HUBUNGAN ANTARA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH DENGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (STUDI KASUS DI PONDOK RANGGON, JAKARTA TIMUR)
SKRIPSI NAWANGWULAN DEWAYANI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN NAWANGWULAN DEWAYANI. D14080208. 2012. Hubungan antara Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Pondok Ranggon, Jakarta Timur). Skripsi. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si Ternak sapi perah merupakan salah satu jenis ternak ruminansia besar yang banyak diusahakan dan dipelihara oleh para petani dan peternak di Indonesia, tidak hanya dipelihara di pedesaan bahkan kawasan perkotaan tidak luput dari usaha ini. Sentra peternakan sapi perah di Jakarta terletak di Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan produksi dan kualitas susu berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Jumlah sapi laktasi yang digunakan dalam penelitian sebanyak 134 ekor. Rancangan dan analisis data menggunakan analisis regresi eksponensial berganda dengan persamaan sebagai berikut: Yi = a.X1b1.X2b2.X3b3.X4b4.X5b5 dimana Yi menunjukkan produksi dan kualitas susu (lemak, laktosa, protein, dan SNF); a menunjukkan intersep; X1 pemberian hijauan; X2 konsentrat; X3 ampas tahu; X4 ampas tempe; X5 pemberian dedak; dan b menunjukkan koefisien korelasi untuk setiap X. Parameter yang diukur ialah keadaan lingkungan, pemberian pakan, kondisi ternak, produksi susu, dan kualitas susu yang dihasilkan. Peternak memberikan pakan sapi dengan hasil sampingan industri pangan, seperti ampas tahu, dedak padi, dan ampas tempe. Rataan pemberian hijauan, konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, dan dedak masing-masing sebesar 20,85±4,27; 0,67±0,73; 28,94±7,62; 2,26±4,51; dan 0,01±0,09 kg/ekor/hari. Produksi susu yang dihasilkan di Pondok Ranggon sebesar 9,28±3,22 kg/ekor/hari. Kualitas susu yaitu lemak, laktosa, protein, bahan kering tanpa lemak, dan berat jenis masing-masing sebesar 4,44%; 4,20%; 3,91%; 8,83%; dan 1,032 g/ml. Kesimpulan menunjukkan produksi dan kualitas susu di Pondok Ranggon dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban kandang,manajemen pemeliharaan, serta kondisi fisiologis sapi. Sapi berproduksi maksimal saat berumur 2,5 tahun, periode laktasi pertama, bulan laktasi kedua, sapi yang berbobot badan besar, serta sapi yang tidak dalam keadaan bunting. Kata-kata kunci : sapi perah, Pondok Ranggon, susu.
i
ABSTRACT The relationship between quality of dairy milk cow and production with factors influenced (Case Study in Pondok Ranggon, East Jakarta). Dewayani, N., B. P. Purwanto, and A. Atabany Dairy cows are the large ruminants that mostly kept by Indonesian dairy farmers. The dairy farms of Indonesia located not only in the villages, but also in the urban areas, such as Pondok Ranggon in East Jakarta. Recent study was done to observe effect of technical factors on milk production and quality of dairy farms in Pondok Ranggon in East Jakarta. The parameters were environmental conditions, feeding patterns, animal conditions, lactation performance, and milk quality. The data were analyzed using multiple regression analysis. To overcome less of roughage supply, farmers used agro-industry by products such as tofu waste, soybean waste, and rice bran. The averages of roughage, concentrate, tofu waste, soybean waste and rice bran that offered to the animals were 20,85±4,27; 0,67±0,73; 28,94±7,62; 2,26±4,51; and 0,01±0,09 kg/h/d, respectively. Under this feeding regime, the average milk produced was 9,28±3,22 kg/h/d. The averages of fat, lactose, protein, solid non fat, density of milk quality were 4,44%; 4,20%; 3,91%; 8,83%; and 1,032 g/ml. The relationship of milk production(Y) on roughage (X1), concentrate (X2), tofu waste (X3), soybean waste (X4) and rice bran (X5) was Y1=2,672X10,256 X20,014 X30,018 X40,008 X5-0,055. The influenced of age, number of lactation, lactation days, pregnancy and body weight on milk production and quality were also confirmed. It was concluded that maximum milk production in Pondok Ranggon was produced by the cows at 2,5 years age, in the first lactation, at the second months of lactation, from heavier cows, or in the non pregnant cows. keywords : dairy cow, Pondok Ranggon, milk.
ii
HUBUNGAN ANTARA PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU SAPI PERAH DENGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (STUDI KASUS DI PONDOK RANGGON, JAKARTA TIMUR)
NAWANGWULAN DEWAYANI D14080208
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Hubungan antara Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Pondok Ranggon, Jakarta Timur)
Nama
: Nawangwulan Dewayani
NIM
: D14080208
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr) NIP: 19600503 198503 1 003
(Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si) NIP: 19640521 199512 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof.Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 10 Juli 2012
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Desember 1989 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis anak dari pasangan Ayahanda Agus Dewa Irianto dan Ibunda Eliek Ekowati. Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Angkasa 6 Halim, Jakarta Timur pada tahun 1996, dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SD Angkasa 4 Halim, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 2005 di SLTP 81 Lubang Buaya, Jakarta Timur dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA 67 Halim, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2008. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor angkatan 2008 (45). Selama mengikuti pendidikan penulis aktif menjadi bendahara kelas TPB. Penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan kegiatan Kampus, selain itu penulis juga aktif mengikuti beberapa seminar yang diadakan di Kampus.
v
KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, nikmat, dan karuniaNya atas terselesaikannya skripsi ini yang berjudul “Hubungan antara Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah dengan Faktor yang Mempengaruhi (Studi Kasus di Pondok Ranggon, Jakarta Timur)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr. dan Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si. Tujuan penyusunan skripsi ini ialah untuk memberikan gambaran peternakan sapi perah di Jakarta khususnya kawasan peternakan Pondok Ranggon dan mengetahui hubungan produksi dan kualitas susu berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi dalam dunia peternakan Indonesia dan bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Juli 2012 Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN …......……………………………………………………...
i
ABSTRACT …..………………………………………………………….
ii
LEMBAR PERNYATAAN …..………………………………………….
iii
LEMBAR PENGESAHAN …..…………………………………………..
iv
RIWAYAT HIDUP ..……………………………………………………..
v
KATA PENGANTAR ………..…………………………………………..
vi
DAFTAR ISI …..…………………………………………………………
vii
DAFTAR TABEL …..……………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR ……..………………………………………………
x
DAFTAR LAMPIRAN ……..……………………………………………
xi
PENDAHULUAN ……..…………………………………………………
1
Latar Belakang ……..……………………………………………. Tujuan ……..……………………………………………………..
1
TINJAUAN PUSTAKA …..……………………………………………...
3
Sapi Perah ………........…………………………………………... Sapi Friesian Holstein (FH) ………………….............…………... Produktivitas Sapi Perah ……..…………………………………... Kualitas Susu .......………………………………………………... Pemberian Pakan Sapi Perah ...…..………………………………. Hijauan …...…………………………………..................... Konsentrat Komersial ……..……………..................……. Ampas Tahu ..............……………………………………..
3 3 3 4 6 8 8 9
MATERI DAN METODE ………..………………………………………
10
Lokasi dan Waktu ……..…………………………………………. Materi ……..……………………………………………………… Prosedur …..……………………………………………………… Pengumpulan Data ..………..…………………………….. Pemberian Pakan ....………………………………………. Produksi Susu .................………………….…………….... Pengujian Alkohol .............................................................. Pengambilan Sampel Susu .................................................. Pengujian Kualitas Susu ..................................................... Pendugaan Bobot Badan ..................................................... Pengukuran Suhu Lingkungan ............................................ Rancangan dan Analisis Data .......…………….............................
10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 12
2
vii
HASIL DAN PEMBAHASAN ………......………………………………
13
Keadaan Lokasi Penelitian …….....………………………………. Keadaan Ternak dan Kepemilikannya ...........……………………. Tingkat Pendidikan dan Tenaga Kerja ………..…………………. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah …………..……………… Pembersihan Ternak dan Kandang .....…………………… Perkawinan Ternak ……......…………………………… Pencegahan dan Pengobatan Penyakit ................................ Pemberian Pakan ................................................................ Produksi Susu ................................................................................. Umur Kebuntingan ............................................................. Masa Laktasi ....................................................................... Bobot Sapi .......................................................................... Umur Sapi ........................................................................... Kualitas Susu .................................................................................. Hubungan Pakan dengan Produksi dan Kualitas Susu ...................
