik sosial, disamping sangat menyulitkan pemerintah dalam penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebaliknya jika tingkat kepadatan penduduk sangat rendah akan menyebabkan penyediaan fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi relatif mahal. Untuk mewujudkan pemerataan dan keseimbangan berbagai cara bisa dilakukan, salah satunya adalah meningkatkan infrastrukturnya sehingga
bisa
meningkatkan
daya
tarik
masing-masing
kabupaten/kota. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan persebaran dan kepadatan penduduk yang merata, dengan kondisi yang ideal dan seimbang antara penduduk dan ketersediaan sumber daya. Secara administrasi, Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi 5 kabupaten/kota. Berdasarkan hasil proyeksi, penduduk pada tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar
8
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
tinggal di Kabupaten Sleman. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar berikutnya adalah Kabupaten Bantul, disusul Kabupaten Gunung Kidul. Tidak seperti tahu-tahun sebelumnya, jumlah penduduk Kota Yogyakarta tidak lagi menempati urutan terbanyak ke empat setelah Kabupaten Gunung Kidul, akan tetapi pada tahun 2013 memiliki jumlah paling sedikit se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2013 jumlah penduduk terbanyak keempat telah ditempati Kabupaten Kulon Progo. Gambar 1.2. Distribusi Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013 Gunungkidul 19.29% Sleman 31.91%
Bantul 26.57%
Kulon Progo 11.17%
Yogyakarta 11.07%
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Bila dilihat perbandingan luas penduduknya,
nampak
bahwa
wilayah dengan jumlah
wilayah
yang
paling
padat
penduduknya adalah Kota Yogyakarta dengan rata-rata 12.241 jiwa per
2
km .
Sementara
wilayah
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
terendah
adalah
Kabupaten
9
2
Gunungkidul dengan rata-rata 467 jiwa per km , kemudian disusul 2
Kabupaten Kulon Progo dengan rata-rata 685 jiwa per km . Tabel 1.2. Sebaran dan Kepadatan Penduduk di D. I. Yogyakarta, 2013 Kepadatan
Kabupaten/Kota
Luas wilayah (km2)
Jumlah Penduduk
Penduduk/Km²
(1)
(2)
(3)
(4)
Kulon Progo
586,27
401.450
685
Bantul
506,85
955.015
1.884
1.485,36
693.524
467
574,82
1.147.037
1.995
32,5
397.828
12.241
Gunungkidul Sleman Yogyakarta
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Berdasarkan tabel 1.2 terlihat bahwa tingkat kepadatan penduduk
di
wilayah
perkotaan
(Kabupaten
Sleman,
Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Bantul) umumnya lebih tinggi dibanding dengan wilayah pedesaan (Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul). Hal ini karena di daerah perkotaan biasanya memiliki fasilitas kehidupan yang lebih banyak dan beragam yang dibutuhkan penduduk. Selain itu lapangan pekerjaan yang bervariasi juga merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan
10
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
urbanisasi, sehingga tempat tinggal yang dipilih terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu. Berdasarkan proyeksi penduduk perkecamatan pada tabel 1.3 terlihat bahwa, pada tahun 2013 penduduk terbanyak tersebar di Kecamatan
Pengasih
yang
mencapai
Kecamatan Sentolo yang mencapai
46.982
jiwa,
diikuti
46.249 jiwa dan Kecamatan
Wates sebanyak 45.751 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Girimulyo yang hanya mencapai 22.256 jiwa. Tabel 1. 3. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Jenis Kelamin Jumlah
Kecamatan Laki-laki
Perempuan
(2)
(3)
(1)
Temon Wates Panjatan Galur Lendah Sentolo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh Kulon Progo
(4)
12.464 22.417 16.864 14.836 18.742 22.892 22.823 15.558 10.864 13.660 13.165 12.446
12.986 23.334 17.752 15.168 18.995 23.357 24.159 16.018 11.392 14.554 14.105 12.899
25.450 45.751 34.616 30.004 37.737 46.249 46.982 31.576 22.256 28.214 27.270 25.345
196.731
204.719
401.450
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
11
1.3 Angka Beban Ketergantungan Struktur umur penduduk merupakan salah satu karakteristik pokok kependudukan disamping jenis kelamin. Struktur umur ini mempunyai pengaruh penting terhadap tingkah laku demografi maupun sosial ekonomi. Struktur umur dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu 0-14 tahun, 15-64 tahun dan kelompok umur 65 tahun ke atas. Kelompok umur 15-64 tahun dikategorikan sebagai kelompok usia produktif. Dikatakan demikian karena pada kelompok umur ini penduduk dianggap sebagai kelompok yang mampu melakukan kegiatan ekonomi. Untuk kelompok umur 0-14 tahun dan umur 65 tahun ke atas dikategorikan sebagai kelompok umur yang tidak produktif karena belum mampu atau sudah tidak mampu lagi melakukan
kegiatan
ekonomi.
Dengan
demikian
angka
ketergantungan dapat digambarkan melalui berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja. Tabel 1.4.
Komposisi Penduduk dan Angka Beban Ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo, 2010 – 2013 Umur
Tahun
Jumlah
Angka Beban Ketergantungan
0 - 14
15 – 64
65 +
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2010
23,26
64,83
11,91
100,00
54,24
2011
23,11
65,03
11,87
100,00
53,78
2012
23,01
65,17
11,82
100,00
53,43
2013
22,94
65,28
11,78
100,00
53,19
Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS
12
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Berdasarkan tabel 1.4 terilhat bahwa persentase penduduk usia produktif semakin meningkat, sedangkan persentase penduduk usia tidak produktif semakin menurun. Pada tahun 2013, komposisi penduduk menurut umur menunjukkan bahwa 22,94 persen penduduk Kulon Progo berusia muda (umur 0-14 tahun), 65,28 persen berusia produktif (umur 15-64 tahun), dan yang berumur 65 tahun ke atas sebesar 11,78 persen. Besarnya
angka
ketergantungan
dari
tahun
ke
tahun
menunjukkan kecenderungan menurun, walaupun masih jauh untuk mencapai bonus demografi. Bonus demografi merupakan bonus yang dinikmati suatu wilayah sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk usia produktif dialaminya.
Secara
dalam evolusi kependudukan yang
angka
kondisi
ini
tercapai
saat
angka
ketergantungan sudah berada di bawah 50 persen. Kabupaten Kulon Progo untuk mencapai kondisi ini masih dibutuhkan waktu yang relative lama. Pada tahun tahun 2013, angka ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo telah mencapai 53,19 persen. Angka ini berarti bahwa secara rata-rata setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 53 orang penduduk usia tidak produktif. Hal ini dengan asumsi bahwa setiap penduduk usia 15-64 tahun benarbenar dapat produktif. Jika usia produktif tidak dapat diberdayakan untuk
benar-benar
produktif
secara
ekonomi
atau
menjadi
pengangguran, maka justru akan menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
13
1.4 Status Perkawinan Karakteristik lain dalam kependudukan yang juga perlu untuk diamati
adalah
status
perkawinan.
Secara
demografi
status
perkawinan merupakan faktor antara dalam penghitungan fertilitas, khususnya
status
perkawinan
penduduk
perempuan.
Status
perkawinan juga dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan secara immaterial. Makin tinggi persentase penduduk dengan status cerai hidup maka semakin terlihat bahwa semakin tidak kokohnya kualitas rumah tangga dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, didefinisikan bahwa perkawinan adalah merupakan ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam publikasi ini perkawinan yang dicakup tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum
(adat, agama, negara dan sebagainya), tetapi
juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai pasangan suami istri. Gambar 1.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 dari seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas, sebanyak 27,04 persen berstatus belum kawin, 62,82 persen berstatus kawin, 1,91 persen cerai hidup, dan mereka yang cerai mati sebesar 8,23 persen. Bila dilihat menurut jenis kelamin, persentase penduduk laki-laki yang belum kawin lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbandingan penduduk laki-laki dengan perempuan yang berstatus belum kawin yaitu 31,23 persen berbanding 23,06 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena seorang laki-laki harus benar-benar siap secara mental
14
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
maupun menafkahi rumah tangga dalam memutuskan untuk berumah tangga. Sedang penduduk yang berstatus cerai, baik cerai hidup maupun cerai mati persentase perempuan lebih tinggi dari pada
laki-laki.
Hal
ini
karena
bagi
laki-laki
yang
ditinggal
pasangannya kemungkinan untuk menikah lagi biasanya lebih besar. Sedangkan untuk perempuan lebih banyak yang memilih untuk bertahan dengan status jandanya atau lebih memilih hidup sendiri. Gambar 1.3 Persentase Penduduk 10 Tahun keatas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 64.38%
62.82%
61.34%
31.23% 23.06%
27.04% 13.11% 1.30% 2.49% 1.91%
Belum Kawin
Kawin L
Cerai Hidup P
8.23%
3.09%
Cerai Mati
L+P
Sumber : Susenas 2013
1.5 Umur Perkawinan Pertama Fertilitas sebagai salah satu ukuran yang sangat penting dalam demografi dimana akan mempengaruhi perubahan penduduk dari sisi penambah jumlahnya. Usia perkawinan pertama merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas. Makin muda usia perkawinan memberikan peluang untuk memperpanjang masa reproduksi dan hal ini akan menjadikan tingkat kelahiran semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi usia perkawinan pertama
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
15
akan mempersingkat masa reproduksi wanita dan itu berarti tingkat kelahiran akan rendah. Menurut beberapa pakar kesehatan usia yang baik untuk menikah adalah 20-29 tahun karena secara medis reproduksi dan jumlah ovumnya masih sangat baik. Perkawinan di usia yang terlalu muda mempunyai resiko yang cukup tinggi bagi ibu dan anak. Semakin muda usia perkawinan pertama, maka semakin besar pula resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/melahirkan, baik pada keselamatan ibu maupun anak. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia perkawinan pertama melebihi usia yang dianjurkan, juga semakin tinggi resiko yang dihadapi dalam masa kehamilan/ melahirkan. Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2013 usia perkawinan pertama wanita di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar sudah sesuai anjuran kesehatan yaitu berada pada kisaran umur 19-24 tahun yang mencapai 55,04 persen. Pada usia ini wanita sudah dianggap cukup matang memasuki kehidupan berumah tangga maupun seksual. Dengan demikian diharapkan seorang wanita bisa melahirkan dengan lebih aman sehingga setiap keluarga tidak harus kehilangan ibu atau kehilangan anak karena persiapan yang tidak matang dan kesehatan yang tidak memadai. Pada tahun 2013 persentase wanita menikah di usia dini (usia di bawah 19 tahun) sebesar 23,51 persen. Usia perkawinan yang relatif muda dianggap sebagai salah satu penghalang untuk mencapai masa depan yang lebih baik akibat beban mengurus rumah tangga yang terlalu awal. Bagi seorang wanita, pernikahan awal,
16
terutama
melahirkan
anak
berpengaruh
terhadap
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
kesejahteraan, pendidikan dan kemampuan memberikan andil terhadap
masyarakatnya.
Dengan
memberikan
kesempatan
bersekolah yang lebih tinggi kepada wanita diharapkan
dapat
membantu menunda usia perkawinan pertama bagi seorang wanita yang pada akhirnya dapat menekan tingkat kelahiran.
Tabel 1.5. Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013 Umur Perkawinan Pertama Tahun (1)
Jumlah ≤16
17 – 18
19 - 24
25+
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2011
7,54
15,93
52,48
24,05
100,00
2012
8,01
17,83
53,03
21,14
100,00
2013
5,76
17,75
55,04
21,45
100,00
Sumber : Susenas 2011-2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
17
2 Kesehatan
BAB II KESEHATAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Oleh karena itu pembangunan kesehatan mutlak harus dilaksanakan. Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan
untuk
meningkatkan
kesadaran,
kemauan,
dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi (Undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang kesehatan). berasaskan
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan perikemanusiaan,
keseimbangan,
manfaat,
perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif serta norma-norma agama. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat maka perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan individu dan upaya kesehatan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi, menyeluruh, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan juga masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaran upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
19
Berbagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini. Salah satu upaya yang dilakukan dengan menyediakan berbagai fasilitas kesehatan umum. Melalui upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas hidup dan usia harapan hidup manusia,
yang pada
gilirannya tingkat
kesejahteraan keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan. Sistem kesehatan nasional menggariskan pembangunan bidang kesehatan
pada hakekatnya merujuk pada tercapainya
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan masyarakat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sosial ekonomi. Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini dianggap telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah
dan
diharapkan
hambatan.
mampu
Peningkatan
meningkatkan
kesehatan
kualitas
dan
penduduk
produktivitas
penduduk pula. Dalam keadaan kurang atau tidak sehat, kualitas pekerjaan yang dihasilkan tidak optimal. Kondisi kesehatan yang merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk diantaranya dapat dilihat dari angka kematian bayi, jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, penolong kelahiran, balita yang diimunisasi, persentase balita yang pernah disusui, serta lamanya pemberian ASI.
20
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
2.1 Derajat Kesehatan Masyarakat Indikator utama yang digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat antara lain angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Angka kematian bayi atau disebut juga sebagai Infant Mortality Rate (IMR) didefinisikan sebagai banyaknya kematian bayi usia dibawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Sedangkan
angka harapan hidup
merupakan gambaran umur yang mungkin dicapai oleh seorang bayi yang baru lahir. Gambar 2.1.Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten KulonProgo , 2009-2013 80 60
74.09
74.38
74.48
74.58
75.03
15.67
14.87
14.59
14.31
13.06
2009
2010
2011
2012
2013
40 20
0
AKB
AHH
Sumber : AKB :Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI (diolah), 2009-2013 AHH :Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI, 2009-2013
Angka kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan. Pada tahun 2009 angka kematian bayi sebesar 15,67 per 1000 kelahiran hidup, menjadi
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
21
14,87per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Pada tahun 2011 turun menjadi 14,59 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2012 turun lagi menjadi 14,31per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 turun menjadi 13,06 per 1000 kelahiran hidup. Bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan dimana tempat orang tua bayi tinggal dan sangat erat kaitannya
dengan
status
sosial
orang
tua
dari
bayi.
IMR
mencerminkan besarnya masalah kesehatan yang berhubungan langsung dengan kematian bayi, seperti diare, infeksi saluran pernapasan dan lain-lain. Selain itu, IMR juga mencerminkan tingkat kesehatan ibu. Dengan demikian, penurunan angka IMR ini mengindikasikan keberhasilan pembangunan pemerintah khususnya di bidang kesehatan, yang telah berhasil dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Tabel 2.1.
Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, 2009–2013
Indikator Derajat Kesehatan
Tahun 2009
2010
2011
2012
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Angka Kematian Bayi
15,67
14,87
14,59
14,31
13,06
Angka Harapan Hidup
74,09
74,38
74,48
74,58
75,03
Sumber : AKB : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI (diolah) , 2009-2013 AHH : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI, 2009-2013
22
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
Angka harapan hidup sejak 2009 – 2013 juga semakin meningkat dari 74,09 pada tahun 2009 menjadi 74,38 pada tahun 2010, terus meningkat dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 75,03. Semakin tinggi angka harapan hidup ini menunjukkkan semakin meningkatnya derajat kesehatan suatu masyarakat. Angka harapan hidup ini berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Secara
teoritis,
menyebabkan
menurunnya
meningkatnya
angka angka
kematian
harapan
bayi
hidup.
akan Dengan
demikian kondisi yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo adalah sejalan dengan teori yang ada. Angka harapan hidup yang terus bertambah banyak dipengaruhi oleh tingkat kematian bayi yang semakin rendah seperti yang terlihat pada tabel 2.1. 2.2 Penolong Persalinan Indikator lain yang juga digunakan sebagai tolok ukur dalam melihat kondisi kesehatan masyarakat diantaranya adalah kondisi persalinan. Kesehatan ibu berpengaruh terhadap kesehatan balita, selain
itu
penolong
mempengaruhi merupakan
kelahiran
kondisi
salah
satu
merupakan
kesehatan indikator
balita.
faktor Penolong
kesehatan
lain
yang
kelahiran
terutama
yang
berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak maupun ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan secara umum. Persalinan yang ditolong oleh tenaga medis seperti dokter atau bidan dianggap lebih baik dibandingkan dengan proses kelahiran yang ditolong dukun atau lainnya. Dengan kata
lain
persalinan
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
yang
ditolong
oleh
tenaga
medis
23
menggambarkan tingkat kemajuan pelayanan kesehatan terutama pada saat kelahiran.
Tabel 2.2.
Persentase Balita Menurut Penolong Waktu Lahir di Kabupaten Kulon Progo, 2012– 2013 2012
Penolong Waktu Lahir
Penolong Terakhir
Penolong Pertama
Penolong Terakhir
(2)
(3)
(4)
(5)
97,22
98,22
99,12
99,37
2,78
1,78
0,88
0,63
100,00
100,00
100,00
100,00
(1)
Medis Non Medis Jumlah
2013
Penolong Pertama
Sumber :Susenas 2012- 2013
Seperti halnya tahun 2012, pada tahun 2013 hampir semua Balita proses kelahirannya ditolong oleh tenaga medis. Jika dibandingkan tahun 2012, proses kelahiran yang ditolong tenaga medis pada tahun 2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 meningkat menjadi 99,12 persen untuk penolong pertama dan 99,37 persen untuk penolong terakhir. Peningkatan persentase balita dengan penolong kelahiran pertama ke penolong kelahiran terakhir oleh tenaga medis ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan kelahiran. Di samping itu menunjukkan adanya kecenderungan kelahiran balita pada awalnya ditolong tenaga non medis kemudian penanganan selanjutnya
24
dilakukan
oleh
tenaga
medis.
Kondisi
ini
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
menggambarkan semakin majunya pelayanan kesehatan terutama pada saat kelahiran, maupun karena adanya peningkatannya kemudahan akses ke pelayanan kesehatan medis. 2.3 ASI dan Imunisasi Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan memperhatikan perkembangan anak sejak usia dini. Salah satu faktor penting yang mempunyai pengaruh dalam upaya tersebut adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). ASI merupakan
makanan
paling
penting
bagi
pertumbuhan
dan
kesehatan bayi, karena mengandung nilai gizi yang tinggi. ASI juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI diantaranya dapat menumbuhkan ikatan batin dan kasih saying antara ibu dan anak. Tabel 2.3.
Persentase Balita Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya Disusui di Kabupaten Kulon Progo, 2011-2013 LamanyaDisusui (bulan)
Tahun 5
6-11
12-17
18-23
24+
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2011
7,89
1,91
10,72
14,69
64,79
2012
11,51
2,86
5,98
15,02
64,62
2013
0,40
1,53
5,69
23,13
69,24
Sumber :Susenas 2011-2013
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
25
Tabel 2.3.menunjukkan bahwa rata-rata lama pemberian ASI di Kabupaten Kulon Progo sudah cukup tinggi. Masih seperti halnya pada tahun 2012, dari sejumlah balita usia 2-4 tahun tampak bahwa yang pernah disusui selama 24 bulan atau lebih selalu menunjukkan persentase tertinggi yakni sebesar 69,24 persen pada tahun 2013. Persentase balita dengan lama pemberian ASI selama 18-23 bulan menduduki peringkat kedua terbanyak yaitu sebesar 23,13 persen. Persentase pemberian ASI dibawah 18 bulan semakin sedikit. Hal ini berarti bahwa pemahaman ibu menyusui mengenai pentingnya pemberian ASI semakin meningkat dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Selain pemberian ASI, balita sebagai generasi penerus perlu mendapat perhatian lain yakni mengenai masalah kesehatannya. Dengan memiliki derajat kesehatan yang tinggi, dapat menjadikan balita sebagai SDM yang berkualitas di masa mendatang. Untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi di masa mendatang dapat dilakukan upaya pemberian imunisasi pada balita. Imunisasi utamanya ditujukan untuk mencegah dari kemungkinan terserang penyakit berbahaya. Jenis imunisasi standar yang diberikan adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Secara umum persentase balita di Kabupaten Kulon Progo yang sudah mendapat imunisasi cukup tinggi yaitu sudah di atas 80 persen untuk semua jenis imunisasi standar. Adapun cakupan imunisasi selengkapnya pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 2.2.
26
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
Gambar 2.2. Persentase Balita Menurut Cakupan Imunisasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013 96.03%
86.40% 81.68%
81.52%
BCG
DPT
Polio
Campak
82.03%
Hepatitis B
Sumber :Susenas, 2013
2.4 Ketersediaan dan Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui program-program pembangunan
terus
berupaya
untuk
meningkatkan
derajat
kesehatan penduduknya melalui penyediaan sarana dan prasarana kesehatan. Selain itu pemerintah terus berupaya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan ini sangat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Beberapa program
dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk
adalah dengan membangun atau memperbaiki fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan sejenisnya maupun melalui penyuluhan kesehatan. Peningkatan pelayanan kesehatan melalui
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
27
penyediaan fasilitas kesehatan dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
diharapkan
mampu
meningkatkan
kesadaran
berperilaku hidup sehat, sehingga derajat kesehatan masyarakat mampu ditingkatkan. Tabel 2.4.
Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 Tahun
Nama Fasilitas
2009
2010
2011
2012
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Rumah Sakit
6
7
7
8
8
Puskesmas/Pustu
84
84
84
84
84
Apotek
20
20
20
25
26
Toko Obat
3
3
3
4
4
Sumber :Dinas Kesehatan Kabupaten KulonProgo
Sampai dengan tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah membangun sebanyak 84 puskesmas/puskesmas pembantu
yang dapat
dimanfaatkan
oleh masyarakat
untuk
berobat/memelihara kesehatan. Puskesmas/puskesmas pembantu ini tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan jumlah sarana rumah sakit yang ada di Kabupaten Kulon Progo sebanyak 8 buah yang terdiri dari 1 rumah sakit umum daerah, 6 rumah sakit umum swasta, dan 1 rumah sakit khusus swasta. Sarana lain yang tidak kalah penting adalah
28
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
tersedianya apotek dan toko obat. Pada tahun 2013 jumlah apotek meningkat menjadi 26 apotek dan tersedia 4 toko obat. Tabel 2.5.
Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Tempat Berobat
Persentase
(1)
(2)
Rumah Sakit
17,86
Praktek Dokter dan Poliklinik
28,96
Puskesmas/Pustu
30,41
Petugas Kesehatan
19,57
Praktek Tradisional
1,62
Lainnya
1,59
Jumlah
100,00
Sumber :Susenas 2013
Penduduk
yang mengalami gangguan kesehatan pada
umumnya melakukan upaya pengobatan, baik dengan berobat sendiri maupun berobat jalan. Pada tahun 2013 persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan paling banyak berobat ke puskesmas/pustu yaitu sebesar 30,41 persen. Praktek dokter dan poliklinik merupakan fasilitas kesehatan kedua yang banyak dikunjungi oleh penduduk sebesar 28,96 persen, kemudian disusul petugas kesehatan sebesar 19,57 persen dan rumah sakit
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
29
sebesar 17,86 persen. Besarnya persentase penduduk yang berobat ke pelayanan kesehatan medis menunjukkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan mutu pelayanan medis. Selain itu, meningkatnya penduduk yang berobat jalan ke fasilitas medis juga disebabkan karena semakin banyaknya jaminan kesehatan bagi masyarakat di Kabupaten Kulon Progo baik berupa
Askes,
Jamkesmas, Jamkesos, maupun Jamkesda. Pemilihan jenis fasilitas kesehatan yang sering digunakan oleh penduduk juga sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses ke fasilitas kesehatan, kondisi sosial
ekonomi
penduduk
dan
ketersediaan
fasilitas
kesehatan. 2.5 Keluhan Kesehatan Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat derajat kesehatan penduduk adalah angka kesakitan (morbidity rate). Pada tahun 2013 dari 401.450 penduduk di Kabupaten Kulon Progo yang mengalami keluhan kesehatan dengan berbagai jenis keluhan dalam waktu sebulan sebesar 42,48 persen. Keluhan kesehatan paling
yang
banyak dirasakan oleh penduduk Kabupaten Kulon Progo
adalah penyakit lainnya, batuk, dan pilek, yaitu masing-masing sebanyak 52,14 persen, 35,66 persen, dan 32,42 persen.
30
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
Tabel 2.6.
Persentase Penduduk Menurut Keluhan Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Keluhan Utama Kesehatan (1)
Tahun 2010
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Panas
17,47
14,56
16,26
23,27
2. Batuk
41,45
48,68
45,51
35,66
3. Pilek
35,02
43,94
39,37
32,42
4. Asma/Nafas Sesak
3,60
2,00
3,97
4,58
5. Diare/Buang Air
2,70
2,71
4,38
2,99
10,11
8,62
10,56
10,00
3,75
2,84
4,22
4,51
46,28
40,09
39,25
52,14
6. Sakit Kepala Berulang 7. Sakit Gigi 8. Lainnya Sumber : Susenas 2010-2013
Dalam pencatatan keluhan kesehatan, satu orang dapat terhitung beberapa kali untuk jenis keluhan yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap satu orang dapat mempunyai lebih dari satu keluhan kesehatan dan sistem pengobatan yang dilakukan dapat melalui berbagai cara yaitu dengan berobat jalan atau mengobati sendiri. Berobat jalan bisa dilakukan melalui berbagai fasilitas pelayanan
seperti
dokter/poliklinik, pengobatan
rumah
sakit
Puskesmas/pustu,
tradisional,
dukun
negeri/swasta, praktek
bersalin,
atau
nakes, lainnya.
praktek praktek Jenis
pengobatan diantaranya pengobatan tradisional, modern, maupun lainnya.
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
31
Tabel 2.7.
Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan di Kabupaten Kulon Progo, 2010 - 2013 Jenis Pengobatan
Tahun
Berobat Sendiri
Tradisional
Modern
Lainnya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2010
26,18
77,64
4,72
41,59
2011
19,35
81,92
6,51
41,62
2012
19,61
81,31
5,61
46,53
2013
16,50
86,85
8,20
41,81
Sumber :Susenas 2010-2013
Pada tahun 2013 penduduk yang melakukan pengobatan sendiri dengan berbagai jenis pengobatan ada sebanyak 41,81 persen. Adapun jenis pengobatan sendiri yang dilakukan penduduk seperti yang terlihat pada tabel 2.7. Jenis pengobatan yang menjadi pilihan utama penduduk dalam berobat sendiri adalah pengobatan modern. Pada tahun 2013, persentase penduduk yang berobat sendiri dengan jenis pengobatan modern mencapai 86,85 persen. Sedangkan
penduduk
yang
menggunakan
cara
pengobatan
tradisional 16,50 persen dan jenis pengobatan lainnya (misalnya menggunakan kerokan, pijatan dll) sebesar 8,20 persen.
32
IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013
3 Pendidikan
BAB III PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas sumber daya
manusia
Pentingnya
sangat
pendidikan
tergantung tercermin
dari
kualitas
dalam
UUD
pendidikan.
1945
dimana
dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian program pendidikan mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi suatu bangsa. Indikator
yang
digunakan
untuk
melihat
hasil
proses
pembangunan yang berorientasi penduduk, salah satu diantaranya adalah melalui pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam
menciptakan
masyarakat
yang
cerdas,
terampil,
dan
berwawasan, sehingga pembaharuan pendidikan harus terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah, maka akan semakin baik kualitas sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Dalam pembangunan, pendidikan merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian paling besar. Hal ini karena masih ditemukannya Beberapa memperoleh
masalah
mendasar
permasalahan pendidikan,
dalam
pendidikan kualitas
bidang seperti
pendidikan,
dan
pendidikan. kesempatan partisipasi
masyarakat dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan kebutuhan lapangan kerja. Oleh karena itu perlu mendapat penanganan khusus dari pemerintah dan dukungan yang optimal Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
35
dari seluruh lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi penduduk dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas penduduk sebagai sumber daya pembangunan. Dengan tingkat pendidikan yang baik dan berkualitas, orang akan memiliki tingkat wawasan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik, sehingga lebih mampu melihat dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Pada bab ini, gambaran pendidikan yang akan diuraikan meliputi : tingkat partisipasi sekolah, pendidikan yang ditamatkan, angka melek huruf, dan fasilitas pendidikan.
3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah Dalam rangka pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pemerintah selalu berupaya meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Upaya-upaya tersebut misalnya
penambahan jumlah
sekolah terutama jenjang Sekolah Dasar dan program wajib belajar 6 tahun, yang kemudian dilanjutkan dengan program wajib belajar 9 tahun. Pembangunan bidang pendidikan bertujuan meningkatkan akses penduduk terhadap fasilitas pendidikan, sehingga banyak penduduk yang dapat bersekolah. Untuk melihat keberhasilan upaya pemerintah di bidang pendidikan, salah satunya dapat diukur dari Angka Partisipasi Sekolah (APS).
