III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Jawa Timur dan dilaksanakan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan mulai tahap persiapan hingga penyelesaian laporan. Pengambilan dan pengolahan data dimulai pada bulan September 2009.
Keterangan : 01 Pacitan 02 Ponorogo 03 Trenggalek 04 Tulungagung 05 Blitar 06 Kediri 07 Malang 08 Lumajang 09 Jember 10 Banyuwangi
Kabupaten 11 Bondowoso 12 Situbondo 13 Probolinggo 14 Pasuruan 15 Sidoarjo 16 Mojokerto 17 Jombang 18 Nganjuk 19 Madiun 20 Magetan
21 Ngawi 22 Bojonegoro 23 Tuban 24 Lamongan 25 Gresik 26 Bangkalan 27 Sampang 28 Pamekasan 29 Sumenep
Kota 71 Kediri 72 Blitar 73 Malang 74 Probolinggo 75 Pasuruan 76 Mojokerto 77 Madiun 78 Surabaya 79 Batu
Gambar 6 Wilayah administrasi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terkait dalam penelitian ini diambil dari publikasi resmi pemerintah atau studi literatur yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur, BPS Pusat Jakarta, Pemda Jawa Timur, Departemen
41
Keuangan serta instansi lainnya yang terkait. Untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap, sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal ilmiah dari internet. Jenis dan sumber data yang diperlukan seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5.
Data APBD Kemiskinan IPM Penduduk PDRB
Sumber BPS, Departemen Keuangan BPS BPS BPS BPS
3.3 Definisi Operasional Definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan adalah : 1.
Kinerja fiskal daerah adalah berasal dari sisi penerimaan yaitu bersumber dari PAD dan bagi hasil yang merupakan kemampuan daerah untuk pendanaan, kemudian kinerja fiskal dari sisi pengeluaran daerah terdiri dari pos-pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
2.
Fiscal capacity adalah ketersediaan keuangan daerah yang bersumber dari PAD, dana perimbangan (dana bagi hasil pajak dan sumberdaya, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus) dan penerimaan lainnya yang sah.
3.
Fiscal needs adalah kebutuhan fiskal daerah merupakan konsep yang menunjukkan jumlah fiskal yang dibutuhkan daerah dalam menjalankan pembangunan baik untuk pengeluaran rutin dan pembangunan daerah agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
4.
Total penerimaan daerah adalah semua penerimaan daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah, baik itu yang berasal dari pendapatan asli daerah, dana transfer dan pendapatan lain yang sah.
5.
Total pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.
6.
Belanja rutin adalah pengeluaran untuk keperluan operasional untuk menjalankan kegiatan rutin pemerintahan. Belanja rutin mencakup belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga, subsidi, dan belanja lain-lain.
42
7.
Belanja pembangunan adalah belanja yang menghasilkan nilai tambah aset, baik fisik maupun non fisik, yang dilaksanakan dalam periode tertentu.
8.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sumber pendapatan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah yang dijadikan sebagai barometer bagi potensi perekonomian suatu daerah, sekaligus mencerminkan efektifitas dan efisiensi aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan pekerjaannya
9.
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) adalah penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan pajak dan bukan pajak oleh provinsi maupun pusat, diantaranya yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak penghasilan orang pribadi dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Bagi hasil bukan pajak, diantaranya ádalah iuran hak penguasaan hutan, provisi sumber daya hutan, dan lainnya.
10. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi 11. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah suatu indeks yang secara khusus mengukur capaian
pembangunan manusia yang menggunakan beberapa
komponen dasar kualitas hidup melalui pendekatan tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. 12. Persentase penduduk miskin adalah perbandingan antara jumlah penduduk suatu daerah yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan terhadap jumlah penduduk keseluruhan. Garis kemiskinan dibedakan atas garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan makanan yaitu nilai kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori perkapita perhari, sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. 13. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (PDRB) adalah jumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh aktifitas ekonomi yang terjadi di masyarakat yang diukur berdasarkan suatu periode
43
tertentu sebagai tahun dasar sehingga nilainya benar-benar mencerminkan adanya jumlah produksi yang terbebas dari pengaruh harga. 14. Belanja pegawai adalah jenis belanja yang menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, tunjangan khusus, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). 15. Belanja barang adalah jenis belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. 16. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya) 17. Belanja lainnya adalah jenis belanja pembayaran bunga utang, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
3.4 Metode Analisis. Beberapa metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan analisis boxplot, analisis GIS dan analisis cluster untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan dan pembangunan ekonomi daerah. Sedangkan pengaruh belanja daerah terhadap pembangunan ekonomi menggunakan metode analisis inferensia yaitu metode VAR dalam panel data.
