17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Kualitas Salah satu nilai utama yang diharapkan oleh konsumen dari produsen adalah kualitas/mutu. Kemampuan produsen menghasilkan suatu produk dalam memberikan hasil/kinerja yang sesuai dan dapat memenuhi atau bahkan melebihi harapan konsumen merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan dalam era yang semakin kompetitif. Semakin memenuhi harapan konsumen, maka suatu produk dapat dikatakan semakin berkualitas. Oleh karena itu pemahaman konsep mutu sangat penting dalam pengembangan aktivitas suatu perusahaan karena pertumbuhan suatu perusahaan ditentukan oleh mutu produk yang dihasilkan. Mutu menurut marimin (2004) adalah ukuran seberapa dekat suatu barang atau jasa sesuai dengan standar mutu. Sedangkan menurut ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan. Apabila diuraikan lebih rinci, mutu memilki dua perspektif, yaitu perspektif konsumen dan perspektif produsen dimana apabila kedua hal tersebut disatukan maka tercapai kesesuaian antara kedua sisi yang dikenal dengan kesesuaian untuk digunakan konsumen. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, bervariasi dari konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), kemudahan dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics), dan sebagainya (Gaspersz, 2011). Kualitas juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus menerus sehingga dikenal istilah Q-MATCH (Quality=Meets Agreed Terms and Changes).
18
Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun yang lebih strategik dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut (Gaspersz, 2011) : 1.
Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.
2.
Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas diatas tampak bahwa kualitas
selalu berfokus pada konsumen (consumer focused quality). Produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Maka suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan kebutuhan konsumen, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar. Dengan demikian dalam proses pengembangannya yang memperhatikan konsep kualitas akan memberikan keuntungan. Menurut Gaspersz (2011), bahwa keuntungan dengan konsep kualitas yaitu bebas dari pemborosan (waste) dan inefisiensi. Apabila pemborosan dan inefisiensi dapat dicegah atau dikurangi, maka biaya proses produksi per unit akan menjadi rendah, yang berarti harga produk menjadi lebih kompetitif.
3.1.2 Definisi Produk Ketika perusahaan menawarkan produknya kepada masyarakat, perusahaan harus memiliki keyakinan bahwa produk yang akan diluncurkan itu memang dirancang untuk dapat memuaskan keinginan konsumen. Oleh karena itu, proses merancang sebuah produk, bukan sekedar menyangkut penentuan manfaat apa yang akan dipenuhi, melainkan juga menyangkut keputusan disain produk, nama merek, merek dagang, jaminan, citra produk dan layanan konsumen. Oleh karena itu tidak ada satupun produk yang dapat dikatakan sebagai produk yang sempurna. Kemajuan dan perkembangan teknologi menuntut agar produsen dapat membuat produk yang memiliki sifat lebih (lebih baik, lebih
19
modern, lebih mudah, dan lain sebagainya) sesuai dengan kebutuhan konsumen yang menjadi lebih banyak. Dalam pemasaran definisi produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket kepuasan yang didapat dari pembelian produk. Kepuasan tersebut merupakan akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh produsen. Produk adalah hasil dari aktivitas atau proses. Suatu produk dapat berbentuk (tangible), tak berbentuk (intangible), atau kombinasi keduanya. Istilah “produk” seringkali digunakan sebagai istilah umum untuk menyebut barang dan jasa (Levens, 2010); Kotler dan Amstong (2003), produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat berupa barang ataupun jasa. Dengan demikian produk dapat berupa barang (goods), perangkat lunak (software), dan jasa (services) (Gaspersz, 2011). Menurut Levens (2010), produk merupakan sesuatu yang dikonsumsi untuk penggunaan pribadi atau bisnis. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2007), produk (product) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dibeli atau dikonsumsikan, kedalam pengertian produk termasuk objek-objek fisik, jasa, tokoh-tokoh, tempat, organisasi dan pikiran (ide).
Suyanto (2008) menyebutkan produksi adalah
merupakan suatu proses kegitan yang menambah nilai guna suatu barang atau jasa. Tujuan dasar dari suatu produk adalah untuk memberikan manfaat kepada konsumen. Manfaat mendefinisikan sebuah utilitas produk, atau kegunaan untuk pelanggan. Ketika dihadapkan pada dua atau lebih produk, konsumen melakukan evaluasi atribut dan manfaat masing-masing produk. Mereka kemudian memilih produk yang menawarkan manfaat yang maksimal (Levens, 2010). Produk merupakan suatu obyek yang dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang susah untuk dipuaskan dan selalu menginginkan lebih baik dari sebelumnya.
