Indepth Report
Wajah Bopeng RUU Konvergensi Telematika
oleh : Firdaus Cahyadi Divisi Knowledge Management (KM) Yayasan Satudunia
Kemajuan Teknologi Telematika Hari masih pagi. Namun karyawan dan karyawati dari kota Bogor sudah duduk manis di KRL Ekpress Pakuan jurusan Bogor-Jakarta. Diantara mereka ada yang mengobrol santai dengan sesama penumpang. Namun banyak pula yang sedang memainkan handphone di tangannya. Apa yang mereka kerjakan dengan handphone miliknya? Ada yang sedang asyik mengirim dan menerima sms (short massege), namun ada pula yang lagi browsing di internet, ada pula yang sedang update status di facebook atau berkicau di twitter. Pendek kata, dengan handphone semua bisa kerjakan. Gejala seperti tersebut di atas bukan hanya monopoli masyarakat kelas menengah-bawah. Masyarakat kelas menengah-atas pun juga mengalaminya. Bulan April 2011 misalnya, seorang anggota DPR bahkan kepergok kamera wartawan sedang membuka konten pornografi dari komputer tabletnya. Menurut anggota DPR itu, ia tak sengaja membuka link dari email yang dikirimkan kepadanya. Fenomena di atas menunjukan bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) begitu pesat terjadi. Bahkan kemajuan itu sudah mengarah ke konvergensi teknologi. Orang sering menyebutnya sebagai konvergensi telematika (telekomunikasi dan informatika). Kemajuan pesat telematika yang cenderung konvergen itu tentunya memerlukan sebuah payung hukum baru. Pemerintah pun rupanya menyadari kebutuhan itu. Kini pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan Undang Undang Konvergensi Telematika. Pertanyaannya
kemudian
adalah
bagaimana
pandangan
masyarakat
terkait
RUU
Konvergensi Telematika itu? Sudahkah prosesnya partisipatif? Dan apa saja masalahmasalah krusial dari RUU Konvergensi Telematika itu? Bagaimana RUU Konvergensi Telematika Menurut Pandangan Publik? Pada akhir Maret 2011, Yayasan SatuDunia menggelar survei publik secara online yang bertemakan, “Survei Publik Tentang RUU Konvergensi Telematika”. Survei tersebut bertujuan untuk melihat bagaimana pandangan publik, dalam hal ini pengguna internet, terhadap RUU Konvergensi Telematika.
Beberapa responden yang telah mengisi survei online tersebut selain individu juga mereka yang tergabung dalam organisasi seperti, Perkumpulan Pikul, Just Associates, YLKMP NTB, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, APJII, DEKOPIN, Universitas Muhammadiyah Malang, Yayasan Langit Tujuh, Forum Warga Kota Jakarta, IDWiBB, YAKOMA - PGI (Pelayanan Komunikasi Masyarakat Persekutuan gereja-gereja di Indonesia), P3SD Padang, KPAID Kalimantan Barat, ASPIKOM, Blogger Bengawan, Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (Jaringan KuALA) dan beberapa organisasi lain. Jumlah responden 49 orang. Memang belum mewakili publik pengguna internet. Namun setidaknya bisa menjadi gambaran awal mengenai presepsi publik terhadap penyusunan RUU Konvergensi Telematika.
Tingkat Pendidikan Terakhir Responden 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% SD
SMP
SMA
Diploma
S1 (Sarjana) S2 (Master)S3 (Doktoral)
Other
Mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir sarjana (54%), disusul pasca sarjana/S2 (23%), SMA (8%), doktoral/S3 (6%), Diploma (4%) dan lainnya (4%). Mayoritas responden menggunakan internet dalam sehari lebih dari 5 jam (63%).
Berapa jam dalam sehari, anda menggunakan internet?
15%
4% Kurang dari 1 jam 1 - 3 jam 3 - 5 jam lebih dari 5 jam
19% 63%
Mayoritas responden juga mengetahui bahwa saat ini pemerintah sedang membahas RUU Konvergensi Telematika (69%). Sementara yang belum atau tidak mengetahui sebanyak 29%. Dan hanya 2% yang tidak peduli pembahasan RUU Konvergensi Telematika. Mayoritas responden mengetahui tentang RUU Konvergensi Telematika melalui media online (71%). Apakah anda tahu bahwa saat ini pemerintah sedang membahas RUU Konvergensi Telematika? 2% 29%
69%
Mengetahui Belum atau tidak mengetahui Tidak peduli
Jika jawaban pertanyaan di atas mengetahui, darimana anda mengetahuinya? Other Diberitahu kawan Internet (website, milis, dsb) Radio Televisi Majalah Surat kabar 0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Mayoritas responden mengatakan bahwa kebijakan telematika adalah sesuatu yang penting bagi masyarakat (90%). Meskipun begitu ketika ditanya apakah mereka juga mengikuti perkembangan RUU Konvergensi Telematika? Sebanyak 56% responden menyatakan tidak mengikuti. Sementara yang mengikuti perkembangan kebijakan telematika ada 44% responden.
