40
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai Desember 2009. Penelitian dilakukan di Kota Bandung berkaitan dengan pengembangan kebijakan pemerintah Kota Bandung dalam hal pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang berkaitan dengan pengendalian sampah rumah tangga.
3.2 Tahapan Penelitian Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelaahan seluruh data Langkah ini melihat keseluruhan data, menginventarisasi data yang ada, baik data primer maupun data sekunder. Data primer dikumpulkan dari catatan lapangan, hasil wawancara dari berbagai kalangan, sesuai dengan fokus pertanyaan
masing-masing.
Kemudian
dicek
keabsahan dan kriteria
kelengkapan data itu dari beberapa catatan yang ada. Data sekunder yang dikumpulkan berupa dokumen penting dari berbagai instansi terkait. Dilengkapi juga dengan foto, gambar, peta wilayah, dan dokumen lain yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti. 2. Reduksi Data Setelah data ditelaah secara keseluruhan, dibaca dan dipelajari, maka langkah berikutnya adalah reduksi data yakni membuat abstraksi, membuat rangkuman inti, poin-poin penting. Bisa berupa pola pikir atau skema secara sistematik dengan alur tertentu. Hal ini amat membantu menggiring peneliti pada fokus kajian yang telah dirumuskan. 3. Menyusun dalam satuan. Setelah melakukan reduksi data maka langkah berikutnya adalah menyusun karakteristik dan indikator-indikator yang dipertanyakan dalam penelitian. Karakteristik dan indikator ini kemudian disatukan menjadi satuan konsep. Lincoln dan Guba (1985) menamakan sebagai satuan informasi yang berfungsi
41
untuk mendefinisikan kategori. Hal ini disebabkan karena suatu latar sosial individu merupakan suatu kebulatan (Lafland and Lofland, 1984). Setelah itu kemudian diberi label tertentu sehingga dapat diidentifikasikan satuan yang satu dengan lainnya. Perilaku sosial dan budaya dapat dipelajari dari pandangan arti perilaku manusia (Moleong, 1989). Jadi konseptualisasi satuan dapat ditemukan dengan menganalisis proses kognitif dan struktur kognitif seseorang yang diteliti bukan dari segi peneliti. Dengan demikian memunculkan keutuhan dan kebulatan heuristik, artinya menurut Lincoln dan Guba (1985): memberikan peluang penafsiran atau informasi yang banyak walaupun tanpa ada informasi tambahan. 4. Kategorisasi Kategorisasi merupakan langkah penyusunan dan pengelompokan bagianbagian yang memperlihatkan kaitan dengan indikator yang dipergunakan. Prosesnya dimulai dari pemilihan indikator, kemudian merangkaikannya dengan pilihan jawaban. 5. Penafsiran data Setelah data dikategorikan langkah selanjutnya adalah penafsiran data. Penafsiran data adalah mendeskripsikan hasil penelitian baik berupa deskripsi analitik maupun deskripsi substansif. Menurut Schaltzman dan Strauss (1973) deskripsi analitik adalah penafsiran data dengan menggunakan acuan teori yang sudah ada. Sedangkan deskripsi teori substansif menafsirkan data tidak menggunakan acuan teori yang ada, tetapi memunculkan kategori atau classes tertentu kemudian dicari karakter hubungan yang ditafsirkan dari data itu. Dari tafsiran data itu secara mendasar ada gambaran munculnya konsep-konsep baru, yang bisa memperkuat konsep yang ada, menggoyahkan atau menolak teori yang sudah ada.
