II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lahan Menurut Hardjowigeno (1986), lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaanya. Lebih lanjut Hardjowigeno, et al, (2001) mendefinisikan lahan sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi yang mempengaruhi potensi penggunaannya termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep lahan ini. Sitorus (2004) menyatakan lahan merupakan bagian bentang lahan (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alam yang semuanya secara potensial mempengaruhi penggunaan lahan.
2.2 Penggunaan Lahan Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam penggunaan lahan untuk tegalan, sawah, kebun karet, hutan produksi, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan atas penggunaan kota dan desa (pemukiman), industri, rekreasi, dan sebagainya (Arsyad, 1998). Penggunaan lahan secara umum (major of land use) adalah pengguaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi. Penggunaan secara umum biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif (Hardjowigeno, et al, 2001).
19
Barlowe (1978) menyebutkan ada 3 faktor penting untuk dipertimbangkan dalam menggunakan lahan yaitu : 1) kesesuaian bio fisik, 2) kelayakan sosial ekonomi, dan 3) kelayakan kelembagaan. Kelayakan bio fisik mencakup keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan dan kependudukan. Sementara pertimbangan faktor ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Sedangkan faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum-hukum perundangundangan pertanahan yang berlaku di masyarakat, dan keadaan spasial politik yang secara administrasi dapat dilaksanakan. Sepuluh kelas penggunaan lahan menurut Barlowe adalah sebagai berikut: 1) lahan pemukiman, 2) lahan industri dan perdagangan, 3) lahan bercocok tanam, 4) lahan peternakan dan penggembalaan, 5) lahan hutan, 6) lahan mineral atau pertambangan, 7) lahan rekreasi, 8) lahan pelayanan jasa, 9) lahan transportasi dan 10) lahan tempat pembuangan.
2.3 Budidaya Tembakau Tembakau adalah jenis tanaman yang dapat tumbuh hampir dimana saja, mulai dari daerah yang panas sampai di daerah yang dingin iklimnya. Menurut Balai penelitian tembakau dan tanaman serat (1997), tanaman tembakau adalah tanaman tropis yang dapat tumbuh dalam rentang iklim yang luas. Tanaman tembakau dapat tumbuh dari 60 ˚LU (Swedia) – 40 ˚LS (Seladia Baru) karena respon terhadap panjang hari netral. Selama pertumbuhan tidak di kehendaki adanya frost dan suhu rendah (di bawah 15 ˚C). Suhu siang terbaik sekitar 27 ˚C (Tso, 1772 dalam Tembakau Virginia Buku 1) atau 29 – 33 ˚C (Collins dan Hawks, 1993 dalam Tembakau Virginia Buku 1) dan batas kritis antara 42 ˚C. Suhu malam hari yang baik sekitar 18 – 21 ˚C. Daerah pengembangan tembakau Virginia di pulau Jawa, Bali dan Lombok terletak pada lintang 7 – 9 ˚LS dan suhu rata-rata 27 – 33 ˚C. Artinya letak lintang (deklinasi matahari baik panjang hari dan radiasinya) dan suhu udara bukan menjadi faktor pembatas dalam pengembangan tanaman tembakau virginia di Indonesia. Ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman tembakau yaitu tanah dan iklim.
20
2.3.1 Tanah Tanah merupakan faktor potensial yang akan menentukan hasil dan mutu daun sehingga tembakau yang ditanam pada suatu daerah tertentu akan menghasilkan jenis tembakau tertentu pula (Gardner, 1951 dalam Tembakau Virginia Buku 1). Tanah yang ideal untuk tembakau virginia adalah : 1. Strukturnya baik, remah dan gembur 2. Tanah ringan berpasir, tidak berfraksi debu terlalu tingi, dan lapis olahnya dalam. 3. Drainasenya baik. 4. Lebih disukai lahan sedikit berlereng daripada datar. 5. pH agak masam (5,5-6,5) 6. Memiliki daya pegang air (water holding capacity) yang baik. 7. Lahan tidak sering terkena banjir. 8. Luas lahan cukup untuk pengembangan jangka panjang. Tekstur tanah yang terbaik untuk tembakau pada umumnya adalah lempung berpasir, dan subsoil liat berpasir (Collin dan Hawks, 1993 dalam Tembakau Virginia Buku 1). Tanah-tanah tersebut mempunyai proporsi udara dan air tanah yang optimum bagi pertumbuhan akar tembakau virginia. Pada umumnya tanah berpasir yang ringan cenderung menghasilkan daun yang tipis dan berwarna kuning, ringan dan beraroma lemah (Gardner, 1951 dalam Tembakau Virginia Buku 1), hasil dan mutu rendah karena sering terjadi kekeringan. Sedangkan tanah berkandungan liat tinggi menghasilkan daun tebal, berat dan berminyak, mutu rendah karena kandungan N tinggi
(Collins dan
Hawks, 1993 dalam Tembakau Virginia Buku 1), pengolahan tanah sulit, aerasi jelek, dan sering tergenang bila hujan. Dari segi fisik susunan tanah yang ideal untuk mendukung tanaman diatasnya terdiri dari 50% bahan padat dan 50% pori tanah yang ditempati oleh 25% udara dan 25% air. Tipe tanah yang cocok adalah yang subur, agak ringan, tekstur, struktur, dan drainasenya baik. Namun, pada kenyataannya tanah yang memiliki komposisi seperti itu jarang sekali. Oleh karena itu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengolahan tanah. Keberhasilan cara ini tergantung dari komposisi asli dari tanah tersebut dan cara pengolahan tanah yang baik.
