II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelatihan 2.1.1 Definisi Pelatihan
Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan (Simamora, 2004). Menurut Pasal 1 ayat (9) Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan
kegiatan
untuk
memberi,
memperoleh,
meningkatkan,
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Pelatihan mengacu pada metode yang digunakan untuk memberikan karyawan baru atau karyawan yang ada saat ini dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan (Dessler, 2006). Sejalan dengan pendapat tersebut, Mangkuprawira (2004) menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu, serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik, sesuai standar. Sementara
menurut
Rivai
(2006),
pelatihan
secara
singkat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang. Pelatihan adalah proses secara sistematik mengubah tingkah laku karyawan untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu karyawan untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam pekerjaannya. 2.1.2 Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan menurut Mangkuprawira (2004), yaitu perubahan dalam peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan pengembangan karir. Sedangkan tujuan pelatihan ditinjau dari kepentingan perusahaan adalah tercapainya kinerja perusahaan
5
yang maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Program pelatihan bertujuan untuk menutupi gap antara kecakapan karyawan dengan permintaan jabatan, selain itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran kerja (Umar, 2005). Menurut Pasal 9 Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Simamora (2004) menjelaskan bahwa tujuan-tujuan pelatihan pada intinya dapat dikelompokkan kedalam 5 (lima) bidang berikut : a. Memperbaiki kinerja. b. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. c. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan. d. Membantu masalah operasional. e. Mempersiapkan karyawan untuk promosi. 2.1.3 Manfaat Pelatihan
Menurut Rivai (2006), manfaat dari kegiatan pelatihan dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Manfaat untuk karyawan 1)
Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah lebih efektif.
2)
Melalui
pelatihan
dan
pengembangan,
peubah
pengenalan,
pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggungjawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan. 3)
Membantu mendorong, serta mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri.
4)
Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi dan konflik.
5)
Memberikan
informasi
tentang
meningkatnya
kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap.
pengetahuan
6
6)
Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan.
7)
Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi dan meningkatkan keterampilan interaksi.
8)
Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih.
9)
Memberikan nasehat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan.
10) Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan. 11) Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan. 12) Membantu menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan tugas baru. b. Manfaat bagi perusahaan 1)
Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih terhadap orientasi profit.
2)
Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan.
3)
Memperbaiki moral SDM.
4)
Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan.
5)
Membantu menciptakan citra perusahaan yang lebih baik.
6)
Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan.
7)
Meningkatkan hubungan antar bawahan dan atasan.
8)
Membantu pengembangan perusahaan.
9)
Belajar dari peserta.
10) Membantu
mempersiapkan
dan
melaksanakan
kebijakan
perusahaan. 11) Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan. 12) Perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih efektif. 13) Membantu pengembangan promosi dari dalam. 14) Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan, motivasi, kesetiaan, sikap dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja. 15) Membantu meningkatkan efisiensi, efektivitas dan mutu kerja.
7
16) Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang, seperti produksi, SDM dan administrasi. 17) Meningkatkan rasa tanggungjawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan. 18) Meningkatkan hubungan antar buruh dan manajemen. 19) Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsultan internal. 20) Mendorong mengurangi perilaku yang merugikan. 21) Menciptakan iklim yang baik untuk pertumbuhan. 22) Membantu meningkatkan komunikasi organisasi. 23) Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan 24) Membantu menangani konflik, sehingga terhindar dari dari stress dan tekanan kerja. c. Manfaat dalam hubungan SDM, intra dan antar grup dan pelaksana kebijakan 1)
Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual.
2)
Membantu dalam orientasi bagi karyawan dan karyawan pindahan atau promosi.
3)
Memberikan informasi tentang kesamaan kesempatan dan aksi alternatif.
4)
Memberikan informasi tentang hukum pemerintah dan kebijakan internasional.
5)
Meningkatkan keterampilan interpersonal.
6)
Membuat kebijakan perusahaan, aturan dan regulasi.
7)
Meningkatkan kualitas moral.
8)
Membangunn kohesivitas dalam kelompok.
9)
Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi.
10) Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja. 2.1.4 Tahapan dalam Pelaksanaan Pelatihan
Pelatihan dapat terselenggara melalui beberapa tahapan, seperti terlihat pada Gambar 1. Pertama dijelaskan bahwa sebelum pelatihan, kebutuhan
8
terhadap pelatihan perlu dianalisis terlebih dahulu, karena belum tentu setiap orang siap dan membutuhkan pelatihan. Selain itu, penilaian kebutuhan dapat mendiagnosis permasalahan terkini dan tantangan masa depan yang diharapkan dapat diatasi. Dalam tahap penilaian, keperluan akan suatu pelatihan dari pihak perusahaan, tugas dan kebutuhan individual perlu dianalisis terlebih dahulu. Jenis informasi dan metode pengumpulan yang berbeda dapat digunakan pada tiap tingkat pengguna. Data tentang jenis pelatihan yang diperlukan dan tipe kelompok yang membutuhkan pelatihan dapat dikumpulkan melalui beragam metode. Selain itu, data harus dikumpulkan dan dianalisis pada tingkatan keperluan yang berbeda, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan dari perusahaan, tugas dan kebutuhan karyawan. Setelah tahap analisis kebutuhan dikerjakan, maka tahap berikutnya adalah perumusan tujuan pelatihan, prinsip-prinsip pembelajaran atau metode pelatihan (termasuk kriteria evaluasi pelatihan), merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan, penentuan dan pelaksanaan program pelatihan, serta evaluasi pelatihan dan pengembangan. Tahap Assessment
Tahap Pelatihan
Tahap Evaluasi
Penilaian kebutuhan organisasi Penilaian kebutuhan tugas Penilaian kebutuhan karyawan Pengembangan tujuan pelatihan
Pengembangan kriteria evaluasi pelatihan
Merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan
Mengukur hasil pelatihan
Pelatihan
Umpan Balik
Mengembangkan hasilnya dengan kriteria
Umpan Balik
Gambar 1. Model proses pelatihan (Mangkuprawira dan Hubeis, 2007)
9
Menurut Rivai (2006), upaya untuk melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan dapat dilakukan, yaitu : a. Membandingkan uraian pekerjaan/jabatan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan, atau calon karyawan. b. Menganalisis penilaian prestasi. Beberapa prestasi di bawah standar dianalisis
dan
ditentukan,
yaitu
apakah
disebabkan
kurangnya
pengetahuan dan keterampilan karyawan. c. Menganalisis catatan-catatan berkaitan dengan latar belakang karyawan, produktivitas dan penilaian kinerja karyawan, pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti karyawan dan lain-lain. Dari catatan ini dapat ditentukan kekurangan-kekurangan yang dapat diisi melalui pelatihan. d. Menganalisis laporan perusahaan lain, misalnya tentang keluhan pelanggan, keluhan karyawan, tingkat absensi dan lain-lain yang dapat dipelajari dan disimpulkan, apakah ada kekurangan yang dapat ditanggulangi dengan pelatihan. e. Menganalisis masalah, terutama masalah SDM yang berimplikasi dengan pelatihan. f. Merancang rancangan jangka panjang perusahaan, termasuk kebutuhan pelatihan potensial untuk mengantisipasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan karyawan. 2.1.5 Jenis Pelatihan
Menurut Simamora (2004), terdapat banyak pendekatan untuk pelatihan. Jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan di dalam organisasi adalah : a. Pelatihan keahlian (skills training) Pelatihan ini merupakan pelatihan yang sering dijumpai di dalam organisasi. Program pelatihan diidentifikasi melalui penilaian yang jeli. Kriteria penilaian efektivitas pelatihan didasarkan pada sasaran yang diidentifikasi pada tahap penilaian.
10
b. Pelatihan ulang (retraining) Retraining merupakan subset pelatihan keahlian. Pelatihan ini berupaya
memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. c. Pelatihan lintas fungsional (cross functional training) Pelatihan ini melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya, selain dari pekerjaan yang ditugaskan. Ada banyak pendekatan untuk pelatihan lintas fungsional, sebagai contoh rotasi pekerjaan. d. Pelatihan tim Pelatihan tim diberikan menggunakan beberapa bentuk simulasi atau praktik situasi nyata dan hal ini selalu terfokus pada interaksi dari anggota tim, perlengkapan dan prosedur kerja. e. Pelatihan kreativitas (creativity training) Pelatihan ini berlandaskan pada asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajari. Ada beberapa cara untuk mengajarkan kreativitas, yang semuanya berusaha membantu orang-orang dalam memecahkan masalah dengan kiat baru. Salah satunya adalah brainstorming, dimana para partisipan diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin kemudian diminta memberikan penilaian rasional dari segi biaya dan kelayakan. 2.1.6 Metode Pelatihan
Menurut Simamora (2004), berbagai metode atau teknik pelatihan yang sudah umum dikenal dewasa ini, antara lain : a. On The Job Training (OJT) OJT meliputi semua upaya pelatihan karyawan di tempat kerja sesungguhnya. Jenis pelatihan OJT yang paling dikenal menurut Dessler (2006) adalah metode coaching (membimbing) atau understudy (sambil belajar). Disini seorang pekerja yang telah berpengalaman atau penyelia yang dilatih ditugaskan untuk melatih karyawan. Metode ini juga dapat digunakan secara luas pada level manajemen yang tinggi.