1. Analisis Boxplot Salah satu bentuk analisis deskriptif adalah grafik dalam bentuk boxplot. Sebagaimana diketahui, bahwa data itu mempunyai karakteristik untuk setiap tahun maupun setiap wilayah. Oleh karena itu langkah awal dalam menganalisis data adalah mempelajari karakteristik dari data tersebut. Untuk itu, kita perlu mengetahui misalnya pemusatan dan penyebaran data dari nilai tengahnya, nilai ekstrim atau pencilan dan beberapa pengukuran lainnya. Boxplot adalah salah satu teknik untuk mempelajari karakteristik dan distribusi data tersebut.
44
Boxplot (juga dikenal sebagai diagram box-and-whisker) merupakan suatu box (kotak berbentuk bujur sangkar). Boxplot adalah salah satu cara dalam statistik deskriptif untuk menggambarkan secara grafik dari data numeris melalui lima ukuran sebagai berikut : a. Nilai observasi terkecil b. Kuartil terendah atau kuartil pertama (Q1), yang memotong 25% dari data
terendah. c. Median (Q2) atau nilai pertengahan. d. Kuartil tertinggi atau kuartil ketiga (Q3), yang memotong 25% dari data
tertinggi. e. Nilai observasi terbesar.
Boxplot juga menunjukkan adanya nilai pencilan (outlier) dari observasi. Boxplot dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara populasi tanpa menggunakan asumsi distribusi stastistik yang mendasarinya. Karenanya, boxplot tergolong dalam statistik non-parametrik. Jarak antara bagian-bagian dari box menunjukkan derajat dispersi (penyebaran) dan skewness (kecondongan) dalam data. Dalam penggambarannya, boxplot dapat digambarkan secara horizontal maupun vertikal. Software yang digunakan dalam analisis boxplot ini adalah MINITAB 14. Hasil pengolahannya analisis boxplot dapat diilustrasikan dalam bentuk seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Outlier Perpanjangan Whisher, nilai tertinggi dalam batas atas
Kuartil ketiga (Q3)
Median (Q2)
Kuartil pertama (Q1)
Perpanjangan Whisher, nilai terendah dalam batas atas
Gambar 7 Diagram Boxplot.
45
Dari Gambar 7 dapat dijelaskan : a. Garis horizontal bagian bawah box menyajikan kuartil pertama (Q1), sementara bagian atas menyajikan kuartil ketiga (Q3). Bagian dari box adalah bidang yang menyajikan interquartile range (IQR), atau bagian pertengahan dari 50 % observasi. Panjang box ditentukan oleh IQR ini. IQR adalah ukuran yang terkenal untuk mengukur penyebaran data. Semakin tinggi (jika boxplot vertikal) atau semakin lebar (jika boxplot horizontal) bidang IQR ini, menunjukkan data semakin menyebar. b. Garis tengah yang melewati box menyatakan median dari data. Median adalah ukuran yang terkenal untuk lokasi variabel (nilai pusat atau rata-rata). c. Garis yang memperpanjang box dinamakan dengan whiskers. Whiskers menunjukkan nilai yang lebih rendah dan lebih tinggi dari kumpulan data yang berada dalam IQR (kecuali outlier). Panjang garis whisker bagian atas ini adalah kurang dari atau sama dengan Q3 + (1.5 x IQR). Panjang garis whisker bagian bawah ini adalah lebih besar atau sama dengan Q1 – (1.5 x IQR). Masing-masing garis whisker dimulai dari akhir box. d. Nilai yang berada di atas atau dibawah whisker dinamakan nilai outlier atau ekstrim. Suatu nilai dikatakan outlier jika: Q3+(1.5x IQR) < outlier ≤ Q3+(3x IQR) atau jika Q1-(1.5xIQR)>outlier≥Q1-(3xIQR). Selanjutnya, suatu nilai dikatakan ekstrim jika lebih besar dari Q3+(3 x IQR) atau lebih kecil dari Q1 – (3 x IQR). Beberapa manfaat dari penggunaan analisis boxplot adalah : a. Melihat derajat penyebaran data (yang dapat dilihat dari tinggi atau lebar box). Jika data menyebar, maka box semakin tinggi atau lebar. b. Menilai kesimetrisan data. Jika data simetris, garis median akan berada di tengah box dan whisker pada bagian atas dan bagian bawah akan memiliki panjang yang sama. Jika data tidak simetris (condong), median tidak akan berada di tengah box dan salah satu dari whisker lebih panjang dari yang lainnya.