21
Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman tembakau dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan Penggunaan Lahan untuk Tanaman Tembakau (Nicotiana tobacum) Persyaratan Penggunaan / Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata (˚C) pada masa pertumbuhan Ketersediaan air (wa) Curah Hujan (mm) pada masa Pertumbuhan Kelembaban Udara (%) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Tekstur Bahan kasar (%) Kedalaman tanah (cm) Gambut : Ketebalan (cm) + dengan sisipan/pengkayaan Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol) Kejenuhan basa (%) pH H2O C – organik Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%) Singkapan batuan (%)
S1
Kelas Kesesuaian Lahan S2 S3
22 – 28
20 – 22 28 – 30
15 – 20 30 – 34
600 – 1200
1200 – 1400 500 – 600 20 – 24 75 – 90 agak terhambat
> 1400 400 – 500 < 20 > 90 terhambat, agak cepat
24 – 75 baik, agak baik
ak, s, ah, h < 15 < 75
ak, s, ah, h 15 – 35 50 – 75
k
< 60 < 140 saprik +
60 – 140 140 – 200 saprik hemik +
140 – 200 200 – 400 hemik fibrik +
N < 15 > 34
< 400
sangat terhambat cepat k
35 – 55 30 – 50
> 55 < 30 > 200 > 400 Fibrik
< 20 < 5,2 > 6,8 < 0,8
-
> 1,2
16 20 – 35 5,2 – 5,5 6,2 – 6,8 0,8 – 1,2
<2
2–4
4–6
>6
<2
10 – 15
15 – 20
> 20
> 100
75 – 100
40 – 75
< 40
<8 sr
8 – 16 r – sd
16 – 30 b
> 30 Sb
F0
-
-
> F1
<5 <5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
> 16 > 35 5,5 – 6,2
Sumber : Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian, Puslittanak 2003
Keterangan : Tekstur h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral Bahaya erosi sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat
22
Menurut Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2003), persyaratan kebutuhan tanah untuk tanaman tembakau virginia adalah sebagai berikut : Kedalaman tanah minimum 30 cm, konsistensi gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainae baik, reaksi tanah (pH) berkisar antara 5,0-7,8 yang optimum antara 5,5-7,2. Penurunaan hasil bisa bisa terjadi jika salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai > 0,5 dS/m. Penurunan hasil bisa mencapai 50 % apabila DHL mencapai 4 dS/m atau ESP mencapai 15 %, dan tanpa mampu berproduksi (penurunan hasil 100 %) apabila DHL mencapai 6 dS/m.
2.3.2 Iklim Menurut Pusat penelitian tanah dan agroklimat (2003) rata–rata temperatur untuk pertumbuhan tanaman tembakau adalah antara 22-28 ˚C, dan tidak toleran terhadap temperatur yang menurun tiba–tiba. Kalau hal ini terjadi maka pertumbuhan tanaman akan terganggu dan mengalami kerusakan, curah hujan berkisar antara 400-1400 mm/masa siklus pertumbuhan, hari-hari terang (banyak sinar matahari) dibutuhkan pada masa pematangan daun dan waktu panen. Kebutuhan air tanaman minimal dipakai untuk evapotranspirasi tanaman selama pertumbuhan (umur sekitar 120 hari). Evapotranspirasi tanaman tembakau sekitar 1,5-2,0 mm/hari (umur 0-2 minggu), 3,5-4,0 mm/hari (umur 2-7 minggu), 5,0-6,0 mm/hari (umur 7-10 minggu), 4,5-5,0 mm/hari (umur 10-14 minggu), dan 3,5-4,0 mm/hari (umur 14-17 minggu) (Doorenbos dan Kassam, 1979 dalam Tembakau Virginia Buku 1). Sifat curah hujan di wilayah tembakau virginia dipengaruhi oleh pola munson (angin pusat) yang ditandai dengan satu puncak curah hujan tertinggi sekitar Desember-Januari dan periode kering antar April sampai September. Daerah pengembangan tembakau virginia di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan NTB mempunyai tipe iklim C, D, dan E. Lama periode kering/musim kemarau rata-rata lebih dari 12 dasarian (Sleman) sampai 27 dasarian (Lombok Timur).
23
2.4 Teori Lokasi Dalam studi tentang wilayah maka yang dimaksud dengan ruang adalah permukaan bumi baik yang ada di atasnya maupun yang ada di bawahnya sepanjang manusia bisa menjangkaunya. Lokasi adalah menggambarkan posisi pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan (atau jauhnya) satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan atau berjauhan tersebut. Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis daripada sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan R., 2002). Menurut
Marsudi
Djojodipuro
(1982),
dalam
usahanya
untuk
meminimumkan biaya maka suatu perusahaan antara lain berusaha untuk memilih lokasi yang tepat. Lokasi industri dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut ; 1) faktor endowment yang meliputi tanah, tenaga dan modal, 2) pasar dan harga, 3) bahan baku dan energi, 4) aglomerasi, keterkaitan antar industri dan penghematan ekstern, 5) kebijakan Pemerintah, serta 6) kebijakan pengusaha.
Teori Lokasi Biaya Minimum Weber Weber mendasarkan teorinya bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam perumusan modelnya Weber bertitik tolak pada asumsi bahwa : 1. Unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim yang homogen, konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat dan kondisi pasar adalah persaingan sempurna. 2. Beberapa sumberdaya alam seperti air, pasir dan batu tersedia di mana-mana (ubiquitous) dalam jumlah yang memadai.
24
3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas. 4. Tenaga kerja yang tidak ubiquitous (tidak menyebar secara merata) tetapi berkelompok pada beberapa lokasi dan dengan mobilitas yang terbatas. Berdasarkan asumsi tersebut ada 3 faktor yang mempengaruhi lokasi industri yaitu biaya transportasi, input tenaga kerja dan kekuatan agglomerasi dan de-agglomerasi. Biaya transportasi dan biaya upah tenaga kerja merupakan faktor umum yang secara fundamental menentukan pola lokasi dalam kerangka geografis. Kekuatan agglomerasi atau de-agglomerasi merupakan kekuatan lokal yang berpengaruh menciptakan konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang. Menurut Weber, biaya transportasi merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi sedangkan kedua faktor lainnya merupakan faktor yang dapat memodifikasi lokasi. Baya transportasi bertambah secara proporsional dengan jarak. Jadi titik terendah biaya transportasi adalah titik yang menunjukkan biaya minimun untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi dipengaruhi oleh berat lokasional yaitu berat total semua barang berupa input yang harus diangkut ke tempat produksi untuk menghasilkan satu satuan output ditambah berat output yang akan di bawa ke pasar.
2.5 Teori Land Rent Sumberdaya
tanah
menjadi
semakin
penting
seiring
dengan
bertambahnya jumlah penduduk dengan laju yang masih tinggi serta akibat dari berkembangnya kegiatan ekonomi. Keadaan ini akan membawa konsekuensi semakin besarnya tekanan permintaan (demand) akan tanah untuk berbagai keperluan yang semakin beragam seperti untuk perluasan tanah pertanian, perkebunan, hutan produksi, pemukiman/perumahan, pertambangan maupun lokasi kegiatan perdagangan/bisnis dan industri serta keperluan pembangunan infrastruktur (Rustiadi E., dkk., 2003). Terjadinya ketimpangan antara permintaan dan penawaran tentunya merupakan suatu indikasi bahwa tanah dapat dikategorikan sebagai sumberdaya yang mempunyai sifat kelangkaan (scarcity). Kelangkaan tanah tersebut akan
25
berimplikasi terhadap melambungnya harga tanah itu sendiri, yang dapat dibedakan berdasarkan (1) nilai intrinsik yang terkandung dalam sebidang tanah seperti
kesuburan
dan
topografinya,
sehingga
mempunyai
keunggulan
produktifitas dari tanah lain (Ricardiant rent); (2) nilai yang disebabkan oleh perbedaan lokasi (locational rent); dan (3) nilai perlindungan terhadap lingkungan (enviromental rent). Konsekuensi lanjut dari kedaan demikian akan berpengaruh terhadap pola kepemilikan masyarakat terhadap tanah. Barlow (1978) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumberdaya tanah diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan. Sektor-sektor yang komersial dan strategis seperti usaha tani tembakau di Kabupaten Lombok timur mempunyai land rent yang tinggi sehingga sektorsektor tersebut berada di kawasan strategis. Sebaliknya sektor-sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai land rentnya semakin kecil.
26