13 15 17 18 19 19 20 20 24 25 27 28 29 30 33
KESIMPULAN DAN SARAN …………..………………………………
36
Kesimpulan ………..……………………………………………... Saran ………..…………………………………………………….
36 36
UCAPAN TERIMA KASIH ………..…………....………………………
37
DAFTAR PUSTAKA ……..……………………………………………...
39
LAMPIRAN ……..……………………………………………………….
42
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kebutuhan Bahan Kering Sapi Laktasi ...........................................
7
2.
Kebutuhan TDN dan PK Sapi Laktasi .............................................
7
3.
Suhu dan Kelembaban Kandang di Pondok Ranggon ….................
14
4.
Jumlah Kepemilikan Sapi FH di Pondok Ranggon .............…...….
16
5.
Pendidikan Peternak di Pondok Ranggon ...............................……
17
6.
Tenaga Kerja di Pondok Ranggon ............................................…...
18
7.
Analisa Proksimat Sampel Pakan yang digunakan Peternak di Pondok Ranggon .............................................................................
21
Pemberian Pakan dan Kebutuhan Sapi Laktasi di Pondok Ranggon .................................................................................................
22
9.
Produksi Susu Setiap Peternak di Pondok Ranggon .......................
25
10.
Rataan Kualitas Susu Pemerahan Pagi dan Siang Hari di Pondok Ranggon ............................................................................………...
30
Hubungan Produksi dan Kualitas Susu di Peternakan Pondok Ranggon ..........................................................................................
34
8.
11.
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Kurva Laktasi untuk Mengetahui Gambaran Produksi, Persentase lemak, dan Persentase Protein Susu ..........................
5
Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Kebuntingan di Pondok Ranggon .........................................................................
26
Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Bulan Laktasi di Pondok Ranggon ...................................................….………….
27
Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Periode Laktasi di Pondok Ranggon .........…………............................................
27
Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Bobot Badan di Pondok Ranggon .........................................................................
28
Rataan Produksi Susu Sapi Perah Berdasarkan Umur Sapi di Pondok Ranggon .........................................................................
29
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Kuisioner Penelitian .....................................................................
43
2.
Peta Daerah Pondok Ranggon ......................................................
47
3.
Hasil Analisis Ragam Produksi Susu dan Pemberian Pakan .......
47
4.
Hasil Analisis Ragam Lemak Susu dan Pemberian Pakan ..........
47
5.
Hasil Analisis Ragam Laktosa Susu dan Pemberian Pakan .........
48
6.
Hasil Analisis Ragam Protein Susu dan Pemberian Pakan ..........
48
7.
Hasil Analisis Ragam SNF Susu dan Pemberian Pakan ..............
48
8.
Perhitungan Kebutuhan Sapi ....................................................
49
9.
Uji-T Produksi Susu Berdasarkan Kebuntingan ..........................
51
10.
Perhitungan Total Digestible Nutrients (TDN) Pakan .................
52
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak sapi perah merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang banyak diusahakan dan dipelihara oleh para petani dan peternak di Indonesia, tidak hanya dipelihara di pedesaan bahkan kawasan perkotaan tidak luput dari usaha ini. Ternak sapi perah mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan karena peternakan sapi perah termasuk usaha yang berkelanjutan, sehingga produksi susu yang dihasilkan dapat dipertahankan sampai waktu tertentu atau selama masa hidupnya. Sapi perah laktasi memerlukan pasokan nutrisi yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi tiga hal pokok, yaitu: mencukupi kebutuhan hidup pokok, perkembangan janin, serta memproduksi susu. Produksi susu sangat dipengaruhi oleh faktor internal (genetik) serta faktor eksternal (pakan dan lingkungan ternak). Komposisi kimia susu lebih ditentukan oleh faktor genetik, misalnya sapi perah FH umumnya menghasilkan susu dengan kandungan lemak lebih rendah bila dibandingkan sapi Jersey, meskipun sebagian juga ditentukan oleh faktor eksternal (Palladino et al., 2010). Sentra peternakan sapi perah di daerah Jakarta Timur terletak di kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah menetapkan daerah tersebut sebagai kawasan relokasi sapi perah sejak tahun 1992 melalui SK Gubernur No 300 tahun 1986. Usaha ternak sapi perah didaerah tersebut dilakukan secara perorangan maupun kelompok dan telah berlangsung secara turun-temurun dibawah bimbingan Dinas Peternakan DKI Jakarta. Peternakan sapi perah di Pondok Ranggon memiliki potensi untuk dikembangkan, mengingat tingginya permintaan dan harga jual susu segar di DKI Jakarta. Tingkat produksi susu di DKI Jakarta masih tergolong rendah, yaitu sekitar 5-10 liter/ekor/hari. Rendahnya produksi susu di DKI Jakarta diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu eksternal maupun internal, oleh karena itu perlu adanya usaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki aspek teknis pemeliharaan sapi perah di DKI Jakarta agar dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi yang dipelihara khususnya di wilayah Pondok Ranggon.
1
Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan produksi dan kualitas susu berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada peternakan sapi perah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara perbaikan mutu genetik melalui seleksi terhadap sapi-sapi yang memiliki produksi tinggi. Penilaian terhadap seekor sapi perah pada dasarnya dilakukan dengan memperhatikan lima kriteria penting, yaitu : bangsa, asal usul ternak, kesehatan, penampilan fisik, dan catatan produksi, apabila catatan reproduksi dan asal usul ternak belum diketahui maka seleksi didasarkan penampilan fisik secara umum (Diggins et al., 1984). Sifat-sifat fisik secara eksterior pada bagian tertentu yang dimiliki sapi perah menentukan tipe perahnya. Tipe perah yang baik akan menjamin kapasitas produksi yang dihasilkan. Bentuk dan ukuran tubuh serta kondisi ambing perlu diperhatikan didalam seleksi sapi perah. Sapi perah produksi tinggi mempunyai kapasitas tubuh panjang dan dalam untuk mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang banyak sehingga menghasilkan susu yang tinggi (Diggins et al., 1984). Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari kaki berwarna putih, dan tanduk pendek serta menjurus kedepan (Makin, 2011). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya paling tinggi dengan kadar lemak susu yang rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya didaerah tropis maupun subtropis. Bobot badan ideal sapi FH betina dewasa adalah 682 kg dan jantan dewasa 1000 kg. Sapi FH dapat digunakan sebagai sapi pedaging karena pertumbuhan cepat, selain itu lemak daging anak sapi berwarna putih, sehingga baik untuk produksi daging anak sapi/veal (Sudono et al., 2003). Produktivitas Sapi Perah Kegiatan budidaya sapi perah ditujukan terutama untuk mencapai produksi susu dalam volume yang tinggi, sehingga prioritas perbaikan genetik dalam kegiatan seleksi sapi perah biasanya ditekankan pada produksi susu. Produksi susu sendiri
3
merupakan hasil resultan antara faktor genetik dengan lingkungan, selain karena perbedaan genetik, variasi produksi susu antara sapi betina dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan serta interaksi antara keduanya (Anggraeni, 2003). Pada umumnya produktivitas sapi FH di Indonesia adalah rendah, dimana produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/laktasi. Produksi susu yang rendah ini disebabkan mutu ternak rendah ataupun makanan yang diberikan baik kualitas maupun kuantitasnya kurang baik (Sudono et al., 2003). Widjaja (1998) menambahkan bahwa produksi susu sapi perah paling tinggi lebih dari 16 liter/ekor/hari, tinggi 13-16 liter/ekor/hari, sedang 10-12,9 liter/ekor/hari, dan rendah kurang dari 10 liter/ekor/hari. Rataan puncak produksi susu untuk sapi dara 3,15-6,3 kg lebih tinggi dari rataan produksi susu harian. Pada laktasi kedua dan selanjutnya produksi susu dapat mencapai 6,75-13,5 lebih tinggi dari rataan produksi harian. Puncak produksi dapat dicapai antara 5-10 minggu setelah beranak, setelah puncak produksi tercapai umumnya terjadi penurunan rataan produksi susu dapat mencapai 10-15%. Pada akhir laktasi penurunan dapat terjadi sekitar 12-20%. Laju penurunan dapat ditekan dengan cara memberikan pakan dan pengelolaan yang baik (Despal et al., 2008). Kualitas Susu Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Persyaratan tersebut ialah kadar berat jenis minimal 1,027, kadar lemak minimal 3,0%, Solid Non Fat (SNF) minimal 7,8%, kadar protein minimal 2,8% (Badan Standarisasi Nasional, 2011). Komposisi susu sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, untuk sapi FH kandungan persentase air, protein, lemak, laktosa, abu, dan BK masing-masing sebesar 88,01%; 3,15%; 3,45%; 4,65%; 0,68%; dan 11,57% (Sudono et al., 2003). Kandungan terbesar susu adalah air dan lemak. Lemak susu mengandung vitamin yang hanya larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K (Hasim dan Martindah, 2012). Kadar lemak susu mulai menurun setelah satu sampai dua bulan masa laktasi. Masa laktasi dua sampai tiga bulan kadar lemak susu mulai konstan,
4
kemudian naik sedikit (Sudono et al., 2003). Kurva tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Laktasi untuk Mengetahui Gambaran Produksi, Persentase lemak, dan Persentase Protein Susu. Sumber: Sudono et al. (2003).
