III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama adalah daun gatel (Laportea decumana (Roxb.) Wedd.) dan daun benalu cengkeh (masing-masing diekstrak terpisah). Tanaman gatel yang diteliti adalah tanaman yang diperoleh dari Ambon dan ditanam di Bogor. Daun benalu cengkeh diperoleh dari benalu tanaman cengkeh yang tumbuh di Jakarta. Bahan kimia yang digunakan meliputi heksana, etilasetat, dan metanol pa (pure analysis), akuades, buffer fosfat, DMSO, Alkohol 70%, gas N2, HCl (0.1 M dan 1 M), NaOH (l 0.1 m dan 1 M), HCl 25%, H2SO4 pekat, raksa (HgO), K2SO4, larutan 60% NaOH–5% Na2S2O35H2O, larutan H2BO3 jenuh, larutan HCl 0.02 N, termamyl, NaOH 0.275 N, protease, HCl 0.325 N, amiloglukosidase, etanol 78% d& 95%, aseton, DPPH 1 mM, asam askorbat, indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dalam etanol dan 1 bagian 0.2% metilen blue dalam etanol) dan indikator phenoftalein 1%. Kultur bakteri yang digunakan, yaitu Escherichia coli (ATCC 35922), Bacillus cereus (ATCC 13061), Pseudomonas aeruginosa (ATCC 9027), Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan Salmonella enterica serovar Typhimurium (ATCC 14028) yang telah dikonfirmasi sebelum digunakan. Kultur diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Media tumbuh bakteri yang digunakan adalah NA (Nutrient Agar) dan NB (Nutrient Broth). Alat-alat yang digunakan meliputi rotavapor, sonikator, pemanas listrik, shaker, inkubator bergoyang, penangas air, autoklaf, blender, jangka sorong, cawan porselin, cawan alumunium, cawan petri, desikator, oven, neraca analitik, gegep, tanur listrik, kertas saring, perangkat ekstraksi lemak (soxhlet dan kelengkapannya), labu lemak, kapas bebas lemak, perangkat pemanas Kjeldahl, perangkat destilasi, buret 50 ml, labu takar, pengaduk magnetik, spektrofotometer dan mikropipet. Selain itu digunakan alat-alat gelas seperti erlenmeyer, tabung ulir, tabung-tabung vial, pipet volumetrik dan lainnya serta alat-alat lain penunjang uji aktivitas antibakteri.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan secara bertahap pada periode waktu antara bulan Maret 2010 sampai Agustus 2011. Penelitian dikerjakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia pada Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi IPB.
C. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu, (1) persiapan bubuk daun uji (2) ektraksi bubuk daun uji melalui metode maserasi bertingkat berdasarkan tingkat polaritas pelarut (heksana, etil asetat, dan metanol) (3) pengujian aktivitas antibakteri masing-masing ekstrak terhadap lima bakteri uji dengan metode difusi sumur, (4) penentuan nilai minimum inhibitory concentration (MIC) dengan metode dilusi (5) pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri dengan metode dilusi (6) analisis kapasitas antioksidan serta analisis proksimat daun uji (kadar abu, kadar serat pangan total, kadar air, kadar lemak, dan kadar protein). Seluruh tahap tersebut dilakukan untuk menguji masingmasing sampel uji (bubuk daun gatel dan benalu cengkeh) secara terpisah.
1.
Persiapan ekstraksi
Daun benalu cengkeh yang telah dikeringkan matahari selama 2 hari (masing-masing pada pukul 7.30-11.00 ) diblender sampai berbentuk bubuk (kurang lebih 40 mesh). Bubuk kemudian didestilasi untuk mendapatkan minyak atsirinya. Ampas hasil destilasi kemudian dikeringkan selama dua hari.
12
Prinsip dari maserasi adalah merendam sampel dalam pelarut sehingga komponen aktifnya terekstrak. Bubuk daun uji disiapkan seberat 25 gram dan ditambahkan pelarut sampai bubuk terendam (200 ml). Proses ekstraksi kembali dilakukan dengan pelarut heksana sejumlah 175 ml (bubuk masih dapat terendam oleh pelarut). Pelarut etil asetat dan metanol disiapkan sebelum maserasi berjalan disetiap tahap ekstraksi selanjutnya dengan cara dan jumlah pelarut yang sama. Bubuk daun uji disiapkan seberat 25 gram dan ditambahkan pelarut sampai bubuk terendam (200 ml). Proses ekstraksi kembali dilakukan dengan pelarut heksana sejumlah 175 ml (bubuk masih dapat terendam oleh pelarut). Pelarut etil asetat dan metanol disiapkan sebelum maserasi berjalan disetiap tahap ekstraksi selanjutnya dengan cara dan jumlah pelarut yang sama. Daun benalu cengkeh disiapkan dengan cara yang sama sebagaimana daun gatel. Namun, daun benalu cengkeh kering kurang bulky dibandingkan daun gatel sehingga maserasi dilakukan dengan bubuk seberat 50 gram dan pelarut sejumlah 150 ml pada ratio 1:3 (bubuk sudah terendam pelarut). Proses maserasi kembali dilakukan dengan volume pelarut yang sama.
