10 anakan per rumpun) akan lebih baik apabila diikuti oleh jumlah anakan produktif yang tinggi. Pada populasi DH1 ini, sebanyak 17 GNL mempunyai jumlah anakan produktif sedang (7-9 anakan), dan 3 GNL mempunyai
Tabel III.55. Umur berbunga dan umur panen populasi haploid ganda DH1 Asal persilangan
Umur berbunga (HST) Kisaran
IR58025B/Sintanur IR62829B/Ciherang IR53942R/Ciherang BR827-35R/Sintanur
80-96 (H1-H26) 76-85 (H38-H34) 82-88 (H98-H45,H46,H47) 83-100 (H92-H62)
Umur panen (HST) Rataan 87,6 79,5 86,6 88,5
Kisaran 134-139 (H9-H43) 130-139 (H34, H37, H38-H42) 135-130 (H45-H44, H46) 128-139 (H56, H63, H65-H49)
Rataan 136,7 135,7 137,0 135,8
HST = hari setelah tanam; kombinasi huruf-angka di dalam kurung adalah nomor lapang anggota populasi asal silangan tertentu
78
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
anakan produktif yang banyak (>10 anakan). GNL dengan anakan produktif terbanyak, (GNL H38 dan H84), yaitu 13 anakan/ rumpun, sedangkan GNL dengan anakan paling sedikit, yaitu GNL H44.
butir/malai), karena kepadatan gabah pada Taipei-309 lebih tinggi. Kepadatan malai terendah pada populasi haploid ganda DH1 terdapat pada GNL dengan nomor lapang H8 (1,6 butir/cm) dan tertinggi pada GNL dengan nomor lapang H85 (7,5 butir/cm).
Panjang malai populasi DH1 berkisar antara 16,26 sampai 25,11 cm, sedangkan kepadatan malainya berkisar antara 1,6 sampai 7,5 butir gabah/cm (Tabel III.57). Pada umumnya malai yang panjang menghasilkan gabah yang lebih banyak dibandingkan dengan malai yang pendek, walaupun demikian kepadatan malai tampak lebih berpengaruh terhadap produksi dibandingkan panjang malai. Pada penelitian sebelumnya tampak varietas lokal Asemandi yang malainya lebih panjang dibandingkan dengan Taipei-309 ternyata gabahnya lebih sedikit (159,2 butir/malai) dibandingkan dengan Taipei-309 (235,9
Gabah merupakan komponen hasil yang paling penting, sehingga banyaknya gabah isi dan gabah hampa per malai merupakan karakter agronomi yang pertamakali diseleksi. Gabah isi pada populasi DH1 paling sedikit terdapat pada GNL H21 (1,2 butir/malai), sedangkan paling banyak terdapat pada GNL H85 (115,9 butir/malai). GNL asal silangan BR827-35R/Sintanur mempunyai rataan gabah isi terbanyak, yaitu 60,2 butir/malai (Tabel III.57). Gabah hampa merupakan komponen hasil yang selalu diusahakan sesedikit mungkin. Pada populasi haploid ganda,
Tabel III.56. Tinggi tanaman dan jumlah anakan populasi haploid ganda DH1 pada saat panen Asal persilangan IR58025B/Sintanur IR62829B/Ciherang IR53942R/Ciherang BR827-35R/Sintanur
Tinggi tanaman (cm)
Banyaknya anakan produktif
Kisaran
Rataan
Kisaran
99,33-149,67 (H27-H15) 93,00-128,33 (H28-H34) 72,67-133,67 (H44-H45) 104-163,3 (H66-H74, H79)
137,61
5,0-11,0 (H3, H27-H9) 5,7-13,0 (H41-H38) 2,0-9,3 (H44-H47) 3,3-13,3 (H62-H84)
106,33 105,87 133.17
Rataan 8,0 10,6 7,5 8,7
Banyaknya anakan total Kisaran
Rataan
5,3-12,0 (H21-H9) 6,3-15,3 (H30, H39-H36) 2.7-9.3 (H44-H47) 3.3-13.7 (H62-H84)
7,6 9,1 6,5 8,1
Kombinasi huruf-angka di dalam kurung adalah nomor lapang anggota populasi asal silangan tertentu Tabel III.57. Panjang malai dan kepadatan malai populasi haploid ganda DH1 Asal persilangan IR58025B/Sintanur IR62829B/Ciherang IR53942R/Ciherang BR827-35R/Sintanur
Panjang malai (cm) Kisaran 16,26-25,11 (H7-H21) 17,88-23,12 (H28-H36) 17,01-23,52 (H44-H46) 16,62-24,94 (H72-H79)
Kepadatan malai (butir/cm) Rataan 21,00 21,16 10,96 21.32
Kisaran 1,6-6,3 (H8-H1) 3,7-6,7 (H43-H37) 2,0-5.8 (H44, H46-H45) 2,2-7,5 (H91-H85)
Rataan 4,8 5,4 3,9 5,1
Kombinasi huruf-angka di dalam kurung adalah nomor lapang anggota populasi asal silangan tertentu
79
H ASIL PENELITIAN 2003
banyaknya gabah hampa masih banyak pada generasi awal. Banyaknya gabah hampa pada penelitian ini berkisar antara 15 sampai 111 butir/ malai. Rataan gabah hampa paling banyak (72,2 butir/malai) didapati pada GNL asal silangan IR62829B/Ciherang (Tabel III.58).
dah (kurang dari 20%). Pada penelitian ini, persentase gabah isi tertinggi terdapat pada GNL H93 (82,0%), sedangkan terendah pada GNL H21 (2,0%). Demikian sebaliknya, persentase gabah hampa tertinggi terdapat pada GNL H21 (98%) dan terendah pada GNL H93 (18%).
Banyaknya gabah pada populasi DH1 berkisar antara 33,9 sampai 179,8 butir/ malai (Tabel III.59). GNL asal silangan IR62829B/Ciherang mempunyai rataan gabah total terbanyak, yaitu 115,9 butir. Banyaknya gabah menunjukkan potensi hasil tanaman padi, walaupun demikian persentase gabah isi dan gabah hampa merupakan faktor yang lebih diperhitungkan dalam memperkirakan potensi hasil.
Bobot gabah isi per rumpun populasi DH1 mempunyai kisaran 0,43-24,62 g/malai. GNL asal persilangan BR827-35R/Sintanur mempunyai rataan bobot gabah isi terberat, yaitu 11,72 g/malai, diikuti oleh GNL asal persilangan 58025B/Sintanur sebesar 9,30 butir/malai (Tabel III.60). Sementara itu, bobot 100 butir gabah terberat diperoleh pada GNL H49, yaitu 3,06 g dan teringan pada GNL H21 (Tabel III.60). Bobot gabah 100 butir merupakan komponen hasil terpenting setelah banyaknya gabah isi, kepadatan gabah pada malai
Padi varietas unggul, misalnya IR64, mempunyai persentase gabah isi yang tinggi (>80%), dan gabah hampa yang ren-
Tabel III.58. Banyaknya gabah pada populasi haploid ganda DH1 Gabah isi/malai (butir)
Asal persilangan Kisaran IR58025B/Sintanur IR62829B/Ciherang IR53942R/Ciherang BR827-35R/Sintanur
Gabah hampa/malai (butir)
Rataan
1,2-86,1 (H21-H17) 3,4-101,6 (H33-H37) 12,1-70,5 (H44-H47) 5,1-115,9 (H91-H85)
49,1 39,8 43,2 60,2
Kisaran
Rataan
14,7-83,6 (H24-H15) 27,1-111,7 (H43-H35) 21,8-73,9 (H44-H45) 15,0-79,0 (H93-H75)
54,7 72,2 40,2 48,0
Kombinasi huruf-angka di dalam kurung adalah nomor lapang anggota populasi asal silangan tertentu Tabel III.59. Banyaknya gabah total dan persentase gabah pada populasi haploid ganda DH1 Asal persilangan
Gabah (butir/malai) Kisaran
IR58025B/Sintanur IR62829B/Ciherang IR53942R/Ciherang BR827-35R/Sintanur
37,0-150,4 (H8-H14) 69,2-149,0 (H43-H34) 33,9-122,4 (H44-H45) 46,5-179,8 (H91-H85)
Rataan 100,9 115,9 89,1 108,2
Persentase gabah isi/malai Kisaran 2,0-77,0 (H21-H24) 3,0-74,0 (H33-H37) 36,0-68,0 (H44-H47) 11,0-82,0 (H91-H93)
Rataan 44,5 37,3 49,6 54,7
Persentase gabah hampa/malai Kisaran 23,0-98,0 (H24-H21) 26,0-97,0 (H37-H33) 32,0-64,0 (H47-H44) 18,0-89,0 (H93-H91)
Kombinasi huruf-angka di dalam kurung adalah nomor lapang anggota populasi asal silangan tertentu
80
Rataan 5,6 62,9 50,4 45,3
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
dan panjang malai, karena sangat menentukan dalam menghitung produksi tanaman padi. Evaluasi Ketahanan terhadap Wereng Coklat (WCk) Tanaman ditanam di bak plastik (70 cm x 45 cm x 10 cm) yang diisi dengan 13 kg tanah sawah yang telah dipupuk lengkap (90 kg N, 90 kg P2O5, dan 90 kg K2O per ha). WCk instar 2-3 diberikan (4 ekor/tanaman) diinokulasikan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam (MST). Evaluasi tingkat ketahanan dilakukan setelah tanaman cek rentan mati. Tanaman cek rentan untuk populasi IR42 dan IR64 berturut-turut adalah IR42 dan IR64.
Dari pengujian terhadap WCk IR64 terdapat 3 GNL tahan (H 51, H 52, dan H 53), dan 18 GNL agak tahan (Tabel III.61 dan III.62). Pada evaluasi terhadap WCk populasi IR42 tidak ada GNL tahan, tetapi ada 2 GNL agak tahan. GNL tahan dan agak tahan akan digunakan sebagai materi untuk perbaikan GNL restorer dan GNL mandul jantan tahan terhadap WCk. Beberapa metode dapat ditempuh seperti metode silang balik yang dapat dikombinasikan dengan pengujian baik konvensional ataupun secara molekuler.
Tabel III.60. Bobot gabah pada populasi haploid ganda DH1 Bobot gabah isi per rumpun (g)
Asal persilangan
Kisaran IR58025B/Sintanur IR62829B/Ciherang IR53942R/Ciherang BR827-35R/Sintanur
2,72-21,68 (H7-H9) 0,48-19,60 (H33-H38) 0,95-13,73 (H44-H47) 0,43-24,62 (H91-H74)
Rataan 9,30 7,34 7,39 11,72
Bobot 100 butir gabah (g) Kisaran
Rataan
1,31-2,64 (H21-H23) 1,52-2,14 (H41-H38) 1,61-2,98 (H44-H46) 1,69-3,06 (H52-H49)
2,39 1,77 2,21 2,45
Kombinasi huruf-angka di dalam kurung adalah nomor lapang anggota populasi asal silangan tertentu Tabel III.61. GNL populasi DH2 tahan terhadap wereng coklat populasi IR64 Skor ketahanan (X) X=3 3<X = 5 5<X<7 7<X≤9
Tingkat ketahanan
Jumlah GNL
Tahan Agak tahan Agak rentan Rentan
3 18 21 52
4 nomor tidak tumbuh Tabel III.62. GNL populasi DH2 tahan terhadap wereng coklat populasi IR42 Skor ketahanan (X) 1<X≤3 3<X≤5 5<X≤7 7<X≤9
Tingkat ketahanan Tahan Agak tahan Agak rentan Rentan
Jumlah GNL 0 2 13 79
4 nomor tidak tumbuh
81
H ASIL PENELITIAN 2003
Evaluasi Ketahanan terhadap Hawar Daun Bakteri (HDB) Percobaan dilakukan di lapang (KP Pusakanegara, Jawa Barat). Setiap nomor GNL ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Pemupukan dilakukan sesuai standar, yaitu 200 kg urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar. Inokulasi patogen HDB strain 4 dan 8 dilakukan setelah tanaman berumur 60 HST dengan metode pengguntingan daun padi. Daun-daun digunting kira-kira 5 cm dari ujung daun dengan gunting yang sebelumnya telah dicelupkan ke dalam inokulum. Konsentrasi inokulum yang digunakan didalam 109. Pengamatan dilakukan 2 minggu setelah inokulasi, berdasarkan standard evaluation system for rice (IRRI, 1996). Data pada Tabel III.63 dan III.64 merupakan hasil evaluasi ketahanan 93 GNL DH2 terhadap BLB strain 4 dan 8. Dari pengujian tersebut tidak ada satu GNL pun yang tahan terhadap BLB strain 8, hanya terdapat 3 GNL yang bereaksi agak tahan.
Sementara itu, pengujian dengan BLB strain 4 menunjukkan 81 GNL DH2 bereaksi tahan. PELESTARIAN, KARAKTERISASI, DAN EVALUASI PLASMA NUTFAH TANAMAN PANGAN Tim peneliti Ida Hanarida, Tiur S. Silitonga, Sri A. Rais, Nani Zuraida, Sri G. Budiarti, Hadiatmi, Tintin Suhartini, Minantyorini, Nurwita Dewi, Mamik Setyowati, Hakim Kurniawan, Nurul Hidayatun, Lukman Hakim, Suyono, Anggiani Nasution, Tri J. Santosa, A. Dinar Ambarwati, Aniversary Apriana, Atmitri Sisharmini, Dodin Koswanudin, dan Sutrisno
Konsep pelestarian sumberdaya genetik (SDG) tidak terlepas dari bagaimana SDG tersebut dimanfaatkan secara berkelanjutan. Melalui pemanfaatan SDG banyak negara mampu memberi pangan yang cukup bagi warganya, demikian juga di Indonesia dengan melakukan pemuliaan telah
Tabel III.63. GNL populasi DH2 tahan terhadap hawar daun bakteri (HDB) strain 8 Skor ketahanan (X) 1<X≤3 3<X≤5 5<X≤7 7<X≤9
Tingkat ketahanan
Jumlah GNL
Tahan Agak tahan Agak rentan Rentan
0 3 7 83
5 nomor tidak tumbuh Tabel III.64. GNL DH2 tahan terhadap hawar daun bakteri strain 4 Skor ketahanan (X) 1<X≤3 3<X≤5 5<X≤7 7<X≤9 5 nomor tidak tumbuh
82
Tingkat ketahanan
Jumlah GNL
Tahan Agak tahan Agak rentan Rentan
81 10 1 1
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
berhasil memperoleh dan melepas sejumlah varietas unggul dari berbagai jenis tanaman pangan. Oleh karena itu, plasma nutfah yang sudah ada harus dilestarikan agar selalu tersedia baik untuk masa kini maupun untuk masa datang. Gen-gen yang tampaknya sekarang belum berguna, dimasa mendatang mungkin diperlukan dalam pembentukan varietas unggul baru. Selama 25 tahun terakhir telah banyak dilepas varietas-varietas unggul tanaman pangan. Diperkirakan sekitar 70% areal tanaman padi, 40% areal tanaman kedelai, 35% areal tanaman jagung, 10% areal tanaman ubi kayu, 20% areal tanaman kacang tanah, 35% areal tanaman kacang hijau, 15% areal tanaman sorgum, dan 10% areal tanaman ubi jalar di Indonesia telah ditanami dengan varietas baru. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan erosi genetik. Pelestarian tanpa diberdayakan dengan cara identifikasi sifat-sifatnya tidak banyak manfaatnya. Sifat yang diinginkan dalam progam pemuliaan tanaman pangan utama antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik terhadap kondisi lingkungan suboptimum, tahan atau toleran terhadap hama dan penyakit, tumbuh cepat (vigorous), umur lebih pendek (genjah), kandungan dan kualitas gizi yang lebih baik, serta sifat-sifat estetika (keindahan) lainnya. Sumber-sumber gen dari sifatsifat tersebut perlu diidentifikasi dan ditemukan pada plasma nutfah melalui kegiatan karakterisasi termasuk karakterisasi molekuler dan evaluasi untuk dapat digunakan dalam progam pemuliaan.
Rejuvenasi dan Karakterisasi Morfologi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Rejuvenasi dan karakterisasi dilakukan di Inlitbio Muara, Cikeumeuh, Pusakanegara, Kuningan, Citayam, Pacet, rumah kaca, dan kurung kawat Balitbiogen selama 2 musim. Bahan yang ditanam adalah genotipe-genotipe yang baru diperoleh dari hasil eksplorasi/koleksi, genotipe lama yang harus tetap dipertahankan di lapang khususnya ubi-ubian dan benih yang daya kecambahnya sudah rendah. Aksesi plasma nutfah tersebut adalah padi budi daya (700), padi liar (93), jagung (260), (kedelai) 500, ubi kayu (550), ubi jalar (1842), terigu (75), kacang tanah (600), kacang hijau (300), kacang minor (140), talas dan ubi-ubian minor (385), dan sorgum (208). Setiap aksesi ditanam sebanyak 1-4 baris dengan panjang barisan 3-5 meter. Teknik budi daya dilaksanakan sesuai anjuran untuk setiap komoditas. Setelah tanaman dipanen dan diproses, biji padi, jagung, kedelai, sorgum, terigu, dan kacang-kacangan dikeringkan sampai kadar air 9%, kemudian dimasukkan ke dalam kantong aluminium foil sebanyak 50-100 g/aksesi dan disimpan di dalam ruang penyimpanan pada suhu +5oC dan -20oC dengan kelembaban 50% untuk koleksi dasar. Plasma nutfah ubi kayu, ubi jalar, dan ubi-ubian lain sebelum/setelah dipanen diambil 10 stek/klon/umbi kemudian ditanam di tempat yang berbeda dengan sebelumnya atau disimpan sementara di tempat yang ternaungi selama +1 bulan untuk ditanam kembali. Padi. Sejumlah 500 aksesi padi di rejuvenasi di Pusakanagara. Karakterisasi dila-
83
H ASIL PENELITIAN 2003
kukan atas sifat panjang dan lebar daun, tinggi tanaman, panjang malai (cm), jumlah butir/malai, bobot 1000 biji (g), persentase kehampaan, anakan produktif, umur berbunga 50%, dan umur tanaman dipanen. Hasil yang diperoleh berkisar antara 3 sampai 720 g/m2 dan sebanyak 9 aksesi mempunyai hasil tinggi. Hasil tertinggi dicapai oleh aksesi B1137a-Si-77-2 (R. 19213) dengan bobot 720 g. Selanjutnya disusul berturut-turut R. 19190 (IR5179-2a), R. 19708 (Banjar Sawan), R. 19673 (Danau Atas), R. 19225 (ARC6065), R. 19167 (IR2071-588-6), R. 19165 (IR2035-352-2), R19218 (G28b-Si-11-207), dan R. 6751 (Sigula) masing-masing 700 g, 550 g, 500 g, 450 g, 444 g, 440 g, 440 g, dan 410 g/m2. Sedangkan R. 6525 (Mutiara) dan R. 19341 (Sitambah Perak) menunjukkan hasil terendah, yaitu +3 g/m2. Galur IR3741-27-1 (Reg. 19086) merupakan tanaman terendah (92 cm) dan varietas Liwung (Reg. 7775) tertinggi (219 cm). Umur tanaman paling genjah (101 hari), yaitu pada varietas Dodokan, sementara umur terpanjang pada Siharotas (Reg. 19270). Anakan produktif paling sedikit 3 batang terdapat pada PL9 (Reg. 19117) dan terbanyak (32 batang), yaitu pada varietas Jenoko (Reg. 5583). Varietas Ponti (Reg. 19841) mempunyai jumlah butir isi terbanyak, yaitu 303 butir, dengan malai panjang 27,4 cm dan kehampaan rendah (9,8%), sedangkan varietas Kencana Putih juga mempunyai jumlah butir isi banyak (270 butir) dengan panjang malai 26,6 cm, bobot 1000 butir 21,6 g dan persentase kehampaan relatif rendah, yaitu 16,9%. Kedua varietas ini baik digunakan sebagai tetua donor untuk men-
84
dapatkan biji-biji yang banyak dengan persentase kehampaan rendah. Padi liar. Pada MK 2003 jumlah spesies padi liar yang diuji terdiri dari 93 aksesi berasal dari 18 spesies padi liar termasuk spesies tambahan baru berasal dari Nepal pada tahun 2002, terdiri dari 1 aksesi O. rufipogon dan 2 aksesi O. nivara. Sifat-sifat yang dievaluasi meliputi sifat kuantitatif antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, jumlah ruas, bobot 1000 butir, panjang bulu, ukuran gabah, dan sifat kuantitatif (warna aleuron, warna gabah, warna kaki, warna batang). Evaluasi terhadap tinggi tanaman hasil evaluasi tertinggi diperoleh pada O. alta, latifolia, dan O. gandiglumis, sedangkan jumlah anakan terbanyak pada O. minuta. Umur berbunga terpendek pada O. glaberrima dan O. australiensis, yaitu 40-60 hari. Warna kaki umumnya ungu muda kecuali O. minuta, O. latifolia, dan O. eichingeri berwarna hijau, sedangkan warna batang umumnya hijau. Warna gabah umumnya hitam beberapa aksesi ada yang berwarna kuning, warna aleuron umumnya merah, kecuali 3 aksesi O. nivara dan O. glaberrima berwarna putih. Ukuran gabah terkecil diperoleh pada kompleks O. officinalis (O. minuta, O. Officinalis, O. rhizomatis) dan O. eichingeri (ukuran 4/25/2 mm), sedangkan ukuran terbesar dan panjang pada O. glumaepatula dan O. nivara. Bobot 1000 butir terbesar pada O. glumaepatula dan O. nivara. Jumlah ruas terbanyak pada O. longiglumis. Jumlah benih hasil rejuvenasi yang diperoleh pada MK 2003 terbanyak 120 g dan paling sedikit <5 g, 7 aksesi tidak da-
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
pat dipanen karena pertumbuhannya tidak normal (kecil). Jumlah benih yang dihasilkan sangat sedikit, keadaan ini disebabkan spesies liar sangat mudah rontok baik fase pengisian bulir maupun fase panen. Kedelai. Dari 500 aksesi plasma nutfah kedelai yang ditanam di Inlitbio Cikeumeuh MT 2003 secara umum pertumbuhan tanaman tergolong baik, akan tetapi pada saat pengisian polong terjadi kekeringan sehingga hasil biji pada genotipe berumur dalam tidak begitu tinggi. Benih baru yang diperoleh dari kegiatan rejuvenasi ini berkisar antara 13,3-294 g pada plot ukuran 3 m2. Umur masak tanaman berkisar antara 74107 HST, jumlah cabang 1-7, bobot biji/tanaman 1,3-8,4 g, bobot 100 biji 4,5-25,4 g (Tabel III.65). Berdasarkan hasil karakterisasi terpilih aksesi yang berpotensi hasil tinggi, berumur genjah dan berbiji besar, yaitu M2989 (3,6 g biji/tanaman, 74 HST, 12,3 g/100 biji) dan Lokal Ongko-1 (3,4 g biji/tanaman, 74 HST, 16,2 g/100 biji). Dapat diamati pula beberapa nomor aksesi yang berbiji besar (>12 g/100 biji), yaitu Putri Mulyo (13,6 g), 2569/1343-2-2-2 (13,2 g), Lokal Ongko-1
(16,2 g), NS-1 (16,4 g), Kuromaimame (18,7 g), Kuromame (18,8 g), dan G.10428 (25,4 g). Jagung. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa varietas Doke (Reg. 2001) varietas yang terpendek dan tergenjah. Sedangkan varietas Metro merupakan varietas yang paling panjang umur masaknya dan paling tinggi tanamannya. Varietas BC-6 merupakan satu-satunya varietas yang mempunyai tipe biji pop dan mempunyai lebar daun tersempit. Hasil sibbing yang diperoleh setelah dibijikan dari percobaan rejuvenasi jagung MK I, 2003 dan dengan kadar air +12% berkisar antara 75-1525 g. Sejumlah 9 aksesi mempunyai hasil biji >1000 g, yaitu Metro (1585 g), Dalo-dalo (1290 g), L. Oesao (1290 g), G. Spokal (1200 g), G. Medok (1100 g), dan Krasekan (1070 g), sedangkan yang mempunyai hasil biji 75 g adalah Lokal de Bringes. Selanjutnya untuk hasil sibbing yang diperoleh setelah dibijikan dari percobaan rejuvenasi jagung MK II, 2003 diperoleh kisaran hasil biji kering antara 30-3250 g. Sejumlah 14 aksesi mempunyai hasil biji >2000 g, yaitu Abimanyu (2200 g), Nakula (2400 g), Sadewa
Tabel III.65. Keragaman sifat agronomi dan morfologi plasma nutfah kedelai Sifat
Rata-rata Kisaran
Contoh aksesi
Umur berbunga Warna bunga Warna hipokotil Umur masak Tinggi tanaman Jumlah cabang/tanaman Jumlah polong/tanaman Bobot 100 biji Bobot biji/tanaman Warna biji
42 HST
Wasemame (30 HST), M 2989 (31 HST)
87 HST 45,4 cm 3 29 8g 3,2 g
30-57 HST Ungu: 85,5% putih: 14,5% Ungu: 85,5% putih: 14,5% 74-107 HST 12,9-71,7 cm 1-7 4-68 4,0-25,4 g 1,3-8,4 g Kuning: 47,5%, hitam: 29,6%, Hijau: 19,6%, coklat : 1,8%, Kuning + hijau: 1,5%
Lok. Sumbar, Papak, Lok. Ongko-1 Akadaizu (12,9 cm), Lok. Kediri (71,7 cm) Genjah Slawi (1), Genjah perak (1), Presi (7) Lok. Trenggalek (68 g) G.10428 (25,4 g) Lok. Trenggalek (8,4 g)
85
H ASIL PENELITIAN 2003
(2260 g), Ketan (Reg. 3109, 2100 g), L. Srimanganti (Reg. 3202, 2125 g), L. Lawang (Reg. 3254, 2225 g), Y 8662 (2000 g), varietas 2119 (2000 g), Wisanggeni (2650 g), Antasena (Reg. 2613, 2000 g), Pop 28 BkBg (13f) (2760 g), Wiyasa (2400 g), dan yang tertinggi adalah Tuxpeno 1HTR (Reg. 3364), dengan hasil biji 3250 g. Kacang Tanah. Hasil rejuvenasi diperoleh kisaran berat antara 60-910 g polong kering per aksesi. Warna kulit ari biji didominasi oleh warna merah muda (rose), warna keping biji pada saat tumbuh hampir semuanya berwarna hijau, dan 4 aksesi berwarna hijau keunguan; umur mulai berbunga 26-29 hari; warna bunga didominasi warna kuning dengan matahari merah tua, kemudian kuning merah samar-samar, dan 4 aksesi berwarna oranye (Tabel III.66). Warna batang 98% warna hijau, dijumpai juga warna ungu 8 aksesi dan warna batang coklat merah sebanyak 2 aksesi. Warna ginofore didominasi warna ungu, kemudian hijau dan merah. Tinggi tanaman rata-rata <40 cm, menunjukkan pertumbuhan tanaman kurang subur, karena faktor curah hujan yang agak kurang me-
madai, mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak optimal. Jumlah polong kurang dari 10 buah ada 135 aksesi, antara 10-19 polong per pohon ada 155 aksesi dan jumlah polong lebih dari 20 dijumpai sebanyak 10 aksesi, yaitu 1604, 1639, 1643, 2173, 2203, 2299, 2301, 2306, 2458, dan 2588. Bobot polong kering per tanaman sangat bervariasi, hasil penimbangan diperoleh 119 aksesi tanaman mempunyai bobot <15 g, sejumlah 148 aksesi mempunyai bobot polong kering antara 15-20 g; dan sejumlah 33 aksesi tanaman mempunyai bobot polong yang berat (Tabel III.67). Kacang Hijau. Dari 200 aksesi plasma nutfah kacang hijau terdapat 14 aksesi yang menghasilkan bobot biji kering per tanaman yang cukup tinggi, yaitu, 25,9-41,7 g (Tabel III.68). Sedangkan nomor-nomor aksesi yang lain hanya berkisar antara 12,123 g/tanaman. Dari hasil pengamatan terhadap sifat-sifat agronomi dan fisiologi menunjukkan bahwa nomor aksesi plasma nutfah kacang hijau yang diuji memiliki keragaman genetik yang cukup besar, terutama pada sifat umur polong masak, tinggi
Tabel III.66. Sebaran sifat morfologi plasma nutfah kacang tanah, Inlitbio Citayam, MK 2003
86
Morfologi
Sebaran sifat
Warna biji Warna keping Umur berbunga Warna bunga Warna batang Warna ginofore Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah polong Bobot polong kering
Rose = 270, merah = 25, ungu = 4, putih = 1 Hijau = 296, hijau keunguan = 4 <25 hari = 0, 26-29 hari = 298, > = 2 Kuning merah tua = 276, kuning = 20, oranye = 4 Hijau = 290, ungu = 8, coklat merah = 2 Ungu = 274, hijau = 24, merah = 2 <40 cm = 288, 40-55 cm = 6, >55 cm = 0 <4 batang = 0, 4-6 batang = 270, >6 batang = 24 <10 buah = 135, 10-19 buah = 155, >20 buah = 10 <15 g = 119, 15-20 g = 148, >20 g = 33
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel III.67. Genotipe kacang tanah yang mempunyai bobot >20 g polong kering per tanaman Bobot polong (g) 20 21 22 23 24 25 27 28
Nomor register varietas 356, 722, 731, 1193, 1428, 1448, 1639, 1666, 2179, 2210, 2215, 2227, 2235, 2336, dan 2597 987A, 2209, 2302, 2458 1436, 1446, 1634, 2194, 2234, 2262, dan 2316 983, dan 2205 2233, dan 2240 1433 1405 940
Tabel III.68. Sifat-sifat agronomi nomor aksesi plasma nutfah kacang hijau terpilih Nomor aksesi VR 133 VR 146 VR 160 VR 183 VR 211 VR 221 VR 225 VR 223 VR 656 VR 691 VR 700 VR 730 VR 732 VR 787
Umur berbunga Umur polong Tinggi Jumlah Jumlah Bobot 1000 Bobot biji/ (hari) masak (hari) tanaman (cm) polong/tanaman biji/polong biji (g) tanaman (g) 39 38 38 35 38 37 36 48 35 35 38 47 46 44
66 61 63 63 63 61 64 68 62 66 68 76 76 75
65,3 70,0 62,7 83,0 73,0 74,7 71,7 101,3 70,7 67,7 63,0 99,0 75,3 97,0
tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, bobot 1000 biji, dan bobot biji per tanaman. Dengan terdapatnya keragaman genetik yang cukup besar tersebut, maka sangat bermanfaat dan memudahkan bagi pemulia kacang hijau untuk dapat memiliki genotipe yang baik untuk digunakan sebagai donor atau sumber tetua dalam program perbaikan varietas kacang hijau. Dari 200 nomor aksesi yang dievaluasi ternyata umur berbunga berkisar antara 3553 hari, sedangkan untuk umur polong masak perbedaannya cukup besar, yaitu berkisar antara 52-84 hari. Terdapat 2 nomor aksesi, yaitu VR 113 dan VR 426 yang me-
32 33 75 57 24 52 60 50 25 89 74 38 58 42
12 13 12 11 14 12 12 12 12 12 11 13 13 15
67 78 45 46 46 56 47 45 62 34 35 52 54 59
27,5 29,9 36,5 26,5 36,6 28,5 41,5 26,3 32,0 25,9 27,6 38,1 41,7 25,9
miliki umur polong masak sangat genjah, yaitu masing-masing dapat dipanen pada umur 52 dan 57 hari. Hasil pengamatan terdapat sifat-sifat morfologi dari 300 aksesi yang diuji, ternyata 53% memiliki warna hipokotil hijau dan 47% warna hipokotilnya merah. Genotipe yang mempunyai warna hipokotil hijau umumnya memiliki warna biji hijau mengkilat, sedangkan yang warna hipokotilnya merah sebagian besar warna bijinya hijau kusam. Hasil pengamatan terhadap warna biji terdapat 61% yang mempunyai warna biji hijau mengkilat dan 39% warna bijinya hijau kusam. Dari hasil pengamatan bentuk biji dan besarnya ukuran biji diperoleh 11
87
H ASIL PENELITIAN 2003
nomor aksesi yang mempunyai ukuran biji besar dengan bobot 70-81 g/1000 biji. Bobot 1000 biji paling besar dihasilkan oleh nomor aksesi VR 1033, VR 1031, VR 195, VR 426, VR 1043, dan VR 1045. Bobot biji dari nomor aksesi yang lainnya berkisar antara 30-81 g/1000 biji. Kacang hijau yang mempunyai ukuran biji besar sangat disenangi oleh para petani karena selain daya hasilnya tinggi juga kandungan biji kerasnya sangat rendah. Sehingga kacang hijau yang mempunyai ukuran biji besar tersebut sangat cocok untuk bahan baku industri seperti, sohun, juice, shampo, susu, dan bahan makanan bayi.
masing sebanyak 90, 90, 89, 88, 85, dan 84 polong/tanaman. Dari data yang diperoleh ternyata genotipe yang mempunyai polong banyak tidak selalu menghasilkan produksi yang tinggi, karena ternyata genotipe yang berdaya hasil tinggi itu di samping ditentukan oleh jumlah polong yang banyak, juga ditentukan oleh banyaknya jumlah biji/polong dan besarnya ukuran biji.
Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa genotipe yang tanamannya tinggi ternyata mempunyai umur lebih dalam, bercabang banyak, namun pada umumnya memiliki ukuran polong dan biji yang kecil. Rata-rata tinggi tanaman dari 300 nomor aksesi yang diuji sangat beragam dan perbedaannya sangat besar, yaitu berkisar antara 43-118 cm.
Kacang-kacangan Minor. Plasma nutfah kacang-kacangan minor berjumlah 140 aksesi, terdiri dari 140 aksesi kacang tunggak, 10 aksesi kacang gude, dan 10 aksesi kacang komak ditanam di Inlitbio Cikeumeuh. Hasil karakterisasi plasma nutfah kacang tunggak disajikan pada Tabel III.69. Karakter kualitatif warna bunga ungu dan putih keunguan, warna batang hijau dan hijau keunguan, warna polong coklat muda hingga coklat tua, warna biji putih krem, hitam, dan coklat tua. Karakter kualitatif lainnya, yaitu bentuk daun yang kebanyakan ovate, tipe tanaman merambat dan bentuk biji lonjong (60%).
Hasil pengamatan terhadap jumlah polong ternyata perbedaannya sangat besar, yaitu berkisar antara 11-90 polong/tanaman. Jumlah polong paling banyak dihasilkan oleh nomor aksesi VR 686, VR 701, VR 711, VR 691, VR 712, dan VR 715 masing-
Hasil pengamatan karakter kuantitatif pada tanaman kacang tunggak menunjukkan bahwa jumlah cabang tiap tanaman berkisar antara 3-7 cabang, dengan tinggi tanaman antara 18-233,5 cm. Umur berbunga antara 39-60 hari dan umur panen ka-
Tabel III.69. Nilai rata-rata dan kisaran karakter plasma nutfah kacang tunggak Peubah Bobot 100 (g) Jumlah biji/polong Diamater/polong (cm) Panjang polong (cm) Umur bunga (hari) Hasil (g/plot)
88
Kacang tunggak
Kacang komak
Rata-rata
Kisaran
Rata-rata
Kisaran
10,9 201 12 15,4 47 93,67
5,8-26,4 5-604 3-18 8,3-46,5 39-60 50-630
17,5
16,16-18,8
0,7 5,6 73,85 100,99
0,64-0,89 5,1-6 71-76 116-177,6
Kacang gude Rata-rata
0,54 5,9 120
Kisaran
0,49-0,64 5,4-6,9 90-190
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
cang tunggak dari koleksi yang dimiliki antara 73 hingga 88 hari, kisaran hasil rejuvenasi antara 5,74-604 g/plot. Plasma nutfah kacang komak berbunga antara 7176 hari. Panjang polong antara 5,1-6,0 cm dan hasil diperoleh berkisar antara 116177,6 (Tabel III.69). Koleksi kacang gude memiliki keragaman yang relatif kecil dengan warna bunga ungu dan putih keunguan, warna batang hijau dan hijau keunguan, panjang polong antara 5,4-6,9 cm (Tabel III.69). Terigu. Rejuvenasi dari 75 aksesi plasma nutfah terigu telah selesai dipanen pada November 2003. Hasil karakterisasi dari sifat agronomi merupakan rata-rata dari 3 ulangan, dari 5 sampel per ulangan. Luas petak 1 x 3 m2 (4 baris), sedangkan data karakterisasi diambil dari 2 baris tengah. Hasil karakterisasi sifat-sifat agronomi disajikan pada Tabel III.70. Jumlah anakan produktif berkisar 3-10, tinggi tanaman berkisar antara 39,9-77,0 cm, panjang malai 4,3-10,1 cm, panjang tangkai malai 5,1-20,1 cm, jumlah butir per malai berkisar antara 25-67, bobot biji per malai 0,29-1,15 g, bobot 100 butir 1,32-3,04 g, jumlah butir isi/ malai 10-49, umur berbunga 54,6-70,7 hari,
umur masak 94-118 hari, dan bobot biji total (3 m2) berkisar antara 5,7-337,3 g. Sejumlah 26 aksesi yang mempunyai bobot biji total >200 g, yaitu V120, H71, H12, V135, V182, V196, H113, V210, V170, V4, C14, Thasos, V195, V135, V90, SW Triso, V170, V192, V161, Sweta, C37, C39, C45, C8, C36, dan C42. Sorgum. Telah direjuvenasi sebanyak 208 aksesi, dari jumlah tersebut 35 aksesi di antaranya dikarakterisasi ulang untuk melengkapi data yang diperoleh tahun lalu. Hasil biji per petak (4,5 m2) dari aksesi yang direjuvenasi berkisar antara 460-3060 g. Benih tersebut merupakan benih baru dengan viabilitas tinggi yang sebagian akan disimpan dan sebagian lagi untuk bahan pengujian (working collection). Karakter morfologi plasma nutfah sorgum yang diuji, baik karakter kuantitatif maupun kualitatifnya menunjukkan variasi yang besar, hal ini dapat dilihat dari kisaran nilai hasil karakterisasi pada Tabel III.71. Ternyata umur masak dari 35 aksesi sorgum yang diamati termasuk berumur sedang (90-100 hari) sampai dalam (>100 hari), sedangkan tinggi tanamannya termasuk sedang (100-200 cm) sampai yang berba-
Tabel III.70. Karakterisasi sifat plasma nutfah terigu di Inlitbio Pacet, MK 2003 Karakter Tinggi tanaman (cm) Umur berbunga (hari) Umur masak (hari) Panjang malai (cm) Panjang tangkai malai (cm) Jumlah bulir per malai Jumlah bulir isi per malai Bobot biji per malai (g) Bobot 100 butir (g) Hasil biji per petak/3 m2 (g)
Kisaran 39,9-77,0 54,6-70,7 94,0-118,0 4,3-10,1 5,1-20,1 25-67 10-49 0,29-1,15 1,32-3,04 5,7-337,3
Keterangan V262 (39,9); V170 (77,0) H40 (54,6); C8 (70,71) H40 (94,0); C39 (118) Madona (4,3; V170 (10,1) C46 (5,1); C11 (20,1) C5 (25); V90 (67) C46 (10); V170 (49) C6 (0,29); V262 (1,15) C22 (1,32); Thasos (3,04) V10 (5,7); V194 9337,3)
89
H ASIL PENELITIAN 2003
tang tinggi (>200 cm). Dari ukuran diameter batang menunjukkan ukuran sedang sampai besar (1,2-2,7 cm). Pada Tabel III.71 dapat dilihat bahwa, di antara ketiga puluh lima aksesi sorgum tersebut terdapat 6 aksesi yang mempunyai bobot biji/malai tinggi (>80 g), yaitu Red ochuli (94,5 g), Demak 5 (96,5 g), Sorgum Lao (93,4 g), Kolot (92,5 g), Lokal Kaltim (96,2 g), dan Demak 2 (84,1 g). Sedangkan bobot 100 butir dari Red Ochuli, Sorgum putih, Sorgum Lao, Kolot, dan Lokal Kaltim ternyata tinggi (>3,0 g), berarti aksesi yang berbobot biji tinggi tersebut didukung oleh ukuran biji yang besar. Selain itu, juga diketahui ada 5 aksesi sorgum yang mempunyai jumlah biji/malai tinggi (>3000 biji/malai), yaitu ICSR 112, Demak 2, Demak 5, Lepeng, dan Sorgum Lao. Ubi Jalar. Kegiatan pelestarian plasma nutfah ubi jalar secara rutin dilaksanakan setiap tahun dengan cara konservasi lapang, bukan dalam bentuk konservasi benih karena sifat dari tanamannya yang harus diperbanyak secara vegetatif (vegetatively propagated plant).