Susu mengandung berbagai macam tipe protein, yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kasein (80%) dan laktoglobulin (20%). Rasa manis susu karena adanya laktosa berkontribusi sekitar 40% kalori dari susu penuh (whole milk). Laktosa terdiri atas dua macam gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Secara alami laktosa hanya terdapat pada susu (Hasim dan Martindah, 2012). Bangsa sapi yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda, misalnya sapi perah FH menghasilkan susu dengan kandungan lemak lebih rendah apabila dibandingkan sapi Jersey (Palladino et al., 2010). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi komposisi susu ialah keragaman akibat musim, hal ini terutama terjadi pada daerah beriklim subtropis dimana kandungan lemak akan menurun pada akhir musim semi dan akan meningkat menjelang musim dingin. Perbedaan tersebut biasanya dihubungkan dengan adanya perubahan pakan ternak dari biji-bijian pada musim dingin menjadi rumput-rumputan pada musim semi (Muchtadi, 2009). Faktor lainnya ialah umur sapi. Umur sapi berpengaruh kecil sekali terhadap komposisi susu. Selama jangka waktu 10 tahun, rata-rata kandungan lemak susu menurun sekitar 0,2%. Penyakit juga dapat mempengaruhi komposisi susu. Penyakit pada sapi dapat mengacaukan keseimbangan komponen-komponen di dalam susu,
5
hal tersebut menyebabkan terjadi kenaikan kadar lemak dan garam-garam mineral serta penurunan kadar laktosa (Muchtadi, 2009). Pakan berpengaruh terhadap komposisi susu. Kurangnya pemberian pakan akan mengurangi produksi susu. Keragaman cukup besar yang terjadi dalam kandungan protein dan karbohidrat dalam pakan tidak akan banyak mempengaruhi komposisi susu, akan tetapi pakan yang banyak mengandung lemak atau pakan tersebut secara sengaja dicampuri lemak atau minyak, pengaruhnya akan terlihat jelas kadar dan komposisi lemak susu. Komposisi susu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, misalnya pemalsuan dengan cara menambahkan air atau bahan lain, kegiatan mikroba, kurangnya homogenisasi dalam pengambilan sampel, dan lain lain (Muchtadi, 2009). Pemberian Pakan Sapi Perah Peningkatan produksi susu dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan berproduksi susu dari sapi-sapi perah induk dengan cara perbaikan pakan dan tatalaksana. Kemampuan berproduksi susu sapi perah yang dipelihara para peternak masih memberi peluang untuk ditingkatkan terutama melalui perbaikan pakan. Penelitian yang telah dilakukan di daerah Pangalengan, Kertasari, dan Lembang menunjukkan bahwa suplementasi pakan konsentrat sebanyak 2 kg/ekor/hari berakibat terhadap peningkatan kemampuan berproduksi susu rata-rata harian masing-masing adalah 1,7 liter/ekor/hari; 2,42 liter/ekor/hari, dan 2,31 liter/ekor/hari (Siregar, 2000). Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah menyediakan ransum yang ekonomis, tetapi dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, dan produksi susu bagi induk, serta kebutuhan untuk pertumbuhan bagi ternak muda. Produksi optimal dapat tercapai dengan cara menyediakan cukup pakan, baik kualitas maupun kuantitasnya, serta terpenuhinya kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan ternak, tidak kekurangan maupun kelebihan (Santosa et al., 2009). Kebutuhan nutrien sapi laktasi ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2.
6
Tabel 1. Kebutuhan Bahan Kering Sapi Laktasi Produksi Susu (Kg)
Kebutuhan Hidup Pokok (Kg)
Bobot Badan (Kg) 300
5
10
15
20
TDN
PK
2,25
2,70
3,15
3,60
2,54
0,294
350
2,20
2,60
3,00
3,40
2,85
0,330
400
2,10
2,50
2,90
3,30
3,15
0,365
450
2,00
2,40
2,80
3,20
3,44
0,399
500
1,90
2,30
2,70
3,10
3,72
0,432
Sumber: Sutardi (1981).
Tabel 2. Kebutuhan TDN dan PK Sapi Laktasi Kebutuhan Produksi (Kg 4% FCM)
Produksi (Kg 4% FCM) 5
10
15
20
25
TDN
1,63
3,26
4,89
6,52
8,15
PK
0,435
0,870
1,30
1,74
2,18
Keterangan : 4% FCM = (0,4 x produksi)+(0,15 x % lemak x produksi). TDN = Total Digestible Nutrient PK = Protein Kasar Sumber : Sutardi (1981).
Nutrien diperlukan untuk hidup pokok dan berbagai produksi. Faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah pakan yang diberikan, semakin banyak jumlah pakan yang dikonsumsi setiap hari, akan memberikan kesempatan untuk menghasilkan produksi tinggi. Semakin tinggi bobot hidup sapi, maka kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan juga bertambah besar yang mengakibatkan konsumsi bahan kering juga semakin meningkat. Bobot hidup itu sendiri akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok, kebutuhan tersebut dipenuhi dari pemberian pakan (Parakkasi, 1995). Pemberian pakan pada sapi yang sedang berproduksi atau sedang laktasi harus memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi susu, jika jumlah dan mutu yang diberikan kurang, maka hasil produksi susu tidak akan maksimal. Pemberian konsentrat agar lebih praktis dianjurkan 50% dari produksi susu, sedangkan hijauan pemberiannya 10% dari bobot badan. Pemberian pakan hijauan yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan serat kasar sehingga pakan sulit dicerna, sebaliknya
7
kurangnya pemberian konsentrat akan menyebabkan kekurangan konsumsi protein yang dapat menurunkan kinerja reproduksi sapi induk (Sudono et al., 2003). Hijauan Pada umumnya pakan hijauan atau pakan berserat yang diberikan pada sapi perah terdiri dari tiga kategori, yaitu : 1) rumput introduksi berkualitas menengah; 2) rumput lapangan berkualitas rendah sampai menengah, yang diambil dari pinggiran jalan dan lahan-lahan; dan 3) hasil ikutan pertanian yang berkualitas rendah (Santosa et al., 2009). Bargo et al. (2003) menambahkan bahwa hijauan kaya akan serat. Serat yang tinggi dalam pakan sapi akan meningkatkan persentase lemak lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian konsentrat. Semakin tinggi kandungan serat kasar didalam suatu bahan pakan atau ransum maka kecernaannya semakin menurun sehingga efisiensi penggunaan ransum akan ditentukan oleh kandungan zat makanan, terutama kandungan serat kasar yang terdapat didalamnya (Dhalika et al., 2003). Kandungan nutrisi rumput alam lahan darat (campuran) ialah BK 24,4%; abu 14,5%; PK 8,2%; LK 1,4%; SK 31,7%; BETN 44,2%; TDN 56,2%; Ca 0,36%; dan P 0,23% (Sutardi,1981). Konsentrat Komersial Konsentrat merupakan pakan tambahan utama pada sapi perah. Kualitas bahan pakan konsentrat lebih baik dibandingkan dengan bahan pakan hijauan, namun kualitasnya sangat variatif tergantung pada jenis bahan baku, musim, dan tempat asal sumber konsentrat tersebut. Konsentrat harus memenuhi standar baku, untuk sapi perah laktasi diperlukan kandungan air maksimal 14%, TDN minimal 70%, protein minimal 16%, lemak maksimal 7%, abu maksimal 10%, Ca 0,8-1%, dan P 0,6-0,8%. Kualitas konsentrat sangat tinggi yaitu lebih dari 75% TDN dengan kandungan protein lebih dari 16%, sebaliknya kualitas rendah dengan kandungan TDN kurang dari 55% dan kandungan protein kurang dari 13% (Santosa et al., 2009). Pemberian konsentrat sebanyak 4 kg/ekor/hari dengan kandungan 60% dan 75% TDN menunjukkan bahwa sapi yang mengkonsumsi pakan berkualitas lebih baik akan menerima 2,7 kg TDN, dan yang mengkonsumsi bahan berkualitas rendah akan menerima 2,2 kg TDN. Perbedaan tersebut akan menghasilkan perbedaan dalam produksi susu sekitar satu liter (Santosa et al., 2009). Perimbangan yang
8
mengarah kepada persentase konsentrat yang lebih besar akan berakibat tercapainya produksi susu yang tinggi, namun kadar lemaknya akan menurun. Kandungan zat-zat makanan dalam konsentrat lebih tinggi dibandingkan hijauan, oleh karena itu pemberian konsentrat yang lebih tinggi pada pakan sapi perah laktasi akan menghasilkan kemampuan berproduksi susu yang lebih tinggi (Siregar, 2000). Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan pasta dari bubur kedelai yang diperas untuk diambil sarinya pada proses pembuatan tahu. Ampas tahu yang dihasilkan bervariasi tergantung dari proses pembuatannya. Ampas tahu pada pembuatan tahu menggunakan prinsip ekstraksi protein kedelai yang dikumpulkan dan terbentuknya padatan protein (Herlambang, 2002). Duljaman (1989) menyatakan ampas tahu mempunyai palatabilitas yang tinggi. Pemberian ampas tahu segar dalam ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi pakan, namun ampas tahu mengandung protein yang sulit didegradasi dalam rumen. Ampas tahu telah mengalami koagulasi dan denaturasi akibat pemanasan pada proses pembuatan tahu, sehingga protein ampas tahu sulit diubah menjadi ammonia. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan mikroba rumen menjadi lebih pesat. Kandungan nutrisi ampas tahu basah ialah BK 14,6%; abu 5,1%; PK 30,3%; LK 9,9%; SK 22,2%; BETN 32,5%; TDN 77,9% (Sutardi, 1981).