2.
Ekstraksi daun uji dengan maserasi bertingkat
Ekstraksi komponen antibakteri dilakukan dengan metode maserasi bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran pelarut (Gambar 2). Sebanyak 25 gram bubuk daun gatel dimasukkan kedalam erlenmeyer berisi 200 ml pelarut nonpolar (heksana). Selanjutnya campuran dimaserasi dengan shaker pada kecepatan 250 rpm di suhu ruang selama 6 jam. Setelah selesai campuran disaring dengan kertas saring dalam corong gelas sehingga dihasilkan filtrat 1A dan residu (ampas). Filtrat 1A disimpan dalam erlenmeyer dan dibungkus alumunium foil kemudian ditempatkan dalam lemari pendingin. Sedangkan ampas didiamkan selama semalam dalam lemari reaksi agar pelarut menguap dan dimaserasi kembali dengan perlakukan seperti di atas dengan 175 ml heksana dan dihasilkan filtrat 1B. Filtrat 1A dan filtrat 1B dicampur dalam satu wadah dan dipekatkan dangan menggunakan evaporator pada suhu 45oC dengan kecepatan 75 rpm sampai dihasilkan filtrat pekat ( 45 menit). Filtrat pekat nonpolar kemudian dimasukkan ke dalam tabung vial coklat dan disimpan dalam freezer. Ampas dari proses maserasi terakhir diangin-anginkan dalam lemari reaksi selama satu malam. Ampas dari proses ekstraksi nonpolar kemudian dimaserasi kembali dengan menggunakan 200 ml pelarut semipolar (etilasetat) selama 6 jam dengan shaker 250 rpm. Campuran tersebut kemudian disaring sehingga dihasilkan filtrat 2A. Filtrat ditempatkan dalam erlenmeyer yang dibungkus alumunium foil dan disimpan dalam lemari pendingin. Ampas kemudian diangin-anginkan selama semalam dan dimaserasi kembali dengan 175 ml pelarut. Setelah itu campuran disaring sehingga diperoleh filtrat 2B. Filtrat 2A dan filtrat 2B dicampur dan evaporasi pada suhu 45oC dengan kecepatan 75 rpm ( 1,5 jam). Filtrat pekat nonpolar dimasukkan ke dalam tabung vial coklat dan disimpan dalam freezer. Ampas dari proses terakhir diangin-anginkan selama semalam dalam lemari reaksi. Ampas dari ekstraksi semipolar kemudian dimaserasi dengan 200 ml pelarut polar (metanol) selama 6 jam dengan shaker 250 rpm. Campuran yang telah selesai dimaserasi kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh filtrat 3A. Filtrat disimpan dalam erlenmeyer yang dibungkus aluminum foil dan ditempatkan dalam lemari pendingin, sedangkan ampas diangin-anginkan selama semalam dan dimaserasi kembali dengan 175 ml pelarut. Setelah maserasi selesai campuran disaring dan diperoleh filtrat 3B dan ampas. Filtrat akhir 3A dan 3B dievaporasi menggunakan evaporator pada suhu 45oC dengan kecepatan 75 rpm selama 2 jam. Filtrat pekat polar kemudian dimasukkan ke dalam tabung vial coklat dan disimpan dalam freezer.
