BAB II TINJAUAN PUSAKA
2.1
Landasan Teori Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang mendukung penelitian
ini. Teori-teori tersebut akan membantu dalam proses pembentukan kerangka pemikiran untuk perumusan hipotesis. Penjelasan teori ini juga akan membantu dalam menganalisis hasil penelitian. 2.1.1
Pengertian Harga Pokok Produksi Hansen dan Mowen (2003:44) memberikan pengertian harga pokok produksi
adalah: “The cost of goods manufactured represent the total cost assigned to good completed during the current period”. Menurut Hilton (1999:43) mengemukakan sebagai berikut: “Product cost is a cost assigned to goods that were either purchased or manufactured for sale”. Jadi, harga pokok produksi atau jasa adalah biaya-biaya yang timbul karena adanya aktivitas produksi. Proses produksi suatu perusahaan akan mengeluarkan biaya-biaya yang akan digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. Biaya-biaya yang timbul tersebut dinamakan biaya produksi atau biaya jasa.
10
11
2.1.1.1 Unsur-Unsur Biaya Produksi Atau Jasa Menurut Hansen dan Mowen (2003:40), unsur-unsur yang membentuk harga pokok produk atau jasa adalah: ”The only cost assigned to goods and service completed are the manufacturing costs of direct material, direct labor and overhead”. Unsur-unsur biaya produksi atau jasamenurut Hansen dan Mowen (2003:42), dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu: 1.
Biaya Bahan baku merupakan dasar yang akan digunakan untuk membentuk bagian yang menyeluruh menjadi produk jadi. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi dapat diperoleh melalui pembelian lokal, impor atau dari pengolahan sendiri. Biaya bahan baku meliputi harga pokok semua bahan yang dapat diidentifikasi dengan pembuatan suatu jenis produk, dengan mudah dapat ditelusuri atau dilihat perwujudannya di dalam produk selesai. Biaya bahan baku memiliki bagian yang signifikan dari total biaya suatu produk.
2.
Biaya Tenaga Kerja Langsung merupakan kegiatan fisik yang dilakukan oleh karyawan untuk mengolah suatu produk. Biaya tenaga kerja langsung meliputi biaya-biaya yang berkaitan dengan penghargaan dalam bentuk upah yang diberikan kepada semua tenaga kerja yang secara langsung ikut serta dalam pengerjaan produk yang hasilnya kerjanya dapat ditelusuri secara
12
langsung pada produk dan upah yang diberikan merupakan bagian yang besar dalam memproduksi produk. 3.
Biaya Overhead Pada umumnya dalam suatu perusahaan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya produksi langsung. Semua biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang berhubungan dengan produksi adalah biaya produksi tidak langsung. Istilah ini sesuai dengan sifat biaya overhead yang tidak dapat atau sulit untuk ditelusuri secara langsung kepada produk atau aktivitas-aktivitas pekerjaan. Biaya tidak langsung ini terkumpul dalam suatu kategori yang disebut biaya overhead pabrik (BOP) dan membutuhkan suatu proses alokasi yang adil untuk tujuan perhitungan harga pokok produksi atau jasa.