3.3 Jenis dan Sumber Data Data sekunder yang dibutuhkan antara lain berkaitan dengan produkproduk peraturan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku di Kota Bandung sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungan
42
dengan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Selain itu data sekunder lainnya dibutuhkan
berkaitan
dengan
koordinasi
dalam
pelaksanaan
kebijakan
pengelolaan sampah, jumlah pegawai instansi berkaitan dengan persampahan, lokasi-lokasi TPA, alternatid-alternatif penanganan sampah, serta pendapat para pakar persampahan yang diperoleh dari hasil dokumentasi atau laporan-laporan yang dikumpulkan melalui studi pustaka dan informasi seperti PD Kebersihan, BPLHD Kota Bandung, Dinas Tata Kota, dan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Data primer yang diperlukan terdiri dari pendapat/pandangan masyarakat tentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi-instansi terkait, serta pendapat/pandangan para pakar di bidang pengelolaan sampah dalam menemukan prioritas dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Selain itu wawancara dengan para pakar pengelolaan sampah baik dari institusi pemerintahan maupun institusi akademik dilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan dalam pembahasan hasil analisis. Secara umum data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner.
3.4 Jumlah Sampel Penelitian Jumlah sampel minimum responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus Slovin (Rakhmat, 1997). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi diketahui yaitu sebesar 1.852 pegawai (Tahun 2008). Perhitungan jumlah sampelnya mengacu pada Slovin (Rakhmat, 1997) sebagai berikut: n=
N Ne 2 + 1
Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 15% Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel
43
minimum yaitu :
n=
1.852 = 43,4 ≈ 44 1.852(0,15) 2 + 1
Jumlah sampel minimum responden masyarakat Kota Bandung yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus Slovin (Rakhmat, 1997). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi diketahui, yaitu sebesar 1.615.582 masyarakat Kota Bandung yang berusia 15-64 tahun (www.jabar.go.id, Tahun 2008). Perhitungan jumlah sampelnya, sebagai berikut: n=
N Ne 2 + 1
Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 6% Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel minimum, yaitu :
n=
1.615.582 = 277,7 ≈ 278 1.615.582(0,06) 2 + 1
Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung yang dapat dipergunakan adalah sebanyak minimal 44 sampel, sedangkan jumlah sampel responden masyarakat Kota Bandung yang dapat dipergunakan adalah sebanyak minimal 278 sampel, dengan teknik pengambilan sampel responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung menggunakan Simple Random Sampling dengan menggunakan bantuan daftar absen, responden dipilih secara acak, dengan memilih 150 pegawai, sedangkan teknik pengambilan sampel responden masyarakat Kota Bandung menggunakan Simple Random Sampling dengan pembagian menurut kecamatan, responden dipilih secara acak, dengan memilih 450 masyarakat. Kuesioner dianggap sah jika pernyataan pada kuesioner dijawab seluruhnya dan pada setiap pernyataan hanya ada satu jawaban. Perincian
44
penyebaran kuesioner penelitian kepada pegawai dan kepada masyarakat ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Pegawai Klasifikasi Kuesioner Jumlah Kuesioner yang disebar Jumlah kuesioner yang kembali Jumlah kuesioner yang sah Sumber: Hasil Pengolahan Data
Jumlah 150 107 73
Tabel 2 Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Masyarakat Klasifikasi Kuesioner Jumlah Kuesioner yang disebar Jumlah kuesioner yang kembali Jumlah kuesioner yang sah Sumber: Hasil Pengolahan Data
Jumlah 450 389 300
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 didapat jumlah kuesioner yang disebar adalah 150 kuesioner untuk pegawai dan 450 untuk masyarakat, jumlah kuesioner yang kembali 107 kuesioner untuk pegawai dan 389 untuk masyarakat. Dari jumlah kuesioner yang kembali diperiksa dan hasil kuesioner yang sah, yaitu 73 responden pegawai dan 300 responden masyarakat yang dipergunakan menjadi data primer untuk pengolahan data.