13
Ampas destilasi
Dikeringkan pada suhu ruang (satu malam)
Dimaserasi dengan pelarut nonpolar (heksana) menggunakan shaker pada suhu ruang selama 6 jam
Disaring
Ampas pertama
Filtrat pertama
Ampas kedua
Filtrat kedua
Dikeringkan pada suhu ruang (satu malam)
Digabungkan
Dimaserasi dengan pelarut semipolar (etil asetat) menggunakan shaker pada suhu ruang selama 6 jam
Evaporasi (45oC)
Pemekatan dengan gas N2
Disaring
Ekstrak nonpolar Filtrat pertama
Ampas pertama
Ampas kedua
Filtrat kedua
Dikeringkan pada suhu ruang (satu malam)
Digabungkan
Dimaserasi dengan pelarut polar (metanol) menggunakan shaker pada suhu ruang selama 6 jam
Evaporasi (45oC)
Disaring
Pemekatan dengan gas N2
Ampas pertama
Ekstrak semipolar
Filtrat pertama
Filtrat kedua
Ampas kedua
Selesai
Digabungkan
Evaporasi (45oC)
Pemekatan dengan gas N2
Ekstrak polar
Gambar 2. Proses ekstraksi daun Uji.
14
Filtrat diuapkan (evaporasi) menggunakan rotavapor untuk menguapkan pelarut sehingga diperoleh ekstrak pekat yang akan diuji antibakterinya. Filtrat pekat nonpolar, semipolar dan polar dalam tabung vial hasil evaporasi kemudian dihembus dengan gas N2 untuk menghilangkan sisa pelarut yang masih ada yang diindikasikan dengan tidak terdeteksinya bau pelarut. Filtrat dari hasil proses terakhir kemudian disebut ekstrak dan disimpan dalam refrigerator untuk memperpanjang masa simpan sampai siap digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen dihitung menggunakan persamaan (1).
Rendemen ekstrak (%) =
3.
Berat ekstrak yang diperoleh Berat daun uji yang diekstraksi
x 100
(1)
Pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumur (Garriga et al. 1993)
Tahap uji antibakteri yang pertama adalah proses screening dengan metode difusi sumur untuk menentukan ekstrak yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri uji. Ekstrak non polar, semipolar dan polar ditempatkan dalam sumur-sumur yang berada dalam agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Kemampuan ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar sumur yang dinyatakan dalam satuan milimeter. Keluaran tahap ini adalah terpilihnya jenis ekstrak dan bakteri uji yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya ( Uji MIC dan Pengaruh pH terhadap pertumbuhan bakteri). Proses pertama yang dilakukan dari tahap ini adalah pembuatan biakan segar bakteri uji dari kultur induk pada media NB (Nutrient broth). Sebanyak satu ose bakteri dipindahkan dari agar miring NA bakteri uji ke dalam 10 ml medium NB steril dalam tabung ulir. Tabung berisi medium pengkayaan bakteri dan satu ose bakteri tersebut kemudian dihomogenkan dengan vorteks sampai dapat dipastikan bahwa cuplikan bakteri dan medium pengkayaan telah bercampur dengan baik. Tabung kemudian ditempatkan dalam inkubator suhu 37oC selama 24 jam. Setelah 24 jam tabung menjadi keruh yang menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri sehingga kultur siap digunakan. Selain itu jumlah bakteri dalam kultur segar yang diperoleh dihitung dengan metode tuang. Proses uji difusi sumur dilakukan dengan metode Garriga et al. (1993) yang diacu dalam Parhusip (2006) dengan beberapa penyesuaian sesuai kondisi percobaan. Proses pertama dari tahap ini adalah mensetrilisasi media dan perangkat uji difusi sumur seperti tip, pengencer, dan media tumbuh (NA). Proses selanjutnya adalah uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumur seperti pada Gambar 3. Kultur uji diinokulasikan sebanyak 0,2% ke dalam media agar kemudian dihomogenkan sampai kultur tersebar merata dalam agar. Media agar berisi bakteri uji secara aseptik dituang dalam cawan petri steril sehingga setiap cawan terdapat 20 ml agar. Agar yang telah memadat dibuat sumur dengan diameter 6 mm. Setiap sumur kemudian diisi dengan ekstrak daun uji dan kontrol negatif (DMSO) sebanyak 60 µl. Setiap cawan kemudian diinkubasi tanpa dibalik pada suhu 370C selama 24 jam.
15
Bakteri uji dalam agar NA miring Diinokulasikan ke Nutrient Broth 10 ml Dinkubasi 370C selama satu hari Diinokulasikan (0,2%) ke media NA cair Agar cair didistribusikan ke cawan steril 20 ml Agar dibiarkan membeku dan dibuat sumur d= 6 mm
Kontrol - dan ekstrak daun uji 60 µl, 5 % (v/v) ditambahkan ke dalam sumur
Diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam Diamati dan diukur diameter zona bening yang terbentuk Gambar 3. Cara pengujian antibakteri dengan metode difusi sumur
Area di sekitar sumur diamati setelah cawan telah selesai diinkubasi. Area bening yang terbentuk disekitar sumur menunjukkan adanya penghambatan oleh sampel terhadap pertumbuhan bakteri. Area bening tersebut kemudian diukur diameternya sebagai diameter areal bening. Aktivitas antibakteri ditentukan berdasarkan diameter penghambatan yang dihitung berdasarkan Persamaan (2), yaitu diameter areal bening dikurangi dengan diameter sumur dan diameter areal bening kontrol negatif (jika terbentuk). D penghambatan = D areal bening– (D sumur + D penghambatan kontrol negatif)
(2)
Keterangan : D=diameter (cm)
4.