20
Levens (2010) menyebutkan, meskipun sering terabaikan, desain produk merupakan elemen penting dari strategi produk dan memiliki potensi untuk menambah diferensiasi dan nilai. Produk yang dihasilkan perusahaan, dalam perjalanannya tentunya mengalami tahapan seperti yang sesuai siklus hidupnya, sehingga pemilihan produk, pendefinisian produk maupun desain produk perlu secara terus menerus diperbaharui. Oleh karenanya menurut Dwiningsih (2010) untuk mengetahui bagaimana menciptakan dan mengembangkan produk baru dengan berhasil sudah merupakan suatu kewajiban perusahaan yang ingin terus hidup. Perusahaan perlu terus menerus melakukan upaya penciptaan produk baru atau pembaharuan produk karena untuk dapat mengimbangi persaingan yang dihadapi diantaranya produk substitusi maupun perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen. Walaupun pada kenyataannya seringkali produk baru banyak yang gagal untuk dapat dipasarkan akan tetapi usaha yang terus-menerus untuk memperkenalkan produk baru harus tetap dilakukan. Oleh karenanya seleksi produk, pendefinisian produk maupun desain produk sangat penting dilakukan terus menerus sehingga manajer operasi dan organisasinya harus memahami resiko kegagalan yang mungkin terjadi. Dan harus menampung banyak produk baru sementara aktifitas yang dijalankan tetap dilakukan.
3.1.3 Perancangan dan Pengembangan Produk Dalam sebuah industri, umumnya perusahaan banyak menghadapi persaingan ataupun ancaman dari para kompetitornya. Michael Porter (1980) menyebutkan bahwa perusahaan dapat melakukan beberapa analisis untuk mengetahui seberapa besar kekuatan para kompetitornya dalam industri yang sama dan mengidentifikasikan lima komponen yang dapat menentukan daya pikat sebuah jenis industri atau segmen pasar apakah masih menarik atau tidak untuk dimasuki beserta ancamannya dari masing-masing komponen tersebut. Ancamanancaman tersebut datang dari: 1.
Persaingan antar pelaku industri /Threat of Intense Segment Rivalry
2.
Ancaman Pendatang Baru /Threat of New Entrants
3.
Ancaman Produk Pengganti /Threat of Substitute Products
21
4.
Posisi tawar pelanggan /Bargaining Position of Customer
5.
Posisi tawar Pemasok /Bargaining Positions of Supplier Mengembangkan atau menambahkan fitur dari produk yang sudah ada dapat
digolongkan sebagai pengembangan produk baru. Teknologi memiliki andil besar dalam pengembangan produk baru, namun apabila dalam pengembangannya akan menimbulkan kerugian jika produk yang dibuat hanya untuk maksud memamerkan teknologi saja. Hal ini mengindikasikan bahwa terlepas dari tingginya teknologi yang akan dihadirkan pada umumnya, kualitaslah yang akan menentukan tingginya penawaran produk tersebut oleh pasar maupun konsumen. Menurut Akao (1995) menyebutkan bahwa pemikiran dan pemahaman dari konsumen memegang peran sebagai kunci keberhasilan/tidaknya pengembangan produk baru. Suyanto (2008) menyebutkan bahwa perusahaan atau organisasi saat ini sudah
semakin
meningkat
kesadarannya
atas
betapa
pentingnya
dan
bermanfaatnya pengembangan produk atau jasa baru. Produk yang saat ini beredar di pasar menghadapi akhir tahap daur hidup produknya dan memang harus diganti dengan produk yang lebih baru. Namun produk baru pun bisa gagal total. Selain menghadapi keberhasilan, pembaruan produkpun ditantang oleh resiko yang tidak kalah besar. Kunci keberhasilan suatu pembaharuan terletak pada pengelolaan organisatoris yang lebih efektif dalam menangani gagasan produk baru, menyelenggarakan penelitian mendalam dan prosedur pengambilan keputusan pada setiap tahap proses pengembangan produk baru. Proses pengembangan produk baru menurut Budiastuti (2003) adalah suatu aktifitas menentukan peluang pemasaran untuk menemukan ide pengembangan produk
baru,
mengembangkan
konsep,
memproduksi
produk,
dan
