20
III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium South East Asian Food and Agriculture Science dan Technology (SEAFAST) Center, kampus IPB Darmaga, Bogor. Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus 2009 - April 2010.
B. Bahan dan Alat Isolat Lactobacillus asal ASI sebanyak 19 isolat yang berasal dari koleksi SEAFAST Center IPB (L. rhamnosus A15, L. fermentum A20, L. acidophilus 1 A22, L. rhamnosus A23, L. rhamnosus A24, Lactobacillus A27, L. rhamnosus A29, L. rhamnosus R12, L. rhamnosus R14, L. rhamnosus R21, L. rhamnosus R22, L. rhamnosus R23, L. rhamnosus R24, Lactobacillus R25, L. rhamnosus R26, Lactobacillus R27, Lactobacillus R32, L. rhamnosus B10, dan L. rhamnosus B16), mikroba uji adalah Escherichia coli enteropatogenik (EPEC K1.1) dari Dr.dr.Sri Budiarti dari Lab. Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Penelitian Bioteknologi IPB. Tikus percobaan Sprague-Dawley berasal dari Biofarmaka Bogor. Bahan penyusun ransum terdiri kasein, maizena, minyak jagung, vitamin mix, mineral mix dan selulosa. Media untuk uji mikrobiologi yaitu medium agar dan medium cair Nutrient Agar dan Nutrient Broth (NA dan NB), medium cair dan medium agar de Mann Rogosa Sharpe (MRSB dan MRSA), medium agar EMBA, medium agar Rogosa, asam asetat, NaCl, dan susu skim bubuk. Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas laboratorium, kandang tikus percobaan beserta perlengkapan pemeliharaan lainnya, alat sonde, timbangan, vorteks, refrigerator, deep freezer -80oC, sentrifus berpendingin, perangkat alat bedah tikus, inkubator, dan autoklaf.
21
C. Metode Penelitian Penelitian aktivitas antidiare isolat Lactobacillus (Lab) asal ASI ini secara umum dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengujian aktivitas antibakteri isolat Lactobacillus asal ASI terhadap EPEC dengan metode kontak. Tahap kedua adalah pengujian dosis EPEC yang dapat menimbulkan diare tanpa menimbulkan kematian yang dilakukan secara in vivo menggunakan tikus percobaan. Selanjutnya dosis yang diperoleh digunakan pada tahap ketiga, yaitu isolat Lactobacillus terpilih yang dihasilkan dari tahap pertama memiliki penghambatan yang terbaik terhadap EPEC (3 isolat) diiuji aktivitasnya sebagai antidiare dengan menggunakan tikus percobaan. Tahapan studi yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.
1. Pemeliharaan Tikus Percobaan Pengujian secara in vivo dilakukan dengan tikus percobaan (jenis Sprague Dawley) jantan berumur 28 hari. Sebelum dilakukan pengujian, tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama dua minggu dimana tikus hanya diberikan ransum standar dan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Pemberian ransum standar sebanyak 20 gram/ekor dan air minum (AMDK) diberikan kepada setiap tikus setiap hari secara ad libitum. Ransum standar dibuat berdasarkan AIN (1976) yang telah dimodifikasi dengan kadar protein menjadi 15% (20% untuk standar AIN 1976), dan serat menjadi 1% (5% untuk standar AIN 1976). Modifikasi ini dilakukan karena pada penelitian awal tikus mengalami diare dengan kadar protein dan serat yang terlalu tinggi. Perhitungan dan komposisi ransum yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 dan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Berat badan tikus ditimbang setiap 2 hari sekali dan sisa ransum ditimbang setiap hari. Kandang dan perlengkapan tikus dibersihkan setiap hari dengan cara: 1. Penggantian botol minum dan wadah ransum tikus dengan dicuci dan dibilas menggunakan air panas (mendidih).
22
2. Pencucian kandang dengan sabun dan air bersih serta dibilas dengan klorin 200 ppm. 3. Penggantian sekam sebagai alas dalam kandang setiap hari, sekam terlebih dahulu disterilkan dalam autoklaf pada 121oC selama 15 menit.