Penentuan nilai konsentrasi hambat minimum (Minimum Inhibitory Concentration)
Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan hasil dari uji difusi sumur. Ekstrak daun uji yang menghambat bakteri dengan diameter penghambatan terbesar dilanjutkan dengan uji konsentrasi penghambatan minimum (MIC). Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dengan metode kontak pada medium cair dilakukan berdasarkan prosedur yang telah dilaksanakan oleh Kubo et al. (1995) yang diacu dalam Parhusip (2006) dengan beberapa modifikasi. Diagram alir proses uji dapat dilihat pada Gambar 4.
16
Stok ekstrak terpilih Dilarutkan dalam DMSO Ekstrak konsentrasi 10% (v/v) Ditambahkan dalam media NB sehingga diperoleh tabung dengan konsentrasi ekstrak 0, 3.5, 4.0, 4.5, 5.0, 5.5 dan 6.0 % v/v Diinokulasi dengan bakteri uji sehingga jumlah koloni awal @ tabung 105 cfu/ml Dihomogenkan dengan vorteks Diamati jumlah koloni per ml dengan metode tuang untuk perlakuan 0 jam kontak Dihomogenkan dengan vorteks Shaker selama 24 jam suhu 37oC Diamati jumlah koloni per ml dengan metode tuang untuk perlakuan 24 jam kontak Gambar 4. Pengujian MIC dengan metode kontak Jumlah setiap bagian komponen uji yang ditambahkan pada berbagai konsentrasi ekstrak dihitung berdasarkan rumus pengenceran. Contoh perhitungan dan pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1. Penghambatan pertumbuhan bakteri pada tabung dengan konsentrasi terkecil menunjukkan nilai MIC, kemudian diikuti perhitungan jumlah bakteri dengan metode tuang. Koloni yang terbentuk dihitung dan dilaporkan sebagai colony forming unit per ml (cfu/ml). Efek penghambatan dihitung berdasarkan rumus, penghambatan (%) = 100% – [(Nt/No) x 100] (Zuraida 2008) . Nilai MIC dapat diartikan sebagai konsentrasi terkecil dari suatu bahan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sebesar >90% selama inkubasi 24 jam (Cosentino et al. 1999).
5.
Pengujian pengaruh pH terhadap aktivitas ekstrak
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH ekstrak terpilih dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji pada konsentrasi ekstrak 5% atau 10% (v/v) dengan menggunakan pelarut buffer fosfat. Pelarut dengan pH awal 7.2 diatur keasamannya menjadi pH 4, 5, 6 dan 7 dengan menggunakan HCl 0.1 M dan NaOH 0.1 M. Prosedur pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar 5. Jumlah setiap bagian komponen uji yang ditambahkan pada berbagai konsentrasi ekstrak dihitung berdasarkan rumus pengenceran. Contoh perhitungan dan pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah waktu kontak yang ditentukan, jumlah koloni bakteri dihitung dengan metode tuang. Koloni yang terbentuk dihitung dan data dilaporkan sebagai persentase penghambatan, yaitu penghambatan (%) = 100% – [(Nt/No)x 100%] (Zuraida 2008) .
17
Ekstrak terpilih Dilarutkan dalam DMSO Ekstrak konsentrasi 10% (v/v) Ditambahkan dalam masing-masing media NB dengan buffer fosfat pH 4, 5, 6 dan 7 sehingga diperoleh konsentrasi 5% atau 10% (v/v) Diinokulasi dengan bakteri uji sehingga jumlah koloni awal @ tabung 105 cfu/ml Dihomogenkan dengan vorteks Diamati jumlah koloni per ml dengan metode tuang untuk perlakuan 0 jam kontak Dihomogenkan dengan vorteks Shaker selama 24 jam suhu 37oC Diamati jumlah koloni per ml dengan metode tuang untuk perlakuan 24 jam kontak
Gambar 5. Uji pengaruh pH ekstrak terhadap pertumbuhan bakteri
6.