mendistribusikannya kepada konsumen. Sebagian orang beranggapan bahwa memasarkan produk baru adalah sesuatu hal yang mudah karena produk tersebut belum ditawarkan pemasar yang lain dan karena adanya pemahaman jika produknya baru maka produk tersebut mempunyai sesuatu yang baru dan unik yang dapat dijadikan modal untuk menarik minat konsumennya. Akan tetapi, tidak demikian bagi sebagian yang lain, memasarkan produk baru tak ubahnya melakukan suatu perjalanan panjang yang membutuhkan persiapan energi dan
22
strategi untuk melaluinya. Jika beruntung, jalan yang mulus, datar dengan pemandangan yang indah akan mereka temui. Tak jarang mereka harus menghadapi jalanan yang berbatu, terjal, dan berliku-liku. Sebuah proses yang tak mungkin dihindari. Pada intinya, perancangan dan pengembangan produk ini menurut Ulrich &Eppinger (2001) berisi metode-metode yang bertujuan untuk mengembangkan dan merancang produk agar dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan melibatkan fungsi-fungsi pemasaran, desain perancangan, dan manufaktur. Dari sudut pandang suatu perusahaan yang melihat keuntungan (laba) sebagai faktor penting, pengembangan produk dapat dikatakan berhasil atau sukses jika produk dapat diproduksi dan dijual dengan menghasilkan laba. Namun seringkali hanya dengan melihat faktor laba saja tidaklah cukup untuk dijadikan penilaian yang tepat dan langsung. Berikut ini menurut Ulrich&Eppinger (2001) menyebutkan bahwa ada lima dimensi spesifik yang biasa digunakan untuk menilai usaha pengembangan produk, yaitu: 1.
Kualitas produk Seberapa baik produk yang dihasilkan dari usaha pengembangan produk? Apakah produk tersebut dapat memuaskan konsumen? Apakah produk tersebut kuat? Kualitas produk menjadi pengaruh yang cukup kuat dalam pasar serta menjadi faktor yang menentukan harga yang ingin dibayar konsumen utnuk produk yang dibuat.
2.
Biaya produk Biaya yang dimaksud adalah biaya yang digunakan untuk modal peralatan dan alat bantu serta biaya produksi setiap unit produk. Biaya produk ini menetukan besar laba yang dihasilkan.
3.
Waktu pengembangan produk Seberapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengembangan produk? Waktu pengembangan menentukan kemampuan berkompetisi, tanggapan akan perubahan teknologi, dan kecepatan untuk menerima pengembalian ekonomis dari usaha pengembangan produk.
23
4.
Biaya pengembangan Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengembangkan produk? Biaya pengembangan merupakan bagian penting yang berhubungan dengan laba.
5.
Kemampuan pengembangan Apakah pengembang memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengembangkan produk di masa depan dengan berbekal pengalaman sekarang ini? Kemampuan pengembangan merupakan modal yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan ekonomis di masa yang akan datang. Cara kerja yang baik pada kelima dimensi diatas akan mendorong kesuksesan ekonomi pada pengembangan produk. Pengembangan produk merupakan kegiatan yang membutuhkan bantuan
kontribusi dari semua fungsi yang ada, namun berikut ini merupakan tiga fungsi yang paling penting bagi usaha pengembangan produk, yaitu: 1.
Pemasaran Fungsi pemasaran adalah sebagai jembatan interaksi yang menghubungkan antara produsen dan konsumen. Peranan lain pemasaran antara lain adalah mengidentifikasi peluang produk, mendefinisikansegmen pasar, dan mengidentifikasi kebutuhan konsumen. Bagian pemasaran juga secara khusus menetapkan target harga dan merancang peluncuran serta promosi produk.
2.
Perancangan (desain) Fungsi desain perancangan (desain) memiliki peran penting untuk mendefinisikan bentuk fisik produk agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.
3.
Manufaktur Fungsi manufaktur yang utama adalah bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan sistem produksi pada proses produksi suatu produk. Secara luas, fungsi manufaktur mencakup pembelian, distribusi, dan instalasi (supply chain).
24
Proses pengembangan produk secara umum menurut Ulrich&Eppinger (1995) terdiri dari enam tahap yang terkonsep dan teratur, sebagai berikut: 1.
Planning (perencanaan): Tahap perencanaan sering dianggap sebagai zerofase karena tahap ini dilakukan paling awal mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual.
2.