Menurut anda apakah kebijakan telematika itu penting bagi masyarakat? 10%
Ya Tidak
90%
Apakah anda mengikuti perkembangan RUU Konvergensi Telematika?
44% Ya Tidak
56%
Sebanyak 69% responden juga menyatakan tidak mengetahui bagaimana berpartisipasi dalam penyusunan RUU Konvergensi Telematika. Sementara yang mengetahui bagaimana cara berpartisipasi hanya 31%. Artinya, meskipun ada responden yang telah mengikuti perkembangan RUU Konvergensi Telematika tapi diantara mereka ada yang tidak mengetahui bagaimana mereka bisa berpatisipasi dalam penyusunan RUU tersebut.
Tahukah anda bagaimana cara anda berpartisipasi untuk memberikan masukan terhadap draft RUU Konvergensi Telematika?
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Mengetahui
Tidak mengetahui
Apakah anda pernah mengikuti konsultasi publik RUU Konvergensi Telematika? 10%
Pernah Tidak
90%
Mayoritas responden pun ternyata juga belum atau tidak pernah mengikuti konsultasi publik dari RUU Konvergensi Telematika (90%). Hanya 10% responden yang menyatakan pernah mengikuti konsultasi publik dari RUU Konvergensi Telematika. Mungkin karena itulah hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa pembahasan RUU Konvergensi Telematika ini terbuka dan partisipatif (15%). Sebanyak 44% responden menilai
bahwa pembahasan RUU Konvergensi Telematika ini agak tertutup dan kurang partisipatif. Sementara 29% responden dengan tegas menilai bahwa pembahasan RUU Konvergensi Telematika ini tertutup dan tidak partisipatif. Sementara hanya 13% responden yang menilai di luar semua itu.
Bagaimana pendapat anda mengenai penyusunan RUU Konvergensi Telematika?
15%
13%
29% 44%
Terbuka dan partisipatif Agak tertutup dan kurang partisipatif Tertutup dan tidak partisipatif Other
Bagaimana RUU Konvergensi Telematika Menurut Penggiat Informasi? Selain menjaring pendapat publik pengguna internet secara online, Yayasan Satudunia juga melakukan wawancara secara tatap muka atau melalui email, dengan para penggiat informasi dan telematika. Mereka antara lain, Margi Margiono (Koalisi Maksi dan AJI), Onno Purbo, Suwandi Ahmad (Yayasan Air Putih), Muhammad Salahuddien (ID-Sriti), Donny BU (ICT Watch) dan Ranggoainieke Jahja (Combine Resource Institute, Yogyakarta). Wawancara dengan para penggiat informasi dan telematika itu bertujuan untuk mengetahui apa saja persoalan-persoalan krusial yang ada dalam RUU Konvergensi Telematika. Berikut beberapa persoalan krusial yang ada di RUU Konvergensi Telematika: 1.
RUU Konvergensi Telematika, Konvergensinya Dimana?
Hampir semua narasumber sepakat bahwa persoalan konvergensi ini justru menjadi persoalan utama dalam RUU Konvergensi Telematika. "Harusnya Internet Protocol (IP)
menjadi dasar dari konvergensi telematika," ujar Muhammad Salahuddien dari ID-Sriti, "Namun dalam RUU Konvergensi Telematika ini belum jelas mengatur soal itu," "Seharusnya dalam RUU Konvergensi Telematika, infrastruktur itu hanya satu yaitu IP," jelas Muhammad Salahuddien, "Harusnya yang lebih banyak diatur adalah IP. Tapi yang sekarang kan masih belum jelas, masih kabur, jadi konvergensinya dimana?" "Yang memaksa agar semua industri telematika untuk tunduk dalam satu platform itu belum ada," jelas Muhammad Salahuddin, "Sepertinya RUU ini hanya sekedar mengganti UU Telekomunikasi yang lama," Hal yang sama juga dibenarkan oleh Donny BU dari ICT Watch, Suwandi Ahmad dari Yayasan Air Putih dan Margi Margiyonio dari Maksi. Lebih jauh pakar telematika Onno Purbo menyatakan, di RUU konvergensi Telematika ini tidak dibahas sama sekali masalah konten provider, penyiaran dan sebagainya. "Jadi mana konvergensinya," tulisnya melalui email kepada SatuDunia.
2.