46
2. Analisis Cluster (Analisis Gerombol) Analisis cluster merupakan suatu teknik statistik yang mengelompokkan n obyek pengamatan menjadi k gerombol dimana n> k, berdasarkan kesamaan sifat masing-masing obyek pengamatan dimana objek-objek dalam sebuah cluster relatif homogen dan objek-objek antar cluster relatif heterogen. Pada analisis cluster tidak ada asumsi yang berhubungan dengan jumlah kelompok maupun struktur kelompok. Cluster yang ideal sebagai hasil pengelompokan dengan analisis cluster adalah jika ragam setiap cluster dan ragam dalam cluster relatif lebih kecil dibandingkan ragam antar cluster. Pengelompokan
didasarkan
kepada
kemiripan
(similarities)
atau
ketidakmiripan (dissimilarities). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah ukuran kemiripan dengan jarak Euclidian. Jarak ini digunakan apabila antara peubah-peubah individu tidak berkorelasi. Ada beberapa metode pengelompokan yang dapat digunakan pada analisis cluster ini yaitu : a. Metode pengelompokan berhierarki Metode ini memulai pengelompokan dengan dua atau lebih obyek yang mempunyai kesamaan terdekat. Kemudian proses diteruskan ke obyek lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya sehingga cluster akan membentuk semacam pohon dimana ada hierarki (tingkatan) yang jelas antar obyek dari yang paling mirip sampai yang tidak mirip, sehingga semua obyek pada akhirnya membentuk satu cluster. Dalam metode ini kita dapat menelusuri kenapa obyek yang bersangkutan menggerombol dalam satu cluster. Metode ini dapat dibedakan menjadi : 1) Metode agglomerative, yaitu metode yang pada mulanya tiap-tiap obyek dianggap sebagai satu kelompok tersendiri. Kemudian objek-objek yang paling mirip berdasarkan ukuran jarak terdekat dimasukkan dalam satu kelompok. Kelompok-kelompok yang terbentuk dilakukan penggabungan antar kelompok yang juga berdasarkan atas jarak terdekat. 2) Metode divisive, yaitu metode yang pada mulanya seluruh obyek dianggap berada dalam satu kelompok, kemudian kelompok tersebut dipecah menjadi beberapa sub kelompok, dimana obyek didalam suatu sub kelompok sangat berbeda dengan objek pada sub kelompok yang lain. Selanjutnya setiap sub
47
kelompok itu dipecah lagi menjadi beberapa sub kelompok berdasarkan ukuran ketidakmiripan. Pada metode analisis gerombol berhierarki terdapat beberapa metode untuk memperbaiki matrik jarak antara lain : 1) Metode pautan tunggal. 2) Metode pautan lengkap. 3) Metode pautan rataan. Dalam penelitian ini digunakan metode pautan rataan, karena metode ini dapat meminimumkan rataan jarak semua pasangan individu-individu dari penggabungan dua gerombol. b. Metode pengelompokan tidak berhierarki Dengan metode ini, kita dapat menelusuri sebab suatu obyek menggerombol ke suatu cluster, karena obyek selalu berpindah dari satu cluster ke cluster lain. Metode ini dimulai dengan menentukan terlebih dahulu jumlah cluster yang diinginkan. Setelah cluster diketahui, beberapa proses pengelompokan dilakukan tanpa mengikuti proses hierarki, antara lain teknik penyekatan dan penggunaan grafik. Pada teknik penyekatan seperti K-rataan (K-Means), obyek dapat berpindah
cluster
pada
setiap
tahapan
pengclusteran.
Biasanya
dalam
menggunakan teknik ini sudah ditetapkan berapa banyak cluster yang dinginkan, misalnya K cluster. Hasil analisis cluster digambarkan dalam bentuk dendogram seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Dendogram hasil analisis cluster.