Concept development (pengembangan konsep): Pada tahap pengembangan konsep
ini
dilakukan
pengidentifikasian
target
kebuthan
pasar,
pengevaluasian konsep-konsep produk alternatif, dan pemilihan satua atau lebih konsep yang akan digunakan dalam pengembangan produk lebih jauh. 3.
System level design (perancangan tingkatan sistem): tahap perancangan tingkatan sistem membahas lebih lanjut mengenai definisi arsitektur atau konstruksi produk dan menguraikan produk menjadi subsistem-subsisten serta komponen-komponen. Gambaran perakitan akhir untuk sistem produksi biasanya dijelaskan dalam tahap ini. Output yang dihasilkan pada tahap ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi produk secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran prose pendahuluan untuk proses perakitan akhir.
4.
Detail design (perancangan detail): Tahap perancangan detail membahas mengenai spesifikasi lengkap dari bentuk , material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponenproduk. Output dari tahap ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk: gambar pada file komputer tentang bentuk tiap komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dibeli, serta rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk.
5.
Testing and refinement (pengujian dan perbaikan): Tahap pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi bermacam-macam versi produksi dari awal.
6.
Production ramp-up (produksi awal): Pada tahap produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang mungkin terjadi pada proses produksi sesungguhnya.
25
3.1.4 Konsep Perilaku Konsumen Setiap individu mempunyai pandangan yang sangat beragam terhadap produk yang menurut masing-masing individu dapat memenuhi apa yang dibutuhkannya. Terdapat banyak faktor yang melandasi dalam individu tersebut yang dapat mempengaruhi hasil keputusan yang dibuat. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor psikis yang berasal dari dalam diri individu, maupun faktor lingkungan tempat individu berada. Pemahaman tentang perilaku konsumen tidak hanya penting bagi konsumen, tetapi juga penting bagi produsen. Bagi produsen, pengetahuan terhadap apa yang diinginkan konsumen menjadi penting untuk mengetahui strategi yang tepat dalam mempengaruhi pilihan konsumen. Sedangkan bagi konsumen, agar dapat memutuskan pilihannya secara bijaksana terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh pemasaran (produsen). Pemahaman konsep perilaku menurut Levens (2010) adalah interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungan dimana manusia melakukan aspek-aspek pertukaran (pembelian barang dan layanan) dalam hidupnya. Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2004), perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang produk, layanan maupun ide yang diharapkan dapat memuaskan keinginan mereka. Tiga hal penting mengenai perilaku konsumen menurut Peter dan Olson (1999) yaitu: 1.
Bahwa perilaku konsumen bersifat dinamis. Setiap konsumen, baik individu, grup atau masyarakat luas selalu berubah dan bergerak. Hal ini berimplikasi terhadap studi perilaku konsumen serta pengembangan strategi pemasaran. Sebuah teori dan kesimpulan yang diambil mengenai perilaku konsumen hanya bisa digeneralisasi untuk jangka waktu, produk, dan sasaran tertentu.
2.
Untuk memahami konsumen juga dibutuhkan pemahaman terhadap apa yang mereka pikirkan (kognisi), apa yang dirasakan (afeksi), apa yang
26
mereka lakukan (perilaku), dan kejadian sekitar yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan konsumen. 3.
Perilaku
konsumen
juga
melibatkan
pertukaran
diantara
individu.
Pertukaran yang dilakukan oleh dua atau lebih organisasi atau orang, dimana terjadi saling memberi dan menerima value merupakan bagian integral dari marketing. Levens (2010) menyebutkan bahwa konsumen mempunyai banyak pilihan dalam begitu banyak kategori produk dan layanan. Perilaku konsumen tidak hanya meliputi keputusan untuk membeli sebuah produk, tapi juga meliputi proses pembelian itu sendiri, bagaimana hubungan antara produk dan pengembangan perusahaan, bagaimana persepsi individu dan sosial berubah, dan bagaimana hubungan dengan pengembangan produk dari waktu ke waktu. Menurut Hawkins dan Mothersbaugh (2010), pengetahuan tentang perilaku konsumen penting bagi setiap orang dan dapat diaplikasikan untuk beberapa tujuan, antara lain: 1.
Strategi Marketing
2.
Pengetahuan tentang perilaku konsumen penting dalam perumusan strategi marketing, karena dapat mengurangi kemungkinan pengambilan keputusan yang keliru atau kegagalan penciptaan pasar.
3.
Kebijakan dan Peraturan Marketing Efektifitas peraturan yang terkait dengan praktek marketing membutuhkan pengetahuan yang luas tentang perilaku konsumen.
