5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pelatihan Menurut Dessler (2006), pelatihan mengacu kepada metode yang digunakan untuk memberikan karyawan baru atau yang ada saat ini dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Pelatihan adalah tanda dari manajemen yang bagus, dan tugas seorang manajer menghindari bahayanya. Pelatihan juga berperan penting dalam proses manajemen kinerja. Pelatihan adalah proses terintegrasi yang digunakan oleh pengusaha untuk memastikan agar para karyawan bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan
merupakan
proses
pembelajaran
yang
melibatkan
perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan berkenan dengan perolehan keahlian atau pengetahuan tertentu. Program pelatihan berusaha mengajarkan kepada para peserta
bagaimana
menunaikan
aktivitas
atau
pekerjaan
tertentu.
(Simamora, 2006) Mangkuprawira (2003), berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar kerja. Istilah pelatihan merujuk pada struktur total dari program didalam dan diluar pekerjaan karyawan yang dimanfaatkan perusahaan dalam upaya mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, utamanya untuk kinerja dan promosi karir. Pelatihan
merupakan
suatu
fungsi
manajemen
yang
perlu
dilaksanakan terus-menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses pelatihan itu merupakan serangkaian tindakan yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Itu sebabnya,
6
tanggung jawab penyelenggaraan pelatihan terletak pada tenaga lini dan staf (Hamalik, 2007). Menurut Noe et al (2010), pelatihan merupakan upaya yang direncanakan oleh suatu perusahaan untuk mempermudah pembelajaran para karyawan tentang kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan.
Kompetensi-kompetensi
tersebut
meliputi
pengetahuan,
keterampilan, atau perilaku yang sangat penting untuk keberhasilan kinerja pekerjaan. 2.1.1 Tujuan Pelatihan Pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai sasaran yang jelas dan memuat hasil yang ingin dicapai dengan melaksanakan kegiatan tersebut. Demikian pula dengan program pelatihan. Menurut Rivai (2009), tujuan dari pelatihan adalah: a. Untuk meningkatkan kuantitas output b. Untuk meningkatkan kualitas output c. Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan d. Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan e. Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan kerja f. Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan. Menurut Simamora (2006), tujuan utama pelatihan dapat dibagi menjadi beberapa area yaitu: a. Memperbaiki kinerja b. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi c. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan d. Membantu memecahkan masalah operasional e. Mempersiapkan karyawan untuk promosi f. Mengorientasi karyawan terhadap organisasi g. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi.
7
Menurut Hardjana (2001), menyatakan bahwa tujuan pelatihan adalah: a. Mempelajari dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru b. Mempertahankan dan meningkatkan kecakapan-kecakapan yang sudah dikuasai c. Mendorong pekerja agar mau belajar dan berkembang d. Mempraktekkan di tempat kerja hal-hal yang sudah dipelajari dan diperoleh dalam training e. Mengembangkan pribadi pekerja f. Mengembangkan efektifitas lembaga g. Memberi motivasi kepada pekerja untuk terus belajar dan berkembang 2.1.2 Manfaat Pelatihan Hamalik (2007), mengatakan bahwa fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial. Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang ditangguk dari program pelatihan (Simamora, 2006). a. meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas b. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima c. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan d. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia e. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja f. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka. 2.1.3 Metode Pelatihan Metode pelatihan yang tepat tergantung kepada tujuannya. Tujuan dan/atau sasaran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakaian metode
8
yang berbeda pula. Bernandin dan Russel dalam Gomes (2003), mengelompokkan metode-metode pelatihan atas dasar dua kategori yaitu: a.
Informational methods biasanya menggunakan pendekatan satu arah, melalui mana informasi-informasi disampaikan kepada para peserta oleh para pelatih. Metode jenis ini dipakai untuk mengajarkan hal-hal faktual, keterampilan, atau sikap tertentu. Para peserta biasanya tidak diberi kesempatan untuk mempraktekkan atau untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang diajarkan selama pelatihan.
b.