2.1.2
Pengertian dan Konsep Laba Akuntansi PSAK 46 Paragraf ketujuh mendefinisikan laba akuntansi adalah laba atau
rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi pajak. Laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara realisasi laba yang tumbuh dari transaksi-transaksi selama periode berlangsung dan biaya-biaya historis yang berhubungan. (Belkaoui, 2006:229) Menurut Yadiati (2008:91), laba akuntansi dapat diartikan melalui tiga pendekatan. Dari segi sintaktis, laba didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan dan beban. Laba dianggap telah timbul bila terjadi kenaikan nilai dari kekayaan
13
bersih sebagai akibat adanya transaksi. Laba dari segi semantik diartikan sebagai kesejahteraan dan kemakmuran (wealth), atau diartikan sebagai perubahan kemakmuran, atau perubahan capital, atau modal. Seseorang dikatakan makmur apabila seseorang dapat mengonsumsi suatu aliran jasa atau kemakmuran selama periode waktu tertentu dan sama sejahteranya pada akhir periode seperti pada awal periode. Laba akuntansi dari segi pragmatik memiliki makna sebagai berikut: 1. Laba sebagai alat prediksi, angka laba dapat memberikan informasi sebagai alat untuk menaksir dan menduga aliran kas untuk pembagian dividen, dan sebatai alat untuk menaksir kemampuan perusahaan dalam menaksir earning power dan nilai perusahaan di masa mendatang. 2. Laba sebagai alat pengendali manajemen, laba dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi manajemen dalam mengukur kinerja manajer atau divisi dari suatu perusahaan. Laba didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan dan beban. Aspek yang tidak menguntungkan dari kegiatan menghasilkan pendapatan adalah adanya beban yang cenderung mengurangi kekayaan pemegang saham didalam perusahaan. Beban sering didefinisikan dalam konteks ini. Tetapi tidak ada artinya menekankan aspekaspek yang tidak menguntungkan tanpa menghubungkan pada aspek yang menguntungkan (pendapatan). Keduanya menentukan laba perusahaan.
14
2.1.3
Penjualan Secara umum penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa baik
secara kredit maupun tunai. Dalam transaksi penjualan tunai, barang atau jasa baru diserahkanoleh perusahaan kepada pembeli jika perusahaan telah menerima kas dari pembeli. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order dari pelangggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggan. Penjualan merupakan pencatatan dari transaksi yang terjadi, yang mana transaksi itu dicatat walaupun sudah atau belum diterima pembayarannya. Jadi penjualan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan jumlah kewajiban suatu badan usaha yang timbul dari penyerahan barang dagang atau jasa atau aktivitas lainnya dalam suatu periode Keberhasilan suatu perusahaan pada umumnya dinilai berhasil dilihat dari kemampuannya dalam memperoleh laba. Dengan laba yang diperoleh, perusahaan akan dapat mengembangkan berbagai kegiatan, meningkatkan jumlah aktiva dan modal
serta
dapat
mengembangkan
dan
memperluas
bidang
usahanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan mengandalkan kegiatannya dalam bentuk penjualan, semakin besar volume penjualan semakin besar pula laba yang akan diperoleh perusahaan. Perusahaan pada umumnya mempunyai tiga tujuan dalam
15
penjualan yaitu mencapai volume penjualan, mendapatkan laba tertentu, dan menunjukan pertumbuhan perusahaan. Menurut Joel G. Siegel dan Joe K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh. Kurdi, Penjualan adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang pertimbangan. Pertimbangan ini dapat dalam benuk tunai peralatan kas atau harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui. Menurut Mulyadi (2008:202) Penjualan adalah kenaikan aktiva yang berasal dari penjualan barang dagangan atau produksi selama periode tertentu yang merupakan kegiatan rutin perusahaan. Dalam kegiatan ini penjualan akan melibatkan debitur atau disebut juga pembeli serta barang-barang atau jasa yang diberikan dan dibayar oleh debitur tersebut dengan cara tunai ataupun kredit. 2.1.4
Rasio Profit Margin Rasio Profit margin menurut Riyanto (1999:37) adalah perbandingan antara
net operating income dengan net sales. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rasio profit margin adalah selisih antara net sales dengan operating expenses (harga pokok penjualan + biaya adminitrasi ditambah biaya umum), selisih mana dinyatakan dalam persentase dari net sales. Gross margin ratio adalah merupakan ratio atau
16
perimbangan antara gross profit (laba kotor) yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama (Munawir, 2001:99).Rasio profit margin menurut pendapat Hariyadi (2002:297) merupakan ukuran kemampuan manajemen untuk mengendalikan biaya operasional dalam hubungannya dengan penjualan. Makin rendah biaya operasi per rupiah penjualan, makin tinggi margin yang diperoleh. Rasio Profit margin dapat pula menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menetapkan harga jual suatu produk, relatif terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meghasilkan produk tersebut. Simamora (1999: 161) mengemukakan bahwa margin kontribusi (contribution margin) adalah perbedaan antara harga jual per unit dan biaya variabel per unit. Margin kontribusi dapat pula dinyatakan sebagai suatu persentase dari pendapatan penjualan. Rasio margin kontribusi (contribution margin ratio) adalah persentase margin kontribusi dibandingkan jumlah penjualan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rasio profit margin merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba per rupiah penjualan yang dinyatakan dalam persentase. 2.1.4.1 Jenis-jenis Rasio Profit Margin Rasio profit margin dapat dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut :
17
1. Gross Profit Margin Ratio Gross profit margin ratio menurut Munawir (2001:99) dapat dihitung dengan rumus:
Penjualan - Harga Pokok Penjualan Penjualan
X 100%
Ratio gross profit margin mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai setiap rupiah penjualan, atau bila ratio ini dikurangkan terhadap angka 100% maka akan menunjukan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba bersih. Data gross profit margin ratio dari beberapa periode akan dapat memberikan informasi tentang kecenderungan gross profit margin ratio yang diperoleh dan bila dibandingkan standar ratio akan diketahui apakah margin yang diperoleh perusahaan sudah tinggi atau sebaliknya. 2. Net Profit Margin Ratio Net profit margin ratio menurut Riyanto (1999:37) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Net Sales - (HPP + By. Penjualan + By. Administrasi Net Sales
X 100%
Besar kecilnya rasio profit margin pada setiap transaksi sales ditentukan oleh dua faktor, yaitu net sales dan laba usaha atau net operating income tergantung
18
kepada pendapatan dari sales dan besarnya biaya usaha (operating expenses). Dengan jumlah operating expenses tertentu rasio profit margin dapat diperbesar dengan memperbesar sales, atau dengan jumlah sales tertentu rasio profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil operating expensesnya. 3. Operating Profit Margin Ratio Selisih antara net margin ratio (ratio laba bersih dengan penjualan) dengan 100% menunjukan presentase yang tersisa untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya operasi, persentase yang tersisa ini dinamakan operating margin ratio atau ratio antara (harga pokok penjualan + biaya operasi) dengan penjualan bersih (Munawir, 2001:100). Sehingga operating margin dapat dihitung dengan rumus:
HPP + By. Penjualan + By. Administrasi Penjualan Bersih
X 100%
Operating ratio mencerminkan tingkat efesiansi perusahaan, sehingga ratio yang tinggi menunjukan keadaan yang kurang baik karena berarti bahwa setiap rupiah penjualan yang terserap dalam biaya juga tinggi, dan yang tersedia untuk laba kecil.Tetapi ratio yang tinggi mungkin tidak hanya disebabkan oleh faktor intern yang dapat dikendalikan oleh manajemen, tetapi juga faktor ekstern misalnya faktor harga yang sulit dikendalikan oleh manajemen.
19
2.1.5
Pajak
2.1.5.1
Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut beberapa ahli dalam buku Waluyo (2011:2), pengertian pajak adalah sebagai berikut : Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihakoleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan: “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari definisi di atas tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”.Sisi lainnya yang
20
berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan Pajak. Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S. H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990: 5) menyatakan: “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa pajak adalah suatu iuran yang harus dibayar setiap warga negara yang bersifat memaksa karena telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang yang dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan hasil pembayaran pajak yang Wajib Pajak lakukan tidak langsung terlihat hasilnya. 2.1.5.2 Pajak Penghasilan. Undang-Udang Nomor 36 Tahun 2008 pasa1 menjelaskan Pajak Penghasilan (PPh) pada sebagai berikut, Undang-Undang ini mengatur pengenanaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak.Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
21
tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak umtuk penghasilan dalm bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan “tahun pajak” dalam Undang-Undang ini adalah tahun kalender, sepanjang tahun baku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Menurut Gunadi (2009:291), “PPh akan berhubungan langsung dengan penghasilan dan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (kena pajak) dan pengurang penghasilan lainnya.” 2.1.5.2.1
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Menurut Waluyo (2011:213), dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan; Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/Pj./2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilam Pasal 21 dan/atau penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi yelah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 57/Pj./2009 Tanggal 12 Oktober 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tuabeserta pelaksanaannya telah dimuat. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai 1 Januari 2009.
