9
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium
Patologi
Serangga,
dan
Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Maret sampai Agustus 2011.
Bahan
Wereng Batang Cokelat Nilaparvata lugens Wereng batang cokelat (WBC) biotipe 3 diperoleh dari biakan stok wereng Kebun Percobaan BB Padi Muara-Bogor. WBC dibiakkan pada tanaman padi varietas Pelita I-1 di dalam kurungan plastik berbentuk silinder berdiameter 25 cm dan tinggi 85 cm yang pada permukaan atasnya ditutup kain kasa untuk ventilasi (Gambar 1). Benih padi diperoleh dari laboratorium pemuliaan tanaman padi, Kebun Percobaan BB Padi Muara-Bogor. Benih disemai di atas baki plastik berukuran 40 x 30 x 5 cm yang beralaskan tanah basah secukupnya. Dua hingga tiga bibit semaian berumur dua minggu, dipindahkan ke dalam sebuah ember plastik berisi tanah lumpur sawah yang digenangi air.
WBC kemudian
diinfestasikan pada tanaman padi berumur 30-35 hari dan disungkup dengan plastik mika seperti diuraikan di atas.
Gambar 1 Kurungan perbanyakan WBC
10
Predator Paederus fuscipes Imago kumbang predator P. fuscipes ditangkap dari pertanaman padi lahan sawah petani yang berlokasi di Desa Cikarawang-Bogor.
Di laboratorium,
kumbang tersebut dipindahkan ke dalam kotak plastik berukuran 30 x 20 x 20 cm yang dialasi tanah lembab (Gambar 2). Sebelum diujikan, kumbang dipelihara dengan diberi mangsa kutudaun Aphis glycines selama 3-4 hari. Penundaan waktu pengujian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kumbang uji yang digunakan dalam percobaan ini sehat dan terbebas dari infeksi patogen berasal di lapangan. Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang kedelai di sekitar lahan sawah milik petani di Cikarawang-Bogor.
Gambar 2 Wadah pemeliharaan kumbang P. fuscipes
Metode
Preparasi Cendawan Entomopatogen Isolasi cendawan dilakukan dengan cara mengoleksi WBC dari Kebun Percobaan BB Padi Muara-Bogor dalam keedaan sudah mati dan tubuhnya mengalami pengerasan seperti mumi, serta diselimuti miselia cendawan berwarna hijau. Wereng selanjutnya dicuci dengan 1% larutan klorox (Na-hipoklorit) (v/v) dan dibilas dengan akuades.
Wereng tersebut kemudian diletakkan di atas
permukaan media PDA di dalam cawan petri berdiameter 9 cm. Cendawan yang berasal dari tubuh WBC akan berkecambah dan berkembang membentuk koloni miselium baru pada media PDA.
Perkembangan koloni cendawan ini
11
memerlukan waktu 21 hari. Daerah tepi terluar koloni cendawan tersebut berikut media diiris seluas ± 1 cm2 dan diinokulasikan kembali menggunakan lup inokulan steril ke dalam media PDA baru. Inokulum cendawan yang tumbuh dan berkembang berupa miselia dan konidia pada media PDA ini digunakan sebagai isolat murni pada pengujian selanjutnya. Sebelum isolat cendawan ini diujicobakan, virulensi isolat diidentifikasi terlebih dahulu dengan menginokulasikan cendawan yang tumbuh dari media PDA ke permukaan tubuh 10 ekor WBC sehat. Cendawan virulen menyebabkan kematian pada WBC. Data kemampuan infeksi ini memberi petunjuk bahwa konidia tersebut positif entomopatogen dan stok isolat murni tersebut di atas dapat diisolasikan kembali pada media PDA untuk digunakan pada percobaan selanjutnya. Bentuk miselia dan konidia cendawan infektif selanjutnya diamati di bawah mikroskop optik. Penentuan Kerapatan Konidia Stok Suspensi Cendawan Uji Beras dicuci, dikukus hingga menjadi setengah matang. Sebanyak 20-30 g beras dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas, kemudian disterilkan selama 15 menit pada suhu 121 °C. Inokulasi cendawan dilakukan dengan cara mengambil ± 1 cm2 luasan PDA berisi spora dan miselia, kemudian menginokulasikannya di permukaan media beras. Kultur cendawan diinkubasikan pada suhu kamar atau ± 26 °C selama 21 hari, hingga tampak seluruh media beras diselimuti miselia dan konidia cendawan. Beras tersebut dikeluarkan dari kantung plastik dan dituangkan ke dalam mortar yang berisi 100 ml akuades steril, kemudian ditumbuk hingga rata. Konidia dikoleksi dari biakan dengan menyaring suspensi tersebut di atas saringan kain steril berbahan dasar nilon.