Konservasi tersebut dilaksanakan pada tiga lokasi yang berbeda, karena masingmasing aksesi yang dikonservasi mempunyai kekhususan ketiga lokasi tersebut, yaitu 1. Konservasi POT di Kurung Kawat Balitbiogen, ditanam 485 aksesi ubi jalar yang merupakan koleksi inti I dari hampir seluruh wilayah di Indonesia dan merupakan “duplikasi” aksesi dari International Potato Center (CIP) Regional Office. Pada koleksi inti ini sudah dilakukan karekterisasi morphoagronomi secara berulang-ulang sehingga diharapkan sudah tidak ada “duplikasi aksesi”. Koleksi ini bisa disebut temporary core collection sebagian plasma nutfah ubi jalar yang ada di Indonesia. Secara rutin media tumbuh diganti setiap 1-1,5 tahun, juga tanamannya dengan menggunakan stek pucuk dari tanaman sebelumnya, sehingga tanaman tetap segar dan sehat. 2. Konservasi lapang di Inlitbio Cikeumeuh, Bogor, ditanam khusus aksesi hasil eksplorasi terbaru kerja sama de-
Tabel III.71. Distribusi beberapa karakter kuantitatif dan kualitatif sorgum Karakter
90
Jumlah aksesi
Bobot biji/malai: Ringan (<30 g) Sedang (31-80 g) Berat (>80 g)
9 20 6
Jumlah biji/malai Sedikit (<2000 biji) Sedang (2001-3000 biji) Banyak (>3000 biji)
15 15 5
Bobot 100 biji/ukuran biji Kecil (<2,0 g) Sedang (2,1-3,0 g) Besar (>3,0 g)
14 16 5
Karakter Warna biji Putih Kuning Merah Coklat Warna sekam Kuning Coklat Merah Hitam Rasa batang Manis Tawar Pahit
Jumlah aksesi 6 13 1 15 2 11 12 15 13 15 7
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
ngan National Institute of Agobiological Sciences (NIAS), Jepang. Jumlah aksesi yang ditanam sebanyak 575 aksesi yang berasal dari Propinsi Bali, NTB, Sumba, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Baduy-Jawa Barat. Pengelompokan dilakukan berdasarkan sifat bentuk umum daun. Dari 7 tipe bentuk umum daun yang ada, yaitu membulat, bentuk ginjal, bentuk jantung, segitiga, hastate, berlobus, dan terbelah hanya ada 4 tipe bentuk umum daun dari 110 aksesi terbaru tersebut (Tabel III.72). 3. Konservasi lapang di Inlitbio Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Di lokasi ini ditanam sejumlah 782 aksesi plasma nut-
fah ubi jalar yang berasal dari dataran tinggi Jayawijaya, Wamena, Irian Jaya, dataran tinggi Flores (Kabupaten Manggarai), dari Sumatera, Jawa, dan daerah lainnya, serta galur unggul Balitbiogen yang belum dilepas. Dari hasil pengamatan terhadap karakter umbi diperoleh data yang disajikan pada Tabel III.73. Dari hasil sementara karakterisasi tersebut, secara sepintas terlihat adanya variasi genetik yang tinggi dilihat dari warna kulit, warna daging, dan persentase kadar bahan kering (dry matter content) umbi pada plasma nutfah ubi jalar yang dikonservasi ini. Kadar bahan kering yang tinggi yang berkorelasi positif dengan kadar pati yang dikandung-
Tabel III.72. Bentuk umum dan warna daun plasma nutfah ubi jalar Bentuk umum daun Ginjal Jantung
Warna daun
Jumlah aksesi 3 14
Segitiga
Hastate
10
Berlobus
65
Tua
Pucuk
Hijau Hijau Hijau Hijau H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas Hijau Hijau H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas Hijau Hijau Hijau H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas H-ptl U-atas
Kuning kehijauan Hijau bertepi ungu Kuning kehijauan Hijau Kuning kehijauan Hijau Hijau bertepi daun ungu Keunguan Sebagian besar ungu Hijau Keunguan Hijau Hijau bertepi ungu Keunguan Keunguan Sebagian besar ungu Hijau Hijau tepi ungu Keunguan Hijau Hijau tepi ungu Keunguan Sebagian besar ungu ungu total
Jumlah aksesi 2 1 2 1 1 2 3 4 1 1 2 3 5 7 8 2 2 6 1 5 14 16 11 10
H-ptl U-atas: hijau pertulangan ungu pada permukaan atas
91
H ASIL PENELITIAN 2003
nya dapat dijadikan acuan untuk seleksi bahan pemuliaan atau untuk tujuan lainnya.
variasi antara 0,5-3, kg/tanaman dengan jumlah umbi antara 1-11 umbi/tanaman. Ubi-ubian Minor. Sebanyak 160 aksesi ubi-ubian minor telah direjuvenasi di Inlitbio Cikeumeuh dan di kurung kawat Balitbiogen, Bogor. Terdiri dari ubi kelapa (52 aksesi), gembili (30 aksesi), gadung (16 aksesi), garut (18 aksesi), ganyong (29 aksesi), dan suweg (15 aksesi). Dari pengamatan sifat kualitatif maupun sifat kuantitatif pada 160 aksesi ubi-ubian minor, yaitu pada sifat warna daun, warna kulit dan daging umbi, bentuk umbi maupun bobot umbi/rumpun dan jumlah umbinya diketahui bahwa terdapat keragaman yang cukup besar di dalam koleksi tersebut terutama pada koleksi ubi kelapa dan gembili.
Ubi Kayu. Telah direjuvenasi plasma nutfah ubi kayu sebanyak 550 aksesi di Inlitbio Muara. Hasil karakterisasi menunjukkan adanya keragaman pada sifat morfologi tanaman. Keragaman sifat terlihat pada warna pupus daun yang bervariasi antara warna coklat muda-tua, hijau, kombinasi hijau dan coklat, coklat kemerahan dan ungu, warna urat daun atas bawah beragam dari hijau muda, hijau, merah muda, merah dan kombinasi hijau-merah, warna pusat urat daun bervariasi antara merah muda-tua, hijau dan hijau kemerahan. Tangkai daun atas dan bawah bervariasi antara merah muda-tua, kombinasi merah dan hijau dan merah keunguan. Helai daun berwarna hijau muda-tua dan hijau kemerahan. Panjang tangkai daun bervariasi antara 7-24 cm. Jumlah lobus daun antara 5-9 lobus. Panjang lobus daun, yaitu 8-21 cm dan lebar lobus 1,2-4,7 cm. Warna kulit umbi luar bervariasi antara merah muda, merah, gading, coklat, dan kuning. Kulit umbi dalam berwarna coklat muda-tua dan gading. Sedangkan daging umbi antara putih, gading dan kuning. Berat umbi ber-
Warna daging umbi pada koleksi ubi kelapa yang dominan (65,4%) adalah putih dan pada koleksi gembili putih dan kuning muda masing-masing sebanyak +38%. Sedangkan pada koleksi garut warna daging umbi pada semua aksesi putih. Bentuk umbi pada koleksi ubi kelapa menunjukkan 6 variasi bentuk dan pada gembili ada 4 variasi bentuk. Dari pengamatan bobot umbi pada koleksi ubi kelapa dan gembili diperoleh 5 aksesi ubi kelapa dan 13 aksesi gembili hasil tinggi dengan bobot umbi/
Tabel III.73. Karakter warna kulit, daging, dan bobot kering plasma nutfah ubi jalar Kulit umbi Warna Putih Krem Kuning Oranye Cokelat Merah muda Merah Merah-ungu
92
Daging umbi
Jumlah Warna 4 114 66 37 3 68 102 87
Putih Krem Krem tua Kuning pucat Kuning tua Oranye pucat Oranye Oranye tua Ungu
Persentase bobot kering (DMC) umbi
Jumlah
Kisaran % DMC
Jumlah aksesi
20 49 76 163 61 53 18 9 1
<20 >20-25 >25-30 >30-35 >35-40 >40-45 >45-50 >50
0 8 29 107 146 91 20 4
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
rumpun 1000-3600 g, untuk koleksi ubi kelapa dan 1000-3100 g untuk koleksi gembili (Tabel III.74). Talas. Sebanyak 173 plasma nutfah talas dan 5 aksesi belitung telah direjuvenasi di Inlitbio Pacet. Hasil karakterisasi menunjukkan adanya keragaman pada beberapa sifat morfologi tanaman. Bentuk daun didominasi oleh bentuk segitate dengan permukaan daun yang tidak mengkilat dan warna daun hijau gelap dan kehitaman, dengan warna tepi daun antara putih, kuning, hijau, oranye, coklat, dan ungu muda, warna tulang daun beragam antara kuning, hijau, orange, coklat, ungu muda, ungu sedang. Warna petiole beragam, yaitu 1/3 bagian atas: putih, kuning, hijau, oranye, coklat, merah, ungu muda, dan ungu, 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian bawah bervariasi antara putih, kuning, oranye, coklat, merah, ungu muda, dan ungu. Pelapisan lilin pada tangkai daun umumnya tidak mengkilap. Panjang daun bervariasi antara 20-76 cm, lebar daun 12-60 cm, panjang tangkai daun berpelepah bervariasi antara 15-95 cm dan panjang tangkai daun total antara 30-142 cm. Tinggi tanaman bervariasi antara 51-215 cm. Karakterisasi Mutu Gizi Plasma Nutfah Tanaman Pangan Karakterisasi mutu gizi meliputi (1) kadar amilosa jagung menggunakan metode
iodokolorimetri, (2) kandungan HCN pada ubi kayu, pati ubi jalar, dan dioskorea, tanin sorgum, (3) kadar pati, (4) kadar lemak, dan (5) kadar protein kacang tanah dan kedelai. Amilosa dari 0,1 g contoh biji jagung dideteksi menggunakan pereaksi iodokalorimetri. Contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm dan kadar amilosa dihitung terhadap standar kurva. HCN diekstraksi dari 100 mg contoh ubi atau daun. Kadar sianogen diukur baik secara semi kuantitatif maupun kualitatif. Sianogen yang terbentuk dari reaksi antara contoh dengan pereaksi diperangkap pada kertas pikrat. Kertas pikrat yang telah mengadung HCN dibandingkan dengan kartu standar sianogen untuk memperoleh data semi kuantitatif. Setelah HCN dilepas dari kertas pikrat dengan cara merendam kertas dalam H2O, intensitas warna larutan pikartsianogen diukur dengan spektrofotometer double beam Hitachi 150-20 pada panjang gelombang 510 mm (kuantitatif). Pati dari 0,2 g contoh tanaman dideteksi menggunakan pereaksi iodokalorimetri. Contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm dan kadar pati dihitung terhadap standar kurva. Lemak diekstraksi (perkolasi) menggunakan dengan petroleum ether dari 2 g contoh halus tanaman. Kadar lemak diukur dan ditentukan menggunakan alat Soxhlet. Kandungan protein dianalisis mengguna-
Tabel III.74. Koleksi plasma nutfah ubi kelapa dan gembili yang berpotensi hasil Jenis Ubi kelapa Gembili
Kisaran bobot umbi/rumpun (g) Jumlah aksesi No. registrasi 1000-3600 1000-3100
5 13
559, 630, 631, 632, 695 355, 493, 506, 526, 533, 562, 567, 571a, 609, 610, 665, 692, 693
93
H ASIL PENELITIAN 2003
kan metode Kyeldhal. Contoh tanaman yang digunakan untuk analisis berupa 0,2 g contoh halus. Amilosa. Kandungan amilosa dari 100 aksesi padi berkisar antara 10,96-30,64%. Ada 4 aksesi padi yang memiliki kandungan amilosa rendah (10-19%), yaitu Gembira Kuning (10,96%), padi kuning (10,96%), padi Rabig (14,00%), Merah May (17,67%), dan Sata Asa (18,90%). Aksesi yang memiliki kandungan amilosa sedang (20-25%) sebanyak 37 aksesi, sedangkan yang memiliki kandungan amilosa tinggi (26,0030,64%) sebanyak 59 aksesi. Apabila kadar amilosa sekitar 23% merupakan batas rasa nasi enak dan sedang maka aksesi yang memiliki sifat ini, yaitu Bali Mayangan (23,70%), Kerawang (23,60%), Gasal (23,80%), Condang (23,50%), dan Terong (23,11%). Dari hasil analisis kandungan amilosa pada jagung sebanyak 50 aksesi diperoleh nilai kisaran kandungan amilosa, antara 13,85-33,997%. Diperoleh 49 aksesi plasma nutfah jenis jagung ketan yang mempunyai kadar amilosa di atas 28% dan satu aksesi yang mempunyai kadar amilosa rendah 13,85%, yaitu H159. Lemak dan Protein. Hasil analisis kadar lemak pada kedelai bervariasi dengan nilai kisaran antara (13,78-22,63%). Aksesi yang mempunyai kadar lemak tertinggi (22,63%), yaitu aksesi 16 BB, sedangkan terendah (13,78%) aksesi 30/20-2-94. Hasil analisis kandungan lemak pada kacang tanah mempunyai nilai kisaran 27,25-40,27%. Aksesi yang mempunyai kandungan lemak rendah (di bawah 30%) di antaranya, yaitu AH1930 Si (27,25%), AH 1905 Si (28,20%),
94
MLG 7549 (29,34%), dan AH 1919 Si (29,53%). Variasi kadar protein kedelai berada di antara 30,63-45,71%. Kadar protein tertinggi di atas 40% ditemukan pada aksesi 317/882 (40,35%), Lumajang Bewok, Improved Pelican No. 712 Si, masing-masing sebesar 40,11%, 317/882, dan MLG2628 (41,08%), Clark (41,57%), MLG-2995 (45,71%). Variasi kadar protein pada kacang tanah berkisar antara 23,89-45,94%. Aksesi kacang tanah yang memiliki kandungan protein tinggi (di atas 40%), yaitu AH1952 Si (43,15%), AH1968 Si (45,94%), dan yang memiliki kandungan protein di bawah 25%, yaitu AH2005 Si (23,89%). Hasil analisis protein pada 40 aksesi ubi jalar yang mempunyai kandungan protein di bawah 5%, yaitu G-25 (3,36%), Kahe (4,71%), Merauke (4,77%), Kentang (4,99%), dan yang mempunyai kandungan protein tertinggi, yaitu Suekul 12,34%, sedangkan untuk aksesi lainnya di bawah 10%, nilai kisaran pada ubi jalar antara 3,36-12,34%. Pati. Dari 50 aksesi ubi kayu yang dianalisis kandungan patinya diperoleh hasil pengamatan antara 40,70-75,44%. Aksesi yang mempunyai kandungan pati tinggi (di atas 70%), yaitu Singkong Mentega (70,02%), Singkong Roti-17 (70,19%), Dankdier Ketan (70,81%), Dankdier Parelek2(71,69%), Sampeu Roti-19 (72,23%), Londo Ireng-2(71,71%), Dankdier Cangkudu (75,44%). Hasil analisis kandungan pati pada 25 aksesi ubi jalar mempunyai nilai kisaran 61,14-77,91% di mana aksesi yang mempunyai kandungan pati tinggi (di atas 70%), yaitu Ima-13 (76,46%), Ubi Maraya-9
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
(76,46%), Ima-5 (76,10%), dan yang tertinggi aksesi Ima-18 (77,91%). Hasil analisis kandungan pati pada 25 aksesi Dioscorea mempunyai nilai kisaran antara 33,6857,88%. HCN dan Tanin. Hasil analisis kandungan HCN pada umbi ubi kayu dari 50 aksesi diperoleh nilai kisaran antara 1,2750,01 ppm di mana varietas yang mempunyai kandungan HCN pada umbi terendah, yaitu Sampeu Putih (1,27 ppm), Singkong Mentega (1,82 ppm) dan yang tertinggi, yaitu varietas GM-3 yang mempunyai kandungan HCN 50,01 ppm. Hasil analisis kandungan tanin pada 30 aksesi plasma nutfah sorgum menunjukkan keragaman yang bervariasi antara 0,061,97%. Aksesi yang mempunyai kandungan tanin di bawah 1% didapat 29 aksesi dan 1 aksesi yang mempunyai tanin di atas 1%, yaitu varietas Selayer-2 (1,97%). Analisis kandungan gizi/kimia disajikan pada Tabel III.75.
Pengembangan Pangkalan Data (Database) Plasma Nutfah Tanaman Pangan Sistem pangkalan data bank gen yang dikembangkan meliputi data paspor, data tanaman yang telah dikarakterisasi pada penelitian sebelumnya, data perbenihan, dan penyimpanan plasma nutfah. Bentuk informasi yang dihasilkan adalah dapat mencari genotipe dengan karakter tertentu serta memonitor kondisi benih plasma nutfah yang ada. Kegiatan pengembangan sistem database meliputi (a) pengumpulan data plasma nutfah tanaman pangan. Kegiatan pengumpulan pangkalan data terdiri dari transkripsi data, progamming, data entry, dan validasi data. Transkripsi data dilakukan dengan memperhatikan panjang field (digit) baik data yang bersifat numeric maupun character. Data yang telah dientry dan divalidasi dengan progam yang telah disusun lalu direkam dalam hard disk. (b) Pengembangan software. Software yang digunakan untuk menunjang pengembangan sistem database adalah Gene Bank Management System (GMS) dan atau dBase IV. Progam disusun untuk mengha-
Tabel III.75. Karakter mutu gizi plasma nutfah tanaman pangan Tanaman
Mutu gizi
Nilai kisaran
Padi Jagung Sorgum Kedelai Kedelai Kacang tanah Kacang tanah Ubi jalar Ubi kayu Dioscorea Ubi kayu Ubi jalar
Amilosa Amilosa Tanin Protein Lemak Protein Lemak Pati Pati Pati HCN Protein
10,96-30,64% 13,85-33,97% 0,06-1,97% 30,63-45,71% 13,78-22,63% 23,89-45,935% 27,25-40,27% 61,14-77,91% 40,70-75,44% 33,68-57,88% 1,27-50,01 ppm 3,366-12,34%
95
H ASIL PENELITIAN 2003
silkan informasi yang cepat dan tepat. Untuk pertukaran informasi antar lembaga di dalam dan luar negeri maka data yang disimpan dengan sofware dBase dapat ditransfer ke dalam software Genebank Management System (GMS) yang sedang dikembangkan oleh IBPG. Dokumentasi Data Karakteristik Plasma Nutfah Tanaman Pangan. Penambahan data berlangsung secara bertahap seiring dengan dihasilkannya data dari hasil kegiatan eksplorasi, karakterisasi, dan evaluasi. Selama beberapa waktu terakhir, kegiatan eksplorasi sudah tidak dilakukan lagi secara intensif, kecuali pada komoditas ubi jalar yang dilakukan dalam rangka penelitian kerja sama dengan Jepang. De-
ngan demikian, sebagian besar penambahan data baru dihasilkan dari kegiatan karakterisasi dan evaluasi yang merupakan kegiatan rutin tahunan. Perubahan volume data terjadi baik berupa penambahan record (aksesi) baru, pembaharuan (update) data maupun koreksi melalui verifikasi dan validasi data. Jumlah aksesi plasma nutfah tanaman pangan tahun 2003 disajikan pada Tabel III.76. Sampai dengan Januari 2004, database plasma nutfah tanaman pangan telah menampung sejumlah 8.382 record yang meliputi 3.653 aksesi padi (41 deskriptor), 705 aksesi jagung (29 deskriptor), 174 aksesi sorgum (22 deskriptor), 771 aksesi kedelai (28 deskriptor), 270 aksesi kacang tanah
Tabel III.76. Jumlah aksesi plasma nutfah tanaman pangan tahun 2003 Komoditas Padi Jagung Sorgum Kedelai Kacang tanah Kacang hijau Ubi kayu Ubi jalar Kacang-kacangan minor: a. Kacang tunggak (Vigna unguiculata) b. Kacang gude (Cajanus cajan) c. Kacang komak d. Kacang koro e. Kacang Bogor (Vigna subterranea) Ubi-ubian minor: a. Talas (Colocasia esculenta (L.)) b. Belitung c. Ubi kelapa (Dioscorea alata (L.)) d. Gembili (Dioscorea esculenta (L.)) e. Gadung (Dioscorea hispida (Dent.)) f. Garut (patat) (Maranta arundinacea (L.)) g. Ganyong (Canna edulis (Ker.)) h. Suweg (Amorphophalus campanulatus) Padi liar Total
96
Jumlah aksesi Dalam bank gen
Dalam database
3.801 800 200 900 1.194 1.024 434 1.506 (141) 112 10 10 7 2 (424) 170 70 64 35 16 17 49 13 93
3.653 705 174 771 270 1024 434 998
Belum dientry Belum dientry 64 35 Belum dientry Belum dientry 49 Belum dientry 93
10.517
8.382
112 Belum dientry Belum dientry Belum dientry Belum dientry
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
(19 deskriptor), 1024 aksesi kacang hijau (20 deskriptor), 434 aksesi ubi kayu (23 deskriptor), 998 aksesi ubi jalar (35 deskriptor), 112 aksesi kacang tunggak (22 deskriptor), 64 aksesi ubi kelapa (5 deskriptor), 35 aksesi gembili (5 deskriptor), 49 aksesi ganyong (5 deskriptor), dan 93 aksesi padi liar (5 deskriptor). Ubi-ubian minor yang meliputi ubi kelapa (Discorea alata), gembili (D. esculenta), dan ganyong (Canna edulis) serta padi liar merupakan komoditas baru yang masuk dalam database pada kegiatan tahun 2003. Kegiatan karakterisasi dan evaluasi belum dilakukan pada komoditas ubi-ubian minor sehingga data yang didokumentasikan baru berupa data paspor. Perincian jumlah aksesi dari masing-masing komoditas beserta jumlah karakter yang telah berhasil dientry dalam database disajikan dalam Tabel III.77. Selama tahun 2003 telah terjadi penambahan volume data sebanyak 416
aksesi baru (89 aksesi padi, 86 aksesi ubi jalar, 64 aksesi ubi kelapa, 35 aksesi gembili, 49 aksesi ganyong, dan 93 aksesi padi liar). Koreksi (validasi) data juga telah dilakukan pada semua komoditas dan dihasilkan pengurangan data sebanyak 23 record yang meliputi 5 record pada kacang hijau (dari 1029 menjadi 1024) dan 18 record pada kacang tunggak (dari 130 menjadi 112). Data plasma nutfah tanaman pangan yang telah disimpan dalam database pada kegiatan tahun 2003 meliputi padi (data paspor, karakterisasi, dan evaluasi), jagung (data paspor dan karakterisasi), sorgum (data paspor dan karakterisasi), kedelai (data paspor, karakterisasi, dan evaluasi), kacang tanah (data paspor dan karakterisasi), kacang hijau (data paspor dan karakterisasi), ubi kayu (data paspor, karakterisasi, dan evaluasi), ubi jalar (data paspor, karakterisasi, dan evaluasi), kacangkacangan minor (data paspor dan karakterisasi), ubi-ubian minor (data paspor dan
Tabel III.77. Perkembangan pengelolaan database plasma nutfah tanaman pangan tahun 2001-2003 Jumlah entry data Komoditas Padi Jagung Sorgum Kedelai Kacang tanah Kacang hijau Ubi kayu Ubi jalar Kacang minor: Kacang tunggak Ubi-ubian minor: Ubi kelapa Gembili Ganyong Padi liar
Tahun 2001
Tahun 2002
Tahun 2003
Aksesi
Deskriptor
Aksesi
Deskriptor
Aksesi
Deskriptor
3258 705 174 771 165 1029 110 912
41 29 22 28 6 20 23 35
3563 705 174 771 270 1029 434 912
41 29 22 28 19 20 23 35
3653 705 174 771 270 1024 434 998
41 29 22 28 19 20 23 35
-
-
130
22
112
22
-
-
-
-
64 35 49 93
-
97
H ASIL PENELITIAN 2003
karakterisasi), dan padi liar (data paspor dan karakterisasi). Pengembangan Sistem Database Plasma Nutfah Tanaman Pangan. Data plasma nutfah tanaman pangan selanjutnya disusun dalam bentuk Katalog Plasma Nutfah Tanaman Pangan, yang setiap tahun akan selalu disusun dan diperbaharui seiring dengan status pengelolaan database saat itu. Katalog ini memuat informasi mengenai data paspor, data karakterisasi serta data evaluasi. Format penyusunan katalog tidak mengalami perubahan sebagaimana katalog tahun sebelumnya. Dalam hal ini, nama varietas/galur/kultivar disusun menurut urutan abjad (sorting ascending) untuk memudahkan pengguna dalam menelusuri informasi dari suatu varietas tertentu. Diharapkan katalog tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengguna baik internal maupun eksternal. Guna lebih memudahkan dalam pengelolaan data, maka sejak beberapa
tahun terakhir telah disusun pula sistem database plasma nutfah tanaman pangan berbasis Microsoft Access. Database plasma nutfah tanaman pangan yang ada saat ini merupakan database generasi IV semenjak pertama kali dilakukan komputerisasi data pada tahun 1996. Penambahan serta pengembangan progam aplikasi database plasma nutfah tanaman pangan terus dilakukan guna meningkatkan kinerja sistem database yang ada. Dengan adanya sistem database ini, terbukti kegiatan entry data, validasi data, akses data, monitoring data serta pertukaran data dapat dilakukan secara lebih mudah, cepat, dan akurat. Dari menu utama (Gambar III.21), akses data pada komoditas tertentu dapat dilakukan dengan memilih nama komoditas yang bersangkutan. Menu untuk akses data dilengkapi dengan filter untuk mencari data menurut kriteria tertentu. Di samping itu, dilengkapi pula dengan fasilitas report untuk keperluan pencetakan data hasil pencarian serta katalog untuk ke-
Gambar III.21. Menu utama database plasma nutfah tanaman pangan
98
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
perluan monitoring database.
status
pengelolaan
Untuk memudahkan serta lebih meningkatkan aksesibilitas data dan informasi plasma nutfah tanaman pangan, maka telah dilakukan perekaman progam installer ke dalam CD (compact disc). Progam installer tersebut dikemas dalam bentuk Katalog Data Paspor Plasma Nutfah Tanaman Pangan yang berisi mengenai informasi data paspor dari keseluruhan komoditas plasma nutfah tanaman pangan yang dikoleksi di Balitbiogen, serta gambaran status kegiatan karakterisasi, evaluasi serta pemanfaatan sumber-sumber gen dalam plasma nutfah bagi kegiatan pemuliaan tanaman. Diharapkan bahwa program installer tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi oleh para pengguna yang memerlukannya. Saat ini, sedang dilakukan pula pengembangan sistem jaringan informasi berbasis network bagi para pengguna melalui jaringan internet. Evaluasi Toleransi Plasma Nutfah Padi, Jagung, dan Kedelai terhadap Lahan Bermasalah (Tanah Masam/Al, Keracunan Besi, dan Pemupukan Rendah) Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi, Jagung, dan Kedelai terhadap Lahan Masam (Al) Padi. Penelitian dilaksanakan di Tamanbogo pada TA 2003. Sebagai perlakuan adalah (a) kejenuhan Al 60% untuk padi dan jagung dan (b) kejenuhan Al 40% untuk kedelai. Pada penelitian ini digunakan pembanding Singkarak (rentan) dan
Hawara Bunar (tahan), ditanam setiap 25 baris, luas plot 1 m x 2 m (4 baris, jarak tanam 0,25 m x 20 m). Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Dosis pemupukan adalah 200 kg urea + 100 kg TSP dan 100 kg KCl/ha. Cara pemberian pupuk adalah 1/3 urea, TSP dan KCl diberikan sebagai pupuk dasar dan 2/3 dosis pupuk urea diberikan pada umur 4 dan 7 minggu setelah transplanting/tanam. Skor toleransi terhadap Al pada umur 2 bulan (pada fase vegetatif), fase berbunga, dan menjelang panen (fase generatif). Skoring berdasarkan standar pengamatan untuk padi. Dari 200 aksesi plasma nutfah padi menunjukkan bahwa penampilan tanaman pada umumnya masih baik, karena nilai ketahanan tinggi, yaitu skor 1-3. Hanya 25 aksesi menunjukkan skor 5 dan 4 aksesi skor 7, sisanya menunjukkan skor 1 dan 3. Sejumlah 24 aksesi padi bereaksi sangat toleran (skor 1) terhadap keracunan Aluminium di IP Tamanbogo, MH 2003 (Tabel III.78). Jagung. Pada penelitian ini digunakan pembanding Arjuna dan Antasena ditanam setiap 25 aksesi, luas plot 1 m x 3 m (2 baris), jarak tanam 0,50 m x 0,2 m. Dosis pemupukan adalah 300 kg urea, 200 kg TSP, dan 50 kg KCl/ha. Pemberian pupuk adalah 1/3 urea, TSP dan KCl sebagai pupuk dasar dan 2/3 dosis pupuk urea diberikan pada umur 28 hari. Skoring tingkat toleran terhadap Al pada umur 1 bulan dan saat berbunga. Pengamatan dilakukan atas penampilan tanaman pada saat 95% rambut tongkol kering dan bobot kupasan basah (kg/petak).
99
H ASIL PENELITIAN 2003
Tabel III. 78. Plasma nutfah padi dengan reaksi sangat toleran (skor 1) terhadap keracunan aluminium, Tamanbogo, MH 2003 No. registrasi
Varietas
No. registrasi
Varietas
11718 12105 12307 12394 12464 12493 12513 12555 12605 12664 12861 12987 12992
Gogol PN 1 Abang Deli Deli Cempo Wulut Lenggang Cempo Kidang Si Pukau Cicih Ijo Bading Palao Bantanan Beton Putih Gaca
13217 13222 14657 14716 14758 15022 15148 15245 21165 21185 21295 Kontrol peka Kontrol tahan
Ramces Kuntu Ameh Ketupat Padi Hungkai Terong Marica Manbata Mentri IR54 Padi kuning Angke IR64 (7-9) Hawara Bunar (1)
Jumlah yang diuji 250 aksesi, 3 ulangan. Skor 1-3 = toleran, 5 = sedang, 7-9 = peka
Dari 100 aksesi jagung yang diuji terhadap lahan masam/keracunan Al, satu aksesi mati, yaitu lokal NTB (No. reg. 3277), dan dari 99 aksesi diperoleh 9 aksesi sedang-toleran termasuk Antasena (sebagai kontrol toleran), sedangkan sebagai varietas baku peka adalah varietas Arjuna (skor 3,3). Arjuna ditanam sebagai tanaman border, tidak dimasukkan sebagai varietas uji, sedangkan varietas baku peka yang dimasukkan sebagai varietas uji adalah Navin (skor 4,5). Varietas J. Toyo mempunyai umur berbunga jantan terpendek, sedangkan Punu Bolang (2020) mempunyai bunga jantan terpanjang. Demikian halnya untuk umur berbunga betina, J. Toyo terpendek (66,3 hari) dan Punu Bolang 75 hari (terpanjang). Untuk sifat tinggi tanaman Ikene 8149 terpendek, sedangkan Punu Bolang tertinggi (135,1 cm) (Tabel III.79). Tabel III.80 menunjukkan bahwa dari sembilan aksesi yang toleran-sedang diperoleh kisaran beberapa karakter jumlah tanaman panen 35 (Reg. 3698) sampai 54,3
100
(Reg. 3330); jumlah tanaman steril (%) 23,8 (IESCN#1)-51,0 (Reg. 2020); tongkol normal (%) 12,0 (Reg. 2020)-52,2 (IESCN#1); hasil biji kering (g) 44,0 (Reg. 2020)-344,0 (galur inbred GM 15). Galur inbrida GM15 mempunyai hasil biji kering tertinggi, yaitu 344,8 (1) diikuti dengan galur GM 27 (322,5 g/2) IESCN#1 (314,5 g/3), GM-25 (270,7 g/4); J. Toyo (172,8 g/5), Antasena (154,5 g/6), Improved Tiniquib (145,7 g/7), Ikene 8149 (130,2 g/8), dan Punu Bolang (44,0 g/9) sedangkan varietas Navin sebagai varietas baku peka, tidak menghasilkan biji. Kedelai. Luas plot 1 m x 3 m (2 baris), jarak tanam 50 cm x 20 cm, Rancangan Acak Kelompok 2 ulangan, pembanding tahan varietas Slamet dan pembanding peka No. 3804 (kedelai). Dosis pemupukan adalah 50 kg urea, 25 kg TSP, dan 60 kg KCl/ha diberikan bersama-sama pada waktu tanam, secara larikan di samping lubang biji. Pengamatan dilakukan atas skoring toleransi terhadap Al dan hasil dan komponen hasil/tanaman.
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel III.79. Aksesi jagung toleran terhadap keracunan Al, Tamanbogo, MH 2003 Sifat-sifat agronomi Nama aksesi
J. Toyo Punu Bolang Improved Tiniquib IESCN#1 GM-15 GM-27 GM-25 Ikene 8149 Antasena (toleran) Navin (peka) Arjuna (kontrol peka)*)
No. registrasi
Skor Al (1-5)
1988 2020 3330 -
Umur berbunga (hari) Betina
Tanaman
Tongkol
53,0 63,3 58,0 57,3 60,7 59,0 59,0 59,0 60,7 71,0 -
66,3 75,0 70,0 71,3 71,3 71,3 71,2 70,7 71,3 78,0 -
102,1 135,1 116,5 120,7 118,1 115,1 114,6 99,8 112,9 67,3 -
42,9 51,6 51,9 51,6 55,5 45,7 53,7 42,7 46,7 27,3 -
2,5 2,5 2,3 2,0 2,0 2,0 2,5 2,3 2,3 4,5 3,3
3698 3474 -
Tinggi (cm)
Jantan
Jumlah yang diuji 100 aksesi, 3 ulangan. Skor 1 = sangat toleran, 2 = toleran, 3 = sedang, 4 = peka, 5 = sangat peka, *) tidak ditanam secara stripe plot memanjang (satu baris) tidak diamati Tabel III.80. Hasil dan komponen hasil dari plasma nutfah jagung dengan reaksi toleran-sedang terhadap keracunan aluminium, Tamanbogo, MH 2003 Nama aksesi J. Toyo Punu Bolang Improved Tiniquib IESCN#1 GM-15 GM-27 GM-25 Ikene 8149 Antasena (toleran) Navin (peka)
No. registrasi 1988 2020 3330 3698 3474
Jumlah tanaman panen
Jumlah tanaman steril (%)
Tongkol normal (%)
Bobot kupasan basah (kg)
Hasil biji kering (g)
Rangking
45,7 36,3 54,3 39,7 44,0 52,3 35,7 42,0 35,0 23,1
35,4 51,0 31,2 23,8 24,8 26,3 34,5 49,1 47,3 67,9
47,2 12,0 30,7 52,2 38,4 41,1 36,1 28,0 30,7 0
283,0 205,0 414,3 675,7 619,3 1041,7 513,3 323,3 374,3 -
172,8 44,0 145,7 314,5 344,8 322,5 270,7 130,2 154,5 -
5 9 7 3 1 2 4 8 6 -
Sebanyak 100 aksesi plasma nutfah kedelai hasil pengujian tiga ulangan menunjukkan ada tiga aksesi (B1312, B857, dan B3801) yang tergolong toleran, yakni tidak memperlihatkan gejala atau memperlihatkan gejala keracunan Al paling rendah (skor 0 atau mendekati 1). Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman kurang baik karena pada awal pertumbuhan curah hujan tinggi, kemungkinan benih/kecambah terendam, sehingga banyak kecambah ta-
naman yang mati dan persentase tanaman yang tumbuh jadi rendah. Data hasil dan komponen hasil disajikan dalam Tabel III.81. Dari Tabel III.81 terlihat ketiga nomor tersebut pada masa panen tidak menghasilkan biji. Semua polong yang dipanen hampa karena tanaman tergenang selama pertumbuhan dan pada saat panen (Januari) curah hujan sangat tinggi (545,6 mm) sehingga menghambat prosesing.
