II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi), dan Kalimantan (Kalimantan Tengah). Analisa genetik ikan dilakukan di Laboratorium Genetik Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Sempur, Bogor, sedangkan pengukuran karakter morfometrik dilakukan di Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk, Bogor.
2.2. Materi Uji Sampel ikan betok berasal dari 3 lokasi, yaitu dari Kalimantan Tengah (Pulang Pisau), Jawa Barat (Tasikmalaya), dan Sumatera (Jambi), masing masing 10 ekor. Kondisi lingkungan di lokasi sampling adalah perairan rawa (Kalimantan Tengah) dan kolam budidaya air tawar ( Jawa Barat dan Sumatera). Sampel ikan diambil siripnya dan dilarutkan dalam larutan alkohol 70%-90% untuk mengawetkan sirip ikan, selanjutnya dilakukan analisis DNA dengan teknik PCR. Untuk pengukuran karakter morfometrik, diambil masing masing 10 ekor dari populasi dan dihitung panjang yang mencakup seluruh bagian luar tubuh.
Gambar 1. Ikan betok (Anabas testudineus) (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2011)
3
2.3. Metode Kerja Profil genotip ikan dianalisis menggunakan metode RAPD yang diawali dengan proses ekstraksi DNA genom, amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR dan elektroforesis. Sedangkan profil fenotip ikan betok dianalisis menggunakan metode pengukuran karakter morfometrik.
2.3.1. Ekstraksi DNA Sampel ikan berupa sirip dorsal ditimbang sebanyak 5-10 mg dan dimasukan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml, kemudian dilisis dengan menambahkan TNES urea sebanyak 500 µl dan protein kinase 10 µl. Setelah itu dikocok menggunakan alat vortex dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam atau sampai sirip hancur. Selanjutnya ditambahkan larutan phenolchloroform isoamilalkohol (PCL) dengan perbandingan 25:24:1 sebanyak 1000 µl dan disentrifuse dengan menggunakan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan lalu dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan etanol 90% sebanyak 1000 µl dan Na asetat sebanyak 10 µl lalu disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan pellet dikering anginkan sampai etanol menguap. DNA dilarutkan dengan menambahkan rehydration solution sebanyak 100 µl.
2.3.2. Amplifikasi DNA dengan teknik PCR Sebelum amplifikasi DNA, maka dilakukan terlebih dahulu seleksi primer untuk mendapatkan jenis primer yang sesuai. Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan metode PCR dengan komposisi bahan 1 unit dry taq produk Promega, 2 µl DNA template, 2 µl primer dan 21 µl air dengan volume total sebanyak 25 µl. Lalu dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan 35 siklus, yaitu denaturasi awal pada 94°C selama 2 menit, denaturasi 94°C selama 1 menit. annealing 36°C selama 1 menit, elongasi 72°C selama 2 menit 30 detik, elongasi akhir 72°C selama 7 menit dan penstabilan suhu 4°C selama 3 menit.
4
Tabel 1. Sekuen primer RAPD yang diuji No
Primer
Sekuen Nukleotida (5’Æ3’)
1
OPA-02
TGCCGAGCTG
2
OPC-02
GTGAGGCGTC
3
OPC-05
GATGACCGCC
Keterangan :
T = G= C= A=
deoksi Timidin 5’- monofosfat deoksi Guanosin 5’- monofosfat deoksi Sitidin 5’- monofosfat deoksi Adenosin 5’- monofosfat
2.3.3. Elektroforesis Untuk mengetahui keberhasilan amplifikasi primer yang digunakan, campuran 9 µl hasil PCR dengan 2 µl loading die dielektroforesis pada gel agarose 2% (w/v) dalam larutan TBE dan tegangan 100 volt selama 30 menit. Kemudian, gel direndam agar pita DNA nya dapat terlihat pada cahaya ultraviolet. Selanjutnya, digunakan kamera untuk keperluan dokumentasi. Gene ruler 100bp DNA loader digunakan sebagai standar untuk menentukan ukuran fragmen hasil amplifikasi.
2.3.4. Karakterisasi fenotip morfometrik Ikan betok yang berasal dari Kalimantan Tengah, Jawa Barat, dan Jambi diambil dari akuarium masing masing 10 ekor. Metode karakteristik morfometrik dilakukan dengan cara mengukur jarak titik-titik tanda yang akan dibuat pada kerangka tubuh (Gambar 2). Skema dan 21 karakteristik morfometrik ikan betok dapat dilihat pada Gambar 2 dan Tabel 2 ( Brzesky and Doyle, 1988)
Gambar 2. Ikan betok beserta skema karakteristik morfometriknya
5
Tabel 2. Karakteristik morfometrik No
Kode
Deskripsi Jarak
1
A1-2
Bawah mulut-ujung bagian atas insang
2
A1-3
Bawah mulut-operkulum
3
A1-4
Bawah mulut-awal sirip punggung
4
A1-5
Bawah mulut-awal sirip perut
5
A2-3
Ujung atas insang-operkulum
6
A2-4
Ujung atas insang-awal sirip punggung
7
A2-5
Ujung atas insang-awal sirip perut
8
A3-4
Operkulum-awal sirip punggung
9
A3-5
Operkulum-awal sirip perut
10
A4-5
Awal sirip punggung-awal sirip perut
11
B5-6
Awal sirip perut-awal sirip anal
12
B5-7
Awal sirip perut-akhir sirip anal
13
B6-4
Awal sirip anal-awal sirip punggung
14
B10-4
Akhir sirip punggung-awal sirip punggung
15
B10-6
Akhir sirip punggung-awal sirip anal
16
C7-8
Awal sirip ekor bawah-awal sirip ekor atas
17
C7-9
Awal sirip ekor bawah-akhir sirip ekor atas
18
C8-9
Akhir sirip ekor bawah-akhir sirip ekor atas
19
C10-7
Akhir sirip punggung-awal sirip ekor bawah
20
C10-8
Akhir sirip punggung-akhir sirip ekor bawah
21
C10-9
Awal sirip punggung-awal sirip ekor atas
Keterangan :
A = bagian kepala B = bagian seluruh tubuh C = bagian ekor
1-2, dst = jarak antar titik karakter
6
2.4. Analisis Data Keragaman genetik yang meliputi tingkat polimorfisme, heterozigositas, uji perbandingan Fst dianalisa dengan descriptive statistics (Miller, 1997), exact test for population differentiation (Raymond & Rousset, 1995 dalam Miller, 1997) dengan menggunakan program TFPGA (Tools for Population Genetic Analyses). Kekerabatan antar populasi berdasarkan jarak genetik yang disertai dengan dendrogram dianalisis menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) Wright (1978) modifikasi Rogers (1972) dalam Miller (1997) dari software TFGPA. Sedangkan untuk analisis data karakter morfometrik dianalisis menggunakan microsoft excel, dan program SPSS versi 18 (Statistical Product and Service Solution)
7