Experintal methods adalah metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, dan lebih dinamis, baik dengan instruktur, dengan sesama peserta, dan langsung mempergunakan alat-alat yang tersedia, misalnya komputer, guna menambah keterampilannya. Metode ini biasanya dipergunakan untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, serta kemampuan-kemampuan, baik yang sifatnya software maupun hardware. Hardjana (2001),
berpendapat bahwa pada pokoknya, metode
pelatihan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a. Metode pada babak awal Metode untuk mengawali training meliputi metode perkenalan dan metode pemanasan ice breaking. Metode perkenalan membantu para peserta training agar saling mengenal satu sama lain, termasuk dengan trainer. Metode pemanasan dapat digunakan sebagai pengganti acara perkenalan bila peserta sudah saling mengenal atau digunakan secara khusus sebagai acara tersendiri. b. Metode pada babak tengah Meode pada babak tengah merupakan metode pengolahan acara training, baik untuk menyampaikan seluruh training maupun untuk tiaptiap sesi. Metode ini dibagi menjadi empat yaitu: 1) Metode informatif, merupakan metode training dengan tujuan untuk menyampaikan informasi, penjelasan, data, fakta, dan pemikiran. Bentuknya dapat berupa pengajaran atau kuliah, bacaan terarah, ataupun diskusi panel.
9
2) Metode partisipatif, digunakan untuk melibatkan peserta dalam pengolahan materi training. Bentuknya dapat berupa pernyataan, curah pendapat, audio-visual, diskusi kelompok, kelompok bincang-bincang, forum, kuis, studi kasus, peristiwa, atau peragaan peran. 3) Metode partisipatif-eksperensial, bersifat partisipatif sekaligus eksperensial dengan mengikutsertakan peserta dan memberi kemungkinan kepada peserta untuk ikut mengalami apa yang diolah dalam training. Bentuknya dapat berupa pertemuan, latihan simulasi, atau demonstrasi. 4) Metode eksperensial, merupakan metode yang memungkinkan peserta untuk ikut terlibat dalam penuh pengalaman untuk “belajar sesuatu” daripadanya. Bentuknya dapat berupa ungkapan kreatif, penugasan, lokakarya, kerja proyek, tinggal di tempat, hidup di tempat, permainan manajemen, atau latihan kepekaan. Penggunaan metode-metode ini disesuaikan dengan jenis training yang diadakan dalam lembaga (on-site) atau di luar lembaga (off-site). On site training dapat berbentuk on-the-job training. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kegiatan dan jadwal kerja yang ada. Pada off-site training, metode training yang dipakai dapat dipilih dan dipergunakan secara leluasa, sebab dilakukan diluar lembaga yang kegiatan dan jadwalnya dapat diatur sendiri. c. Metode pada babak akhir Metode pada babak akhir meliputi metode penyimpulan training dan evaluasi. Penyimpulan training merupakan uraian singkat tentang seluruh kegiatan training, semua sesi dalam training yang sudah diolah bersama, kemungkinan-kemungkinan follow-up, serta harapan-harapan terhadap peserta. 2.1.4 Tahapan Proses Pelatihan Menurut Mangkuprawira dan Hubeis (2007), sebelum suatu pelatihan dapat terselenggara, kebutuhan pelatihan perlu dianalisis terlebih
10
dahulu. Hal demikian disebut sebagai langkah atau tahapan penilaian dari proses pelatihan. Tahap Asesmen
Tahap Pelatihan
Tahap Evaluasi
Penilaian kebutuhan Organisasi
Penilaian kebutuhan Tugas
Penilaian kebutuhan Karyawan Pengembangan Kriteria Evaliasi Pelatihan
Pengembangan tujuan pelatihan
Mengukur Hasil Penelitian
Pelatihan Pengembangan Kriteria Evaliasi Pelatihan
Umpan Balik
Mengembangkan Hasilnya dengan kriteria
Gambar 1. Tahapan proses pelatihan (Anthony et al dalam Mangkuprawira dan Hubeis, 2007) 2.1.5 Unsur-Unsur Program Pelatihan Menurut Hamalik (2007), program pelatihan meliputi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Peserta pelatihan Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan, yang pada gilirannya turut menentukan efektifitas pekerjaan. Karena itu, perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik. 2. Pelatih Pelatih-pelatih memegang peran yang penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya perlu dipilih pelatih yang ahli, yang berkualifikasi profesional. 3. Lamanya pelatihan
11
Lamanya masa pelaksanaan pelatihan berdasarkan pertimbangan tentang: a. Jumlah dan mutu kemampuan yang hendak dipelajari dalam pelatihan tersebut lebih banyak dan lebih tinggi bermutu, kemampuan yang ingin diperoleh mengakibatkan lebih lama diperlukan latihan. b. Kemampuan belajar para peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar tentu memerlukan waktu latihan yang lebih lama. c. Media pengajaran, yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan dapat mengurangi lamanya pelatihan tersebut. 4.