101
H ASIL PENELITIAN 2003
Tabel III.81. Beberapa sifat kedelai yang toleran terhadap keracunan aluminium, Tamanbogo, Lampung, MH 2003 No. registrasi B 857 B 1312 B 3801
Umur 50% Tinggi tanaman Jumlah buku Jumlah cabang Jumlah polong Keterangan berbunga (HST) panen (cm) 41 50 41
41,3 27,8 21,0
Evaluasi Plasma Nutfah Padi terhadap Keracunan Besi (Fe) Penelitian dilaksanakan di Tamanbogo pada MH 2003. Sebanyak 200 aksesi plasma nutfah padi diuji dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok diulang 3 kali, ukuran plot 1 m x 3 m. Bibit berumur 21-25 hari ditanam dengan jarak 20 cm x 20 cm, 3 bibit per rumpun, ditanam dalam barisan memanjang petak percobaan, setiap 25 aksesi ditanam sebaris varietas peka IR64 dan varietas tahan Mahsuri. Pupuk urea sebanyak 120 kg/ha diberikan tiga tahap, masing-masing 1/3 pada waktu tanam, umur 4 minggu, dan umur 7 minggu setelah tanam dan pupuk TSP sebanyak 60 kg/ha diberikan pada saat tanam. Gejala keracunan Fe diamati pada umur 4 dan 8 minggu setelah tanam dengan nilai skor menggunakan metode SES. Hasil evaluasi 200 nomor varietas koleksi plasma nutfah padi terhadap keracunan Fe telah diperoleh. Pengamatan keracunan Fe dilakukan pada saat tanaman berumur 4 dan 8 minggu setelah tanam. Hasil pengamatan menunjukkan 51 varietas toleran terhadap keracunan Fe dengan skor 3-5. Sedangkan sisanya dikategorikan peka hingga sangat peka dengan skor 7 hingga 9, sebagai pembanding (cek) peka digunakan IR64 yang memiliki skor 7 hingga 9 sedangkan cek tahan digunakan varie-
102
14 12 10
2 2 2
27 22 15
Polong hampa Polong hampa Polong hampa
tas Mahsuri yang memiliki skor 1 hingga 5. Di antara 51 varietas tahan, 15 varietas di antaranya memiliki skor 3, yaitu Humbang, Humbang Kencana, Lema, Humbang Topan, Soder, Ramos Merah, Pulut Putih, Padi Burung, Olan, Nalu Meran, Rebo, Sri Gudang, 150 Padi Gembira, Pance, dan Pandan. Dari semua koleksi yang diuji terdapat 13 nomor yang benihnya tidak tumbuh, sehingga hanya 187 nomor yang diuji. Pada saat pengamatan terdapat 11 nomor yang berbunga (+72 hari). Koleksi yang diuji banyak yang berasal dari padi lokal yang berumur lama, sehingga data yang dapat kami laporkan cukup hingga skor toleransinya terhadap keracunan Fe. Koleksi Plasma nutfah padi terpilih (15 nomor) yang toleran dengan skor 3. Evaluasi Plasma Nutfah Jagung terhadap Pemupukan Rendah Sebanyak 300 aksesi (varietas lokal) plasma nutfah jagung dievaluasi toleransinya terhadap pemupukan rendah di Inlitbio Cikeumeuh, Bogor dengan menggunakan Rancangan Augmented (60 aksesi plasma nutfah berumur sedang (85-90 hari) berasal dari Nusa Tenggara (NTT dan NTB) serta Sulawesi). Jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 20 cm dengan 1 tanaman/ lubang. Empat varietas digunakan sebagai perlakuan kontrol (Bisma, Arjuna, Kalingga,
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Semar) yang diulang dalam 4 kali. Evaluasi dilakukan pada 3 taraf pemupukan, yaitu (1) pupuk dosis tinggi (300 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha), (2) pupuk dosis sedang (150 kg urea dan 100 kg SP36)/ha, dan (3) pupuk dosis rendah (50 kg urea)/ ha. Pengamatan yang dilakukan adalah klorofil pada daun tongkol dengan Minolta SPAD-502 pada saat pengisian biji; jumlah daun hijau saat panen (green stay); jumlah daun senescence saat pengisian biji (2 minggu setelah silking); jumlah daun di atas tongkol; bobot 200 butir; bobot biji tiap tanaman, dan anthesis silking interval (ASI). Berdasarkan evaluasi terhadap bobot biji jagung, dari 300 plasma nutfah (famili), diperoleh 14 aksesi menunjukkan hasil terbaik pada kondisi pupuk rendah (Tabel III.82). Plasma nutfah tersebut memiliki karakter umur panen sekitar 94 hari, umur berbunga jantan 53-59 hari, umur berbunga betina 55-64 hari, dan memiliki daun hijau setelah panen (green stay) 5-7 helai (Tabel III.82). Aksesi yang terpilih ini dapat diguna-
kan sebagai bahan rekombinasi untuk menghasilkan galur atau varietas toleran pupuk rendah. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Grup IV dan VIII Penelitian dilakukan di rumah kaca, 150 galur padi diuji ketahanannya terhadap HDB grup IV dan VIII. Pertanaman disusun dan ditanam pada ember plastik yang diisi tanah sebanyak 10 kg secara pedigree dengan dua ulangan. Dosis pemupukan 2 g urea + 0,6 g TSP + 0,6 g KCl/pot. Sepertiga dosis urea, seluruh dosis TSP dan KCl diberikan pada waktu tanam. Dua per tiga dosis pupuk urea diberikan kembali pada umur 4 dan 7 minggu. Jarak tanam 25 cm x 25 cm dan ditanam 1 bibit per rumpun. Setelah tanaman berumur 60 hari diinokulasi dengan inokulum HDB dengan metode pengguntingan. Pengamatan dilakukan 21 hari setelah inokulasi dengan mengukur panjang daun yang terkena serangan penyakit. Skoring dilakukan berdasarkan SES.
Tabel III.82. Karakter biji plasma nutfah jagung pada kondisi pupuk rendah Aksesi
Umur berbunga jantan (hari)
Umur berbunga betina (hari)
Bobot 200 biji (g)
Klorofil (SPAD)
Tinggi tanaman (cm)
Bis-36 Bis-55 Bis-56 Bis-84 Bis-86 Bis-90 Bis-95 Bis-109 Bis-137 Bis-142 Bis-143 Bis-172 Bis-175 Bis-226
57,7 55,3 56,0 54,7 56,3 53,3 56,0 58,3 57,7 58,0 59,0 58,3 58,0 58,3
58,3 59,0 61,7 59,0 60,3 55,7 58,3 60,3 62,3 61,7 63,0 62,0 61,7 64,0
47,7 56,9 57,5 56,3 55,7 48,9 57,7 60,3 63,0 60,7 53,9 57,9 60,7 58,4
38,4 40,5 36,8 34,4 33,4 38,8 38,3 35,9 43,4 34,4 45,5 39,8 33,1 29,3
170,9 178,9 193,5 174,7 163,9 169,6 202,3 189,9 184,8 175,4 193,1 184,7 190,7 181,1
103
H ASIL PENELITIAN 2003
Hasil-hasil pengamatan adalah dari 150 varietas yang diuji diperoleh 13 varietas dengan reaksi agak tahan terhadap kelompok IV (skor 3), 54 skor 5, 47 skor 7, 36 skor 9, dan tidak satupun bereaksi sangat tahan; sedangkan terhadap kelompok VIII, 1 varietas skor 3, 37 skor 5, 61 skor 7, dan 51 skor 9. Ketigabelas varietas tersebut adalah Sata Asa, Kangkungan Putih, Koneng Gundil, Cinta Wati, Deli, Rondo Gedong, Dewi, Pakal Putih, Gogo, Balayan, Cempo Kidang, Tombol, dan Si Narichi. Dari 13 varietas dengan skor 3 pada kelompok IV, hanya satu yang bereaksi sama skor 3 pada kelompok VIII, lainnya bereaksi sedang dan agak peka, yaitu Rondo Gedong. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi terhadap Penyakit Blas Seratus lima puluh varietas/galur diuji ketahannya terhadap penyakit blas di Sukabumi pada MH 2003. Pertanaman disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan dalam petakan berukuran 2 m x 0,5 m. Jarak tanam 25 cm x 25 cm dan ditanam 1 bibit per rumpun. Dosis pemupukan 200 kg urea + 100 kg TSP + 100 kg KCl/ha, diberikan dalam 3 tahap, 1/3 dosis pupuk urea, seluruh dosis TSP dan KCl pada waktu tanam dan 1/3 dosis pupuk urea diberikan pada umur 4 minggu dan 1/3 sisanya pada umur 7 minggu setelah transplanting. Evaluasi ketahanan terhadap penyakit blas daun dilakukan pada tanaman berumur 5 dan 7 minggu setelah tanam, dan blas leher setelah tanaman berbunga (100 hari). Skoring dilakukan berdasarkan standar penilaian padi (SES).
104
Sebanyak 150 aksesi plasma nutfah padi telah dievaluasi ketahanannya terhadap penyakit blas di Sukabumi. Dari hasil pengujian diperoleh 84 aksesi yang tahan terhadap penyakit blas (skor 1-3), 36 aksesi dengan tingkat ketahanan sedang (skor 5) dan 30 aksesi rentan (skor 7-9). Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Jagung terhadap Penyakit Bulai (Pheronosclerospora maydis) Penelitian dilaksanakan di Inlitbio Cikeumeuh pada MH 2003 menggunakan 100 varietas/aksesi plasma nutfah jagung, sebagai pembanding menggunakan varietas tahan Parikesit dan varietas peka Antasena. Varietas pembanding ditanam pada setiap 25 varietas yang diuji. Jarak tanam 50 cm x 20 cm. Tiap varietas ditanam sepanjang 5 m (dalam 2 baris) dengan 2 biji/ lubang tanam, tanpa penjarangan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Pupuk urea diberikan pada saat tanam dengan dosis 100 kg + 200 kg TSP + 50 kg KCl/ha secara tugal. Pemupukan kedua, sebanyak 200 kg urea diberikan pada umur 28 HST. Untuk meningkatkan inokulum patogen, 3 minggu sebelum pengujian ditanam varietas peka sebanyak 2 baris di sekeliling petak percobaan. Apabila sumber telah terserang 70-80%, maka varietas yang diuji ditanam. Empat hari setelah tanaman yang diuji tumbuh, diinokulasi buatan dengan suspensi spora. Sejumlah 100 aksesi plasma nutfah jagung telah dievaluasi (diuji) ketahanannya terhadap penyakit bulai di Inlitbio Cikeumeuh pada MH 2003. Di antara 100 aksesi
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
plasma nutfah jagung tersebut terdapat 23 aksesi merupakan galur inbrida yang telah diperbaiki ketahanannya terhadap penyakit bulai dengan melakukan selfing terhadap individu yang tahan pada saat dilakukan skrining terhadap penyakit bulai. Sejumlah 77 aksesi lain terdiri dari varietas lokal, introduksi, dan varietas unggul. Rancangan yang digunakan adalah Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Pengamatan terhadap penyakit dilakukan pada umur 3, 4, dan 5 minggu setelah tanam (MST). Berdasarkan perbedaan sifat ketahanan terhadap penyakit bulai, maka dari 100 aksesi yang telah diuji dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu (1) sejumlah 33 aksesi sangat tahan dengan persentase serangan penyakit bulai 0-5%, (2) sejumlah 24 aksesi tahan (>5-10%), (3) sejumlah 30 aksesi agak rentan (>10-25%), (4) sejumlah 12 aksesi rentan (>25-50%), dan (5) satu aksesi sangat rentan (>50%). Sebagai varietas baku tahan (Bisma) dengan serangan 1,27%, sedangkan sebagai varietas baku rentan (Antasena) terserang 45,02%. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi terhadap Hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugen Stall.) Penelitian dilakukan di rumah kaca. Sejumlah 300 aksesi plasma nutfah padi per musim diuji ketahanannya terhadap wereng coklat dengan menggunakan serangga uji wereng coklat populasi IR42 dan IR64. Metode pengujian yang digunakan adalah kotak kecambah. Galur padi ditanam dalam bak pesemaian (70 cm x 45 cm x 10 cm). Tiap galur padi ditanam dalam
satu baris yang terdiri dari 10-15 tanaman. Jarak antar baris 5 cm. Setelah bibit berumur 7 hari, diinfestasi dengan nimfa wereng coklat instar 2-3 sebanyak 4 ekor/tanaman. Evaluasi tingkat ketahanannya dilakukan setelah tanaman cek rentan/peka mati. Tanaman cek rentan untuk WCk populasi IR42 dan IR64 berturut-turut adalah IR42 dan IR64. Sedangkan untuk cek tahan berturut-turut adalah Rathu Heenati dan PTB33. Sejumlah 300 aksesi plasma nutfah padi yang diuji tingkat ketahanannya terhadap WCk populasi IR42 atau biotipe SU dengan metode seedling test menunjukkan respon tingkat ketahanan yang bervariasi. Respon yang paling dominan adalah agak peka 127 aksesi (42,3%) kemudian diikuti agak tahan 90 aksesi (30%), peka 80 aksesi (26,7%), dan tahan 3 aksesi (1%). Aksesi plasma nutfah padi yang tergolong tahan dengan nilai skor 3 adalah varietas Sintanur (No. reg. 21152), Cimelati (No. reg. 21153), dan IR32 (No. reg. 21164) (Tabel III.83). Sedangkan untuk uji ketahanan terhadap WCk populasi IR64 dari 300 aksesi plasma nutfah padi yang telah diuji menunjukkan respon yang paling dominan adalah peka 167 aksesi (56,7%) kemudian diikuti agak peka 93 aksesi (31,0%), agak tahan 38 aksesi (12,7%), dan tahan 2 aksesi (0,7%) (Tabel III.83). Aksesi plasma nutfah padi yang tergolong tahan dengan nilai skor 3 adalah varietas P. Mayun (No. reg. 19981) dan IR54 (No. reg. 21165) (Tabel III.83). Aksesi plasma nutfah padi yang ketahanannya relatif stabil (skor 3-3,67) adalah varietas IR54. Ketahanan ini mengindikasi-
105
H ASIL PENELITIAN 2003
Tabel III.83. Aksesi yang tahan terhadap wereng coklat Varietas
Skor ketahanan terhadap WCk Populasi IR42
Populasi IR64
3,0 3,0 3,0 5,0 3,7
8,3 5,0 5,0 3,0 3,0
Sintanur Cimelati IR32 P. Mayun IR54
kan bahwa vareitas tersebut baik digunakan sebagai tetua.
Evaluasi Plasma Nutfah Kedelai untuk Ketahanan terhadap Hama Pengisap Polong
Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Ubi Jalar terhadap Hama Lanas
Percobaan dilakukan di Inlitbio Cikeumeuh Bogor pada MH 2003. Di lokasi ini populasi hama pengisap polong tergolong tinggi hingga sangat tinggi, sehingga infestasi hama tersebut mungkin tidak diperlukan. Sebanyak 100 genotipe kedelai telah dievaluasi ketahanannya terhadap hama pengisap polong di Inlitbio Cikeumeuh pada MH 2003/2004. Setiap genotipe ditanam di dalam petakan berukuran 2 m x 3 m pada jarak tanam 40 cm x 15 cm. Penyemprotan hama tidak dilakukan, diharapkan populasi hama pengisap polong cukup tinggi dan merata sehingga memenuhi persyaratan untuk evaluasi ketahanan. Pengamatan populasi dan jenis hama pengisap dilakukan 3 kali mulai umur 9 minggu setelah tanam, selanjutnya satu dan dua minggu kemudian. Pengamatan pada tingkat serangan pada biji dan polong dilakukan setelah panen.
Percobaan dilakukan di rumah kaca, Balitbiogen MK 2003. Rancangan yang digunakan adalah Acak Lengkap dengan 3 ulangan. Sebanyak 50 aksesi dari koleksi plasma nutfah ubi jalar, masing-masing diambil 3 umbi. Sedangkan umbi diletakkan pada satu kotak kayu berkasa kemudian diinfestasi dengan +3-4 pasang serangga Cyrcas formicarius. Setelah 3 hari serangga dikeluarkan. Selanjutnya umbi dibiarkan selama 30 hari, kemudian diamati tingkat serangan hama tersebut pada umbi. Dari 50 aksesi plasma nutfah ubi jalar yang diuji ketahanannya terhadap hama lanas, diperoleh 4 aksesi yang tahan, yaitu Bekok, Telo, Bekangenenay, dan Pilka Asli dengan skor 1. Dari distribusi ketahanan, terlihat sebanyak 24 aksesi menunjukkan reaksi agak tahan (skor 2), 14 aksesi mempunyai reaksi agak peka (skor 3), 6 aksesi peka (skor 4), dan 2 aksesi bereaksi sangat peka (skor 5).
106
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada umur 9 mulai muncul 3 jenis hama pengisap polong, yaitu Nezara viridula, Riptortus linearis, dan Piezodorus hybneri dalam jumlah yang masih rendah. Seminggu dan dua minggu kemudian terjadi
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
peningkatan populasi ketiga jenis hama tersebut. Populasi tertinggi dijumpai pada imago R. linearis yang hampir ditemukan pada setiap petakan (100 aksesi). Dari 100 genotipe, tiga genotipe tahan terhadap hama pengisap polong dengan persentase biji terserang <15% dan polong terserang <20%. Ketiga genotipe tersebut adalah Otan 1, TGM-131-1-6-1b, dan B3836. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Kedelai terhadap Serangan Kutu Daun (Aphis glycine Mats.) Penelitian dilakukan di rumah kaca Balitbiogen Bogor. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Terpisah dengan dua ulangan. Petak utama terdiri adalah (A) infestasi kutu daun terinfeksi virus kerdil kedelai (SSV) dan (B) infestasi kutu daun bebas SSV. Anak petak terdiri dari 100 genotipe kedelai. Setiap genotipe ditanam dalam pot berisi 4 kg tanah, 2 tanaman/pot. Setiap pot disungkup dengan kasa plastik yang tidak lewat serangga kutu daun. Seminggu setelah tanam, setiap tanaman diinfestasi dengan kutu daun instar 2-3 yang membawa virus kerdil (SSV) sebanyak 3 ekor per tanaman (A), atau kutu daun yang bebas SSV (B). Seminggu setelah infestasi, populasi kutu daun diamati dan diulang pada minggu ke-2 dan ke-3 setelah infestasi. Dari 100 genotipe uji berdasarkan populasi kutu daun yang tidak dan membawa SSV pada minggu kedua dan ketiga setelah infestasi, tidak satupun genotipe yang tahan. Secara menyeluruh terjadi peningkatan populasi kutu daun secara tajam dari minggu pertama ke minggu kedua. Popu-
lasi terendah dengan peningkatan populasi kutu daun yang rendah ditemukan pada genotipe Taichung dan Wilis. Namun dengan populasi tersebut (23 dan 62 ekor/ tanaman) sudah memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menularkan virus kerdil (SSV), ini terlihat dari gejala SSV pada genotipe tersebut. Dari pengamatan gejala SSV Taichung memiliki skor 2 dan Wilis skor 3 atau tergolong rentan. Karakterisasi Molekuler Ubi Jalar Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekular dan rumah kaca Balitbiogen. Bahan yang digunakan sekitar 80150 aksesi plasma nutfah padi asal Kalimantan Timur dan sekitar 100-250 aksesi plasma nutfah ubi jalar asal Irian Jaya. DNA diekstrak dari daun tanaman padi dan ubi jalar. Amplifikasi DNA dilakukan dengan PCR menggunakan 5-10 primer RAPD yang diseleksi terlebih dahulu. Kondisi awal untuk PCR adalah 1 mg DNA template, 2,097 ul 10 x PCR Bufer, 1,677 ul 2 dNTP, 2,097 ul 12mer Primer, 12,056 ul dH2O, 0,839 ul 25 MgCl2, dan 0,105 ulTaq DNA polymerase. Suhu yang dipakai untuk denaturasi 94oC selama 30 detik kecuali untuk denaturasi pertama, yaitu 5 menit. Annealing primer dilakukan pada suhu 35oC selama 1 menit. Untuk elongasi digunakan suhu 72oC selama 2 menit kecuali untuk elongasi terakhir, yaitu selama 5 menit. Total siklus untuk PCR adalah 45 siklus. Amplikon dipisahkan secara elektroforesis pada 200 V selama 2 jam menggunakan gel agarose 2% (12 cm x 17,5 cm x 6 cm) yang ditambah 1,25 ul ETbr ukuran.
107
H ASIL PENELITIAN 2003
Pada kegiatan tahun 2003 ini masih dilakukan karakterisasi untuk padi (asal Kalimantan) dan ubi jalar (asal Irian Jaya). Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam melakukan karakterisasi secara molekuler pada plasma nutfah. Banyak manfaat yang dapat diambil dari data hasil karakterisasi ini antara lain adalah studi kekerabatan di antara individu plasma nutfah dan studi diversitas genetik. Selain itu, dapat pula kita mengetahui duplikasi koleksi serta membuat core collection. Gambar III.22.A dan III.22.B memperlihatkan hasil analisis RAPD dari aksesi ubi jalar dengan menggunakan primer A01 dan A04 (Gambar III.22).
PEMANFAATAN KONSERVASI PARASITOID TELUR DARI Helicoverpa armigera (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) SUATU MODEL BIORESTORASI AGROEKOSISTEM Tim Peneliti Bahagiawati, Damayanti Buchori, Nurindah, Habib Rizjaani, Adha Sari, dan Bandung Sahari
Penggunaan pestisida dalam ekosistem pertanian telah mengakibatkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan. Berbagai kasus bahkan membuktikan bukan hanya pencemaran lingkungan yang terjadi tetapi juga musnahnya keanekaragaman artropoda dalam ekosistem
A. Hasil analisis RAPD dari 97 aksesi ubi jalar asal Irian Jaya dengan primer A01
B. Hasil analisis RAPD dari 97 aksesi ubi jalar asal Irian Jaya dengan primer A04 Gambar III.22. Hasil analisis RAPD dari 97 aksesi ubi jalar asal Irian Jaya dengan primer A01 dan A04
108
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
serta munculnya hama resisten yang tahan terhadap pestisida tersebut. Akibatnya, terjadilah pemiskinan keanekaragaman fauna dalam ekosistem yang mudah menimbulkan gejolak peledakan populasi spesiesspesies herbivora tertentu yang cenderung merugikan. Dalam upaya untuk mengembalikan fungsi ekologis (biorestorasi) dari berbagai artropoda pada agroekosistem, perlu dicari alternatif pengendalian tanpa menggunakan pestisida, misalnya dengan memanfaatkan musuh alami dari serangga herbivora atau yang lebih dikenal dengan pengendalian hayati. Pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid merupakan suatu alternatif strategi pengendalian hama yang saat ini mulai dikembangkan untuk menggantikan peran pestisida yang cenderung berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai sukses dalam pengendalian hayati, diperlukan informasi yang akurat mengenai perilaku, bioekologi, dan struktur populasi parasitoid di lapang. Sejauh ini penelitian mengenai parasitoid masih banyak berkisar di laboratorium, yaitu yang umum terkait dengan upaya mass rearing. Banyak sekali informasi lapang yang belum diperoleh. Salah satunya yang berkaitan dengan kesuksesan pengendalian hayati adalah laju pemencaran dan perilaku reproduktif dari parasitoid di lapang. Tujuan penelitian ini ialah mempelajari bioekologi dan struktur populasi parasitoid telur Helicoverpa armigera. Fokus penelitian ini adalah untuk mempelajari bioekologi dan struktur populasi parasitoid pada berbagai lansekap pertanian dalam kaitannya dengan keefektifan dan efisiensi pelepasan parasitoid.
Perbanyakan Helicoverpa armigera Heliothis armigera diperbanyak sebagai inang untuk perbanyakan Trichogramma pada siklus sekali dalam 5 (lima) generasi Trichogramma. Larva dipelihara dalam wadah plastik tempat pemeliharaan larva dan diberi pakan jagung muda, setelah mencapai instar 3, setiap larva dipindahkan ke wadah plastik kecil. Menjelang berpupa, ke dalam wadah plastik kecil dimasukkan serbuk gergaji. Pupa yang telah terbentuk, dikumpulkan dalam cawan petri dan dimasukkan dalam kurungan imago berukuran diameter 30 dan tinggi 40 cm. Di dalam kurungan ini digantungkan kapas yang telah diolesi dengan madu 10%. Ketika imago siap bertelur, dimasukkan daun/polong kedelai tempat peletakan telur. Telur yang didapat, sebagian untuk dipelihara kembali dan sebagian lagi untuk pemeliharaan parasitoid. Perbanyakan Corcyra cephalonica Pada umumnya parasitoid yang menyerang telur H. armigera adalah Trichogrammatidae. Untuk pembiakan massal parasitoid ini akan digunakan serangga inang alternatif, yaitu C. cephalonica karena sangat mudah penanganannya. Imago jantan dan betina C. cephalonica yang didapat dari gudang pakan ternak dimasukkan dalam kotak peneluran berbentuk silinder yang terbuat dari karton (diameter 8 dan tinggi 20 cm). Bagian atas dan bawah karton ditutup dengan kawat kassa 25 mesh. Setiap hari, telur-telur yang dihasilkan diambil dengan menggunakan kuas dan dikumpulkan dalam cawan petri (diameter 10 cm Pyrex). Sebagian telur ditabur-
109
H ASIL PENELITIAN 2003
kan dalam wadah plastik tempat pemeliharaan larva (berukuran 34 cm x 26 cm x 7 cm), yang pada bagian atas tutupnya diberi kain kassa 25 mesh. Wadah pemeliharaan tersebut berisi pakan ayam dan dedak (1 : 2). Sebagian telur lagi digunakan untuk pemeliharaan Trichogramma. Perbanyakan Parasitoid Telur Semua parasitoid telur yang dikoleksi dari lapang, dipelihara dalam tabung gelas berukuran 3 cm x 15 cm yang telah diolesi madu di dalamnya. Sebagai inangnya adalah telur-telur dari C. cephalonica atau H armigera. Telur-telur inang dilekatkan dengan gum arabic pada pias-pias (terbuat dari karton manila berukuran 1 cm x 10 cm). Telur-telur yang digunakan adalah telur-telur yang masih segar. Pias-pias tersebut kemudian dipaparkan pada parasitoid selama 24 jam. Setiap hari pias diganti dengan yang baru sampai betina mati. Pias yang telah dipaparkan, dipindahkan dan disimpan dalam suhu kamar, sampai parasitoid muncul. Telur yang terparasit akan berubah warna menjadi kehitaman, sedangkan yang tidak terparasit akan menetas menjadi larva C. cephalonica. Imago parasitoid yang muncul digunakan untuk pembiakan berikutnya dan untuk pengujian. Pengambilan Sampel Parasitoid Telur di Lapang Pengambilan sampel populasi parasitoid telur yang menyerang telur H. armigera dilakukan pada tipe agroekosistem monokultur dan polikultur di Bogor-Cianjur
110
Jawa Barat dan Malang-Asembagus Jawa Timur. Pengambilan contoh parasitoid telur dilakukan dengan cara mengkoleksi telurtelur H. armigera yang berada di pertanaman, yang kemudian dipelihara di laboratorium dan diamati jenis parasitoid yang muncul dari telur-telur tersebut. Telur-telur H. armigera dikoleksi dari jagung, kedelai, dan kapas dari berbagai struktur landsekap dan ketinggian yang berbeda. Penarikan contoh parasitoid didekati dengan dua metode. Pertama, contoh parasitoid dikoleksi dari telur-telur H. armigera dari 25 tanaman untuk setiap hektar. Parasitoid yang ditemukan dari komoditas dan lahan yang sama dianggap sebagai satu populasi. Teknik ini dilakukan pada pertanaman untuk lahan-lahan yang luas, seperti di Malang dan di Asembagus. Metode yang kedua, adalah teknik transek. Teknik ini digunakan untuk melihat female line dari setiap parasitoid yang muncul dari telur yang sama. Pengambilan telur H. armigera dilakukan secara transek dari tanaman paling pinggir hingga masuk ke dalam dan keluar pada ujung yang lain dari lapangan yang dimaksud. Jarak antar transek adalah 10 baris tanaman, jadi jumlah transek tergantung pada jumlah baris tanaman. Untuk setiap telur yang ditemukan dicatat posisinya, yaitu transek ke-, tanaman ke-, dan disimpan secara terpisah dari telur-telur yang lain. Jadi untuk satu tabung gelas, hanya berisi satu telur. Teknik transek ini digunakan untuk lahan-lahan yang sempit seperti yang ada di daerah Cianjur dan Bogor. Telur-telur yang dikoleksi dibawa ke laboratorium dan dipelihara dalam tabung
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
gelas. Parasitoid yang muncul dari telurtelur tersebut, dibiakkan di laboratorium untuk digunakan sebagai populasi stok, identifikasi, serta pengujian-pengujian. Untuk dinamika populasi, di beberapa lahan dilakukan pengambilan contoh parasitoid secara rutin (misalnya 10 hari sekali) dari sejak tanaman mulai memasuki masa vegetatif sampai masa prapanen. Keanekaragaman Spesies Berdasarkan Karakter Morfologi Preparat mikroskop dibuat dalam bentuk preparat sementara dan preparat permanen. Untuk melihat morfologi luar, imago parasitoid dibuat dalam bentuk preparat sementara, langsung diawetkan dalam medium larutan Hoyer pada gelas objek dan gelas penutup, tanpa penjernihan. Untuk melihat morfologi dalam (alat genitalia) terlebih dahulu dilakukan pembedahan dan dibuat dalam bentuk preparat permanen, begitu juga untuk mempelajari karakter morfologi lainnya. Imago parasitoid yang dibuat dalam preparat permanen dijernihkan dengan perendaman dalam larutan KOH 10% beberapa jam atau dengan pemanasan selama 10 menit. Setelah jernih, parasitoid direndam dalam acid alkohol 50% selama 30 menit, kemudian dicuci dengan akuades, dan selanjutnya diberi perlakuan dehidrasi dengan merendamnya pada alkohol bertingkat (50, 70, 90%, dan absolut) masing-masing 20 menit dan diberi pewarnaan dengan asam fuchsin selama satu malam, dibersihkan dengan merendamnya dalam minyak cengkeh selama 2 jam, kemudian ditata di gelas objek dan diberi kanada balsam, terakhir ditutup de-
ngan gelas penutup. Preparat dipanaskan pada hot plate beberapa hari, kemudian preparat ini diamati di bawah mikroskop dan kamera lusida (Olympus BX 50) untuk digambar. Untuk satu populasi, jumlah individu yang diamati minimal 10 imago jantan dan 10 imago betina. Dalam satu preparat diletakkan 10-20 imago jantan dan betina dari satu populasi. Untuk mengetahui spesies parasitoid khususnya parasitoid telur Trichogramma dan Trichogrammatoidea yang ditemukan dilakukan identifikasi dengan menggunakan beberapa karakter morfologi yang membedakan genus dan spesies Trichogramma dan Trichogrammatoidea (genitalia jantan, sayap depan dan belakang, antena, panjang relatif ovipositor dan tibia belakang betina) berdasarkan kunci identifikasi Alba (1988) dan Pinto (1995) serta sumber informasi lainnya. Identifikasi parasitoid ini dilakukan berdasarkan karakter morfologi parasitoid. Pembedaan individu parasitoid pada tingkatan genus didasarkan pada karakter morfologi sayap. Umumnya genus Trichogramma dicirikan dengan ukuran sayap yang lebih lebar, serta rambut-rambut pendek yang menempel di sepanjang tepian sayap. Sedangkan genus Trichogrammatoidea umumnya memiliki sayap yang lebih sempit, tetapi rambut yang menempel di sepanjang tepian sayap berukuran lebih panjang. Pembedaan individu pada tingkatan spesies lebih didasarkan pada karakter genitalia. Berdasarkan pengamatan karakter morfologi, ditemukan tiga jenis parasitoid telur, yaitu Trichogrammatoidea armigera yang merupakan parasitoid dari kelompok
111
H ASIL PENELITIAN 2003
Trichogrammatoidea (famili Trichogrammatidae), Trichogramma flandersi Nagaraja, dan Nagarkatti, dan Trichogramma pretiosum keduanya dari kelompok Trichogramma (Trichogrammatidae). Spesies T. armigera ditemukan baik di Jawa Barat maupun Jawa Timur, tetapi dua spesies lainnya hanya ditemukan di Jawa Timur. Secara spesifik, deskripsi karakter morfologi dari spesies tersebut diuraikan sebagai berikut: Trichogrammatoidea armigera Imago dengan panjang 0,40-0,42 mm. Antena jantan dengan rambut-rambut pada gada dan funikula dengan panjang 2-3 kali dari lebar maksimum gada. Gada beruas tiga dan funikula beruas dua. Sayap depan dengan fringe setae lebih panjang dengan trichia pada remigium relatif sedikit. Sayap belakang dengan seta hampir sama panjang dengan fringe setae sayap depan. Genitalia tidak memiliki DGE, Median Ventral Projection (MVP) jelas dan sempit dan tidak ada LT. Aedeagus dan apodema hampir sama panjang, tetapi lebih pendek dari keseluruhan kapsul genitalia. Antena betina dengan rambut-rambut yang pendek pada funikula dan gada. Ovipositor sedikit lebih panjang dari tibia belakang betina. Kepala imago jantan dan betina berwarna kuning tua cerah, antena berwarna kuning tua, toraks berwarna coklat tua, dan abdomen berwarna lebih gelap. Trichogramma flandersi Nagaraja dan Nagarkatti Imago dengan panjang 0,53-0,60 mm. Antena jantan dengan rambut-rambut pada
112
gada berukuran sedikit lebih panjang dari lebar maksimum flagelum. Sayap depan dengan jumlah trichia pada Rs1 adalah 3-4. Sayap belakang dengan setae hampir sama dengan panjang fringe setae pada tornus sayap depan. Genitalia dengan perpanjangan spatula pada DGE; CS (chelate structure) kecil dan terletak hampir dekat ujung GF (gonoforceps). Aedeagus hampir sama panjang dengan apodema. Antena betina dengan funikula dua ruas, memiliki rambut-rambut pendek pada gada dan funikula. Ovipositor sama panjang dengan tibia belakang betina (Gambar III.23). Imago jantan dan betina berwarna kuning terang dengan toraks, koksa dan femur tungkai belakang serta abdomen berwarna kehitaman (Gambar III.24). Di samping kedua spesies tersebut, ditemukan T. Pretiosum (Gambar III.25). Tidak ditemukannya jenis parasitoid lain di Jawa Barat bisa memberikan beberapa indikasi dalam kaitannya dengan kerapuhan agroekosistem dan dalam konteks pengendalian hayati. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa setidaknya terdapat empat jenis parasitoid telur yang menyerang H armigera, yaitu Trichogramma chilonis, T. chilotraeae, T. armigera, dan T’oidea guamensis. Pada penelitian ini, dari daerah Jawa Barat hanya ditemukan satu spesies saja, sedangkan Jawa Timur ditemukan tiga spesies. Dalam kaitannya dengan kerapuhan agroekosistem, tidak ditemukannya jenis parasitoid lain mengindikasikan adanya eliminasi spesies yang disebabkan adanya modifikasi ekosistem yang dilakukan secara terus menerus. Praktik-praktik pertanian
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
150 µm
f
150 µm
g
Gambar III.23. Trichogramma flandersi
Gambar III.24. Imago jantan dan betina Trichogramma flandersi
yang dilakukan secara kurang bijak, dapat menyebabkan munculnya matriks-matriks dalam agroekosistem yang dapat menghambat distribusi spesies. Dalam konteks pengendalian hayati, semakin beragam jenis parasitoid yang ada di lapang akan semakin baik untuk keberhasilan usaha biorestorasi eksositem. Perolehan ini sebenarnya cukup mengejutkan,
karena sebelumnya diduga setidaknya ada tiga jenis parasitoid yang bisa dikoleksi dari telur-telur H. armigera ini dari setiap daerah. Walaupun masih terlalu dini untuk dikatakan, tetapi hasil ini seharusnya dapat menjadi informasi yang sangat berharga dan sekaligus memberikan “peringatan’’ bahwa menurunnya kualitas ekosistem yang ditandai dengan tidak ditemukannya
113
H ASIL PENELITIAN 2003
Gambar III.25. Imago betina Trichogramma pretiosum
kembali spesies-spesies yang seharusnya berada di lapang sudah mulai berlangsung. Keragaman Genetis dan Struktur Populasi Kajian Keragaman Genetis dan Struktur Populasi Keragaman genetis dianalis dari hasil amplifikasi acak DNA serangga menggunakan teknik RAPD. Serangga yang digunakan dalam analisis RAPD ini diperoleh dari telur-telur H. armigera yang terparasitasi yang dikoleksi dari 3 lokasi (kota). Jarak tiap areal (sub-populasi) dalam satu kota (populasi) tidak lebih dari 1 km, kecuali areal dari Cianjur di mana jarak antara areal Nyalindung (NYLD) dan kedua areal Gasol (GAS1, GAS2) adalah 4,5 km. Jarak antara Malang dan Asembagus sekitar 300 km, dan keduanya berjarak sekitar 1200 km dari Cianjur. Imago parasitoid Trichogrammatidae yang muncul dipelihara dan diperbanyak pada telur Corcyra dan dibuat isofemale line-nya atau populasi serangga yang berasal dari satu betina. Sekitar 50-100 ekor
114
serangga T. armigera dari tiap isofemale line dipakai untuk analisis RAPD-PCR. Serangga-serangga ini dibekukan pada suhu -20oC sebelum diisolasi DNA-nya. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan 5 buah primer: RUT1 (5’-ccctggac gtctacaat), RUT2 (5’-ggtgcgggaa), IDT36 (5’ccattcccca), IDT45 (5’-tggcgcagtg), dan IDT 48 (5’-acgccagagg). Primer IDT36 tidak menghasilkan pita-pita DNA yang dapat dianalisis pada sampel dari Malang dan Asembagus, karenanya primer ini tidak disertakan pada reaksi PCR selanjutnya untuk sampel dari Cianjur. Reaksi dilakukan pada volume 27,5 μl dengan menggunakan 22,5 μl Platinum PCR Supermix (Invitrogen), 3 μl 5pmol/μl primer RAPD, dan 2 μl 2ng/μl DNA. Amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR PTC-100 (MJ Research) dengan denaturasi awal pada 94oC selama 3 menit dilanjutkan dengan 45 siklus: denaturasi 94oC 45 detik, penempelan 36oC 1 menit, dan pemanjangan 72oC 2 menit. Amplifikasi diakhiri dengan pemanjangan akhir pada 72oC selama 8 menit. Hasil PCR disimpan pada suhu -20oC hingga dielek-
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
troforesis pada 1,4% Agarosa TBE (Tris Borat EDTA) pada tegangan 3V/cm selama 2 jam. Pita-pita hasil amplifikasi divisualisasikan dengan perendaman dalam larutan ethidium bromida dan pemendaran di bawah sinar UV untuk kemudian direkam dalam foto Polaroid. Tiap pita DNA yang muncul dari hasil reaksi RAPD-PCR diskor secara visual keberadaannya dan dikelompokkan berdasarkan berat molekulnya dengan rujukan penanda berat molekul 100 bp DNA Ladder yang diikutsertakan dalam tiap gel. Dengan adanya penanda berat molekul ini, pita-pita DNA dari gel atau hasil reaksi RAPD-PCR yang berbeda dapat dibandingkan. Setiap pita DNA yang mempunyai ukuran berbeda dianggap sebagai satu lokus tersendiri. Dari skoring ini dibuat tabel 1/0 yang menunjukkan ada atau tidaknya pita DNA atau lokus tertentu dari setiap sampel. Data ini kemudian dipakai sebagai masukan bagi program RAPDFST, WinAMOVA, dan NtsysPC untuk menentukan masing-masing indeks fiksasi (FST) serta laju migrasi (Nm), komponen varian genetik, dan dendogram kekerabatan molekuler. Di samping itu juga dicoba menganalisis distribusi FST dari masing-masing lokus hasil RAPD dari populasi Malang, Asembagus, dan Cianjur dan analisis Nm dan FST (GST) dengan program POPGENE 3.2. Selanjutnya didasarkan ada atau tidak adanya pita DNA teramplifikasi dianalisis laju migrasi, struktur populasi dan in breeding coefficient. Data dari empat primer dijadikan satu dan dianalisis dengan NTSys untuk mengetahui jarak genetik antar sampel. Sebagai alat bantu visualasi
program Freetree digunakan untuk menghasilkan dendogram. Analisis pengelompokan populasi (population subdivision) serta penghitungan laju migrasi dilakukan mengikuti metoda Vaughn dan Antolin (1998). Koefisien seperti FST (Fixation Index), dan effective migration rate (Nm) diukur berdasarkan rumus dalam Hartl (1988) dengan menggunakan program RAPDFST dan POPGENE 3.2. Koefisien seperti GST (Fixation Index), dan effective migration rate (Nm) diukur berdasarkan rumus dalam Nei (1987) dengan menggunakan program POPGENE 3.2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 55 lokus atau pita DNA dengan ukuran berbeda dapat diskor dari hasil reaksi RAPD-PCR menggunakan empat primer atas 31 isofemale line. Jumlah lokus sebanyak ini sudah cukup untuk menghasilkan analisis genetik atas populasi T’oidea armigera dari 3 kota ini. Di dalam RAPD, pita DNA yang muncul berlaku sebagai marka dominan karena tidak bisa membedakan apakah pita tersebut berasal dari individu heterozygot atau homozygot. Individu yang homozygot resesif dalam suatu alel tidak akan menghasilkan pita DNA. Karena itulah dalam analisis RAPD ada beberapa anggapan yang dilakukan: tiap pita berlaku sebagai alel dominan yang bersegregasi menurut hukum Mendel, frekuensi genotipe (alel) mengikuti kesetimbangan Hardy-Weinberg, dan setiap pita DNA, ada atau tidaknya dalam tiap sampel menunjukkan keadaan alel yang identik. Dengan anggapan inilah beberapa indeks atau paramater genetika populasi dapat diperkirakan.