3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Penyebaran kuesioner Kuesioner dirancang sedemikian rupa dengan mengacu pada indikatorindikator yang dipergunakan dalam penelitian ini untuk keperluan analisis data yang dipergunakan. Kuesioner untuk analisis faktor, disebarkan baik kepada pegawai PD Kebersihan, maupun kepada masyarakat di Kota Bandung. Kuesioner untuk Analysis Hierarchy Procecess ditujukan kepada 5 (lima) orang tenaga ahli di bidang Pengelolaan Sampah yaitu 1) PD Kebersihan Kota Bandung, 2) Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota
45
Bandung, 3) Tokoh Masyarakat Bidang Pengelolaan Sampah, 4) Pejabat Pemerintah Daerah Kewilayahan (Camat, Lurah, RW atau RT), dan 5) Tenaga Ahli (Dosen) Bidang Pengelolaan Sampah. 2. Wawancara secara mendalam (in-depth interview) Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan melalui sejumlah pertemuan dengan informan yang di dalamnya berlangsung tanya jawab dan pembicaraan akrab mengenai berbagai aspek penelitian baik dalam suasana formal maupun informal. Proses wawancara ini selain menjelaskan informasi mengenai dirinya seperti asal daerah, aktivitas kerja, kehidupan dalam pergaulan, dan pandangan hidupnya; informasi juga menjelaskan hal di luar dirinya seperti kondisi komunitas, hubungannya dengan masyarakat sekitar. Wawancara mendalam yang dilakukan ini ditujukan kepada para stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan sampah seperti 1) Kepala PD Kebersihan Kota Bandung, 2) Kepala Dinas Kesehatan, 3) Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup, 4) Tokoh Masyarakat bidang Lingkungan Hidup, dan 5) Pejabat Pemerintah Daerah Kewilayahan (Camat, Lurah, RW dan RT) Fokus wawancara mendalam terbagi ke dalam 7 (tujuh) bagian. Pertama, berkaitan dengan kebutuhan akan tempat pembuangan sampah yang terus meningkat. Kedua, peningkatan pelayanan kepada masayarakat. Ketiga, membantu Pemerintah Kota Bandung dalam pengadaan lokasi tempat pembuangan sampah alternatif. Empat, tidak terjadi penumpukan sampah yang dapat mengganggu kesehatan. Lima, kemudahan dalam membuang sampah. Enam, tidak terganggu bau sampah dan tujuh, kompensasi yang wajar. 3. Pengamatan Berperanserta Pengamatan berperanserta (partisipant-observation) dilakukan dengan mengikuti proses awal pengangkutan sampah sampai proses pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, interaksi dengan masyarakat terutama mereka yang tinggal dekat Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Mengacu pada klasifikasi peran serta dari Spradley (1980:60), jenis peran serta peneliti adalah peran serta moderat (moderate partisipation), yakni
46
peran serta yang memelihara keseimbangan posisi sebagai insider dan outsider,
sebagai
pengamat
sekaligus partisipan.
Sebelum
pengamatan
berperanserta berlangsung, pendekatan pada masing-masing kasus dilakukan, untuk menciptakan saling percaya (trust building). Pengamatan dilakukan dengan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan membangun tempat pembuangan akhir (TPA) untuk meningkatkan daya tampung pembuangan sampah organik dan an-organik yang diproduksi oleh masyarakat Kota Bandung yang meliputi antara lain: a. Pengumpulan data dokumenter dilakukan di PD Kebersihan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Daerah, Asisten Bidang Pemerintahan, Dinas Kampraswil dan catatan penting lainnya. b. Catatan lapangan, yang meliputi berbagai informasi dari hasil wawancara terhadap informan yang berupa: 1) Isi pembicaraan langsung yang dicatat dari hasil wawancara secara terbuka, bebas, langsung dalam rangka melengkapi informasi. Hal ini membantu wawancara agar tidak kaku dalam pembicaraan, bahkan muncul masalah menarik dari catatan pembicaraan secara bebas. 2) Catatan peristiwa, konteks dan situasi, siapa, dimana, apa, kapan dan bagaiamana kegiatan itu. Catatan ini dapat menggambarkan peristiwa dan refleksi yang berisi kerangka berfikir dan pendapat peneliti, gagasan dan kepedulian (Bogdan dan Biklen, 1992).
