26
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Teoritis Penelitian
3.1.1
Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi
komersial karena penguasaan skala usaha pertanian relatif kecil dan perilaku petani sebagai produsen sekaligus konsumen hasil usahatani. Dalam model dasar rumahtangga pertanian oleh Singh (1986) dapat ditentukan keterkaitan keputusan konsumsi, produksi, alokasi tenaga kerja, investasi dan menabung. Kinerja ketahanan pangan rumahtangga pertanian diasumsikan sebagai resultante dari berbagai keputusan rumahtangga tersebut (Handono, 2002). Analisis ekonomi rumahtangga pertanian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model simultan dengan asumsi bahwa ciri rumahtangga petani yakni semi komersil (mengkonsumsi produksi usahataninya sekaligus menjual sebagian usahatani untuk memperoleh pendapatan) sehingga terjadi keterkaitan antara keputusan produksi dan konsumsi. Dari sisi produsen, rumahtangga pertanian harus memilih alokasi tenaga kerja dan beragam input produksi lainnya untuk memaksimalkan keuntungan, dan dari sisi konsumen, rumahtangga harus menentukan alokasi pendapatan dari keuntungan pertanian dan partisipasi kerja pada pekerjaan lain untuk barang dan jasa konsumsi. Keuntungan pertanian mencakup keuntungan dari barang yang diproduksi dan dikonsumsi oleh rumahtangga yang sama, dan konsumsi mencakup barang yang dibeli serta diproduksi sendiri. Jika pasar barang dialokasikan pada pasar yang bersaing sempurna, termasuk tenaga kerja, maka rumahtangga akan indifferent antara mengkonsumsi barang yang diproduksi sendiri dan barang yang dibeli melalui mekanisme pasar. Dengan mengkonsumsi seluruh atau sebagian output yang dapat dijual pada harga pasar tertentu, rumahtangga membeli
barang dari dirinya
sendiri.
Kemudian, dengan
mengalokasikan waktu untuk istirahat atau kegiatan produksi, rumahtangga membeli sumber daya waktunya sendiri, yang dinilai dengan upah pasar. Model ini diterapkan terhadap sektor pertanian yang mengkonsumsi sebagian outputnya atau sebagian inputnya, yaitu pertanian tanaman pangan.
27
Singh dan Bagi (1974) dalam Asmarantaka (2007) merumuskan enam kategori dari persamaan simultan yang mencerminkan keterkaitan keputusan dalam rumahtangga petani sebagai berikut : 1. Produksi output pertanian : Q = f (L, K, Nf, Nh, O, t) ................................................................
(1)
Dimana : Q = nilai kotor produksi pertanian L = luas garapan K = ukuran stok modal tetap Nf = ukuran tenaga kerja keluarga Nh = ukuran tenaga kerja yang disewa O = input lain selain tenaga kerja t = teknologi atau kelembagaan O = f (Q, km, P1, PA, B) ..................................................................
(2)
Dimana : km = stok modal mesin P1 dan PA = indeks harga input dan output pertanian B = jumlah pinjaman atau kredit 2. Keputusan Konsumsi yaitu konsumsi yang berasal dari usahatani sendiri (Cs) dan konsumsi beli di pasar (Cc) : Cs = f (Q, F,Cc, Cs-1) ........................................................................
(3)
Dimana : Q = produksi usahatani F = jumlah anggota keluarga Cs-1 = lagged konsumsi subsisten yang merupakan kebiasaan Cc = f (YD, F, Cs, Pc, Cc-1)................................................................
(4)
Dimana : YD = pendapatan disposible dan Pc adalah indeks harga konsumen untuk barang-barang yang dibeli 3.
Surplus Pasar (The Marketed Surplus)
28
Merupakan fungsi penawaran dari produk-produk pertanian di pasar. Jumlah output pertanian yang dijual M diasumsikan tergantung pada tingkat output (Q), Cs, Cc dan indeks komoditas pertanian (PA), sehingga fungsi surplus pasar : M = f (Q, Cs, Cc, PA)........................................................................ 4.