36
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
APS dihitung dengan membagi jumlah penduduk pada kelompok umur tertentu (umur 7-12; 13-15; atau 16-18) yang sedang bersekolah, dengan jumlah penduduk pada kelompok umur yang bersangkutan (umur 7-12; 13-15; atau 16-18) dikalikan 100 persen. Meningkatnya APS pada usia sekolah menunjukkan keberhasilan bidang
pendidikan,
terutama
yang
berkaitan
dengan
upaya
memperluas jangkauan pelayanan pendidikan.
Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
(7-12) 99.63%
(13-15) 97.00% (16-18) 83.41%
(19-24) 19.65%
Kelompok Usia Sekolah (Tahun)
Sumber : Susenas, 2013
Pada tahun 2013 APS penduduk usia 7-12 tahun sebesar 99,63 persen. Artinya dari seluruh penduduk usia 7-12 tahun, hampir seluruhnya berstatus masih sekolah dan hanya 0,37 persen yang berstatus tidak bersekolah. APS kelompok usia 7-12 tahun belum mencapai 100 persen dimungkinkan karena beberapa alasan. Kegiatan Susenas 2013 menggambarkan keadaan bulan September Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
37
2013, sehingga dimungkinkan pada tahun ajaran baru 2013 (Juli 2013) yang bersangkutan belum genap berusia 7 tahun dan belum bisa diterima masuk di SD. Angka Partisipasi Sekolah kelompok penduduk usia 13-15 tahun lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok penduduk usia 7-12 tahun, yaitu masih mencapai 97,00 persen. Selanjutnya pada kelompok penduduk usia 16-18 tahun APS mencapai 83,41 persen, dan pada kelompok usia 19-24 sebesar 19,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase penduduk yang masih bersekolah cenderung menurun. Berbagai faktor bisa menyebabkan kondisi tersebut, baik kemungkinan dikarenakan jarak kesekolah yang relatif jauh, kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung, atau mungkin sebab lainnya sehingga mereka tidak sekolah lagi.
Tabel 3.1.
Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kelompok Usia Sekolah (Tahun)
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
(1)
(2)
(3)
(4)
7-12
99,32
100,00
99,63
13-15
97,95
96,25
97,00
16-18
87,05
77,89
83,41
19-24
24,48
14,74
19,65
Sumber: Susenas 2013
38
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Berdasarkan tabel 3.1 ditunjukkan bahwa APS laki-laki pada kelompok umur 7-12 tahun lebih rendah dibandingkan APS perempuan. Akan tetapi pada kelompok umur di atasnya, APS lakilaki selalu lebih besar dibandingkan APS perempuan.
3.2 Pendidikan yang Ditamatkan Indikator keberhasilan
lain
yang
pembangunan
dapat di
digunakan bidang
untuk
pendidikan
melihat dalam
meningkatkan sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk umur 10 tahun ke atas. Tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk menggambarkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki suatu wilayah. Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan, maka semakin baik pula kualitas sumber daya manusianya. Tabel 3.2 menyajikan besarnya persentase penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan. Berdasarkan hasil Susenas 2013, persentase penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas sebesar 51,18 persen. Artinya sudah lebih dari separo penduduk di Kabupaten Kulon Progo telah menempuh wajib belajar 9 tahun dan 48,82 persen sisanya masih berpendidikan SD ke bawah atau sama sekali belum pernah bersekolah. Tingginya jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas ini menggambarkan bahwa semakin besarnya kesadaran penduduk Kabupaten Kulon pendidikan
Progo
untuk
menyelesaikan
tidak hanya di tingkat dasar tetapi sampai dengan
tingkatan yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas dan pentingnya pendidikan lebih tinggi di masa mendatang.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
39
Jika dilihat menurut jenis kelamin, sampai pada jenjang SD persentasenya didominasi perempuan. Sedangkan mulai pada jenjang SLTP, laki-laki berumur 10 tahun ke atas persentasenya lebih banyak dibandingkan perempuan. Seperti halnya pada tahun 2012, kondisi pendidikan pada tahun 2013 juga tidak jauh berbeda. Persentase penduduk laki-laki yang berpendidikan SLTP ke atas mencapai 56,68
persen. Sedangkan penduduk
perempuan
besarnya kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 45,98 persen. Tabel 3.2.
Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
(1)
(2)
(3)
(4)
Tidak/Belum Pernah Sekolah/ Belum Tamat SD
18,43
28,09
23,39
SD
24,89
25,93
25,42
SLTP
20,93
18,21
19,53
SLTA
30,16
22,26
26,10
5,59
5,52
5,55
100,00
100,00
100,00
Diploma/Universitas Jumlah Sumber: Susenas 2013
3.3 Angka Melek Huruf Gambaran umum tingkat kecerdasan penduduk suatu daerah dapat ditunjukkan oleh kemampuan baca tulis atau biasa disebut
40
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
dengan Angka Melek Huruf (AMH). Kemampuan membaca dan menulis merupakan ketrampilan minimum yang dibutuhkan oleh setiap penduduk untuk menuju hidup sejahtera. Dengan kemampuan tersebut seseorang akan lebih mudah dalam mengakses informasi. Selain itu dengan kemampuan tersebut seseorang dapat lebih mudah
mempelajari
dan
menyerap
ilmu
pengetahuan
serta
memahami program-program pembangunan. Kemampuan baca tulis tercermin dari angka melek huruf yang didefinisikan melalui besarnya persentase penduduk 10 tahun ke atas yang dapat membaca
dan
menulis
huruf
latin/lainnya.
Indikator
ini
menggambarkan mutu sumber daya manusia yang diukur melalui aspek pendidikan. Semakin tinggi nilai indikator ini semakin tinggi mutu sumber daya manusia suatu masyarakat. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk meningkatkan kualitas diri dan kecerdasan. Tabel 3.3. Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke Atas di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Jenis Kelamin
2012
2013
(1)
(2)
(3)
Laki-laki
96,17
97,71
Perempuan
89,26
90,48
92,62
94,00
Laki-laki +Perempuan Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
41
Grafik 3.2 Penduduk 10 Tahun keatas Menurut Kemampuan Baca Tulis di Kabupaten Kulon Progo, 2013 97.71%
96.17%
94.00%
92.62% 90.48%
89.26%
2012
2013 L
P
L+P
Sumber : Susenas, 2013
Berdasarkan hasil Susenas 2013, banyaknya penduduk 10 tahun ke atas di Kabupaten Kulon Progo yang dapat membaca dan menulis tercatat sebanyak persen
adalah
mereka
94,00 persen. Sisanya sebanyak 6 yang
buta
huruf.
Pada
tabel
3.3.
menunjukkan bahwa angka melek huruf laki-laki lebih tinggi dibandingkan angka melek huruf perempuan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka melek huruf baik laki-laki maupun perempuan mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan tingkat pendidikan
tertinggi
yang
ditamatkan
oleh
penduduk
yang
tingkatannya semakin tinggi. Peningkatan angka melek huruf ini menunjukkan bahwa semakin baiknya mutu pendidikan masyarakat dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perbedaan angka melek huruf antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu tinggi, artinya sudah hampir tidak ada 42
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pemenuhan pendidikan, sehingga perempuan pun memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam meningkatkan kualitas diri dan kecerdasan pengetahuan.
3.4 Fasilitas Pendidikan Berdasarkan data Dinas Pendidikan pada tahun ajaran 2012/2013, sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, untuk Taman Kanak-Kanak (TK)/RA ada sebanyak 351 sekolah, SD/MI ada 370 sekolah, SLTP/MTs ada 87 sekolah dan SLTA/MA ada 54 sekolah. Sementara itu
perguruan tinggi yang
berada di Kabupaten Kulon Progo masih sangat terbatas dan jumlahnya hanya 3 buah yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Wates, Universitas Negeri Yogyakarta, dan IKIP PGRI Pengasih. Gambar 3.3. Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
351
370
87
TK
SD
SLTP
54
SLTA
3
PT
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
43
Dengan melihat keadaan tersebut mencerminkan bahwa untuk tingkat pendidikan SLTA, siswa belum dapat leluasa dalam menentukan pilihan sekolah yang diinginkan terutama pilihan untuk sekolah di wilayah sendiri. Begitu pula untuk melanjutkan pada pendidikan tinggi seperti universitas, masih sedikit pilihan yang dapat dilakukan siswa dalam menentukan perguruan tinggi yang akan dipilih, sehingga banyak siswa memilih melanjutkan sekolah/kuliah di luar Kabupaten Kulon Progo. Rasio murid terhadap guru dan rasio murid terhadap kelas merupakan ukuran yang dapat menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pendidikan. Rasio murid-guru menggambarkan beban tugas guru dalam mengajar pada suatu jenjang pendidikan. Indikator ini juga dapat digunakan untuk melihat mutu pengajaran di kelas karena semakin tinggi nilai rasio murid terhadap guru berarti semakin berkurang tingkat pengawasan atau perhatian guru terhadap murid, sehingga mutu pengajaran cenderung menurun. Sedang rasio murid terhadap kelas menggambarkan kepadatan kelas sebagai ruang belajar. Pada tahun ajaran 2012/2013 rasio murid-guru pada jenjang SD dan SLTP mengalami penurunan dibandingkan tahun ajaran 2011/2012, sedangkan pada jenjang SLTA meningkat. Penurunan rasio ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan, karena guru akan semakin fokus dalam menyampaikan pelajaran dengan jumlah murid yang lebih sedikit. Pada tahun ajaran 2012/2013 rasio murid-guru di Kabupaten Kulon Progo untuk jenjang
44
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
pendidikan SD menurun menjadi 9 murid per guru dan pada jenjang pendidikan SLTP menurun menjadi 10 murid per guru dibandingkan tahun ajaran 2011/2012, sedangkan pada jenjang SLTA meningkat menjadi 9 murid per guru. Angka tersebut mengandung pengertian bahwa setiap guru SD rata-rata mengajar 9 siswa, setiap guru SLTP mengajar 10 siswa dan sebanyak 9 siswa SLTA diajar oleh guru SLTA. Rasio murid terhadap guru ini masih memenuhi persyaratan yang dianjurkan bagi seorang guru untuk bisa mengawasi dan memberi perhatian kepada murid–muridnya. Tabel 3.4.
Rasio Murid-Guru di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/2010 - 2012/2013
Rasio Murid – Guru
Jenjang Pendidikan SD
SLTP
SLTA
(1)
(2)
(3)
(4)
2009/2010
9
10
8
2010/2011
10
10
8
2011/2012
10
11
8
2012/2013
9
10
9
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Rasio murid-kelas di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun kecenderungannya menurun. Penurunan rasio ini menggambarkan bahwa semakin meningkatnya ketersediaan Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
45
ruangan kelas, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kenyamanan ruangan kelas dan pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Pada tahun ajaran 2012/2013 untuk jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SLTA berturut-turut masing-masing adalah 14, 23, dan 24. Artinya bahwa rata-rata setiap ruang kelas SD mampu dihuni 14 siswa, setiap ruang kelas SLTP dihuni 23 siswa dan setiap ruang kelas SLTA mampu dihuni oleh 24 siswa. Kedua indikator, rasio murid guru dan rasio murid-kelas, memberikan gambaran kondisi yang ideal untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif, sehingga diharapkan mutu pengajaran bisa berjalan dengan baik dan diperoleh output pendidikan yang berkualitas. Tabel 3.5.
Rasio Murid-Kelas di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/2010 - 2012/2013
Rasio Murid – Kelas
Jenjang Pendidikan SD
SLTP
SLTA
(1)
(2)
(3)
(4)
2009/2010
16
29
27
2010/2011
16
28
27
2011/2012
15
28
25
2012/2013
14
23
24
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
46
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
4 Angkatan Kerja
BAB IV ANGKATAN KERJA
Aspek penting dari bahasan ketenagakerjaan adalah tenaga kerja. Menurut pendapat Sumitro (1987), tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam proses produksi, karena manusialah (tenaga kerja) yang mampu menggerakkan faktor-faktor produksi yang lain untuk menghasilkan suatu barang. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari kelompok penduduk yang bekerja dan pengangguran. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan
maksud
memperoleh
atau
membantu
memperoleh
penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Sedangkan pengangguran penduduk yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau mereka yang sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja (BPS, 2011). Besaran angkatan kerja mencerminkan besarnya penawaran tenaga kerja (supply of labor) . Ketidakseimbangan permintaan terhadap tenaga kerja (demand of labor) terhadap penawaran
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
49
tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu berdampak pada munculnya masalah dalam bidang angkatan kerja. Ada dua jenis ketidakseimbangan tenaga kerja. Pertama, penawaran lebih besar dibandingkan permintaan tenaga kerja (excess suply of labor). Kedua, penawaran lebih kecil dibandingkan permintaan tenaga kerja (excess demand of labor). Ketidakseimbangan pertama merupakan permasalahan umum yang disebabkan karena sejumlah angkatan kerja tidak terserap dalam kegiatan ekonomi. Kelebihan pasokan tenaga kerja dalam jumlah besar akan menyebabkan masalah ketenagakerjaan yang serius dan tersebar luas yaitu: pengangguran, meledaknya sektor informal dan setengah pengangguran (Sigit, 2000). Agar dapat mencapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya semua angkatan kerja dapat tertampung dalam lapangan pekerjaan yang ada. Hal ini akan membawa konsekwensi bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Menurut International Labor Organization (ILO) permasalahan ketenagakerjaan selain pengangguran yang umum dihadapi suatu daerah
adalah
rendahnya
kualitas
tenaga
kerja,
rendahnya
produktivitas tenaga kerja, rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga kerja,
makin
ketergantungan
sempitnya (depency
lapangan ratio),
kerja,
rendahnya
tingginya kontribusi
angka dan
penyerapan sektor-sektor pembangunan terhadap ketenagakerjaan, dan belum teridentifikasinya keterkaitan antara pendidikan dan lapangan pekerjaan (Hadi, 2009). Melihat kondisi ketenagakerjaan
50
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
yang demikian, maka perlu adanya upaya menggalakkan program yang memotivasi masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru. Program tersebut secara tidak langsung meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tenaga kerja yang lebih mandiri dan mempunyai kualitas yang baik akan meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan taraf hidup penduduk. Untuk mengetahui gambaran umum mengenai keadaan ketenagakerjaan di Kabupaten Kulon Progo, maka pada bab ini akan disajikan ulasan mengenai karakteristik penduduk usia kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), lapangan usaha, status pekerjaan, jenis pekerjaan dan jam kerja.