Tabel 2 Komposisi ransum yang digunakan dalam penelitian
Komponen
Komposisi ransum (%)
Protein
15
Minyak
5
Mineral
3.5
Serat
1
Air
10
Vitamin
1
Pati
Ditambahkan sampai dengan 100%
23
Tahap 1. Pengujian aktivitas antibakteri isolat Lactobacillus terhadap EPEC
Tahap 2. Penentuan dosis EPEC yang dapat menyebabkan tikus diare tanpa menimbulkan kematian
Tahap 3. Pengujian antidiare secara preventif (mencegah diare) dari 3 isolat terpilih dari Tahap 1 secara in vivo dengan menggunakan tikus percobaan
Analisis jumlah total BAL dengan media MRSA dan total E. coli dengan media EMBA
Parameter yang diamati: - konsumsi ransum (setiap hari), - berat badan (setiap 2 hari) - kondisi feses tikus setiap hari, yaitu sehari sebelum diintervensi EPEC dan selama 5 hari setelah perlakuan. Parameter yang diamati: - konsumsi ransum (setiap hari), - berat badan (setiap 2 hari) - konsistensi dan warna feses (setiap hari) - jumlah laktobasili dan E. coli feses sebelum perlakuan (H0), setelah intervensi Lab selama 1 hari (H1), setelah intervensi Lab selama 3 hari (H3), sebelum intervensi EPEC (H7), 5 hari berturut-turut setelah intervensi EPEC (H8, H9, H10, H11, dan H12) - jumlah laktobasili dan E. coli pada kolon dan sekum (H12) - pengamatan kolon tikus dengan SEM (H12)
Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian antidiare Lactobacillus asal ASI
24
2. Pengujian
Aktivitas
Antibakteri
Lactobacillus
terhadap
E.
coli
Enteropatogenik (EPEC) (modifikasi Parish & Davidson 1993) Pengujian aktivitas antibakteri Lactobacillus terhadap EPEC dilakukan dengan metode kontak. Kultur Lactobacillus dan EPEC disegarkan terlebih dahulu masing-masing dalam medium MRSB dan NB selama 24 jam. Pengujian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu pengujian antara 106 cfu/ml isolat Lactobacillus dengan EPEC 105 cfu/ml, dan 108 cfu/ml isolat Lactobacillus dengan dosis EPEC yang sama. Tahap pertama adalah sebanyak 1 ml (dari 107 cfu/ml) isolat Lactobacillus ditambahkan ke dalam kultur EPEC dalam tabung berisi media susu skim 10%, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Selanjutnya dihitung jumlah total BAL dan E. coli dengan metode agar tuang menggunakan medium MRSA dan EMBA sebelum dan sesudah masa inkubasi. Isolat Lactobacillus yang dapat menghambat pertumbuhan EPEC dan menurunkan pertumbuhaannya sebesar > 2 log cfu/ml diikutsertakan pada uji tahap kedua. Pada uji tahap kedua, sebanyak 1 ml (dari 109 cfu/ml) isolat Lactobacillus ditambahkan ke dalam 105 cfu/ml kultur EPEC dalam tabung berisi media susu skim 10%, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Selanjutnya dihitung jumlah BAL dan E. coli dengan metode agar tuang menggunakan medium MRSA dan EMBA sebelum dan sesudah masa inkubasi. Selain itu juga digunakan kontrol EPEC yang ditumbuhkan dalam media susu skim 10% tanpa penambahan isolat Lactobacillus. Tiga isolat Lactobacillus
yang memiliki
penghambatan
terbesar terhadap EPEC
diikutsertakan dalam uji aktivitas antidiare menggunakan tikus percobaan.
3. Penentuan Dosis E. coli Patogenik yang Menyebabkan Tikus Diare (Fitrial 2009; Oyetayo 2004) Pada penelitian pendahuluan dilakukan pemberian inokulum EPEC pada beberapa konsentrasi (cfu/ml) sehingga tikus menjadi diare ditandai dengan feses yang cair. Tikus yang diare ditandai dengan feses yang lembek hingga berair, berukuran lebih besar, berwarna lebih pucat, sampai memiliki lapisan lendir.