Pengukuran kapasitas antioksidan
Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini berdasarkan pada DPPH (2,2-diphenyl-1picrylhydrazil) free radical scavenging activity daun gatel dan daun benalu cengkeh. Selain itu juga dibuat kurva standar menggunakan vitamin C (52.3 mg asam askorbat per 25 ml). Persiapan maupun uji untuk standar, sampel dan blanko sesuai dengan Gambar 6. Disiapkan 1 ml larutan uji dalam tabung reaksi Ditambahkan 7 ml metanol (sebagai blanko 8 ml metanol) Ditambahkan 2 ml larutan DPPH 1mM dan dikocok dengan vortex Diinkubasi dalam suhu ruang Diukur absorbansinya pada 517 nm Gambar 6. Analisis antioksidan metode DPPH Aktivitas antioksidan dari sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis lurus yang didapatkan dari uji pada standar. Sedangkan kapasitas antioksidan dihitung berdasarkan Persamaan (3).
Kapasitas antioksidan (%) =
[Absorbansi blanko – Absorbansi larutan sampel] Absorbansi larutan sampel
x 100 %
(3)
18
7.
Analisis kadar abu metode pengabuan kering (SNI 01-2891-1992)
Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering berdasarkan SNI 01-2891-1992 sebanyak dua kali ulangan. Prosedur pelaksanaannya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar abu dinyatakan dalam basis basah dengan perhitungan menggunakan persamaan 4 : W1–W2 Kadar abu (g/100 g bahan basah)= x 100 (4) W W1 merupakan bobot cawan berisi sampel setelah pengabuan, W2 merupakan bobot cawan kosong dan W merupakan bobot sampel sebelum diabukan. Cawan porselin kosong dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit Didinginkan dalam desikator Ditimbang dengan neraca analitik Sampel 1-2 gram ditimbang dalam cawan Dimasukkan pada tanur listrik suhu 550oC sampai pengabuan sempurna Didinginkan dalam desikator Cawan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap Gambar 7. Prosedur analisis kadar abu metode pengabuan kering
8.
Analisis total serat pangan (AOAC Official methods 985.29)
Analisis total serat pangan dilakukan dengan metode AOAC official methods 985.29 sebagai jumlah dari serat pangan larut dan serat pangan tak larut. Pertama kali disiapkan kertas saring kosong yang telah dioven. Sampel kering rendah lemak sebanyak 0,5 gram ditimbang dan ditempatkan dalam erlenmeyer. Setelah itu bufer fosfat 0,08 M pH 6,0 sebanyak 25 ml dan termamyl sebanyak 50 µl ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Campuran dipastikan homogen dan ditutup dengan alumunium foil. Kemudian campuran sampel diinkubasi dalam penangas air mendidih selama 30 menit dengan diaduk setiap 5 menit. Termomener digunakan untuk memastikan tercapainya suhu internal sebesar 95 o C selama 15 menit. Sampel didinginkan setelah inkubasi selesai dan ditambahkan 5 ml NaOH 0,275 N serta 0,05 ml larutan enzim protease. Campuran kemudian dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 30 menit dalam penangas air bergoyang. Kemudian diatur pHnya menjadi 4,5 dengan 5 ml HCl 0,325 N dan ditambahkan 0,15 ml AMG. Sampel diinkubasi kembali pada suhu 60 oC selama 30 menit. Sebanyak 140 ml etanol 95% yang telah dipanaskan hingga 60oC ditambahkan setelah inkubasi selesai dan dibiarkan selama 60 menit agar terbentuk endapan (presipitat SDF). Sampel disaring menggunakan penyaring yang mengandung Celite 545 0,5 g atau kertang saring Whatman, dibantu dengan Buchner. Sampai pada tahap ini prosedur penentuan serat larut dan larut dilakukan dengan langkah sama. Pada penentuan serat pangan tidak larut residu selanjutnya dicuci dengan 10 ml air untuk melarutkan SDF, 2 x10 ml etil alkohol 95 % dan 2 x10 ml aseton secara berturut-turut. Pada penentuan serat pangan larut filtrat ditepatkan bobotnya hingga 100 gram dengan air destilata dan kemudian ditambahkan 140 ml etanol 95% (yang telah dipanaskan sampai 60oC) serta dibiarkan mengendap pada suhu kamar selama 1 jam.