Soal Penyelenggara Telematika di RUU Konvergensi Telematika
"Persoalan pembagian penyelenggara telematika di RUU Konvergensi ini juga menimbulkan pertanyaan," ujar Donny BU dalam wawancaranya dengan SatuDunia, di kantor ICT Watch Jakarta. Persoalan terkait dengan hal itu menurut Donny berasal dari Pasal 8 ayat 1 draft RUU Konvergensi Telematika. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika terdiri atas. Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial dan Penyelenggaraan Telematika yang bersifat non-komersial. Semua penyelenggaraan telematika menurut RUU Konvergensi Telematika dianggap komersial, kecuali pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban pelayanan universal, dinas khusus dan perseorangan. Sedangkan menurut penjelasan pasal 8 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk publik dengan dipungut biaya guna
memperoleh keuntungan (profit oriented). Dan yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat non-komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk keperluan sendiri atau keperluan publik tanpa dipungut biaya (non-profit oriented). Sementara Pasal 13 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri berupa perizinan individu atau perizinan kelas. Selain itu dalam pasal 12 juga disebutkan bahwa setiap penyelenggara telematika wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telematika yang diambil dari persentase pendapatan kotor (gross revenue). Sementara itu menurut RUU Konvergensi Telematika penyelenggaraan Layanan Aplikasi Telematika adalah kegiatan penyediaan layanan aplikasi telematika yang terdiri dari aplikasi pendukung kegiatan bisnis dan aplikasi penyebaran konten dan informasi. "Nah pertanyaannya adalah bagaimana dengan Media Online, Situs jejaring komunitas seperti suarakomunitas.net, penyelenggara radio streaming (IP-Based), penyedia forum diskusi yang user generated content atau layanan darurat (emergency) seperti AirPutih/ JalinMerapi?" tanya Donny BU. Soal penyelenggaraan telematika ini juga pernah diutarakan oleh aktivis koalisi Masyarakat Informasi (Maksi) dan juga Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margi Margiyono. "Jadi yang bisa membuat aplikasi itu hanya komersial," ujar Margiyono, "Lantas, kalau NGO membuat aplikasi bagaimana? Bukankah web termasuk juga aplikasi," Dalam RUU Konvergensi Telematika itu disebutkan bahwa baik penyelenggara non komersial dan komersial harus izin ke menteri. "Jadi kalau kita bikin portal/website harus izin ke menteri dan bayar BHP /Biaya Hak Penggunaan," lanjutnya. RUU Konvergensi Telematika ini, lanjut Margiyono, jelas berpotensi menghambat gerakan sosial digital atau klik activism dan juga jurnalisme warga. "Bagaimana tidak, untuk menjadi citizen jurnalis dan aktivis sosial digital harus mendapat izin, membayar BHP dan melakukan
USO," tambahnya, "UU Pers saja menyatakan bahwa pers tidak perlu ijin, lha kok Citizen Jurnalist harus izin” “Begitu pula pers, kecuali penyiaran, tak bayar BHP,” tambah Margiyono “Lha kok Citizen jurnalist harus bayar BHP?”
Dampak buruk RUU Konvergensi Telematika bagi organisasi non pemerintah mulai dikeluhkan oleh aktivis Combine Resource Institute. "Organisasi kami menggunakan alat dan perangkat telematika untuk pemberdayaan masyarakat (kebutuhan non komersial)," ujar Ranggoaini Jahja, aktivis Combine Resource Institute kepada SatuDunia, "Sehingga jika penerapan RUU ini akan membatasi ruang kami untuk melakukan kerja pemberdayaan, sementara operator swasta memperlakukan jenis layanan kepada masyarkat secara sama maka organisasi kami menolak RUU ini,"
3.
Penguasaan Negara atas Telematika, sejauh mana?
Pasal 4 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa Telematika dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. “Nah pertanyaannya adalah sejauh mana penguasaan negera terhadap telematika?” Ujar Donny BU dari ICT Watch, “Apakah mampu dan mungkin, khususnya dalam hal development TI yang berskala global?” Lebih jauh Donny BU mengatakan bahwa jika bicara konvergensi telekomunikasi, harusnya basisnya mengarah ke Internet Protocol (IP) based. Secara internasional IP dipegang oleh organisasi internasional non-profit, ICANN. ICANN kemudian memberikan mandat kepada organisasi yang kredibel di tiap negara. “Di Indonesia, IP dipegang oleh APJII,” jelas Donny BU, “lantas, apakah IP ini juga akan dikuasai oleh negara?” Penguasaan telematika oleh negara juga dipertanyakan oleh pakar telematika Onno Purbo. “Semua nomor di kontrol pemerintah termasuk IP di kontrol pemerintah,” tulis Onno Purbo dalam emailnya kepada SatuDunia,”Biasanya kalau di kontrol pemerintah urusannya setoran duit”
4.