(5)
Keputusan menggunakan tenaga kerja keluarga (NF) dan sewa (NH) Apabila sewa tenaga kerja murah, akan menyebabkan leisure atau waktu
santai tinggi atau penggunaan tenaga kerja keluarga turun, sebaliknya jika upah tenaga kerja keluarga tinggi, penggunaan tenaga kerja keluarga akan meningkat. Nf = f (Q, km, WA, WF) ...................................................................
(6)
Dimana : WA = sewa tenaga kerja luar keluarga NH = f (Q, km, WA, P1, PA, NF) .......................................................
(7)
WA = f (UR, Pc,WN,WA-1..................................................................
(8)
R
Dimana U
adalah tingkat pengangguran dan W
N
adalah upah industri.
Fungsi ini berlaku jika penawaran tenaga kerja yang disewakan terbatas. 5.
Keputusan investasi Dilakukan untuk meningkatkan produksi usahatani I = f ( L, K -1, i, S -1, B) ....................................................................
Dimana I adalah investasi, L adalah luas garapan / milik, K
-1
(9)
adalah lagged
capital stock, S -1 adalah lagged saving dan B adalah kredit yang tersedia 6.
Keputusan keuangan : B = f ( i, O, I, S -1)............................................................................ (10) Dimana O adalah input selain tenaga kerja Pendapatan, saving, dan ukuran stok modal tetap dinyatakan dalam
persamaan identitas sebagai berikut : a. YD = Q- Cs- O + YN- TX- dK-1 ..................................................... (11) Dimana TX adalah pajak dK-1 adalah penyusutan stok b. S = YD - CC ................................................................................ (12) c. K = (1-d) K-1 + 1 .......................................................................... (13) Teori ekonomi rumahtangga petani dalam penelitian ini merupakan modifikasi
teori
ekonomi
rumahtangga
Singh
dan
Bagi
(1974)
dan
29
penyempurnaan teori tersebut oleh Bekcer (1965) dan Singh et al.,(1986) yang menyatakan
bahwa
dalam
replika
ekonomi
rumahtangga,
karakteristik
rumahtangga petani sebagai produsen sekaligus konsumen mengakibatkan pendapatan bersifat endogenous sehingga keputusan produksi dan konsumsi tidak dapat dipisahkan. Singh et.al., (1986) mengembangkan model ekonomi rumahtangga Becker (1965) dengan unit analisisnya di sektor pertanian. Becker (1965) membangun teori ekonomi rumahtangga secara umum tanpa aplikasi kegiatan rumahtangga secara spesifik. Dalam model Bekcer (1965) dan Singh et al.,(1986) waktu santai dianggap sebagai bentuk konsumsi. Karenanya, rumahtangga tidak hanya mengkonsumsi komoditi fisik, tapi ia juga mengkonsumsi waktu seperti mengkonsumsi komoditi fisik lainnya. Menurut Becker (1965), rumahtangga pertanian dalam menghasilkan unit produksi dengan mengkombinasikan barang-barang modal dan barang mentah bersama dengan curahan kerja serta waktu untuk menghasilkan barang akhir. Utilitas langsung diperoleh rumahtangga dengan cara mengkonsumsi berbagai barang akhir. Pendekatan yang digunakan dalam rumahtangga adalah pendekatan utilitas total, yakni memaksimumkan kepuasan untuk seluruh anggota keluarga. Fungsi utilitas tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan 14 sebagai berikut: U = u (Xa.Xm.Xl) .......................................................................... (14) Dimana: U = utilitas rumah tangga yang ingin dicapai Xa = konsumsi komoditas hasil usaha tani sendiri Xm = konsumsi komoditas yang dibeli di pasar Xl = konsumsi waktu santai (leisure) Dalam memaksimumkan fungsi utilitas, rumahtangga menghadapi kendala pendapatan tunai, kendala waktu dan kendala produksi. Ketiga kendala tersebut dirumuskan dalam kendala tunggal dengan mensubtitusikan kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan. -
Kendala Pendapatan : Pm Xm = Pa (Q-Xa)-W (L-F) Dalam hal ini, rumahtangga pertanian akan menyamakan total pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi barang di pasar (Pm.Xm) dengan penerimaan dari marketable surplus Pa (Q-Xa) dikurangi biaya usahatani W (L-F)
30
Rumahtangga disebut sebagai unit yang menawarkan tenaga kerja jika L > F, kondisi sebaliknya menyatakan bahwa rumahtangga sebagai unit pengguna tenaga kerja dari luar {hired labor). Rumahtangga termasuk kategori komersial jika, Xa=0, semi komersial jika Qa > Xa, dan susbsisten jika Qa = Xa. -
Kendala Waktu = Xl + F = T Rumahtangga pertanian menghadapi kendala waktu, dimana total waktu yang dimiliki rumahtangga tidak digunakan seluruhnya oleh anggota keluarga untuk kegiatan produksi, melainkan terdapat waktu santai.