115
H ASIL PENELITIAN 2003
Nilai GST dan Nm dapat dilihat pada Tabel III.84. Terlihat bahwa nilai rata-rata yang diperoleh untuk tiap lokasi tidak terlalu jauh berbeda. Nilai GST lebih dari nol menunjukkan bahwa subpopulasi mengalami isolasi reproduksi atau dengan kata lain, tidak banyak terjadi pertukaran materi genetik antar subpopulasi. Karena itulah nilai laju migrasi (Nm) yang diperoleh juga relatif kecil antara 1,1 untuk semua populasi. Hal ini menunjukkan bahwa T. armigera tidak menyebar dengan cepat. Hubungan Kekerabatan antar populasi T’oidea armigera Berdasarkan Kemiripan Karakter Molekuler Dengan laju migrasi yang diperkirakan rendah, maka dapat diharapkan bahwa
populasi-populasi dalam satu kota akan mempunyai kesamaan genetik yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan populasi dari kota lain. Namun, sebagaimana terlihat di dalam dendogram yang menunjukkan pengelompokan berdasarkan kesamaan genetik, terdapat beberapa populasi yang keluar dari kelompok asal kotanya atau bahkan terlihat lebih mengelompok dengan populasi dari kota lain (Gambar III.26). Hal ini terutama terlihat pada populasi dari Malang dan Asembagus di mana populasi Malang yang dikumpulkan dari tanaman kapas mengelompok pada kelompok yang sama dengan populasi Asembagus yang juga dikumpulkan dari tanaman kapas. Dari Gambar III.26 ini juga terlihat jelas pengelompokan populasi
Tabel III.84. Analisis indeks fixasi (GST) dan laju migrasi (Nm) berdasarkan POPGENE 3.2. Populasi Malang Asembagus Cianjur Semua
Sampel
Jumlah lokus polimorfik
Lokus polimorfik (%)
Gst
Nm (Gst)*
8 10 13 31
32 27 40 52
60,38 50,94 75,47 98,11
0,3909 0,3063 0,3595 0,2985
0,7792 1,1325 0,8907 1,175
Nm = estimasi gene flow dari Gst, Nm = 0,5 (1-Gst)/Gst mlg.mkjj mlg.mkjk asm.akkp asm.akmk asm.ajmj gir.nyld gir.gas1 gir.gas2 0,50
0,60
0,70
0,80 Koefisien
0,90
1,00
Gambar III.26. Dendogram UPGMA berdasarkan Nei”s Unbiased Genetik Identity
116
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Jawa Timur (antara Malang/jagung dan Asembagus/jagung serta secara keseluruhan populasi Jawa Timur dan Jawa Barat. Dari Tabel III.84 terlihat bahwa berdasarkan profil pita RAPD yang dihasilkan, terdapat keragaman dalam persentase pita polimorfik dari populasi T. armigera dari tiap kota. Persentase polimorfisme tertinggi terlihat pada populasi Cianjur, yang mungkin menunjukkan keragaman genetik Trichogramma di daerah tersebut yang relatif lebih tinggi dari kota yang lain. Nilai Gst dan Nm yang dihasilkan dari program POPGENE 3.2 tidak jauh berbeda dengan nilai yang dihasilkan dari program RAPDFST. Keduanya menunjukkan laju migrasi yang relatif rendah dari semua populasi T. armigera. Gambar III.26 menunjukkan pengelompokkan populasi T. armigera berdasarkan kesamaan genetik. Terlihat bahwa populasi dari Cianjur (NYLD, GAS1, dan GAS2) membentuk kelompok tersendiri yang terpisah dari kelompok populasi Malang dan Asembagus. Kelompok yang terakhir ini terlihat terbagi menjadi dua: satu kelompok melingkupi semua populasi Asembagus dengan tambahan populasi Malang (MKJK). Sementara itu, populasi Malang lainnya (MKJJ) terlihat membentuk kelompok tersendiri. Hasil ini bersesuaian dengan dendogram pengelompokan isofemale line sebelumnya, di mana 3 dari 4 isofemale line populasi Malang-MKJJ terlihat membentuk satu kelompok tersendiri. Adanya pencampuran antara kelompok populasi Malang dan Asembagus sepertinya bertentangan dengan hasil perkiraan laju migrasi yang kecil. Dengan laju
migrasi yang kecil diharapkan kecil pula pertukaran materi genetik antar kelompok populasi yang dipisahkan oleh jarak geografis yang relatif jauh seperti antara Malang dan Asembagus. Tetapi dendogram memperlihatkan adanya kelompok populasi Malang yang sepertinya berkerabatan secara genetik dengan kelompok populasi Asembagus. Hasil ini masih perlu dikonfirmasi dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi serta konfirmasi status spesies yang diuji. Uji Kebugaran Dari tiap-tiap populasi stok parasitoid diambil 40 betina yang baru muncul. Betina tersebut dibiarkan berkopulasi dan kemudian dimasukkan dalam 40 tabung reaksi (3 cm x 15 cm) yang berbeda. Tiap hari betina dibiarkan memarasit ±70 telur H. armigera pada pias-pias karton berukuran 1 cm x 10 cm. Setiap hari pias diganti dengan yang baru, sedangkan yang telah diparasit dimasukkan ke dalam tabung baru dan disimpan pada suhu ruang hingga muncul imago baru. Imago parasitoid diberi pakan madu 10% yang dioleskan pada kapas. Imago betina dibiarkan memarasit hingga mati, kemudian dibedah pada bagian abdomennya untuk mengetahui jumlah telur yang masih tersisa dalam ovari. Pengamatan yang dilakukan adalah terhadap kemampuan parasitisasi selama 24 jam, lama perkembangan, lama hidup, keperidian, laju pemunculan imago baru (emergence rate), sisa telur di dalam ovari, ukuran sayap, bentuk sayap, persentase laju survival, nisbah betina cacat, dan nisbah kelamin. Populasi parasitoid yang di-
117
H ASIL PENELITIAN 2003
gunakan dalam percobaan ini ialah 7 populasi parasitoid T. armigera yang dikoleksi dari Jawa Barat. Beberapa ciri kebugaran yang dilihat dalam percobaan ini antara lain kemampuan parasitisasi, produksi telur, masa reproduksi, lama hidup, sampai pada keperidian dan persentase betina yang dihasilkan. Uji kebugaran secara keseluruhan dilakukan pada populasi Ciawi 2b, Ciawi2c, SB1a, (dikoleksi dari Bogor), Ci2a, Ci2b, Ci1a, gas4a (dikoleksi dari Cianjur). Enam populasi (Ciawi 2b, Ciawi2c, Ci2a, Ci2b, Ci1a, gas4a) diuji pada inang C. cephalonica, dan lima populasi (Ciawi 2b, Ciawi2c, SB1a, Ci2a, Ci2b) diujikan pada inang H armigera. Secara terperinci, ciriciri kebugaran dari 7 populasi tersebut diuraikan dalam subbab di bawah ini. Parasitisasi, Produksi Telur, Masa Reproduksi, dan Lama Hidup Kemampuan parasitisasi 7 populasi dari Jawa Barat baik yang dibiakkan pada inang C. cephalonica maupun H armigera secara statistik menunjukkan adanya perbedaan (analisis ANOVA P = 0,0029 pada inang C. cephalonica, dan P = 0,0186 pada inang H armigera). Terlihat populasi Ci2a memiliki kemampuan parasitisasi yang lebih tinggi dibandingkan yang lain baik dibiakkan pada inang C. cephalonica maupun pada H. armigera, sedangkan populasi gas4a yang hanya diujikan pada inang C. cephalonica, dan populasi SB1a menunjukkan tingkat parasitisasi yang rendah. Populasi lainnya, ternyata menunjukkan trend yang sama baik pada inang C. cephalonica maupun pada inang H. armigera.
118
Produksi telur dari populasi T’oidea armigera baik yang diperbanyak di C. cephalonica dan H. armigera dapat dilihat pada Gambar III.27 dan III.28. Dalam kaitannya dengan produksi telur terlihat bahwa produksi telur parasitoid yang dikembangkan pada inang H. armigera umumnya mengikuti parasitisasi dan tidak menunjukkan adanya perbedaan antar populasi (P = 0,2866). Namun demikian, beberapa populasi yang dikembangkan pada C. cephalonica, tidak menunjukkan adanya korelasi positif dengan parasitisasi. Ini terjadi pada populasi Ciawi2b dan Ciawi2c di mana kemampuan parasitisasi yang tinggi pada populasi Ciawi2c ternyata produksi telurnya justru paling rendah (Gambar III.27). Lama hidup populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang diperbanyak pada C. cephalonica dan H. armigera dapat dilihat pada Gambar III.29 dan III.30, sedangkan lama hidupnya dapat dilihat pada Gambar III.31 dan III.32. Fluktuasi ternyata juga terjadi pada lama masa reproduksi telur dan lama hidup, tetapi ini hanya terjadi pada populasi yang dikembangkan pada inang C. cephalonica, sedangkan pada inang H. armigera, lama hidup dan masa reproduksi untuk semua populasi ternyata tidak jauh berbeda. Ini bisa dilihat dari hasil ANOVA dengan nilai P = 0,6991 (untuk lama hidup) dan P = 0,2517 (untuk lama masa reproduksi) yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antar populasi. Populasi yang dikembangkan pada inang C. cephalonica menunjukkan keragaman yang tinggi dalam konteks lama masa reproduksi dan lama hidup (P = 0,000). Umumnya parasitoid yang berkem-
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Produksi telur (butir)
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Ciawi2b
Ciawi2c
Ci2a
Ci2b
Bogor
Ci1a
gas4a
Cianjur Populasi
Gambar III.27. Produksi telur 6 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat terhadap inang C. cephalonica
Produksi telur (butir)
30 25 20 15 10 5 0 -5
Ciawi2b
Ciawi2c Bogor
Ci1a
Ci2a
Ci2b Cianjur
Populasi Gambar III.28. Produksi telur 5 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat terhadap inang H. armigera
bang dari inang H. armigera mampu terus berproduksi dari 2-4 hari (lama hidup 4-6 hari), sedangkan populasi yang berkembang dari inang C. cephalonica mampu memproduksi telur dari 2 sampai 5 hari (lama hidup 2-6 hari). Populasi Ci2a merupakan populasi yang cukup stabil dan tidak mengalami fluktuasi baik dari parasitisasi, produksi telur, dan masa reproduksi seperti yang terjadi pada populasi Ciawi2b, Ciawi2c, Ci2a, Ci2b, Ci1a, dan gas4a.
Keperidian, Keberhasilan Hidup, dan Persentase Betina Keperidian semua populasi parasitoid yang dikembangkan pada inang H. Armigera terlihat tidak berbeda (P = 0,1866), namun demikian pada populasi yang dikembangkan pada inang C. cephalonica tampak sangat beragam (P = 0,000). Populasi Ci2a merupakan populasi yang memiliki keperidian sangat tinggi dibandingkan populasi lainnya baik pada inang H. armigera maupun inang C. cephalonica (Gambar III.33 dan III.34). Keberhasilan hidup semua populasi parasitoid baik pada inang H. armigera maupun C. cephalonica
119
H ASIL PENELITIAN 2003
Lama masa reproduksi
7 6 5 4 3 2 1 0
Ciawi2b
Ciawi2c
Ci2a
Ci2b
Bogor
Ci1a
gas4a
Cianjur Populasi
Gambar III.29. Lama masa reproduksi 6 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang C. cephalonica
Lama masa reproduksi
7 6 5 4 3 2 1 0
Ciawi2b
Ciawi2c Bogor
Ci1a
Ci2a
Ci2b Cianjur
Populasi Gambar III.30. Lama masa reproduksi 5 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang H. armigera
umumnya cukup tinggi dan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar populasi (P = 0,3672 pada C. cephalonica, dan P = 0,3458 pada H. armigera). Meskipun populasi Ci2a memiliki ciri-ciri kebugaran paling bagus seperti telah diuraikan, tetapi pada aspek persentase betina yang dihasilkan, ternyata populasi ini justru menunjuk pada angka yang paling rendah dibandingkan dengan populasi lainnya (Gambar III.35), sebaliknya populasi gas4a yang umumnya memiliki keperidian, produksi telur, dan lama hidup rendah justru menghasilkan persentase betina yang
120
tinggi. Dalam konteks tersebut, terlihat bahwa setiap populasi memiliki strategi yang berbeda-beda dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Populasi Ci2a yang memiliki produksi telur melimpah, serta lama hidup yang panjang ternyata justru persentase betina yang dihasilkan rendah, sebaliknya populasi gas4a yang memiliki produksi telur rendah, presentase betina yang dihasilkan paling tinggi. Padahal betinalah yang paling berperan di alam dalam mempertahankan keberadaan populasinya.
Lama hidup
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
8 7 6 5 4 3 2 1 0
Ciawi2b
Ciawi2c
Ci2a
Ci2b
Bogor
Ci1a
gas4a
Cianjur Populasi
Lama masa reproduksi
Gambar III.31. Lama hidup 6 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang C. cephalonica 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Ciawi2c
Ciawi2b
SB1a
Ci2a
Bogor
Ci2b
Cianjur Populasi
Gambar III.32. Lama hidup 5 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang H. armigera 80 Total produksi telur
70 60 50 40 30 20 10 0
Ciawi2b
Ciawi2c
Ci2a
Ci2b
Bogor
Ci1a
gas4a
Cianjur Populasi
Gambar III.33. Keperidian 6 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang C. cephalonica
121
H ASIL PENELITIAN 2003
Total produksi telur
30 25 20 15 10 5 0 Ciawi2b
Ciawi2c Bogor
Sb1a
Ci2a
Ci2b Cianjur
Populasi
Gambar III.34. Keperidian 5 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang H. armigera 120
Persentase
100 80 60 40 20 Ciawi2b Ciawi2c Ci2a
Ci2b
Bogor
Ci1a
gas4a
Cianjur Populasi
Gambar III.35. Persentase betina yang dihasilkan dari 6 populasi T’oidea armigera dari Jawa Barat yang dipelihara pada inang C. cephalonica
Hubungan antara Jenis Inang, Populasi, dan Morfometri Parasitoid Berdasarkan hasil pengukuran morfometri (lebar kepala, panjang tibia, dan rentang sayap) terlihat bahwa ukuran rentang sayap umumnya tidak berbeda untuk semua populasi yang dikembangkan baik pada inang H. armigera maupun C. cephalonica. Perbedaan terlihat pada lebar kapsul kepala dan panjang tibia. Dari 6 populasi yang diuji pada inang C. cephalonica tampak bahwa populasi gas4a memiliki ciri-ciri keragaan paling baik dibandingkan 5 populasi lainnya yang juga dikembangkan pada inang C. cephalonica. Analisis
122
ANOVA memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan dari morfometri antar populasi parasitoid. Pada inang H. armigera populasi Ci2a memiliki ciri-ciri keragaan yang lebih baik dibandingkan 4 populasi lainnya. Dari Hasil analisis ANOVA, tampak bahwa jenis inang tidak mempengaruhi ukuran sayap (P = 0,6051), panjang tibia (P = 0,1039), dan lebar kapsul kepala (P = 0,0533) parasitoid. Jadi dalam kaitannya dengan morfometri parasitoid, pembiakan massal di laboratorium dapat menggunakan dua jenis inang seperti disebutkan. Perbedaan morfometri lebih dipengaruhi oleh perbedaan populasi. Secara umum
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
terlihat bahwa populasi C2a, gas4a, SB1a merupakan populasi parasitoid yang memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan populasi lainnya. Hubungan antara Morfometri dan Ciri Kebugaran Parasitoid Berdasarkan analisis morfometri populasi parasitoid tampak bahwa populasi C2a, gas4a, SB1a umumnya relatif lebih besar dibandingkan populasi lainnya. Dalam kaitannya dengan ciri kebugaran parasitoid tampak di sini ada suatu korelasi antara ciri kebugaran dengan keragaan parasitoid. Parasitoid yang memiliki ukuran besar seperti Ci2a ternyata juga diikuti dengan ciri-ciri kebugaran yang unggul. Untuk populasi gas4a dan SB1a, walaupun pada beberapa ciri kebugaran tampak tidak begitu bagus, tetapi dalam konteks persentase betina yang dihasilkan justru paling tinggi dibandingkan dengan yang lain. Implikasi Sifat Kebugaran dan Morfometri pada Pengendalian Hayati Dalam pengendalian hayati dengan memanfaatkan parasitoid, keberhasilan program ini sangat tergantung pada kinerja parasitoid. Kinerja parasitoid ini sebenarnya dapat diukur dengan mendasarkan pada ciri kebugaran dan keragaan parasitoid. Parasitoid yang memiliki kebugaran yang baik, misalnya kemampuan prasitisasi, produksi telur, keperidian, dan lama hidup adalah parasitoid yang sangat cocok digunakan sebagai agen pengendalian hayati di lapang. Namun demikian, hal ini tidaklah cukup, karena kinerja parasitoid di lapang juga sangat dipengaruhi oleh morfometri-
nya. Ukuran tubuhnya sangat menentukan kemampuan parasitoid dalam pemencaran, pencarian makanan dan inang. Oleh karena itu, parasitoid yang akan kita lepaskan hendaknya juga ditunjang dengan sifat-sifat tersebut. Dalam penelitian ini tampak bahwa populasi Ci2a merupakan parasitoid yang dapat dijadikan kandidat sebagai agen pengendalian hayati. Namun demikian, pengendalian hayati ini seharusnya tidak hanya melibatkan satu populasi parasitoid saja, karena dari hasil penelitian ini tampak bahwa tidak ada populasi parasitoid yang memiliki kesempurnaan di semua lini. Jadi dalam hal ini, misalnya kita bisa juga mempersiapkan populasi gas4a dan SB1a sebagai parasitoid pendamping, karena dari segi keragaan dan persentase betina yang dihasilkan bisa diandalkan. KONSERVASI DAN KARAKTERISASI GENETIK MIKROBA PERTANIAN Tim Peneliti Karden Mulya, Dwi N. Susilowati, Erni Yuniarti, Rasti Saraswati, R.D.M. Simanungkalit, M. Machmud, Sutrisno, Ifa Manzila, Ratih D. Hastuti, Rosmimik, Dyah Manohara, Haeni Purwanti, M. Sudjadi, dan Lukman Gunarto
Mikroba terlibat dalam proses pertanian sejak dari proses produksi hingga penanganan limbah pertanian dan pembersihan lahan dari kontaminan senyawa berbahaya yang tidak saja memberikan keuntungan terhadap produksi pertanian tetapi juga lingkungan. Pengetahuan terhadap keanekaragaman mikroba Indonesia masih sangat terbatas seperti umumnya negara-negara berkembang lainnya. Pada-
123
H ASIL PENELITIAN 2003
hal ekosistem di mana mikroba berada senantiasa berubah baik sebagai konsekuensi dari upaya manusia atau kejadian alam dan perubahan ini menyebabkan perubahan anekaragam mikroba. Konservasi mikroba tidak dapat terlepas dari karakterisasi, evaluasi, dan pengelolaan database yang menjadi tulang punggung dalam bioprospeksi. Karakterisasi dan evaluasi mikroba dalam kultur koleksi akan lebih memiliki nilai yang berarti apabila dikaitkan dengan kegunaan, status dari koleksi yang ada, dan program lain yang terkait, seperti efisiensi pupuk, perakitan varietas tahan, pengendalian hayati, dan bioproses. Keragaman virulensi dari patogen tanaman tidak saja menentukan strategi pengendaliannya namun strategi pemuliaannya. Phytopthora capsici merupakan salah satu kendala utama dalam pengembangan tanaman lada (Piper nigrum L.) dan cabe (Capsicum annuum). Patogen tular tanah ini memiliki keragaman sifat patogenisitas yang luas. Di samping itu, P. capsici asal lada telah diketahui terdapat
dua kelompok seksual (mating type) A1 dan A2 yang masing-masing memiliki sifat patogenisitas yang berbeda. Sehingga, potensi untuk terbentuknya strain-strain baru sebagai akibat segregasi sangat tinggi. Untuk itu, seleksi varietas resisten dengan memperhatikan struktur populasi yang ada lebih memungkinkan untuk memperoleh varietas yang cukup stabil. Koleksi Mikroba Eksplorasi yang dilakukan terdiri atas (1) pengumpulan contoh tanaman dan tanah, (2) isolasi mikroba, dan (3) pemurnian mikroba. Dari contoh tanaman dikoleksi jamur patogen tergolong pada keluarga Alternaria, Fusarium, Colletotrichum, dan Phytophthora. Dari contoh tanah diisolasi bakteri yang dapat mendegradasi khitin. Penambahan koleksi mikroba terdiri atas deposit kolektor dari kelompok kerja Balitbiogen dan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) (Tabel III.85). Deposit tersebut terdiri atas 32 jamur pato-
Tabel III.85. Deposit kultur mikroba pertanian Jenis mikroba
Asal
Phytopthora capsici Leonian P. capsici Leonian Ralstonia solanacearum Blood Disease Bacteria Fusarium oxysporum Rhizobium Azospirillium sp. Endofitik Pseudomonas syringae Filosper Pelarut P Bioremidiasi
Lada Terong Takokak Pisang Terung Tanah Tanah
Total
Kedelai Tanah Tanah
Jumlah Kurator 30 1 1 20 1 28 10 7 27 3 1 16
DM, Balittro KM, Balitbiogen KM, Balitbiogen S, Balittro Balittro RS, Balitbiogen LG, Balitbiogen RS, Balitbiogen MM, Balitbiogen RS, Balitbiogen RS, Balitbiogen RS, Balitbiogen
145
DM = Dyah Manohara, KM = Karden Mulya, S = Supriadi, MM = Muhammad Machmud, RS = Rasti Saraswati, LG = Lukman Gunarto
124
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
genik, 48 bakteri patogenik, 38 bakteri penambat N, 7 bakteri endofit, 3 bakteri filosfer, 1 bakteri pelarut P, dan 16 bakteri remidiasi. Koleksi tersebut merupakan koleksi dasar yang pemakaiannya membutuhkan persetujuan kolektor, kecuali untuk Ralstonia solanacearum T926 dan Phytophthora capsici Eg01 merupakan koleksi aktif. Penambahan koleksi juga diperoleh dari hasil isolasi contoh asal lapang. Contoh yang dikumpulkan berupa tanaman atau tanah. Hasil isolasi berupa jamur patogenik (Phytophthora sp., P. capsici, Colletotrichum sp., dan Alternaria crussipes), bakteri endofit dan bakteri perombak khitin. Jamur patogenik umumnya diisolasi dari tanaman sayuran sedangkan bakteri perombak khitin diisolasi dari tanah (Tabel III.86). Peran keanekaragaman terhadap proses ekosistem mendapat banyak perhatian sejalan dengan tumbuhnya kekhawatiran punah keanekaragaman hayati. Namun, pemahaman terhadap fungsi dari masingmasing jenis dalam suatu ekosistem masih belum banyak diketahui, terutama mikro-
ba. Untuk menjaga kelestarian mikroba tersebut dibutuhkan peran konservasi, yaitu kultur koleksi yang merupakan perpustakaan mikroba yang sekaligus menjamin stabilitas genetik dari pustakanya. Karakterisasi Keragaman Tipe Mating dan Patogenisitas Phytophthora capsici Isolat P. capsici yang digunakan pada penelitian ini merupakan isolat dari Kultur Koleksi Isolat Balittro dan Kultur Koleksi Isolat Balitbiogen. Penelitian meliputi kegiatan (1) meneliti pola tumbuh P. capsici dari sumber inang yang berbeda, (2) tipe mating, (3) dimensi ukuran sporangium dan oospora, (4) patogenisitas, (5) persilangan antara isolat asal lada dan terong untuk memproduksi populasi F1 sebagai bahan analisis genetik. Pola pertumbuhan P. capsici pada media V-8 juice diamati mulai 1 hari setelah inkubasi sampai dengan 5 hari setelah inkubasi. Gambar III.36 memperlihatkan ratarata diameter tumbuh 23 isolat P. capsici asal lada dan terong. Pada 5 hari setelah inkubasi, pertumbuhan jamur asal tanaman lada telah memenuhi permukaan ca-
Tabel III.86. Mikroba hasil eksplorasi Jenis Patogen tanaman Phytopthora capsici Alternaria crussipes Phytopthora sp. Colletotrichum sp. Non patogen Bakteri perombak khitin Bakteri endofit Total
Asal
Jumlah
Kolektor
Terong, Cipanas Kubis, Cipanas Kubis, Cipanas Cabe, Bogor, Cianjur
10 3 1 6
KM KM KM KM
Jawa Tengah, Bali Padi, Lampung, Jawa Barat
32 32
KM DS, EY, RS, R
84
KM = Karden Mulya, DS = Dwi N. Susilowati; EY = Erni Yuliarti, RS = Rasti Saraswati, R = Rosmimik
125
H ASIL PENELITIAN 2003
wan petri, sedangkan isolat asal tanaman terong tumbuh lebih lamban. Namun, pembentukan sporangium pada kedua kelompok isolat ini terjadi pada hari keenam. Hasil pengukuran diameter sporangium menunjukkan bahwa panjang sporangium berkisar antara 10-13 μm dan lebar sporangium berkisar antara 5-6 μm. Ukuran sporangium isolat lada dan isolat terong tidak berbeda nyata (Tabel III.87).
Ukuran dan nisbah sporangium merupakan salah satu di antara kunci penting dalam taksonomi Phytopthora. Tidak adanya perbedaan nilai tersebut mendukung hasil identifikasi sebelumnya bawa jamur yang menyebabkan busuk buah terong adalah P. capsici Leonian. Hasil pengujian tipe mating menunjukkan bahwa dari 11 isolat P. capsici asal terong, 10 di antaranya termasuk tipe mating
9 Diameter koloni (cm)
8 7 6 5 4 3 2 1 0
1
2 3 Hari setelah inkubasi
4
5
Warna gelap = isolat terong, warna terang = isolat lada Gambar III.36. Pertumbuhan 23 isolat Phytophthora capsici Leonian pada media agar V8 bening Tabel III.87. Dimensi sporangium P. capsici asal lada dan terong Isolat B48 B53 B37 B41 B35 B57 Eg7 Eg1 Eg5 Eg9
Sporangium
Asal Lada Lada Lada Lada Lada Lada Terong Terong Terong Terong
L*
B**
L : B***
10,77+1,48 10,78+1,78 12,40+1,81 11,73+2,71 10,93+1,51 12,03+1,67 10,97+1,43 12,76+1,50 11,77+1,50 11,07+1,54
5,05+0,63 5,65+0,99 6,13+1,11 5,90+1,56 5,72+0,99 5,58+0,81 6,15+0,78 6,13+0,68 6,25+0,78 5,95+0,78
2,15 1,94 2,06 2,30 1,70 2,15 2,12 2,08 1,88 1,86
* L = panjang (µm), ** B = lebar (µm), *** L : B = nisbah panjang : lebar. Nilai rata-rata dari pengukuran 30 sporangium untuk masing-masing isolat
126
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
A1. Tipe mating ini juga merupakan tipe mating yang umumnya ditemukan pada isolat P. capsici asal lada yang dikoleksi dari Bangka (Tabel III.88). Distribusi tipe mating baik isolat P. capsici asal lada maupun terong didominasi oleh tipe mating A1. Hasil penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa tipe mating P. infestans hanya ada satu jenis. P. capsici termasuk jamur yang bersifat heterotalik. Dua tipe mating yang berbeda dapat melakukan ”perkawinan” dan membentuk populasi baru. Marga Phytophthora menunjukkan variasi fenotifik yang sangat luas. Variasi tersebut menunjukkan adanya ketidakstabilan genom. Ketidakstabilan genom tersebut dapat terjadi karena rekombinasi mitotik atau penyisipan gen. Tingkat rekombinasi mitotik yang tinggi ditemukan pada P. sojae. Di lapang, keberadaan dua tipe kawin yang berbeda memacu kemungkinan terjadinya segregasi sifat yang ada. Sifat patogenisitas isolat lada dan terong diuji silang pada kedua inang asalnya. Hasil uji inokulasi menunjukkan bahwa
isolat yang berasal dari tanaman terong dan tanaman lada menimbulkan sakit (busuk buah atau bercak daun) pada daun lada atau buah terong. Pada inokulasi pertama digunakan potongan biakan isolat pada media agar. Dengan demikian, kuantifikasi agresivitas melalui pengujian ini tidak dapat ditunjukkan dengan tepat mengingat jumlah inokulum tidak dapat dihitung. Untuk mengetahui agresivitas, percobaan dilanjutkan dengan menggunakan suspensi zoospora sebagai pengganti potongan biakan isolat. Pada percobaan ini digunakan isolat N2 dan daun lada varietas LDL. Hasil menunjukkan bahwa gejala masih bisa dihasilkan pada infeksi dengan tingkat kepekatan 3400 zoospora per tempat infeksi dalam bentuk bintik-bintik hitam (Tabel III.89). Pengulangan pengujian pada kisaran kepadatan zoospora 3.300-4.400 akan dilakukan untuk mengkonfirmasi pengujian pertama. Untuk melakukan analisis penurunan sifat pada P. capsici, dibutuhkan upaya pembentukan populasi hibrid. Perkawinan antara dua tipe mating A1 (N2) dan A2 (N4)
Tabel III.88. Distribusi tipe mating P. capsici Inang
Asal
Lada Terong
Bangka Jawa Barat
Jumlah isolat Tipe mating A1
Tipe mating A2
13 10
5 1
Tabel III.89. Penentuan konsentrasi minimum zoospora P. capsici N2 untuk menimbulkan gejala pada daun lada varietas LDL Konsentrasi zoospora tiap titik infeksi Gejala 100.000-132.000 48.000-82.000 3.300-4.400
Bercak muncul dalam 48 jam Bercak muncul dalam 48 jam Bintik-bintik bercak muncul dalam 48 jam
127
H ASIL PENELITIAN 2003
digunakan sebagai model untuk memperoleh kondisi optimum dalam persilangan antar tipe mating P. capsici. Ketika kedua isolat ditumbuhkan secara berpasangan, oospora terbentuk pada hari kelima pada kondisi gelap suhu 20oC Persilangan antara isolat N2 asal lada dan isolat Eg01 asal terong menunjukkan hasil yang sama. Pemeliharaan dan Penyimpanan Mikroba Pemeliharaan mikroba yang direncanakan meliputi pemeliharaan dalam bentuk (1) kering beku, (2) gliserol 50%, (3) minyak mineral, (4) kultur agar, (5) silica gel, dan (6) kultur jaringan tanaman. Dari keenam bentuk penyimpanan, 4 bentuk penyimpanan, yaitu kering beku, penyimpanan dalam gliserol 50%, penyimpanan dalam minyak mineral, dan kultur agar telah dilakukan. Sedangkan penyimpanan pada kultur jaringan tanaman sedang dirintis. Namun penyimpanan dalam sillica gel untuk jamur tidak dapat dilakukan untuk
jenis jamur yang ada. Penyimpanan bakteri dalam bentuk kering beku hasil penyimpanan periode sebelum TA 2003 berjumlah 252 tabung dan penyimpanan kering beku pada periode TA 2003 berjumlah 450 tabung. Mikroba yang dipelihara pada kultur agar berupa jamur sedangkan yang disimpan pada bentuk kering beku adalah bakteri (Tabel III.90). Mikroba yang dipelihara beberapa di antaranya sudah diidentifikasi sedangkan sebagian besar belum teridentifikasi. Jamur yang sudah teridentifikasi antara lain Alternaria solani, A. crussipes, Colletotrichum spp., Phytophthora capsici, P. infestans, dan Phytopthora sp. Evaluasi Stabilitas Aktivitas Plasma Nutfah Mikroba Mikroba yang telah disimpan akan diperiksa viabilitas kembali. Rejuvenasi untuk isolat yang tidak disimpan dalam preservasi jangka panjang dilakukan rejuvenasi untuk mempertahankan kelestarian se-
Tabel III.90. Pemeliharaan dan penyimpanan mikroba Mikroba Phytopthora Phytopthora Alternaria Alternaria Pseudomonas Rhizobium Ralstonia Rhizobium Azospirillium Azospirillium Bakteri endofit Bakteri filosper Pelarut P Bioremidiasi Bioremidiasi Proteus vulgaris
128
Jumlah isolat Bentuk penyimpanan 23 14 17 2 27 28 8 19 10 8 7 3 1 16 16 1
Kultur agar, minyak mineral Kultur agar, minyak mineral Kultur agar Kultur agar Kering beku Kering beku Kering beku Kering beku Kering beku Kering beku Kering beku, kultur agar, gliserol 50% Kering beku, gliserol 50% Kering beku Kering beku, gliserol 50% Kering beku Kering beku
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
tiap tahun, sedangkan mikroba yang dipreservasi dalam bentuk ampul diperiksa viabilitasnya setiap 5 tahun. Pada tahun ini dilakukan evaluasi terhadap (1) viabilitas dan patogenisitas isolat Alternaria solani, (2) viabilitas dan patogenisitas P. capsici, dan (3) viabilitas dan virulensi Ralstonia solanacearum dan banana blood disease bacteria (BDB). Viabilitas A. solani diuji dengan menumbuhkan isolat pada media agar kentang dekstrosa, agar jagung, agar ekstrak malt, agar czapex dox, dan agar kentang wortel. Patogenisitas isolat diuji pada tanaman tomat varietas Xina (tahan terhadap Xanthomonas campestris dan nematoda), varietas Tropimech (tahan terhadap Verticilliumi dan Fusarium oxysporum race 1 dan 2), dan varietas Carioca (tahan terhadap bakteri layu) serta pada cabe varietas Jati Laba (peka terhadap layu bakteri). Uji patogenisitas dilakukan pada bibit tanaman berumur 1 bulan dengan cara menempelkan potongan kultur isolat pada daun (tanpa pelukaan) dan menempatkan tanaman dalam keadaan lembab selama 5 hari. Jamur P. capsici yang dievaluasi viabilitasnya dengan menumbuhkan isolat pada media agar V-8 juice. Kultur diinkubasi pada suhu 28oC dengan penyinaran terus menerus. Patogenisitas diuji pada daun lada varietas Lampung Daun Lebar (LDL) de-
ngan cara menempatkan potongan kultur di permukaan daun bagian bawah. Daun ditempatkan pada kotak plastik yang telah dilembabkan dan disimpan dalam keadaan gelap. Reisolasi patogen dilakukan dengan cara mengisolasinya dari daun yang bergejala. Evaluasi Stabilitas Aktivitas Plasma Nutfah Mikroba Viabilitas dan Patogenisitas Alternaria solani Isolat A. solani yang diuji viabilitasnya berjumlah 48 isolat (Tabel III.91). Dari 48 isolat, hanya 31 yang masih viabel sedangkan 17 isolat lainnya tidak dapat tumbuh lagi. Dari ke-31 isolat yang viabel rata-rata sudah terkontaminasi dengan bakteri. Pertumbuhan isolat patogenik pada empat media bervariasi dari isolat yang menunjukkan melanisasi media dan isolat yang tidak menunjukkan kemampuan melanisasi. Melanisasi media ditunjukkan dengan adanya perubahan warna kecoklatan atau kemerahan sekitar koloni jamur. Produksi melanin berkaitan dengan perkembangan konidia dan pertahanan jamur terhadap stres lingkungan seperti suhu yang ekstrim, radiasi sinar ultra violet, dan senyawa yang dihasilkan oleh antagonis. Pada pengujian ini beberapa isolat mensekresikan melanin pada media tumbuh.