4.
Marketing sosial Marketing sosial adalah penerapan strategi marketing dan taktik untuk memperbaiki atau membentuk perilaku yang mempunyai pengaruh positif pada individu atau society yang dijadikan target.
5.
Informed individual Pengetahuan tentang perilaku konsumen dapat memperbaiki pemahaman kita tentang lingkungan dan diri kita sendiri. Pemahaman ini penting untuk memunculkan kesadaran berwarga negara, berperilaku pembelian yang efektif, serta mengerti etika bisnis.
27
3.1.5 Konsep Pemasaran Dalam perspektif konsumen, tawaran nilai (value proposition) merupakan kesatuan paket benefit yang dijanjikan oleh perusahaan, bukan hanya benefit dari produk yang ditawarkan. Sedangkan dalam perspektif penjual (seller), makna sebuah transaksi itu dikatakan bernilai (valuable) bila pertukaran yang terjadi memberikan keuntungan bagi penjual (seller). Levens (2010) menyebutkan bahwa salah satu konsep terpenting dari ilmu ekonomi yang digunakan dalam marketing adalah ide tentang utilitas. Utilitas didefinisikan sebagai kepuasan yang diterima oleh konsumen dari produk yang dimiliki atau dikonsumsinya. Konsumen adalah penentu akhir dari sebuah nilai kepuasan (the ultimate adjudicators) sesuai dengan kebutuhan (need) atau keinginannya (want). McHugh, et al. (1997), menyatakan konsep marketing sebagai sebuah proses dalam menentukan kebutuhan dan keinginan konsumen, dan kemudian menyediakan barang dan jasa yang dimiliknya, sesuai dengan ekspektasi konsumen tersebut atau lebih dari itu. Marketing adalah sebuah proses yang berkelanjutan dan terus menerus. Perusahaan atau organisasi dalam hal ini harus secara kontinu melakukan adaptasi dan perubahan dalam pasar, dan berupaya pula melakukan perubahan pada kebutuhan dan keinginan konsumennya. Secara konsep, menurut Griffin dan Ebert (2006), marketing adalah sebuah proses dalam merencanakan dan melaksanakan konsepsi, harga, promosi, dan distribusi dari gagasan-gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memberikan kepuasan tujuan individu dan organisasi. Sedangkan Levens (2010), memberikan definisi terhadap konsep marketing sebagai sebuah philosofi organisasi yang didedikasikan untuk memenuhi dan memahami kebutuhan konsumen dengan menciptakan sebuah value (nilai). Dengan demikian, konsep atau gagasan marketing merupakan hal yang sangat mendasar dan sangat penting untuk dipahami bagi perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan dan targetnya dalam jangka panjang, dan merupakan cara pandang bagaimana sebuah perusahaan atau organisasi menjabarkan kebutuhan dan keinginan konsumen yang bersifat dinamis. Oleh karena itu mengenali perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar lingkungan
28
bisnis harus dilakukan oleh perusahaan secara terus menerus karena berkaitan erat dengan perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap nilai-nilai yang ditawarkan, sehingga nilai-nilai yang diberikan tersebut akan bermanfaat, bahkan dapat melebihi harapannya.
3.1.6
Konsep Quality Function Deployment (QFD)
3.1.6.1 Pengertian QFD Quality Function Deployment menurut Hofmeister (1991) dan Charteris (1993) adalah metodologi dalam proses perancangan dan pengembangan produk atau layanan yang mampu mengintegrasikan suara-suara konsumen ke dalam proses perancangannya. Pokok persoalan dalam proses pengembangan produk baru (new product development) adalah hubungan antara karakteristik produk dengan pelaku di dalam proses produksi. Salah satu metode yang sangat dianjurkan untuk menerjemahkan secara sistematis antara karakteristik yang berkualitas ke dalam teknologi yang berkualitas sesuai keinginan konsumen adalah metode QFD. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi QFD menurut para pakar : 1.
Akao (1990) dan Urban (1993) mengemukakan bahwa QFD merupakan metodologi untuk menterjemahkan keinginan dan kebutuhan konsumen ke dalam suatu rancangan produk yang memiliki persyaratan teknis dan karakteristik kualitas tertentu.
2.
Menurut Goestch and David (2000), QFD menerjemahkan apa yang dinginkan pelanggan serta bagaimana cara organisasi menghasilkannya. Hal tersebut memungkinkan organisasi memprioritaskan kebutuhan pelanggan, mencari inovasi untuk menanggapi kebutuhan pelanggan, merubah proses agar lebih efektif. QFD adalah penerapan penting untuk proses perbaikan sehingga organisasi memungkinkan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
3.