19
Pada kedua analisis (serat larut dan tidak lart) kemudian melalui langkah pengeringan yang sama. Kertas saring dikeringkan selama satu malam dalam oven suhu 105 oC dan didinginkan dalam desikator setelah pengeringan selesai. Kertas kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Kadar serat pangan larut atau kadar serat pangan tidak larut dihitung berdasarkan Persamaan (5). Bobot residu merupakan selisih bobot kertas saring hasil pengeringan dan bobot kertas saring awal. P, A dan B ialah bobot protein, abu dan residu blanko dari masing-masing sampel, sedangkan bobot sampel adalah bobot sampel yang diambil. Serat pangan (%) = [(bobot residu–P–A–B)/ bobot sampel] x 100
9.
(5)
Analisis kadar air metode oven (SNI 01-2891-1992) Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven berdasarkan SNI 01-2891-1992 dengan dua ulangan. Prosedur pelaksanaannya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7. Cawan dikeringkan dalam oven selama 15 menit Didinginkan dalam desikator Ditimbang dengan neraca analitik Sampel 1-2 gram ditimbang dalam cawan Cawan berisi sampel dikeringkan pada oven suhu 105oC selama 1 malam Didinginkan dalam desikator Cawan berisi sampel ditimbang Bobot sudah tetap?
Bobot belum tetap
Bobot sudah tetap Selesai
Gambar 8. Prosedur analisis kadar air metode oven
Kadar air dihitung dalam basis basah berdasarkan Persamaan (6). Bobot sampel sebelum dikeringkan dinyatakan dengan W, bobot cawan dan sampel setelah pengeringan dinyatakan dengan W2 dan bobot cawan kosong dinyatakan dengan W1. W–(W2 – W1) Kadar air (g/ 100 g bahan basah) = x 100 (6) W
20
10. Analisis kadar lemak metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992) Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet menggunakan pelarut heksana. Prosedur ekstraksi yang dilakukan seperti pada Gambar 9. Kadar lemak dihitung berdasarkan persamaan 7 dengan Wo merupakan bobot sampel dalam gram, W1 merupakan bobot labu lemak dan lemak hasil ekstraksi dan W2 merupakan bobot labu lemak kosong.
Kadar lemak (g/ 100 g bahan basah) =
Labu lemak dikeringkandalam oven bersuhu 105oC selama 15 menit Didinginkan dalam desikator Ditimbang dengan neraca analitik Dipasang pada alat soxhlet
W1 – W2 W0
x 100
(7)
Sampel ditimbang 1-2 gram Dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring beralas kapas Disumbat dengan kapas dan dikeringkan dalam oven suhu 80oC selama 1 jam Dimasukkan kedalam tabung ekstraksi soxhlet
Ekstraksi lemak dengan heksan selama 6 jam Heksan disuling dan ekstrak lemak dikeringkan pada oven suhu 105oC Didinginkan dalam desikator Ditimbang sampai diperoleh bobot tetap Gambar 9. Prosedur analisis kadar lemak metode soxhlet
11. Analisis kadar protein metode Kjeldahl (AOAC 960.52 yang dimodifikasi) Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl (AOAC 960.52 yang dimodifikasi) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 10. Analisis dilakukan dengan dua kali ulangan dan penetapan blanko dengan prosedur yang sama.
21
Sampel ditimbang seberat 150 – 250 mg dalam labu Kjeldhal Ditambahkan 1,0 0,1 gram K2SO4, 40 10 mg HgO dan 2 0,1 ml H2SO4 Ditambahkan 2-3 butir batu didih dan dididihkan selama 1–1,5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan jernih Didinginkan Ditambahkan air destilata lewat dinding labu dan digoyang sampai kristal melarut Larutan hasil penghancuran dipindahkan kedalam alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1–2 ml air destilata Air pembilasan dipindahkan ke labu destilasi Ditambahkan 8–10 ml larutan 60% NaOH–5% Na2S2O3 Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2–4 tetes metilen red-metilen blue di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam larutan H3BO3 Didestilasi sampai diperoleh 15 ml destilat Destilat diencerkan dalam erlenmeyer hingga 50 ml Dititrasi dengan HCl 0,02 N terstandar sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu Volume HCl 0,02 N yang digunakan untuk dititrasi dicatat
Gambar 10. Prosedur analisis kadar protein metode Kjeldahl
Kadar protein dihitung dengan persamaan (8) dengan terlebih dahulu dihitung kadar N sampel. %N=
(ml HCl sampel – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 mg sampel
Kadar protein (g/ 100 g bahan basah) = % N x Faktor konversi
x 100
(8)
22