IMPLEMENTASI PENGELOLAAN SAWIT YANG BERKESINAMBUNGAN PADA PERKEBUNAN RAKYAT: STUDI KASUS PERKEBUNAN SAWIT RAKYAT DI SUMATERA UTARA Diana Chalil dan Riantri Barus Magister Agribisnis, Universitas Sumatera Utara
[email protected]
ABSTRACT Palm oil is one of the important commodities in the international trade. Its high demand leads dominant palm oil producer countries to increase their production by extending the plantation areas. This raises concerns about the impact on environmental quality. To address this, the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) established Principles and Criteria for sustainable oil palm plantations management. However the Principles and Criteria are relatively complex to implement, especially for smallholders. In fact, smallholders appear to be a significant number among oil palm producers, contributing more than 40 percent of the oil palm plantations total area in Indonesia. To analyze the implementation of the Principles & Criteria among smallholders, this study was conducted in the Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, and Labuhan Batu Selatan which are the centers of the smallholders' oil palm plantations. Data were collected from 228 smallholders, which were determined through the stratified cluster sampling and were then analyzed by the Structural Equation Modeling (SEM). The estimation results indicate that the implementation of the Principles and Criteria of the RSPO is still relatively low, which is stemmed from the lack of individual and institutional documents, and the lack of both knowledge and practice of the sustainable oil palm plantations management. Such a condition is influenced by size of the smallholders' oil palm plantation and by their participation in the farmer groups. Their positive value indicate that smallholders with large plantation area have relatively high ability to meet the cost of implementing the RSPO Principles and Criteria, while participation in the farmer groups are likely to improve smallholders' knowledge and preparation of various required documents in the RSPO Principles and Criteria. Keywords: oil palm smallholders, RSPO Principles and Criteria implementation, SEM
PENDAHULUAN Kelapa sawit adalah salah satu komoditi penting dalam perdagangan internasional. Komoditi ini tercatat sebagai minyak edible yang paling banyak diperdagangkan, dimana 90% dari total produksi dari berbagai negara diperdagangkan di pasar internasional. Dalam kurun waktu 30 tahun perdagangan tersebut meningkat hampir 10 kali lipat dari 3,78 juta ton di tahun 1980 menjadi 36,5 juta ton di tahun 2010 (Unctad, 2012). Permintaannya yang tinggi mendorong negara-negara produsen sawit meningkatkan produksi dengan menambah luas lahan perkebunan. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap kualitas lingkungan. Dengan demikian diperlukan alternatif pengelolaan perkebunan sawit yang memperhatikan lingkungan. Salah satunya dirumuskan olleh forum Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dengan menyusun Prinsip dan Kriteria bagi manajemen pengelolaan perkebunan sawit yang berkesinambungan. Awalnya pedoman tersebut hanya diperuntukkan bagi produsen perusahaan besar, tetapi pada pertemuan Tahunan RSPO VIII tahun 2010 disepakati bahwa pedoman tersebut juga akan diimplementasikan pada perkebunan rakyat. Kenyataannya, Prinsip dan Kriteria tersebut relatif rumit bagi produsen sawit, terutama petani sawit sehingga sangat sedikit yang dapat memenuhinya. Hal tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja karena jumlah petani sawit di Indonesia cukup signifikan dengan total luas lahan lebih dari 40 persen dari total luas perkebunan sawit. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi Prinsip dan Kriteria RSPO tersebut pada perkebunan sawit rakyat.