Bahan latihan Bahan latihan seyogyanya disiapkan secara tertulis agar mudah dipelajari oleh para peserta. Penulisan bahan dalam bentuk buku paket materi pelatihan hendaknya memperhatikan faktor-faktor tujuan pelatihan, tingkatan peserta latihan, harapan lembaga penyelenggara pelatihan, dan lamanya latihan.
5. Bentuk pelatihan Bentuk-bentuk pelatihan yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan ketenagaan antara lain: a. Belajar sambil bekerja (Learning on the job) b. Belajar melalui observasi c. Tugas khusus d. Kuliah e. Pemecahan masalah f. Latihan (coaching) g. Penyuluhan h. Bacaan-bacaan khusus yang direncanakan i. Kursus studi j. Konferensi dan seminar
12
k. Pengajaran dengan mesin l. Permainan bisnis m. Kepanitiaan n. Team kedua o. Dewan komisaris yunior p. Pertemuan-pertemuan khusus q. Rotasi jabatan r. Pwenggunaan jabatan-jabatan strategik s. Program pengembangan manajemen oleh perguruan tinggi t. Satuan-satuan tugas u. Form system v. Disentralisasi struktur organisasi w. Keanggotaan dalam asosiasi profesional x. Kegiatan-kegiatan kemasyarakatan 2.2.
Pengertian Modal Insani Menurut Moeheriono (2009), human capital tidak lain adalah sumber daya manusia yang dimiliki suatu organisasi atau perusahaan. Peranan sumber daya manusia diyakini oleh banyak kalangan merupakan asset terpenting bagi perusahaan karena keberhasilan perusahaan sangat tergantung kepada bagaimana perusahaan mengelola karyawannya. Sumber daya insani merupakan sumber daya paling penting untuk dapat memenangkan persaingan, karena merupakan tulang punggung dari seluruh sistem yang dirancang, metode yang diterapkan, dan teknologi yang digunakan. Oleh karna itu, vital untuk mengembangkan sumber daya insani melalui proses rekrutmen yang kompetitif, pelatihan yang sistematis, peningkatan kepuasan pegawai, peningkatan pendidikan pegawai, dan pemberdayaan pegawai (Wibisono, 2006). Sebelum memulai program pengembangan sumber daya insani, yang penting untuk dilakukan adalah mendefinisikan kesiapan modal sumber daya insani tersebut. Kerangka pendefinisian tersebut melalui beberapa tahapan, sebagai berikut (Wibisono, 2006). a.
Mengidentifikasi kelompok jabatan strategis
13
b.
Mendefinisikan profil kompetensi yang cocok
c.
Menilai kesiapan strategis
d.
Program pengembangan sumber daya insani Ruky (2006), dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam konteks
organisasi bisnis, human capital dapat digambarkan sebagai kombinasi dari elemen-elemen berikut : i.
Ciri-ciri atau karakteristik yang dibawa oleh seseorang ke pekerjaannya yang mencakup kecerdasan, energi, sikap positif, dapat diandalkan, komitmen.
ii.