Tabel III.91. Keragaan viabilitas dan patogenisitas koleksi A. solani Inang Tomat galur 1 Kentang galur Hps Tomat varietas Artaloka Total
Asal sampel
Jumlah isolat
Isolat viabel
Isolat patogenik
Daun Daun Buah
26 6 15
16 4 11
10 2 4
47
31
16
129
H ASIL PENELITIAN 2003
an yang dimiliki masing-masing varietas tersebut. Namun, dugaan ini masih memerlukan pengujian lebih lanjut.
Namun, umumnya tidak membentuk spora. Mutasi pada produksi melanin dan virulensi dilaporkan pada jamur Cochliobolus hesterostropus patogen hawar daun jagung. Diduga hal serupa terjadi pada koleksi A. solani. Hasil pengujian patogenisitas pada tanaman tomat dan cabe menunjukkan bahwa dari 31 isolat hanya 18 isolat yang masih mengkonservasi sifat patogenisitasnya. Beberapa isolat memiliki sifat patogenisitas yang berbeda terhadap inang yang diuji (Tabel III.92). Tomat yang digunakan dalam pengujian ini secara genetis memiliki perbedaan dalam hal ketahanan terhadap penyakit tertentu, varietas Xina tahan terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv vesicatoria, varietas Tropimech tahan terhadap Verticillium sp. dan Fusarium sp. sedangkan varietas Carioca tahan terhadap Fusarium sp. dan Stemphyllium sp. Perbedaan tanaman terhadap infeksi A. solani diduga ada kaitannya dengan sifat ketahan-
Alternaria umumnya merupakan saptofit, beberapa di antaranya berupa jamur parasit oportunistik. Identifikasi jamur ini didasarkan atas morfologi dari spora. Namun, klasifikasi ini sangat rumit karena adanya jamur Stemphyllium dan Ulocladium yang memiliki ciri-ciri spora yang mirip dengan Alternaria. Untuk itu, identifikasi Alternaria membutuhkan analisis rDNA. Viabilitas dan Patogenisitas Phytophthora capsici Viabilitas P. capsici diuji dengan cara menumbuhkan isolat pada media agar V-8 juice dan diinkubasi pada suhu ruang dengan pencahayaan terus menerus. Dari 53 isolat yang diuji, seluruhnya viabel dan 50 isolat masih mengkonservasi sifat patogenisitasnya (Tabel III.93).
Tabel III.92. Patogenisitas A. solani terhadap tiga varietas tomat dan cabe Inang penguji
Jumlah isolat patogenik
Tomat varietas Xina Tomat varietas Tropimech Tomat varietas Carioca Cabe varietas Jati Laba Tomat varietas Xina dan Tropimech Tomat varietas Xina, Carioca, dan Tropimech Tomat + cabe
16 16 17 8 15 15 7
Tabel III.93. Viabilitas dan patogenisitas koleksi Phytophthora capsici Jumlah isolat
Asal isolat
130
Asal
Viabel
Patogenik
Lada, Bangka Lada, Lampung Terong, Jawa Barat
22 20 11
22 20 11
20 19 11
Total
53
53
50
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Variabilitas pada Phytophthora diduga terjadi karena ketidakstabilan genom oleh penyisipan unsur transposon. Sekuens yang mirip dengan unsur transposon banyak ditemukan pada genom Phytophthora. Sekuens mirip Gypsy (kelas retrotransposase) dideteksi pada 29 spesies Phytopthora dengan jumlah copy antara 10 sampai 10.000 per genom. STUDI MIKROORGANISME ENDOFIT PENGHASIL ASAM INDOL ASETAT DAN PENAMBAT NITROGEN Tim Peneliti Rasti Saraswati, Ika Mariska, I Made Samudra, Ratih D. Hastuti, Tri Puji Prayitno, Dwi N. Susilowati, dan Elsanti
Mikroba endofit ialah mikroba yang hidup pada jaringan tanaman dan berinteraksi dengan tanaman yang ditumpanginya. Interaksi yang dilakukan dapat berupa hubungan saling ketergantungan yang sifatnya mutualistik, netral atau patogenetik. Mikrob endofit yang telah berhasil diisolasi terdiri atas golongan bakteri, khamir, dan kapang. Penemuan sejumlah populasi bakteri di bagian dalam jaringan korteks akar dan lapisan endodermis dari tanaman telah digunakan untuk menyokong perubahan dalam konsep rhizosfer, meliputi mikroba tanah yang mampu menembus akar tanaman. Mikroba endofit biasanya menghasilkan senyawa alami khusus, kadang-kadang sama persis dengan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Sebagai contoh, Taxomyces andreana, ditemukan pada pohon Taxus dikenal menghasilkan taxol
yang nyata berinteraksi dan bertukar informasi genetik antara inang dan mikroorganisme simbionnya. Dalam hal ini, fungi endofit berperan sebagai mesin tanaman untuk melawan simbion lainnya dan kemungkinan patogen lainnya. Senyawa aktif yang dihasilkan dapat bersifat memacu pertumbuhan tanaman dan melindungi tanaman. Beberapa mikroba endofit yang berhasil diisolasi dapat memproduksi enzim selulase ekstraselular dan hemiselulase, enzim ekstraseluler yang dapat melisis bakteria, auksin atau sitokinin, xylan, pektin, dan beberapa jenis antibiotik seperti streptomisin, neomisin, erithromisin, dan tetrasiklin. Namun demikian, masih banyak mikroorganisme di alam ini yang belum teridentifikasi, baik jenis maupun manfaatnya. Interaksi mikroorganisme endofit dan produksi metabolit sekundernya memberikan peluang pemanfaatan produk alami untuk kepentingan manusia. Berdasarkan pertimbangan adanya berbagai patogen yang masih menjadi salah satu kendala utama dalam budi daya tanaman, maka penelitian akan difokuskan untuk memperoleh inokulan endofit yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman melalui peningkatan daya tumbuh dan perlindungan tanaman. Pemanfaatan mikroba endofit yang mampu memacu pertumbuhan tanaman dan bersifat entomopatogenik atau mikroorganisme yang dapat menghambat mikroba patogen tanaman, diharapkan dapat menurunkan pemanfaatan produk kimia di pertanian. Diperolehnya mikroorba endofit yang mempunyai kemampuan menghasilkan zat pe-
131
H ASIL PENELITIAN 2003
macu tumbuh dan antimikroba serta anti serangga hama diharapkan dapat digunakan sebagai agensia potensial bagi pertumbuhan tanaman dan pengendalian hayati dalam sistem pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jenis mikroba endofit pemacu tumbuh dan penambat nitrogen yang mempunyai kemampuan melindungi tanaman dari hama dan penyakit, sehingga jenis mikroba ini dapat dikembangkan menjadi inokulan yang bermanfaat bagi pertanian berkelanjutan, di samping ditemukannya mikroba endofit dan/atau senyawa aktif baru bermanfaat bagi kehidupan manusia. Isolasi dan Seleksi Bakteri Endofit Padi Penambat N2 Isolasi bakteri diazotrof endofit dari jaringan tanaman padi yang dimodifikasi. Pengambilan sampel tanaman dilakukan di beberapan lokasi pertanaman padi sekitar Bogor (Ciomas, Leuwiliang, Parung, Rabak, Gobang, Muara, Sukadamai, dan Sindang Barang), Sukabumi (Parung Kuda, Cibadak, Caringin), Jawa Timur (Magetan, Ngawi), Kalimantan Selatan (Gambut). Hasil seleksi intensif isolat terhadap kemampuannya menambat N2 diperoleh 59 isolat. Pada medium JNFb, isolat bakteri endofit yang berhasil diisolasi menunjukkan reaksi yang berbeda. Beberapa isolat tidak merubah warna medium JNFb (pH 5,8) yang berwarna kuning, tetapi isolat yang lain merubah warna medium yang semula kuning menjadi hijau atau biru. Perubahan ini merupakan indikasi bahwa isolat tersebut menunjukkan reaksi basa
132
(alkali). Beberapa isolat mampu membentuk pelikel (kabut tipis) yang tampak jelas dan berada beberapa milimeter di bawah permukaan medium JNFb semi padat, tetapi beberapa isolat membentuk pelikel yang tampak kurang jelas dan berada pada permukaan medium JNFb semi padat. Adanya pelikel ini memberikan kondisi yang baik untuk aktivitas nitrogenase (penambatan N2). Hal ini disebabkan tidak ada kelebihan oksigen pada medium tersebut, karena laju difusi oksigen ke dalam medium sama dengan laju respirasi organisme. Pembentukan pelikel pada permukaan medium semisolid juga dijumpai pada percobaan Kirchhof et al. (1997) pada berbagai strain Herbaspirillum. Pada penelitian ini pengukuran kemampuan bakteri diazotrof endofit dalam menambat N didasarkan atas kemampuan enzim nitrogenase dalam mereduksi asetilen menjadi etilen. Etilen yang dilepaskan diukur menggunakan gas kromatografi. Asetilen digunakan sebagai substrat untuk menguji aktivitas enzim nitrogenase karena kurang toksik dan mudah tersedia. Nilai ARA yang diukur bervariasi antara 0,00142,683 μmol/jam /tabung (Tabel III.94). Dari hasil pengujian ini diperoleh 3 isolat yang mempunyai potensi menambat nitrogen tinggi, yaitu BCr 2.3 (1,9495 μmol/10g/jam), BCr 2.1 (1,277 μmol/10g/jam), dan APK 2.4 (2,683 μmol/10g/jam). Untuk mengetahui kemampuan mengekspresikan enzim nitrogenase, dipilih 8 isolat yang mewakili untuk uji autentikasi pada tanaman padi IR64. Isolat yang diuji autentikasi pada padi IR64 ialah BCR 1.2, BCR 2.1, BCr 2.3, BCbd 1.3, BLW 3.2, APK
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel III.94. Aktivitas reduksi asetilen dari bakteri endofit padi yang ditumbuhkan medium JNFb No.
Kode isolat
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
ABd 3.1 ABd 3.2 BBd 1.2 BBd 3.2 BBd 3.3 BCr 1.1 BCr 1.2 BCr1.3 BCr 2.1 BCr 2.2 BCr 2.3 BCr3.1 BCr 3.2 BCbd 1.2 BCbd 1.3 BCbd 1.4 BCbd 2.1 BCbd 2.2 BCbd 2.3 BCbd 2.4 BS III 3.1 BS III 3.2 BGb 2.1 BGb 2.2 PKms 1.2 PKms 3B.2 PKms 3B.3 BLw 2.1 BLw 2.2 BLw 3.1
Aktivitas reduksi asetilen (µmol/jam/tabung) 0,1334 0,0150 0,0188 1,2770 1,9495 0,0162 0,0014 0,0144 0,0116 0,0090 0,0690 0,0060 0,0124 0,0173 0,0110 0,0169 -
No.
Kode isolat
31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59.
BLw 3.2 PM 1.14 PM 2.1 PM 2.31 PM 2.32 PM 2.33 PM 2.34 PM 3.2 BNg 1.2 BPr 1.2.1 BPr 1.2.2 BPr 1.2.3 BPr 2.2 APk 1.2 APk 2.1 APk 2.3 APk 2.4 APk 3.1 APk 3.2 APk 3.3 BPk 1 BRb 2.1 BRb 2.2 BRb 3.1 BRb 3.2 APSD2.1 ASD2.2 C 2.3 C 2.4
Aktivitas reduksi asetilen (µmol/jam/tabung) 0,0134 0,0191 0,0164 0,0151 0,0161 0,0168 0,1210 0,0620 0,0170 0,0310 0,0127 0,3690 2,6830 0,0168 0,0206 0,0020 0,0104 0,0104 0,0154 0,0643 0,0158 0,0850
ABd = akar padi Bendo, PKMS = padi Kalsel, BCr = batang padi Caringin, APK = akar padi Parung Kuda, BCbd = batang padi Cibadak, PM = padi Muara, BGb = batang padi Gobang, BNg = batang padi Ngawi, BRb = batang padi Rabak, BBd = batang padi Bendo, BS = batang padi Ciomas, - = tidak ada aktivitas ARA, BPK = batang padi Parung Kuda, C = batang padi Cikarang, BLw = batang padi Leuwiliang, APSD = akar padi Sindang Barang
2.1, APK 2.4, dan BRb 2.2. Setelah tanaman berumur 30 hari setelah inokulasi (HSI) diamati aktivitas reduksi asetilennya menggunakan gas kromatografi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas reduksi asetilen dapat dideteksi pada batang dan akar tanaman padi. Isolat BCr 2.3 mampu mengekspresikan enzim nitrogenase di batang, APK 2.1 di akar, APK 2.4 di batang, BRb 2.2 di batang, dan BCr 2.1 di akar dan batang. Nilai ARA
dari masing-masing isolat pada jaringan tanaman padi dapat dilihat pada Tabel III.95. Isolat APK 2.1 yang diisolasi dari batang hanya mampu mengekspresikan enzim nitrogenase di akar saja dan sebaliknya isolat APK 2.4 yang diisolasi dari akar mampu mengekspresikan di batang. Hal ini menunjukkan bahwa isolat APK 2.4 setelah menginfeksi akar tanaman padi bergerak ke tajuk bersama aliran transpi-
133
H ASIL PENELITIAN 2003
Tabel III.95. Aktivitas reduksi asetilen bakteri diazotrof endofit yang diinokulasikan pada tanaman padi IR64 Kode isolat Kontrol APK 2.1 APK 2.4 BCbd 1.3 BCr 1.2 BCr 2.1 BCr 2.3 BLw 3.2 BRb 2.2
Aktivitas nitrogenase (µmol/jam/tanaman) Akar
Batang
Akar
Batang
0,0113 0,0156 -
0,0147 0,0159 0,0562 0,0052
+ + + + + +
+ + + + + + +
rasi, kemudian mengekspresikan enzim nitrogenase di batang. Setelah diisolasi kembali isolat bakteri yang diinokulasikan pada tanaman padi tersebut ternyata mampu tumbuh dan membentuk pelikel pada medium JNFb semisolid, namun aktivitas reduksi asetilennya pada jaringan tertentu tidak terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam jaringan tersebut bakteri tidak efektif menambat N2. Kolonisasi bakteri diazotrof endofit dalam jaringan akar tanaman padi yang dipelajari dengan menggunakan metode reduksi tetrazolium tampak berwarna merah tua atau ungu dan beberapa kelihatan lebih besar karena endapan kristal formazan. Kristal formazan terbentuk karena senyawa tetrazolium yang larut dalam air dan tidak berwarna dengan penambahan hidrogen akan berubah menjadi pigmen berwarna yang tidak larut dalam air. Pengamatan di bawah mikroskop kontras fase dari irisan melintang akar padi yang telah diwarnai dengan tetrazolium, menunjukkan bahwa kolonisasi bakteri diazotrof endofit isolat APK 2.4, BCr 2.3, BCr 2.1,
134
Pertumbuhan/pembentukan pelikel
BCbd 1.3, dan BCr 1.2 tampak jelas pada jaringan aerenkim (kortek), epidermis, eksodermis, dan ruang interseluler (BCr 1.2). Tampaknya akar padi memberikan lingkungan mikro yang sesuai untuk aktivitas enzim nitrogenase, karena konsentrasi oksigen dan nitrogen yang cukup rendah. Di samping itu, juga menunjukkan bahwa bakteri berlokasi bukan hanya yang hidup, karena aliran nutrien apoplastik pada aerenkim cukup tinggi untuk pertumbuhan bakteri dan aktivitas nitrogenase. Untuk mengetahui pengaruh inokulasi bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman padi, maka 5 isolat terpilih, yaitu APK 2.4 (Alcaligenes sp.), BCr 2.3 (Chromobacterium sp.), BCr 2.1 (Erwinia sp.), BCr 1.2 (Pseudomonas sp.), dan BCbd 1.3 diinokulasikan pada tanaman padi yang ditumbuhkan di berbagai konsentrasi nitrogen dan dipelajari interaksinya dengan inokulasi bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman. Berdasarkan pengamatan secara visual, perbedaan konsentrasi N pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
interaksi di antara keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan total. Jumlah anakan total tertinggi diperoleh pada konsentrasi NH4NO3 1 mM dan inokulasi BCr 2.3, yaitu 20. Inokulasi BCr 2.3 pada konsentrasi NH4NO3 0,75 mM dan 0,5 mM tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah anakan total. Jumlah anakan produktif secara nyata dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi nitrogen (Tabel III.96 dan III.97) dan interaksinya dengan inokulasi bakteri endofit (Lampiran III.2). Interaksi antara konsentrasi nitrogen 1 mM dan inokulasi BCr 1.2 menghasilkan tinggi tanaman paling baik, yaitu 84,53 cm (Lampiran III.2). Jumlah anakan produktif paling tinggi adalah 17,33 diperoleh pada perlakuan konsentrasi N 1 mM NH4NO3 dan inokulasi isolat BCr 2.3. Dibandingkan de-
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi konsentrasi NH4NO3 pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh maka pertumbuhan tanaman semakin baik. Sebaliknya pada konsentrasi NH4NO3 yang sama pada isolat yang berbeda, pertumbuhan tanaman tampak tidak berbeda. Kadar klorofil tanaman semua parameter yang diamati dipengaruhi oleh interaksi antara konsentrasi nitrogen dan inokulasi bakteri endofit (Tabel III.96, III.97, dan Lampiran III.2). Sedangkan inokulasi bakteri endofit hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan total, ARA di batang dan di akar. Dari Tabel III.96 terlihat tidak ada perbedaan yang nyata pada konsentrasi NH4NO3 0,75 mM dengan 1 mM. Perbedaan konsentrasi N, inokulasi bakteri endofit dan
Tabel III.96. Pengaruh konsentrasi nitrogen pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman padi IR64 berumur 50 hari pada kultur hara Konsentrasi NH4NO3 (mM)
Tinggi tanaman (cm)*
0 0,25 0,50 0,75 1,0
23,47 d 69,13 c 76,03 b 81,16 a 79,61 a
Jumlah anakan total* 1d 11,06 e 15,72 b 16,39 ab 17,67 a
Jumlah Kadar ARA di BK tajuk ARA di akar anakan klorofil daun batang (g)* (µ mol/jam/g)* produktif* (mg/g)* (µ mol/jam/g)
BK Akar Kadar N Serapan (g)* (%)* N mg/g*
1e 9,22 d 12,28 c 13,61 b 15,06 a
0,059 d 1,959 c 2,446 b 2,979 a 3,043 a
2,4230 2,555 2,717 3,098
0,24 a 0,004 b 0,004 b 0,005 b 0,003 b
0,25 a 0,003 b 0,003 b 0,003 b 0,003b
0,1394 e 8,222 d 12,77 c 18,08 b 21,17 a
0,56 e 1,68 d 2,02 c 2,42 b 2,66 a
0,79 e 138,3 d 257,8 c 434,9 b 559,4 a
* Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang Tabel III.97. Pengaruh inokulasi bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman padi IR64 berumur 50 hari pada kultur hara Kode isolat
Tinggi Jumlah tanaman anakan (cm)* total*
Tanpa inokulasi APK 2.4 BCr 2.3 BCr 2.1 BCbd 1.3 BCr 1.2
66,02 ab 65,21 b 65,71 ab 65,16 b 65,53 ab 67,64 a
12,33 ab 12,20 ab 13,47 a 12,20 ab 11,60 b 12,40 ab
ARA di Jumlah Kadar BK BK Akar Kadar N Serapan N ARA di akar batang anakan klorofil daun (µ mol/jam/g) tajuk (g) (g) (%) (mg/g) (µ mol/jam/g) produktif (mg/g) 10,00 10,07 10,87 10,47 9,73 10,27
2,542 2,685 2,790 2,747 2,713 2,712
0,069 0,073 0,043 0,027 0,050 0,042
0,08 a 0,055 ab 0,049 ab 0,044 b 0,051 ab 0,044 b
11,62 12,08 12,96 12,02 11,20 12,58
1.96 2.14 2.24 2.16 1.93 2.15
1.96 1.86 1.88 1.81 1.86 1.85
277.5 275.2 299.2 271.9 257 288.8
Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Tukey
135
H ASIL PENELITIAN 2003
ngan kontrol tanpa inokulasi, inokulasi BCr 2.3 meningkatkan jumlah anakan produktif sebesar 30%. Inokulasi BCr 2.3 pada konsentrasi NH4NO3 0,75 mM secara statistik tidak berbeda nyata dibanding perlakuan 1 mM. Pada umumnya perlakuan pemberian N pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman, menurunkan aktivitas reduksi asetilen (ARA) (Tabel III.96). Hasil yang sama juga diperoleh Fuentes Ramirez et al, (1993), bahwa pemupukan N yang tinggi terhadap tanaman tebu yang diinokulasi A. diazotrophicus tinggi mengakibatkan aktivitas reduksi asetilen menurun. Diduga pemberian N merubah “physiological state” dari tanaman padi sehingga menyebabkan perubahan aosiasi. Kadar klorofil daun meningkat secara nyata bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi N dari hara yang digunakan sebagai media tanam. Pada konsentrasi N 1mM NH4NO3 kadar klorofil daun paling tinggi. Namun demikian dari Tabel III.97 dan Lampiran III.2 terlihat bahwa inokulasi bakteri endofit maupun interaksinya dengan perbedaan konsentrasi nitrogen pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh tidak mempengaruhi kadar klorofil daun. Peningkatan konsentrasi nitrogen pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh secara nyata meningkatkan bobot kering tajuk. Bobot kering tajuk tertinggi diperoleh pada konsentrasi NH4NO3 1 mM (Tabel III.96). Pada konsentrasi NH4NO3 1 mM, inokulasi bakteri endofit BCr 2.3 meningkatkan secara nyata bobot kering tajuk sebesar 32,29% dibandingkan kontrol tanpa
136
inokulasi. Bobot kering tajuk yang diinokulasi BCr 1.2 pada konsentrasi nitrogen yang sama secara statistik tidak berbeda nyata dengan inokulasi BCr 2.3 (Lampiran III.2). Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa bobot kering akar secara nyata dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi nitrogen pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh. Pada konsentrasi NH4NO3 1 mM, bobot kering akar mencapai tertinggi. Namun demikian, secara statitik tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi NH4NO3 0,75 mM (Tabel III.96). Interaksi antara pemberian NH4NO3 1 mM dan inokulasi BCr 2.3 memberikan bobot kering akar paling tinggi, yaitu 3,64 g per pot. Hal ini dapat dikatakan bahwa inokulasi BCr 2.3 dapat memperbaiki perakaran tanaman padi. Konsentrasi nitrogen pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap kadar N tanaman. (Tabel III.96). Kadar N tertinggi diperoleh pada konsentrasi nitrogen 1 mM NH4NO3. Dari Lampiran III.2 juga terlihat bahwa pada konsentrasi nitrogen 1 mM NH4NO3 baik yang diinokulasi bakteri endofit maupun tidak, kadar N tanaman padi lebih tinggi 2,5% (batas kritis untuk pertumbuhan tanaman) kecuali yang diinokulasi BCr 1.2 sebesar 2,49%. Sebaliknya kadar N tanaman padi yang diinokulasi BCr 1.2 pada konsentrasi N 0,75mM NH4NO3 lebih tinggi dari 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi bakteri endofit BCr 1.2 yang dikombinasikan dengan pemberian N 0,75 mM NH4NO3 cukup untuk pertumbuhan tanaman (tanaman tidak mengalami defisiensi). Namun demikian, interaksi antara inokulasi
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
bakteri endofit dengan konsentrasi NH4NO3 0,75 mM dan 1 mM secara statistik kadar N tanaman tidak berbeda nyata. Serapan N tanaman secara nyata dipengaruhi oleh konsentrasi nitrogen dari hara yang digunakan sebagai media tumbuh. Serapan tertinggi diperoleh pada konsentrasi nitrogen 1 mM NH4NO3. Interaksi antara konsentrasi nitrogen dengan inokulasi bakteri endofit juga berpengaruh nyata terhadap serapan N tanaman. Serapan N tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi nitrogen 1 mM dan inokulasi BCr 2.3. Hal ini menunjukkan bahwa inokulasi BCr 2.3 meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen. Nilai ini juga tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa inokulasi) inokulasi APK 2.4 dan BCr 1.2. Isolasi dan Seleksi Bakteri Endofit Kedelai Penambat N2 Isolasi bakteri endofit kedelai lebih sulit dibandingkan isolasi bakteri endofit padi. Dari 15 lokasi pengambilan contoh di
daerah sekitar Bogor (Cimanggu, Ciapus) dan Malang (KP Balitkabi) diperoleh 15 isolat yang diisolasi akar dan batang tanaman kedelai (Tabel III.98). Isolat-isolat tersebut telah diseleksi kemampuannya dalam menambat N2 udara menggunakan teknik Analisis Reduksi Asetilen (ARA) dengan Gas Kromatografi. Berdasarkan hasil seleksi tadi dapat dipilih 5 isolat unggul penambat N2, yaitu KACP12; KACP13; KACP21; KACP32; KAMG2 (Tabel III.99). Kelima isolat unggul tersebut diuji kemampuannya menambat N2 pada tanaman kedelai yang merupakan inangnya di rumah kaca dan dibandingkan dengan kontrol tanpa inokulasi dan kontrol yang berupa campuran kelima isolat unggul yang telah dimatikan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi isolat bakteri endofit kedelai memberikan respon yang nyata terhadap kadar N tanaman kedelai yang ditanaman pada media vermikulit di rumah kaca, meskipun
Tabel III.98. Isolat-isolat bakteri endofit dari bagian akar dan batang tanaman kedelai Kode isolat
Sampel
Daerah Asal
KACP11 KACP12 KACP13 KACP21 KACP22 KACP31 KACP32 KACP33 KACMG1 KACMG3 KAMG1 KAMG2 KBMG2 KBCP32 KBCP33
Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Akar kedelai Batang kedelai Batang kedelai Batang kedelai
Ciapus Cipus Ciapus Ciapus Ciapus Ciapus Ciapus Ciapus Cimanggu Cimanggu KP Balitkabi Malang KP Balitkabi Malang KP Balitkabi Malang Ciapus Ciapus
137
H ASIL PENELITIAN 2003
tidak berbeda nyata pada bobot kering tajuk. Inokulasi dengan isolat endofit memberikan nilai kadar N yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan control tanpa inokulasi (Tabel III.100). Seleksi Bakteri Diazotroph Endofit Padi Pemacu Tumbuh Tanaman Bakteri diazotrof endofit selain berperan dalam menambat N2, juga mampu menghasilkan zat pemacu tumbuh seperti AIA. Pengamatan sekresi AIA mengguna-
kan metode kolorimetri karena mudah, cepat, namun cukup sensitif untuk seleksi isolat bakteri dalam jumlah banyak. Dari isolat yang diuji kadar atau kandungan AIA yang disekresikan, beberapa isolat ada yang tidak memproduksi AIA, namun beberapa isolat tergolong tinggi, yaitu berkisar antara 0,057-5,363 ppm (Tabel III.101). Dari 59 isolat bakteri diazotroph endofit terpilih, 3 isolat tidak memproduksi AIA (hanya mampu menambat N2), 20 isolat memproduksi AIA tidak
Tabel III.99. Aktivitas reduksi asetilen dari bakteri endofit kedelai pada yang ditumbuhkan medium JNFb Kode isolat
ARA (umol/jam/tabung)
KACP11 KACP12 KACP13 KACP21 Alcaligenes sp KACP22 KACP31 KACP32 Serratia plymuthica KACP33 KACMG1 KACMG3 KAMG1 KAMG2 KBMG2 KBCP32 KBCP33
0,2271 0,2569 0,3026 0,4592 0,0545 0,2169 0,3131 0,0795 0,0816 0,0556 0,0523 0,4843 0,0643 0,2090 0,0579
Tabel III.100. Respon inokulasi bakteri endofit kedelai terhadap aktivitas penambatan N2 (ARA), bobot kering tajuk, dan kadar N Kode isolat Inokulasi KAMG2 Inokulasi KACP12 Kontrol tanpa inokulasi Inokulasi KACP13 Kontrol dengan campuran kultur diotoklaf Inokulasi KACP21 Inokulasi KACP32
Rata-rata ARA (umol/jam/tanaman)
Bobot kering tajuk (g)
Kadar N (%)
3,9240 a 0,9604 a 1,6080 a 2,3200 a 0,9516 a 0,9116 a 0,6757 a
0,2563 a 0,2840 a 0,3680 a 0,2457 a 0,3143 a 0,2477 a 0,3560 a
3,135 ab 3,286 a 2,838 b 3,378 a 3,379 a 3,300 a 3,234 ab
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNJ
138
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel III.101. Kemampuan isolat bakteri diazotroph endofit padi memproduksi AIA No.
Kode isolat
Kemampuan memproduksi AIA (ppm)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
ABd 3.1 ABd 3.2 BBd 1.2 BBd 3.2 BBd 3.3 BCr 1.1 BCr 1.2 BCr1.3 BCr 2.1 BCr 2.2 BCr 2.3 BCr3.1 BCr 3.2 BCbd 1.2 BCbd 1.3 BCbd 1.4 BCbd 2.1 BCbd 2.2 BCbd 2.3 BCbd 2.4 BS III 3.1 BS III 3.2 BGb 2.1 BGb 2.2 PKms 1.2 PKms 3B.2 PKms 3B.3 BLw 2.1 BLw 2.2 BLw 3.1
0.1334 1.182 4.699 3.636 1.420 1.197 4.530 1.249 1.727 0.1513 1.539 1.727 4.091 0.77 5.363 0.428 0.941 0.599 1.435 1.076 1.420 1.363 1.818 1.171 0.711 1.046 0.414 0.342 1.636
No.
Kode isolat
31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59.
BLw 3.2 PM 1.14 PM 2.1 PM 2.31 PM 2.32 PM 2.33 PM 2.34 PM 3.2 BNg 1.2 BPr 1.2.1 BPr 1.2.2 BPr 1.2.3 BPr 2.2 APk 1.2 APk 2.1 APk 2.3 APk 2.4 APk 3.1 APk 3.2 APk 3.3 BPk 1 BRb 2.1 BRb 2.2 BRb 3.1 BRb 3.2 APSD2.1 ASD2.2 C 2.3 C 2.4
Kemampuan memproduksi AIA (ppm) 1.624 4.1 1.129 1.297 1.506 2.636 1.129 1.249 0.711 2.454 0.77 2.00 0.146 2.636 0.616 2.818 2.727 3.522 0.365 0.711 0.513 0.342 0.257 0.057 0.179 1.255 0.962
Abd = akar padi Bendo, PKMS = padi Kalsel, BCr= = batang padi Caringin, APK = akar padi Parung Kuda, BCbd = batang padi Cibadak, PM = padi Muara, BGb = batang padi Gobang, BNg = batang padi Ngawi, BRb = batang padi Rabak, BBd = batang padi Bendo, BS = batang padi Ciomas, - = tidak ada aktivitas ARA, BPK = batang padi Parung Kuda, C = batang padi Cikarang, BLw = batang padi Leuwiliang, APSD = akar padi Sindang Barang
mempunyai aktivitas reduksi asetilen dan 36 isolat yang mempunyai aktivitas reduksi asetilen dan memproduksi AIA. Isolat terpilih bakteri endofit padi yang selanjutnya akan digunakan dalam penelitian berikutnya, yaitu, BCr 2.3 (diazotroph penghasil AIA; 1,9495 μ mol/jam/ tabung; 1,539 ppm AIA), BCr 2.1 (diazotroph penghasil AIA; 1,277 μmol/jam/tabung; 1,727 ppm AIA), APK 2.4 (diazotroph penghasil AIA; 2,683 μmol/jam/tabung; 2,818 ppm
AIA), BCbd 1.3 (diazotroph penghasil AIA; 0,0116 μmol/jam/tabung; 5,363 ppm AIA) dan BCr 1.2 (penghasil AIA; 4,53 ppm). Bakteri tersebut diuji kemampuannya memacu pertumbuhan tanaman secara in vitro pada tanaman tembakau. Kemampuan isolat-isolat tersebut di atas dalam memacu pertumbuhan tanaman diuji pada tanaman tembakau. Inokulasi BCr 2.1 dan BCr 1.2 setara 5 ppm AIA, menghasilkan jumlah akar tertinggi 6,3 kali
139
H ASIL PENELITIAN 2003
jauh lebih besar dibandingkan dengan kontrol AIA (3,7) dengan jumlah tunas masingmasing 3 dan 1,7 di mana BCr 2.1 sama dengan kontrol AIA (3) (Tabel III.102). Seleksi Bakteri Diazotroph Endofit Kedelai Pemacu Tumbuh Tanaman Dari 15 isolat yang diukur kandungan AIA yang disekresikan, diketahui semua isolat mampu memproduksi AIA. Namun kandungannya beragam mulai dari 0,1111,290 ppm. Isolat yang tergolong tinggi kemampuannya ada 6, yaitu KACP11 (0,558
ppm), KACP13 (1,290 ppm), KACP22 (0,403), KACP32 (0,407 ppm), KACP33 (0,600 ppm), KACMG1 (0,391 ppm) (Tabel III.103). Uji Aktivitas Anti Patogen Bakteri Diazotroph Endofit Pemacu Tumbuh Dari 5 isolat endofit padi terpilih, BCr 2.3 (diazotroph penghasil AIA; 1,9495 μ mol/jam/ tabung; 1,539 ppm AIA), BCr 2.1 (diazotroph penghasil AIA; 1,277 μmol/jam/tabung; 1,727 ppm AIA), APK 2.4 (diazotroph penghasil AIA; 2,683 μmol/jam/
Tabel III.102. Jumlah akar dan tunas tanaman tembakau yang diinokulasi oleh bakteri diazotroph endofit pemacu tumbuh tanaman Kode isolat
Jumlah akar
Kadar AIA (ppm) BCbd 1.3 BCr 2.3 BCr 2.1 BCr 1.2 APK 2.4 Kontrol biakan Kontrol media AIA
0 1,3 2,3 4 1 1 2 3,3 2
5 3,3 1,7 6,3 6,3 1 0 3 3,7
10 2,3 3,7 3 1 0,3 0,3 2 5,7
Jumlah tunas 20 4 1,7 3,3 3 0 2,3 1,7 1,3
0 1 3 1,7 1 1 2 3 1,7
5 1 2 3 1,7 1,3 1 1,7 3
Tabel III.103. Kemampuan isolat bakteri diazotroph endofit kedelai memproduksi AIA Kode isolat KACP11 KACP12 KACP13 KACP21 Alcaligenes sp KACP22 KACP31 KACP32 Serratia plymuthica KACP33 KACMG1 KACMG3 KAMG1 KAMG2 KBMG2 KBCP32 KBCP33
140
Produksi AIA (ppm) 0,558 0,289 1,290 0,247 0,403 0,293 0,407 0,600 0,391 0,224 0,232 0,217 0,111 0,152 0,175
10 1,3 1,7 3,3 3 1 2 2 2,7
20 3 2,3 1,3 3,7 1 2 3 1
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
tabung; 2,818 ppm AIA), BCbd 1.3 (diazotroph penghasil AIA; 0,0116 μmol/ jam/tabung; 5,363 ppm AIA) dan BCr 1.2 (penghasil AIA; 4,53 ppm) terhadap patogen padi Fusarium oxysporium, Helmintosporium, Rhizoctonia solani menunjukkan hanya 1 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan patogen padi tersebut, yaitu APK 2.4. Dalam upaya memperkaya isolat penghasil anti patogen padi, uji anti patogen dilanjutkan terhadap 22 isolat dari 59 isolat endofit padi terkoleksi. Dari 22 isolat tersebut hanya diperoleh 2 isolat yang mampu menghasilkan anti patogen, yaitu PM 3.2; dan PM 2.33 dengan adanya diameter penghambatan rata-rata sebesar 3 cm. Dari 5 isolat endofit kedelai terpilih (KAMG2, KACP13, KACP21, KACP11 dan KACP33), hanya 3 isolat KAMG2, KACP11, dan KACP 33, yang menghasilkan senyawa anti patogen fungi kedelai Fusarium oxysporum dengan kemampuan penghambatan 0,5 cm.