32
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, dan Labuhan Batu Selatan. Keempat kabupaten ini dipilih karena merupakan daerah dengan luas areal dan jumlah kepala keluarga (KK) terbanyak untuk perkebunan sawit rakyat di Propinsi Sumatera Utara (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2011). Data yang digunakan terdiri dari variabel tingkat implementasi Prinsip dan Kriteria RSPO dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Variabel tingkat implementasi merupakan variabel manifest yang diukur dari persentase implementasi seluruh indikator dan parameter dari sub kriteria RSPO (64 untuk petani swadaya dan 80 untuk petani mitra). Selanjutnya persentase tersebut dikonversi ke dalam nilai skor 1 sampai 5, yang menunjukkan persentase terendah sampai tertinggi. Seluruh indikator dan parameter tersebut dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu dokumen petani, praktek, pengetahuan, dan dokumen lembaga. Bobot atau nilai penting dari masing-masing kategori pembentuk variabel implementasi dinilai dari nilai standardized loading factor, dengan kriteria rendah, sedang dan tinggi untuk masing-masing rentang 0,40 > loading factor > 0,30, 0,50 > loading factor > 0,40 dan loading factor > 0,50. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap implementasi adalah pengalaman petani, luas lahan dan partisipasinya dalam kelompok. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan 228 petani sampel yang ditarik dengan menggunakan metode Stratified Cluster Sampling. Cluster dilakukan berdasarkan tipe manajemen yaitu kemitraan dan swadaya, sedangkan stratifikasi ditetapkan berdasarkan luas lahan yaitu yang lebih besar dan sama dengan 2 ha dan yang lebih kecil dari 2 ha. Total sampel yang diperoleh adalah 228 sampel. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Modeling. Uji Goodness offit yang digunakan mencakup Chi square, Probability Chi Square, GFI, TLI, NFI, AGFI, CFI, RMSEA dan Normalitas. Nilai alpha yang digunakan untuk menguji signifikansi dari masing-masing faktor adalah sebesar 0,1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum model digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan uji goodness of fit. Semua hasil menunjukkan bahwa model yang digunakan fit. Demikian juga dengan uji normalitas yang menunjukkan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal. Secara rinci hasil uji goodness offit dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Model Kriteria Chi square Probability chi square GFI TLI NFI AGFI CFI RMSEA Normalitas
Nilai Cut Off < chi square tabel (19,81) > 0,05 > 0,90 > 0,90 > 0,90 > 0,90 > 0,90 < 0,08 -2,58 s/d2,58
Hasil Estimasi 10,030 0,691 0,988 1,005 0,990 0,973 1,000 0,000 2,495
Kesimpulan Fit Fit Fit Fit Fit Fit Fit Fit Normal
Dari hasil wawancara dengan petani sampel ternyata menunjukkan bahwa implementasi Prinsip dan Kriteria RSPO masih relatif rendah dengan nilai rata-rata sebesar 29,72%. Jika dilihat secara rinci, skor keempat komponen pembentuk tingkat implementasi tersebut rendah. Skor terendah adalah pada skor dokumen lembaga dengan skor 1 atau hanya menerapkan 7% dari seluruh indikator dan parameter dalam kelompok tersebut.