Kemampuan untuk belajar yang mencakup bakat, imajinasi, kreativitas dan yang sering disebut sebagai kemampuan “mencapai hasil melalui orang lain”.
iii. Motivasi untuk berbagi informasi dan pengetahuan yang tiada lain adalah semangat kelompok dan kecondongan pada sasaran. Wibisono (2006), dalam jangka panjang, program pengembangan sumber daya insani yang harus dimiliki perusahaan setidaknya menyangkut: a. Pendidikan lanjutan bagi pegawai b. Pelatihan regular bagi pegawai c. Sistem dan prosedur bagi rotasi kerja d. Sistem dan prosedur jalur karir e. Sistem dan prosedur untuk perbaikan, kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja f. Evaluasi kinerja individu g. Pengukuran kepuasan pegawai yang menyangkut gaji, jam kerja, kesehatan dan keselamatan, intensif, serta pelatihan dan pendidikan. 2.2.1 Peran Modal Insani Menurut Moeheriono (2009), Peranan human capital terdiri atas pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kemampuan (ability) seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan professional dan economic rent. Teori human capital ini membedakan human capital dalam dua bentuk : (1) industry-spesific human capital, merupakan pengetahuan rutinitas yang khas dalam suatu industri yang tidak dapat
14
ditransfer ke industri lainnya dan (2) firm-specific human capital, merupakan pengetahuan mengenai rutinitas dan prosedur yang khas dari sebuah perusahaan, yang membatasi nilai-nilai keluar dari perusahaan tersebut. Perbedaan dalam firm-specific dan industry-spesific yang utama dan pokok adalah terletak dalam spesifikasinya. Pada industry-spesific adalah kurang
memiliki
kekhususan
perusahaan
sehingga
seorang
yang
professional dapat dengan mudah pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya di seluruh pasar dan ia menghilangkan nilai industryspesific perusahaan sebelumnya. Dalam hal ini, peranan human capital menjadi sangat penting karena merupakan sumber inovasi dan pembaharuan dari manajemen sumber daya manusia. Human capital memegang peranan sangat penting yang kritikal karena kesuksesan atau kegagalan perusahaan sering kali tergantung pada bagaimana perusahaan melakukan leverage terhadap asetnya yang paling berharga tersebut, yaitu sumber daya manusia. Manusia adalah satu-satunya elemen dasar dalam organisasi yang memiliki kekuatan yang melekat pada dirinya untuk menciptakan value perusahaan (Moeheriono, 2009). 2.2.2 Pengukuran Konsep Modal Insani Pengukuran penting dilakukan untuk mengetahui efektivitas strategi yang dijalankan perusahaan terhadap seberapa besar kontribusi karyawan terhadap peningkatan kinerja. Disamping itu, pengukuran SDM merupakan suatu manajemen kinerja yang sangat penting dan sebagai alat untuk melakukan perbaikan serta sebagai alat dalam penyempurnaan kinerja Moeheriono (2009), Tiga level kompetensi yang dibutuhkan organisasi untuk mengukur human capital adalah sebagai berikut a. Activity level, yaitu pengukuran aktivitas-aktivitas rutin human recource (transaksional),
seperti
rekruitmen,
pemberhentian,
promosi, job
applicants yang digunakan untuk memenuhi persyaratan pelaporan internal. b. Functional level, yaitu kolaborasi dengan unit fungsional organisasi, misalnya departemen atau divisi dalam mengukur aktivitasnya,
15
mengumpulkan serta menerjemahkan data, sampai pada kesimpulan dan mengambil tindakan koreksi. Departemen atau divisi tersebut juga memberikan
analisis
return
on
investment
misalnya
analisis
komprehensif mengenai turn over. c. Strategic level, yaitu merupakan level analisis tertinggi sehingga dapat memberikan gambaran perusahaan secara penuh. Selain itu, juga memberikan pemahaman hubungan antar SDM, strategi, dan kinerja. Ruky (2006), untuk memahami bagaimana cara menilai dan mengukur kontribusi modal insani kita harus melihatnya seperti apa yang terjadi dalam aplikasi atau pendayagunaannya. Perlu ditegaskan lagi bahwa pengetahuan
dan/atau
keterampilan
manusia
tidak
memiliki
nilai
