I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Manusia dengan kebudayaannya telah menggunakan minuman beralkohol dalam beberapa kemasan sejak ribuan tahun, kira-kira 500 tahun yang lalu minuman beralkohol telah dibuat dengan cara fermentasi gula dan tepung (Hardingne dan Shryock, 2001). Minuman beralkohol mengandung etanol atau etil alkohol yang merupakan cairan tidak berwarna hasil dari fermentasi karbohidrat (Smith, 1990). Kadar etanol dalam minuman beralkohol berkisar 414% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa Arab mengajarkan kepada bangsa Eropa bagaimana menyuling alkohol maka tersedialah minuman keras dengan kadar alkohol 40-65% (Hardingne dan Shryock, 2001). Minuman beralkohol di Indonesia oleh pemerintah digolongkan berdasar kandungan etanolnya menjadi golongan A, B dan C. Golongan A berkadar etanol 1-5%, golongan B berkadar etanol lebih dari 5-20% dan golongan C berkadar lebih dari 20-55%. Pemerintah menetapkan golongan B dan C sebagai minuman keras, sehingga produksi, pengedaran dan penjualan golongan B dan C ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan (DEPKES RI, 1998) Penggunaan minuman beralkohol dewasa ini telah mencapai hampir semua negara di dunia, jumlah pengguna minuman beralkohol setiap negara berbeda antara negara satu dengan negara lain. Sebuah penelitian di Amerika Serikat ditemukan bahwa 2/3 penduduk berusia 18 tahun atau lebih yang merupakan 40%
1
jumlah penduduk diketahui telah mengkonsumsi minuman beralkohol dalam pergaulan mereka (Hardingne dan Shryock, 2001). Di negara barat alkoholisme merupakan masalah sosial yang kronis, demikian pula pada sebagaian masyarakat di Indonesia juga dijumpai kebiasaan minum-minuman beralkohol (Wiria dan Handoko, 1999). Ada peningkatan penggunaan minuman beralkohol di Indonesia, hal ini ditandai dengan ada kecenderungan semakin meningkatnya penjualan minuman oleh pengusaha komersial yang ruang lingkup dan kegiatannya menghidangkan minuman berkadar alkohol untuk masyarakat umum, hal tersebut sejalan dengan usaha pub, karaoke, diskotik dan hotel-hotel (Sihite, 2000). Pemerintah Indonesia memberikan perhatian khusus pada minuman beralkohol dalam peredarannya sebab pemerintah ikut bertanggung jawab dalam melindungi masyarakat dari akibat minuman beralkohol (DEPKES RI, 1998). Menurut Lumanauw (2001) minuman beralkohol yang paling sering dikonsumsi adalah beer, vodka, dan wine. Seiring
dengan
berkembang
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
perkembangan bahan restorasi juga semakin meningkat. Bahan restorasi sewarna gigi telah secara luas digunakan untuk memenuhi harapan pasien akan estetis. Resin komposit adalah tumpatan warna gigi yang paling populer, menggantikan semen silikat dari resin aklirik . pada dasarnya, material restorasi komposit terdiri dari matriks resin dan inorganic filler yang tersebar. Komposit terbagi menjadi tiga tipe berdasar ukuran, jumlah dan komposisi dari inorganic filler : komposit konvensional, komposit mikrofil, komposit hibrida.