48
Manfaat analisis cluster adalah untuk : 1) Eksplorasi data. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang informasi yang ada dalam himpunan data tersebut bahkan sampai pada pembangkitan hipotesis untuk melihat struktur populasinya. 2) Reduksi data. Bila terdapat gerombol yang tepat, akan memungkinkan mengatasnamakan seluruh anggota gerombol tersebut dalam suatu informasi ringkasan dari gerombol tersebut. 3) Pelapisan atau pemisahan obyek-obyek. Hasil pengelompokan dari analisis gerombol dapat digunakan sebagai pelapisan atau stratifikasi dalam penarikan contoh atau penggolongan tipe obyek.
3. Analisis Spasial/Sistem Informasi Geografis (SIG) Analisis spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai analisis yang menggunakan referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari analisis selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Tujuan analisis spasial pada penelitian ini adalah membuat peta tematik yaitu peta yang akan memberikan gambaran suatu data atribut kedalam referensi geografi, misalkan peta tematik nilai PDRB menurut kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur dan lain sebagainya. Analisis spasial juga digunakan untuk membuat peta tematik yang akan memperlihatkan perkembangan kinerja keuangan daerah dan pelaksanaan pembangunan ekonomi di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Analisis ini menggunakan peta dasar dari BPS dan software ArcView GIS 3.3. 4. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan pengelolaan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan pemerintah daerah. Data yang digunakan adalah data APBD masingmasing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Dikarenakan adanya beberapa kali perubahan struktur APBD, maka dilakukan penyesuaian. Kinerja keuangan daerah dapat dianalisis dengan analisis kinerja fiskal yang dapat diukur dengan dua konsep yaitu :
49
a. Sisi Penerimaan (Fiscal Available). Fiscal Available atau ketersediaan fiskal terbagi tiga sumber yaitu : (1) Fiskal yang tersedia berasal murni dari daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rasio PAD terhadap total penerimaan menunjukkan kemandirian dari suatu daerah. Secara umum dapat diformulasikan : ……………………………………………………. (3.1) Keterangan : DDF
= Derajat desentralisasi fiskal
PAD
= Penerimaan Asli Daerah (Juta Rupiah)
TPD
= Total penerimaan daerah (Juta Rupiah)
(2) Fiskal yang tersedia berasal dari transfer pusat ke daerah berupa Dana Bagi
Hasil. Rasio dana bagi hasil terhadap total penerimaan menunjukkan seberapa besar potensi daerah terhadap sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Secara umum dapat diformulasikan : ………………………………………………..(3.2) Keterangan : DPS
= Derajat potensi sumberdaya alam dan manusia
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (Juta Rupiah) TPD
= Total penerimaan daerah (Juta Rupiah)
(3) Fiskal yang tersedia merupakan pembagian dari pusat. Rasio DAU terhadap total penerimaan menunjukkan seberapa besar penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah pusat. Secara umum dapat diformulasikan :
…………………………………………………….. (3.3) Keterangan : DKP
= Derajat ketergantungan terhadap pemerintah pusat
DAU
= Dana Alokasi Umum (Juta Rupiah)
TPD
= Total penerimaan daerah (Juta Rupiah)
50
Kinerja keuangan, yang dilihat dari sisi penerimaan khususnya komponen PAD dibandingkan TPD (Total Penerimaan Daerah) dapat dikategorikan dalam skala interval. Pengkategorian hasil skala interval menurut hasil penelitian tim Fisipol UGM dalam Tangkilisan (2005) adalah seperti ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6 Skala interval derajat desentralisasi fiskal PAD/TPD (%) Kemampuan Keuangan daerah 00 - 10.00 Sangat Kurang 10.01 - 20.00 Kurang 20.00 - 30.00 Cukup 30.01 - 40.00 Sedang 40.01 - 50.00 Baik > 50.00 Sangat Baik Sumber : Tim Fisipol UGM dalam Tankilisan, 2005. b. Sisi Pengeluaran (Fiscal Needs). Fiscal needs atau kebutuhan fiskal daerah merupakan konsep yang menunjukkan jumlah fiskal yang dibutuhkan daerah dalam menjalankan pembangunan baik untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Fiscal needs adalah total pengeluaran pemerintah daerah yang tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. Perhitungannya adalah dengan : (1) Pengeluaran untuk pengeluaran rutin. Rasio pengeluaran rutin terhadap total pengeluaran daerah. Secara umum dapat diformulasikan :
…………………………..……..………………….… (3.4)
Keterangan : DKR
= Derajat kebutuhan rutin daerah
KR
= Pengeluaran Rutin (Juta Rupiah)
TKD
= Total pengeluaran daerah (Juta Rupiah)
51
(2)
Pengeluaran
untuk
pengeluaran
Pembangunan.