4.1 Karakteristik Penduduk Usia Kerja Dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan Pusat Statistik, konsep dan definisi yang digunakan adalah The Labor Force Concept yang disarankan oleh ILO. Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Sesuai dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang dimaksudkan dengan penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini selanjutnya dikategorikan ke dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Sedang yang dimaksud dengan penduduk bukan usia kerja adalah penduduk yang berusia di
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
51
bawah 15 tahun. Analisa terhadap karakteristik penduduk usia kerja dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai
tingkat
aktivitas, tingkat kesempatan kerja dan pengangguran pada situasi di pasaran tenaga kerja.
Tabel 4.1. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu Sebelum Pencacahan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kegiatan
L
P
L+P
(1)
(2)
(3)
(4)
AK
86,25
65,66
75,61
Bekerja
82,98
64,55
73,46
3,27
1,11
2,15
13,75
34,34
24,39
Sekolah
4,21
4,16
4,18
Mengurus rumah tangga
4,55
25,38
15,31
Lainnya
4,99
4,80
4,90
100,00
100,00
100,00
Pengangguran Terbuka Bukan AK
Penduduk Usia Kerja Sumber : Sakernas Agustus 2013
Secara umum, jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 hampir mencapai 311.148 orang atau meningkat 1,09 persen dibandingkan tahun 2012 pada bulan yang sama. Dari jumlah ini, 75,61 persen termasuk dalam kategori angkatan kerja dan sisanya termasuk dalam kategori bukan angkatan kerja, yaitu sebanyak 24,39 persen. Kenyataan ini 52
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
menunjukkan bahwa sebanyak 75,61 persen penduduk usia kerja berpartisipasi aktif dalam bursa kerja, dan sisanya tidak aktif. Jika dilihat menurut jenis kelamin, tingkat aktivitas di antara laki-laki lebih tinggi dibandingkan tingkat aktivitas di antara perempuan. Fenomena kesenjangan aktivitas jelas terlihat
dari
persentase perempuan yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi di antara perempuan (34,34 persen) lebih tinggi dibandingkan diantara laki-laki (13,75 persen). Penduduk perempuan mendominasi pada kelompok bukan angkatan kerja karena kemungkinan masih adanya anggapan bahwa laki-laki adalah sebagai kepala rumah tangga yang memiliki tanggung jawab terhadap kebutuhan rumah tangga, sehingga dituntut untuk bekerja, sedangkan bagi perempuan lebih baik mengurus rumah tangga, anak-anak dan suami. Tingginya partisipasi
laki-laki
angkatan
kerja
dibandingkan yang
bekerja
perempuan atau
pada
tingginya
kelompok perempuan
dibandingkan laki-laki pada kelompok bukan angkatan kerja mengakibatkan kesenjangan yang cukup signifikan dalam partisipasi angkatan kerja antar jenis kelamin. Keadaan ini menunjukkan indikasi adanya ketidaksetaraan gender yang inheren, yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. 4.2
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Perkembangan aktivitas ketenagakerjaan dapat dilihat dari
besarnya keterlibatan penduduk yang secara aktif dalam kegiatan ekonomi
untuk
memenuhi
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
pasokan
tenaga
kerja
untuk 53
menghasilkan barang/jasa. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan jumlah penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) yang biasa disebut sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Selain itu, besarnya partisipasi penduduk dibidang ketenagakerjaan dapat dilihat melalui indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan perbandingan
antara
banyaknya
penduduk
usia
kerja
yang
menganggur dengan banyaknya angkatan kerja. Meskipun jumlah penduduk usia kerja perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki, namun dari tahun ke tahun TPAK laki-laki ada kecenderungan selalu lebih tinggi dibandingkan TPAK perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penduduk usia kerja dalam jumlah besar bukan merupakan jaminan akan meningkatkan tenaga kerja yang potensial, karena tidak semua penduduk usia kerja masuk dalam golongan angkatan kerja. Tabel 4.2.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Kulon Progo, 2012-2103
Jenis Kelamin
TPAK
TPT
2012*)
2013
2012*)
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
Laki-laki
83,52
86,25
3,28
3,79
Perempuan
67,82
65,66
2,76
1,69
L+P
75,40
75,61
3,04
2,85
(1)
Sumber : Sakernas Agustus 2012-2013 (*Revisi Data)
54
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa pada periode 20122013 di Kabupaten Kulon Progo terjadi peningkatan TPAK dengan diiringi penurunan TPT. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya
partisipasi
penduduk
dalam
dunia
kerja
dan
ketersediaan lapangan pekerjaan mampu mengurangi tingkat pengangguran. TPAK pada tahun 2013 mencapai 75,61 persen, artinya bahwa dari setiap 100 penduduk usia kerja ada sekitar 76 penduduk usia kerja
yang berpartisipasi aktif dalam bursa kerja
(angkatan kerja) dan sekitar 24 persen penduduk usia kerja sisanya tidak aktif dalam bursa kerja (bukan angkatan kerja). Kesenjangan TPAK jelas terlihat antara penduduk laki-laki dan perempuan. TPAK laki-laki mencapai 86,25 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan TPAK perempuan yang hanya mencapai 65,66 persen. Demikian pula sebaliknya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2013 di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan. TPT pada Agustus 2012 tercatat 3,04 persen dan pada bulan Agustus 2013 menurun menjadi 2,85 persen.
4.3 Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja adalah komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan. Selain itu, indikator tersebut juga mencerminkan struktur perekonomian suatu wilayah. Untuk mengetahui sektor-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja perlu dilakukan analisis mengenai lapangan pekerjaan. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
55
Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Kulon Progo adalah di sektor pertanian. Pada tahun 2013, sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga, bahkan lebih dari separuhnya. Hal ini juga sejalan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 sebagian besar bersifat pertanian. Gambar 4.1. Persentase Penduduk 15 Tahun yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Industri 11.61%
Perdagangan 17.80% Jasa-jasa 12.17%
Pertanian 50.24%
Lainnya 8.18%
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Seperti halnya pada tahun 2012, pada tahun 2013 sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja sektor pertanian, yaitu mencapai 50,24 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena Kabupaten Kulon Progo termasuk sebagai daerah agraris, dimana sebagian besar mata pencaharian penduduknya bergantung dari di sektor pertanian. Sektor berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja 56
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
adalah sektor perdagangan, sektor jasa, sektor industry dan terakhir sektor lainnya. Persentase penduduk yang bekerja di sektor perdagangan mencapai 17,80 persen, sektor jasa sebesar 12,17 persen, sektor industri
sebesar 11,61 persen dan sektor lainnya
hanya mampu menyerap 8,18 persen. Tabel 4. 3.
Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Lapangan Usaha
Laki-Laki
Perempuan
Lk + Pr
(1)
(2)
(3)
(4)
52,85
47,10
50,24
8,85
14,93
11,61
3. Perdagangan
14,71
21,52
17,80
4. Jasa-jasa
10,79
13,83
12,17
5. Lainnya
12,79
2,62
8,18
100,00
100,00
100,00
1. Pertanian 2. Industri
Jumlah Sumber : Sakernas Agustus 2013
Dua sektor serupa juga merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak baik untuk tenaga kerja laki-laki maupun perempuan, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan. Catatan penting dari Tabel 4.3 bahwa sektor pertanian mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja laki-laki, sedangkan pada sektor perdagangan lebih banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Tingginya tenaga kerja perempuan yang bekerja di sektor perdagangan, karena selain Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
57
dibutuhkan ketelatenan dalam berusaha, pekerjaan ini dapat dilakukan di sekitar tempat tinggal sambil mengurus rumah tangga. 4.3 Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Indikator yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang kedudukan pekerja dalam suatu pekerjaan adalah status pekerjaan.
Dibandingkan
dengan
tahun-tahun
sebelumnya
komposisi status pekerjaan di Kulon progo tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Status Pekerjaan Utama
L
P
L+P
(1)
(2)
(3)
(4)
Berusaha sendiri
9,05
12,37
10,56
45,12
12,95
30,52
2,78
3,78
3,23
23,96
22,33
23,22
Pekerja bebas di pertanian
1,92
0,98
1,49
Pekerja bebas non pertanian
5,62
0,60
3,34
11,55
46,97
27,62
Berusaha dibantu buruh tdk tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan
Pekerja tidak dibayar/keluarga Jumlah
100,00
100,00 100,00
Sumber : Sakernas Agustus 2013
58
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Tenaga kerja yang berusia 15 tahun ke atas dengan status berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap merupakan status pekerjaan yang paling banyak dilakukan yaitu sebesar 30,52 persen. Status pekerjaan yang terbanyak berikutnya adalah para pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga yaitu sebesar 27,62 persen dan buruh/karyawan sebanyak 23,22 persen. Tingginya penduduk yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga memberi indikasi
bahwa
tenaga
kerja
tersebut
belum
sepenuhnya
dimanfaatkan secara optimal, sehingga mereka hanya sekedar membantu usaha dalam suatu kegiatan ekonomi tanpa memperoleh upah/gaji.
Kelompok
ini
merupakan
pekerja
dengan
tingkat
produktivitas yang rendah atau kalah bersaing dalam kompetisi memperebutkan lapangan pekerjaan. Fenomena ini kemungkinan disebabkan terkonsentrasi
karena
pertumbuhan
kesempatan
pada
sektor-sektor
yang
menciptakan lapangan kerja produktif
tidak
kerja
hanya
efisien
dalam
sehingga sektor-sektor
dimana pekerja tidak produktif tidak memiliki akses yang baik ke sana. Pertumbuhan kesempatan kerja juga mungkin terkonsentrasi ke sektor-sektor yang memiliki multiplier effect yang kecil. Jika dilihat menurut jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki paling banyak bekerja dengan status berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap yang mencapai 44,12 persen, diikuti pekerja dengan status buruh/karyawan (23,96 persen) dan pekerja tidak dibayar/keluarga (11,55
persen).
Sedangkan
status
pekerjaan
yang
lain
persentasenya kurang dari 10 persen. Berbeda dengan perempuan
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
59
paling
lebih
banyak
bekerja
dengan
status
pekerja
tidak
dibayar/keluarga yang mencapai 46,97 persen. Diikuti perempuan berstatus buruh/karyawan (22,33 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap (12,95 persen), diikuti berusaha sendiri yang mencapai 12,37 persen, sedangkan sektor yang lain persentasenya kurang dari 5 persen. Kenyataan ini bisa dimaklumi karena berusaha dengan buruh tidak tetap biasanya terjadi pada sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja kerja laki-laki. Masih adanya anggapan bahwa penanggung jawab nafkah utama keluarga adalah kaum laki-laki, sehingga wajar jika perempuan lebih banyak bekerja dengan status pekerja keluarga.
Gambar 4.3. Persentase Penduduk 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tdk tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas non pertanian Pekerja keluarga
L
P
L+P
Sumber : Sakernas Agustus 2013
60
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
4.4 Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama Sejalan dengan lapangan pekerjaan penduduk yang masih banyak di sektor pertanian, jenis pekerjaan penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 sebagian besar juga merupakan tenaga usaha pertanian yaitu sekitar 44,56 persen. Jenis pekerjaan terbesar berikutnya adalah yang bekerja sebagai tenaga produksi sebesar 27,58 persen, diikuti tenaga usaha penjualan sebesar 14,45 persen, sedangkan jenis pekerjaan lainya persentasenya masih di bawah sebesar 5 persen. Tabel 4.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Jenis Pekerjaan Utama
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki + Perempuan
(1)
(2)
(3)
(4)
Tenaga professional
3,30
7,02
4,99
Tenaga kepemimpinan
0,46
0,00
0,25
Pejabat pelaksana tata usaha
2,99
3,42
3,18
11,25
18,30
14,45
4,16
4,93
4,51
Tenaga usaha pertanian
52,33
35,19
44,56
Tenaga produksi
24,63
31,14
27,58
Lainnya
0,88
0,00
0,48
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Tenaga usaha penjualan Tenaga usaha jasa
Sumber : Sakernas Agustus 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
61
Pola yang sama juga terjadi jika dilihat menurut jenis kelamin. Tiga besar jenis pekerjaan utama di atas juga dilakukan laki-laki maupun perempuan. Tenaga usaha pertanian menempati urutan terbanyak pertama, dimana laki-laki mencapai 52,33 persen dan perempuan 35,19 persen. Peringkat terbanyak kedua adalah tenaga produksi. Tenaga produksi yang dilakukan laki-laki sebanyak 24,63 persen, sedangkan perempuan sebanyak 31,14 persen. Seperti halnya pada jenis pekerjaan umumnya, tenaga usaha penjulan baik laki-laki maupun perempuan juga menempati urutan terbanyak ketiga. Tenaga kerja laki-laki dengan jenis pekerjaan utama sebagai tenaga usaha penjulan mencapai 11,25 persen dan perempuan sebanyak 18,30 persen.
4.5 Jam Kerja Dalam mengukur produktivitas tenaga kerja, variabel jam kerja seringkali digunakan sebagai tolok ukurnya. Idealnya semakin banyak
jam
kerja
yang
digunakan
maka
diharapkan
output (produktivitas) yang dihasilkan juga semakin banyak. Namun jumlah jam kerja selama seminggu ini tidak sepenuhnya dapat memberikan gambaran tingkat produktivitas, terutama bagi mereka yang memang menghendaki jam kerja rendah. Seseorang dikatakan sebagai pekerja penuh (full employed) atau tidak penuh (under employed) ditunjukkan oleh jumlah jam kerja dalam seminggu. Dikatakan sebagai pekerja penuh bila jam kerja seseorang telah mencapai 35 jam atau lebih dalam seminggu.
62
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Distribusi penduduk yang bekerja berdasarkan kelompok jam kerja digambarkan dalam tabel 4.6. Secara umum di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar pekerja masuk kategori pekerja penuh, yaitu sebanyak 52,06 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas penduduk yang bekerja di Kulon Progo sudah baik dari segi penggunaan jam kerja (lebih dari jam kerja normal). Namun demikian masih terdapat 47,94 persen yang bekerja di bawah jam kerja normal, yang merupakan setengah pengangguran. Tabel 4.6.
Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Jenis Kelamin
Jumlah Jam Kerja (Jam)
L
P
L+P
(1)
(2)
(3)
(4)
0 (Sementara Tidak Bekerja)
4,12
5,19
4,60
1– 9
3,60
8,28
5,72
10 – 24
18,45
28,41
22,96
25 – 34
14,19
15,19
14,65
35 – 44
20,52
17,38
19,10
45 – 59
29,33
17,07
23,76
9,79
8,49
9,20
100,00
100,00
100,00
60 + Jumlah Sumber : Sakernas Agustus 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
63
Jika dilihat menurut jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki yang masuk kategori pekerja penuh mencapai 59,64 persen dan perempuan jauh lebih sedikit, yaitu hanya mencapai 42,94 persen. Tabel
4.6.
juga
menunjukkan
bahwa
persentase
setengah
pengangguran pekerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Setengah pengangguran laki-laki mencapai 40,36 persen dari total penduduk
laki-laki
yang
bekerja
dan
setengah
penganggur
perempuan sebanyak 57,06 persen dari total penduduk perempuan yang bekerja. Bila seorang pekerja dalam seminggu yang lalu (dalam periode survei) sementara tidak bekerja atau jam kerjanya nol jam, maka tidak dikategorikan sebagai setengah pengangguran atau pengangguran terbuka. Pengecualian ini berlaku karena sebenarnya statusnya adalah sebagai pekerja, tetapi karena selama pencacahan sedang cuti, sakit, menunggu panen dan sebagainya, maka yang bersangkutan dikategorikan sebagai sementara tidak bekerja. Perlu dicatat, sementara tidak bekerja selama seminggu yang lalu masih termasuk ke dalam kelompok angkatan kerja.
64
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
5
Konsumsi&Pengeluaran Rumah Tangga
BAB V KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka secara materi meningkat pula kesejahteraannya. Selain itu tingkat kesejahteraan juga bisa dilihat dari bagaimana seseorang mengalokasikan pendapatan yang diperolehnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran, maka semakin baik tingkat perekonomian penduduk. Seperti hukum yang dikemukakan oleh Engel (1896) bahwa saat pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan akan berkurang. Terkait dengan Hukum Engel ini, Bennet dalam Latief (2000) menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya yang ditunjukkan oleh semakin mahalnya Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
67
harga (nilai uang) per zat gizi yang dikonsumsi. Berdasarkan hal itu, Bouis dalam Latief (2000) menyatakan bahwa hal ini dapat dilihat sebagai keterkaitan atas struktur permintaan pangan. Pada tingkat pendapatan per kapita yang rendah, permintaan terhadap pangan akan tertuju pada pangan yang padat kalori, terutama berupa padipadian.
Selanjutnya Alderman seperti dikutip oleh Latief (2000)
berpendapat bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan pangan yang dikonsumsi lebih beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih kaya gizi. Berdasarkan penjelasan
tersebut
jelaslah
bahwa
pola
konsumsi
pangan
merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Indikator kesejahteraan yang diulas dalam publikasi ini dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan permintaan (demand approach) dan permintaan) dan pendekatan penawaran (supply approach). Konsumsi rumah tangga merupakan pendekatan dari sisi permintaan, sedangkan sisi penawaran lebih banyak berbicara pada banyaknya produksi bahan makanan yang mampu dihasilkan produsen pada tahun 2013. Dalam operasionalnya di lapangan, untuk mendapatkan data pendapatan rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Keterbukaan dan kesediaan rumah tangga sendiri untuk memberikan informasi yang sesungguhnya masih dirasa kurang kooperatif, sehingga informasi pendapatan rumahtangga akan cenderung under estimate. Maka dalam berbagai penelitian tingkat penghasilan rumah tangga
68
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
sering dilakukan dengan pendekatan/proksi pengeluaran konsumsi (consumption approach). 5.1 Pengeluaran Rumah Tangga Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator yang
dapat
memberikan
gambaran
keadaan
kesejahteraan
penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pendapatan untuk pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Menurut Berg (1986) di negara berkembang biasanya jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi keperluan bahan makanan adalah 2/3 dari total pendapatan.
Pada
keluarga
dengan
pendapatan
terbatas
menggunakan 80 persen dari total pendapatan keluarga untuk membeli bahan makanan, sedangkan pada keluarga dengan tingkat pendapatan lebih tinggi hanya sekitar 45 persen saja yang digunakan untuk keperluan membeli bahan makanan. Menurut Engel (1896), bila persentase makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80 persen maka tingkat kesejahteraan sangat rendah. Selanjutnya tabel 5.1 menunjukkan persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kuantil pengeluaran per kapita sebulan dan jenis pengeluaran. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa, seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga maka pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan juga semakin meningkat dan sebaliknya pengeluaran untuk makanan semakin menurun. Kondisi ini sesuai dengan hukum yang dikemukakan oleh Engel
bahwa
bila
pendapatan
meningkat
maka
persentase
pengeluaran untuk makanan akan menurun.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
69
Tabel 5.1.
Persentase Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Kuantil Pengeluaran Per Kapita Sebulan dan Jenis Pengeluaran di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kuantil Pengeluaran Per Kapita Sebulan
Makanan
Bukan Makanan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
Pertama
68,49
31,51
100,00
Kedua
69,43
30,57
100,00
Ketiga
65,10
34,90
100,00
Keempat
60,79
39,21
100,00
Kelima
43,56
56,44
100,00
Rata-rata
55,46
44,54
100,00
Sumber: Susenas 2013
Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 penduduk yang berada pada kuantil pertama sampai kuantil keempat persentase pengeluaran untuk makanan masih di atas 60 persen persen atau pengeluaran bukan makanan masih di bawah 40 persen. Penduduk dengan kondisi ekonomi terbawah (kuantil pertama), sebagian besar pendapatannya digunakan untuk pengeluaran makanan, yaitu mencapai 68,49 persen dan hanya 31,51 persen pengeluaran bukan makanan. Sebaliknya untuk lapisan penduduk dengan ekonomi teratas (kuantil kelima), pengeluaran untuk bukan makanan sudah mencapai 56,44 persen dan hanya 43,56 persen dari total pengeluaranya untuk pengeluaran makanan.
70
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
Tabel 5.2.a
Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Komposisi
2013
(1)
(2)
Padi-padian
10,65
Umbi-umbian
0,51
Ikan
1,29
Daging
1,99
Telur dan Susu
3,83
Sayur-sayuran
4,74
Kacang-kacangan
2,18
Buah-buahan
2,68
Minyak dan Lemak
2,22
Bahan Minuman
2,89
Bumbu-bumbuan
0,71
Konsumsi lainnya
1,30
Makanan& Minuman Jadi
15,81
Minuman Alkohol
0,00
Tembakau dan Sirih
4,66
Jumlah Makanan
55,46
Sumber : Susenas, 2013
Konsumsi rata-rata per kapita sebulan untuk beberapa jenis bahan makanan penting dapat dilihat pada tabel 5.2.a. Seperti halnya pada tahun 2012, pada tahun 2013 ini jenis pengeluaran yang persentasenya paling tinggi adalah makanan jadi, kemudian padi-padian dan sayur-sayuran. Jenis pengeluaran untuk rokok dan
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
71
sirih merupakan pengeluaran keempat tertinggi. Masih tingginya konsumsi rokok ini, disamping harga rokok yang tinggi juga masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengalokasikan pendapatannya untuk jenis komoditi yang mampu meningkatkan kesehatan keluarga. Dominannya kontribusi dan meningkatnya konsumsi bahan makanan/minuman jadi ini dimungkinkan terjadi karena perubahan pola konsumsi masyarakat yang ingin lebih praktis dan siap saji serta kemudahan akses berbagai jenis makanan minuman jadi.
Tabel 5.2.b Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Bukan Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Komposisi
2013
(1)
(2)
Perumahan
14,93
Barang dan Jasa
11,50
Biaya Pendidikan
4,07
Biaya Kesehatan
3,18
Pakaian, Alas Kaki & Tutup Kepala
2,44
Barang Tahan Lama
6,04
Pajak dan Asuransi
1,91
Keperluan Pesta & Upacara
0,47
Jumlah Bukan Makanan
44,54
Sumber: Susenas, 2013
72
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
5.2 Perkiraan Produksi Pertanian Berdasarkan penjelasan pada bab angkatan kerja terlihat bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Kulon Progo bekerja di sektor pertanian. Mereka umumnya bekerja sebagai petani dengan jenis tanaman utamanya tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, dan sebagainya. Selain padi sebagai komoditi unggulan tanaman bahan makanan pokok, jagung sebagai substitusi makanan pokok beras juga menjadi komoditi unggulan bahan makanan yang cukup diandalkan.
Tabel 5.3.
Produksi Padi dan Jagung per Kapita per Tahun di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 (Ton)
Tahun Uraian
*)
2011
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
123.087
106.857
133.100
135.238
114.702
33.169
27.891
30.024
31.233
27.457
374.921
388.869
393.796
397.639
401.450
Padi
0,328
0,275
0,338
0,340
0,286
Jagung
0,088
0,072
0,076
0,079
0,068
Padi Jagung Jumlah Penduduk (Estimasi BPS)
2013
*)
2010
(1)
2012
*)
2009
Per Kapita Per Tahun
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan, Kab. Kulon Progo (*Revisi Data Estimasi Penduduk)
Kebutuhan konsumsi bahan makanan penduduk Kabupaten Kulon Progo selain dicukupi pasokan dari daerah lain, juga harus Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
73
didukung oleh kemampuan penduduk untuk menyediakan kebutuhan pangan sendiri. Pada tahun 2013 produksi padi di Kabupaten Kulon Progo mencapai 114.702 ton atau mengalami penurunan 15,19 persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 135.238 ton. Penurunan ini mengakibatkan rata-rata produksi padi pada tahun 2013 juga mengalami penurunan menjadi 286 kg per kapita per tahun. Penurunan juga terjadi pada produksi jagung. Berdasarkan Susenas Modul Konsumsi tahun 2013, rata-rata konsumsi beras penduduk Kabupaten Kulon Progo mencapai 0,23 kg per kapita per hari atau 82,80 kg per kapita per tahun. Jika diasumsikan konversi padi (gabah kering giling) menjadi beras sebesar 60 persen, maka produksi beras yang berasal dari Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai 171,6 kg per kapita per tahun. Walaupun produksi padi menurun, akan tetapi kebutuhan konsumsi beras di Kabupaten Kulon Progo masih bisa dicukupi
dari
produksi
sendiri.
Berdasarkan
hal
tersebut
menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras penduduk yang hanya mencapai 82,80 kg per kapita pertahun sudah mampu dicukupi dari produksi padi sendiri. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo sudah mampu berswasembada beras. Surplus beras bisa dimanfaatkan sebagai bahan industri makaanan atau dimungkinkan ekspor beras ke luar Kabupaten Kulon Progo. Hal ini sejalan dengan program ”bela beli produk Kulon Progo” yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Salah satu implementasi program ini, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan MoU dengan Bulog tentang penyediaan beras miskin (raskin) berasal dari produksi lokal Kulon Progo.
74
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
5.3 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya. Secara operasional penduduk miskin
merupakan merupakan
penduduk
pengeluaran
yang
memiliki
rata-rata
perkapita
perbulannya di bawah garis kemiskinan (BPS, 2012). Tabel 5.4.
Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013
Tahun
Garis Kemiskinan (Rp)
(1)
Penduduk Miskin
(2)
Jumlah (000 jiwa) (3)
Persentase (%) (4)
2009
205.585
89,91
24,65
2010
225.059
90.00
23,15
2011
240.301
92,76
23,62
2012
250.854
93,20
23,31
2013
259.945
86,50
21,39
Sumber: Susenas 2009-2011
Pada tahun 2013 penduduk miskin di Kabupaten Kulon Progo mencapai 21,39 persen. Jika dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya persentase penduduk miskin di Kabupaten Kulon Progo terus mengalami penurunan. Dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya, penurunan pada tahun 2013 relatif cukup tinggi, yaitu mencapai 1,92 poin dari 23,31 persen pada tahun 2012 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
75
menjadi 21,39 pada tahun 2013. Penurunan ini kemungkinan selain disebabkan karena banyaknya program perlindungan sosial yang diluncurkan
oleh
pemerintah
pusat
juga
diakibatkan
karena
gencarnya pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan seperti program bela beli produk kulon progo, bedah rumah, dan lain sebagainya.
76
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
6
Perumahan & Permukiman
BAB VI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Rumah pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan. Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai
salah
satu
upaya
membangun
manusia
Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan serta bantuan perumahan bagi masyarakat untuk memperoleh perumahan, agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.. Pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat juga memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah mempunyai tanggung jawab sebagai fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat serta melakukan penelitian
dan
pengembangan
juga
menyediakan
peraturan
perundang-undangan yang mendukung.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
77
Dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana permukimannya, semestinya tidak sekedar untuk mencapai target secara kuantitatif (banyaknya rumah yang tersedia) semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian sasaran secara kualitatif (mutu dan kualitas rumah sebagai hunian), karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia selaku pemakai. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang layak, akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.
Bahkan
di
dalam
masyarakat,
perumahan merupakan pencerminan dan pengejawatahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dalam lingkungan alamnya. Pada dasarnya, rumah berfungsi sebagai tempat untuk berteduh dari panas dan hujan, berlindung dari berbagai gangguan, serta tempat beristirahat untuk melepaskan lelah sepulang dari bekerja. Lebih dari itu, idealnya rumah memiliki fungsi yang lebih kompleks. Sebaiknya rumah memiliki fungsi sebagai tempat berlangsungnya pendidikan agama dan spiritual, moral, akademis, serta psikologis bagi para penghuninya. Rumah yang diciptakan dengan suasana yang bersih, sehat, aman, nyaman, dan harmonis, diharapkan mampu berperan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada masa sekarang ini, rumah sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan bahkan dapat mencerminkan status lambang sosial dari pemiliknya (Azwar, 1996; Mukono, 2000). Kondisi ekonomi dan kesehatan seseorang salah satunya bisa dilihat dari rumahnya. Rumah merupakan salah satu determinan 78
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
kesehatan masyarakat. Karena itu, rumah yang sehat tentunya memiliki kriteria standar kelayakan sebuah rumah. Rumah yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Rumah yang sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan
keluarga
yang
dapat
memberikan
suasana
dan
lingkungan yang nyaman dan berdampak baik bagi kesehatan para penghuninya. Kualitas rumah tinggal pada umumnya ditentukan oleh fisik rumah yang dapat terlihat dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Fasilitas rumah tinggal yang ditempati dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Berbagai fasilitas yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat dilihat dari luas lantai, jenis lantai terluas, jenis atap, jenis dinding, sumber air minum dan fasilitas buang air besar rumah tangga. 6.1 Luas Lantai Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding
dengan
jumlah
penghuninya
akan
menyebabkan
kepadatan yang akan berdampak kurang baik terhadap kesehatan penghuninya.