4. Studi Literatur Metode melalui studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari dan menelaah berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, antara lain melalui buku teks, buku-buku pendukung maupun penelitian terdahulu yang relevan. Studi ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang sifatnya teoritis dan digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan.
47
3.6 Metode Analisis Data 1. Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan penilaian persepsi pegawai PD Kebersihan dan Masyarakat Kota Bandung melalui 5 (lima) pilihan jawaban yang memiliki skor 1 sampai 5. Hasil penilaian berdasarkan persepsi responden penelitian ini kemudian diolah untuk memperoleh prosentase berdasarkan pilihan jawaban, sehingga diperoleh prosentase terbanyak yang dijadikan acuan dalam menetapkan hasil pengukuran terhadap variabel penelitian.
2. Factor Analysis Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompokkelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperoleh kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan ini bermaksud untuk mengungkapkan faktor utama yang merupakan variabel penyebab atau independent variable yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung. Dalam statistika, metode analisis yang sesuai dengan permasalahan tersebut adalah analisis faktor berkaitan dengan komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi yang merupakan faktor penentu kebijakan berdasarkan teori Edward III (1980) yang diterapkan pada pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah. Prinsip kerja analisis faktor digunakan dalam pengolahan data penelitian yang bertujuan untuk mengelompokkan dan mereduksi suatu varibel penelitian. Hasil analisis faktor yang berbentuk kelompok faktor berdasarkan variabel penelitian yang lebih sederhana dengan informasi yang lebih baik yang diberikan oleh variabel penelitian. Analisis faktor adalah model matematik yang berfungsi menjelaskan hubungan antara kumpulan besar variabel menjadi bentuk kumpulan yang kecil berdasarkan faktor-faktor yang terbentuk. Gambar 2 menjelaskan prinsip kerja analisis faktor.
48
Solusi Empat Faktor Gambar 2 Ilustrasi Solusi Empat Faktor Hasil Reduksi, Pengelompokkan dan Pengurutan Sumber: Hasil Kajian Kesesuaian dengan Penelitian yang Dilakukan (modifikasi Dillon, 1984)
49
Keterangan: X1 = Komunikasi X1.1 = Kejelasan Penerimaan Informasi Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.2 = Pengetahuan Melaksanakan Tugas dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.3 = Kecepatan Menerima Informasi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.4 = Frekuensi Penerimaan Informasi Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.5 = Kesesuaian Pelaksanaan dengan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.6 = Kecepatan Pemecahan Masalah Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2 = Sumberdaya X2.1 = Kemudahan Perolehan Informasi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2.2 = Ketersediaan Peralatan Pendukung Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2.3 = Kemampuan Sumberdaya Pengelola Persampahan X3 = Disposisi atau Sikap Pelaksana Pengelola Persampahan X3.1 = Pemahaman Pengelola dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah X3.2 = Pengetahuan Pengelola dalam Pekerjaannya X3.3 = Penerapan Pengelola dalam Melaksanakan Kebijakan Pengelolaan Sampah X3.4 = Kesopanan dan Kejujuran Pengelola Persampahan X3.5 = Komitmen Pengelola Persampahan dalam Menjalankan Tugas X3.6 = Prioritas Keberhasilan Kebijakan Pengelolaan Sampah X4 = Struktur Birokrasi Pengelolaan Persampahan X4.1 = Kejelasan Pembagian Tugas Pengelolaan X4.2 = Tanggung Jawab Pelaksana Persampahan X4.3 = Kejelasan Wewenang Pelaksana Persampahan X4.4 = Kejelasan Koordinasi Pelaksana Persampahan
Analisis Faktor digunakan dengan melakukan validasi. Metoda ini berguna untuk menghitung keterkaitan (korelasi) antar variabel-variabel penyebab yang membentuk variabel akibatnya. Variabel yang akan digunakan adalah variabel yang mempunyainilai lebih besar dari 0,3. Besarnya angka 0,3 tersebut di dasarkan kepada pendapat dillon dan goldstein (1984) yang menyatakan bahwa variabel yang mempunyai nilai 0,3 dapat digunakan sebagai variabel bermakna.