Rasio
pengeluaran
pembangunan terhadap total pengeluaran daerah. Semakin besar kontribusi rasio pengeluaran pembangunan dibandingkan dengan pengeluaran rutin menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif, artinya pemerintah daerah lebih konsentrasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum dapat diformulasikan :
……………………..……………………………….… (3.5) Keterangan : DKP
= Derajat kebutuhan publik daerah
KP
= Pengeluaran pembangunan (Juta Rupiah)
TKD
= Total pengeluaran daerah (Juta Rupiah)
Selain itu juga dilihat perkembangan derajat kemandirian daerah yang mengukur seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah (Halim, 2007). Ada 4 formula yang digunakan yaitu : ………………………..………..………………….… (3.6) …………………………………..……….……………(3.7) …………………………………………..…… (3.8) ………………………………….. ……………(3.9) Keterangan: DK
= Derajat kemandirian daerah
PAD
= Pendapatan Asli Daerah (Juta Rupiah)
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (Juta Rupiah) TKD
= Total pengeluaran Daerah (Juta Rupiah)
KR
= Pengeluaran rutin (Juta Rupiah)
Dalam menilai derajat kemandirian daerah, digunakan skala menurut Tumilar dalam Tangkilisan (2005) terdapat skala interval yang ditunjukkan pada Tabel 7.
52
Tabel 7 Skala interval indeks kemampuan rutin daerah PAD/Pengeluaran (%) Kemampuan Keuangan daerah 00 - 10.00 Sangat Kurang 10.01 - 20.00 Kurang 20.00 - 30.00 Cukup 30.01 - 40.00 Sedang 40.01 - 50.00 Baik > 50.00 Sangat Baik Sumber : Tumilar dalam Tankilisan, 2005.
5. Analisis Indeks Theil Sebagaimana diketahui, setiap kabupaten/kota mempunyai perbedaan kandungan sumberdaya alam, perbedaan kondisi geografis, konsentrasi kegiatan ekonomi serta alokasi dana pembangunan sehingga akan mengakibatkan orientasi maupun dampak pembangunan yang diterima untuk masing-masing daerah juga akan berbeda-beda. Hal ini merupakan salah satu timbulnya masalah ketimpangan pembangunan antar wilayah. Salah satu ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah indeks Theil. Indeks Theil umumnya membandingkan kesenjangan pembangunan antar wilayah yang dicerminkan oleh nilai tambah aktifitas ekonomi dari suatu wilayah seperti pendapatan perkapita. Secara matematis formula untuk menghitung ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan indeks Theil menurut Sjafrizal (2008) dapat ditulis sebagai berikut: ...................................................................(3.10) Keterangan : Td
= Indeks Theil.
yi
= PDRB per kapita kabupaten/kota ke- i di Provinsi Jawa Timur (ribu rupiah), i=1,2,3,...,38.
Y
= Jumlah PDRB perkapita kabupaten kota di provinsi Jawa Timur (ribu rupiah)
Ni
= jumlah penduduk kabupaten/kota ke- i di Provinsi Jawa Timur (jiwa), i=1,2,3,...,38.
N
= jumlah penduduk Propinsi Jawa Timur (jiwa)
Range nilai Indeks Theil: 0 < Td <1.
53
Kriteria penilaiannya adalah jika : a. Nilai Td mendekati 1 (satu), menunjukkan kemerataan antar daerah semakin memburuk (semakin timpang). b. Nilai Td mendekati 0 (nol), menunjukkan kemerataan antar daerah semakin membaik. Ada beberapa kelebihan penggunaan indeks theil sebagai ukuran ketimpangan yaitu : a. Indeks ini dapat menghitung ketimpangan dalam daerah dan antar daerah secara sekaligus, sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas. b. Indeks ini dapat menghitung kontribusi (dalam persentase) masing-masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup tinggi.