Bakteri diazotroph endofit pemacu tumbuh penghasil anti fungal, APK 2.4 diuji kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan serangga hama kedelai (Spodoptera litura). Sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu dilakukan studi pertumbuhan bakteri tersebut untuk mengetahui jumlah populasi yang tepat untuk diaplikasikan pada serangga hama. Pengamatan pertumbuhan isolat dilakukan setiap hari sampai hari ke-7 (ketujuh). Dari kurva pertumbuhan diperoleh bahwa isolat APK 2.4 mencapai phase log pada inkubasi hari ke4 dengan jumlah populasi 3,4 x 108 sel/ml inokulan (Gambar III.37). Inokulan ini akan digunakan sebagai bahan campuran pakan serangga hama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sel, supernatan biakan dan ekstrak protein bakteri endofit mampu menimbulkan mortalitas larva S. litura yang cukup tinggi. APK 2.4
10,0
Jumlah sel (log 10)
Uji Aktivitas Anti Serangga Hama Bakteri Diazotroph Endofit Pemacu Tumbuh Penghasil Anti Patogen
8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 1
2
3
4
5
6
7
Umur (hari) Gambar III.37. Kurva pertumbuhan isolat bakteri diazotroph penghasil AIA dan anti fungal APK 2.4
141
H ASIL PENELITIAN 2003
Mortalitas larva mulai terjadi pada 2 hari setelah infestasi (HSI), kemudian laju mortalitas terus meningkat hingga 7 HSI. Pada Gambar III.38 tampak bahwa pada 7 HSI, tingkat mortalitas tertinggi mencapai 71,3, 63,3; dan 60% yang masing-masing disebabkan oleh sel bakteri, supernatan biakan, dan ekstrak protein. Efektivitas supernatan biakan disebabkan oleh adanya kandungan senyawa toksis di dalamnya. Setelah protein/senyawa toksinnya diekstrak, efektivitas supernatan ekstrak menjadi menurun. Sedangkan efektivitas ekstrak proteinnya dalam menimbulkan
mortalitas larva S. litura tidak berbeda nyata dengan supernatan biakan. Dari hasil ini menunjukkan bahwa potensi antagonistik bakteri endofit terhadap larva S. litura berasal dari sel bakteri dan protein/senyawa toksin yang disekresikannya. Namun hasil penelitian ini masih perlu diulang untuk mendapatkan data yang lebih baik lagi, karena larva S. litura yang digunakan dalam penelitian berasal dari populasi lapang yang kurang homogen sebagai obyek penelitian. Bahkan banyak larva yang menunjukkan gejala terparasit. Tingkat mortalitas kontrol juga masih tinggi.
Mortalitas (%)
100 80 60 40 20 0 M
B
S
SupB
SupE
EP
Ko
Perlakuan
M = media perbanyakan bakteri, B = biakan bakteri endofit, S = sel bakteri, SupB = supernatan biakan bakteri, SupE = supernatan ekstrak protein, EP = ekstrak protein, Ko = kontrol tanpa perlakuan Gambar III.38. Tingkat mortalitas larva S. litura oleh bakteri endofit APK 2.4 dan komponen antagonisnya
142
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Lampiran III.1. Hasil analisis marka tunggal (nilai peluang) dan proporsi genotipe (nilai X2 ) No. Marka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53.
RM237 RM212 RM128 RM472 RM5 RM580 RM490 RM84 RM138 RM166 RM240 RM221 RM263 RM475 RM262 RM492 RM555 RM279 RM211 RM282 RM232 RM489 RM22 RM442 RM520 RM168 RM426 RM273 RM307 RM538 RM26 RM440 RM509 RM437 RM548 RM439 RM340 RM50 RM510 RM170 RM248 RM18 RM445 RM11 RM481 RM126 RM506 RM264 RM230 RM256 RM201 RM257 RM566
Kromosom
Jarak (cM)
Sumber
LOD
Nilai peluang
Nilai X2
1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3A 3A 3A 3A 4 4 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8A 8A 8A 9 9 9
0 33,9 40,7 59,5 115 165,3 191 209,5 0 16,2 31,9 65 93,8 133,5 145,6 199,1 225,8 240,4 250 0 7,8 31 45,9 0 29,2 47,1 55,4 0 64,8 0 6,7 42,9 68,1 98,9 113,4 0 7,5 68,5 91,4 100,4 0 22,9 59,4 93,7 177,6 0 64,7 0 14,3 24,4 0 18,9 34,6
Dupa Dupa Dupa Dupa Dupa ITA131 Dupa Dupa Dupa Dupa Dupa Dupa Dupa ITA131 Dupa ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 Dupa Dupa ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 Dupa Dupa ITA131 ITA131 Dupa Dupa Dupa Dupa ITA131 ITA131 ITA131 Dupa Dupa Dupa Dupa ITA131 ITA131 Dupa ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131
0,23 0,89 1,26 0,76 0,75 0,06 0,1 1,02 0,75 1,26 0,51 0,03 0,42 0,27 0,01 1,69 0,41 0,62 0,3 0,55 1,44 0,08 0,09 1,29 0,05 0,26 0,29 0,54 0,07 0,42 0,72 0,16 0,4 0,47 0,1 0,15 0,36 0,15 0,25 0,69 1,53 0,69 1,51 0,14 0,19 0,08 0,02 0,34 0,61 0,33 0,34 0,35 1,52
0,599 0,1377 0,0603 0,1844 0,188 0,8748 0,8002 0,1031 0,1883 0,0605 0,3218 0,9353 0,3923 0,548 0,978 0,0232* 0,4012 0,2513 0,5126 0,2935 0,0404* 0,8368 0,8182 0,0565 0,8946 0,5602 0,524 0,3004 0,8556 0,3921 0,201 0,7002 0,41 0,3509 0,8005 0,7158 0,4485 0,7162 0,5728 0,2149 0,0331* 0,2149 0,0347* 0,7323 0,655 0,8367 0,9564 0,4691 0,2567 0,4792 0,4688 0,4585 0,0339*
1,93 1,48 0,382 0,376 0,28 5,83 5,93 1,1 0,67 0,893 5,07 21,59 1,03 7,37 2,43 4,95 0,23 1,1 2,872 31,32 37,91 20,42 10,68 0,231,11 3,19 8,36 16,46 0,23 7,42 0,45 1,16 0,52 0,71 6,22 0,13 4,28 5,28 17,53 57,47 11,17 11,92 3,18 3,17 118,8 2,41 0,313 0,09 1,54 5,24 2,17 6,31 9,32 0,69
143
H ASIL PENELITIAN 2003
Lampiran III.1. Lanjutan No. Marka 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66.
RM464 RM271 RM467 RM216 RM474 RM144 RM21 RM209 RM202 RM167 RM277 RM247 RM19
Kromosom
Jarak (cM)
Sumber
LOD
Nilai peluang
Nilai X2
9 10 10 10 10 11 11 11 11 11 12 12 12
119 0 11,8 43,6 51,7 0 53,9 66,7 90,4 109,4 0 28,7 45
ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 ITA131 Dupa Dupa Dupa Dupa ITA131 Dupa Dupa
0,11 0,08 0,32 0,05 0,3 0,52 0,93 0,09 0,3 0,14 0,47 0,58 0,16
0,7826 0,8371 0,49 0,8946 0,5127 0,314 0,126 0,8183 0,5125 0,732 0,3509 0,2749 0,7003
0,72 4,17 1,83 1,46 0,27 0,23 16,24 5,61 2,09 3,47 0,78 0,28 3,43
Banyaknya sampel yang dianalisis bervariasi dari 87 sampai 94 karena beberapa nomor tidak ada pita atau pitanya tidak seperti kedua tetuanya (dianggap sebagai data hilang). *) berbeda nyata pada taraf 5% (P<0,05); Nilai X2<5,99 memenuhi hukum Mendell (1 : 2 : 1) Sumber: asal segmen DNA yang terdeteksi
144
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Lampiran III.2. Pengaruh interaksi antara konsentrasi nitrogen pada hara yang digunakan sebagai media tumbuh dengan inokulasi bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman padi IR64 berumur 50 hari yang ditanam pada kultur hara Kode isolat
Tinggi tanaman (cm)*
N0I0 N0I1 N0I2 N0I3 N0I4 N0I5 N1I0 N1I1 N1I2 N1I3 N1I4 N1I5 N2I0 N2I1 N2I2 N2I3 N2I4 N2I5 N3I0 N3I1 N3I2 N3I3 N3I4 N3I5 N4I0 N4I1 N4I2 N4I3 N4I4 N4I5
22,67 j 23,33 j 24,60 j 23,33 j 22,03 j 24,83 j 68,57 I 68,73 hi 68,23 I 68,77 hi 69,50 ghi 71,00 fghi 73,93 efghi 75,13 defghi 77,50 abcdef 75,87 cdefgh 76,67 bcdefg 77,10 bcdef 82,83 abc 78,80 abcde 80,40 abcde 80,83 abcde 83,33 ab 80,73 abcde 82,10 abcde 80,07 abcde 77,80 abcdef 77,00 bcdef 76,13 cdefg 84,53 a
Jumlah anakan total*
Jumlah anakan produktif*
1 1h 1 1h 1 1h 1 1h 1 1h 1 1h 11,67 defg 10,33 defg 11 fg 9,00 efg 11,33 efg 9,00 efg 11,67 defg 10,67 cdefg 10,33 g 8,00 g 10,33 g 8,33 fg 16,00 abcd 12 bcdef 17,67 abc 12 bcdef 16,33 abc 12,67 bcde 15,33 bcdef 12,67 bcde 13,67 cdefg 12,33 bcde 15,33 bcdef 12 bcdef 15,67 abcdef 13,33 bcd 15,67 abcde 14,00 abcd 18,67 ab 14,33 abc 15,33 bcdef 13,00 bcd 15,67 abcde 12,33 bcde 17,33 abc 14,67 ab 17,33 abc 13,33 bcd 15,67 abcde 14,33 abc 20,00 a 17,33 a 17,67 abc 15,00 ab 17,33 abc 15,00 ab 18,00 abc 15,33 ab
Kadar klorofil ARA di akar ARA di batang daun (mg/g)* (u mol/jam/g)* (u mol/jam/g)*
BK tajuk (g)*
BK Akar (g)*
Kadar N (%)*
Serapan N (mg/g)*
0,33 ab 0,35 a 0,20 abc 0,12 cd 0,24 abc 0,19 bc 0,005 d 0,006 d 0,003 d 0,003 d 0,003 d 0,004 d 0,003 d 0,003 d 0,003 d 0,009 d 0,002 d 0,006 d 0,006 d 0,005 d 0,007 d 0,006 d 0,004 d 0,003 d 0,003 d 0,003 d 0,002 d 0,003 d 0,006 d 0,002 d
0,13 i 0,13 i 0,16 i 0,13 i 0,14 i 0,16 i 7,89 gh 8,32 fgh 8,54 fgh 8,30 fgh 7,7 h 8,58 fgh 12,60 efgh 13,61 def 12,45 efgh 13,24 defg 12,51 efgh 12,25 efgh 18,17 bcd 18,37 bcd 18,09 bcd 18,27 bcd 16,28 cde 19,31 bc 19,32 bc 19,98 bc 25,56 a 20,19 bc 19,36 bc 22,62 ab
0,06 g 0,05 g 0,07 g 0,05 g 0,045g 0,07 g 1,55 f 1,96 ef 2,09 def 2,38 bcdef 1,83 ef 1,94 ef 2,40 bcdef 2,92 abcde 2,26 cdef 2,42 bcdef 2,41 bcdef 2,33 cdef 3,28 abc 3,17 abcd 3,16 abcd 2,68 abcdef 2,69 abcdef 2,88 abcde 2,51 abcdef 2,62 abcdef 3,64 a 3,27 abcd 2,68 abcdef 3,55 ab
0,59 h 0,57 h 0,63 h 0,46 h 0,54 h 0,58 h 1,75 cdefg 1,69 efg 1,71 defg 1,61 g 1,69 efg 1,63 fg 2,08 abcdefg 1,98 bcdefg 2,09 abcdefg 1,94 bcdefg 2,02 bcdefg 2,01 bcdefg 2,51 abcd 2,35 abcdefg 2,34 abcdefg 2,43 abcdef 2,34 abcdefg 2,55 abc 2,85 a 2,67 ab 2,65 ab 2,59 ab 2,68 ab 2,49 abcde
0,75 h 0,73 1,08 h 0,60 h 0,67 h 0,90 h 138,2 fg 141,2 fg 146,3 fg 133,7 gh 130,6 gh 139,9 fg 261,7 efg 268,9 ef 260,6 efg 256,9 efg 253,0 efg 245,9.efg 438,7 bcd 430,2 bcd 423,1 cd 444,2 bcd 380,0 de 493,3 bcd 548,2 abc 534,7 abc 664,8 a 524,2 bc 520,6 bc 564,1 ab
2,405 2,473 2,331 2,498 2,334 2,495 2,434 2,509 2,614 2,611 2,516 2,647 2,481 2,729 2,888 2,718 2,784 2,700 2,848 3,028 3,326 3,161 3,220 3,003
0,38 a 0,26 b 0,23 b 0,26 b 0,24 b 0,21 b 0,006 c 0,006 c 0,003 c 0,004 c 0,004 c 0,005 c 0,003 c 0,003 c 0,003 c 0,006 c 0,003 c 0,006 c 0,006 c 0,005 c 0,005 c 0,006 c 0,003 c 0,002 c 0,003 c 0,002 c 0,004 c 0,002 c 0,005 c 0,002 c
*Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji Tukey N0, N1, N2, N3, dan N4 masing-masing adalah konsentrasi NH4NO3 sebesar 0; 0,25; 0,5; 0,75; dan 1 mM, I1, I2, I3, I4, dan I5 masing-masing adalah isolat APK 2.4, BCr 2.3, BCr 2.1, BCbd 1.3, dan BCr 1.2.
145
Laporan Tahunan Balitbiogen 2003 PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN © Copyright 2004, BB-Biogen
IV. Penyebarluasan Hasil Penelitian DISEMINASI HASIL PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBERDAYA GENETIK PERTANIAN Diseminasi hasil penelitian pada tahun anggaran 2003 dilaksanakan oleh Seksi Jasa Penelitian Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen). Kegiatan tersebut meliputi (1) publikasi kegiatan Balitbiogen serta hasil penelitian bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian, (2) seminar, (3) lokakarya, (4) pameran bioteknologi dan sumber daya genetik pertanian, (5) pemasyarakatan hasil penelitian, dan (6) keikutsertaan dalam pameran Badan Litbang Pertanian. Publikasi Laporan Tahunan Balai Penelitian Bioteknologi 2002 Laporan Tahunan Balai Penelitian Bioteknologi 2002 merupakan buku tentang laporan kegiatan Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian selama tahun anggaran 2002. Buku ini memuat program penelitian bioteknologi pertanian, hasil penelitian, kondisi sumberdaya manusia, dan keuangan. Buletin Agrobio Vol. 6 No. 1 Tahun 2003 Buletin Agrobio merupakan majalah berkala yang terbit 2 kali setahun berisi makalah review mengenai perkembangan iptek yang berkaitan dengan bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian. Maja-
146
lah ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1996. Buletin Agrobio volume 6 nomor 1 tahun 2003 berisi artikel (1) perkembangan penelitian bioteknologi pertanian di Indonesia (Novianti Sunarlim dan Sutrisno), (2) status perkembangan kapas Bt (Muhammad Herman), (3) gen penyeleksi alternatif untuk transformasi tanaman (Syamsidah Rahmawati), dan (4) pemanfaatan dan prospek kultur in vitro nanas melalui organogenesis dan embriogenesis somatik (Ika Roostika T. dan Ika Mariska). Warta Balitbio No. 21, 22, dan 23 tahun 2003 Warta Balitbio ialah warta internal lingkup Balitbiogen yang berisi informasi kebijakan, artikel bebas, abstrak hasil seminar, atau berita lain. Warta Balitbio No. 21 berisi artikel Penelitian Balitbiogen Tahun Anggaran 2003 dan Abstrak Makalah hasil penelitian tahun 2002 yang telah diseminarkan. Warta Balitbio No. 22 berisi artikel berjudul Varietas Kacang Tanah Baru, Sekilas tentang Akreditasi Laboratorium Penguji Balitbiogen, dan Abstrak Makalah hasil penelitian tahun 2002 yang telah diseminarkan. Warta Balitbio No. 23 berisi artikel mengenai kegiatan yang diselenggarakan oleh Balitbiogen, yaitu Presentasi Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi dan Pameran Bioteknologi Pertanian.
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Prosiding Seminar Hasil Rintisan dan Bioteknologi
Penelitian
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman berisi 41 makalah dari 63 makalah yang telah diseminarkan pada Presentasi Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Pertanian tanggal 23-24 September 2003. Makalah tersebut meliputi aspek penelitian plasma nutfah (27 judul) dan bioteknologi (36 Judul). Monograf Monograf merupakan salah satu bentuk penyampaian informasi. Pada tahun anggaran 2003, Balitbiogen menerbitkan Panduan Pengoperasian Program NTSYSpc dan WinBoot untuk Analisis Klaster, Pengadaan Bibit Abaka melalui Kultur Jaringan, dan Pengadaan Bibit Jati melalui Kultur Jaringan. Monograf tersebut telah disebarluaskan di pameran-pameran dan dalam kunjungan tamu. Seminar Presentasi Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Pertanian bertujuan untuk (1) mensosialisasikan hasil penelitian dan mendapatkan masukan untuk penyempurnaan metode dan topik penelitian rintisan dan bioteknologi di Balitbiogen dan (2) mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian rintisan dan bioteknologi dari Balitbiogen kepada masyarakat ilmiah dan pengguna. Seminar diselenggarakan selama dua hari, yaitu tanggal 23-24 September 2003. Seminar ini diikuti sekitar 125 peneliti Balai
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen) Bogor, Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) Sukamandi, Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, dan mahasiswa praktek/penelitian di Balitbiogen. Makalah yang dipresentasikan sebanyak 63 makalah yang berkaitan dengan aspek (1) pengelolaan plasma nutfah sebanyak 10 makalah, (2) pemanfaatan plasma nutfah untuk perbaikan tanaman dan efisiensi pengelolaan tanaman sebanyak 17 makalah, (3) pengembangan marka molekuler sebanyak 10 makalah, (4) pengembangan tanaman transgenik 16 makalah, dan (5) pemanfaatan kultur jaringan untuk perbaikan tanaman sebanyak 10 makalah. Makalah-makalah tersebut terinci sebagai berikut: 1. Pengelolaan Plasma Nutfah 1.1.
Eksplorasi plasma nutfah tanaman pangan di Propinsi Kalimantan Barat (Sri A. Rais).
1.2.
Rejuvenasi, karakterisasi morfologi dan mutu gizi plasma nutfah tanaman pangan (Hadiatmi).
1.3.
Karakterisasi molekuler plasma nutfah tanaman pangan (Ida H. Somantri).
1.4.
Evaluasi toleransi plasma nutfah padi, jagung, dan kedelai terhadap lahan bermasalah (lahan masam, keracunan Al dan Fe) (Sri G. Budiarti).
1.5.
Evaluasi ketahanan plasma nutfah tanaman pangan terhadap penyakit hawar daun bakteri dan blas pada padi, bulai pada jagung, dan
147
PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN
2.5.
Isolasi dan karakterisasi Bacillus thuringiensis isolat lokal untuk bioinsektisida lalat Chrysomya bezziana, penyebab myiasis (Sri Muharsini).
2.6.
Pengembangan database plasma nutfah tanaman pangan (Minantyorini).
Pengembangan teknik multiplikasi nematoda patogen serangga (NPS) pada media cair dalam fermentor 10 liter (Budihardjo S.).
2.7.
Koleksi, karakterisasi, dan preservasi mikroba penyubur tanah dan perombak bahan organik (Rosmimik).
Pengembangan media selektif untuk stabilisasi fase primer bakteri simbion nematoda patogen serangga (Tri P. Priyatno).
2.8.
Purifikasi dan karakterisasi toksin bakteri simbion nematoda patogen serangga (NPS) (I Made Samudra).
2.9.
Evaluasi lapangan perangkat ELISA dengan antibodi poliklonal (PAb) untuk deteksi dini dan identifikasi RRSV, PStV, dan Ralstonia solanacearum (RS) (Ifa Manzila).
sapu setan pada kacang tanah (Tiur S. Silitonga). 1.6.
1.7.
1.8.
1.9.
Evaluasi ketahanan plasma nutfah tanaman pangan terhadap hama wereng coklat pada padi dan hama lanas pada ubi jalar (Nani Zuraida).
Koleksi dan penyimpanan mikroba bioremediasi (Erni Yuliarti).
1.10. Seleksi dan karakterisasi mikroba patogen (M. Machmud). 2. Pemanfaatan Plasma Nutfah untuk Perbaikan Tanaman dan Efisiensi Pengelolaan Tanaman 2.1.
Pembentukan populasi interspesifik padi melalui kultur embrio secara in vitro (Tintin Suhartini).
2.2.
Seleksi dan karakterisasi mikroba pengendali hama dan penyakit (M. Machmud).
2.3.
2.4.
148
Toksisitas beberapa isolat Bacillus thuringiensis lokal terhadap beberapa hama tanaman (Bahagiawati). Ekstraksi DNA Bacillus thuringiensis isolat lokal yang mengandung gen cry untuk pembuatan pustaka plasmid Bacillus thuringiensis (Habib Rijzaani).
2.10. Teknik produksi antibodi monoklonal (McAb) untuk deteksi dan identifikasi virus kerdil hampa padi (RRSV) (Jumanto). 2.11. Teknik produksi antibodi monoklonal (McAb) untuk deteksi dan identifikasi bakteri Ralstonia solanacearum (RS) (M. Machmud). 2.12. Fusi protoplas intraspesies antar Bradyrhizobium japonicum (Rasti Saraswati). 2.13. Isolasi dan seleksi mikroba diazotrof endofitik dan penghasil zat pemacu tumbuh pada tanaman jagung (Dwi N. Susilowati).
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
2.14. Evaluasi produksi inokulan mikofosfat skala pilot dan uji keefektifannya (R.D.M. Simanungkalit).
3.6.
Analisis segregasi populasi galur inbrida rekombinan dari persilangan Danau Tempe x Kencana Bali terhadap Ras Jamur Blas tertentu di rumah kaca (Masdiar Bustamam).
3.7.
Analisis segregasi galur inbrida rekombinan dari persilangan Danau Tempe x Kencana Bali terhadap penyakit Blas di lapangan (Masdiar Bustamam).
3.8.
Marka DNA untuk deteksi dini penyakit bulai pada tanaman jagung (Haeni Purwanti).
3.9.
Marka DNA untuk deteksi dini penyakit bulai pada benih yang sakit (Haeni Purwanti).
2.15. Seleksi dan karakterisasi bakteri asam laktat (BAL) indigenus (Sri Widowati). 2.16. Efektifitas bakteri asam laktat (BAL) dalam pembuatan produk fermentasi berbasis protein/susu nabati (Misgiyarta). 2.17. Produksi xilanase untuk biokonversi limbah kacang-kacangan (Nur Richana). 3. Pengembangan Marka Molekuler 3.1.
Pengujian sifat toleransi tanaman padi terhadap kekeringan pada populasi F7 (IR64 x IRAT 112) (Erwina Lubis).
3.2.
Uji rumah kaca untuk toleransi terhadap kekeringan pada populasi F7 persilangan IR64 x IRAT112 (Didi Suardi).
3.3.
Analisis AFLP dan mikrosatelit untuk pemetaan marka molekuler untuk sifat toleransi terhadap kekeringan (Kurniawan R. Trijatmiko).
3.4.
3.5.
Analisis segregasi menggunakan marka mikrosatelit pada F2 (Dupa x ITA131) untuk sifat toleransi terhadap keracunan aluminium (Joko Prasetiyono). Analisis segregasi populasi galur inbrida rekombinan dari persilangan Danau Tempe x Kencana Bali dengan marka RFLP dan mikrosatelit (Masdiar Bustamam).
3.10. Evaluasi dan karakterisasi ketahanan spesies padi liar terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan menggunakan kultur in vitro dan marka molekuler (Buang Abdullah). 4. Pengembangan Tanaman Transgenik 4.1.
Transformasi padi japonica (T309) dan indica dengan gen cryIA (Ida H. Somantri).
4.2.
Analisis molekuler lanjutan tanaman putatif transgenik padi gen cryIA generasi T1 dan T2 (Tri J. Santoso).
4.3.
Bioasai lanjutan tanaman putatif transgenik padi cryIA generasi T1 dan T2 (Iswari S. Dewi).
4.4.
Analisis molekuler lanjutan gen pinII pada tanaman kedelai transgenik R3 dan R4 (Toto Hadiarto).
149
PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN
4.5.
Bioasai tanaman kedelai transgenik pinII terhadap hama penggerek polong (Etiella zinckenella, Treitschke) (Sutrisno).
4.16. Transformasi cDNA gene delayed ripening ke vektor ekspresi Agrobacterium tumefaciens LBA-4404 (Eri Sofiari).
4.6.
Transformasi tanaman kedelai dengan gen cryIA melalui metode particle bombardment (M. Herman).
5. Pemanfaatan Teknik Kultur Jaringan dalam Perbaikan dan Perbanyakan Tanaman
4.7.
Analisis molekuler gen CP-PStV pada tanaman kacang tanah transgenik (Ifa Manzila).
4.8.
Bioasai tanaman kacang tanah transgenik terhadap virus bilur kacang tanah Peanut Stripe Virus (PStV) (Ifa Manzila).
4.9.
Transformasi ubi jalar dengan gen pinII dan gen CP-SPFMV melalui Agrobacterium tumefaciens (A. Dinar Ambarwati).
4.10. Analisis molekuler integrasi gen pinII pada ubi jalar (Atmitri Sisharmini). 4.11. Pengujian tanaman ubi jalar pinII secara bioasai (Bahagiawati). 4.12. Rekonstruksi gen α-amilase inhibitor pada plasmid biner (Sutrisno). 4.13. Analisis dan pendugaan risiko pemanfaatan tanaman transgenik (M. Herman). 4.14. Penyisipan gen GUS pada bawang merah dan tomat (Eri Sofiari). 4.15. Perbaikan regenerasi pasca transformasi dengan gen pelapor GUS (penyisipan gen GUS pada tomat) (Eri Sofiari).
150
5.1.
Perbaikan galur mandul jantan dan galur pemulih kesuburan melalui kultur antera (Ida H. Somantri).
5.2.
Inisiasi akar pada tanaman melinjo melalui kultur in vitro (Yadi Rusyadi).
5.3.
Optimasi sistem perakaran dan aklimatisasi iles-iles (Amorpophalus) (Yati Supriati).
5.4.
Inisiasi akar manggis dari tunas in vitro (Novianti Sunarlim)
5.5.
Induksi dan multiplikasi tunas kentang hitam dan gembili untuk penyimpanan secara kultur in vitro (Arief V. Noviati).
5.6.
Peningkatan keragaman genetik untuk mendapatkan sifat toleransi terhadap faktor biotik dan abiotik melalui seleksi in vitro (Ika Mariska).
5.7.
Pengaruh berbagai formulasi media terhadap regenerasi kalus padi Indica (Endang G. Lestari)
5.8.
Regenerasi kalus embrionik padi setelah diseleksi dengan Al dan pH rendah (Ragapadmi Purnamaningsih).
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Pengujian planlet abaka hasil seleksi silang terhadap Fusarium oxysporum (Deden Sukmadjaja)
(profitable), agar dapat berkompetisi dengan produk-produk bioteknologi dari negara-negara lain.
5.10. Penyelamatan embrio hasil persilangan kacang hijau dengan kerabat liarnya (Sri Hutami).
3. Efisiensi produksi menjadi tuntutan utama dalam persaingan di era globalisasi, karena harga pangan dunia cenderung turun.
Seminar Peraturan dan Kebijakan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
4. Khususnya di Balitbiogen, dalam menyusun program penelitian bioteknologi perlu diperhatikan paradigma baru penelitian bioteknologi. Paradigma tersebut meliputi
5.9.
Seminar membahas Rencana Umum Bioteknologi, Sistem HKI di Indonesia, Pengaturan Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik, dan Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Genetik. Seminar dihadiri oleh 224 peserta dari Unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, Direktorat Jendral Lingkup Departemen Pertanian, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Kepala SMU, Pemda, Swasta, dan LSM. Seminar menghasilkan beberapa rumusan pokok: Bioteknologi Pertanian 1. Penelitian bioteknologi perlu dilakukan secara bertahap dan harus dilakukan berdasarkan prioritas serta terfokus pada penelitian yang bersifat outcome oriented dengan didukung ketersediaan dana jangka panjang secara berkelanjutan. 2. Hasil penelitian harus mampu meningkatkan produktivitas, ketahanan pangan, dan pendapatan petani. Oleh karena itu, penelitian harus berorientasi pada menghasilkan produk dan teknologi yang dapat dipasarkan (marketable) dan menguntungkan
• Penentuan prioritas berdasarkan kemampuan dan spesialisasi. • Penentuan sasaran yang jelas, waktu pencapaian, dan pembuatan road map. • Memperhatikan peta bioteknologi luar negeri dan peta bioteknologi dalam negeri. 5. Koordinasi dan kerja sama penelitian bioteknologi antar kelembagaan perlu ditingkatkan guna mengurangi terjadinya duplikasi penelitian sekaligus mempercepat pencapaian target penelitian. Melalui kerja sama dapat dilakukan pembagian tugas sesuai dengan profesi. 6. Sosialisasi pengaturan keamanan hayati dan keamanan pangan hasil rekayasa genetik kepada masyarakat umum perlu lebih diintensifkan agar dapat mengurangi perbedaan persepsi. Kerja sama antar lembaga mencakup (1) alih teknologi (technology transfer); (2) Capacity building (training, workshop, internship); dan
151
PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN
(3) pertukaran informasi (information exchange) 7. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak yang harus dilindungi, sehingga pembuatan Undang-undang (UU) HKI perlu dipercepat. Sosialisasi HKI perlu diintensifkan untuk memacu dan mempermudah para peneliti dalam mempatenkan produknya. 8. Pendanaan penelitian bioteknologi memerlukan (1) pengalokasian dana jangka panjang oleh pemerintah dan (2) kerja sama antara lembaga pemerintah dengan swasta. Sumberdaya Genetik Pertanian 1. Pemahaman masyarakat ilmiah dan umum tentang pentingnya plasma nutfah, terutama hewan dan mikroba, perlu ditingkatkan. 2. Konservasi ex situ dan in situ plasma nutfah pertanian yang ada dewasa ini menghadapi kendala, terutama keterbatasan SDM, dana, dan fasilitas penelitian. 3. UU Perlindungan Varietas Tanaman perlu segera diimplementasikan untuk memacu kegiatan pemuliaan dan mencegah peluang terjadinya pencurian plasma nutfah. 4. Pengelolaan plasma nutfah saat ini masih terpencar-pencar, sehingga perlu suatu Pusat Pengelolaan Plasma Nutfah Nasional dengan jejaring kerjanya. 5. Kinerja Komite Daerah Plasma Nutfah dan instansi pertanian di daerah perlu ditingkatkan.
152
Pemuliaan dan Jejaring Kerja 1. Pemuliaan perlu didukung dengan sistem perbenihan (produksi dan distribusi) benih yang baik. 2. Untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pencapaian sasaran serta hasil yang mantap, pemuliaan harus dilakukan dengan mengintegrasikan teknologi pemuliaan konvensional dengan non konvensional, misalnya penggunaan marka molekuler untuk membantu seleksi. 3. Dalam menghadapi era perdagangan global dan mendukung keberhasilan pertanian berkelanjutan, pengembangan teknik diagnosis penyakit tanaman yang efektif dan efisien, yaitu teknik deteksi dan identifikasi serologi dan molekuler, perlu mendapat prioritas dalam rangka menunjang keberhasilan penyakit tanaman secara umum. 4. Pembentukan jejaring kerja sangat penting sebagai • Pusat ilmu pengetahuan komunikasi ilmiah
untuk
• Jejaring kerja pengembangan teknologi dan pertukaran informasi 5. Networking dilakukan melalui national networking dan international networking. National networking dilakukan melalui kerja sama yang baik (1) antar lembaga pemerintah dan (2) antara lembaga pemerintah dengan swasta (end user).
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Lokakarya Lokakarya Bioteknologi Pertanian Lokakarya yang diselenggarakan oleh Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI) dan International Service for the Acquisition of Agri-Biotech Applications (ISAAA) membahas 10 makalah yang berjudul: The Role of Biotechnology in Sustainable Agriculture, Global Status and Networking of Agriculture Biotechnology, Risk Communication in Agricultural Biotechnology, Molecular and Serological Diagnostic, In Vitro Selection and Protoplast Fusion, Application of Molecular Marker in Plant Breeding, Cloning of Sucrose-Phosphate Synthase and Drought Inducible Protein Genes, Genetic Engineering for Crop Improvement, Food Safety Risk Assesment of Genetically Engineered Product, and Biosafety Risk Assesment of Genetically Engineered Product. Seminar dihadiri oleh 100 peserta dari Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, LIPI, Perguruan Tinggi, dan Swasta. Lokakarya merumuskan kesimpulan antara lain:
beberapa
• Bioteknologi merupakan partner teknik konvensional, yang memberikan sumbangan pada peningkatan produksi maupun standarisasi mutu. • Pemakaian marka molekuler dalam pemuliaan tanaman mendorong pencapaian target pemuliaan secara lebih efektif dan efisien serta membuka peluang untuk memperbaiki sifat genetik tanaman. Namun pada awalnya penelitian ini bersifat padat modal dan teknologi sehingga
penerapannya harus dilakukan pada prioritas tertentu. • Kerja sama antar institusi dapat memacu pencapaian target penelitian bioteknologi, seperti pada pencangkokan gen tahan kekeringan. Lokakarya Pengelolaan Plasma Nutfah Pertanian
Berkelanjutan
Lokakarya yang diselenggarakan oleh Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Komisi Nasional Plasma Nutfah membahas 6 makalah berjudul Hak dan Kewajiban Negara Pihak Terkait dengan Global Plans of Action dalam Mengelola Plasma Nutfah, Perlunya Membangun Jaringan Informasi Pengelolaan Plasma Nutfah secara Nasional, Pemanfaatan Plasma Nutfah Terkait dengan Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual, Pengelolaan Plasma Nutfah secara Ex Situ, In Situ, dan Database bagi Kepentingan Pemuliaan Pertanian, Pengelolaan Plasma Nutfah Veteriner, Pengelolaan Plasma Nutfah Mikroba Pertanian. Seminar dihadiri 130 peserta dari Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, LIPI, NBIN, Perguruan Tinggi, Kementerian Lingkungan Hidup, Swasta, dan LSM Lokakarya merumuskan pokok-pokok: • Hal-hal utama yang perlu dilakukan dalam upaya melindungi/menjaga kelestarian sumberdaya genetik (SDG) pertanian adalah – Menyusun MTA (Material Transfer Agreement) yang menguntungkan kedua belah pihak – Meningkatkan kemampuan bernegosiasi
153
PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN
– Meningkatkan kepedulian pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan SDG melalui sosialisasi termasuk kegiatan pendidikan dan alih informasi (information transfer) – Menyusun langkah strategis guna mengoptimalkan kinerja jejaring kerja yang telah ada dalam pengelolaan SDG – Perlu disusun rumusan yang kongkrit tentang peningkatan kegiatan koleksi dan pemeliharaan SDG di masingmasing unit kerja. Pengelolaan SDG dengan baik di laboratorium dan di lapang. • Sistem HKI perlu lebih dimasyarakatkan guna memberikan jaminan perlindungan bagi pemiliknya. • Dalam upaya meningkatkan pelaksanaan pemberian jaminan keamanan hayati bagi produk bioteknologi perlu dilengkapi dengan sumberdaya yang memadai. Lokakarya Pengelolaan Ex Situ dan Database Plasma Nutfah Pertanian Lokakarya diselenggarakan oleh Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan Komisi Plasma Nutfah Pertanian membahas 10 makalah yang mencakup 9 makalah dalam bidang pengelolaan ex situ dan database tanaman perkebunan, sayuran dan buah-buahan, industri, pangan, dan ternak, serta 1 makalah mengenai Komisi Daerah Plasma Nutfah: Tugas dan Fungsi. Lokakarya dihadiri 70 peserta dari Unit Kerja lingkup Badan Litbang Pertanian,
154
Perguruan Tinggi, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Komisi Daerah Plasma Nutfah. Pameran Bioteknologi Pertanian Dalam rangka mempererat komunikasi dan kerja sama di antara pemangku kepentingan dan memperkenalkan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (Biogen) Pertanian kepada masyarakat pada umumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian) mengadakan Pekan Biogen Pertanian 2003 yang diselenggarakan dari tanggal 8-12 Desember 2003 di Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Pekan Biogen Pertanian 2003 diselenggarakan bekerja sama dengan Konsorsium Bioteknologi Indonesia, Perhimpunan Bioteknologi Pertanian, Komisi Nasional Plasma Nutfah, dan IndoBIC-SEAMEO BIOTROP. Kegiatan yang dilaksanakan selama Pekan Biogen mencakup: Ekspose Produk Bioteknologi dan Fasilitas Penunjang Ekspose diikuti oleh Unit Kerja Lingkup Badan Litbang Pertanian, IndoBIC SEAMEO-BIOTROP, Swasta, dan LSM. Ekspose meliputi produk-produk hasil penelitian bioteknologi dan pemanfaatan plasma nutfah pertanian serta alat-alat laboratorium yang berkaitan dengan penelitian bioteknologi. Beberapa di antara peserta ekspose mengundurkan diri pada hari kedua dengan alasan waktu penyelenggaraan yang terlalu lama. Bagi pengunjung, materi ekspose sangat menarik, walaupun sebagian menilai jumlah produk yang dipamerkan masih sedikit. Semua stand ekspose
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
diminati oleh para pengunjung, tetapi yang lebih menarik adalah stand produk bioteknologi. Umpan balik dari pengunjung tidak banyak, kecuali agar lebih banyak stand produk di masa mendatang. Open House dan Pemutaran Film Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Open House mencakup kegiatan penelitian dan fasilitas dalam bidang pengelolaan sumberdaya genetik pertanian, kultur jaringan, biologi molekuler, fasilitas uji terbatas, dan mikroba pertanian. Pengunjung Ekspose dan Open House berasal dari peserta seminar, lokakarya, dan simposium pada Pekan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Perguruan Tinggi, LSM, SMU lingkup Bogor (terdaftar 1296 peserta), Kelas IV-VI SDN Polisi IV Bogor, SDN Cimanggu, dan TK Bisbul. Kehadiran siswa SMU dan SD tidak terlepas dari dukungan Dinas Pendidikan Nasional setempat dan IndoBIC yang memiliki jaringan pembinaan siswa SMU yang berminat atas bioteknologi. Minat siswa yang tinggi untuk mengetahui materi yang disajikan terkait dengan tugas pembuatan laporan yang diberikan oleh guru sekolah yang bersangkutan. Kegiatan ini cukup berhasil jika dinilai berdasarkan minat peserta untuk memperoleh informasi lebih lanjut. Pada umumnya semua stand di open house dinilai baik. Para pengunjung umumnya menyarankan waktu kunjungan lebih lama, jumlah pemandu lebih banyak, dan disediakan leaflet di setiap stand yang berkaitan dengan teknologi yang dipamerkan.