Cohen (2007), QFD adalah sebuah metode terstruktur untuk perencanaan dan pengembangan produk yang memungkinkan tim pengembangan menentukan secara jelas keinginan dan kebutuhan konsumen, serta mengevaluasi setiap usulan kapabilitas produk atau layanan
secara
29
sistematis, serta akibat yang ditimbulkan/dampaknya sesuai dengan kebutuhan konsumen. 4.
Kotler (2005), tugas menerjemahkan permintaan-permintaan pelanggan sasaran menajadi prototype yang berfungsi dibantu beberapa metode yang dikenal sebagai penyebaran fungsi mutu QFD. Metodologi ini mengambil daftar atribut pelanggan Customer Atribut (CA) yang diinginkan, yang dihasilkan riset pasar, dan mengubahnya menjadi daftar atribut rekayasa Enginering Attrribute (EA) yang dapat digunakan oleh para insinyur.
5.
Gazpers (2011), QFD sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhankebutuhan itu ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masingmasing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan QFD merupakan suatu
jalan bagi perusahaan untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkannya. QFD menerjemahkan apa yang diinginkan konsumen serta bagaimana organisasi menghasilkannya. Hal tersebut memungkinkan organisasi memprioritaskan kebutuhan konsumen dengan cara mencari terobosan-terobosan baru guna perbaikan dalam menghasilkan inovasi dan melakukan perbaikan secara terus menerus secara efektif dan efisien.
3.1.6.2 Rumah Kualitas (House Of Quality) Rumah kualitas atau biasa disebut juga House of Quality (HOQ) merupakan tahap pertama dalam penerapan metodologi QFD. Secara garis besar matriks ini adalah upaya untuk mengkonversi voice of costumer secara langsung terhadap persyaratan teknis atau spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang dihasilkan. Perusahaan akan berusaha mencapai persyaratan teknis yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dengan sebelumnya melakukan benchmarking terhadap produk pesaing. Benchmarking dilakukan untuk mengetahui posisi-posisi relatif produk yang ada di pasaran yang merupakan pesaing/kompetitor. Struktur matrik pada HOQ seperti yang disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut:
30
Gambar 1. Model House Of Quality Bagian A terdiri dari sejumlah kebutuhan dan keinginan konsumen yang diperoleh dari penelitian pasar. Suara konsumen merupakan input dalam HOQ. Metode identifikasi kebutuhan konsumen yang biasa digunakan dalam suatu penelitian adalah wawancara, baik secara grup atau perorangan. Bagian B adalah matriks perencanaan. Matriks ini merupakan komponen yang digunakan untuk menerjemahkan persyaratan pelanggan menjadi rencanarencana untuk memenuhi atau melebihi persyaratan yang ditentukan pelanggan. Pada bagian ini terdiri dari tiga jenis informasi: a.
Bobot kepentingan kebutuhan konsumen.
b.
Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa.
c.
Tingkat kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa sejenis dari perusahaan pesaing. Bagian C berisi persyaratan-persyaratan teknis untuk produk atau jasa baru
yang akan dikembangkan. Data ini diturunkan berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen (matriks A).
31
Bagian D terdiri dari penelitian manajemen mengenai kekuatan hubungan antara elemen-elemen yang terdapat pada bagian persyaratan teknis (matriks C) dan kebutuhan konsumen (matriks A) yang dipengaruhinya. Kekuatan hubungan ditentukan dengan simbol tertentu. Bagian E menunjukkan korelasi antara persyaratan teknis yang satu dan persyaratan-persyaratan lain yang terdapat di matriks C. Korelasi antara kedua persyaratan teknis tersebut ditunjukkan menggunakan simbol-simbol tertentu. Bagian F terdiri dari tiga jenis informasi: a.
Urutan tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis.
b.
Informasi untuk membandingkan kinerja teknis produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan terhadap kinerja produk pesaing.
c.
Target kinerja persyaratan teknis produk atau jasa yang baru dikembangkan. Komponen detail House Of Quality adalah sebagai berikut:
a.
Whats adalah keinginan atau kebutuhan konsumen, ditempatkan pada bagian A gambar diatas.
b.