11
1) Magang (apprenticeship) Program ini memadukan pelatihan dan pengalaman kerja dengan instruksi yang diperolah di dalam ruang kelas untuk subyek tertentu. 2) Internship Program ini mirip dengan magang, hanya lebih bersifat sementara dan terutama digunakan untuk pelajar. 3) Rotasi Pekerjaan Tujuan rotasi pekerjaan adalah memperluas latar belakang bisnis trainee. Rotasi sering digunakan dalam rangka mempersiapkan
individu-individu untuk posisi manajemen dan dapat memberikan orientasi di berbagai fungsi pekerjaan dengan biaya rendah. b. Off The Job Training Program ini diselenggarakan di lokasi terpisah dan memberikan kepada individu-individu keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan pada waktu yang terpisah dari waktu kerja regulernya. 1) Kuliah (lectures) Hal ini merupakan penyajian informasi secara lisan dan menyajikan cakupan materi yang luas dalam jangka waktu pendek. Teknik ini dianggap paling tepat apabila tujuannya untuk memberikan informasi dalam jumlah banyak kepada banyak orang secara efisien. 2) Studi Kasus (case studies) Hal ini merupakan penyajian tertulis dan naratif dari serangkaian fakta masalah yang dianalisis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan. Studi kasus memberdayakan peserta untuk mengaplikasikan keahlian analitis dan pengambilan keputusan dengan menelaah sebuah deskripsi tertulis dari situasi nyata. 3) Simulasi Komputer Simulasi mengacu pada materi pelatihan yang berupaya menciptakan suatu lingkungan pengambilan keputusan yang realistik bagi peserta pelatihan. Umumnya berguna untuk pengembangan manajemen, dimana
simulasi
bereksperimen
komputer
dengan
memberdayakan
berbagai
respons
individu terhadap
untuk situasi
12
organisasional
dan
melihat
dampaknya
tanpa
benar-benar
mempengaruhi fungsi organisasional. 4) Pelatihan Beranda (vestibule training) Hal ini merupakan terminologi untuk menggambarkan pelatihan di dalam sebuah ruangan kelas untuk pekerjaan-pekerjaan klerikal atau semi ahli. 5) Permainan Peran (role playing method) Pada pelatihan ini, para peserta memainkan peran dan berupaya menjalankan perilaku yang dibutuhkan dalam peran itu. Tujuan permainan peran adalah menganalisis masalah antar pribadi dan memupuk keahlian hubungan manusia. 6) Peniruan Perilaku (behavior modeling) Hal ini merupakan teknik berorientasi kelas yang umumnya digunakan untuk mengajarkan kemahiran pemecahan masalah kepada penyelia lini pertama. Metode ini terdiri atas 5 (lima) komponen seperti: (1) peniruan; (2) retensi/ingatan; (3) pengulangan perilaku; (4) umpan balik; dan (5) transfer belajar. 7) Pelatihan di Alam Terbuka (wilderness training) Hal ini merupakan program pengembangan manajemen yang berlangsung di latar alam terbuka untuk pemupukan keahlian antar pribadi, seperti penghargaan, kerja tim, penetapan tujuan dan kepercayaan diri. 8) Pelatihan sensitivitas (sensitivity learning) Para partisipan dalam pelatihan ini didorong untuk memberitahukan kepada peserta lainnya secara jujur tentang perasaan, sikap dan perilaku partisipan pelatihan. 9) E-Learning Hal ini mengacu kepada instruksi atau pengiriman pelatihan oleh komputer melalui internet atau intranet perusahaan. E-learning meliputi web-based training, pembelajaran jarak jauh (distance learning) dan ruang kelas maya (virtual classroom).