2
Bahan tumpatan yang ideal harus memenuhi beberapa sifat mekanis yang baik yaitu kuat menahan tekanan pengunyahan (Skinner, 1954), memiliki sifat fisis, kimiawi, dan biologis yang baik (Williams dan Cunningham, 1979). Menurut Combe (1992) sifat-sifat mekanis yang harus dimiliki oleh bahan tumpatan gigi adalah: kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan daya tahan terhadap abrasi. Resin
komposit
merupakan
bahan
tumpatan
yang
pengerasannya
berdasarkan atas polimerisasi resin organik yang telah digunakan sejak akhir tahun empat puluhan (Pitt Ford, 1993). Pickard, dkk (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis bahan resin komposit yang digunakan untuk gigi-gigi anterior yang mengutamakan penampilan dan gigi-gigi posterior yang mengutamakan kekuatan dan ketahanan terhadap abrasi Bahan tumpatan resin komposit memiliki sifat-sifat mekanis yang baik antara lain koefisien termal ekspansi yang rendah, perubahan dimensi saat pengerasan yang rendah, dan ketahanan terhadap abrasi yang tinggi (Craig, 1997). Heymann dkk(1995) menyatakan bahwa tumpatan resin komposit banyak digunakan karena warnanya dapat disesuaikan dengan gigi asli, tahan terhadap fraktur, memiliki integritas marginal yang baik, daya tahan pemakaian yang baik, konduktivitas termal yang rendah, tak ada tarnis dan korosi, toksisitas yang rendah, dan penyelesaiannya mudah. Kekerasan bahan tumpatan gigi dapat memberikan petunjuk yang baik terhadap daya tahan pemakaian (van Noort, 1994). Ferracane (2001) menambahkan bahwa kekerasan bahan tumpatan dapat diartikan sebagai
3
kemampuan menerima tekanan, sehingga sering disamakan dengan daya tahan pemakaian dan ketahanan terhadap abrasi. Craig dkk, (2000) menyatakan kekerasan resin komposit berhubungan secara eksponensial dengan volume fraksi bahan pengisi dan kurang berhubungan dengan kekerasan bahan pengisi. Kandungan bahan pengisi yang tinggi memiliki peranan yang penting untuk membuat ketahanan yang tinggi terhadap penetrasi dan abrasi. Meskipun resin komposit memiliki beberapa keunggulan, tetapi resin komposit mempunyai sifat menyerap air (Lambrecht dkk., 1987). Mc. Kinney dan Wu (1985) menyatakan bahwa keadaan lingkungan kimiawi rongga mulut dan waktu mempunyai pengaruh yang cukup berarti untuk perusakan matriks BisGMA. Mekanisme perusakannya sering dihubungkan dengan pelunakan matriks polimer sehingga akan mengurangi kekerasan dan mempercepat abrasi. Ada dua aksi perusakan ketika resin komposit disimpan dalam cairan, yaitu yang rusaknya ikatan matriks-bahan pengisi sehingga menurunkan kekuatan regang, dan adanya cairan tersebut menyebabkan matriks resin menjadi mengembang dan kenyal sehingga menurunkan tekanan gelinding (hoop stress) disekitar partikel bahan pengisi yang memudahkan keluarnya bahan pengisi (Soderholm dan Roberts, 1990). Alkohol mempunyai sifat dapat menyebabkan kemunduran sifat resin komposit dengan menurunkan kekerasan permukaan dan daya tahan pemakaian. Mekanisme perusakannya berupa pelunakan matriks polimer dan hilangnya beberapa bagian matriks (Mc. Kinney dan Wu, 1985). Lee dkk. (1995) berpendapat penetrasi etanol ke dalam matriks resin akan memperpanjang ikatan
4
rantai polimer dan menyebabkan monomer keluar, sehingga dapat melunakkan resin komposit. Bahan pengikat pada resin komposit memiliki keunggulan yaitu melindungi filler terhadap degadrasi hidrolitik. Akan tetapi, terdapat bagian dari matriks organik yang tidak terpolimerisasi dengan baik akan hancur atau rusak karena paparan dari alkohol (Assmussen E., 1984 cit, Han 2008)
B. Permasalahan Berdasar uraian diatas, maka timbul permasalahan apakah ada pengaruh minuman beralkohol 40% terhadap kekerasan tumpatan resin komposit nanofil dan hibrida.
C. Keaslian Penelitian Sejumlah penelitian telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya penelitian tentang pengaruh minuman beralkohol terhadap restorasi komposit, dilakukan oleh Sarret (2000), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa minuman beralkohol dengan kadar minimal 9% dapat meningkatkan wear surface dan kekerasan dari komposit.
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh minuman beralkohol jenis vodka yang memiliki kadar alhohol 40% terhadap kekerasan permukaan dari resin komposit nanofil dan hibrida.
5
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh minuman beralkohol jenis vodka yang memiliki kadar alkohol 40% terhadap kekerasan resin komposit nanofil dan hibrida serta menjadi dasar penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan minuman beralkohol dan resin komposit.
6