22
Sedangkan Penerima Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan: 1. Pegawai 2. Penerima uang pesangon, pensiun atau manfaat pensiun, tunjangan hari tu, atau jaminan hari tu, termasuk ahli warisnya. 3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, terdiri dari pengacara, akuntan Arsitek,dokter .konsultan, notaris, penilai dan aktuaris; b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang fil, bintang sinetron,
bintang
iklan,
sutradara,
kru
film,
foto
model,
perawan/pergawati, pemain drama, penari,pemahat, peluks, dan seniman lainnya; c. Olahragawan; d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; e. Pengarang, peneliti, penerjemah; f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan soasial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; g. Agen iklan;
23
h. Pengawas dan pengelola proyek; i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan yang menjadi perantara; j. Petugas penjaja barang dagangan; k. Petugas dinas luar asuransi; l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau
direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya. 4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi: a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dab perlombaan lainnya; b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kewrja; c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. Peserta kegiatan lainnya.
2.1.5.2.2
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pajak penghasilan (PPh) pasal 23 adalah pemotongan pajak penghasilan dari penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan Bentuk
24
Usaha Tetap (BUT) yang bersumber dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. PPh ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 2.1.5.2.3
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat (2) atau PPh Final
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) merupakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Yang dimaksud dengan final adalah, bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa PPh Pasal 4 ayat (2) dipotong atas : a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. Penghasilan berupa hadiah undian; c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
25
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan e. Penghasilan tertentu lainnya,
yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
2.1.5.2.4
Tarif PP No 46 Tahun 2013
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu telah diberlakukan oleh Pemerintah sejak 1 Juli 2013. PP ini mengatur Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari 4,8 Milyar untuk membayar PPh final sebesar 1% dari omzet bulanan. Adapun PP No 46 Tahun 2013 untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengenai Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Dengan adanya perubahan tarif tersebut, maka akan menimbulkan beberapa dampak bagi para wajib pajak badan. Dampak tersebut antara lain: 1.
Wajib pajak dengan peredaran bruto tertentuakan dirugikan karena adanya perubahan tarif tunggal menjadi tarif final 1%. Jika pada tarif tunggal,
26
semakin besar laba akan tetap dikenakan tarif yang sama. Tetapi dengan diubah menjadi tarif final 1%, laba yang semakin besar tidak mempengaruhi nilai pajak yang di bayarkan di karenakan perhitungan pajak di hitung dari besarnya omzet wajib pajak tersebut. 2.