-
Kendala produksi = Q (L,A) Total waktu yang dimilki rumahtangga pertanian menghadapai kendala produksi yang menyatakan hubungan antara output (Q) dengan input yakni tenaga kerja (L) dan lahan yang diasumsikan bersifat tetap (A).
-
Kendala waktu dan kendala produksi disubstitusikan pada kendala pendapatan sehingga membentuk kendala tunggal sebagai berikut : Pm Xm = Pa.Q(L,A)-PaXa-WL+WT-WXl, apabila [Pa.Q(L,A)-WL] = keuntungan, maka total pengeluaran rumahtangga untuk ketiga jenis komoditas dan pendapatan tunai dapat dinyatakan sebagai berikut: Pm.Xm + Pa.Xa + wXl = wT + π ...................................................... (15)
dan π = [Pa.Q(L.A) – WL) ..................................................................... (16) adalah tingkat keuntungan usahatani Dimana: Pm = harga komoditas yang dibeli di pasar Pa = harga komoditas hasil usaha tani sendiri Q
= produksi komoditas hasil usaha tani sendiri
W = upah tenaga kerja (buruh tani) L
= total input tenaga kerja
T
= total waktu yang tersedia
A
= faktor produksi lain (modal dan lahan)
F
= alokasi waktu tenaga kerja keluarga untuk usahatani
Xl = konsumsi waktu santai
31
Q-Xa = marketed surplus (produksi usahatani sendiri dikurangi konsumsi komoditas hasil usahatani sendiri), dipengaruhi oleh harga output, harga input dan pendapatan Untuk
memaksimalkan
utilitas,
rumahtangga
pertanian
membuat
keputusan dalam menetukan tingkat konsumsi ketiga komoditas dan penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan produksi pertanian. Untuk memaksimalkan masingmasing pilihan jumlah komoditas yang dikonsumsi, maka perlu ditentukan nilai kepuasan marginal atau marginal utility dari turunan pertama total pendapatan terhadap tingkat penggunaan input (dalam hal ini penggunaan input tenaga kerja). Secara rasional, rumahtangga pertanian akan menyamakan penerimaan produk marginal tenaga kerja dengan upah pasar sehingga L* (permintaan input tenaga kerja) merupakan fungsi dari harga input tenaga kerja / upah, harga output produksi dan lahan. L* = L* (W, Pa, A) ......................................................................... (17) Persamaan (17) disubstitusi pada sisi kanan persamaan (15) yang menunjukan persamaan full income, yakni pada saat keuntungan maksimum diperoleh dengan pilihan penggunaan tenaga kerja yang optimum (WT + π) = Y* sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : Pm.Xm + Pa.Xa + wXl = Y* .......................................................... (18) Nilai kepuasaan maksimum dengan kendala produksi
diperoleh dari
turunan pertama konsumsi komoditas yang dibeli di pasar, komoditas hasil usahatani sendiri dan konsumsi waktu santai dan nilai
full income pada
persamaan (18) sehingga menghasilkan kurva permintaan standar perilaku konsumsi. Permintaan terhadap komoditas pangan ditentukan dengan harga pangan di pasaran, harga pangan hasil usahatani sendiri, upah tenaga kerja, tingkat pendapatan rumahtangga dan karakteristik keluarga. Tingkat pendapatan rumahtangga sendiri ditentukan oleh tingkat produksi dan keuntungan usahatani. Oleh karena itu, keputusan konsumsi yang dipengaruhi oleh pendapatan tidak dapat dipisahkan dengan keputusan produksi. Fungsi permintaan komoditas dapat dinyatakan sebagai berikut : Xm = Xm (Pm, Pa, W, Y*, Ai) ....................................................... (19)
32