Suspensi konidia yang lolos dari saringan
ditambahkan 0.02% larutan Tween 20 (v/v) dalam air dan dikocok menggunakan vortex selama 30 detik.
Kerapatan konidia di dalam suspensi dihitung
menggunakan haemocytometer Neubauer-improved. Penghitungan jumlah konidia dilakukan dengan memipet dan meneteskan suspensi konidia di atas gelas objek haemocytometer, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
Konidia diamati di bawah mikroskop compound dengan
perbesaran 400 kali.
Jumlah konidia yang teramati di dalam kotak skala
12
haemositometer dihitung, kemudian ditera untuk mendapatkan konsentrasi tertinggi jumlah konidia di dalam stok suspensi uji, yaitu 109 konidia/ml. Stok suspensi konidia uji diencerkan dengan air yang mengandung 0.02% larutan Tween melalui pengenceran bertingkat untuk mendapatkan tiga konsentrasi suspensi uji yang lebih rendah, yaitu 108, 107, dan 106 konidia/ml.
Pengujian Infektivitas Cendawan terhadap WBC Setiap satu ml dari tiga konsentrasi suspensi uji yaitu 108, 107, dan 106 konidia/ml dan kontrol (tanpa konidia) disemprotkan pada 20 ekor imago WBC berumur satu hari yang bertengger pada tiga batang tanaman padi dengan menggunakan sprayer tangan volume semprot ± 5 ml. Tiga konsentrasi perlakuan isolat ini mengacu pengujian lapang yang diuraikan oleh Jin et al. (2008). WBC dan tanaman tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung reaksi berdiameter 4 cm (Gambar 3). Setiap pengujian diulang empat kali. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai
6 hari setelah perlakuan. Parameter yang diamati adalah
jumlah mortalitas WBC. Keberadaan infeksi cendawan Metarhizium sp. pada tubuh wereng yang telah mati diamati di bawah mikroskop stereo. Persentase mortalitas terkoreksi WBC dilakukan dengan menggunakan rumus Abbott (1925) sebagai berikut : Pt = {(P0 – Pc)/(100 – Pc)} x 100% Pt = % Kematian terkoreksi P0 = % Kematian kumulatif pada perlakuan Pc = % Kematian kumulatif pada kontrol
Gambar 3 Tabung pengujian suspensi cendawan terhadap WBC
13
Pengujian Infektivitas Cendawan terhadap P. fuscipes Setiap 20 ekor kumbang predator P. fuscipes sehat dan bebas cendawan patogen diambil dan dipindahkan ke dalam cawan plastik berdiameter 6 cm, tinggi 4 cm yang pada permukaan atasnya ditutup dengan kain kasa (Gambar 4a). Dua perlakuan konsentrasi suspensi cendawan yang teruji infektif pada konsentrasi terendah dan tertinggi terhadap WBC yaitu 106/ml dan 108 konidia/ml beserta kontrol disemprotkan pada kumbang predator uji di atas. Perlakuan diujikan dengan cara menyemprotkan suspensi melalui celah-celah kain kasa penutup cawan plastik. Kumbang yang telah disemprot dipindahkan ke dalam cawan petri berdiameter 15 cm yang telah dialasi kertas tissue dan berisi kutudaun beserta inang daun kedelai (Gambar 4b). Perlakuan diulang 4 kali. Pengamatan kumbang terinfeksi cendawan dan mortalitasnya dilakukan setiap hari, selama 10 hari. Persentase mortalitas terkoreksi kumbang P. fuscipes dilakukan dengan menggunakan rumus Abbott (1925) sama seperti diuraikan di atas.
(a) (b) Gambar 4 Cawan pengujian kumbang predator P. fuscipes: (a) cawan plastik (b) cawan petri berisi pakan kutudaun Rancangan Percobaan Data mortalitas WBC pada 2, 3, 4, dan 5 hari diolah melalui analisis Probit (Finney 1971) dengan menggunakan program POLO PC (LeOra Software 1987). Hasil analisis probit digunakan untuk menentukan konsentrasi suspensi cendawan efektif pada LC 50, LC 95, LT 50, dan LT 95.
Data persentase mortalitas
kumulatif kumbang P. fuscipes dianalisis menggunakan program SAS (Statistic Analysis System) ver 9.1. Perbedaan nilai rata-rata perlakuan dianalisis dengan pengujian Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.