Wajib Pajak yang mengalami kerugian pada tahun berjalan akan di haruskan tetap membayarkan pajak dan tidak bisa di tangguhkan di tahun yang akan datang. Terdapat empat kali perubahan tarif pajak penghasilan Badan yaitu UU PPh
tahun 1983 yang mulai berlaku tahun 1984, tarif UU PPh tahun 1994yangmulai berlaku tahun 1995, UU PPh tahun 2000 yang mulai berlaku tahun 2001, UU PPh tahun 2008 yang mulai berlaku tahun 2009, dan yang terakhir PP No 46 yang mulai berlaku 1 Juli 2013. Perubahan-perubahan tarif dari tahun ke tahun tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Perbedaan Undang-Undang Tarif PPh Badan 1983, 1994, 2000, 2008, 2013 UU No.7 /
UU No.10 /
UU No.17 /
UU No.36 / 2008
PP No 46 / 2013
1983
1994
2000
PKP dan Tarif
Peredaran
PKP dan
PKP dan Tarif PKP dan Tarif
Bruto Tertentu
Tarif
PKP s/d
PKP s/d
10.000.000 = 25.000.000
PKP s/d = 50.000.000
Tarif Wajib Pajak Tarif Wajib Pajak = Badan dan bentuk dengan
bentuk
27
15%
10%
10%
usaha tetap adalah usaha kecil dan 28% dan bisa turun menengah
PKP di atas
PKP di atas
10.000.000 s/d 25.000.000 s/d 50.000.000 = 50.000.000 25%
15%
PKP di atas
sebesar 5% untuk kecildengan
50.000.000 s/d
WP berbentuk PT peredaran
= 100.000.000 = yang 15%
di bawah Rp 4,8
palling sedikit 40% M adalah 1% dari
PKP di atas
PKP di atas
50.000.000 = 50.000.000 35%
30%
PKP di atas
bruto
.
jumlah keseluruhan
= 100.000.000 = saham yang disetor, 30%
diperdagangkan
di
BEI dan atau lebih dari
keseluruhan
saham disetor dan saham tersebut
dimiliki
paling sedikit 300 pihak. Sumber : UU Perpajakan Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2013(www.pajak.go.id)
28
2.2
Kerangka Pemikiran Pada dasarnya setiap perusahaan khususnya UMKM di bentuk atau di dirikan
bertujuan untuk mendapatkan laba yang besar. Karena dengan laba, UMKM dapat mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan lebih baik lagi. Laba dipengaruhi oleh besar kecilnya penjualan yang di terima, harga pokok produksi yang di perlukan untuk memproduksi suatu barang atau jasa dan jumlah beban yang di bayarkan selama melakukan kegiatan produksi serta pajak yang harus di setor kepada pemerintah. Penelitian ini pertama – tama akan menghitung kinerja keuangan koperasi yang akan di bandingkan sebelum penerapan PP No 46 Tahun 2013 dengan sebelum penerapan PP No 46 tahun 2013. Alat analisis yang dimaksudkan secara rinci adalah sebagai berikut : 1. Profit margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan pendapatan (penjualan), serta dalam hal ini profit margin di bandingkan pula dengan sebelum adanya perubahan PP No 46 Tahun 2013 dan setelah PP No 46 tahun 2013. 2. PP No 46 tahun 2013 dan UU No 36 Tahun 2008 merupakan perubahan yang mengakibatakan dasar perhitungan PPh berubah. Pada PP No 46 tahun 2013 PPh di hitung berdasarkan omzet yang di dapat sedangkan pada UU No 36 Tahun 2008 PPh dihitung berdasarkan laba bersih sebelum pajak yang diterima oleh perusahaan.
29
Berdasarkan telaah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini akan menganalisis pengaruh profit margin yang di tetapkan badan usaha sebagai respon atas perubahan tarif PPh Badan tahun 2013 pada koperasi binaan Bumitama Agri LTD Model penelitian yang diajukan dalam gambar berikut ini merupakan kerangka konseptual dan sebagai alur pemikiran dalam menguji hipotesis. Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
30
2.3
Hipotesis
2.3.1
Hubungan pajak dengan profit margin Penelitian yang dilakukan oleh I Putu (2013) terhadap perusahaan yang
mempunyai profit margin 7% menunjukan penghematan financial bagi perusahaan yang mempunyai peredaran usaha dibawah 4,8M sebesar 50% kalau dibandingkan dengan menggunakan tarif pajak penghasilan sebesar 25% dengan pembukuan yang lengkap. Dengan demikian dikembangkan hipotesis sebagai berikut: Ho : Pajak tidak berpengaruh terhadap perubahan profit margin Ha : Pajak berpengaruh terhadap perubahan profit margin