Xa = Xa (Pm, Pa, W, Y*, Ai) .......................................................... (20) Xi = Xi (Pm, Pa, W, Y*, Ai) ........................................................... (21) dimana Y* = tingkat pendapatan Ai = peubah karakteristik rumahtanga Lebih lanjut Bryant (1990) menyusun model hubungan konsumsi dan saving dalam rumahtangga dengan asumsi rumahtangga mengetahui besarnya pendapatan, harga barang dan preferensi konsumsi sehingga rumahtangga akan memaksimumkan kepuasan dengan keterbatasan sumberdaya yang ada. Alternatif pilihan konsumsi rumahtangga sebagai berikut : 1. A1 + Y1 C1 2. A1 + Y1 + B1 C1 3. A1 + Y1 + S1 C1 Dimana : C1 = jumlah konsumsi pada tahun-1 Y1 = pendapatan rumahtangga pada tahun-1 A1 = jumlah net-asset (asset minus hutang) = (+) atau (-) B1 = jumlah pinjaman S1 = jumlah saving Dalam melakukan kegiatan konsumsi, rumahtangga menghadapi kendala anggaran berupa sumberdaya yang dimiliki sebagai berikut : R1 = A1+Y1+B1m ............................................................................ (22.1) B1m + r B1m = Y2 ............................................................................ (22.2) R1 = A1+ Y1 + Y2 / (1 + r) ............................................................. (22.3) Pc + C1m = R1 ................................................................................. (22.4) C1m = R1 / pc................................................................................... (22.5) Dimana : r = tingkat bunga pinjaman B1m = jumlah kredit/ pinjaman Y2 = pendapatan yang diharapkan atas pinjaman yang dilakukan R1= jumlah sumberdaya pada tahun pertama Pc = harga barang konsumsi yang dominan
33
Dengan demikian, keputusan konsumsi rumahtangga merupakan fungsi dari sumberdaya yang dimiliki rumahtangga yakni asset (termasuk investasi), pendapatan, tabungan dan juga dipengaruhi oleh harga barang konsumsi yang dominan. Sedangkan keputusan untuk menabung dipengaruhi pula oleh asset, pendapatan, dan konsumsi. Dalam penelitian ini memperhitungkan derajat kecukupan energi yang merupakan indikator hasil dari ketahanan pangan. Derajat kecukupan energi (DKE) didefinisikan sebagai total konsumsi energi dibandingkan dengan angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk suatu rumahtangga. Total konsumsi energi adalah jumlah konsumsi energi dari seluruh komoditas pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri maupun dibeli. Total konsumsi energi menurut Straus dalam Singh (1986) dinyatakan dalam calori intake dalam persamaan berikut : K = ∑ ai . Xi .............................................................................................................................. (23) Dimana ai = jumlah kalori tiap unit komoditas pangan yang dikonsumsi Xi = jumlah komoditas pangan yang dikonsumsi. Straus juga menyatakan keterkaitan keputusan produksi dengan status gizi rumahtangga petani dalam persamaan berikut : H = H (Xa, Xm, Xl, Z) .................................................................... (24) Dimana H = status gizi Z = hasil / efek dari konsumsi energi Perubahan konsumsi energi dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi permintaan komoditas, sehingga derajat konsumsi energi dipengaruhi oleh perubahan harga komoditas usahatani yang diproduksi rumahtangga, harga komoditas yang dibeli di pasar, upah tenaga kerja pertanian, pendapatan, karakteristik rumahtangga dan angka kecukupan energi anggota rumahtangga yang dinyatakan dalam formula sebagai berikut : DKE = DKE (Pm, Pa, W, Y*, Ai, KECz) ....................................... (25)
34