9
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Komplek Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Pengujian kualitas susu dilakukan di Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan Januari-Maret 2012. Materi Sapi yang digunakan dalam penelitian sebanyak 134 ekor sapi perah Friesian Holstein laktasi yang berasal dari peternak di Pondok Ranggon. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ialah alat tulis, timbangan gantung, thermos es, lembar wawancara, gelas ukur, tabung reaksi, thermometer wet and dry, tali raffia, corong, pengaduk, plastik sampel susu, botol film, milkcotester, pita ukur, dan kamera. Bahan yang digunakan ialah alkohol 70% sebanyak satu liter, formalin 37% sebanyak 100 ml, dan sampel susu sebanyak 268 sampel masing-masing sekitar 25 ml. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan
data
diperoleh
dengan
cara
melakukan
pengukuran,
pengamatan, dan wawancara langsung dengan peternak. Peubah yang diukur ialah pemberian pakan, produksi susu, pendugaan bobot badan, pengujian kualitas susu, dan pengukuran suhu lingkungan. Pemberian Pakan Pemberian pakan ditimbang berdasarkan jenis pakan (hijauan, konsentrat, dan bahan pakan lainnya). Timbangan yang digunakan dalam penelitian ialah timbangan gantung dengan kapasitas 50 kg. Pemberian pakan diukur disetiap peternakan pada hari yang berbeda per sampel sapi laktasi dengan satuan kg/ekor/hari. Produksi Susu Produksi susu diukur berdasarkan jumlah susu hasil pemerahan pagi hari dan siang hari. Pengukuran produksi susu dilakukan dengan menggunakan timbangan
10
gantung. Pengukuran produksi susu dilakukan per ekor sapi laktasi pada peternakan yang berbeda, dihari yang berbeda, dan dinyatakan dengan satuan kg/ekor/hari. Pengujian Alkohol Sampel susu pemerahan pagi diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan alkohol 70% sebanyak 5 ml, kemudian dihomogenkan secara perlahan. Susu tersebut diamati apakah terdapat butir-butir, apabila terdapat butiran maka sapi dinyatakan positif rusak dan dapat diduga sapi tersebut menderita mastitis khususnya mastitis subklinis. Pengambilan Sampel Susu Susu hasil pemerahan masing masing diambil sampel sekitar 25 ml. Sampel tersebut dimasukkan kedalam wadah yang telah diberi identitas, lalu diteteskan 1-2 tetes larutan Formalin 37%, kemudian dibekukan selama 2-3 hari. Sampel susu tersebut dimasukkan kedalam termos es agar tetep beku saat menuju Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB untuk diuji kualitas susu. Pengujian Kualitas Susu Sampel susu dianalisis di Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sampel susu diuji dengan mengunakan alat milkcotester. Parameter yang diuji ialah kadar lemak, protein, berat jenis, SNF, dan laktosa. Pendugaan Bobot Badan Pendugaan bobot badan diukur dengan mengukur lingkar dada sapi. Pengukuran yang dilakukan ialah lingkar dada diukur dengan pita ukur, kemudian dikonversi kedalam bobot badan. Pengukuran tersebut menggunakan rumus Schoorl (Sudono, 2003) yaitu : BB =
(LD+22)2 100
Keterangan : BB = Bobot badan (kg). LD = Lingkar dada (cm).
Pengukuran Suhu Lingkungan Pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan dilakukan menggunakan termometer wet and dry. Pengukuran dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari pada setiap peternakan yang berbeda dan dihari yang berbeda.
11
Rancangan dan Analisis Data Hasil penelitian berupa data pemberian pakan, kualitas susu, dan produksi susu dianalisis menggunakan regresi eksponensial berganda. Analisis regresi eksponensial berganda (Hasan, 2008), dengan persamaan sebagai berikut: Yi = a.X1b1.X2b2.X3b3.X4b4.X5b5 keterangan : Yi a X1 X2 X3 X4 X5 b1, b2, b3, b4, b5
= Produksi susu (Y1) ( kg/ekor/hari), lemak susu (Y2) (g/ekor/hari), laktosa susu (Y3) (g/ekor/hari), protein susu (Y4) (g/ekor/hari), bahan kering tanpa lemak susu (Y5) (g/ekor/hari). = Intersep. = Hijauan (kg/ekor/hari). = Konsentrat (kg/ekor/hari). = Ampas tahu (kg/ekor/hari). = Ampas tempe (kg/ekor/hari). = Dedak (kg/ekor/hari). = Koefisien korelasi untuk hijauan, konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, dan dedak.
Perbandingan antara umur kebuntingan dengan produksi susu dianalisis dengan uji-T menggunakan program Minitab.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lokasi Penelitian Kawasan peternakan sapi perah seluas 11 ha dari 30 ha yang telah disediakan oleh pemerintah sesuai dengan SK Gubernur no 300 tahun 1986 berada di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Jakarta Timur. Kelurahan Pondok Ranggon termasuk dataran rendah dengan ketinggian 15 m diatas permukaan laut. Keadaan permukaan tanah di Pondok Ranggon bergelombang dengan curah hujan rata-rata per tahun antara 1000-2000 mm/tahun (Anggraeni, 2010). Temperatur dan kelembaban udara harian berkisar antara 24-35 oC dan 65-91% (Tabel 3). Kawasan peternakan Pondok Ranggon berbatasan langsung dengan jalan Munjul Raya Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur (sebelah utara), perikanan ikan arwana dan perkemahan pramuka Cibubur (sebelah barat), Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (sebelah selatan), dan Tempat Pemakaman Umum (sebelah timur) (Lampiran 2). Peternak di Pondok Ranggon merupakan peternak yang berternak secara turuntemurun dimana sebelumnya mereka sudah melakukan kegiatan berternak secara tradisional di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Peternak di daerah ini telah memiliki struktur organisasi yang bernama Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon yang didirikan sejak tahun 1993. Temperatur lingkungan berkaitan erat dengan kelembaban yang memberikan efek yang sama terhadap produksi susu. Daerah Jakarta seperti Pondok Ranggon dengan suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi akan memberikan efek stres ganda bagi sapi perah FH. Temperatur dan kelembaban yang tinggi sangat tidak nyaman bagi sapi perah. Kondisi nyaman tersebut apabila dipelihara pada suhu lingkungan 15-22 oC dengan kelembaban 60-70% (Nurdin, 2011). Suhu di Pondok Ranggon pada pagi hari sekitar 25,08 oC, disiang hari meningkat hingga 30,79 oC, dan disore hari suhu kembali menurun sekitar 29,38 oC. Kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu dimana pada pagi hari kelembaban tinggi sekitar 91%, disiang hari kelembaban menurun sekitar 74,58%, dan disore hari kelembaban kembali meningkat sekitar 81,08%. Suhu dan kelembaban kandang di Pondok Ranggon ditunjukkan pada Tabel 3.
