II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok, Jawa Barat.
2.2 Materi Uji Ikan uji yang digunakan berupa larva ikan botia yang berasal dari pemijahan buatan di BPPBIH Depok. Pada penelitian pendahuluan larva ikan botia yang berumur satu hari umur tetas direndam dalam larutan hormon tiroksin pada dosis 0 mg/L; 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L selama 72 jam dengan tiga kali ulangan. Perendaman dilakukan dalam ember bervolume dua setengah liter. Kepadatan larva pada setiap ember sebanyak 50 ekor. Hasil dari penelitian pendahuluan, perlakuan yang memberikan kelangsungan hidup tertinggi digunakan dalam penelitian utama (Lampiran 1).
2.3 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan dengan lima kali ulangan. Rancangan perlakuan yang diberikan pada larva ikan botia (Gambar 1), yaitu : a. Perlakuan A
: perendaman larva ikan botia yang tidak diberi tiroksin 0 mg/L
b. Perlakuan B
: perendaman larva ikan botia dengan tiroksin 0,01 mg/L
c. Perlakuan C
: perendaman larva ikan botia dengan tiroksin 0,1 mg/L
A3
C2
B1
A2
C4
B3
B4
B2
A1
C1
B5
A4
C3
C5
Keterangan : A, B, C
= Label Dosis Perlakuan
A5
T = Tandon
1, 2, 3,4 dan 5 = Ulangan Perlakuan
Gambar 1 Tata Letak Wadah Penelitian.
T
2.4 Prosedur Penelitian 2.4.1 Persiapan Wadah Penetasan Persiapan wadah yang dilakukan meliputi kegiatan persiapan wadah inkubasi berupa corong penetasan, pemasangan hapa dan perbaikan sistem aerasi. Peralatan yang digunakan harus direndam dengan larutan desinfektan klorin dengan dosis 0,5 ppm selama 20 menit dan dibilas dengan air bersih yang mengalir. Corong penetasan yang digunakan terbuat dari fibberglass berukuran 3 liter yang dimasukkan ke dalam hapa yang terbuat dari kain katun berukuran 100×50×50 cm yang diletakkan di dalam bak beton berukuran 4,8×1,5×0,9 m. Hapa diikat di sebuah transek berbentuk persegi panjang yang terbuat dari pipa PVC berdiametar 1 inci. Pemasangan styrofoam berguna untuk tempat penyangga corong penetasan yang mampu memuat 2 buah corong penetasan sehingga corong penetasan tidak tenggelam ke dasar bak inkubasi. Setelah itu, sistem aerasi dan pengairan air diperiksa sehingga corong penetasan dapat berfungsi dengan baik (Gambar 2).
Wadah inkubasi telur
Corong fiberglass
Pemasangan hapa
Gambar 2 Wadah penetasan ikan botia di BPPIH Depok 2.4.2 Persiapan Wadah Perlakuan Perendaman Hormon Persiapan wadah untuk perlakuan perendaman hormon dilakukan dengan cara membersihkan ember menggunakan klorin sebanyak 20 ppm selama 15 menit. Ember yang telah didesinfeksi dicuci dengan air bersih hingga baunya hilang. 2.4.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Botia di Akuarium Persiapan wadah untuk pemeliharaan ikan botia dilakukan dengan cara membersihkan akuarium dan sistem resirkulasi yang digunakan. Pembersihan akuarium dilakukan dengan cara menggosok seluruh permukaan akuarium dengan spon dan dilanjutkan dengan pengeluaran air yang berada di dalam akuarium menggunakan selang plastik hingga habis. Setelah dikeringkan, akuarium diisi air 4
sebanyak ¾ volume dan direndam bersama larutan desinfektan klorin sebanyak 20 ppm selama 15 menit. Akuarium yang telah didesinfeksi dicuci dengan air bersih hingga baunya hilang. Filter yang digunakan berupa karang, bioball dan dakron terlebih dahulu dibersihkan dengan cara direndam selama 12 jam di dalam tong fibber besar. Setelah itu, karang, bioball dan dakron dicuci dengan air yang mengalir hingga bersih. Karang, bioball dan dakron yang telah bersih dapat disusun kembali pada sistem resirkulasi (Gambar 3). Setelah akuarium dan filter telah siap, maka sitem resirkulasi yang akan digunakan dijalankan terlebih dahulu selama dua minggu dengan tujuan mengendapkan gas-gas yang merugikan (berbahaya) dan menstabilkan resirkulasi. Pompa diletakkan di akuarium resirkulasi yang memompa air dari akuarium resirkualsi ke tandon. Air yang dikeluarkan dari akuarium pemeliharaan kemudian masuk ke dalam talang lalu dialirkan ke akuarium resirkulasi secara vertikal (dari atas ke bawah).