Untuk z = 1,2,3,….. n Dimana DKE = derajat konsumsi energi KECz = angka kecukupan energi untuk anggota keluarga ke-z Nilai dari konsumsi energi akan disesuaikan dengan kriteria tahan pangan berdasarkan angka kecukupan gizi menurut Widyakarya Pangan Nasional Untuk mendekati tujuan penelitian, bentuk umum model perilaku rumahtangga Singh and Bagi (1974) dan Singh et al,. (1986) dimodifikasi sesuai konteks masalah yakni mencakup penambahan input produksi modal berupa bantuan modal (PUAP) dalam kegiatan usahatani sehingga fungsi produksi sebagai berikut : Q = f (L, A, P, input produksi lain) ................................................. (26) Produksi akan menentukan penggunaan input produksi yang optimum untuk memaksimalkan utilitas.Luas lahan ditentukan oleh harga output dan modal yang dimiliki petani. Luas lahan merupakan faktor produksi yang cenderung tetap, namun dalam model ekonomi rumahtangga yang digunakan dalam penelitian ini luas lahan menjadi variable endogen agar dapat dianalisis perilaku petani dalam menentukan luas lahan sebagai faktor penentu ketersediaan pangan rumahtangga. Fungsi luas lahan garapan sebagai berikut : A = f (Pa, PUAP, TAB).................................................................. (27) Input produksi lain adalah tenaga kerja yang terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga dimana keputusan penggunaan tenaga kerja yang optimal ditentukan oleh upah, harga output dan luas lahan garapan sehingga fungsi penggunaan tenaga kerja sebagai berikut : L = f (W, Pa, A)............................................................................... (28) Sedangkan penggunaan pupuk yang optimal ditentukan oleh harga pupuk dan luas garapan sehingga fungsi penggunaan pupuk sebagai berikut : P = f (Hp, A) .................................................................................... (29) Produksi usahatani padi mempengaruhi pendapatan pertanian sehingga membentuk pendapatan total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga merupakan penjumlahan dari pendapatan pertanian (pendapatan usahatani padi dan pendapatan non usahatani padi) dan pendapatan lain (pendapatan berburuh
35
dan pendapatan sumber lain). Pendapatan usahatani padi bersifat endogenous yakni pendapatan tunai dari marketable surplus dikurangi biaya produksi. Pendapatan non usahatani padi dan pendapatan sumber lain bersifat eksogenous. Pendapatan berburuh bersifat endogenous yang dipengaruhi curahan kerja berburuh, jumlah modal dan karakteristik keluarga. Pendapatan yang siap dibelanjakan dinyatakan sebagai berikut : YD = Pa.( Q-Xa) – W ( L-F) + Pendapatan lain – Tx ...................... (30) Keputusan produksi akan mempengaruhi keputusan konsumsi yang terdiri dari konsumsi yang berasal dari usahatani sendiri dan konsumsi yang dibeli di pasar. Konsumsi hasil usahatani dipengaruhi oleh jumlah produksi, jumlah anggota keluarga dan jumlah konsumsi beras yang dibeli di pasar. Keputusan petani untuk menahan hasil produksinya yang digunakan untuk konsumsi rumahtangga serta alokasi bantuan raskin akan mempengaruhi konsumsi beras yang dibeli di pasar, sehingga fungsi konsumsi dari usahatani sendiri sebagai berikut : Cs = f (Q, F, Cc) ............................................................................... (31) Sedangkan konsumsi yang dibeli di pasar (pengeluaran pangan) akan ditentukan oleh pendapatan rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, konsumsi hasil usahatani sendiri, konsumsi non pangan, proporsi penggunaan raskin dan harga beras yang dibeli di pasar. Cc = f (YD, F, Cs, C non pangan, jumlah raskin, Pc)........................ (32) Dalam penelitian ini, konsumsi non pangan bersifat endogenous yang dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, tabungan dan jumlah anggota keluarga. CNP = f (YD, Pengeluaran Investasi, Karakteristik Keluarga) ......... (33) Keputusan konsumsi juga mencakup pengeluaran investasi sumberdaya manusia dalam keluarga yakni pengeluaran rumahtangga untuk kepentingan kesehatan dan pendidikan anggota keluarga yang dipengaruhi oleh karakteristik rumahtangga, capital stok di masa lalu, pendapatan disposable, tabungan di masa lalu dan kredit yang tersedia Investasi pendidikan dan kesehatan = f (Ai, K -1, YD, S -1, B) .................... (34)