13
Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Kandang di Pondok Ranggon No
Peternak
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
1
H Mas`ud Salam
24
33
28
91
70
91
2
H. M. Amin
27
24
29
91
83
91
3
H. Abdul Somad
26
31
30
91
83
83
4
H. Hasan Basri
25
35
31
91
59
70
5
H. M. Zein
23
30
27
91
83
91
6
H. Hamdani
25
32
29
91
70
83
7
Bahroji
26
29
28
91
91
75
8
H. Masri Salam
24
26
25
91
83
91
9
Fahrurozi
24
29
29
91
83
83
10
Komarudin
25
20
30
91
83
83
11
H. Nurudin
26
32
29
91
83
83
12
H. Hasanudin
25
33
29
91
70
83
13
H. Romli
24
35
31
91
53
70
14
Ahmad Maulana
24
32
31
91
64
64
15
H. Zaenudin
27
31
28
91
76
83
16
Sriyatno
25
34
31
91
70
70
17
H. Abdurohim
24
30
30
91
69
76
18
Ma`mun Ali
24
35
31
91
65
76
19
KFA
26
31
27
91
76
91
20
H. M. Zaini
26
33
31
91
64
76
21
Rochmani
26
30
31
91
83
83
22
Royati
26
30
31
91
83
83
23
Abdan Syakur
26
33
27
91
70
91
24
Hj. Fatimah
24
31
32
91
76
76
25,08
30,79
29,38
91
74,58
81,08
Rataan
Keterangan: Pagi (05.30) WIB, siang (13.00) WIB, dan sore (17.00) WIB.
Salah satu efek dari suhu panas pada sapi perah FH adalah tekanan pada aktivitas kelenjar tiroid yang kemudian menghasilkan laju metabolisme basal yang tinggi. Perubahan tersebut akan menyebabkan ternak mempertahankan suhu tubuhnya terhadap lingkungan panas dengan cara mengurangi produksi panasnya
14
melalui penguapan panas dari tubuh. Sapi akan terengah-engah, mengurangi konsumsi pakan, dan meningkatkan konsumsi air minum. Pada temperatur dibawah nyaman, efisiensi pakan akan menurun karena ternak lebih banyak makan untuk mempertahankan temperatur tubuh yang normal, sebaliknya pada temperatur diatas nyaman, ternak akan menurunkan tingkat konsumsinya guna mengurangi temperatur tubuh. Semua hal tersebut akan menurunkan produktivitas dan efisiensi penggunaan pakan. pada kondisi lingkungan yang panas konsumsi BK ransum akan turun sekitar 8-12% untuk mengurangi peningkatan panas dari metabolic process, hal ini menyebabkan produksi susu berkurang 20-30% (Despal et al., 2008). Keadaan Ternak dan Kepemilikannnya Bangsa sapi perah yang dipelihara oleh peternak di Pondok Ranggon ialah sapi Friesian Holstein (FH) dan persilangannya. Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun juga ada yang berwarna coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung ekor berwarna putih, bagian bawah dari kaki berwarna putih atau hitam, dan tanduk pendek serta menjurus kedepan (Makin, 2011). Kepemilikan sapi laktasi di Pondok Ranggon sangat bervariasi yaitu berkisar 2 hingga lebih dari 152 ekor. Persentase kepemilikan sapi laktasi sebesar 70,37%, dan sapi yang sedang kering sebesar 8,39%. Keadaan tersebut menunjukkan usaha ternak sapi perah yang dikelola peternak di Pondok Ranggon dapat dikatakan sudah optimum seperti yang dinyatakan Makin (2011) bahwa peternakan sapi perah akan optimum apabila sapi laktasi sekitar 70%. Kepemilikan sapi pedet jantan dan betina hanya sebesar 2,53% dan 2,37%. Sex ratio yang efisien menurut Nurdin (2011) sebesar 1:1. Sex ratio di Pondok Ranggon dapat dikatakan cukup efisien, namun persentase kepemilikan pedet masih rendah. Hal tersebut kemungkinan karena terbatasnya lahan untuk membesarkan pedet membuat peternak menjual sapi pedetnya. Pedet jantan dijual oleh peternak dengan alasan sapi jantan tidak bernilai ekonomis untuk dipelihara, sedangkan untuk pedet betina oleh peternak tidak dijual dan dipelihara hingga dewasa untuk regenerasi sapi laktasi yang sudah tidak berproduksi, sehingga selalu terjaga produksi susu yang dihasilkan. Sapi yang dipelihara oleh peternak tidak hanya sapi FH, melainkan juga sapi Peranakan Ongole (PO) sebanyak 18 ekor dan sapi Simental
15
sebanyak 11 ekor. Peternak memelihara sapi jenis tersebut sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual, terutama pada Hari Raya Idul Adha. Kepemilikan sapi FH di Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Kepemilikan Sapi FH di Pondok Ranggon Jumlah Sapi (Ekor) No 1
Nama Peternak H Mas`ud Salam
Jumlah (Ekor)
0
Pedet Jantan 0
Pedet Betina 0
1
3
2
4
3
0
3
7
1
46
Laktasi
Kering
Pejantan
Dara
2
1
5
45
6
32
8
3
H. Muhamad Amin H. Abdul Somad
4
H. Hasan Basri
90
11
20
40
7
8
176
5
H. M. Zein
5
1
0
3
1
1
11
6
H. Hamdani
29
4
4
7
2
5
51
7
Bahroji
20
3
1
4
6
5
39
8
H. Masri Salam
5
0
0
0
0
0
5
9
Fahrurozi
20
1
2
0
0
0
23
10
Komarudin
13
0
0
4
2
1
20
11
H. Nurudin
152
10
21
8
6
7
204
12
H. Hasanudin
21
3
0
3
4
6
37
13
H. Romli
14
4
1
8
6
3
36
14
Ahmad Maulana
10
0
3
2
3
1
19
15
H. Zaenudin
26
2
0
2
5
3
38
16
Sriyatno
12
6
1
2
2
5
28
17
H. Abdurohim
8
2
0
2
4
1
17
18
Ma`mun Ali
15
1
1
2
3
3
25
19
KFA
31
3
5
9
5
9
62
20
H. M. Zaini
14
1
2
4
1
4
26
21
Rochmani
26
2
9
5
13
3
58
22
Royati
2
2
1
0
1
0
6
23
Abdan Syakur
31
1
3
6
8
10
59
24
Hj. Fatimah
23
10
6
11
5
7
62
Jumlah
646
77
86
128
93
87
1.117
Jumlah (ST)
646
77
86
64
23,25
21,75
918
70,37
8,39
9,37
6,97
2,53
2,37
100
2
Persentase (%)
61
16
Jumlah kepemilikan sapi dara sebagai pengganti (replacement stock) sebesar 6,97% dan kepemilikan sapi dara hanya berkisar 8,85% dari jumlah sapi dewasa. Jumlah tersebut lebih kecil apabila dibandingkan menurut Nurdin (2011) yang menyatakan bahwa pada suatu peternakan sapi perah sering terjadi adanya pengeluaran (culling) sapi perah induk setiap tahunnya mencapai 25%, oleh karena itu jumlah sapi dara yang akan dijadikan sebagai induk pengganti (replacement stock) seharusnya lebih dari persentase sapi yang diculling. Keadaan tersebut diduga disebabkan karena adanya kecenderungan peternak di Pondok Ranggon untuk membeli sapi yang sudah berproduksi dan diperoleh dari daerah Boyolali dengan sistem tukar tambah maupun membeli secara kontan. Kepemilikan pejantan FH di Pondok Ranggon sebesar 9,37% yang terdiri atas 86 ekor pejantan. Pejantan tersebut dapat mengawini betina dengan populasi sebanyak 787 ekor yang diperoleh dari penjumlahan sapi laktasi, sapi kering, dan sapi dara (Tabel 3). Hal tersebut didapatkan rataan bahwa seekor pejantan dapat mengawini sapi betina sembilan sampai sepuluh ekor.