Rumah
yang
padat
penghuni
menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, disamping itu bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
79
Rumah yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satu kriteria rumah sehat adalah 2
rumah tinggal yang memiliki luas lantai minimal 10 m perkapita. 2
Rumah dengan luas lantai lebih dari 10 m perkapita diharapkan penghuninya tidak berdesak-desakan sehingga dapat menghirup oksigen dengan cukup dan bisa merasa lebih nyaman. Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah Per Kapita Penduduk di Kabupaten Kulon Progo, 2013
20-29,99 25.73% 30-39,99 15.49% 10-19,99 30.27%
40-49,99 10.84% <10 4.42%
50+ 13.24%
Sumber : Susenas 2013
Di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan hasil Susenas 2013, rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai per kapita 2
lebih dari 10 m ke atas sudah mencapai 95,58 persen dan hanya
80
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
tinggal 4,42 persen rumah tangga yang menempati rumah dengan 2
luas lantai kurang dari10 m per kapita.
Hal ini menggambarkan
bahwa sebagian besar penduduk sudah menghuni rumah dengan luas yang memadai dan memenuhi kriteria sehat dari segi luas lantainya.
6.2 Jenis Lantai Ada berbagai jenis lantai rumah, diantaranya adalah ada yang terbuat dari semen atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa yang dipadatkan. Syarat lantai pada rumah sehat yang penting adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai yang basah atau berdebu akan menjadi sarang penyakitdan
dapat mempengaruhi kesehatan
anggota
rumah
tangga.
Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Semen 48.56%
Tegel/teraso 5.53%
Marmer/keram ik/granit 25.16%
Tanah 20.27% Lainnya 0.47%
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
81
Berdasarkan Gambar 6.2 terlihat bahwa rumah tangga mayoritas sudah berlantaikan semen, yaitu mencapai 48,56 persen. Lantai terluas berikutnya berlantaikan marmer/keramik/granit (25,16 persen), sedangkan yang berlantaikan tanah masih ada sebanyak 20,27 persen. Semakin berkurangnya rumah yang berlantaikan tanah ini mengindikasikan semakin baiknya tingkat kesehatan tempat tinggal dan kesejahteraan rumah tangga. 6.3 Sumber Penerangan Fasilitas
perumahan
lain
yang
juga
penting
adalah
penerangan. Penerangan selain mencerminkan tingkat kesehatan rumah beserta lingkungannya, dapat pula digunakan sebagai indikator pengukur keberhasilan program pembangunan pemerintah. Fasilitas penerangan ini dapat bersumber dari listrik atau bukan listrik seperti petromak/aladin, pelita/sentir/obor, dan lainnya. Listrik merupakan sumber penerangan yang mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan dengan penerangan petromak, pelita, dan sumber penerangan lainnya. Hal ini disebabkan karena cahaya listrik lebih terang, praktis dan modern, serta tidak menimbulkan polusi. Berdasarkan tabel 6.1 terlihat bahwa penggunaan listrik sebagai
sumber
penerangan
dari
tahun
ke
tahun
terus
kecenderungannya meningkat. Pada tahun 2013, rumah tangga yang sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama sudah mencapai 99,54 persen dan hanya tinggal 0,46 persen yang belum menggunakan. Belum menggunakanya listrik ini bukan berarti bahwa tempat tinggalnya tersebut belum terjangkau listrik PLN, akan
82
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
tetapi kemungkinan yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya listrik atau atas pertimbangan keamanan rumah tangga (takut setrum). Rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan ini dianggap mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Tabel 6.1.
Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 Sumber Penerangan
Tahun
(1)
Listrik
Bukan Listrik
(2)
(3)
2010
99,71
0,29
2011
99,73
0,27
2012
99,06
0,94
2013
99,54
0,46
Sumber : Susenas 2010-2013
Semakin meningkatnya
kesadaran rumah tangga yang
menggunakan sumber penerangan listrik dari tahun ke tahun juga tak
lepas
dari
program
pemerintah
yang
selalu
berupaya
meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Berdasarkan data dari PLN, jumlah pelanggan listrik PLN dari tahun ke tahun terus bertambah. Pada tahun 2010 jumlah pelanggan listrik ada sebanyak 87.805 pelanggan dan selama kurun waktu empat tahun jumlah Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
83
pelanggan listrik PLN meningkat 8,72 persen atau menjadi 95.465 pelanggan pada tahun 2013. Tabel 6.2.
Jumlah Pelanggan Listrik dan Jumlah Daya Terpasang di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun
Jumlah Pelanggan
Jumlah Daya Terpasang (Kilo Watt)
(1)
(2)
(3)
2010
87.805
62.088.927
2011
88.536
64.061.290
2012
91.112
67.637.196
2013
95.465
73.129.450
Sumber : PT PLN Kabupaten Kulon Progo
Untuk mengimbangi peningkatan jumlah pelanggan ini, PLN mengupayakannya dengan menambah daya terpasang. Selama empat tahun terakhir ini PLN meningkatkan daya terpasangnya sebesar 17,78 persen atau menjadi 73.129.450 kilo watt pada tahun 2013.
Hal
ini
menunjukkan
pembangkit-pembangkit
listrik
bahwa dengan
telah
banyak
harapan
dibangun
agar
dapat
mencukupi kebutuhan penduduk akan listrik. Pembangkit listrik PLN telah meluaskan jaringan dan pelayanannya sampai ke desa-desa yang diharapkan pelayanan tersebut dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Oleh sebab itu persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik dapat digunakan sebagai 84
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
suatu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu daerah. Semakin tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik berarti semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Meskipun demikian, bukan berarti setiap rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik sebagai pelanggan listrik, tetapi masih ada beberapa rumah tangga yang menggunakan listrik atas nama satu pelanggan. Kondisi seperti ini terjadi terutama di daerah pegunungan karena jarak jaringan listrik dengan rumah penduduk terlalu jauh sehingga satu unit meteran listrik dipakai oleh beberapa rumah. 6.4 Sumber Air Minum Selain
dilihat
dari
kondisi
fisik
bangunannya,
kualitas
perumahan juga ditentukan oleh fasilitas yang ada di dalamnya. Fasiltas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali salah satunya adalah tersedianya air bersih untuk minum. Air minum bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air minum bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Untuk menyediakan air bersih dalam jumlah yang cukup perlu diperhatikan asal sumber air minumnya.
Hal
ini
dikarenakan
sumber
air
minum
sangat
mempengaruhi kualitas air minumnya. Kualitas air yang dikonsumsi tubuh sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh penghuninya. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
85
Di samping itu, sumber air minum yang digunakan penduduk juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan penduduk baik ditinjau dari segi kesehatan maupun keadaan ekonomi. Semakin banyak penduduk yang mengunakan air bersih bisa mengindikasikan bahwa kesehatan masyarakat semakin baik dan semakin banyak penduduk yang menggunakan air leding maupun air dalam kemasan sebagai sumber air minum sehari-hari mengindikasikan adanya peningkatan daya beli atau kesejahteraan rakyat.
Tabel 6.3.
Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 Sumber Air Minum
Tahun Air Kemasan
Leding
Sumur Pompa
Sumur/ Perigi
Mata Air
Lainnya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
2010
1,63
11,81
1,69
68,73
15,79
0,35
2011
2,52
8,19
2,33
70,28
16,68
0,00
2012
3,94
9,13
1,89
67,24
17,32
0,47
2013
3,85
9,67
2,21
66,92
17,17
0,18
Sumber: Susenas 2010-2013
Sumber air minum yang sampai saat ini masih dianggap terbaik adalah air dalam kemasan, karena sifatnya yang higienis. Pada tahun 2013 rumah tangga yang menggunakan air minum
86
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
dalam kemasan baru mencapai oleh 3,85 persen dari seluruh rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo. Meskipun penggunaan air minum kemasan masih relatif rendah, tetapi dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 sudah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2010. Sumur/perigi paling banyak digunakan rumah tangga yaitu tercatat 66,92 persen. Sumber air minum berikutnya yang juga banyak digunakan rumah tangga adalah mata air sebanyak 17,17 persen. Dibandingkan dengan tahun 2012, pada tahun 2013 rumah tangga yang menggunakan air leding sebagai sumber air minum meningkat
menjadi
9,67
persen.
Kenaikan
atau
penurunan
persentase penggunaan suatu jenis sumber air minum ini bukan berarti bahwa rumah tangga tersebut berhenti menggunakan sumber air tersebut, tetapi rumah tangga ke sumber lain yang mereka anggap lebih higenis dan menggunakan sumber air yang lebih dulu digunakan bukan sebagai sumber air minum namun untuk keperluan lain seperti mencuci maupun memasak. Berdasarkan pemilikan fasilitas air minum, rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber air minum sendiri merupakan fasilitas sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo. Pada tahun 2013 persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber air minum sendiri sebanyak 61,62 persen dan yang tidak mempunyai fasilitas hanya tinggal 0,12 persen.
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
87
Gambar 6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Sendiri 61.62%
Bersama 32.91%
Tidak ada 0.12%
Umum 5.36%
Sumber : Susenas 2013
Sumber air minum sangat mempengaruhi kualitas air minum. Bila sumber air minum dari sumur/perigi atau mata air maka perlu dilihat lagi apakah sumber tersebut terlindung dari air limbah/bekas pakai dan jarak dengan pembuangan akhir/limbah memenuhi syarat. Sumber air minum yang tidak terlindung air limbah/bekas pakai dan jarak penampungan air kotor ataupun limbah yang terlalu dekat dengan
sumber
air
minum
akan
menyebabkan
terjadinya
perembesan ke dalam sumber air minum. Bila terjadi perembesan maka akan mempengaruhi kualitas air yang digunakan untuk
88
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
keperluan rumah tangga. Jarak antara penampungan air dengan sumber air minum yang dianjurkan adalah lebih dari 10 meter. Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 rumah tangga yang mempunyai jarak sumber air minum ke tempat penampungan kotoran di atas 10 m sebanyak 81,89 persen dan hanya 15,06 persen yang jarak penampungan terdekatnya kurang dari 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki penampungan air dengan sumber air minum yang dianjurkan sudah relatif banyak dan diharapkan sumber air minumnya sehat untuk dikonsumsi. Tabel 6.4.
Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Sumber Air Minum ke Tempat Penampungan Limbah di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 Jarak ke Penampungan (m)
Tahun <10
≥10
Tidak Tahu
(2)
(3)
(4)
(1)
2010
19,56
77,24
3,20
2011
15,77
83,62
0,61
2012
12,20
84,52
3,28
2013
15,06
81,89
3,05
Sumber: Susenas 2010-2013
6.5 Fasilitas Buang Air Besar Fasilitas buang air besar (jamban) merupakan salah satu sarana
pokok
untuk
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
mewujudkan
kehidupan
yang
sehat.
89
Tersedianya fasilitas yang memadai akan berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan pribadi manusia. Oleh karena itu peningkatan jenis fasilitas buang air besar dan peningkatan wawasan masyarakat tentang pentingnya sarana ini harus terus disampaikan secara persuasif dan intens. Berdasarkan Gambar 6.4 terlihat bahwa bahwa pada tahun 2013 fasilitas tempat buang air besar berjenis leher angsa merupakan jenis yang paling banyak digunakan rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo, yaitu mencapai 82,21 persen. Fasilitas tempat buang air besar jenis leher angsa dianggap sebagai tempat buang air besar yang paling sehat, karena di bawahnya terdapat saluran berbentuk huruf “U” untuk menampung kotoran sehingga bau kotoran tidak keluar. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa hampir
semua
rumah
tangga
di
Kabupaten
Kulon
Progo
menggunakan fasilitas tempat buang air besar yang relative sehat.
Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Leher Angsa 82.21%
Cubluk 17.30%
Plengsengan 0,49%
Lainnya 0.00% Sumber : Susenas 2013
90
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Selain
jenis
fasilitas
tempat
buang
air
besar,fasilitas
perumahan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan yaitu tempat penampungan akhir buang air besar. Pada Gambar 6.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah tangga menggunakan tangki septik sebagai tempat penampungan akhir buang air besar yaitu sebanyak 80,31 persen.Tempat penampungan akhir buang air besar jenis tangki septik ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini yang
dianjurkan.
penampungan
Sedangkan
akhir
buang
rumah air
tangga besar
yang
tempat
kolam/sawah,
sungai/danau/laut, lobang tanah, dan lainnya (pantai/kebun) di bawah 20 persen.
Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Penampungan Akhir Tinja di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Tangki Septik, 75.42% Kolam / Sawah, 0.66% Lobang Tanah, 21.12% Sungai / Danau, 2.16%
Lainnya, 0.64%
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
91
6.6 Teknologi Informasi dan Komunikasi Seiring dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana informasi dan komunikasi juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu indikator semakin berkembangnya sarana informasi dan komunikasi adalah semakin banyaknya
masyarakat yang mempunyai sarana telepon, baik
telepon rumah maupun telepon seluler. Pada era sebelum tahun 2000, kepemilikan telepon khususnya telepon seluler menjadi identitas gaya hidup dalam suatu masyarakat. Penggunaan telepon seluler sebagai sarana atau alat komunikasi sekarang ini lebih populer dikalangan masyarakat dibanding telepon biasa. Dewasa ini kepemilikan telepon seluler tidak lagi menjadi identitas gaya hidup, akan tetapi sudah menjadi tuntutan kebutuhan hidup agar mudah berkomunikasi. Tabel 6.5.