organisasional sampai mereka diaplikasikan pada sebuah situasi bisnis yang nyata. Secara operasional, tujuan atau sasaran tersebut mengalir ke setiap unit bisnis dan akhirnya ke awal siklus pendayagunaan dan pengelolaan modal insani, yaitu bagian sumber daya manusia. Siklus proses tersebut dimulai dengan perencanaan, akuisisi, pemeliharaan, pengembangan, dan retensi modal insani. Nilai yang dapat diukur adalah efek ekonomis yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan pada modal insani sampai saat itu. Secara sistematik siklus tersebut terdiri dari tiga tahap dan berjalan sebagai berikut: a. Fase I Fase pencarian, akuisisi (rekrutmen), pemeliharaan, pengembangan, dan retensi human capital. Efisiensi internal dalam bagian SDM dapat mengakibatkan penurunan biaya. Peningkatan waktu untuk pengisian lowongan, penerapan system intensif berbasis kinerja dan program pengembangan dapat berdampak pada peningkatan revenue. b. Fase II Fase human capital dialokasikan/ditetapkan pada berbagai tugas dan proses di dalam lingkungan unit-unit bisnis. Output yang diperoleh adalah perbaikan-perbaikan dalam pelayanan pelanggan, kualitas produk/jasa, dan produktivitas yang diukur menggunakan satuan biaya sebagai ukuran. Pada fase ini harus dapat diukur apakah peningkatan
16
yang diperoleh sebagian dapat dikaitkan dengan kontribusi sumber daya manusia. c. Fase III Fase yang memfokuskan perhatian pada keunggulan kompetitif yang dihasilkan oleh peningkatan-peningkatan yang dihasilkan dalam Fase II yang akhirnya menjurus pada pencapaian sasaran ekonomis. 2.3. Penelitian Terdahulu Amelia (2007) dalam penelitiannya mengenai “Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Internal terhadap Pembelajaran Pegawai (Studi Kasus BAKOSURTANAL Cibinong-Bogor) diketahui bahwa diklat internal yang dilaksanakan khususnya diklat survey dan pemetaan yang periode 2002-2006 ada tiga jenis. Pegawai menyatakan persepsi bahwa pelaksanaan diklat internal dan pembelajaran sudah baik, terbukti dari skor rataan yang diperoleh untuk keseluruhan variabel diklat dan pembelajaran yang berada pada rentang setuju. Analisis regresi yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa seluruh variabel diklat berpengaruh nyata terhadap pembelajaran pegawai, demikian pula dari hasil uji t yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa variabel pelaksanaan diklat internal secara individu berpengaruh terhadap pembelajaran pegawai. Bra´s dan Rodrigues (2007) melakukan penelitian mengenai Accounting for firms’ training programs: an exploratory study. Penelitian ini membahas bahwa tujuan dari akuntansi modal manusia adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi pengguna laporan keuangan. Pelatihan adalah investasi perusahaan pada sumber daya manusia. Modal manusia mencakup beberapa aspek yaitu pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalaman. Tiga pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekonomi tenaga kerja (human capital teori), akuntansi teori dan HRM. Penelitian ini menganalisis fenomena aktivitas pelatihan perusahaan dalam konteks dua perusahaan besar Portugis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa akuntan dapat memainkan peran penting dalam manajemen modal insani dengan mempertanyakan alasan mengapa pengeluaran dalam pelatihan dibuat. Pembuatan akuntansi untuk program
17
pelatihan perusahaan akan memungkinkan manajemen puncak untuk menjadi lebih efektif dan efisien karena dari hasil tersebut akan teridentifikasi karyawan yang telah menciptakan nilai bagi perusahaan. Muhi (2010) melakukan penelitian mengenai analisis investasi modal manusia dalam perspektif pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan bahwa a). Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan dipandang sebagai investasi yang imbalannya dapat diperoleh beberapa tahun kemudian. b). Harapan terhadap hasil investasi modal dalam diri manusia sebagai level yang lebih tinggi dalam pendapatan, kemampuan bekerja selama hidup dan apresiasi yang lebih tinggi dalam aktivitas non pasar dan keterkaitannya. c). Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dilakukan di dalam maupun diluar pekerjaan. Pelatihan diluar pekerjaan umumnya merupakan pelatihan yang bersifat formal diluar jam kerja. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di dalam pekerjaan dapat dilakukan dengan cara mengikutsertakan karyawan dalam berbagai aktivitas tertentu seperti kegiatan yang bersifat on the job training.