6. Pengaruh belanja daerah terhadap PDRB, IPM dan jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur Untuk mengkaji pengaruh belanja daerah terhadap PDRB, IPM dan jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur digunakan analisis statistik inferensia. Analisis statistik inferensia adalah suatu alat analisis yang hasilnya dapat digunakan untuk bahan pengambilan keputusan atau peramalan di masa mendatang. Metode analisis yang digunakan adalah metode VAR dalam data Panel. Metode analisis ini merupakan pengembangan dari metode VAR, yang biasanya dilakukan dalam data times series, tetapi dalam hal ini menggunakan data panel. Sebagaimana disebutkan dalam Enders (1995), metode VAR dipopulerkan oleh Sims. Argumen utamanya adalah jika terdapat hubungan yang simultan antar variabel yang diamati, maka variabel-variabel tersebut perlu diperlakukan sama sehingga tidak ada lagi variabel endogen dan variabel eksogen. Pendekatan ini juga memiliki kelemahan salah satunya adalah model VAR tidak banyak tergantung pada teori dalam penyusunan model, sehingga sering disebut model yang tidak struktural atau atheoritical model
(Enders, 1995). Model VAR
memperlakukan semua variabel secara simetris, apakah variabel tersebut diukur
54
dalam level atau first difference. Tidak terdapat variabel eksogen dan tidak ada identifying restriction yang didasari pada teori ekonomi. Peranan teori ekonomi dalam model VAR tradisional hanya terbatas dalam proses identifikasi variabel yang akan digunakan dalam proses estimasi. Seperti
yang
dijelaskan
sebelumnya
bahwa
penelitian
ini
akan
mengimplementasikan pendekatan VAR dalam data panel dengan tujuan untuk mengatasi beberapa kelemahan dalam model data panel yang statis. Pendekatan VAR dalam data panel merupakan penggabungan antara pendekatan Vector Autoregressive (VAR) dan panel data. VAR menyatakan semua variabel dalam sistem sebagai variabel endogen dan pendekatan panel data dapat menunjukkan heterogenitas dari individu yang tidak dapat diobservasi. Pendekatan estimasi VAR dalam data panel pertama kali dilakukan oleh Holtz-Eakin, Newey dan Rosen (1988) atau disingkat HNR. Pendekatan NHR kemudian menjadi rujukan dalam pemodelan yang menggabungkan antara pendekatan VAR dan panel data seperti yang dilakukan oleh Love dan Zicchino (2006) dan Becker dan Hoffmann (2003). Secara garis besar analisis VAR dapat memberikan manfaat bagi penggunaan dalam bentuk : a. Forecasting, eksplorasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. b. Impule Response Function (IRF), melacak respon saat ini dan masa depan dari setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu c. Forecast Error Variance Decomposition (FEVDs), prediksi kontribusi persentase varian setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Implementasi pendekatan PVAR dalam penelitian ini merujuk pada Becker dan Hoffman (2003) dan Gavin dan Theodora (2005) yang menyatakan persamaan PVAR dalam bentuk berikut: ........................................................ (3.11)
Keterangan : A
= matriks pangkat dua dengan dimensi n x n
55
n
= jumlah variabel
B(L) = matriks polinomial berderajat p dengan lag operator L p
= jumlah lag yang digunakan dalam model
Yit
= vektor untuk variabel endogen
Yit-1 = matriks dari lag i
= kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur, i=1,2,3....,38
t
= periode waktu penelitian, t=1,2,3,...,7
Yit adalah sebuah matrik, yaitu :
............................................................. (3.12)
Keterangan : PDRBit
= PDRB kabupaten/kota ke i tahun ke t (Juta Rupiah), i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
IPMit
= Indeks Pembangunan Manusia kabupaten/kota ke i tahun t, i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
MISit
= Jumlah Penduduk Miskin kabupaten/kota ke i tahun ke t (Jiwa), i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
BPit
= Belanja Pegawai kabupaten/kota ke i tahun ke t (Juta rupiah), i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
BBit
= Belanja Barang kabupaten/kota ke i tahun ke t (Juta rupiah), i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
BMit
= Belanja Modal kabupaten/kota ke i tahun ke t (Juta rupiah), i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
BLit
= Belanja Lain kabupaten/kota ke i tahun ke t (Juta rupiah), i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
Uit
= error term kabupaten ke i tahun ke t , i=1,2,…38, t=1,2,3,…,8
56
Ada beberapa tahapan uji yang akan digunakan dalam metode VAR dalam data panel yaitu : a.