Nugroho (2008)
menambahkan bahwa seekor pejantan dapat mengawini secara alami sebanyak 50-60 ekor betina dalam setahun dan sampai berumur 12 tahun. Tingkat Pendidikan dan Tenaga Kerja Secara umum tingkat pendidikan peternak di Pondok Ranggon sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak dalam mengelola usaha ternaknya. Tingkat pendidikan para peternak di kawasan peternakan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pendidikan Peternak di Pondok Ranggon No Pendidikan
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
SD/ Sederajat
6
25,00
2
SMP/Sederajat
1
4,17
3
SMA/ Sederajat
12
50,00
4
Akademi D1-D3
1
4,17
5
Strata 1 (S1)
4
16,66
24
100,00
Jumlah
17
Tingkat pendidikan peternak sapi perah di Pondok Ranggon lebih dari 70% peternak berpendidikan minimal Sekolah Menegah Atas (SMA). Peternak yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan cenderung meningkatkan usaha ternaknya sehingga taraf kehidupannya menjadi lebih baik dibandingkan dengan peternak yang berpendidikan lebih rendah. Keberadaan peternakan sapi perah di Pondok Ranggon berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh peternak di kawasan Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tenaga Kerja di Pondok Ranggon No
Tenaga Kerja (Orang)
Peternak
Persentase (%)
1
1–5
18
75,00
2
6 -10
5
20,83
3
11 – 15
0
0
4
16 – 20
1
4,17
24
100,00
Jumlah
Peternakan sapi perah menggunakan tenaga kerja sepanjang tahun karena usaha tersebut menuntut ketekunan dari para pekerja dan pekerjaannya harus dilakukan secara rutin setiap hari. Tenaga kerja di Pondok Ranggon meliputi pemilik ternak itu sendiri, anggota keluarga, pekerja kandang, pencari rumput, pengolah susu, dan tenaga pengirim susu. Sebanyak 75% peternak memiliki tenaga kerja 1-5 orang, sisanya 20,83% peternak yang memiliki tenaga kerja 6-10 orang, dan 4,17% peternak yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 16-20 orang. Jumlah ternak di Pondok Ranggon sebanyak 918 ST (Tabel 4) dengan jumlah pekerja sekitar 93 orang dari 24 peternak, maka seorang tenaga kerja dapat menangani sekitar 7-8 ekor per hari. Menurut Makin (2011) untuk efisiensi penggunaan tenaga kerja sebaiknya 5-7 ekor sapi dewasa cukup ditangani oleh seorang tenaga kerja, semakin banyak sapi yang dipelihara dalam suatu peternakan makin efisien tenaga yang dibutuhkan. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Perah Kunci keberhasilan dalam pemeliharaan sapi perah terletak pada pengetahuan dan pengertian terhadap ternak yang dipelihara. Tata laksana pemeliharaan sapi
18
perah di Pondok Ranggon merupakan segala aspek pemeliharaan yang dilakukan sehari-hari seperti membersihkan ternak dan kandang, pemberian pakan dan air minum, cara perkawinan yang teratur, dan pencegahan serta pengobatan terhadap penyakit. Pembersihan Ternak dan Kandang Peternak di Pondok Ranggon membersihkan lantai kandang dua kali sehari, namun untuk membersihkan langit-langit kandang sangat jarang dilakukan, terlihat dari banyaknya debu yang terdapat dilangit-langit. Sapi dimandikan dua kali sehari, badan sapi dibersihkan dan disikat agar sapi terlihat lebih bersih. Tujuan dari membersihkan badan sapi agar susu yang dihasilkan bersih dari kotoran maupun rambut yang rontok. Perkawinan Ternak Periode birahi sapi perah rata-rata 21 hari, tetapi terdapat sapi yang memiliki periode birahi 17-26 hari. Lama masa birahi berlangsung 6-36 jam, dengan rata-rata 18 jam (Sudono et al., 2003). Pengetahuan peternak mengenai birahi cukup baik, apabila terlihat tanda-tanda birahi seperti keluar cairan lendir dari vagina, vulva menjadi merah, bengkak, dan hangat, serta sapi terlihat gelisah maka peternak segera mengawinkan sapinya. Cara perkawinan yang dilakukan peternak di Pondok Ranggon ialah kawin IB dan kawin alami. Bibit IB yang digunakan oleh peternak di Pondok Ranggon berasal dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BBPTU) Baturraden, dan Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari. Peternak mengawinkan sapinya secara alami dengan alasan biaya IB yang cukup mahal yaitu sekitar Rp 50.000,00/IB, apabila mengawinkan sapi secara alami petenak cukup mengeluarkan pejantan FH yang dimiliki dari kandang, ataupun meminjam pejantan FH dari peternak lain. Kegagalan inseminasi umumnya karena kelalaian peternak dalam mendeteksi birahi, inseminator sedang libur atau tidak bertugas. Peternak mengawinkan sapi secara alami dapat terjadi karena petugas inseminator sedang tidak ditempat.
19
Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Penyakit yang sering dijumpai dan merupakan masalah utama tata laksana pemeliharaan sapi perah karena dapat menurunkan produksi susu dalam jumlah besar ialah penyakit mastitis. Sebagian besar penyakit mastitis disebabkan oleh masuknya bakteri patogen melalui lubang puting dalam ambing dan menimbulkan peradangan (Nurdin, 2011). Muchtadi (2009) menambahkan bahwa faktor penyakit dapat mempengaruhi komposisi susu. Penyakit pada sapi dapat mengacaukan keseimbangan komponen-komponen didalam susu, terjadi kenaikan kadar lemak dan garam-garam mineral, serta penurunan kadar laktosa. Pengetahuan peternak tentang penyakit sudah cukup baik, apabila terlihat tanda-tanda sapi sakit seperti kurang nafsu makan, produksi menurun, suhu badan sapi meningkat, sapi terlihat lemah dan lesu maka peternak berusaha mengobati penyakitnya dengan cara tradisional. Peternak memanggil dokter hewan untuk mengobati sapi apabila penyakit yang terjadi cukup parah. Beberapa peternak menyediakan obat-obatan bagi sapinya. Biaya pengobatan cukup mahal maka sebagian dari peternak belajar untuk menyuntik sendiri hewan yang sakit, dengan dosis sesuai yang dianjurkan. Pencegahan penyakit yang dilakukan oleh peternak hanya dengan menjaga kebersihan kandang setiap harinya. Program vaksinasi penyakit seperti anthrax, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Tuberkulosis (TBC), dan lain-lain dilakukan oleh Dinas Peternakan DKI Jakarta. Dinas Peternakan sering mengontrol keadaan sapi secara rutin yaitu 2-5 kali dalam setahun. Pemberian Pakan Keberhasilan usaha sapi perah tidak hanya ditentukan oleh pemasaran, tetapi faktor lainnya misalnya ketersediaan pakan yang memadai untuk menghasilkan produksi optimal. Tujuan utama pemberian pakan pada sapi perah adalah menyediakan ransum yang ekonomis, tetapi dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, kebuntingan, dan produksi susu bagi induk, serta kebutuhan untuk pertumbuhan bagi ternak muda (Santosa et al., 2009). Hasil analisa sampel pakan di Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 7.
20
Tabel 7. Analisa Proksimat Sampel Pakan yang digunakan Peternak di Pondok Ranggon Kandungan Pakan (%) Bahan Pakan BK Abu Protein Lemak Serat Beta-N TDN Rumput Lahan Darat1
24,4
14,5
8,20
1,44
31,7
44,2
56,2
Konsentrat Komersial2
79,74
19,93
12,96
5,50
31,74
29,87
41,93
11,03
7,07
18,40
4,08
47,78
22,67
56,22
Ampas Tempe
22,24
5,08
21,72
7,01
27,02
39,16
67,15
Dedak Padi1
89,2
16,9
8,36
3,97
28,9
41,9
50
Ampas Tahu2 2
Sumber: 1 = Sutardi (1981). 2 = hasil analisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB.