36
Kegiatan menabung ditentukan oleh pendapatan, pengeluaran pangan, dan jumlah pinjaman PUAP yang dalam penelitian ini berperan menambah tabungan rumahtangga petani serta dipengaruhi oleh nilai suku bunga dan karakteristik keluarga S = f ( YD, CC, PUAP, i, Ai)............................................................ (35) Konsumsi energi sebagai indikator hasil ketahanan pangan dinyatakan dalam fungsi pada persamaan 21. Modifikasi model tersebut memungkinkan pengamatan peran bantuan modal PUAP dan alokasi raskin terhadap kinerja indikator ketahanan pangan pada rumahtangga penerima PUAP dan raskin. Perilaku rumahtangga pertanian menunjukkan indikator ketahanan pangan, dimana
kegiatan
produksi
mendukung
indikator
ketersediaan
pangan,
perbandingan pengeluaran pangan dengan pendapatan menyatakan indikator akses pangan (daya beli) dan konsumsi energi merupakan indikator hasil dari ketahanan pangan yang dibentuk dari kegiatan produksi dan konsumsi.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Sesuai tinjauan pustaka, ketahanan pangan rumahtangga pada hakekatnya
menunjukan situasi kecukupan pangan di tingkat rumahtangga. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri (Krisnamukti, 2003). Berdasarkan hal di atas, analisis faktor pembentuk pendapatan dan produksi menjadi penting disamping pengeluaran konsumsi pangan dan kecukupan gizi dalam mempelajari ketahanan pangan rumahtangga. Keputusan rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dari produksi sendiri atau membeli dengan pendapatan yang dimiliki serta porsi pengeluaran rumahtangga untuk
37
pangan dalam membangun ketahanan pangan rumahtangga dijelaskan pada Gambar 1. Bagi rumahtangga pertanian, penguasaan garapan usahatani mempengaruhi persediaan pangan natura dan pendapatan tunai. Besarnya skala produksi dipengaruhi oleh tingkat pemanfaatan sumberdaya seperti : lahan garapan, tenaga kerja maupun modal (dalam penelitian ini didukung program PUAP) dan pengaruh eksternal pasar input dan output. Penerimaan usahatani dan usaha produktif lain secara bersama-sama menentukan tingkat pendapatan rumahtangga. Peningkatan produksi usahatani berpotensi meningkatkan ketersediaan pangan sehingga mengurangi porsi pengeluaran rumahtangga untuk pangan atau dijual untuk memperoleh pendapatan dan meningkatkan daya beli terhadap pangan. Pengeluaran pangan berkorelasi dengan tingkat kecukupan gizi yang diproksi dari kecukupan energi dan menjadi faktor penting dalam menentukan kualitas sumberdaya manusia dalam rumahtangga pertanian. Pengeluaran pangan yang didukung alokasi raskin memungkinkan adanya porsi dari pengeluaran rumahtangga yang dapat ditabung sebagai strategi coping rumahtangga pertanian dalam menyangga stabilitas konsumsi.
3.3
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga ada keterkaitan keputusan produksi dan konsumsi rumahtangga petani penerima PUAP dan raskin sehingga ketahanan pangan rumahtangga memenuhi kriteria tahan pangan 2.
Diduga bahwa bantuan modal PUAP akan meningkatkan produksi dan pendapatan rumahtangga sementara alokasi raskin akan mengurangi pengeluaran pangan rumahtangga sehingga meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga petani
3. Perubahan kebijakan berupa peningkatan jumlah modal PUAP akan meningkatkan ketersediaan pangan, pendapatan, akses pangan, dan kecukupan energi sementara peningkatan pagu raskin meningkatkan indikator ketersediaan pangan dan kecukupan energi.
38
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Perilaku Ekonomi dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani