II. TINJAUAN PUSAKA 2.1. Pemasaran Jasa Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2004). Pemasaran jasa adalah bagian dari sistem jasa secara keseluruhan dimana perusahaan tersebut memiliki semua bentuk kontak dengan pelanggannya, mulai dari pengiklanan hingga penagihan, hal itu mencakup kontak yang dilakukan pada saat penyerahan jasa (Lovelock dan Wright, 2005). Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan perusahaannya dipasar sasaran (Kotler, 2004). Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun (Kotler, 2002). Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut (Lovelock dan Wright, 2005). Jasa memiliki beberapa karakteristik pokok yang membedakan dengan barang. Terdapat empat karakteristik pokok jasa (Tjiptono, 2006), yaitu: 1. Intangibility (tidak berwujud) Jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa memiliki intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum membeli. Para pengguna jasa akan dapat menilai kualitas jasa setelah merasakan jasa tersebut dengan memperhatikan tempat, orang, peralatan, bahan-bahan komunikasi, simbol dan harga. 2. Inseparability (tidak terpisahkan) Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa dijual terlebih dahulu, diproduksi, kemudian dikonsumsi. Jasa
7
tidak dapat dipisahkan dari beberapa elemen didalamnya, seperti hubungan antara pelanggan dengan penyedia jasa yang merupakan unsur penting, fasilitas yang diberikan dan lokasi jasa. 3. Variability (bervariasi) Jasa bersifat sangat variable karena memiliki banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa itu dihasilkan. 4. Perishability (mudah lenyap) Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan yang berarti bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Ada model 8P manajemen jasa terpadu, yang menyoroti delapan variabel keputusan bagi manajer perusahaan jasa (Lovelock dan Wright, 2005), yaitu: a. Produk (Product) Produk adalah semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan. b. Tempat dan Waktu (Place and Time) Tempat dan waktu merupakan keputusan manajemen mengenai kapan, dimana dan bagaimana menyampaikan jasa kepada pelanggan. c. Proses (Process) Proses adalah metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu, yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan. d. Produktivitas dan Kualitas (Productivity and Quality) Produktivitas adalah seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi pelanggan. Kualitas adalah sejauh mana suatu jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan mereka. e. Orang (People) Orang adalah karyawan yang terlibat dalam proses produksi.
8 f. Promosi dan Edukasi (Promotion and Education) Promosi dan edukasi merupakan semua aktivitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun preferensi pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu. g. Bukti Fisik (Phisycal Evidence) Bukti fisik adalah petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberikan bukti atas kualitas jasa. h. Harga (Price) Harga merupakan pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkonsumsi jasa. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan (Rangkuti, 2006), antara lain: 1. Merumuskan strategi pelayanan Strategi pelayanan dimulai dengan perumusan suatu tingkat keunggulan yang dijanjikan kepada pelanggan. Perumusan strategi pelayanan dilakukan dengan merumuskan apa bidang usaha perusahaan, siapa pelanggan perusahaan dan apa yang bernilai bagi pelanggan. 2. Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan dan membantu pelanggan agar tidak salah menafsirkan tingkat kepentingan yang akan diperolehnya. 3. Penetapan standar kualitas Penetapan standar kualitas dengan jelas dapat membantu setiap orang mengetahui dengan jelas tingkat kualitas yang harus dicapai. 4. Menetapkan sistem pelayanan efektif Menghadapi pelanggan tidaklah cukup hanya dengan senyuman dan sikap ramah, tetapi perlu suatu sistem yang terdiri dari metode dan prosedur untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat. 5. Karyawan berorientasi kepada kualitas pelayanan Setiap karyawan yang terlibat dalam jasa pelayanan harus mengetahui dengan jelas standar kualitas pelayanan.
9 6. Survei kepuasan dan kebutuhan pelanggan Pihak yang menentukan kualitas jasa pelayanan adalah pelanggan. Perusahaan perlu mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan dan kebutuhan pelanggan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan. Ada sepuluh kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas jasa (Rangkuti, 2006), yaitu: reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), competence (kemampuan), acces (mudah diperoleh), courtesy (keramahan), communication (komunikasi), credibility (dapat dipercaya), security (keamanan), understanding (memahami pelanggan) dan tangibles (bukti nyata yang kasat mata). Kesepuluh dimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu: 1. Reliability (keandalan) Kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 2. Responsiveness (ketanggapan) Kemampuan untuk membantu pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik. 3. Assurance (jaminan) Pengetahuan, kesopanan petugas dan sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko. 4. Emphaty (empati) Rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan dan mudah untuk dihubungi. 5. Tangibles (bukti langsung) Hal ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan dan sarana komunikasi. 2.2. Kesadaran Merek Kesadaran merek merupakan kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori dari produk tertentu. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continum ranging) dari persamaan yang tidak pasti bahwa merek
10
tertentu dikenal, menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satusatunya dalam kelas produk selanjutnya. Peran kesadaran merek dalam keseluruhan ekuitas merek tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Tingkatan kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida pada Gambar 1.
Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Unaware of Brand
Gambar 1. Piramida kesadaran merek (Durianto dkk., 2004) a. Unaware of Brand (tidak menyadari merek) Merupakan tingkatan yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek. b. Brand Recognition (pengenalan merek) Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek saat melakukan pembelian. c. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut. d. Top of Mind (puncak pikiran) Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek
11 yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen. Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya untuk mendapatkan identitas nama dan menghubungkan ke kategori produk. Menurut Durianto, dkk (2004), agar kesadaran merek dapat dicapai dan diperbaiki dapat ditempuh beberapa cara sebagai berikut: a. Pesan yang dilakukan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan yang lainnya serta harus ada hubungan antara merek dengan kategori produknya. b. Memakai slogan atau lagu yang menarik sehingga membantu konsumen untuk mengingat merek. c. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya. d. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan. e. Kesadaran merek dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai kategori produk, merek atau keduanya. f. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan. Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan membahas bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Menurut Durianto, dkk (2004), penciptaan nilai dapat dilakukan paling sedikit dengan empat cara yaitu: a. Anchor it which other association can be attached, artinya suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi merek tersebut. b. Familiary-Lingking, artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama produk-produk yang bersifat low involvement (kebiasaan terendah). Suatu kebiasaan dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat keputusan.
12
c. Substance atau commitment, kesadaran akan dapat menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena beberapa alasan mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, ekstensi yang sudah lama dalam industri dan lain-lain. Jika kualitas dua merek sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian konsumen. d. Brand it consider. Langkah pertama proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan nama merek yang diputuskan untuk dibeli. Merek yang memiliki Top of Mind yang tinggi akan mempunyai nilai yang tinggi juga. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang disukai atau dibenci. 2.3. Positioning Menurut Kotler (2007), positioning adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaaan sehingga menempati posisi yang khas dibandingkan pesaingnya di benak konsumen sasarannya. Tujuannya adalah menempatkan merek dalam pikiran konsumen untuk memaksimalkan potensi manfaat perusahaan. Positioning tidak boleh dilakukan secara semena-mena, produk harus didesain berdasarkan positioning yang diharapkan di dalam pikiran, positioning harus diputuskan sebelum produk tersebut didesain. Menurut Chandra (2002) penentuan posisi adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan untuk mendapatkan tempat khusus dan unik dalam benak sasaran sehingga dipersepsikan lebih unggul dibandingkan para pesaing. Setiadi (2003) mendeskripsikan positioning sebagai tempat produk yang berbeda, jelas dan memiliki nilai lebih secara relatif dibandingkan produk pesaing di benak konsumen. Dapat juga dikatakan sebagai cara bagaimana konsumen mendefinisikan produk pada atribut-atribut yang penting apabila dibandingkan secara relatif dengan produk pesaing. Penentuan posisi produk adalah proses menciptakan posisi produk.
13 Menurut Kasali (1998), sebelum menentukan positioning ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Positioning adalah strategi komunikasi Komunikasi dilakukan untuk menjembatani produk, merek atau nama perusahaan dengan calon konsumen. Meski positioning bukanlah sesuatu yang dilakukan terhadap produk, komunikasi berhubungan dengan atributatribut yang secara fisik maupun non fisik melekat pada produk perusahaan. Warna, desain, tulisan yang tertera di label, kemasan dan nama merek adalah diantaranya. 2. Positioning bersifat dinamis Persepsi konsumen terhadap suatu produk, merek atau nama bersifat relatif terhadap struktur persaingan. Begitu keadaan pasar berubah, begitu sebuah pemimpin pasar jatuh atau pendatang baru berhasil menguasai tempat tertentu, maka positioning produk perusahaan pun berubah. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa positioning adalah strategi yang harus terusmenerus dievaluasi, dikembangkan, dipelihara dan dibesarkan. 3. Positioning berhubungan dengan event marketing Positioning berhubungan dengan citra di benak konsumen sehingga pemasar harus mengembangkan strategi Marketing Public Relation (MPR) melalui event marketing yang dipilih sesuai dengan karakter produk perusahaan. 4. Positioning berhubungan dengan atribut-atribut produk Konsumen
pada
dasarnya
tidak
membeli
produk,
tetapi
mengkombinasikan atribut. Ekonom Kelvin Lancaster dalam Kasali (1998) menyatakan bahwa suatu barang tidak dengan sendirinya memberikan utility. “Barang itu memiliki karakteristik dan karakteristikkarakteristik itulah yang membangkitkan utility”. Karakteristik itulah yang didalam positioning disebut atribut. Atribut-atribut itulah yang ditonjolkan produsen dalam positioning.
14 5. Positioning memberi arti dan arti itu harus penting bagi konsumen Pertama pemasar harus mencari tahu atribut-atribut apa yang dianggap penting oleh konsumen (sasaran pasarnya) dan atribut-atribut yang dikombinasikan itu mengandung arti. 6. Atribut-atribut yang dipilih harus unik Beberapa jenis produk yang pesaingnya sedikit, umunya konsumen tidak memiliki kesulitan untuk membedakan, tetapi untuk produk-produk lain yang pasarnya yang demikian banyak mungkin konsumen akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai atribut yang unik untuk mencirikan produk tersebut. 7. Positioning
harus
diungkapkan
dalam
bentuk
suatu
pernyataan
(positioning statement) Pernyataan ini selain memuat atribut-atribut yang penting bagi konsumen, harus dinyatakan dengan mudah, enak didengar dan harus dapat dipercaya. Secara umum, semakin beralasan klaim yang diajukan, semakin objektif, maka semakin dipercaya. Khotijah (2004) mendefinisikan positioning sebagai suatu strategi untuk menguak, mempelajari, memahami, yang pada akhirnya mampu menilai kondisi emosional konsumen dengan apa yang ditawarkan oleh perusahaan. Dapat juga diartikan positioning sebagai strategi untuk mengarahkan pelanggan secara kredibel. Positioning adalah tentang bagaimana membangun rasa kepercayaan, percaya diri dan kompetensi untuk pelanggan. Jika perusahaan mampu menghadirkan kondisi tersebut, maka pelanggan akan merasakan kehadiran perusahaan dan produk yang ditawarkan. Dalam era globalisasi saat ini perusahaan harus memiliki kredibilitas dalam benak pelanggan dengan berusaha meraih kepercayaan konsumen. Tiga strategi untuk positioning: 1. Overallcost Leadership Perusahaan memiliki keunggulan dalam hal biaya sehingga harga lebih rendah dari kompetitor. Efeknya perusahaan akan mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar.
15 2. Differentiation Differentiation dengan menciptakan produk line dan program pemasaran sehingga mampu menjadi pemimpin pasar. 3. Focus Perusahaan terkonsentrasi dengan melayani beberapa segmen pasar saja dan mengurangi segmen pasar luas, namun mampu menyerap laba yang lebih besar. Ries and Trout dalam Kotler (2004) berpendapat bahwa penentuan posisi dimulai dengan produk. Tetapi, positioning bukanlah apa yang dilakukan perusahaan terhadap suatu produk, melainkan apa yang perusahaan lakukan terhadap akal pikiran calon-calon pelanggannya. Jadi, perusahaan memposisikan produk itu di dalam pikiran calon pelanggan. Selain itu, produk terkenal pada umumnya memiliki suatu posisi tersendiri di benak konsumen. Merek-merek yang sudah memiliki posisinya masing-masing di benak konsumen akan sulit bagi pesaing untuk mencurinya. Pesaing hanya memiliki tiga pilihan strategi, yaitu: 1. Memperkuat posisinya sendiri saat ini di benak konsumen 2. Mencari dan merebut posisi baru yang belum ditempati kemudian menggeser (deposition) atau mengubah (reposition) posisi persaingan. 3. Strategi kelompok-eksekutif. Positioning mengharuskan perusahaan mengerjakan tiap aspek yang terwujud dari produk, harga, tempat dan promosi guna mendukung startegi positioning yang dipilih. Setelah perusahaan mengembangkan strategi positioning yang jelas, perusahaan harus mengkomunikasikan positioning itu secara efektif. Merek-merek yang tidak berada pada urutan pertama dalam pasar mereka (diukur dari besarnya perusahaan atau atribut-atribut lainnya) tidak perlu merasa cemas, yang mereka perlukan hanyalah memilih atribut lain dan menjadi nomor satu dalam atribut yang dipilih tersebut. Setiap pesaing akan menarik pelangaanpelanggan yang cocok dengan atribut-atribut utama setiap perusahaan tersebut. Ketika menyusun suatu pernyataan positioning, pemasar harus melihat dari bagaimana konsumen membedakan produk tersebut terhadap produk atau merek lain. Myers dalam Kasali (1998) membedakan struktur persaingan ke dalam tiga tingkat, yaitu:
16
1. Superioritas adalah suatu struktur persaingan yang dialami suatu merek unggul di berbagai bidang terhadap pesaingnya. Superioritas adalah keadaan yang sangat ideal, namun biasanya sulit untuk dipertahankan. 2. Diferensiasi, dimana produsen bertindak rasional, yaitu tidak ingin unggul di segala bidang, tetapi membatasi pada satu atau beberapa atribut saja yang superior terhadap pesaing-pesaingnya. 3. Product paritas, barang atau jasa sama sekali tidak dapat dibedakan secara jelas antara buatan satu produsen dengan produsen lainnya. Air minum mineral, minuman cola, kopi dan berbagai jasa (seperti perbankan) seringkali tidak mudah dibedakan satu dengan lainnya. Dalam menentukan positioning, perusahaan harus menghindari empat kesalahan utama dalam positioning, menurut Kotler dalam Kasali (1998) antara lain: 1. Positioning
yang
underpositioning
kurang apabila
(underpositioning). keunggulan
Produk
produknya
tidak
mengalami dirasakan
konsumen. Produk tidak memiliki posisi yang jelas sehingga dianggap sama saja dengan kumpulan produk lainnya di pasar. Masalah konsumen tidak bisa membedakan mereka dengan merek-merek lainnya. 2. Positioning yang berlebihan (overpositioning). Ada kalanya pemasar terlalu sempit memposisikan produknya sehingga mengurangi minat konsumen yang masuk dalam segmen pasarnya. 3. Positioning yang membingungkan (confused positioning). Konsumen bisa mengalami keragu-raguan karena pemasar menekankan terlalu banyak atribut. 4. Positioning yang meragukan (doubful positioning). Positioning ini diragukan kebenarannya karena karena tidak didukung bukti yang memadai. Konsumen tidak percaya karena selain tidak didukung bukti yang kuat, mereka mungkin memiliki pengalaman tertentu terhadap merek tersebut atau marketing mix yang diterapkan tidak konsisten dengan keberadaan produk. Treacy and Wiersema dalam Kotler (2004) membedakan tiga positioning utama (yang disebut sebagai “disiplin nilai”) sebagai berikut: product leadership
17
(kepemimpinan produk), operational excellence (keunggulan operasional) dan customer intimacy (keakraban dengan pelanggan). Beberapa pelanggan paling menghargai perusahaan-perusahaan yang dapat menawarkan produk-produk yang terbaik dalam kategorinya, beberapa menghargai perusahaan karena dapat beroperasi dengan efisien dan beberapa yang lainnya lagi menghargai perusahaan karena mereka dapat memberikan respons yang terbaik atas keinginan-keinginan mereka. Sedangkan Crawford and Matthews dalam Kotler (2004) mengusulkan lima kemungkinan positioning: product (produk), price (harga), ease of access (kemudahan dalam mengakses), value-added service (jasa-jasa yang member nilai tambah) dan customer experience (pengalaman pelanggan). 2.4. Persepsi Mowen dalam Basamalah (2008) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu terekspos oleh informasi, menyediakan kapasitor prosesor yang lebih luas dan menginterpretasikan informasi tersebut. Menurut Kotler (2007) persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Konsep persepsi berhubungan erat dengan bagaimana konsumen memproses informasi. Proses berpikir melibatkan sesuatu yang disebut persepsi. Persepsi inilah yang menjadi pusat perhatian para ahli positioning. Dapat dikatakan juga bahwa persepsi mengatur indra-indra kita menafsirkan beberapa informasi dalam bentuk yang lebih berarti. Menurut Boyd, et al. (2000), persepsi adalah proses seseorang untuk memilih, mengatur dan menginterpretasikan informasi. Ketika konsumen mengumpulkan informasi tentang produk-produk dengan keterlibatan tinggi seperti raket tenis, mereka mengikuti serangkaian langkah atau hierarki efek. Eksposur (exposure) pada sepotong informasi, seperti iklan produk baru atau rekomendasi teman menarik perhatian (attention), kemudian ke pemahaman (comprehention) dan akhirnya retensi (retention) dalam memori. Sekali konsumen memiliki informasi yang dipersepsikan sepenuhnya, mereka menggunakannya untuk mengevaluasi merek-merek alternatif dan memutuskan mana yang akan dibeli.
18
Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu itu sendiri. Persepsi dapat sangat beragam antara individu yang satu dengan yang lain dalam mengalami realitas yang sama. Persepsi seseorang dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, meliputi pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai-nilai yang dianutnya dan ekspektasi. Sedangkan faktor eksternal, meliputi produk, sifat-sifat stimulus dan situasi lingkungan. Dalam pemasaran, persepsi itu lebih penting daripada realitas, karena persepsi yang akan mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Persepsi memegang peranan penting dalam konsep positioning karena manusia menafsirkan suatu produk atau merek melalui persepsi yaitu hubungan asosiatif yang disimpan melalui proses sensasi (Kasali, 1998). Proses ini membantu manusia memahami dunia di sekelilingnya untuk disimpan di dalam memori. Persepsi membantu memori manusia dalam menafsirkan dunia dengan berbagai penyederhanaan melalui pengalaman-pengalaman masa lalu, rekaman yang telah dipelajari, nilai-nilai budaya dan sebagainya. 2.5. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai analisis positioning IPB Oleh Tubagus M Eidri, yaitu Analisis Positioning Institut Pertanian Bogor Berdasarkan Persepsi Siswa-siswi SMU di Bogor. Berdasarkan penelitian tersebut, IPB menempati peringkat kedua universitas yang paling diingat. Peringkat pertama ditempati Universitas Indonesia, sedangkan untuk urutan ketiga sampai kelima ditempati oleh Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada dan Institut Teknologi Surabaya. IPB mempunyai pesaing terdekat, yaitu ITB, UGM dan ITS. IPB diposisikan sebagai perguruan tinggi yang unggul dalam bidang lingkungan kampus yang asri, program beasiswa, biaya kuliah yang terjangkau dan lokasi kampus yang strategis. Penelitian mengenai analisis positioning IPB juga dilakukan oleh Basamalah (2008), yaitu Analisis Positioning Institut Pertanian Bogor sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT–BHMN). Berdasarkan penelitian tersebut, IPB menempati peringkat keempat universitas yang paling diingat (dengan responden mahasiswa tingkat satu di empat universitas di Indonesia) dan diposisikan sebagai perguruan tinggi yang unggul dalam bidang
19
penelitian dan biaya kuliah yang terjangkau serta memiliki mahasiswa dengan tingkat loyalitasnya yang sangat loyal. Penelitian mengenai analisis positioning juga telah dilakukan oleh Renta Ulisa Maryani (2007), yaitu Analisis Positioning Telkom Global 01017 pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Berdasarkan penelitian tersebut, Telkom 01017 diposisikan sebagai layanan SLI yang mudah diakses darimana saja. Penelitian mengenai analisis positioning juga telah dilakukan oleh Apriantoro (2006), yaitu Analisis Positioning Popeyes Chicken and Seafood dalam Pasar Restoran Fast Food di Kota Bogor. Berdasarkan penelitian tersebut, restoran Popeyes Chicken and Seafood memiliki pesaing utama, yaitu McDonald dan Kentucky Fried Chicken serta diposisikan oleh responden sebagai restoran yang memiliki bumbu yang khas. Penelitian mengenai analisis positioning juga dilakukan oleh Pradipta (2006) mengenai positioning XL bebas dan jempol pada PT. Excelcomindo Pratama. Penelitian tersebut menunjukan bahwa XL bebas diposisikan oleh konsumen sebagai produk dengan kualitas suara yang jernih, promosi yang menarik dan kemudahan dalam membeli serta mengisi ulang. Sedangkan XL jempol diposisikan oleh konsumen sebagai produk dengan tarif yang murah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terlihat pada beberapa tujuan penelitiannya. Pada penelitian ini membahas tentang posisi suatu usaha yang tertanam di benak konsumen, pesaing terdekat dari suatu usaha dan positioning suatu usaha, yang dalam hal ini Bimbingan dan Konsultasi Belajar Nurul Fikri. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Tubagus M Eidri tentang positioning IPB, tetapi terdapat perbedaan pada objek yang diteliti. Pada penelitian ini, objek yang diteliti adalah Bimbingan dan Konsultasi Belajar Nurul Fikri yang dibandingkan dengan keempat pesaingnya, seperti Bintang Pelajar, Primagama, Ganesha Operation dan BTA 8, sedangkan objek penelitian yang diteliti oleh Tubagus M Eidri adalah Institut Pertanian Bogor yang dibandingkan dengan keempat pesaingnya, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada dan Institut Teknologi Sepuluh November.