Simposium Hasil Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Simposium dihadiri oleh 170 peserta dari Unit Kerja Badan Litbang Pertanian, BPPT, perguruan tinggi, swasta, dan LSM. Simposium yang dihadiri oleh 172 orang peserta yang mewakili lebih dari 21 instansi pemerintah dan swasta tersebut berjalan cukup lancar dan menarik. Makalah oral yang disampaikan mencakup (1) Pembuatan pustaka genom, (2) Penggunaan marka molekuler untuk deteksi penyakit tanaman dan keragaman genetik ternak, (3) Konstruksi plasmid untuk transformasi tanaman tahan hama, (4) Perbanyakan in vitro buahbuahan dan sayuran, (5) Penelitian biopestisida, (6) Kultur jaringan buah-buahan, dan (7) Gene flow tanaman transgenik. Pada makalah veteriner disampaikan pembuatan rekombinan antigen untuk mengenal toxoplasma. Dalam poster yang berasal dari lima lembaga penelitian dan perguruan tinggi disajikan aspek-aspek tentang (1) Biopestisida nabati, (2) Hortikultura (tanaman hias dan buah), (3) Marka molekuler, (4) Pengujian ketahanan tanaman coklat, (5) Seleksi in vitro lada tahan busuk pangkal batang, dan (7) teknologi perbanyakan pepaya in vitro. Rapat Konsorsium Profesi
dan
Organisasi
Konsorsium dan organisasi profesi yang ikut berpartisipasi dalam Pekan Biogen Pertanian 2003 dengan cara menyelenggarakan rapat, ialah (a) Konsorsium Bioteknologi Indonesia (30 anggota), Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (15 anggota), Perhimpunan Ilmu Pemu-
155
PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN
liaan Indonesia (20 anggota), dan Kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (20 peserta). Rumusan hasil rapat sebagai berikut: 1. Rapat Pengurus Pusat Perlindungan Varietas Rapat memutuskan bahwa dalam upaya mengimplementasikan Undangundang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) yang telah diundangkan pada tahun 2000, maka pada tahun 2004 akan dilengkapi dengan dua Rancangan Peraturan Pemerintah tentang PVT yang telah disusun, dan tiga Konsep Keputusan Menteri Pertanian tentang (1) Syarat dan Tatacara Permohonan dan Pemberian Hak PVT, (2) Tatakerja Komisi banding PVT, dan (3) Biaya-biaya PVT yang perlu segera diselesaikan. 2. Rapat Pengurus Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia Rapat menyimpulkan bahwa Kongres PBPI III dan Seminar Nasional Bioteknologi Pertanian dengan tema “Peranan Bioteknologi dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan” akan diselenggarakan di Malang pada bulan November 2004. 3. Rapat Anggota Konsorsium Bioteknologi Indonesia Rapat membahas agenda acara sebagai berikut: • Pengelolaan Plasma Nutfah Pertanian Indonesia. Perkembangan dan kendala dalam pengelolaan plasma nutfah disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Plasma Nutfah. Informasi ini disambut baik oleh anggota konsor-
156
sium. Anggota mengharapkan acara serupa rutin diadakan setiap pertemuan anggota. Keberadaan Kultur Koleksi Mikroba Veteriner (BCC) mendapat catatan khusus mengingat adanya kepentingan pengelolaan mikroba terkait dengan isu senjata biologis. • Perkembangan Renum bioteknologi. Anggota konsorsium mengharapkan Renum tersebut disosialisasikan kepada anggota-anggota yang belum mengetahuinya. • Persiapan kongres nasional dan pertemuan serupa yang diselenggarakan atas kerja sama LIPI dengan OKI. Ketua LIPI menginformasikan bahwa kedua kegiatan tersebut dapat bersifat sinergi mengingat aspek yang dibahas pada dua pertemuan cukup terkait. Ketua Konsorsium Bioteknologi Indonesia (KBI) menawarkan tempat pelaksanaan dilakukan di tempat pelaksanaan Kongres KBI 2004, yaitu Bali. Ketua LIPI juga mengharapkan masalah Etika dibahas dalam kongres konsorsium mengingat masalah ini menjadi sorotan di luar negeri dan Indonesia belum memiliki wadah yang jelas. • Prioritas perbenihan tanaman potensial Hal ini disampaikan oleh Dr. Inez H.S. Loedin (LIPI) sebagai hasil tindak lanjut dari pertemuan yang diselenggarakan oleh Deputi I Ristek dan pertemuan lanjutan di Puslitbang Biologi LIPI untuk menanggapi permintaan Menristek atas kemandirian sistem perbenihan Indonesia. Masukan-
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
masukan disampaikan oleh berbagai pihak untuk melengkapi konsep yang ada. Pada pertemuan ini disepakati Dr. A. Dimyati (Kapuslitbang Hortikultura) bertindak sebagai Ketua penyusun konsep. Lomba Cerdas Cermat, Karya Tulis Ilmiah, Pidato Bahasa Inggris, dan Peliputan Pekan Biogen Pertanian untuk Siswa Tingkat SMU Kegiatan ini diselenggarakan bekerja sama dengan IndoBIC SEAMEO-BIOTROP. Selama berlangsungnya Pekan Biogen Pertanian 2003 telah diadakan tiga jenis lomba ilmiah, yaitu (1) Lomba Karya Ilmiah, (2) Lomba Cerdas cermat IPA, dan (3) Lomba Pidato Berbahasa Inggris. Lomba Cerdas Cermat IPA diikuti oleh 15 peserta, lomba Karya Ilmiah diikuti oleh 8 peserta, dan lomba Pidato dalam Bahasa Inggris diikuti oleh 15 peserta dari SMU Negeri 2, SMU Negeri 3, SMAKBO, SMK Analis, SMU BPK Penabur, dan SMU Regina Pacis. Daftar para pemenang Lomba Ilmiah tersebut adalah sebagai berikut: • Pemenang Lomba Karya Ilmiah Pemenang I: M. Fina Kania, SMU Regina Pacis, Bogor, dengan judul karya ilmiah ”Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras dalam Pembuatan Nata” Pemenang II: Andi Firmansyah, Bayu Sejati, Hari Chandra, dan Haryanto, SMU Regina Pacis, Bogor, dengan judul karya ilmiah “Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan terhadap Panjang Tubuh, Kejelasan Marking, Keindahan Mutiara, dan Tingkat Kecerahan Warna pada Ikan Lou Han”.
Pemenang III: Stepi Anriani, Mira Yunarti, dan Nila Wildani, SMU Negeri 3, Bogor, dengan judul karya ilmiah “Solusi Sesak Napas untuk Bogor” • Pemenang Lomba Cerdas Cermat IPA Pemenang I: Suryana Artha Richa, SMU BPK Penabur Pemenang II: Nila Wildani, SMU Negeri 3, Bogor Pemenang III: Nadia Larasati Utami, SMU Negeri 3, Bogor. • Pemenang Lomba Pidato Berbahasa Inggris Pemenang I: Laura Harris, SMU Regina Pacis, Bogor, dengan judul “What is DNA?” Pemenang II: Adisty Dwi Anggraini, SMU Negeri 3, Bogor, dengan judul “The Use of Biotechnology: Bull’s artificial insemination”. Pemenang III: Rex William, SMU Regina Pacis, Bogor, dengan judul “What is Biotechnology?” Sosialisasi Hasil Penelitian Sosialisasi hasil penelitian dilaksanakan oleh KP Kiat dan UKT Balitbiogen. Kegiatan ini dihadiri oleh 60 peserta, 40% di antaranya peserta swasta. Pada umumnya mereka berminat untuk bermitra dalam pengembangan benih (bibit), pupuk organik, dan biopestisida. Peserta mengharapkan informasi mengenai produk yang akan disampaikan diterima peserta sebelum pertemuan sehingga institusi yang diundang dapat memutuskan untuk mengirim tim dengan misi yang tepat. Dalam temu
157
PENYEBARLUASAN HASIL PENELITIAN
bisnis ini dilakukan penandatanganan kerja sama antara Badan Litbang Pertanian dengan AVEBE mengenai penelitian dan pengembangan ubi kayu transgenik bebas amilosa. Pemasyarakatan Hasil Penelitian Pemasyarakatan hasil penelitian dilakukan melalui presentasi rutin maupun menerima kunjungan-kunjungan mahasiswa beberapa perguruan tinggi. Presentasi rutin merupakan seminar yang dilaksanakan secara rutin dan materi yang disampaikan tidak hanya hasil penelitian, tetapi dapat berupa proposal atau rencana penelitian, hasil perjalanan dinas atau monitoring, dan hasil yang diperoleh dari suatu pertemuan (seminar, lokakarya, pelatihan, temu ilmiah, temu lapang, dan lain-lain) di dalam maupun di luar negeri. Selain itu, masalah-masalah yang perlu segera diinformasikan ataupun masalah-masalah yang memerlukan masukan lebih luas dapat pula diseminarkan. Beberapa materi yang telah diseminarkan, yaitu • Improvement of eggplant through the application of biotechnology (Dr. Darasinh Sihachakr) • Isolasi gen berdasarkan peta marka DNA berkerapatan tinggi (Dr. Endang M. Septiningsih) • QTL cloning, candidate gene analysis, and allele mining in rice (Dr. Michael J. Thomson)
158
Selama tahun 2002, instansi yang berkunjung ke Balitbiogen, yaitu SMU Negeri 1 Situraja, Sumedang; Ikatan Mahasiswa Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; Jurusan Biologi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta; SMU Tarbiyatul Falah Ciampea, Bogor; SMU Negeri 1 Banjar; Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) Rafflesia FMIPA Universitas Islam As-Syafi'iyah, Jakarta; Fakultas Pertanian Universitas Pekalongan; Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang; Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang; Program Studi Pascasarjana Agronomi Universitas Lambung Mangkurat; dan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor. Keikutsertaan dalam Pameran Badan Litbang Pertanian Pameran merupakan salah satu sarana promosi untuk memperkenalkan keberadaan Badan Litbang Pertanian dan inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh unit kerjanya. Sebagai salah satu unit kerja lingkup Badan Litbang Pertanian, BB-Biogen juga turut berpartisipasi dalam pameran yang dikoordinir/diselenggarakan oleh Badan Litbang Pertanian. Pameran yang diikuti oleh Balitbiogen pada tahun 2003 disajikan pada Tabel 1.
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel IV.1. Partispasi Balitbiogen dalam pameran tahun 2003 No.
Pameran
Tempat dan waktu
1. Agro and Food Expo 2. Ritech Expo
Jakarta, 2-5 Mei 2003 Jakarta, 8-11 Mei 2003
3. Ekspose Inovasi Teknologi Pertanian di Lahan Irigasi
Takalar, 6-7 Agustus 2003
4. Ekspose Plasma Nutfah dan Perbenihan Pertanian
Lembang, 22-25 Oktober 2003
5. Gelar Teknologi Tepat Guna
Sidoardjo, 5-9 Oktober 2003
Materi yang ditampilkan Poster Fasilitas Uji Terbatas, Pelayanan Jasa, Leaflet Poster Fasilitas Uji Terbatas, poster Tanaman transgenik, Pelayanan Jasa, Leaflet Poster Pemanfaatan Kultur Anter untuk Mendapatkan Padi Hibrida Tahan Wereng Coklat dan Bakteri Hawar Daun, Poster Keterpautan Marka Mikrosatelit untuk Toleransi Keracunan Aluminium pada Padi (Dupa x ITA131), Leaflet Poster Potensi Plasma Nutfah Tanaman Pangan, Poster Database Plasma Nutfah Tanaman Pangan, Poster Penyimpanan Tanaman Ubi-ubian melalui Kultur Jaringan, Leaflet Poster Kultur In Vitro untuk Perbanyakan Tanaman, contoh hasil kultur jaringan dalam botol, Leaflet
159
Laporan Tahunan M Balitbiogen ANAJEMEN2003 SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS © Copyright 2004, BB-Biogen
V. Manajemen Sumber Daya Manusia, Keuangan, dan Fasilitas SUMBER DAYA MANUSIA Sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Balitbiogen berjumlah 301 orang pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2003. Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan ta hun 2002 berkurang 55 orang. Perubahan jumlah tersebut disebabkan oleh adanya 13 orang karyawan yang pensiun (11 orang karena telah mencapai batas usia pensiun dan 2 orang karena permintaan sendiri) dan adanya regrouping (SK Mentan Nomor 185/Kpts/KP.150/3/2003) maka 48 orang pindah ke berbagai instansi lingkup Badan Litbang Pertanian dan sebaliknya Balitbiogen menerima pindahan dari instansi lain sebanyak 3 orang dan pengangkatan pegawai baru sebanyak 3 orang. Sumber daya manusia sebagai pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Balitbiogen, terbagi dalam beberapa kelompok kegiatan/penelitian sebagai berikut: 1. Kelompok Peneliti Sumberdaya Genetik (SDG); 2. Kelompok Peneliti Biologi Molekuler (BM); 3. Kelompok Peneliti Reproduksi dan Pertumbuhan (RP); 4. Kelompok Peneliti Rekayasa Protein dan Imunologi (RPI); 5. Kelompok Peneliti Mikrobiologi dan Teknologi Proses (MTP); 6. Sekretariat; 7. Inlitbio Cikeumeuh;
160
8. Inlitbio Citayam; 9. Inlitbio Pacet; 10. Laboratorium Kimia (Tanah dan Tanaman); 11. Rumah kaca (RK) Cimanggu dan Cikeumeuh. Jumlah pegawai terbanyak berada di Sekretariat, yaitu 96 orang atau 31,89%. Berdasarkan golongan ruang gaji maka dari 301 orang PNS tersebut, 30 orang atau 9,97% telah menduduki golongan IV, 140 orang atau 46,51% golongan III, 109 orang atau 36,21% golongan II, 22 orang atau 7,31% golongan I (Gambar V.1). Sebagian besar pegawai Balitbiogen menduduki golongan III dan terbanyak berada di Sekretariat. Menurut tingkat pendidikannya, distribusi pegawai Balitbiogen adalah 20 orang atau 6,64% bergelar Doktor, 44 orang atau 14,61% Master, 43 orang atau 14,29% Sarjana, 8 orang atau 2,65% Sarjana Muda, 2 orang atau 0,66% D3, 2 orang atau 0,66% D2, 2 orang atau 0,66% D1, 130 orang atau 43,2% SLTA, 14 orang atau 4,65% SLTP dan 36 orang atau 11,96% SD (Gambar V.2). Berdasarkan jabatannya, PNS Balitbiogen dapat dibedakan menjadi 2, yaitu pegawai yang menduduki jabatan fungsional dan non fungsional. Pegawai yang menduduki jabatan fungsional seluruhnya berjumlah 97 orang atau 33,22% dari seluruh pegawai Balitbiogen, yang terdiri dari 55 orang pegawai yang menduduki jabatan fungsio-
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
nal peneliti, 36 orang pegawai menduduki fungsional Litkayasa, 3 orang Pranata Komputer, 2 orang Pustakawan, dan 1 orang Statistisi (Gambar V.3).
Distribusi peneliti Balitbiogen berdasarkan jabatan fungsional adalah 9 orang Ahli Peneliti Utama, 2 orang Ahli Peneliti Madya, 5 orang Ahli Peneliti Muda, 7 orang Peneliti Madya, 6 orang Peneliti Muda, 7
7,31%
9,97%
36,21%
46,51% Golongan IV
Golongan III
Golongan II
Golongan I
Gambar V.1. Distribusi PNS Balitbiogen berdasarkan golongan ruang gaji
4,65%
6,64%
11,96%
Doktor
14,61%
Master Sarjana Sarjana Muda Diploma 3 Diploma 2 14,29%
2,65% 0,66%
43,20% 0,66%
0,66%
Diploma 1 SLTA SLTP SD
Gambar V.2. Distribusi PNS Balitbiogen berdasarkan pendidikan
37,11%
Fungsional
3,09%
2,09%
Litkayasa
1,03%
Pranata Komputer
56,70%
Pustakawan
Statistisi
Gambar V.3. Tenaga fungsional Balitbiogen berdasarkan jenis jabatan fungsional
161
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
orang Ajun Peneliti Madya, 3 orang Ajun Peneliti Muda, 7 orang Asisten Peneliti Madya, dan 9 orang Asisten Peneliti Muda (Tabel V.1). Distribusi litkayasa Balitbiogen berdasarkan jabatan fungsional litkayasa adalah 1 orang Teknisi Litkayasa Pratama, 18 orang Ajun Teknisi Litkayasa Madya, 9 orang Ajun Teknisi Litkayasa Muda, 4 orang Asisten Teknisi Litkayasa, dan 4 orang Asisten Teknisi Litkayasa Madya (Tabel V.2). Berdasarkan bidang keahliannya, pegawai Balitbiogen yang bergelar sarjana
(S3-S1) mempunyai bidang keahlian yang dikelompokkan ke dalam 24 bidang keahlian sebagaimana disajikan pada Tabel V.3. Berdasarkan PP No. 32 tahun 1979 jabatan fungsional peneliti termasuk dalam rumpun jabatan yang batas usia pensiunnya dapat diperpanjang hingga usia 65 tahun, selama yang bersangkutan dapat menambahkan angka kredit untuk meningkatkan jenjang fungsionalnya atau mempertahankan jenjang fungsionalnya tersebut. Oleh karena itu, pengelompokan umur PNS Balitbiogen dapat dibagi menjadi 9
Tabel V.1. Distribusi tenaga peneliti Balitbiogen berdasarkan jenjang fungsional peneliti Jabatan fungsional peneliti No.
Kelompok peneliti
1. 2. 3. 4. 5.
Kelti SDG Kelti BM Kelti RP Kelti RPI Kelti MTP
Ahli Peneliti Ahli Peneliti Ahli Peneliti Peneliti Peneliti Ajun Peneliti Ajun Peneliti Asisten Peneliti Utama Madya Muda Madya Muda Madya Muda Madya
Jumlah
Asisten Peneliti Muda
Jumlah
0 0 2 6 1
1 1 0 0 0
1 2 0 0 2
3 1 2 0 1
3 1 1 1 0
2 0 1 4 0
0 1 1 1 0
0 1 2 2 2
1 4 0 1 3
11 11 9 15 9
9
2
5
7
6
7
3
7
9
55
Tabel V.2. Distribusi tenaga teknisi litkayasa Balitbiogen berdasarkan jenjang fungsional litkayasa Fungsional litkayasa Kelompok kegiatan/ No. peneliti
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kelti SDG Kelti BM Kelti RP Kelti RPI Kelti MTP Laboratorium Kimia Tanah Tanaman’ Sekretariat Inlitbio Cikeumeuh Inlitbio Citayam Inlitbio Pacet Rumah Kaca Cimanggu
Jumlah
162
Asisten Asisten Teknisi Teknisi Ajun Ajun Teknisi Ajun Teknisi Asisten Jumlah Teknisi Teknisi Litkayasa Litkayasa Teknisi Litkayasa Litkayasa Teknisi Litkayasa Litkayasa Muda Pratama Litkayasa Madya Muda Litkayasa Madya Muda 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
3 1 0 5 0 4
2 0 1 0 1 1
2 1 0 1 0 0
2 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0
9 2 1 7 1 5
0 0 0 0 0
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 1 0 3 1
2 0 0 2 0
0 0 0 0 0
0 1 0 0 0
0 0 0 0 0
3 2 0 5 1
0
1
0
18
9
4
4
0
36
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel V.3. Distribusi PNS Balitbiogen (S3-S1) berdasarkan bidang keahlian/penelitian tahun 2003 Pendidikan
No. Bidang keahlian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Kultur Jaringan Agronomi Penyakit Hama Virologi Virus Serangga Bakteriologi Pemuliaan Plasma Nutfah Ekofisiologi Mikrobiologi Tanah Rekayasa Genetik Biokimia Statistik Biologi Molekuler Pitopatologi Ekologi Serangga Mikologi Feromon Kimia Breeding Marka Molekuler Fisiologi Entomologi
Jumlah
Total
S3
S2
S1
1 1 1 1 3 1 2 1 1 2 1 1 1 1
2 2 1 1 1 6 1 1 2 1 13 2 1 2 1
6 1 1 1 7 1 5 1 3 1 -
9 4 2 3 3 1 4 14 1 1 1 5 1 1 18 2 1 1 1 2 1 3 1 2
18
37
27
82
kelompok, yaitu mulai dari kelompok umur hingga 25 tahun sampai dengan 65 tahun dengan kisaran setiap kelompok 5 tahun. Distribusi PNS berdasarkan tingkat pendidikan dan umur disajikan pada Tabel V.4. Berdasarkan Tabel V.4, PNS Balitbiogen terbanyak berumur antara 41-45 tahun, yaitu sebanyak 82 orang atau 27,24%; selanjutnya 67 orang atau 22,25% berumur 46-50 tahun, 60 orang atau 19,93% berumur 51-55 tahun, 18 atau 5,98% berumur 56-60 tahun, 22 orang atau 7,31% berumur 31-35 tahun, 44 orang atau 14,61% berumur 36-40 tahun, 6 orang atau 1,66% berumur 26-30 tahun, dan 2 orang atau 0,66% berumur 6165 tahun. Tidak ada pegawai Balitbiogen yang berumur di bawah 25 tahun.
Berdasarkan jenjang pendidikan, S3 terbanyak berada pada kisaran umur 51-55 tahun sebanyak 10 orang, 10 orang S2 berumur 36-40 tahun, 13 orang S1 berumur 41-45 tahun, 4 orang Sarjana Muda berumur 46-50 tahun, 40 orang SLTA berumur 41-45 tahun, 7 orang SLTP berumur 41-45 tahun, dan 15 orang SD berumur 51-55 tahun. Untuk pejabat fungsional peneliti, umur terbanyak berada pada kisaran 41-45 tahun sebanyak 16 orang atau 29,09% kemudian 15 orang atau 27,27% berumur 5155 tahun, 8 orang atau 14,54% berumur 4650 tahun, 8 orang atau 14,54% berumur 5660 tahun, 4 orang atau 7,27% berumur 3640 tahun, 2 orang atau 3,63% berumur 61-
163
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
65 tahun, dan 2 orang atau 3,63% berumur 31-35 tahun. Tidak ada pejabat fungsional peneliti di Balitbiogen yang berumur di bawah 30 tahun. Data rinci pejabat fungsional peneliti berdasarkan umur disajikan pada Tabel V.5. Untuk pejabat fungsional litkayasa, yang merupakan jabatan fungsional terbesar kedua di Balitbiogen, jumlah litkayasa terbanyak, yaitu 14 orang atau 38,88%. berada pada kisaran umur 46-50 tahun, Kisaran umur 46-50 tahun ini sangat menarik karena mayoritas PNS Balitbiogen berada pada kisaran ini, demikian juga untuk peja-
bat fungsional peneliti dan litkayasa. Setelah kisaran umur 46-50 tahun, terbanyak kedua, yaitu 10 orang atau 27,77% berumur 41-45 tahun kemudian 6 orang atau 16,66% berumur 51-55 tahun, dan 4 orang atau 11,11% berumur 36-40 tahun. Sama seperti halnya peneliti, tidak ada pejabat fungsional litkayasa yang berumur di bawah 30 tahun (Tabel V.6). Pembinaan sumber daya manusia dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Balitbiogen antara lain dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan keahlian pegawai baik jangka panjang
Tabel V.4. Distribusi PNS Balitbiogen berdasarkan tingkat pendidikan dan umur Pendidikan
No. Umur (tahun) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Hingga usia 25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65
Jumlah
Jumlah
S3
S2
S1
SM
D3
D2
D1
SLA
SLP
SD
0 0 0 0 2 2 10 4 2
0 4 5 10 8 6 7 4 0
0 1 10 7 13 9 3 0 0
0 0 0 1 2 4 1 0 0
0 0 1 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0 2 0
0 0 0 0 2 0 0 0 0
0 0 6 24 40 35 23 2 0
0 1 0 1 7 4 1 0 0
0 0 0 1 8 7 15 5 0
0 6 22 44 82 67 60 18 2
20
44
43
8
2
2
2
130
14
36
301
Tabel V.5. Distribusi peneliti Balitbiogen berdasarkan jenjang fungsional peneliti Jabatan fungsional peneliti No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
164
Ahli Peneliti Utama
Ahli Peneliti Madya
Ahli Peneliti Muda
Peneliti Madya
Peneliti Muda
Ajun Peneliti Madya
Ajun Peneliti Muda
Asisten Peneliti Madya
Asisten Peneliti Muda
Jumlah
Hingga usia 25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65
0 0 0 0 0 0 4 3 2
0 0 0 0 0 0 1 1 0
0 0 0 0 0 2 1 2 0
0 0 0 0 2 1 4 1 0
0 0 0 0 0 2 3 1 0
0 0 0 0 2 3 2 0 0
0 0 0 0 3 0 0 0 0
0 0 2 1 3 0 0 0 0
0 0 0 3 6 0 0 0 0
0 0 2 4 16 8 15 8 2
Jumlah
9
2
5
8
6
7
3
6
9
55
Umur (tahun)
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
maupun jangka pendek di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk program jangka panjang, Badan Litbang Pertanian sampai dengan akhir tahun 2003 telah menugaskan 29 orang pegawai untuk mengikuti berbagai program pendidikan, yaitu program doktor (S3) sebanyak 21 orang, program master (S2) 10 orang, program sarjana (S1) 1 orang, dan program diploma (D3) 1 orang. Daftar nama petugas belajar Balitbiogen disajikan pada Tabel V.7. Pada tahun 2003, tidak ada petugas belajar yang menyelesaikan pendidikannya, baik program pendidikan yang diselenggarakan di dalam negeri maupun di luar negeri. Oleh karena itu jumlah petugas belajar TA 2003 sama dengan TA 2002. Selain pembinaan sumber daya manusia, kegiatan yang dapat diselesaikan oleh Balitbiogen pada tahun 2003 yang berkaitan dengan SDM adalah penyelesaian proses kenaikan pangkat pegawai sebanyak 64 orang yang terbagi dalam 2 periode, yaitu periode April 2003 sebanyak 59 orang
dan periode Oktober 2003 sebanyak 5 orang. Periode April 2003 terdiri dari 19 orang golongan III, 29 orang golongan II, dan 11 orang golongan I. Sedangkan pegawai yang naik pangkat pada periode Oktober 2003 sebanyak 5 orang yang terdiri dari 1 orang golongan IV, 2 orang golongan III, dan 2 orang golongan II (Tabel V.8). Pegawai yang mendapatkan hak kenaikan gaji berkala selama tahun 2003 sebanyak 172 orang. Kenaikan gaji berkala setiap bulannya dapat dilihat pada Tabel V.9. Selain kenaikan gaji berkala, selama tahun 2003 Balitbiogen telah menyelesaikan proses kenaikan jabatan fungsional sebanyak 8 orang. Daftar pejabat fungsional yang naik pangkat disajikan pada Tabel V.10. Pegawai yang pensiun karena mencapai batas usia kerja dan atas permintaan sendiri pada tahun 2003 berjumlah 13 orang, dengan perincian 11 orang pensiun karena mencapai batas usia kerja dan 2 orang pensiun atas permintaan sendiri (Tabel V.11).
Tabel V.6. Penyebaran litkayasa Balitbiogen berdasarkan jenjang fungsional litkayasa Jabatan fungsional litkayasa No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Umur (tahun)
Teknisi Litkayasa Madya
Ajun Ajun Asisten Asisten Ajun Teknisi Teknisi Asisten Teknisi Teknisi Teknisi Teknisi Litkaysa Litkayasa Teknisi Teknisi Litkayasa Litkayasa Litkayasa Litkayasa Muda Praatama Litkayasa Litkayasa Madya Muda Madya Muda
Jumlah
Hingga usia 25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 2 10 5 1 0
0 0 0 1 4 3 1 0 0
0 0 0 1 2 1 0 0 0
0 0 0 2 2 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 4 10 14 6 2 0
Jumlah
0
0
1
0
18
9
4
4
0
36
165
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
Tabel V.7. Daftar nama petugas belajar Balitbiogen No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18 19. 20. 21
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
1.
1.
166
Nama/NIP Program S3 Drs. M. Muhsin, MSi 080.052.619 Ir. Asadi, MS 080.066.918 Ir. Sutoro, MS 080.054.493 Ir. Chaerani, MSc 080.113.991 Ir. Eny Ida Riyanti, MSi 080.110.393 Sustiprijatno, SSi, MSc 080.110.824 Dra. Dwinita W. Utami, MSi 080.117.936 Asep Nugraha A., MSi 080.085.308 Dra. Endang Gati L., MSi 080.079.765 Dani Satyawan, MSi 080.115.828 Rama Yusvana, MSi 080.115.830 Puji Lestari, SP, MSi 080.124.740 K. Rudi Trijatmiko, SP, MSi 080.124.488 Ir. Ragapadmi P., MSi 080.101.083 Toto Hadiarto, MSi 080.115.831 Ir. Arief Indra Sumunar, MSc 080.108.609 Ir. Tri Puji Priyatno, MSc 080107915 Drs. Saptowo J. Pardal, MS 080.098.223 Ir. Etty Pratiwi 080.107.913 Ir. M. Yunus 080.108.468 Ir. Iswari S. Dewi 080.111.489 Program S2 Dra. Diani Damayanti 080.099.761 Suci Rahayu, SSi 080.124.355 Ika Roostika Tambunan, SP 080.128.637 Atmitri Sisharmini, SSi 080.130.426 Drs. Edy Listanto 080.111.326 Drs. Ahmad Warsun 080.111.325 Mia Kosmiatin, SSi 080.126.046 Arief Vivi Noviati, SP 080.133.045 Drs. M. Ace Suhendar 080.098.764 Joko Prasetyono, SP 080.126.111 Program S1 Eny Nurwidyastuti, BSc 080.118.653 Program D-III Husni Puad 080.109.093
Pangkat semula
TMT tugas belajar
Program tugas belajar
Spesialisasi
Sponsor
Tempat pendidikan
III/b
Desember 1998
S3 (LN)
Plant Virology
IRRI
Univ. of The Philipina
IV/a
1 Februari 2000
S3 (DN)
Pemuliaan
PAATP
UGM/Indonesia
IV/b
September 2000
S3 (DN)
Pemuliaan
PAATP
IPB/Indonesia
III/c
15 Februari 2001
S3 (LN)
Biotechnology
BIORIN
Univ. of Wageningen Belanda
III/c
Februari 2001
S3 (LN)
Biotechnology
PAATP
UNSW/Australia
III/a
Oktober 1998
S3 (LN)
Biotechnology
MonBusho
Osaka Perpecture Univ. Japan
III/b
Agustus 2001
S3 (DN)
Agronomi
PAATP
IPB/Indonesia
III/a
September 2001
S3 (DN)
Kimia Pangan
PAATP
UI/Indonesia
IV/a
Agustus 2001
S3 (DN)
Biologi
PAATP
IPB/Indonesia
III/a
S3 (LN)
Plant Breeding
ARM II
Cornell Univ. USA
S3 (LN)
Biotechnolgy
ADS
Univ. of New South Wales
S3 (LN)
Biotechnolgy
III/a
Januari 2002 (40 Bulan) 16 Januar 2002 s/d 31 Maret 2006 Februari 2002 (48 Bulan) Februari 2002
S3 (LN)
Biotechnolgy
Biorin
The Univ. of Wageningen
III/c
September 2002
S3 (LN)
Agronomy
PAATP
IPB Indonesia
III/a
S3 (LN)
Biotechnology
Monbusho
Kobe Univ. Jepang
S3 (LN)
Molecular Biology
PAATP
Univ. of Queensland Brisbane
S3 (LN)
Microbiology
ARM II
Univ. Putra Malaysia
III/b
Oktober 2002 s/d September 2005 13 Januari 2003 s/d 31 Desember 2006 November 2003 3 (tiga) tahun April 1998
S3 (DN)
Biologi Molekuler
ARMP
IPB
III/b
September 1999
S3 (DN)
Bioteknologi
PAATP
IPB
III/c
23 Agustus 1999
S3 (LN)
Plant Breeding
PAATP
Cornell Univ. USA
III/c
September 2000
S3 (DN)
Bioteknologi
PAATP
IPB
III/c
Agustus 2001
S2 (DN)
Bioteknologi
PAATP
IPB
III/a
Juli 2001
S2 (LN)
Agriculture
PAATP
Univ. Putra Malaysia
III/a
1 September 1999
S2 (DN)
Bioteknologi
Balitbiogen
IPB
III/a
1 September 1999
S2 (DN)
Bioteknologi
Balitbiogen
IPB
III/b
1 Stember 2000
S2 (DN)
Pemuliaan
ARM II
UNPAD
III/c
1 Stember 2000
S2 (DN)
Pemuliaan
ARM II
UNPAD
III/a
1 Agustus 2001
S2 (DN)
Bioteknologi
PAATP
IPB
III/a
10 Juni 2003
S2 (LN)
Plant Breeding and Biotech.
PAATP
Univ. of Queensland Brisbane
III/b
1 September 2001
S2 (DN)
Entomologi & Fitopatologi
CIP
IPB/Indonesia
III/a
1 September 2000
S2 (DN)
Bioteknologi
PAATP
IPB
III/a
Agustus 2001
S1 (DN)
Ilmu Kearsipan
PAATP
STIA LAN
II/d
September 2002
D3 (DN)
Teknologi Benih
PAATP
IPB
III/a III/b
III/c III/c
Seoul National Univ. Korea
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel V.8. Rekapitulasi kenaikan pangkat pegawai Balitbiogen April 2003
Oktober 2003
Jumlah
Pangkat lama
Pangkat baru
IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a I/d I/c I/b I/a
IV/e IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a I/d I/c I/b
Jumlah
0 0 0 0 0 2 1 10 6 16 2 8 3 4 2 5 59
Pangkat lama
Pangkat baru
IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a I/d I/c I/b I/a
IV/e IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a I/d I/c I/b
Jumlah
Jumlah 0 0 0 1 0 0 0 2 0 1 1 0 0 0 0 0 5
Tabel V.9. Rekapitulasi kenaikan gaji berkala tahun 2003 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya, Balitbiogen juga didukung oleh 73 orang tenaga honorer proyek. Berdasarkan tingkat pendidikan, tenaga honorer tersebut terdiri dari 1 orang Pascasarjana, 3 orang Sarjana, 35 orang SLTA, 6 orang SLTP, dan 28 orang SD (Tabel V.12). Dibandingkan dengan tahun 2002, tenaga honorer Proyek per 31 Desember 2003 meng-
Jumlah 22 8 29 46 17 11 8 9 7 7 4 4 172
alami pengurangan sebanyak 4 orang, 3 orang karena diangkat menjadi PNS dan bekerja kembali di Balitbiogen dan 1 orang ditempatkan di Lolitan Jeruk di Tlekung Malang. Distribusi tenaga honorer proyek pada berbagai kelompok kegiatan/penelitian disajikan pada Tabel V.12.