33
Kenyataannya, dari 228 petani sampel, hanya sekitar 30% yang berpartisipasi dalam kelompok. Sementara untuk dokumen pribadi, praktek dan pengetahuan masing-masing hanya mencapai 26%, 35% dan 37% penerapan dengan nilai skor masing-masing sebesar 2. Secara umum petani sawit dan kelompok taninya tidak mempunyai pencatatan dan sistem dokumentasi yang memadai (Rahman dkk, 2008 dalam Mahmud, 2009). Apalagi dokumen yang dipersyaratkan dalam RSPO cukup banyak, bahkan beberapa diantaranya sama sekali tidak dikenal petani. Dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam RSPO antara lain adalah dokumen legal, dokumen pelarangan tindakan kekerasan terhadap perempuan, pengetahuan tentang dampak sosial kegiatan perkebunan, rencana kesehatan dan keselamatan kerja, dukungan rekomendasi pembangunan perkebunan dari instansi yang berwenang, bukti kepatuhan terkait peraturan penting, dokumen rencana operasional dan berbagai dokumen lain yang dianggap petani merupakan hal-hal yang masih terlalu kompleks dan kurang penting. Dokumen yang umumnya dimiliki petani hanyalah surat tanah dan bukti pembayaran TBS. Untuk petani yang bermitradengan KUD, beberapa dokumen, seperti perkembangan produksi dan penggunaan pupuk tercatat dan tersimpan di KUD. Dokumen ini dipergunakan untuk penghitungan gaji petani. Dibandingkan dengan dokumen, implementasi yang terkait dengan indikator praktek relatif baik. Beberapa indikator dalam kelompok ini sudah merupakan praktek yang umum diterapkan petani, walaupun petani tidak mengetahui bahwa hal tersebut terkait dengan RSPO. Misalnya praktek tidak menggunakan tenaga kerja anak-anak, tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan, dan kontribusi terhadap pembangunan lokal. Anak-anak yang ikut bekerja di kebun bukan merupakan pekerja tetapi hanya karena membantu orang tua disaat libur sekolah, demikian juga dengan perempuan yang hanya membantu suami menyelesaikan hal-hal yang ringan. Sebaliknya praktek yang masih sangat jarang dilakukan oleh petani yaitu yang berkaitan dengan pembuangan bekas agrokimia. Kelebihan wadah agrokimia seharusnya dikembalikan ke penjual atau melakukan pencucian tiga tahap dimana air bekas pencucian tidak boleh dibuang ke sumber air. Pada kenyataannya, petani membuang bekas agrokimia tersebut di lahan atau bahkan dibersihkan sendiri dan dipergunakan kembali. Kondisi yang demikian perlu mendapat perhatian karena nilai loading factor masing-masing komponen tersebut >0,50. Praktek dan dokumen pribadi mempunyai nilai loading masing-masing sebesar 0,96 dan 0,92, sementara dokumen lembaga dan pengetahuan masing-masing mempunyai nilai loading factor sebesar 0,79 dan 0,53. Kenyataannya, petani akan langsung mempraktekkan kegiatan-kegiatan yang terkait langsung dengan perbaikan tingkat produksi dan penjualan hasil TBS mereka. Sebagai contoh kriteria panen. Apabila petani memanen TBS yang belum matang, maka TBS tersebut tidak akan diterima di pabrik. Dengan demikian, petani akan menerapkan kriteria panen yang baik, seperti buah berwarna merah dengan berondol minimal 2, sehingga TBS petani tidak disortir lagi di pabrik. Kegiatan-kegiatan yang terkait langsung dengan perbaikan tingkat produksi dan penjualan tetap penting bagi petani walaupun petani tidak sedang dalam upaya mendapatkan sertifikat RSPO. Sebaliknya, kegiatan yang tidak terkait langsung sering tidak terlalu penting bagi petani. Pengetahuan yang banyak diketahui petani biasanya yang terkait dengan penggunaan alat pengaman diri dan tentang hewan-hewan yang dilindungi. Petani mengetahui hal tersebut dari perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar petani. Sebaliknya pengetahuan petani mengenai Good Agricultural Practice dan jenis aplikator yang dilarang di perkebunan sawit rata-rata sangat minim. Petani mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendapat sosialisasi dari pihak manapun mengenai hal tersebut. Padahal secara rata-rata pengalaman petani dalam menanam sawit sudah cukup lama yaitu sekitar 15 tahun. Umumnya mereka mempelajari budidaya sawit dari
34