Banyaknya Sambungan Telepon Menurut Jenis Pelanggan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 Banyaknya Sambungan Telepon
Tahun
(1)
Perorangan/ Perusahaan
Dinas/ Instansi Pemerintah
Telepon Umum
Jumlah
(2)
(3)
(4)
(5)
2010
3.464
421
40
3.925
2011
3.502
455
21
3.978
2012
3.518
466
15
3.999
2013
3.537
479
13
4.034
Sumber: PT Telekomunikasi Cabang Wates
92
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Tabel 6.5 memperlihatkan jumlah sambungan telepon terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu tahun 20102013 jumlah sambungan telepon meningkat dari 3.925 sambungan pada tahun 2010 menjadi 4.034 sambungan pada tahun 2013 atau meningkat
sebesar
2,78
persen
selama
4
tahun
terakhir.
Peningkatan sambungan telepon terutama terjadi pada konsumen perorangan/perusahaan dan dinas/instansi pemerintah, sedangkan jumlah sambungan telepon umum justru mengalami penurunan. Rumah tangga/perusahaan yang berlangganan telepon rumah pada
tahun
2013
mengalami
peningkatan
menjadi
3.537
sambungan dan sambungan untuk dinas/instansi pemerintah juga meningkat menjadi 479 sambungan. Sedangkan telepon umum menurun dari 15 sambungan pada tahun 2012 menjadi 13 sambungan pada tahun 2013. Jumlah telepon umum yang jumlahnya semakin menurun ini disebabkan karena pengguna telepon umum semakin berkurang atau beralih ke telepon selular meskipun harga telepon seluler maupun pulsanya lebih mahal. Gambar 6.3. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler (HP) di Kabupaten Kulon Progo, 2009-2013 82.59% 66.96%
81.85%
86.37%
72.84%
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
93
Penggunaan telepon seluler dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan.
Peningkatan
ini
berbeda
dengan
peningkatan kepemilikan telepon rumah. Peningkatan kepemilikan telepon seluler cukup drastis dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 rumah tangga yang memiliki telepon seluler mencapai 66,96 persen dan tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat, yaitu mencapai 86,37 persen. Dratisnya peningkatan ini selain disebabkan karena telepon seluler sebagai tuntutan kebutuhan hidup juga disebabkan karena telepon seluler lebih praktis dibawa kemana saja sehingga memudahkan pengguna berkomunikasi di manapun berada dan ditunjang oleh jasa layanan jaringan (provider) yang semakin luas.
94
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
7
Sosial Budaya
BAB VII SOSIAL BUDAYA Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat membedakan antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain. Kebudayaan
adalah
mempertahankan
hasil
hidup,
karya
manusia
mengembangkan
dalam
usahanya
keturunan
dan
meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya. Sedangkan kebudayaan nasional Indonesia adalah “puncak-puncak kebudayaan daerah,” yaitu unsur-unsur kebudayaan daerah yang berhasil masuk ke dalam dan diterima sebagai bagian dari sistem makna “nasional”, yang bersifat multi-daerah dan multietnis. Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses belajar. Pemerintah mempunyai tugas memajukan kebudayaan nasional untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat.
Pemerintah juga harus memfasilitasi tumbuh dan
berkembangnya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah serta kehidupan
berkesenian
yang
dimiliki
kelompok-kelompok
masyarakat etnis dan suku bangsa yang ada di Indonesia sesuai dengan tradisi yang telah mereka anut selama ini. Kemajuan kebudayaan nasional ditujukan untuk membentuk jati diri bangsa yang maju dan bermartabat, untuk itu dibutuhkan sinergi dari segenap komponen bangsa dan strategi dengan terus memperkuat iklim
kebebasan
berekspresi
dengan
menjunjung
nilai-nilai
demokrasi. Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
97
Keanekaragaman seni dan budaya merupakan potensi nasional dan sebagai modal sosial pembangunan. Hal ini dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk seni dan budaya itu sendiri, melainkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai subjek/pelaku utama kebudayaan tersebut. Peran
pemerintah
dalam
menjaga
keanekaragaman
kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompokkelompok kebudayaan yang ada. Budaya terbentuk dari banyak unsur diantaranya adalah agama, adat istiadat, bahasa, dan karya seni. Sebagai
bagian
dari
kota
pendidikan
dan
budaya,
Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa jenis budaya, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Keragaman budaya itu menjadi kekayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Pada bagian ini penulisan hanya dibatasi tentang
agama, kesenian dan
pariwisata.
7.1 Agama Agama adalah satu prinsip kepercayaan kepada Tuhan yang harus dimiliki setiap manusia. Dengan beragama manusia bisa mengenal dirinya serta Tuhannya, dan dengan beragama manusia bisa tahu hak dan kewajibannya sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Agama sebagai institusi moral mengajarkan nilai-nilai yang harus dihidupi untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
98
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
Kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya ini dijamin oleh negara. Pengakuan ini dieksplisitkan dalam Sila Pertama Pancasila dan dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengakuan akan adanya Tuhan ini memberi landasan bagi pengakuan akan pluralisme agama dan kepercayaan, dan pengakuan akan kebebasan dalam menganut agama dan menjalankan ibadah bagi setiap warga negara. Dengan demikian, para pendiri bangsa telah mengantar kita kepada pemahaman
akan
kerukunan
antara
umat
beragama
dan
penghargaan akan perbedaan sebagai kekayaan. Penghargaan terhadap kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadat adalah perwujudan dari penghargaan terhadap martabat pribadi manusia.
Gambar 7.1. Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Islam, 93.74%
Kristen, 1.41%
Budha, .15% Hindu, .01%
Katholik, 4.69%
Sumber : Kemenag Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
99
Menurut catatan Kementerian Agama Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013, sebagian besar penduduk Kulon Progo adalah pemeluk Islam yaitu sebesar 93,74 persen. Sedangkan penduduk
yang
memeluk
agama
Katolik
sebanyak
4,69
persen,pemeluk agama Kristen Protestan ada sebanyak 1,41 persen, dan kurang dari 1 persen pemeluk agama Hindu maupun Budha. Perbedaan jumlah pemeluk agama merupakan salah satu sumber keragaman kebinekaan bangsa Indonesia. Agama yang satu dengan yang lain ini hendaknya dilihat sebagai partner untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Kehidupan beragama di Kabupaten Kulon Progo selama ini berlangsung dalam toleransi yang cukup tinggi. Keharmonisan tersebut salah satunya dapat dilihat dari banyaknya tempat ibadah yang ada di sekitar warga yang majemuk, serta kondusifnya situasi kehidupan beragama dalam menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. Berdasarkan catatan Kementerian Agama, tempat ibadah yang tersedia di Kabupaten Kulon Progo cukup memadai. Pada tahun 2013 jumlah tempat ibadah umat Islam berjumlah 2.061 buah yang terdiri dari Masjid, Musholla dan Langgar. Tempat ibadah untuk umat Nasrani Gereja/rumah kebaktian Katolik sebanyak 53 buah dan Gereja Kristen sebanyak 42 buah. Sedang untuk umat Budha Vihara/Cetya sebanyak 7 buah dan untuk Pura/Sanggar sampai dengan tahun 2013 ini masih belum ada, walaupun ada pemeluknya. Dibidang kehidupan beragama tantangan yang dihadapi
adalah
mewujudkan ajaran agama yang mampu menjadi sumber inspirasi
100
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
dan ajaran moral untuk menggerakkan masyarakat
dalam
membangun, serta mewujudkan kerukunan antar dan intern umat beragama. Tabel 7.1. Banyaknya Tempat Peribadatan di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 Tempat Peribadatan
2010
2011
2012
2013
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
Masjid/Mushola/Langgar
2.041
2.065
2.155
2.061
*)
29
29
42
52
53
53
53
Pura/Sanggar
-
-
-
-
Vihara/Cetya
6
6
7
7
Gereja Kristen/ Rumah Kebaktian Kristen
21
Gereja/Rumah Kebaktian Katolik
Sumber : Kementerian Agama, Kabupaten Kulon Progo *) Tidak termasuk Rumah Kebaktian Kristen
7.2 Kesenian dan Pariwisata Industri pariwisata di Kabupaten Kulon Progo menjadi sektor yang layak diperhitungkan untuk mengangkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah.Pariwisata jika dikelola dengan baik, maka
akan
memberikan
kontribusi
secara
langsung
pada
masyarakat di sekitar daerah pariwisata, terutama dari sektor perekonomian. Secara tidak langsung pariwisata memberikan kontribusi signifikan kepada Penerimaan Asli Daerah (PAD).
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
101
Pendapatan Asli Daerah yang merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam
yang berupa obyek wisata. Pemerintah
menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Gambar 7.2. Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013 1151
888
970
719 359
346
417
377
Pengunjung (000) orang 2010
Pendapatan (000000) Rp 2011
2012
2013
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
Gambar 7.2 memperlihatkan bahwa pengembangan sektor industri
pariwisata
di
Kabupaten
Kulon
Progo
menunjukkan
perkembangan yang positif. Hal demikian ditunjukkan dengan adanya peningkatan PAD dari tahun ke tahun pada periode tahun 2010-2013. Berdasarkan data yang dikutip Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Kulon Progo,jumlah perjalanan wisatawan di 102
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
Kulon Progo pada tahun 2013 sebanyak 416.998 kunjungan atau mengalami kenaikan sebesar 10,48 persen dibanding tahun 2012. Kenaikan jumlah kunjungan wisata tersebut mampu menciptakan pendapatan sebesar 1,151 milyar rupiah atau meningkat 18,65 persen dari
penerimaan tahun 2012. Pariwisata dengan segala
aktivitasnya ini diharapkan mampu memberikan pengaruh yang positif bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Hal ini menuntut adanya perhatian yang lebih dari para pengambil kebijakan sektor pariwisata untuk mempertimbangkan pola pengembangan kawasan wisata agar masyarakat sekitar lebih dapat merasakan manfaatnya. Tabel 7.2.
Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, 2010-2013
Tahun
Jumlah Pengunjung
Pendapatan Masuk Bersih (000 Rp.)
(1)
(2)
(3)
2010
359.035
719.152
2011
345.889
887.595
2012
377.442
970.415
2013
416.998
1.151.424
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Kulon Progo, bahwa pada tahun 2013 kondisinya masih hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya dimana Pantai Glagah sebagai salah satu obyek wisata di Kabupaten Kulon Progo merupakan obyek wisata yang paling
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
103
banyak dikunjungi.
Kunjungan wisatawan tersebut memberikan
kontribusi yang paling besar dibandingkan dengan obyek wisata yang lain dari sektor pariwisata bagi penerimaan daerah. Obyek wisata lainnya yang banyak dikunjungi dengan secara berurutan adalah Pantai Congot, Pantai Trisik, Waduk Sermo, Puncak Suroloyo, dan yang paling sedikit dikunjungi adalah Gua Kiskendo. Tabel 7.3.
Jumlah Pengunjung dan Realisasi Pendapatan Retribusi Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kecamatan
(1)
Nama Obyek Wisata
(2)
Pendapatan
Jumlah Pengunjung
(3)
Kotor (000Rp)
Pemungut (000 Rp)
Bersih (000Rp)
(4)
(5)
(6)
- Pantai Glagah
293.981
1.157.421
327.601
829.820
- Pantai Congot
37.821
147.712
33.800
113.912
2. Galur
- Pantai Trisik
22.972
65.763
14.123
51.640
3. Kokap
- Waduk Sermo
30.643
96.315
16.788
79.527
4. Girimuyo
- Gua Kiskendo
7.060
21.927
3.626
18.301
5. Samigaluh
-PuncakSuroloyo
24.521
71.880
13.656
58.224
416.998
1.561.018
409.593
1. Temon
Kulon Progo
1.151.424
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
Dalam rangka peningkatan volume pengunjung suatu tempat wisata dibutuhkan kegiatan marketing yang lebih maksimal dan promosi tentang obyek wisata tersebut dengan memperbanyak promosi wisata melalui media cetak maupun elektronik tentang 104
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
wisata yang dapat dikunjungi jika ingin berwisata ke Kabupaten Kulon Progo. Selain itu perlu juga meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana kepariwisataan pada tiap daerah tujuan wisata.Kegiatan ini tidak hanya diwujudkan oleh pemerintah daerah saja tetapi juga perlunya peran serta aktif dari masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata tersebut. Semakin membaiknya sarana dan prasarana serta kondisi daerah wisata tersebut mampu menarik minat wisatawan baik domestik maupun mancanegara sehingga tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan pemerintah daerah saja tetapi juga dapat menciptakan
lapangan
usaha
baru
untuk
menggerakkan
perekonomian masyarakat sekitar daerah tujuan wisata. Selain obyek wisata.Kabupaten Kulon Progo juga memiliki berbagai macam kesenian tradisional yang merupakan aset untuk mengembangkan kepariwisataan di Kulon Progo.Banyak jenis kesenian tradisional dan itu dapat dilihat mulai dari alat gerak seperti tari-tarian dan alat-alat tiup yang berbahan tradisional. Sebagai masyarakat haruslah sama-sama melestarikan kesenian yang kita punya.
dengan
demikian
secara
tidak
langsung
kita
terus
memperkenalkan budaya kita kepada generasi berikutnya. Begitu banyak budaya yang dapat kita kembangkan untuk menciptakan keharmonisan bangsa yang bersosial. Menurut data dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan olah Raga Kabupaten Kulon Progo, kesenian tradisional yang memiliki perkumpulan paling banyak adalah jatilan. Tari Jatilan Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
105
adalah tari tradisional yang menggambarkan tentang keprajuritan. Dalam tari Jatilan ini diperagakan dengan memakai kuda kepang atau kuda lumping diiringi dengan gamelan berupa kendang, bende dan kecer. Pada tahun 2013 jumlah perkumpulan kesenian menurut jenisnya pada umumnya cenderung mengalami penurunan. Jatilan sebagai kumpulan kesenian terbanyak di Kabupaten Kulon Progo yang di tahun 2011 mencapai 236 perkumpulan, pada tahun 2013 turun menjadi 224 perkumpulan.
Tabel 7.4.
Banyaknya Perkumpulan Kesenian Tradisional Tari di Kabupaten Kulon Progo. 2010-2013
Jenis Perkumpulan Kesenian
2010
2011
2012
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
47 222 28 27 12 7 4 3 4 3 2 3 1 6 4
50 236 30 31 13 8 4 3 4 3 2 3 1 7 7
51 234 38 28 12 7 4 3 4 3 2 3 1 7 7
47 224 8 13 13 4 3 0 3 2 1 1 1 2 24
Reog Jatilan Ogleg Incling Angguk Kobra Siswo Bangilun Emprak Lengger Panjidur Ndolalak Treganon Sanisiswo Kuda Lumping Sanggar Tari
Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo
106
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
Demikian pula perkumpulan yang lain. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang cukup serius dari pemerintah dalam upaya melestarikan kesenian daerah, sehingga kesenian daerah tidak punah. Perkumpulan Kesenian tradisional yang memiliki perkumpulan
terbanyak
berikutnya
adalah
reog.