167
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
Tabel V.10. Daftar nama peneliti yang naik jabatan fungsional pada tahun 2003 No. Nama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jabatan lama
Dr. Ika Mariska Dr. M. Machmud, MSc Dr. Achmad Hidayat, MSc Dr. M. Herman Drs. Deden Sukamadjaja, MSi Dra. A. Dinar Ambarwati, MSc Drs. Dodin Koswanudin Drs. M. Ace Suhendar
Tamatan
APU APU Ahpenda Pendya Ajpendya Ajpenda Aspendya Aspendya
Jabatan baru
01-02-2001 01-02-2001 01-05-1999 01-07-1999 01-10-1999 01-12-1999 01-02-2000 01-01-1999
APU APU Ahpendya Ahpenda Penda Ajpendya Ajpenda Aspendya
Tamatan
Keterangan
01-01-2003 Pemeliharaan 01-01-2003 Pemeliharaan 01-03-2003 01-07-2003 01-09-2003 01-10-2003 01-04-2003 01-01-2003 Aktif kembali
Tabel V.11. Daftar nama PNS Balitbiogen yang pensiun pada tahun 2003 No. Nama/NIP
Tanggal lahir
Gol. Ruang TMT Pensiun TMT Unit kerja
Keterangan
1. Husnawati 080020327 2. Dr. Mohamad Iman 080018960 3. Didi Supardi 080026924 4. Madroi 080084824 5. Mamah S. 080084824 6. Perin Al Marzuki 080032619 7. Ita II 080031258 8. Haryanto 080021201 9. Endjang 080031234 10. Suaeb 0800325542 11. Endang Iskandar 080056213 12. Ibnu Suprapto 080051087 13. Napin 080032657
9 Januari 1950
III/b
01-01-2003
Rumah Kaca
25 Desember 1938
IV/b
01-03-2003
Kelti RPI
5 Mei 1947
III/c
01-07-2003
Inlitbio Cikeumeuh BUP
5 Mei 1947
II/a
01-07-2003
Rumah Kaca
31 Desember 1947
II/a
01-01-2003
Inlitbio Cikeumeuh BUP
17 Juli 1947
II/a
01-08-2003
Inlitbio Citayam
26 Juli 1950
II/a
01-11-2003
10 Oktober 1947
III/c
01-11-2003
Inlitbio Cikeumeuh Permintaan sendiri Inlitbio Citayam BUP
07 Oktober 1947
II/b
01-11-2003
Inlitbio Cikeumeuh BUP
04 Oktober 1947
II/b
01-11-2003
Inlitbio Citayam
BUP
14 Oktober 1947
II/b
01-11-2003
Inlitbio Pacet
BUP
19 Oktober 1947
III/b
01-11-2003
Sekretariat
BUP
09 September 1947
III/b
01-09-2003
Inlitbio Citayam
BUP
Permintaan sendiri BUP
BUP
BUP
BUP = batas usia pensiun
Jumlah tenaga honorer proyek terbanyak berada pada kisaran umur 31-35 tahun, yaitu 27 orang atau 36,98% kemudian 14 orang atau 19,17% berumur 36-40 tahun, 14 orang atau 19,17% berumur 26-30 tahun, 7 orang atau 9,58% berumur 41-45 tahun, 4 orang atau 5,47% berumur 46-50, dan kisaran umur lainnya hampir sama, yaitu antara
168
1-2 orang atau 1,28%-2,56%. Berdasarkan data umur tenaga honorer tersebut, dapat disimpulkan bahwa tenaga honorer proyek Balitbiogen yang masih mempunyai peluang untuk diangkat menjadi PNS sebanyak 57 orang atau 79,22% dan yang tidak mempunyai peluang karena umurnya telah mencapai lebih dari 40 tahun sebanyak 16
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
orang atau 20,78%. Data rinci tenaga honorer proyek Balitbiogen berdasarkan umur disajikan pada Tabel V.12. KEUANGAN Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, Balitbiogen pada TA 2003 mendapatkan anggaran dari berbagai sumber dana, yaitu anggaran belanja rutin, anggaran belanja pembangunan, dan anggaran penerimaan pajak maupun bukan pajak.
Anggaran Belanja Rutin Anggaran belanja rutin Balitbiogen TA 2003 secara keseluruhan naik sebesar 0,28% dibandingkan dengan TA 2002. DIK TA 2003 Rp 7.318.760.000 sedangkan TA 2002 Rp 7.298.139.000. DIK TA 2003 terdiri dari belanja pegawai Rp 5.954.857.000 atau 81,36% dan belanja non pegawai Rp 1.363.903.000 atau 18,64% (Gambar V.4). Belanja pegawai mengalami penurunan 1% dari TA 2002, yaitu dari Rp 6.020.540.000 menjadi Rp 5.954.857.000. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan
Tabel V.12. Distribusi tenaga honorer proyek Balitbiogen berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan
No. Kelompok kegiatan/penelitian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Kelti Sumberdaya Genetik Kelti Biologi Molekuler Kelti Reproduksi dan Pertumbuhan Kelti Rekayasa Protein dan Imunologi Kelti Mikrobiologi dan Teknologi Proses Sekretariat Inlitbio Cikeumeuh Inlitbio Citayam Inlitbio Pacet Laboratorium Kimia (Tanah Tanaman) Rumah kaca Cimanggu dan Cikeumeuh
Jumlah
Jumlah
S2
S1
SM
SLA
SLP
SD
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 7 1 6 5 10 0 1 0 0 1
0 2 1 0 1 2 0 0 0 0 0
2 0 5 5 2 6 5 0 1 0 2
7 10 7 11 10 18 5 1 1 0 3
1
3
0
35
6
28
73
18,64%
81,36% Belanja pegawai
Belanja non pegawai
Gambar V.4. Alokasi penggunaan dana rutin
169
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
anggaran belanja pegawai untuk MAK 5120 (lembur). Sedangkan belanja non pegawai pada TA 2003 naik Rp 86.304.000 atau 6,33% dari Rp 1.277.599.000 pada TA 2002 menjadi Rp 1.363.903.000 pada TA 2003. Perkembangan anggaran rutin Balitbiogen TA. 2002 dan TA 2003 disajikan pada Tabel V.13. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa anggaran belanja rutin non pegawai terbesar adalah mata anggaran keluaran (MAK) 5230, yaitu untuk langganan daya dan jasa (listrik, air, telepon, dan gas) sebesar Rp 885.191.000 atau 65% dari total anggaran belanja non pegawai.
Realisasi anggaran belanja rutin sampai dengan akhir Desember 2003 untuk belanja pegawai (MAK 5100) mencapai Rp 5.923.860.383 (99% dari MAK 5100) dengan sisa dana belanja pegawai Rp 30.996.617. Sedangkan realisasi belanja non pegawai Rp 1.334.566.839 (97% dari belanja non pegawai) dengan sisa dana Rp 29.336.161 (Gambar V.4). Anggaran belanja non pegawai TA. 2003 meliputi belanja barang (MAK 5200) realisasinya Rp 993.909.839 (97% dari MAK 5200), belanja pemeliharaan (MAK 5300) realisasinya Rp 321.527.000 (100% dari MAK 5300) dan (MAK 5400) perjalanan dinas realisasinya Rp 19.130.000 (100% dari MAK 5400).
Tabel V.13. Perkembangan anggaran rutin Balitbiogen berdasarkan jenis pengeluaran TA 2002 dan TA 2003 Jenis pengeluaran
Persentase kenaikan
2003
I. Belanja pegawai 5110 5120 5150
5.585.315.000 414.399.000 20.826.000
5.587.017.000 347.440.000 20.400.000
0,03 -19,27 -2,00
Jumlah I
6.020.540.000
5.954.857.000
-1,09
II. Belanja barang 5210 5220 5230 5250
75.000.000 20.000.000 865.656.000 10.400.000,
75.000.000 15.000.000 885.191.000 48.000.000
0,00 -25,00 2,26 461,54
Jumlah II
971.056.000
1.023.191.000
III. Belanja pemeliharaan 5310 5330 5350
70.000.000 48.500.000 170.837.000
75.000.000 58.000.000 188.581.000
Jumlah III
289.337.000
321.581.000
17.206.000
19.131.000
IV. Belanja perjalanan 5410 Jumlah IV
170
Tahun anggaran (Rp) 2002
17.206.000
19.131.000
Jumlah (II + III + IV)
1.277.599.000
1.363.903.000
Jumlah anggaran rutin
7.298.139.000
7.318.760.000
7,14 19,59 10,37
11,18
0,28
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Dengan demikian, sisa dana di Kantor Perbendaharaan Kas Negara (KPKN) Bogor yang terdiri dari dana belanja pegawai dan belanja non pegawai Rp 60.332.778 (Tabel V.14). Anggaran Belanja Pembangunan Selain anggaran rutin, untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, Balitbiogen mendapatkan anggaran belanja pembangunan dari dana rupiah murni (RM) dan pinjaman luar negeri (PLN) dari Loan ADB 1526-INO. Anggaran belanja pembangunan yang dikelola Balitbiogen terdiri dari 4 Bagian Proyek. Total anggaran pembangunan Balitbiogen adalah Rp 7.135.615.000 terdiri dari Bagian Proyek Genetika dan Biotekno-
logi Pertanian Bogor Rp 4.582.684.000 (64,22%); Bagian Proyek Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Pertanian (BP4NP) Rp 992.343.000 (13,91%); Bagian Proyek Manajemen Varietas Rp 659.893.000 (9,25%) dan Bagian Proyek Penelitian Bioteknologi Perkebunan Rp 900.695.000 (12,62%) (Gambar V.5). Proyek Penelitian Genetika dan Bioteknologi Pertanian Bogor Alokasi anggaran Proyek Penelitian Genetika dan Bioteknologi Pertanian berdasarkan DIP No. 009/XVIII/1/I/2003 tanggal 1 Januari 2003 Rp 4.582.684.000 terdiri dari Rp 1.339.188.000 LOAN (RK) dan Rp 3.243.496.000 rupiah murni (RM). Dibandingkan dengan TA 2002 terdapat kenaikan
Tabel V.14. Realisasi anggaran rutin Balitbiogen TA 2003 Kegiatan (MAK)
Pagu dalam DIK (Rp)
Realisasi Pengeluaran (Rp)
Sisa (Rp)
I. Belanja pegawai 5110 5120 5150
5.587.017.000 347.440.000 20.400.000
5.566.392.393 337.281.190 20.186.800
20.624.607 10.158.810 213,200
Jumlah I (MAK 5100)
5.954.857.000
5.923.860.383
30.996.617
75.000.000 15.000.000 885.191.000 48.000.000
74.999.400 14.995.000 855.974.689 47.940.750
600 5.000 29.216.311 59.250
1.023.191.000
993.909.839
29.281.161
III. Belanja pemeliharaan 5310 5330 5350
75.000.000 58.000.000 188.581.000
74.980.000 57.966.000 188.581.000
20.000 34.000 0
Jumlah III (MAK 5300)
321.581.000
321.527.000
54.000
IV. Belanja perjalanan 5410
19.131.000
19.130.000
1.000
Jumlah IV (MAK 5400)
19.131.000
19.130.000
1.000
Jumlah (II + III + IV)
1.363.903.000
1.334.566.839
29.336.161
Jumlah semua
7.318.760.000
7.258.427.222
60.332.778
II. Belanja barang 5210 5220 5230 5250 Jumlah II (MAK 5200)
171
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
12,62% 9,25%
13,91%
64,22%
Proyek Penelitian Genetika dan Bioteknologi Pertanian Bagian Proyek Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Bagian Proyek Manajemen Varietas Bagian Proyek Penelitian Bioteknologi Perkebunan Gambar V.5. Alokasi anggaran pembangunan TA 2003 masing-masing bagian proyek
anggaran Rp 266.234.000, yaitu dari Rp 4.316.450.000 (TA 2002) menjadi Rp 4.582.684.000 (TA 2003). Dana tersebut meliputi dana untuk membiayai kegiatan Administrasi Proyek Rp 97.620.000 (2,13%), Perencanaan dan Penyusunan Program serta SIM Rp 60.080.000 (1,31%), Pengadaan alat pengolah data dan alat laboratorium Rp 131.221.000 (2,86%), Pengadaan Buku Rp 40.034.000 (0,87%), Pemeliharaan alat laboratorium Rp 114.570.000 (2,50%), Perawatan alat besar dan alat bantu Rp 138.050.000 (3,02%), Operasional Penelitian Rp 3.280.109.000 (71,58%), Penyuluhan dan penyebaran informasi Rp 559.480.000 (12,21%), serta Pemantauan dan Evaluasi Rp 161.520.000 (3,52%), alokasi anggaran tersebut sesuai pada Gambar V.6. Pada tahun 2003, penelitian yang dilaksanakan di Balitbiogen dapat dikelompokkan dalam 14 judul RPTP yang terbagi dalam 46 kegiatan penelitian, dengan total anggaran Rp 3.280.109.000, sehingga ratarata biaya per kegiatan penelitian sebesar Rp 234.293.500. Sedangkan untuk biaya
172
non penelitian (Administrasi Proyek/Sistem Informasi Manajemen/Pengadaan Alat/ Pengadaan buku/Pemeliharaan alat laboratorium) Rp 1.302.575.000 atau 28,42% dibiayai dari RM dan RK. Dengan demikian, perbandingan antara biaya penelitian dengan non penelitian adalah 71,58% berbanding 28,42% (Tabel V.15). Realisasi anggaran secara keseluruhan mencapai Rp 4.445.339.093 atau 97%, dengan sisa UYHD Rp 13.086.807 (berasal dari TPP/HPP) disetor ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Bogor. Sedangkan sisa mati yang tidak diambil dari KPKN Bogor sebesar Rp 124.658.100 merupakan sisa hasil perhitungan pajak antara RM dengan RK sehingga dananya tidak dapat digunakan. Bagian Proyek Pemanfaatan dan Pelestarian Pasma Nutfah Pertanian Untuk TA 2003, Bagian Proyek Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Pertanian (BP4NP), selain mendapatkan dana RM juga mendapat alokasi dana dari Loan ADB 1526-INO.
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
2,13% 12,21%
1,31% 2,86% 0,87%
3,52%
2,50% 3,02%
71,58%
Administrasi proyek Perencanaan dan penyusunan program Pengadaan alat pengolah data dan alat laboratorium Pengadaan buku Pemeliharaan alat laboratorium Perawatan alat besar dan alat bantu Operasional penelitian Penyuluhan dan Informasi Pemantauan dan evaluasi Gambar V.6. Alokasi dana Bagian Proyek Genetika dan Bioteknologi Bogor Tabel V.15. Biaya penelitian berdasarkan RPTP dan kegiatan TA 2003 Jumlah
Sumber dana APBN Bagian Proyek Penelitian Genetika dan Bioteknologi Pertanian Bagian Proyek Pemanfaatan dan Pelestarian Pasma Nutfah Pertanian Bagian Proyek Manajemen Varietas Bagian Proyek Penelitian Bioteknologi Perkebunan Jumlah
Berdasarkan DIP No. 009/XVIII/1/2003 tanggal 1 januari 2003, anggaran untuk TA 2003 sebesar Rp 992.343.000 terdiri dari Rp 226.603.000 (RK) dan Rp 765.740.000 (RM) atau 77,16% (RM) dan 22,84% (RK). Dibandingkan dengan TA 2002, terjadi penurunan anggaran sebesar Rp 32.994.000, yaitu dari Rp 1.025.337.000 (TA 2002) menjadi Rp 992.343.000 (TA 2003). Dana pembangunan tersebut, digunakan untuk membiayai kegiatan Pengelo-
Biaya (Rp)
RPTP
Kegiatan
14 4 2 8
46 4 2 23
3.280.109.000 802.442.000 164.788.000 746.832.000 4.994.171.000
laan Keanekaragaman Hayati sebesar Rp 802.442.000 (80,86%), Perawatan Alat Besar dan Alat Bantu Rp 12.100.000 (1,22%), Pengembangan Kelembagaan Rp 57.841.000 (5,83%), Penyuluhan dan Penyebaran Informasi Rp 80.000.000 (8,06%), Pemantauan dan Evaluasi Rp 39.960.000 (4,03%), (Gambar V.7). Dari anggaran yang tersedia dalam DIP sebesar Rp 992.343.000 tersebut, hanya dapat terealisasikan sebesar Rp 867.916.275
173
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
8,06%
4,03%
5,83% 1,22%
80,86% Operasional penelitian Pengembangan kelembagaan Monitoring dan evaluasi
Perawatan alat besar Penyuluhan dan informasi
Gambar V.7. Alokasi dana Bagian Proyek Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Pertanian
atau 87,46% dan sisanya Rp 124.426.725 atau 12,54% disetor kembali ke KPKN Bogor pada akhir bulan Desember 2003. Sisa dana tersebut merupakan penghematan penggunaan dana, khususnya dari pos perjalanan dinas, upah dan biaya rapat, sedangkan target/kegiatan fisiknya sudah dilaksanakan/diselesaikan 100%. Bagian Proyek Manajemen Varietas Bogor Bagian Proyek Manajemen Varietas Bogor untuk TA 2003 mendapat anggaran pembangunan yang meliputi dana RM dan dana PLN dari dana Loan ADB 1526-INO. Berdasarkan DIP No. 099/XVIII/1/2003 tanggal 1 Januari 2003, besarnya anggaran pembangunan tersebut adalah Rp 659.893.000 terdiri dari RM sebesar Rp 480.424.000 dan RK (ADB-1526-INO) sebesar Rp 179.469.000 atau 72,80% RM dan 27,20% RK. Dana pembangunan TA 2003 tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan Perencanaan dan Penyusunan Program Rp 12.958.000 (1,96%), Penyusunan/Pengadaan Modul Rp 157.360.000 (23,83%), Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
174
Rp 47.240.000 (7,16%), Pengembangan Kelembagaan Rp 164.788.000 (24,97%), Pengembangan Sistem Informasi sebesar Rp 124.612.000 (18,88%), Penyuluhan dan Penyebaran Informasi Rp 20.000.000 (3,03%) serta Pemantauan dan Evaluasi Rp 132.935.000 (20,14%), sesuai dengan Gambar V.8. Realisasi anggaran sampai akhir Desember 2003 mencapai Rp 652.039.281 atau sebesar 98%. Dengan demikian sisa mati anggaran ditambah UYHD yang disetor ke KPKN Bogor sebesar Rp 7.853.719 yang terdiri dari RM sebesar Rp 786.087 dan RK sebesar Rp 7.067.632. Bagian Proyek Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bagian Proyek Penelitian Bioteknologi Perkebunan untuk TA 2003 selain mendapat dana RM juga mendapat alokasi dana PLN dari Loan ADB 1526-INO. Berdasarkan DIP No. 099/XVIII/1/-/2003 tanggal 1 Januari 2003, TA 2003 anggaran Proyek Penelitian Bioteknologi Perkebunan Rp 900.695.000 terdiri dari RM sebesar Rp 651.460.000 dan
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
RK (ADB-1526-INO) sebesar Rp 210.285.000 atau 76,65% RM dan 23,35% RK.
Penguasaan Teknologi Rp 746.832.00 atau 82,93% (Gambar V.9).
Dana Proyek tersebut meliputi dana untuk membiayai kegiatan Pengembangan Kelembagaan sebesar Rp 38.950.000 atau 4,32%, Perencanaan dan Program sebesar Rp 23.523.000 atau 2,61%, Pengembangan system informasi sebesar Rp 13.985.000 atau 1,55%, Penyuluhan dan Penyebaran Informasi sebesar Rp 63.440.000 atau 7,04%, Pemantauan dan Evaluasi sebesar Rp 13.965.000 atau 1,55% dan Penelitian
Realisasi anggaran sampai dengan akhir Desember 2003 dari dana sebesar Rp 900.695.000 mencapai Rp 885.474.443 atau 98,31%. Sisa dana Rp 15.220.557 disetor ke KPKN Bogor, yang terdiri dari RM Rp 322.295 dan RK Rp 14.898.262 merupakan sisa hasil perhitungan pajak antara RM dengan RK sehingga dananya tidak dapat digunakan.
1,96% 20,14%
23,83%
3,03%
7,16% 18,88% Perencanaan dan penyusunan program Pendidikan dan pelatihan SIM Pemantauan dan evaluasi
24,97% Penyusunan/pengadaan modul Pengembangan kelembagaan Penyuluhan dan penyebaran
Gambar V.8. Alokasi dana Bagian Proyek Manajemen Varietas
4,32%
2,61%
1,55%
7,04% 1,55%
82,93% Pengembangan kelembagaan Pengembangan sistem informasi Monitoring dan evaluasi
Perencanaan dan program Penyuluhan dan penyebaran informasi Penguasaan teknologi
Gambar V.9. Alokasi dana Bagian Proyek Bioteknologi Perkebunan
175
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
Anggaran Penerimaan Pajak dan Bukan Pajak Anggaran Penerimaan Negara terdiri dari Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP merupakan penerimaan yang timbul akibat pelaksanaan tupoksi Balitbiogen yang terdiri dari Penerimaan fungsional dan Penerimaan Umum. PNBP Balitbiogen yang bersifat fungsional meliputi penerimaan akibat imbalan jasa, sewa gedung, penerimaan sisa hasil penelitian, dan pendapatan jasa lainnya. Penerimaan PNBP ini setiap tahunnya disusun berdasarkan rencana/target penerimaan dari berbagai sumber dan setelah disetorkan ke Kas Negara, dana tersebut dapat digunakan kembali setelah dituangkan dalam Daftar Isian Kegiatan Suplemen (DIKS). PNBP yang bersifat umum adalah penerimaan akibat kelebihan anggaran, jasa giro, tuntutan ganti rugi, sewa rumah dinas dan penerimaan kembali belanja pegawai. Target PNBP Balitbiogen untuk TA 2003, baik fungsional maupun umum sebesar Rp 162.237.000. Untuk TA 2003 penerimaan PNBP dari penerimaan umum sebesar Rp 203.912.371 atau 80,12% dari jum-
lah penerimaan, sedangkan dari pendapatan fungsional sebesar Rp 50.590.000 atau 19,88%, (Gambar V.10). Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TA 2003 sebesar Rp 254.502.731, apabila dibandingkan dengan penerimaan pajak TA 2002, yaitu sebesar Rp 70.612.846, maka pada TA 2003 mengalami peningkatan atau kenaikan sebesar Rp 183.889.525. Peningkatan terjadi karena meningkatnya pendapatan kembali dana pembangunan (RM) (Tabel V.16). Untuk pajak pribadi pengelolaannya dilakukan oleh Bendaharawan Gaji dengan memotong dan menyetorkan langsung ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Bogor. Sedangkan pajak penghasilan yang bersumber dari pembayaran tunjangan pelaksanaan proyek (TPP), pembelian barang atau jasa lainnya dipungut langsung oleh Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek, Bendaharawan Rutin, atau langsung dipungut oleh KPKN untuk pajak pengadaan barang dan jasa yang pengadaannya dilakukan secara LS (Tabel V.17).
19,88%
80,12% Penerimaan umum
Penerimaan fungsional
Gambar V.10. Penerimaan PNBP TA 2003
176
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel V.16. Realisasi PNBP Balitbiogen sampai dengan Desember 2003 Estimasi PNBP tahun 2003
Realisasi penyetoran tahun ini
1. Penerimaan umum 2. Penerimaan fungsional
21.980.000 140.377.000
203.912.371 50.590.000
Jumlah
162.357.000
254.502.371
Uraian
Tabel V.17. Penerimaan pajak dari Balitbiogen TA 2003 Jenis pajak (Rp)
Sumber pajak
PPh.21
Anggaran belanja rutin Anggaran belanja proyek Anggaran belanja kerja sama
26.415.624 293.257.295 7.502.479
182.072.061 28.587.000 11.809.350
2.856.677 37.900.741 1.030.708
6.523.825 10.286.235 -
217.868.187 370.031.271 20.342.537
Jumlah
327.175.398
222.468.411
41.788.126
16.810.060
608.241.995
FASILITAS Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, Balitbiogen didukung sejumlah fasilitas berupa sarana dan prasarana umum, yaitu tanah, bangunan, kendaraan serta sarana penelitian berupa laboratorium, rumah kaca, dan kebun percobaan. Sarana dan Prasarana Umum Sarana dan prasarana umum yang sangat penting dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Balitbiogen adalah tanah, bangunan, kendaraan dan peralatan pendukung lainnya. Tanah dan Bangunan Tanah dan bangunan, secara umum meliputi seluruh bangunan dan tanah tempat bangunan tersebut berdiri baik bangunan kantor, gedung auditorium maupun bangunan sarana penelitian. Luas areal yang dikelola oleh Balitbiogen, seluruhnya adalah 420.391 m2 yang terdiri dari tanah
PPh.22
Jumlah (Rp)
PPN
PPh.23
dan bangunan. Secara rinci, pemanfaatan areal dan luasan masing-masing bangunan atau kebun disajikan pada Tabel V.18. Kendaraan Dinas Kendaraan dinas yang dikelola oleh Balitbiogen berjumlah 34 unit kendaraan, yang terdiri dari kendaraan roda 4 atau lebih sebanyak 23 unit dan kendaraan roda 2 sebanyak 11 unit. Kendaraan dinas yang dikelola oleh Balitbiogen sebagian besar sudah berusia di atas 10 tahun. Secara rinci data kendaaraan tersebut disajikan pada Tabel V.19. Data kendaraan roda 2 dapat dilihat pada Tabel V.20. Dana pemeliharaan kendaraan tersebut untuk tahun 2003, bersumber dari anggaran proyek dan anggaran rutin TA 2003. Peralatan Pendukung lainnya Peralatan pendukung lainnya yang digunakan oleh Balitbiogen untuk melaksana kan tugas dan fungsinya, diuraikan pada Tabel V.21.
177
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
Tabel V.18. Daftar pemanfaatan fasilitas tanah dan bangunan Jumlah
No. Pemanfaatan fasilitas
M2
Unit 1. Tanah bagunan pemerintah
7
2. Bangunan gedung kantor permanen 3. Bangunan gudang tertutup permanen 4. Bangunan gedung mekanikal permanen dan koperasi 5. Bangunan gedung laboratorium permanen 6. Rumah kaca 7. Bangunan bengkel/garasi 8. Bangunan gedung tempat ibadah 9. Bangunan gedung tempat pertemuan permanen 10. Mess/wisma/tempat peristirahatan Jumlah
4 12 1
Keterangan
398.893 Kel. Ciwaringin, Kec. Bogor Tengah dan Kel. Menteng, Kec. Bogor Barat 1.272 Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 2.322 Jl. Tentara Pelajar No.3A Bogor 324 Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor
10 38 2 1 1
9.940 5.197 1.158 272 700
2
Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor Inlitbio Cikeumeuh dan Cimangu Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor
313 Pacet, Cianjur 420.391
Tabel V.19. Data kendaraan roda 4 dan 6 tahun 2003
178
No. Jenis kendaraan
Nomor polisi
Tahun pembuatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
B. 1363 MQ F. 1149 A F. 1126 A B. 7938 EQ F. 1004 A F. 7006 A B. 8673 XD F. 337 A F. 372 A F. 182 AX F. 192 AX F. 74 AX B. 8794 BX F. 317 AX F. 69 A F. 7020 AX F. 7002 AX F. 8001 AX F. 8122 AX F. 171 A F. 8002 AX F. 169 A F. 462 AX
2000 1998 1997 1993 1989 1989 1987 1983 1983 1982 1982 1981 1980 1980 1980 1979 1979 1978 1975 1975 1973 1968 1968
Toyota Kijang Toyota Kijang Toyota Kijang Toyota Kijang Toyota Kijang Mitsubishi L300 Toyota Kijang Jeep CJ7 Jeep CJ7 Toyota Land Cruiser Toyota Land Cruiser Toyota Land Cruiser Toyota Hardtop Toyota Hardtop Holden Sunbird SW VW Combi SW VW Combi Mazda Pickup Holden Pickup Toyota Kanvas Datsun Pickup Toyota Kanvas Toyota Micro Bus
Pengguna Kepala Balai Kendaraan Operasional Koord. Penelitian Kelti SDG Kelti BM Pool Proyek Seksi Yantek Pool Kelti RP Kelti RPI Pool Seksi Jaslit Subbag TU Pool Pool Pool Pool Pool Pool Pool Pool Pool
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Tabel V.20. Data kendaraan roda 2 tahun 2003 No. Jenis kendaraan
Nomor polisi
Tahun pembuatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
F 2600 A F 2006 AX F 2005 AX F 2004 AX F 2008 AX F 2001 AX F 2599 W B 5955 LQ F 2007 AX F 2000 AX F 2002 AX B 4581 MQ
1981 1981 1981 1981 1982 1982 1979 1999 1981 1982 1981 1999
Suzuki Suzuki Suzuki Suzuki Honda Honda Suzuki Suzuki Suzuki Honda Suzuki Suzuki
Pengguna Inlitbio Cikeumeuh Kelti RPI Inlitbio Citayam Winarko Kelti RPI Kelti SDG Inlitbio Pacet Satpam Bengkel Kelti RPI Drs. Murtado Bendahara rutin
Tabel V.21. Jenis dan jumlah peralatan TA 2003 No. Nama barang 1. Benchtop pH Meter 2. Hotplate with stirrer 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Transiluminator Vilber AC Split 2 PK Chemi Doc XRS System Microarray Package Hibridition Lucidea Slide Pro Laser Scanning Microscope Refrigerated Ultra High Centrifuge GC-MS Genetic Analyzer Germplasm Storage Equipment: - Balance - Vortex Mixer - pH Meter - Filling Cabinet - Portable Bag Closser Freeze Dryer System Ultra Low Temperature Chest Freezer Refrigerator PCR Machine + UPS System Refrigerated Multipurfose Vertical Electrophoresis Horizontal Electrophoresis Purelab Ultra Life Science Water Purification Real Time Liquid Nitrogen Container
Merk/type
Banyaknya
Pengguna
ORION 0410A1 Thermolyne Cimarec-III, model SP-47230 Laourmat TCX-15 M LG
2 unit 2 unit
Kelti RPI Kelti RPI
1 unit 2 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
Kelti RPI Lab Bank Gen FUT FUT BM
1 unit 2 unit
BM Sekretariat
1 unit 2 unit 1 unit 5 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 3 unit 4 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat
179
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
Tabel V.21. Lanjutan No. Nama barang
Merk/type
Banyaknya
Pengguna
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.
FFB 300 FFB 1000 FFB 2000
2 buah 1 buah 1 buah 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 unit 1 unit 3 unit 2 unit 2 unit 3 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 3 unit
SDG SDG SDG Sekretariat Sekretariat Sekretariat Sekretariat FUT Sekretariat Sekretariat Sekretariat Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento Gd. EX Ento LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN LAN Auditorium Auditorium Auditorium Sekretariat 3 Sekretariat Sekretariat 2 Sekretariat 1 Citayam 1 Cikeumeuh 1 Sekretariat 1 Citayam
48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55.
56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67.
Dehumidifier Bry Air Dehumidifier Bry Air Dehumidifier Bry Air Orbital Shaker Water Destilation Deep Freezer Accessories for Microsoft Seal Deck Deep Freezer Calibatred Reference Thermometer Calibrated Balance Mass ASTM Class-1 Air Condition Electronik Print Board/Panaboard Computer Table+Chair Clerical Desk+Chair Cupboard Workstation (PC) Server Network Printer Scanner Server IBM X-205 Series Switching 3Com SuperStack 3 Baseline Wireless Access Point Linksys WAP11 Wireless PC Card Linksys WIC11 Wireless USB Adapter Linksys WSUB11 UPS ICA SIN2100C Kabel UTP AMP Connector RJ-45 AMP Protector Cable Network Tools - Crimping - Impact Tools - Cable Tester Microsoft Windows 98 SE Microsoft Windows 2000 Server Microsoft Windows XP Prof AntiVirus MC.Affee Microsoft VB.Net Standard Kursi rapat Fantoni putar Kursi alas besi Fantoni Meja 1 biro Chain saw Machine Hand Sprayer Grass Mower Mesin Babad
68. Hand Traktor
180
Model TLM-CUL 40-80 Olympus Japan
National Panasonic Index Dell Optiplex GX270SD Dell Poweredge 1600SC Cisco, WS-C2950-24 HP Laser Jet 2300dn Scanjet 3500c
3 unit 6 unit 6 unit 1 unit 10 roll 10 box 100 btg 1 set
Fantoni Fantoni Swan Rover Tanaka SUM 328 Quick Mesin Kubota
1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 4 buah 96 buah 50 buah 2 unit 5 unit 1 unit 4 unit 3 unit
LAPORAN TAHUNAN BALITBIOGEN 2003
Sarana Penelitian Sarana penelitian yang digunakan oleh Balitbiogen untuk melaksanakan tugas dan fungsinya adalah laboratorium, rumah kaca, dan kebun percobaan. Laboratorium Laboratorium merupakan salah satu sarana penting dan utama dalam menunjang pelaksanaan penelitian dan pengembangan bioteknologi. Laboratorium yang dikelola oleh Balitbiogen terdiri dari 6 jenis laboratorium, dengan luas dan pemanfaatannya sebagaimana disajikan pada Tabel V.22. Rumah Kaca Selain laboratorium, pelaksanaan penelitian bioteknologi dan sumber daya genetik dilakukan di rumah kaca dan kebun percobaan. Rumah kaca merupakan sarana penunjang penelitian yang penting untuk Balitbiogen. Jumlah rumah kaca yang dikelola oleh Balitbiogen sebanyak 38 unit dan letaknya tersebar di 3 kelompok lokasi, yaitu di Cimanggu (di sekitar kantor/gedung utama), Cikeumeuh, dan di sebelah gedung Kelti Rekayasa Protein dan Imunologi (RPI). Data rumah kaca yang dikelola oleh Balitbiogen disajikan pada Tabel V.23.
Pengguna rumah kaca yang dikelola oleh Balitbiogen, tidak hanya para peneliti di lingkungan Balitbiogen, tetapi juga digunakan oleh para peneliti dari unit instansi lain seperti Balitpa, Balittro, dan unit/ penelitian lain yang melakukan kerja sama dengan Balitbiogen. Kebun Percobaan Kebun percobaan merupakan sarana penelitian yang berupa bangunan permanen dan atau semi permanen serta lahan terbuka yang digunakan untuk melaksanakan penelitian lapang. Kebun percobaan yang dikelola oleh Balitbiogen adalah Kebun Percobaan Cikeumeuh, Kebun Percobaan Pacet, dan Kebun Percobaan Citayam. Data ketiga kebun percobaan tersebut disajikan pada Tabel V.24. Sebagaimana sarana penelitian yang lain, kebun percobaan tersebut juga dimanfaatkan oleh peneliti dari instansi lain baik di lingkungan Badan Litbang Pertanian maupun dari unit lain seperti Batan, IPB, dan LIPI. Pada tahun anggaran 2003 untuk dapat meningkatkan pelayanan dan pemeliharaan lingkungan, setiap Kebun Percobaan memperoleh bantuan peralatan traktor tangan dan mesin potong rumput dari anggaran PAATP.
Tabel V.22. Jenis laboratorium dan luas bangunan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis laboratorium Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetik Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Laboratorium Fasilitas Uji Terbatas Laboratorium Bank Gen dan Genetika Laboratorium Imunologi Laboratorium Umum/Kimia (Tanah dan Tanaman)
Luas (m2)
Kondisi
3.866 345 300 1.080 1.985 1.080
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
181
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA, KEUANGAN, DAN FASILITAS
Tabel V.23. Rumah kaca yang dikelola oleh Balitbiogen No. Rumah Kaca
Lokasi
Kondisi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Cikeumeuh Kelti RPI/Ex Fitopatologi Kelti RPI/Ex Fitopatologi Kelti RPI/Ex Fitopatologi Kelti RPI/Ex Fitopatologi Kelti RPI/Ex Fitopatologi Kelti RPI/Ex Fitopatologi Kelti RPI/Ex Entomologi Kelti RPI/Ex Entomologi Kelti RPI/Ex Entomologi Kelti RPI/Ex Entomologi Kelti RPI/Ex Entomologi Kelti RPI/Ex Entomologi Cimanggu Cimanggu Cimanggu Cimanggu/Sekretariat Cimanggu/Sekretariat Cimanggu/Sekretariat Cimanggu/Sekretariat Cimanggu/Sekretariat Cimanggu/Sekretariat Cimanggu/Sekretariat
Baik Baik Baik Baik Rusak berat Rusak berat Rusak berat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Rusak Rusak Rusak Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Cikeumeuh No. 1 Cikeumeuh No. 2 Cikeumeuh No. 3 Cikeumeuh No. 4 Cikeumeuh No. 5 Cikeumeuh No. 6 Cikeumeuh No. 7 Cikeumeuh No. 8 Cikeumeuh No. 9 Cikeumeuh No. 10 Cikeumeuh No. 11 Cikeumeuh No. 12 Cikeumeuh No. 13 Cikeumeuh No. 14 Cikeumeuh No. 15 Cikeumeuh No. 16 Kelti RPI No. 1 Kelti RPI No. 2 Kelti RPI No. 3 Kelti RPI No. 4 Kelti RPI No. 5 Kelti RPI No. 6 Kelti RPI No. 7 Kelti RPI No. 8 Kelti RPI No. 9 Kelti RPI No. 10 Kelti RPI No. 11 Kelti RPI No. 12 Kelti BM No. 1 Kelti BM No. 2 Kelti BM No. 3 Cimanggu No. 1 Cimanggu No. 2 Cimanggu No. 3 Cimanggu No. 4 Cimanggu No. 5 Cimanggu No. 6 Cimanggu No. 7
Tabel V.24. Data luas kebun percobaan Balitbiogen dan lokasinya No. Kebun percobaan 1. Inlitbio Cikeumeuh 2. Inlitbio Citayam 3. Inlitbio Pacet Jumlah
182
Lokasi Bogor Citayam Cianjur
Luas lahan (m2)
Luas bangunan (m2)
116.155 22.870 13.848
1.846 284 1.326
152.873
3.456