13
2.1.7 Evaluasi Pelatihan
Pelatihan
harus
dievaluasi
secara
sistematik
dengan
mendokumentasikan hasil pelatihan dari segi bagaimana peserta pelatihan berperilaku kembali di pekerjaannya dan relevansi perilaku peserta pelatihan dengan
tujuan
perusahaan.
Menurut
Simamora
(2004),
evaluasi
membutuhkan adanya penilaian terhadap dampak program pelatihan pada perilaku dan sikap dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pengukuran efektivitas pelatihan meliputi penilaian : a. Reaksi Mengukur reaksi biasanya berfokus pada perasaan peserta pelatihan terhadap subyek pelatihan dan pelatih, menyarankan perbaikan pada program pelatihan dan tingkat dimana pelatihan membantu karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Evaluasi biasanya melalui pelaksanaan wawancara dan kuesioner. b. Belajar Ukuran pembelajaran menilai sejauhmana peserta pelatihan menguasai konsep, informasi dan keahlian yang ditanamkan selama proses pelatihan dan dievaluasi dengan menggunakan tes tertulis atau observasi. c. Perilaku Evaluasi perilaku dari program pelatihan memeriksa apakah para peserta mengindikasikan adanya perubahan perilaku dalam pekerjaannya. Mengukur perubahan perilaku pada pekerjaan lebih sulit daripada mengukur reaksi pembelajaran, karena faktor selain program pelatihan dapat pula mempengaruhi peningkatan kinerja. Penilaian perubahan perilaku pada pekerjaan sebagai hasil pelatihan sering terjadi melalui evaluasi penyelia atas kinerja bawahannya. d. Hasil Evaluasi terakhir adalah evaluasi terhadap hasil akhir. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan melihat dari segi pencapaian tujuan dan sasaran pelatihan. Dapat dilakukan evaluasi terhadap kepenyeliaan pelatihan dengan menelusuri perubahan dalam tingkat keterlambatan, putaran karyawan dan mutu, maupun kuantitas kerja karyawan.
14
2.2. Kompetensi 2.2.1 Definisi Kompetensi
Konsultan manajemen internasional Arthur Andersen dalam Martin (2007) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skills), pengetahuan (knowledge), serta artibut personal (personal attributs) lainnya yang dapat membedakan seseorang yang perform dan tidak perform. Menurut Palan (2008), kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul di tempat kerja. Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama. Ainsworth (2007) menyatakan bahwa kompetensi adalah kombinasi pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan pekerjaan. Kompetensi adalah kapasitas untuk menangani suatu pekerjaan atau tugas berdasarkan suatu standar yang telah ditetapkan. Tanpa adanya tingkat kompetensi yang tepat, maka kinerja tidak akan optimal. Namun demikian, kompetensi lebih banyak menuntut lebih banyak keterampilan daripada sekedar pengetahuan. Menurut Prihadi (2004), ada 2 (dua) tema utama dalam definisi dan konsep kompetensi yang berasal dari sumber yang berbeda. Pertama adalah competence, dimana kompetensi merujuk pada kemampuan secara umum
untuk menjalankan sebuah job atau bagian dari sebuah job secara kompeten. Kedua adalah competency, dimana kompetensi merujuk pada satu rangkaian perilaku yang harus ditunjukkan oleh orang yang bersangkutan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi suatu jabatan dengan kompeten. 2.2.2 Karakteristik Kompetensi
Para pakar kompetensi yang tergabung dalam kelompok Hay-Macber (dipelopori oleh McClelland, Boyatzis, Spencer dan Spencer), dalam Prihadi (2004), mengemukakan 5 (lima) karakteristik kompetensi berikut :
15
a. Motives Motif adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan secara konsisten yang menimbulkan tindakan. Motif drive, direct dan select merupakan perilaku mengarah ke tindakan-tindakan atau tujuan tertentu dan menjauh dari lain-lainnya. Sebagai contoh orang yang memiliki motivasi untuk berprestasi, secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggungjawab penuh untuk mencapai
tujuan
tersebut,
serta
menggunakan
feedback
untuk
memperbaiki dirinya. b. Traits Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Hal ini menjurus pada karakter individu yang mengarah pada respon-respon konsisten terhadap stimulus atau situasi tertentu. Kontrol diri atas emosi dan inisiatif merupakan respon-respon terhadap sesuatu yang lebih kompleks. Sejumlah orang mampu menahan emosinya dan bertindak di luar panggilan tugas untuk memecahkan masalah di bawah tekanan. c. Self-Concept Kategori ini mencakup sikap-sikap, values, atau self image seseorang. Hal ini merujuk pada sikap, nilai dan citra diri yang ditunjukkan dengan rasa percaya diri seseorang. Nilai individu mempunyai sikap reaktif yang dapat memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang dalam waktu singkat. Seseorang yang memiliki values menjadi seorang pemimpin lebih berkemungkinan menunjukkan perilaku kepemimpinan. Sebuah tugas akan menjadi uji kepemimpinan bagi dirinya. d. Knowledge Kategori ini merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran yang dimiliki seseorang dalam bidang-bidang tertentu. e. Skill Keterampilan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, baik fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan mental atau kognitif mencakup berpikir analitis (pemrosesan pengetahuan dan
16
data menentukan sebab akibat, pengorganisasian data) dan berpikir konseptual (mengenali pola-pola dalam data kompleks). 2.2.3 Konsep Kompetensi
Prihadi (2004) menyatakan bahwa tipe atau level kompetensi memiliki implikasi praktis bagi
perencanaan
SDM.
Kelompok Hay-Macber
menggambarkan konsep kompetensi sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 2.
KNOWLEDGE SKILL
SELF CONCEPT TRAIT MOTIVES Gambar 2. Model kompetensi iceberg (Prihadi, 2004)
Kompetensi-kompetensi pengetahuan dan keterampilan relatif mudah dikembangkan, dimana pelatihan merupakan cara paling efektif untuk menjamin kemampuan-kemampuan karyawan dalam aspek ini. Sementara kompetensi perilaku dan motif berada di bagian bawah, cukup sulit untuk dinilai dan dikembangkan, sehingga cara yang paling efektif untuk meningkatkan kompetensi ini adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Konsep diri terletak diantara keduanya. Sikap dan nilai seperti kepercayaan diri dapat ditingkatkan melalui pelatihan, psikoterapi dan pengalaman positif, meskipun akan lebih sulit dan membutuhkan lebih banyak waktu. 2.3 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Nofrianti (2009) dalam penelitian berjudul Hubungan Pelatihan Mutu Produksi Bagian Quality Inspection dengan Kinerja Karyawan (Studi Kasus Departemen Quality Control PT Krama Yudha Ratu Motor, Jakarta). Penelitian ini menggunakan alat analisis uji beda Wilcoxon untuk melihat
17
perbedaan kinerja sebelum dan sesudah pelatihan. Uji Rank Spearman untuk menganalisis hubungan antara sistem pelatihan dengan kinerja dan analisis persepsi menggunakan analisis deskriptif rataan skor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program, metode, fasilitas, kebutuhan, waktu dan manfaat pelatihan dinilai baik oleh karyawan. Sementara instruktur dan materi dinilai kurang baik. Hasil uji beda Wilcoxon menunjukkan terdapat peningkatan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap sesudah pelatihan, karena positive rank lebih besar dari ties. Hasil uji Rank Spearman menunjukkan bahwa indikator pelatihan yang mampu meningkatkan pengetahuan adalah manfaat, program, metode dan kebutuhan pelatihan. Haryo (2011) dalam penelitian berjudul Evaluasi Pelatihan WISE Leadership Terhadap Peningkatan Kompetensi Karyawan pada PT. Tirta
Investama Depo Kawasan Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan alat analisis deskriptif dan Path Modeling Partial Least Square (PMPLS). Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap pelatihan WISE Leadership dan kompetensi karyawan setelah mengikuti pelatihan tersebut. Sementara analisis PMPLS bertujuan melihat pengaruh pelatihan WISE Leadership terhadap kompetensi karyawan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pelaksanaan pelatihan WISE Leadership sangat efektif dan tingkat kompetensi karyawan setelah mengikuti pelatihan sudah sangat baik. Hasil analisis PMPLS menunjukkan bahwa peubah yang paling dominan membentuk efektivitas pelatihan adalah reaksi pelatihan dengan indikator utama fasilitas pelatihan. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa knowledge merupakan karakteristik kompetensi yang paling dipengaruhi oleh
efektifitas pelatihan dengan indikator utama manajer lini semakin mengetahui prosedur perilaku kerja yang aman. Penelitian-penelitian terdahulu di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan dengan kompetensi dan kinerja karyawan. Sementara penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis efektivitas pelatihan
dalam
meningkatkan
kompetensi
knowledge, skills, self concept, traits dan motive.
pengajar
BP,
mencakup