How (tactical descriptions) adalah kebutuhan-kebutuhan akan desain, yaitu bahasa teknis produk atau jasa. Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa matriks how merupakan jawaban yang diberikan perusahaan atas permintaan dalam matriks what.
c.
Correlation Matrix menjelaskan hubungan antara what dengan how. Korelasi ini dapat digambarkan dengan simbol kuat, cukup, dan lemah.
d.
Correlation Roof Matrix menggambarkan hubungan antar how. Korelasi ini dapat dibedakan menjadi korelasi positip dan negatip. Korelasi positip berarti bahwa antara technical descriptors saling mendukung. Tetapi bila korelasi negatip maka antar technical descriptors saling bertentangan, sehingga perlu dicermati ketika mengimplementasikannya agar pelanggan tidak dirugikan. Karena bisa jadi kita menaikkan kualitas satu layanan tetapi justru akan menurunkan layanan yang lain.
e.
Competitive assesment adalah penilaian produk atau jasa orang dengan orang pesaing. Selain itu pada tahap ini juga dilakukan penelitian mengenai kondisi kemampuan terhadap technical descriptor yang telah ditetapkan.
32
f.
Costumer Requirement Priorities adalah prioritas yang diberikan konsumen terhadap kebutuhannya. Dalam tahap ini perhitungannya meliputi: Information to Customer, Target Value, Scale of Factor, Sales point, dan nilai absolute Weight.
3.1.6.4 Manfaat QFD Manfaat utama menggunakan QFD menurut Sullivan (1986), Hauser dan Clausing (1988), Barnard dan Griffin (1992), Hauser (1993), Govers (1996) dalam Akao (1995) adalah: 1.
Perusahaan memungkinkan untuk membuat kunci trade-off antara apa yang menjadi tuntutan konsumen dan apa yang mampu dihasilkan oleh perusahaan;
2.
QFD meningkatkan komunikasi yang efektif antara divisi perusahaan dan meningkatkan kerja tim;
3.
Kualitas dibangun di hulu;
4.
QFD meningkatkan kepuasan pelanggan dengan memastikan bahwa tuntutan konsumen dibawa ke dalam proses NPD (New Product Development);
5.
Hal-hal yang penting dalam memproduksi dapat
dikontrol dan tidak
diabaikan; 6.
QFD dapat menyatukan semua data yang diperlukan untuk pengembangan produk yang baik dan tim pengembangan dapat melihat dengan sangat cepat di mana informasi tambahan apa yang diperlukan selama proses berlangsung.
Selain
itu,
informasi
lebih
baik
digunakan
dan
didokumentasikan; 7.
QFD memperpendek time to market.
Keunggulan – keunggulan yang dimiliki QFD adalah: 1.
Menyediakan format standar untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen menjadi persyaratan teknis, sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
2.
Menolong tim perancang untuk memfokuskan proses perancangan yang dilakukan pada fakta-fakta yang ada, bukan intuisi.
33
3.
Selama proses perancangan, pembuatan keputusan ‘direkam’ dalam matriks-matriks sehingga dapat diperiksa ulang serta dimodifikasi di masa yang akan datang.
3.1.6.5 Implementasi QFD Implementasi QFD secara garis besar dibagi dalam 3 (tiga) tahap, tetapi sebelum memasuki ketiga tahap tersebut selalu ada tahap perencanaan dan persiapan. Adapun ketiga tahap tersebut adalah : 1.
Tahap pengumpulan voice of customer. Pada tahap ini akan dilakukan survey untuk memperoleh suara pelanggan
yang tentu membutuhkan waktu dan ketrampilan untuk mendengarkan. Proses QFD membutuhkan data konsumen yang ditulis sebagai atribut-atribut dari suatu produk atau jasa. Tiap atribut mempunyai data numerik yang berkaitan dengan kepentingan relatif atribut bagi konsumen dan tingkat performansi kepuasan konsumen dari produk yang dibuat berdasarkan atribut tadi. 2.
Tahap penyusunan house of quality Menurut Cohen (1992) dalam Macklin (2011), tahap-tahap dalam menyusun
rumah kualitas adalah sebagai berikut: 1. Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi: a.
Memutuskan siapa pelanggan,
b.
Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan konsumen,
c.
Menyusun keinginan dan kebutuhan tersebut, dan
d.