Jumlah
perkumpulan kesenian reog ini jumlahnya juga bertambah dari 50 perkumpulan pada tahun 2011 menjadi 47 perkumpulan pada tahun 2013. Pentas kesenian tradisional tersebut biasanya diadakan pada acara peringatan hari besar. hajatan dan ada pula yang melakukan pertunjukan di tempat-tempat wisata. Banyaknya pagelaran seni yang dilakukan oleh masyarakat diharapkan bisa menciptakan hubungan sosial yang baik. Perkumpulan kesenian terbanyak berikutnya setelah reog adalah Sanggar Tari sebanyak 24 perkumpulan, Incling sebanyak 13 perkumpulan, Angguk sebanyak 13 perkumpulan, dan Ogleg ada sebanyak 8 7 perkumpulan. Sedangkan perkumpulan kesenian yang lain jumlahnya kurang dari 5 perkumpulan. Perkumpulan kesenian yang jumlahnya tinggal beberapa perkumpulan ini perlu adanya regenerasi
agar
kesenian
tersebut
tidak
hilang
dan
tetap
melestarikan seni-seni kebudayaan.Kiranya ini perlu mendapat dukungan dari pemerintah untuk memberikan fasilitas yang memadai bagi para seniman
untuk terus berkarya. Dengan demikian para
seniman ini akan terus memperkenalkan budaya yang ada di Kulon Progo
sehingga
kesenian
yang
kita
punya
tetap
terjaga
kelestariannya.
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
107
Kesenian tradisional adalah aset bangsa yang sangat berharga baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budayasebagai aset ekonomis. kesenian tradisional terbukti memiliki nilai komersil yang tinggi dengan banyaknya apresiasi dari dunia internasional. Namun lebih penting lagi kesenian tradisional adalah warisan budaya yang memiliki arti penting bagi kehidupan adat dan sosial karena di dalamnya terkandung nilai, kepercayaan, tradisi,dan sejarah dari suatu masyarakat lokal. Beberapa kesenian tradisional misalnya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan belaka. namun di dalamnya terkandung penghormatan terhadap arwah leluhur dan nilai-nilai magis religius lainnya.
108
Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013
Lampiran
Lampiran 1.1
Tabel 1. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Status Perkawinan (1)
Laki-laki
Perempuan
(2)
(3)
Laki-laki + Perempuan (4)
Belum Kawin
31,23
23,06
27,04
Kawin
64,38
61,34
62,82
Cerai Hidup
1,30
2,49
1,91
Cerai Mati
3,09
13,11
8,23
100,00
100,00
100,00
Jumlah
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
111
Lampiran 1.2
Tabel 2. Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama dan Status Perkawinan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Umur Perkawinan Pertama
Kawin
Cerai Hidup
Cerai Mati
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
≤ 16
4,73
2,98
11,08
5,76
17 – 18
16,27
15,67
25,05
17,75
19 – 24
56,36
49,06
50,01
55,04
25+
22,64
32,28
13,85
21,45
Jumlah
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber : Susenas 2013
112
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 2,1
Tabel 3. Persentase Balita Menurut Penolong Pertama dan Terakhir Waktu Lahir di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Penolong Waktu Lahir
Pertama
Terakhir
(1)
(2)
(3)
Dokter
35,20
40,53
Bidan
62,46
57,39
Tenaga Medis Lain
1,45
1,45
Dukun
0,26
0,00
Famili / Keluarga/Lainnya
0,63
0,63
100,00
100,00
Jumlah Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
113
Lampiran 2.2
Tabel 4. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Jenis Kelamin dan Tempat/Cara Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Tempat/Cara
Laki-laki +
Laki-laki
Perempuan
(2)
(3)
RS Pemerintah
8,88
10,01
9,49
RS Swasta
8,54
8,23
8,37
Praktek Dokter/ Poliklinik
32,77
25,75
28,96
Puskesmas/Pustu
27,36
32,98
30,41
18,42
20,54
19,57
Praktek Tradisional
2,12
1,19
1,62
Lainnya
1,92
1,31
1,59
100,00
100,00
100,00
Berobat Jalan (1)
Perempuan (4)
Praktek Petugas Kesehatan
Jumlah Sumber : Susenas 2013
114
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 2,3
Tabel 5. Persentase Balita Umur 2-4 tahun yang Pernah Disusui Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Lama disusui
Laki-laki +
Laki-laki
Perempuan
(1)
(2)
(3)
≤5
0,81
0,00
0,40
6-11
0,00
3,07
1,53
12-17
9,43
1,95
5,69
18-23
18,22
28,05
23,13
24 +
71,54
66,93
69,24
Jumlah
100,00
100,00
100,00
(bulan)
Perempuan (4)
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
115
Lampiran 3.1
Tabel 6. Persentase Penduduk Laki-laki Umur 7-24 Tahun Menurut Partisipasi Bersekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Partisipasi Sekolah
Kelompok Usia Sekolah
Tidak/belum pernah sekolah
Masih sekolah
Tidak bersekolah lagi
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
7-12
0,00
99,32
0,68
100,00
13-15
0,00
97,95
2,05
100,00
16-18
1,84
87,05
11,11
100,00
19-24
0,13
24,48
75,39
100,00
Sumber : Susenas 2013
116
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 3.2
Tabel 7. Persentase Penduduk Perempuan Umur 7-24 Tahun Menurut Partisipasi Bersekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Partisipasi Sekolah
Kelompok Usia Sekolah
Tidak/belum pernah Sekolah
Masih sekolah
Tidak bersekolah lagi
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
7-12
0,00
100,00
0,00
100,00
13-15
0,00
96,25
3,75
100,00
16-18
0,00
77,89
22,11
100,00
0,00
14,74
85,26
100,00
19-24
Sumber : Susenas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
117
Lampiran 3.3
Tabel 8. Persentase Penduduk Laki-laki dan Perempuan Umur 724 Tahun Menurut Partisipasi Bersekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Partisipasi Sekolah
Kelompok Usia Sekolah
Tidak/belum pernah sekolah
Masih sekolah
Tidak bersekolah lagi
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
7-12
0,00
99,63
0,37
100,00
13-15
0,00
97,00
3,00
100,00
16-18
1,11
83,41
15,48
100,00
19-24
0,06
19,65
80,28
100,00
Sumber : Susenas 2013
118
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 3.4
Tabel 9. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru TK Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Sekolah
Murid
Guru
Kecamatan
(1)
Jumlah
%
(2)
(3)
Jumlah (4)
%
Jumlah
%
(5)
(6)
(7)
Temon
27
7,69
795
8,03
78
8,81
Wates
36
10,26
1.475
14,90
119
13,45
Panjatan
27
7,69
768
7,76
60
6,78
Galur
42
11,97
1.126
11,37
107
12,09
Lendah
35
9,97
964
9,74
85
9,60
Sentolo
37
10,54
1.228
12,41
99
11,19
Pengasih
32
9,12
960
9,70
85
9,60
Kokap
25
7,12
513
5,18
59
6,67
Girimulyo
21
5,98
403
4,07
35
3,95
Nanggulan
21
5,98
555
5,61
45
5,08
Kalibawang
24
6,84
724
7,31
63
7,12
Samigaluh
24
6,84
388
3,92
50
5,65
9.899 100,00
885
100,00
Kulon Progo
351 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
119
Lampiran 3.5
Tabel 10. Banyaknya Sekolah, Murid, Guru, Sekolah Dasar dan MI Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Sekolah
Murid
Guru
Kecamatan Jumlah (1)
(2)
%
Jumlah
%
(3)
(4)
(5)
Jumlah (6)
% (7)
Temon
27
7,30
2.259
6,73
253
7,12
Wates
42
11,35
5.150
15,34
449
12,63
Panjatan
30
8,11
2.670
7,95
312
8,78
Galur
26
7,03
2.907
8,66
277
7,79
Lendah
32
8,65
2.964
8,83
321
9,03
Sentolo
32
8,65
3.785
11,27
319
8,98
Pengasih
35
9,46
3.499
10,42
332
9,34
Kokap
42
11,35
2.296
6,84
343
9,65
Girimulyo
23
6,22
1.652
4,92
196
5,51
Nanggulan
26
7,03
2.305
6,86
248
6,98
Kalibawang
23
6,22
2.269
6,76
210
5,91
Samigaluh
32
8,65
1.824
5,43
294
8,27
Kulon Progo
370 100,00
33.580 100,00
3.554 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo 120
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 3.6
Tabel 11. Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru, SLTP dan MTs Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Sekolah
Murid
Guru
Kecamatan Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Temon
5
5,75
880
5,63
105
6,97
Wates
14
16,09
2.820
18,04
243
16,14
Panjatan
4
4,60
1.083
6,93
93
6,18
Galur
6
6,90
1.020
6,53
143
9,50
Lendah
4
4,60
1.250
8,00
87
5,78
Sentolo
7
8,05
1.769
11,32
153
10,16
Pengasih
5
5,75
1.663
10,64
128
8,50
Kokap
6
6,90
980
6,27
96
6,37
14
16,09
963
6,16
121
8,03
Nanggulan
7
8,05
985
6,30
112
7,44
Kalibawang
7
8,05
1.305
8,35
103
6,84
Samigaluh
8
9,20
914
5,85
122
8,10
87 100,00
15.632
100,00
Girimulyo
Kulon Progo
1.506 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
121
Lampiran 3.7
Tabel 12. Banyaknya Sekolah, Murid, Guru, SLTA,MA, dan SMK Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/2013
Sekolah
Murid
Guru
Kecamatan Jumlah (1)
(2)
% (3)
Jumlah
%
Jumlah
%
(4)
(5)
(6)
(7)
Temon
5
9,26
1.745
11,12
154
9,67
Wates
16
29,63
4.891
31,17
432
27,12
Panjatan
1
1,85
469
2,99
31
1,95
Galur
5
9,26
315
2,01
66
4,14
Lendah
3
5,56
872
5,56
81
5,08
Sentolo
5
9,26
924
5,89
92
5,78
Pengasih
3
5,56
2.919
18,60
325
20,40
Kokap
2
3,70
285
1,82
42
2,64
Girimulyo
2
3,70
479
3,05
36
2,26
Nanggulan
4
7,41
1.623
10,34
148
9,29
Kalibawang
4
7,41
518
3,30
94
5,90
Samigaluh
4
7,41
652
4,15
92
5,78
54 100,00
15.692
100,00 1.593
100,00
Kulon Progo
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo
122
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 4.1
Tabel 13. Persentase Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Jenis Kelamin Kegiatan Utama
Jumlah Laki-laki
Perempuan
(2)
(3)
(1) Bekerja
(4)
82,98
64,55
73,46
Pengangguran
3,27
1,11
2,15
Sekolah
4,21
4,16
4,18
4,55
25,38
15,31
4,99
4,80
4,90
100,00
100,00
100,00
Mengurus Rumahtangga Lainnya
Jumlah Sumber : Sakernas 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
123
Lampiran 5.1 Tabel 14. Produksi Padi dan Jagung Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 (Ton)
Padi Kecamatan
(1)
Jagung Padi Sawah
Padi Gogo
(2)
(3)
(4)
Temon
12.549
139
627
Wates
8.373
208
206
Panjatan
13.137
452
779
Galur
14.869
115
118
Lendah
7.798
-
2.904
Sentolo
13.532
149
12.337
7.446
1.206
6.454
769
87
219
3.954
93
354
Nanggulan
14.877
0
1.317
Kalibawang
7.981
0
1.826
Samigaluh
6.722
246
316
112.007
2.695
27.457
Pengasih Kokap Girimulyo
Kulon Progo
Sumber : Dinas Pertanian & Kelautan Kabupaten Kulon Progo
124
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
Lampiran 5.2
Tabel 15. Produksi Susu, Telur, dan Ikan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Kecamatan
(1)
Susu
Telur
Ikan
(Liter)
(Kg)
(Kg)
(2)
(3)
(4)
Temon
7.377
204.271
1.243.164
Wates
8.547
393.715
3.421.264
-
365.002
1.047.393
52.338
405.080
1.379.229
Lendah
-
2.748.348
1.029.038
Sentolo
-
2.634.471
815.575
66.037
714.470
1.409.463
Kokap
-
242.840
746.415
Girimulyo
-
95.059
227.933
Nanggulan
-
310.532
1.699.800
Kalibawang
-
135.893
781.322
Samigaluh
-
68.157
566.350
134.299
8.317.838
14.366.946
Panjatan Galur
Pengasih
Kulon Progo
Sumber : Dinas Pertanian & Kelautan Kabupaten Kulon Progo
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
125
Lampiran 7
Tabel 16. Banyaknya Pengunjung dan Realisasi Pendapatan Retribusi Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, 2013
Pendapatan Kecamatan
(1)
Nama Jumlah Obyek Pengunjung Wisata
(2)
(3)
Kotor Pemungut Bersih (000 Rp) (000 Rp) (000 Rp) (4)
(5)
(6)
Pantai Glagah
293.981
1.157.421
327.601
829.820
Pantai Congot
37.821
147.712
33.800
113.912
Galur
Pantai Trisik
22.972
65.763
14.123
51.640
Kokap
Waduk Sermo
30.643
96.315
16.788
79.527
Girimulyo
Gua Kisken do
7.060
21.927
3.626
18.301
Samigaluh
PuncakSuroloyo
24.521
71.880
13.656
58.224
416.998
1.561.018
409.593
1.151.424
Temon
Kab, Kulon Progo
Sumber Data : Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo
126
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik dan UNDP, 1997, Ringkasan Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 1996, Jakarta : BPS-RI Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2012, Kulon Progo Dalam Angka Tahun 2012, Kulon Progo : BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2011, Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2010, Kulon Progo: BPS Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2013, Profil Kesehatan Tahun 2013, Kulon Progo : BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2013, Kulon Progo Dalam Angka Tahun 2013, Kulon Progo : BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2012, Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2011, Kulon Progo : BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2014, Kulon Progo Dalam Angka Tahun 2014, Kulon Progo : BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo, 2013, Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2012, Kulon Progo : BPS
Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013
127