3. Analisis AHP dan SWOT (AWOT) Analisis ini merupakan perpaduan antara Analitic Hierarchy Process (AHP) dan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, and Threat). Analisis SWOT menjadi suatu alat kekuatan untuk mencari dan menemukenali potensi dalam kebijakan pengelolaan sampah sebagai kekuatan yang dimiliki. Hasil analisis ini
50
dapat dijadikan sebagai landasan strategi untuk mencapai keberlangsungan pembangunan terutama dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung dengan menggambarkan pengaruh, tindakan yang diperlukan, untuk mencapai keluaran yang diinginkan (Moughtin,1990). Tujuan akhir dari analisa ini adalah untuk memilih strategi yang efektif untuk memaksimalkan keunggulan kekuatan/potensi dan memanfaatkan peluang serta pada saat yang sama meminimalkan pengaruh kelemahan dan ancaman yang dihadapi (Diklat Manajemen Perkotaan, 1999). Analisis SWOT tidak mungkin dicapai tanpa adanya pengetahuan mengenai sejarah wilayah studi dan pengetahuan faktor baik eksternal maupun internal yang ada di perkotaan (Moughtin, 1999). Analisis SWOT di sini akan mengidentifikasikan faktor internal wilayah sebagai kekuatan dan kelemahan, dan faktor eksternal sebagai peluang dan ancaman, matriks SWOT sebagai rangkuman dari faktor eksternal dan internal yang dipengaruhi dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan. Matriks SWOT sebagai rangkuman dari faktor internal dan eksternal yang dipengaruhi dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dimana analisis ini memungkinkan untuk diformulasikan dan dirumuskan suatu strategi yang sesuai dengan visi dan misi dari kebijakan pengelolaan sampah yang ditetapkan. Kerangka Analisis SWOT ditampilkan pada Tabel 3. Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk membantu perumusan strategi. Cara yang paling lazim adalah memanfaatkannya sebagai kerangka acuan logis yang dijadikan pedoman pembahasan sistematik tentang situasi dan kondisi pengelolaan sampah serta alternatif-alternatif pokok yang mungkin dipertimbangkan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Analisis SWOT yang sistematik dapat dilakukan untuk semua aspek situasi dalam pengelolaan sampah. Sebagai hasil analisis ini memberikan kerangka yang dinamik serta bermanfaat untuk analisis strategik. Dalam proses pengambilan keputusan publik, seringkali sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya pada ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada serta beragamnya kriteria pemilihan tersebut (Saaty dan
51
Vargas, 1994). Dengan adanya berbagai alternatif pemilihan keputusan tersebut, masalah mendasar pengambilan keputusan publik adalah bagaimana menentukan bobot penilaian untuk suatu kriteria yang digunakan menurut kepentingan tertentu.