25
Pada penentuan dosis EPEC K1.1 yang dapat menimbulkan tikus diare tanpa menimbulkan kematian digunakan 20 ekor tikus yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol (5 ekor tikus) yang hanya diberikan larutan fisiologis, kelompok tikus yang diberi EPEC sebanyak 108 cfu/ml (5 ekor tikus), kelompok tikus yang diberi EPEC sebanyak 107 cfu/ml (5 ekor tikus), dan kelompok tikus yang diberi EPEC sebanyak 106 cfu/ml (5 ekor tikus). Sebelum pemberian EPEC tikus diadaptasikan dahulu selama dua minggu dengan pemberian ransum standar secara ad libitum dan air minum dalam kemasan (AMDK). Pemberian EPEC dilakukan dengan cara disonde. Tikus kelompok kontrol disonde dengan larutan fisiologis (NaCl 0.85%) yang digunakan sebagai media pengencer untuk bakteri EPEC. Pengamatan feses tikus dilakukan sebelum perlakuan (H0), sehari setelah perlakuan (H1), dua hari setelah perlakuan (H2), tiga hari setelah perlakuan (H3), empat hari setelah perlakuan (H4), dan lima hari setelah perlakuan (H5). Gambar 3 menunjukkan skema perlakuan dan pengamatan yang dilakukan di dalam uji dosis EPEC.
Gambar 3 Skema perlakuan dan pengamatan dalam uji dosis EPEC
Isolat EPEC dipersiapkan dengan menumbuhkannya dalam media Nutrient Broth selama 24 jam pada suhu inkubasi 37oC. Selanjutnya media
26
yang telah ditumbuhi EPEC disentrifugasi menggunakan alat sentrifuse berpendingin pada kecepatan 4000 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit. Supernatan dipisahkan dan sel bakteri disuspensikan dalam larutan NaCl 0.85% dan diencerkan sampai didapatkan pengenceran yang sesuai dengan dosis menggunakan larutan NaCl 0.85%.
4. Pengujian Aktivitas Antidiare Isolat Lactobacillus Asal ASI (Oyetayo 2004; Ishida-Fuji et al. 2007) Tikus dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus, yaitu kelompok tikus yang tidak diintervensi Lactobacillus maupun EPEC (kontrol negatif), kelompok tikus yang diintervensi EPEC tetapi tidak diintervensi isolat Lactobacillus (kontrol EPEC), dan tiga kelompok tikus yang diintervensi baik oleh EPEC maupun salah satu dari tiga isolat Lactobacillus. Pemberian ransum standar dan air minum (AMDK) diberikan setiap hari secara ad libitum. Setelah dua minggu masa adaptasi (yaitu hanya mendapat ransum dan air minum), selanjutnya tikus percobaan kelompok perlakuan isolat Lactobacillus
diintervensi
dengan
isolat
Lactobacillus,
jumlah
isolat
Lactobacillus yang diberikan adalah sebanyak 109 CFU per hari, sedangkan kelompok kontrol EPEC dan negatif dicekok dengan larutan fisiologis selama 7 hari. Untuk melihat manfaat pencegahan diare, tikus percobaan kelompok perlakuan isolat Lactobacillus dan kelompok kontrol EPEC diintervensi dengan EPEC pada H8. Intervensi Lactobacillus dan EPEC dilakukan dengan cara disonde. Tikus kelompok kontrol, yang tidak dicekok EPEC maupun Lactobacillus (kontrol negatif), dicekok dengan larutan fisiologis. Lebih jelasnya perlakuan tikus percobaan selama pengujian dapat dilihat pada Tabel 3. Evaluasi aktivitas antidiare isolat Lactobacillus terhadap tikus percobaan dilakukan dengan mengamati: berat badan tikus (setiap 2 hari) konsumsi ransum (setiap hari) konsistensi dan warna feses (setiap hari)
27
jumlah laktobasili dan E. coli feses sebelum perlakuan (H0), setelah intervensi Lab selama 1 hari (H1), setelah intervensi Lab selama 3 hari (H3), sebelum intervensi EPEC (H7), 5 hari berturut-turut setelah intervensi EPEC (H8, H9, H10, H11, dan H12) Jumlah laktobasili dan E. coli pada kolon dan sekum: pengamatan dilakukan 5 hari setelah intervensi EPEC (H12). Skema perlakuan dan pengamatan dalam uji aktivitas antidiare (secara preventif) dapat dilihat pada Gambar 4. Pengamatan kolon tikus dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) pada H12.