Pakan hijauan yang umumnya diberikan peternak ialah rumput lapang. Rumput lapang diperoleh dari daerah Cibubur, Cipayung, Ciracas, Munjul, Kranggan, Cikeas, dan daerah sekitar kawasan peternakan Pondok Ranggon. Beberapa peternak memiliki lahan kebun rumput gajah yang mereka tanam sendiri. Rumput gajah digunakan hanya pada saat-saat tertentu saja, seperti pada hari raya Idul Fitri karena banyak pekerja kandang yang pulang kampung. Pakan konsentrat berasal dari KOPERDA dan ada juga peternak yang meramu sendiri pakan konsentratnya. Pakan ampas tahu dan ampas tempe berasal dari daerah Setu, Kranggan, Ciracas, Pasar Rebo, Kalisari, dan Bekasi. Keterbatasan hijauan membuat peternak memberikan pakan sapi dengan hasil sampingan industri pangan, seperti ampas tahu, dedak padi, dan ampas tempe. Pakan ampas tahu dan ampas tempe berasal dari daerah Setu, Kranggan, Ciracas, Pasar Rebo, Kalisari, Bekasi, dan daerah lainnya di sekitar kawasan tersebut. Sebagian besar peternak lebih banyak memberikan ampas tahu dengan rataan 28,94±7,62 kg/ekor/hari dibandingkan dengan pemberian hijauan dengan rataan
20,85±4,27
kg/ekor/hari. Konsentrat diberikan sangat sedikit dengan rataan 0,67±0,73 kg/ekor/hari. Ampas tempe dan dedak hanya diberikan sebesar 2,26±4,51 kg/ekor/hari dan 0,01±0,09 kg/ekor/hari. Pemberian pakan di Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 8.
21
Tabel 8. Pemberian Pakan dan Kebutuhan Sapi Laktasi di Pondok Ranggon Pemberian Bahan Pakan
Segar
BK
PK
TDN
................................(Kg/ekor/hari)................................ Rumput Lahan Darat
20,85±4,27
5,09
0,42
2,86
Konsentrat Komersial
0,67±0,73
0,53
0,07
0,22
Ampas Tahu
28,94±7,62
3,19
0,59
1,79
Ampas Tempe
2,26±4,51
0,50
0,11
0,34
Dedak
0,01±0,09
0,009
0,0008
0,0045
Jumlah Pemberian
-
9,32
1,19
5,21
Kebutuhan Hidup Pokok
-
9,22
0,36
3,08
Kebutuhan Produksi (4% FCM) Jumlah Kebutuhan
-
-
0,86
3,22
-
9,22
1,22
6,30
Keterangan :BK = Bahan kering. PK = Protein kasar. TDN = Total Digestible Nutrient. 4% FCM = (0,4 x produksi)+(0,15 x % lemak x produksi).
Pemberian PK dan TDN pakan oleh peternak sebesar 1,19 dan 5,21 kg/ekor/hari. Pemberian tersebut hanya melebihi dari kebutuhan hidup pokok dengan nilai PK dan TDN yang dihitung menurut Sutardi (1981) yaitu sebesar 0,36 dan 3,08 kg/ekor/hari, namun untuk kebutuhan hidup pokok dan berproduksi secara maksimal belum dapat terpenuhi karena pemberian PK dan TDN pakan di Pondok Ranggon hanya sebesar 1,19 dan 5,21 kg/ekor/hari sedangkan kebutuhan yang diperlukan sebesar 1,22 dan 6,3 kg/ekor/hari. Pemberian BK pakan di Pondok Ranggon sebesar 9,32 kg/ekor/hari. Kebutuhan BK dapat dihitung berdasarkan rataan produksi susu 9,28 kg/ekor/hari dan bobot badan 387,90 kg menurut Sutardi (1981) yaitu sebesar 9,22 kg/ekor/hari (Lampiran 8). Despal et al. (2008) peningkatan ransum akan meminimalisasi penurunan produksi susu akibat temperatur yang panas dengan upaya menurunkan rasio hijauan : konsentrat. Rasio pemberian hijauan dan konsentrat dalam bahan kering di Pondok Ranggon adalah 53,73:46,27. Pada musim kemarau peternak kesulitan mendapatkan hijauan sehingga sebagai gantinya peternak memberikan konsentrat dalam jumlah lebih banyak.
22
Konsumsi BK sapi FH di Pondok Ranggon sebesar 2,40% yang didapatkan dari pembagian antara pemberian BK pakan dengan rataan bobot badan sapi. Konsumsi BK pakan tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan pendapat Despal et al. (2008) menyatakan bahwa sapi yang berproduksi tinggi dapat mengkonsumsi BK pakan 3,6-4% bobot hidupnya. Kebutuhan ternak untuk hidup pokok telah terpenuhi dan sisanya digunakan untuk produksi susu, namun selisih antara pemberian BK pakan dengan kebutuhan BK pakan sangat sedikit. Keadaan tersebut perlu dilakukan perbaikan tata laksana pemberian pakan agar dapat meningkatkan produksi susu. Perbaikan tata laksana yang paling memungkinkan adalah tata laksana pemberian pakan berupa frekuensi pemberiannya. Peternak sapi perah di Indonesia memberikan pakan kepada sapi perah umumnya hanya dua kali dalam sehari. Peternak di Pondok Ranggon memberikan pakan ternaknya dua kali sehari, namun ada satu peternak yang memberikan pakan ampas tahu dan konsentrat sebanyak tiga kali sehari. Peternak yang memberikan pakan tiga kali tersebut memberikan pakan ampas tahu dan konsentrat pagi, siang, dan sore hari, sedangkan untuk pemberian pakan hijauan hanya pagi dan sore hari. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa peternak yang memberikan pakan sebanyak tiga kali sehari mampu berproduksi lebih banyak dengan rataan produksi sebesar 10,82±3,15 kg/ekor/hari dibandingkan dengan peternak yang memberikan pakan dua kali sehari dengan rataan produksinya sebesar 9,21±3,22 kg/ekor/hari. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian di daerah Sumedang oleh Siregar (2001), yang menunjukkan peningkatan produksi dari 12,7 l/ekor/hari menjadi 15,7 l/ekor/hari dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali dalam sehari yang berdampak besar terhadap peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah. Menurut Sudono et al. (2003) sapi perah setiap harinya membutuhkan air minum sebanyak empat liter untuk setiap satu liter susu yang dihasilkan. Jumlah tersebut tergantung pada produksi susu yang dihasilkan, suhu lingkungan, dan jenis pakan yang diberikan. Pemberian air minum di Pondok Ranggon pada umumnya dicampurkan langsung saat pemberian pakan ampas tahu, ampas tempe, dan konsentrat. Peternak tidak memberi air minum secara ad libitum, namun ada beberapa peternak yang memberikan air minum secara ad libitum. Pemberian air
23
minum dengan cara dicampur dengan konsentrat dan pakan lainnya memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya ialah dapat mengurangi pakan yang tercecer, sehingga pakan tersebut dapat sepenuhnya dikonsumsi ternak. Kelemahan dari pemberian minum tersebut ialah dapat menurunkan kecernaan bahan kering konsentrat dan pakan lainnya didalam rumen, selain itu akan mengurangi produksi air liur akibatnya pH rumen menurun dan dapat merugikan kehidupan bakteri selulotik yang mencerna serat kasar terutama selulosa menjadi asam asetat (Sutardi,1980). Produksi Susu Produksi susu di kawasan Pondok Ranggon masih sedikit dengan rata-rata produksi sekitar 9,28±3,22 kg/ekor/hari, namun produksi tersebut lebih tinggi dan terjadi peningkatan dari hasil penelitian Putra (2004) dimana produksi susu di Pondok Ranggon sebesar 8,43±2,99 kg/ekor/hari. Peningkatan tersebut diduga karena adanya perbaikan dari manajemen pemeliharaan sebelumnya. Produksi susu yang lebih tinggi terletak di daerah Cikole menurut Anggraeni et al. (2008) sebesar 17,3 kg/ekor/hari dan produksi susu di Baturraden menurut Atabany et al. (2011) sebesar 16,03 kg/ekor/hari. Produksi susu terbanyak di Pondok Ranggon sebesar 12,04 kg/ekor/hari, dan tersedikit sebesar 5,45 kg/ekor/hari. Produksi susu yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari manajemen pemeliharaan ternak tersebut. Peternakan sapi perah di Pondok Ranggon perlu mendapat perhatian dan dapat menjadi potensi untuk dikembangkan menjadi lebih baik agar dapat meningkatkan produksi susu sehingga mendatangkan keuntungan bagi peternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah diantaranya umur kebuntingan, masa laktasi, besar sapi, umur sapi, dan pemberian pakan (Sudono et al., 2003). Produksi Susu di Pondok Ranggon ditunjukkan pada Tabel 9.