Kemana Hak warga negara dalam RUU Konvergensi Telematika?
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah persoalan hak warga negara dalam RUU Konvergensi Telematika ini. “Jika konsep besarnya adalah hak warga negara (masyarakat luas), mengapa yang diatur lebih kental soal hak konsumen/pengguna?” ujar Donny BU, “Sementara hak warga negara, utamanya yang belum mendapat akses telematika, belum atau tidak diatur,” Terkait dengan hak warga itu pula, Donny BU mengaku sepakat dengan catatan yang pernah dibuat oleh Yayasan SatuDunia terkait hak warga negara dalam RUU Konvergensi Telematika ini. Dalam Brief Paper SatuDunia tentang RUU Konvergensi Telematika menyebutkan telah terjadi pereduksian hak warga negara menjadi sekedar hak konsumen. Kata-kata masyarakat memang muncul dalam RUU Konvergensi Telematika. Namun sekali
lagi tidak jelas siapa yang dimaksud masyarakat menurut RUU ini? Untuk melihat siapa sejatinya masyarakat yang dimaksud dalam RUU Konvergensi Telematika, ada baiknya kita melihat pasal demi pasal dari RUU tersebut. Menurut
Brief
Paper
SatuDunia
(http://www.satudunia.net/content/brief-paper-ruu-
konvergensi-telematika), meskipun berkali-kali disebutkan kata masyarakat dalam RUU Konvergensi Telematika, namun di batang tubuh RUU ini justru tidak ada satu pasal pun yang mengatur hak warga negara. Dalam salah satu pasal di RUU ini mengatur perlindungan konsumen tapi bukan warga negara. Lho apa bedanya konsumen dan warga negara? Jelas beda. Hak konsumen muncul didasarkan atas hubungan transaksional dengan korporasi. Sementara hak warga negara muncul didasarkan atas kontrak sosial yang dibuat antara negara dan warganya. Dalam kontrak sosial itu, negara diberikan mandat untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak warganya. Termasuk hak warga atas pembangunan dalam hal ini termasuk pembangunan telematika. Dalam pasal 38 RUU Konvergensi Telematika memang disebutkan bahwa pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telematika menjadi tanggung jawab pemerintah. Kewajiban pelayanan universal telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika agar masyarakat, terutama di daerah terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses layanan telematika. Sayangnya di RUU Konvergensi Telematika itu tidak disebutkan mengenai hak warga negara jika layanan universal gagal dipenuhi pemerintah. Apakah warga negara berhak komplain atau bahkan mengajukan gugatan jika layanan universal telematika itu gagal disediakan pemerintah? Tidak jelas, karena hak warga negara untuk komplain dan menggugat itu tidak disebutkan dalam RUU. Di sisi lain dalam RUU Konvergensi Telematika ini mengatur perlindungan mengenai hak konsumen atau pengguna telematika. Artinya, dalam RUU ini hak warga negara telah direduksi menjadi hak konsumen. Hak kita untuk komplain bahkan menggugat tidak ada
payung hukumnya selama kita belum menjadi konsumen produk telematika. Hak saudarasaudara kita di pelosok Indonesia untuk komplain dan menggugat akibat kegagalan pemerintah menyediakan layanan universal telematika tidak mendapat perlindungan sama sekali dalam RUU ini. Soal USO (Universal Service Obligation) dalam RUU Konvergensi Telematika ini juga dipersoalkan oleh Muhammad Salahuddien dari ID-Sriti. "Soal pemerataan infrastruktur fisik telekomunikasi juga tidak dibahas dalam RUU ini," katanya, "Sementara dana USO juga terlalu kecil untuk memeratakan infrastruktur telematika," Di sisi lain, pakar telematika Onno Purbo menyatakan bahwa RUU Konvergensi Telematika ini seperti melegitimasi badan pemerintah utk menerima setoran USO & hanya pemerintah yang bisa mengimplementasi USO. "Hmm..silahkan dikaji saja performance pemerintah dalam mengimplementasi USO," tegasnya.
5.
Kelembagaan dari Badan Regulasi dalam RUU Konvergensi Telematika
Dalam Pasal 39 ayat 4 RUU Konvergensi Telematika disebutkan bahwa Badan Regulasi dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota yang berasal dari unsur Pemerintah dan seorang Wakil Ketua merangkap anggota yang berasal dari unsur masyarakat. “Yang dimaksud unsur masyarakat di sini belum jelas,” ujar Margi Margionyono dari AJI, “Bisa juga nanti orang yang masih terkait dengan industri telematika diklaim unsur masyarakat. Jika demikian maka tidak akan terhindarkan adanya unsur konflik kepentingan,”