Gambar 4 Skema perlakuan dan pengamatan dalam uji aktivitas antidiare
28
Tabel 3 Perlakuan tikus percobaan selama pengujian antidiare preventif Perlakuan Kelompok
Adaptasi (H-13 sampai H0)
Kontrol negatif
Hanya diberi ransum dan air minum
Kontrol EPEC
Hanya diberi ransum dan air minum
Perlakuan isolat Lactobacillus strain 1 Perlakuan isolat Lactobacillus strain 2 Perlakuan isolat Lactobacillus strain 3
Hanya diberi ransum dan air minum Hanya diberi ransum dan air minum Hanya diberi ransum dan air minum
H1 sampai H7 Intervensi diganti dengan disonde air steril Intervensi diganti dengan disonde air steril
H8 Intervensi diganti dengan disonde air steril Diintervensi EPEC
H9 sampai H12 Intervensi diganti dengan disonde air steril Intervensi diganti dengan disonde air steril
Diintervensi Lactobacillus
Diintervensi Lactobacillus dan EPEC
Diintervensi Lactobacillus
Diintervensi Lactobacillus
Diintervensi Lactobacillus dan EPEC
Diintervensi Lactobacillus
Diintervensi Lactobacillus
Diintervensi Lactobacillus dan EPEC
Diintervensi Lactobacillus
a. Pengambilan dan Persiapan Sampel Feses Tikus Feses tikus diambil secara aseptis langsung dari anus tikus dan ditampung dalam plastik steril. Pengambilan feses dilakukan pada setiap tikus dalam tiap kelompok dan feses disatukan tiap dua ekor tikus untuk feses yang memiliki kriteria yang sama (diare atau normal). Feses kemudian dihomogenasikan dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0.85%) dan diencerkan secara bertingkat.
b. Pengambilan dan Persiapan Sampel Sekum dan Kolon (modifikasi Blay et al. 1999; Krause et al. 1995) Sampel sekum dan kolon dari tikus dalam tiap kelompok diambil secara aseptis pada hari ke-13 (saat pengataman H12) dengan cara
29
membedah tikus. Pengambilan sekum dan kolon dilakukan secara terpisah dan masing-masing diletakkan dalam cawan petri steril. Selanjutnya isi sekum dan kolon masing-masing dikeluarkan dengan cara merobek sekum maupun kolon menggunakan gunting steril kemudian mengeluarkan isinya menggunakan sudip steril. Isi sekum dan kolon masing-masing ditimbang. Isi sekum dan kolon tersebut masing-masing kemudian dihomogenasikan dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0.85%) dan diencerkan secara bertingkat.
c. Penghitungan Jumlah Laktobasili dan E. coli pada Feses, Sekum, dan Kolon Tikus Pengenceran yang sesuai pada feses, sekum, dan kolon tikus kemudian dipupukkan pada media Rogosa agar untuk menghitung jumlah laktobasili (Harrigan 1998) dan EMBA untuk menghitung jumlah E. coli (Swanson et al. 2002). Untuk dapat membedakan letak sekum dan kolon pada sistem pencernaan tikus dapat dilihat pada Gambar 5. Jumlah laktobasili dan E. coli pada kolon dan sekum pada pengamatan H12 yang kemudian dianalisis dengan program SPSS 13.0 dan uji beda lanjut dengan uji Duncan.