orangtua atau petani sawit lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan tersebut bukanlah berdasarkan pelatihan, informasi atau rekomendasi dari pihak ahli. Dilihat dari rata-rata pendidikan formal petani yang hampir mencapai 9 tahun (setara tingkat SLTP), maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani masih relative rendah. Diduga rendahnya tingkat implementasi tersebut dipengaruhi oleh luas lahan, pengalaman dan tingkap partisipasi petani. Hasil analisis menujukkan bahwa pada a = 0,1 luas lahan dan tingkat partisipasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat implementasi petani terhadap Prinsip dan Kriteria RSPO. Hal ini dapat dilihat dari nilai probability variabel luas lahan dan tingkat partisipasi masing-masing sebesar 0.057 dan 0,000. Hasil estimasi standardized regression menunjukkan bahwa variabel tingkat partisipasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap tingkat implementasi dengan nilai 0,92, sementara luas lahan sebesar 0,057. Partisipasi petani dalam kelompok tani ternyata meningkatkan pengetahuan petani teknik budidaya sawit yang baik sehingga dapat meningkatkan produksi dan menjadi insentif petani untuk menerapkan Prinsip dan Kriteria RSPO. Pretty (1995 dalam Brugnes dan Smith, 2008) menyatakan bahwa implementasi sistem pertanian yang berkesinambungan mempunyai tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi dan lebih kompleks jika dibandingkan dengan sistem pertanian yang tradisional. Dengan demikian, diperlukan keterlibatan berbagai pihak dalam proses implementasi tersebut. Luas lahan juga memberikan pengaruh yang positif terhadap implementasi pertanian yang berkesinambungan karena implementasi tersebut memerlukan beberapa pengeluaran ekstra. .Dengan demikian petani juga membutuhkan pendapatan yang cukup untuk menutupi pengeluaran tersebut. Semakin besar luas lahan petani maka akan semakin tinggi total produksi dan kemampuan petani dalam menutup pengeluaran ekstra tersebut. Namun ternyata untuk ukuran optimal perkebunan petani sampel masih relatif kecil, dengan nilai rata-rata sebesar 2,51 ha dengan rentang antara 0,2 - 8 ha. Pendapatan rata-rata per bulan yang diperoleh adalah sebesarRp3.613.916,-. Namun demikian, tingkat implementasi juga dapat dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh petani. Biasanya semakin lama pengalaman petani, maka semakin dalam pemahaman petani mengenai manfaat implementasi pertanian yang berkesinambungan. Bateman et. al (2010) menyatakan bahwa semakin banyak informasi yang didapat seseorang, maka akan semakin besar kesediaannya untuk mengeluarkan biaya ekstra untuk implementasinya. Namun ternyata hasil estimasi menunjukkan bahwa pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat impementasi. Padahal nilai rata-rata pengalaman petani hampir mencapai 15 tahun dengan rentang 2 - 40 ha. Hal tersebut dapat terjadi karena umumnya petani tidak mengalami proses pembelajaran yang signfikan dari waktu ke waktu. Petani sawit tidak banyak mengevaluasi perkembangan tanaman sawitnya atau mempelajari perkembangan teknologi budidaya dari waktu ke waktu. Secara rinci nilai loading factor dari setiap variabel dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
35
.43
Gambar 1. Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi P&K RSPO
KESIMPULAN Tingkat implementasi prinsip dan kriteria RSPO di perkebunan sawit rakyat masih relatif rendah, baik dari ketersediaan dokumen petani, dokumen kelompok, pengetahuan dan praktek pengelolaan perkebunan sawit yang berkesinambungan. Hal ini dipengaruhi oleh luas lahan dan tingkat partisipasi petani dalam kelompok tani. DAFTAR PUSTAKA Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R. L., & Black, W. C. (1998). Mulivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice-Hall International. Unctad (2012). "Infocomm Commodity Profile Palm Oil", diunduh dari http://www.unctad.info/en/Infocomm/AACP-Products/Palm-oil/padatanggal 19 Februari 2014 Bateman, I.J et al (2010). Tigers, markets and palm oil: Market potential for conservation. Fauna and Flora International, 44 (2), 230-234. Brudges, M., and Smith, W., (2008). Designing a Policy Mix and Sequence for Migitating Agricultural Non-point Source Pollution in a Water Supply Catchment. Water Source Management, 25 (3), 875-892.
36