Uji Stationerity data Data panel merupakan gabungan antara data times series dan data cross
section. Dalam beberapa hal, data times series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau regresi lancung. Regresi lancung adalah situasi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statsitik dan nilai koefisien diterminasi yang tinggi, namun hubungan antar variabel di dalam model tidak saling berhubungan. Oleh karena itu, untuk dapat mengestimasi suatu model maka langkah utama yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas
data (unit root test). Pengujian akar-akar unit dilakukan untuk
menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak stasioner. Data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Enders, 1995). Uji kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada tidaknya akar unit yang terkandung diantara variabel, sehingga hubungan diantara variabel menjadi valid. Panel data merupakan gabungan antara data times series dan cross section, maka tahap uji stasioner juga perlu dilakukan. Ada perbedaan uji stasionar di data panel dengan uji stasioner di data times series, hal ini dikarenakan adanya pengaruh indivual dan waktu. Ada beberapa metode uji stasioner dalam panel data, diantaranya dengan unit root (Baltaqi, 2001). Ide dasar uji unit root dalam panel data adalah pengembangan dari uji unit root dalam times series, yang dapat dijelaskan dalam model : ..............................................................(3.13)
Variabel Yit dan Xit merupakan pengamatan untuk setiap unit ke-i, i=1,2,3,...,N dan t=1,2,3,...,T. N adalah jumlah individu dan T adalah jumlah periode waktu. Variabel gangguan yang dinotasikan dengan
adalah bersifat
random dan stokhastik dengan rata-rata nol, varian yang konstan dan tidak saling berhubungan. Variabel yang mempunyai sifat tersebut disebut variabel gangguan
57
yang white noise. Jika diasumsikan
, dengan lag pi dan bervariasi antar
cross section, maka uji hipotesisnya : Ho :
(mempunyai Unit root)
H1 :
(Tidak mempunyai unit root)
Jika nilai
maka dikatakan bahwa variabel random Y mempunyai
akar unit (Unit root). Jika data panel mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak secara random (random walk) dan data yang mempunyai sifat random walk dikatakan data tidak stasioner. Oleh karena itu jika kita melakukan regresi Yit pada lag Yit-1 dan mendapatkan nilai
maka data dikatakan tidak
stasioner. Inilah ide dasar uji akar unit untuk mengetahi apakah data stasiner atau tidak. Formula uji unit root dengan dasar ADF adalah : ............................(3.14)
Jika diasumsikan
, dengan lag pi dan bervariasi antar cross
section, maka uji hipotesisnya : Ho :
(mempunyai Unit root)
H1 :
(Tidak mempunyai unit root)
Posedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritisnya. Jika nilai absolut statistik lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya, nilai absolut statistik lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Secara spesifik, ada beberapa uji unit root dalam data panel yang masing-masing uji tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa uji unit root ditunjukkan pada Tabel 8.