Bagian kolon yang diambil Bagian sekum yang diambil
Gambar 5 Skema saluran perncernaan tikus
30
d. Preparasi Spesimen Kolon Untuk Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) (modifikasi Savage & Blumershine 1974) Satu ekor tikus tiap kelompok dibedah dan diambil bagian kolonnya. Kolon dibersihkan dari isinya dengan cara diambil menggunakan sudip steril kemudian kolon dipotong pendek sekitar 0.5 cm. Selanjutnya potongan kolon tersebut direndam dalam larutan 2% glutaraldehyde dalam buffer phosphate pada pH 7.3 dan suhu 4oC yang kemudian disimpan selama 2 hari (tahap prefiksasi). Tahap ini bertujuan untuk mematikan sel tanpa mengubah struktur sel yang akan diamati. Pada tahap fiksasi, sampel direndam dalam tannic acid 2% selama 6 jam, selanjutnya dicuci dengan cacodylate buffer selama 15 menit sebanyak 4 kali, kemudian dicuci dengan osmium tetraoksida 1% selama 1-4 jam dan dicuci dengan akuades selama 15 menit sebanyak 1 kali. Tahap ini terutama bertujuan untuk memberikan kontras yang lebih baik sehingga lebih mudah untuk diamati. Pada tahap dehidrasi, sampel direndam dengan alkohol konsentrasi bertingkat, yaitu 50% selama 5 menit sebanyak 4 kali, 70% selama 20 menit, 85% selama 20 menit, 95% selama 20 menit, dan alkohol absolut selama 10 menit sebanyak 2 kali. Tahap dehidrasi ini bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam sayatan sehingga tidak mengganggu proses pengamatan. Spesimen kemudian dibekukan dalam freezer sampai beku, selanjutnya dimasukkan freeze dryer sampai kering. Spesimen selanjutnya direkatkan pada stub menggunakan perekat karbon, disepuh dengan emas (metal coating). Pelapisan dengan emas ini bertujuan untuk mempertinggi kontras terhadap sel. Sampel siap diamati dengan SEM. e. Pewarnaan Gram Isolat Bakteri (Hadioetomo 1993) Sebanyak 1 lup penuh air steril diletakkan pada kaca obyek, kemudian dengan jarum ose steril dipindahkan sedikit isolat ke atasnya, selanjutnya dicampurkan dan disebarkan hingga rata dan dibiarkan olesan mengering oleh udara. Kaca obyek dilalukan di atas api Bunsen, di mana kaca obyek harus terasa agak panas bila ditempelkan pada
31
punggung tangan, atau sekali-kali dikering anginkan di udara hingga terbentuk lapisan kultur yang tipis dan merata. Pewarnaan Gram dimulai dengan meneteskan pewarna primer (kristal violet) secara merata di atas kultur pada kaca obyek, dan dibiarkan selama 1 menit. Kemudian kaca obyek dimiringkan untuk membuang kelebihan kristal violet, lalu dibilas dengan air dari botol pijit, dan sisa air diserap dengan menggunakan kertas serap. Olesan ditetesi dengan lugol selama 2 menit, kemudian dimiringkan seperti di atas dan kemudian dibilas dengan air, sisa warna yang masih ada dihilangkan dengan pemucat warna etanol 95%, tetes demi tetes selama 10-20 detik sampai zat warna kristal tidak terlihat lagi mengalir dari kaca obyek. Selanjutnya dicuci kembali dengan air dari botol pijit, lalu ditiriskan dan ditetesi dengan larutan safranin selama 10-20 detik. Kaca obyek kemudian dimiringkan dan kembali dibilas dengan air dari botol pijit, ditiriskan dan sisa air yang masih ada diserap dengan kertas serap. Preparat siap untuk diperiksa dengan mikroskop. Pemeriksaan
dengan
mikroskop
dilakukan
dengan
menggunakan lensa obyektif minyak imersi (1000x), dimulai dari perbesaran yang terendah dan berangsur-angsur diganti dengan yang tinggi.
Pengamatan
dilakukan
terhadap
ukuran,
bentuk,
cara
pengelompokan (tunggal, berpasangan, rantai, bergerombol, dan sebagainya). Reaksi Gram positif ditandai dengan warna sel ungu atau biru dan Gram negatif berwarna merah muda.