Pembersihan akuarium
Pencucian karang
Pencucian bioball
Gambar 3 Persiapan wadah pemeliharaan ikan botia di akuarium 2.4.4 Penyediaan Hormon Tiroksin Perlakuan yang diberikan berupa pemberian hormon tiroksin komersial (Thyrax) yang mengandung bahan aktif hormon tiroksin 0,1 mg/tablet. Penyiapan media perlakuan dilakukan dengan melarutkan satu tablet Tyrax (Levothyroxine sodium) ke dalam satu liter air sehingga diperoleh larutan hormon tiroksin dengan konsentrasi 0,1 mg/L. Selanjutnya konsentrasi yang lebih kecil didapatkan dengan teknik pengenceran sampai didapat konsentrasi yang diinginkan.
2.5 Perlakuan Ikan Uji dan Pemeliharaan Larva Larva satu hari umur tetas direndam dengan dosis 0 mg/L; 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L selama 24 jam. Kepadatan larva pada setiap ember sebanyak 100 ekor. Setelah itu, larva dipelihara dalam ember di ruang inkubasi selama 7 hari umur 5
tetas. Pada ember dipasang aerasi secara terus-menerus. Pemindahan larva 7 hari umur tetas dilakukan pada akuarium yang berukuran 20×30×20 cm dengan volume air 6 liter dan ketinggian air 10 cm (Gambar 4). Pemeliharaan larva di akuarium dilakukan selama 40 hari. Pada akuarium dipasang aerasi secara terusmenerus. Akuarium diset membentuk suatu sistem resirkulasi (wadah filter berukuran 100x50x40 cm yang berisi pompa, bioball dan karang). Proses pemeliharaan ikan meliputi pemberian pakan alami Artemia sp lima kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 10.00, 12.00, 15.00 dan 17.00 WIB. Pakan diberikan secara sekenyangnya (ad libitum).
Wadah perlakuan dengan aerasi
Akuarium pemeliharaan ikan botia
Gambar 4 Penebaran dan pemeliharaan larva botia
2.6 Parameter Uji Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi volume kuning telur, laju penyerapan kuning telur, perkembangan larva yang meliputi : bintik mata, gelembung renang, sirip ekor, sirip dada dan pigmentasi, derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan larva dan kualitas air. 2.6.1 Volume Kuning Telur Pengukuran diameter kuning telur dilakukan pada lima hari awal perlakuan larva yakni pada hari ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5. Pengamatan menggunakan mikroskop binokuler Olympus dengan perbesaran 4x dan 10x yang dilengkapi dengan kamera digital Panasonic WF-CP240EX dan terhubung dengan komputer. Hasil pemotretan dari mikroskop dianalisa dengan software “ImageJR” untuk mendapatkan data pengukuran berdasarkan perbesaran. Sampling untuk pengukuran diameter kuning telur dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak lima ekor larva per perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap 12 jam sekali.
6
Perhitungan volume kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan metode Hemming dan Buddington (1988), yaitu: V = 0,1667πLH2 Keterangan : V = Volume kuning telur (mm3) L
= Sumbu panjang terpanjang kuning telur (mm)
H = Sumbu pendek terlebar kuning telur (mm) 2.6.2 Laju Penyerapan Kuning Telur Perhitungan laju penyerapan kuning telur tersebut dilakukan berdasarkan metode Hemming dan Buddington (1988), yaitu: LPK = Vn-V0 x 100% V0 Keterangan : V0 = Volume kuning telur hari ke-0 (mm3) Vn = Volume kuning telur hari ke-n (mm3) 2.6.3 Perkembangan Larva Perkembangan larva diamati setiap 12 jam sekali. Sampling untuk pengamatan perkembangan larva dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak lima ekor larva per perlakuan. Parameter yang diukur untuk perkembangan larva adalah perkembangan bintik mata, gelembung renang, sirip dan pigmentasi. Pengamatan terhadap perkembangan bintik mata, gelembung renang, sirip dan pigmentasi dilakukan dengan melihat kecepatan pembentukan organ tersebut. 2.6.4 Tingkat Kelangsungan Hidup atau Survival Rate Survival rate (SR) dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan Huisman (1987), yaitu : SR = [ Nt / No ] x 100% Keterangan: SR = Survival Rate Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan
7
2.6.5 Pertumbuhan Larva Sebanyak lima ekor larva dari masing-masing ulangan diambil secara acak untuk diukur panjang totalnya. Pengukuran panjang total dilakukan setelah ikan dipelihara di akuarium yaitu setelah 7 hari umur tetas. Pengamatan pertumbuhan larva dilakukan selama 40 hari yakni hari ke-1, 10, 20, 30 dan 40 pemeliharaan ikan di akuarium. 2.6.6 Kualitas Air Pengukuran kualitas air meliputi parameter fisika kimia air, diukur setiap hari untuk parameter suhu sedangkan parameter lainnya seperti oksigen terlarut, pH, amoniak (NH3) dan nitrit dilakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan.
2.7 Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap dengan lima ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program MS. Excel 2007, SPSS 17.0. Dilakukan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Dan untuk melihat perbedaan perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan. Selain itu, analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan larva ikan botia dan kelayakan media pemeliharaan berupa parameter kualitas air.
8