Tabel 3 Kerangka Analisis SWOT Strengths (Kekuatan)
Weakness (Kelemahan)
Kekuatan diukur berdasarkan situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif yang memungkinkan PD Kebersihan Kota Bandung memenuhi keuntungan stratejik dalam mencapai visi dan misi. Kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah ini berupa keberadaan sumberdaya, keunggulan pelaksana, dukungan lingkungan, karakteristik kawasan dan letak geografis. Kekuatan ini merupakan kompetensi khusus yang memberikan keunggulan dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan sampah. Kekuatan dapat terkandung dalam sumberdaya keuangan, citra, sarana dan prasarana yang tersedia serta faktorfaktor lainnya
Kelemahan diukur berdasarkan situasi dan faktorfaktor dalam PD Kebersihan Kota Bandung yang bersifat negatif, yang menghambat PD Kebersihan mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi. Kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah berupa keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, daya dukung dan kapabilitas yang menghambat kualitas lingkungan yang meliputi fasilitas sumberdaya keuangan, sarana dan prasarana, kemampuan sumberdaya manusia dan budaya yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah
Opportunities (Peluang)
Threat (Ancaman)
Peluang diukur berdasarkan situasi dan faktorfaktor luar PD Kebersihan Kota Bandung yang bersifat positif, yang membantu organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi organisasi. Peluang dalam kebijakan pengelolaan sampah berupa situasi penting yang menguntungkan dalam melaksanakan kebijakan. Kecenderungan penting merupakan salah satu identifikasi perubahan kualitas lingkungan, peraturan serta kebutuhan masyarakat dan swasta yang dapat memberikan peluang bagi pelaksanaan kebijakan
Ancaman diukur berdasarkan faktor-faktor luar organisasi yang bersifat negatif, yang dapat mengakibatkan PD Kebersihan Kota Bandung gagal mencapai visi dan misinya. Ancaman dalam kebijakan pengelolaan sampah berupa situasi yang tidak menguntungkan dalam pelaksanaan kebijakan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi pelaksanaan kebijakan saat ini atau tidak diinginkan dalam melaksanakan kebijakan. Perubahan kualitas lingkungan, perkembangan teknologi, peraturan baru dapat menjadi ancaman bagi pengelolaan sampah.
Sumber: Hasil Kajian Peneliti Pengambilan keputusan penetapan prioritas kriteria, model Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan model kuantitatif yang cocok untuk diterapkan dalam rangka pengambilan keputusan penetapan prioritas kriteria dalam rangka pengambilan keputusan penentuan prioritas dalam pengelolaan
52
sampah di Kota Bandung. Metode ini merupakan metode perencanaan yang luwes dan memungkinkan adanya pengambilan keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena AHP mengandalkan pada intuisi pada input utamanya. Intuisi tersebut harus datang dari pengambil keputusan yang cukup informasi yang memahami masalah yang sedang dihadapi dan akan diambil keputusan. Ada beberapa Variabel yang ditetapkan untuk diterapkan dengan menggunakan metode AHP, yakni: 1. Faktor utama/Main Isue (Level 1): Agar tercapai goal yang dituju, ada isue utama yang diperhatikan, yakni keterkaitan kriteria terhadap faktor utama, dapat digambarkan sebagai suatu proses hubungan kausal, yang memberikan pengaruh menguntungkan dan merugikan terhadap key isue. 2. Kriteria (Level 2): Dari faktor-faktor yang berpengaruh di atas ada berbagai kriteria, agar dapat memaksimalkan pengelolaan sampah yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pengendalian sampah. 3. Alternatif (Level 3): Alternatif ini merupakan kriteria yang mengacu kepada pendekatan faktor penting dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah berupa pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Bandung Penggunaan Model AHP dan SWOT dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 3 di halaman berikut.
53
Kebijakan Persampahan
Strengths
Red
K
S
Weaknesses
Reu
D
B
K
S
Rec
D
B
K
S
Emp
D
B
K
S
Red
D
B
K
S
Reu
D
B
K
S
Opportunities
Rec
D
B
K
S
Emp
D
B
K
S
Red
D
B
K
S
Reu
D
B
K
S
Rec
D
B
K
Gambar 3 Model Hirarki AHP dan SWOT Keterangan: Red = Reduce (Mengurangi Sumber). Reu = Reuse (Memanfaatkan Kembali) Rec = Recycle (Mengolah Kembali) Emp = Empower (Memberdayakan)
K S D B
Threats
= Komunikasi = Sumberdaya = Disposisi = Birokrasi
S
Emp
D
B
K
S
Red
D
B
K
S
Reu
D
B
K
S
Rec
D
B
K
S
Emp
D
B
K
S
D
B