Pembuatan diagram afinitas
2. Tahap II Matrik Perencanaan, tahap ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan-kebutuhan
pelanggan
dan
menetapkan
tujuan-tujuan
performansi kepuasan. 3. Tahap III Respon Teknis, pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan-kebutuhan konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
34
4. Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen. Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3) dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan (tahap 1). 5. Tahap V Korelasi Teknis, tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara karakterisitik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusahakan agar tidak terjadi bottleneck. 6. Tahap IV Benchmarking dan Penetapan Target, pada tahap ini perusahaan perlu menentukan respon teknis mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika dibandingkan oleh produk sejenis 3.
Tahap analisa dan interpretasi Tahap analisa dan interpretasi merupakan tahap teknis dan implementasi
Quality Function Deployment. Disini dilakukan analisis dan interpretasi terhadap rumah kualitas yang sudah disusun pada tahap sebelumnya. Dan bila dilanjutkan pada pembuatan suatu produk/jasa, maka akan dapat dihasilkan produk/jasa yang mempunyai karakteristik yang kuat dalam memenuhi keinginan konsumen.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya genetik beberapa jenis
anggrek yang berpotensi sebagai bahan baku penyedia materi induk persilangan anggrek Dendrobium bunga potong, maka Indonesia seharusnya mampu bersaing dengan negara lain. Kondisi ini sangat ironis bagi dunia peranggrekan, khususnya konsumen pengguna bibit, sebab dalam menjalankan usaha taninya sebagian besar bibit yang digunakan berasal dari impor. Membanjirnya produk impor diduga karena rendahnya kualitas anggrek Dendrobium yang berasal dari dalam negeri, sehingga tidak mampu bersaing dengan produk pesaing. Adanya produk anggrek Dendrobium bunga potong dan produk tanaman hias jenis
lain merupakan
ancaman bagi produsen. Apabila kondisi tersebut dibiarkan, maka dalam waktu cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap pemborosan devisa negara. Akses informasi pemasaran antara produk yang dihasilkan oleh produsen dengan preferensi konsumen belum memadai. Hal tersebut menyebabkan ketidaksesuaian
35
informasi antara kualitas produk yang dihasilkan oleh produsen dengan kualitas produk yang diinginkan oleh konsumen. Suara konsumen merupakan syarat mutlak yang dijadikan dasar penyusunan atribut-atribut (featur) dari produk yang akan dikembangkan. Featur menjadi alat bersaing yang membedakan produk dengan produk pesaing. Produk yang memberikan nilai lebih bagi konsumen menjadi dasar pertimbangan konsumen dalam memilih produk. Kemampuan produsen memberikan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen akan menjadi hambatan masuk bagi pesaing (competitive barriers). Maka kemampuan produsen dalam menerjemahkan apa yang diinginkan oleh konsumen dapat memberikan petunjuk yang berharga bagi perencanaan pengembangan
produk
selanjutnya
dan
peluang
untuk
menggerakkan
peranggrekan kearah yang lebih baik sesuai dinamika pasar. Hasilnya akan diperoleh matriks rumah kualitas atau House of Quality (HOQ) pengembangan varietas baru anggrek Dendrobium bunga potong. Pengembangan kualitas produk baru melalui pemuliaan tanaman merupakan titik awal dari kegiatan produksi. Program pemuliaan akan memberikan manfaat apabila mengacu kepada pemuliaan ideotipe tanaman. Tipe ideal merupakan suatu parameter yang diinginkan oleh konsumen. Hal ini merupakan suara konsumen (voice of consumer ) dan menjadi komponen kunci (berupa atribut-atribut) dalam menyusun matriks HOQ. Matriks HOQ yang telah disusun ini digunakan untuk rekomendasi perencanaan dalam menentukan arah pengembangan kualitas terhadap varietas anggrek Dendrobium bunga potong secara berkelanjutan. Secara rinci alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.
36
Akses Informasi Pemasaran Belum Memadai
Ketidaksesuaian Produk
Produk Pesaing/kompetitor
Perencanaan Pengembangan Kualitas Produk (varietas) Baru
Komponen Kunci Pengembangan Produk Baru (Atribut Tipe ideal Tanaman)
Skenario Pengembangan: HOQ (House Of Quality)
Arah Pengembangan Varietas Baru Anggrek Dendrobium Bunga Potong
Peningkatan Kualitas Produk
Sisi Konsumen: Penilaian Konsumen
Sisi Produsen: Kemampuan produsen menghasilkan produk sesuai keinginan konsumen
Hambatan masuk/competitive barrier bagi pesaing
Rekomendasi
Gambar 2. Alur Kerangka pemikiran Operasional
Syarat Konsumen
Syarat teknik