58
Tabel 8 Beberapa uji unit root dalam data panel Test
Hipotesis Nol
LLC (Levin, Lin Mempunyai unit root
Hipotesis Alternatif Tidak Mempunyai unit root
dan Chu) Breitung
Mempunyai unit root
Tidak Mempunyai unit root
IPS
Mempunyai unit root
Beberapa
Cross
section
mempunyai unit root Fisher-ADF
Mempunyai unit root
Beberapa
Cross
section
mempunyai unit root Fisher-PP
Mempunyai unit root
Beberapa
Cross
section
mempunyai unit root Hadri
Tidak Mempunyai unit root
Mempunyai unit toot
Sumber : Baltaqi, 2001 b. Menentukan Lag Optimal Menentukan lag optimal dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama yaitu menetukan panjang lag maksimum sistem VAR yang stabil. Stabilitas sistem VAR dilihat dari inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh rootsnya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle. Kedua, panjang selang optimal akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Critrion (AIC), Schwarz Information Critrion (SC) dan Hannan Quin Critrion (HQ). Panjang selang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel lain di dalam sistem VAR. Bila digunakan salah satu kriteria di dalam menentukan panjang selang optimal, maka panjang selang optimal terjadi jika nilai-nilai kriteria di atas mempunyai nilai absolut paling kecil. Sedangkan jika menggunakan beberapa kriteria maka kita menggunakan kriteria tambahan yaitu dengan melihat nilai adjusted R2 variabel VAR dari masing-masing kandidat selang diperbandingkan, dengan penekanan pada variabel-variabel terpenting dari
59
sistem VAR tersebut. Selang optimal akan dipilih dari sistem VAR yang menghasikan nilai adjusted R2 terbesar pada variabel-variabel penting dalam sistem. c. Pengujian Hubungan Kointegrasi Regresi yang menggunakan data panel yang didalamnya terdapat data times series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan menghasilkan regresi lancung. Regresi lancung terjadi jika koefisien diterminasi cukup tinggi tapi hubungan antara variabel independent dan variabel dependen tidak mempunyai makna. Hal ini terjadi karena hubungan keduanya yang merupakan data yang mengandung times series hanya menunjukkan trend saja. Jadi tingginya koefisien diterminasi karena trend bukan hubungan antar keduanya. Jika data dua variabel mengandung akar unit atau dengan kata lain tidak stasioner, namun kombinasi linier kedua variabel mungkin saja stasioner. Sebagaimana dinyatakan oleh Baltaqi (2001) keberadaan variabel nonstasioner menyebabkan kemungkinan besar adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel di dalam sistem VAR. Berkaitan dengan hal tersebut, maka langkah selanjutnya di dalam estimasi VAR adalah uji kointegrasi, untuk mengetahui keberadaan hubungan antar variabel. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang meskipun secara individual tidak stasioner, tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut menjadi stasioner. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi adalah pengembangan dari uji kointegrasi di data times series, seperti metode Pedroni dan Koo (yang menggunakan dasar test kointegrasi Engle-Granger) dan Combined individual test (Fisher/Johansen). Untuk melakukan uji kointegrasi, dibuat dulu formula regresinya yaitu : ...............(3.15)
Kemudian kita dapatkan residualnya : ........................................................................(3.16) Atau
60
..........................................(3.17) Dari hasil estimasi nilai statistiknya, kemudian dibandingkan dengan nilai kristisnya. Nilai statitik diperoleh dari nilai
. Jika nilai statistiknya lebih besar
dari nilai kritisnya maka variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan jangka panjang dan sebaliknya maka variabel-variabel yang diamati tidak berkointegrasi. d. Analisis Dalam model VAR Pada dasarnya analisis ini digunakan untuk melihat struktur dinamis dari sistem variabel dalam model yang diamati, yang dicerminkan oleh variabel inovasi (innovation variabel). a) Impulse Respon Function (IRF). IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel sendiri dan variabel endogen lainnya. Impulse Respon Function (IRF) menelusuri pengaruh kontemporer dari suatu standar deviasi shock dari suatu inovasi terhadap nilai-nilai endogen saat ini atau nilai mendatang. IRF memberikan arah hubungan dan besarnya pengaruh antar variabel endogen karena menunjukkan pengaruh satu standar deviasi shock variabel endogen terhadap variabel endogen lainnya maupun variabel itu sendiri. Dengan demikian shock atau suatu variabel dengan datangnya informasi baru akan mempengaruhi variabel itu sendiri dan variabel-variabel lainnya dalam sistem. Hasil IRF tersebut sangat sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan.
b) Variance Decomposition Analisis ini adalah cara lain untuk memahami karakteristik dari perilaku dinamis. Jika IRF dapat melacak pengaruh dari suatu shock yang terjadi terhadap endogenous variabel dalam sistem, maka variance decomposition memisahkan varian yang ada dalam variabel endogen menjadi komponen-komponen shock pada variabel endogen dalam VAR. Variance decomposition digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan
61
antara varian sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain atau untuk melihat pengaruh relatif variabelvariabel penelitian terhadap variabel lainnya. Prosedurnya dengan mengukur presentase kejutan-kejutan atas masing-masing variabel. Lebih penting lagi menurut Sims dalam Enders (1995) Variance Decomposition menunjukkan kekuatan hubungan granger causality yang mungkin ada diantara variabelvariabel. Dengan kata lain, jika suatu variabel menjelaskan porsi yang besar dari forecast error variance dari variabel lain atau sebaliknya, mengindikasikan hubungan granger causality yang kuat.