24
Tabel 9. Produksi Susu Setiap Peternak di Pondok Ranggon No
Nama Peternak
Sampel Sapi (ekor) Total Produksi
Rataan Produksi
1
H Mas`ud Salam
2
13,24
6,62
2
H. Muhamad Amin
6
66,48
11,08
3
H. Abdul Somad
6
39,54
6,59
4
H. Hasan Basri
11
95,48
8,68
5
H. M. Zein
3
34,35
11,45
6
H. Hamdani
5
32,95
6,59
7
Bahroji
6
49,56
8,26
8
H. Masri Salam
5
32.2
6,44
9
Fahrurozi
6
46,5
7,75
10
Komarudin
4
40,72
10,18
11
H. Nurudin
14
112,56
8,04
12
H. Hasanudin
6
72,42
12,07
13
H. Romli
4
45
11,25
14
Ahmad Maulana
4
42,88
10,72
15
H. Zaenudin
6
61,5
10,25
16
Sriyatno
5
62,05
12,41
17
H. Abdurohim
4
27,36
6,84
18
Ma`mun Ali
6
50,82
8,47
19
KFA
6
75,66
12,61
20
H. M. Zaini
5
54,45
10,89
21
Rochmani
6
72,24
12,04
22
Royati
2
14,26
7,13
23
Abdan Syakur
6
64,92
10,82
24
Hj. Fatimah
6
32,7
5,45
134
1239,84
222,63
Jumlah Umur Kebuntingan
Sapi yang telah dikawinkan dan mengalami kebuntingan dapat menyebabkan penurunan produksi susu dibandingkan sapi yang tidak bunting. Produksi susu yang dihasilkan dari sapi yang tidak bunting sebesar 9,93 kg/ekor/hari, sedangkan rataan produksi sapi yang bunting sebesar 7,08 kg/ekor/hari. Data penelitian menunjukkan
25
dari 134 ekor sapi yang digunakan, terdapat 30 ekor sapi yang sedang bunting. Sebanyak lima ekor sapi bunting dua bulan dengan rataan produksi sebesar 7,37 kg/ekor/hari, delapan ekor bunting tiga bulan sebesar 6,79 kg/ekor/hari, 11 ekor sapi bunting empat bulan sebesar 6,95 kg/ekor/hari, tiga ekor sapi bunting lima bulan sebesar 7,34 kg/ekor/hari, dan tiga ekor sapi bunting enam bulan dengan rataan produksi sebesar 6,97 kg/ekor/hari. Perubahan produksi selama kebuntingan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Kebuntingan di Pondok Ranggon. Data kebuntingan diuji dengan uji-T menunjukkan bahwa sapi yang tidak bunting memiliki produksi yang berbeda lebih tinggi dengan kebuntingan dua dan tiga bulan (P0,01
0,05). Terjadi perbedaan pada sapi bunting dua, tiga, dan empat bulan dengan sapi yang tidak bunting diduga karena pada sapi yang bunting membutuhkan nutrisi dan pakan yang lebih baik daripada pakan sapi yang tidak bunting, selain itu pakan yang seharusnya untuk berproduksi pada sapi yang bunting digunakan juga untuk perkembangan fetus. Tolihere (1981) menambahkan bahwa penurunan produksi disebabkan sapi yang sedang bunting membutuhkan lebih banyak pakan daripada sapi yang tidak bunting untuk mempertahankan aktivitas reproduksinya. Tidak terdapat perbedaan antara sapi bunting lima dan enam bulan diduga sampel sapi yang digunakan berasal dari peternak yang memberikan pakan yang lebih baik
26
dibandingkan dengan peternak lain, sehingga sapi masih dapat berproduksi lebih tinggi dibandingkan sapi bunting dua, tiga, dan empat bulan, selain itu kemungkinan sapi bunting lima dan enam bulan jumlahnya sangat sedikit dibandingkan yang tidak bunting dan bunting dua, tiga, dan empat bulan. Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni antara saat beranak dan masa kering. Perubahan produksi susu selama masa laktasi di Pondok Ranggon dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Bulan Laktasi di Pondok Ranggon.
Gambar 4. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Periode Laktasi di Pondok Ranggon.
27
Gambar 3 menunjukkan produksi susu tertinggi pada bulan laktasi kedua yaitu sebesar 13,62 kg/ekor/hari dan terendah terjadi pada bulan laktasi kesepuluh sebesar 6,29 kg/ekor/hari. Penurunan produksi disebabkan karena fase produksi itu sendiri secara alami akan mengalami penurunan dengan adanya penambahan bulan laktasi. Produksi susu juga dipengaruhi oleh periode laktasi. Gambar 4 menunjukkan penurunan produksi dengan pertambahan periode laktasi. Produksi susu pada periode laktasi pertama lebih banyak dibandingkan dengan periode laktasi selanjutnya. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Anggraeni (2007) bahwa sapi dengan periode laktasi lebih awal umumnya mempunyai produksi susu relatif lebih banyak dibandingkan periode laktasi berikutnya. Produksi susu tertinggi pada periode laktasi pertama diduga karena kelenjar ambing yang masih baik pada umur muda dan pada laktasi pertama merupakan kondisi tubuh terbaik, sedangkan sapi pada laktasi selanjutnya kondisi tubuh sudah menurun. Bobot Sapi Bobot tubuh sapi secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi susu. Perubahan bobot badan terhadap produksi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Bobot Badan di Pondok Ranggon.
28
Sapi dengan rataan bobot badan kurang dari 350 kg hanya berproduksi sebesar 7,45 kg/ekor/hari, sapi yang berbobot badan 351-400 kg berproduksi 9,18 kg/ekor/hari, sapi dengan bobot badan 401-450 kg berproduksi sebanyak 9,91 kg/ekor/hari, dan produksi tertinggi sebesar 11,24 kg/ekor/hari dihasilkan oleh sapi yang berbobot lebih dari 450 kg. Bobot badan sapi semakin berat akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang berbobot badan ringan. Hal ini disebabkan sapi yang bobot badannya lebih berat akan makan lebih banyak, dan metabolisme tubuh yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga dapat menghasilkan susu lebih banyak. Parakkasi (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot hidup sapi, maka kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan juga bertambah besar yang mengakibatkan konsumsi bahan kering juga semakin meningkat. Zanton dan Heinrichs (2005) menambahkan bahwa sapi perah yang mengalami pertumbuhan terhambat dengan pertambahan bobot badan kurang dari 0,6 kg/hari pada masa sebelum dan sesudah puber sampai kawin pertama akan menghasilkan produksi susu yang lebih sedikit pada laktasi selanjutnya. Umur Sapi Umur sapi dapat mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan. Perubahan umur terhadap produksi dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Rataan Produksi Susu Sapi Perah berdasarkan Umur Sapi di Pondok Ranggon. Sapi di Pondok Ranggon berproduksi maksimal sebesar 12,29 kg/ekor/hari saat berumur 2,5 tahun dan mengalami penurunan hingga produksi menjadi 6,73
29
kg/ekor/hari saat sapi berumur tujuh tahun. Keadaan tersebut tidak sesuai dengan Blakely dan Bade (1991) yang menyatakan bahwa sapi akan mencapai produksi maksimum saat berumur 6-8 tahun pada laktasi keempat sampai keenam. Produksi maksimum di Pondok Ranggon terjadi pada umur 2,5 tahun diduga karena pada umur muda kondisi tubuh terbaik dimana kelenjar ambing dapat berfungsi secara maksimal, selain itu dari data pengelompokan didapatkan sapi yang berumur 2,5 tahun sebagian besar berada pada bulan laktasi awal yaitu laktasi 1-3 bulan, dan sebagian besar dari sapi pada umur tersebut tidak dalam keadaan bunting, sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan umur lainnya. Kualitas Susu Sudono et al. (2003) menyatakan persentase susunan susu yang dihasilkan oleh sapi FH meliputi protein, lemak, dan laktosa berkisar antara 3,15%; 3,45%; dan 4,65%. Persentase komposisi susu dari beberapa sampel pemerahan sapi FH di Pondok Ranggon didapatkan nilai rataan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu masing-masing sebesar 4,44%; 4,20%; 3,91%, 8,83%; dan 1,032 g/ml (Tabel 10). Tabel 10. Rataan Kualitas Susu Pemerahan Pagi dan Siang Hari di Pondok Ranggon Pemerahan
Sodiqin (2012)*
SNI 013141.1-2011
Pagi
Siang
Pagi
Sore
Lemak (%)
>3,0
4,16±0,94
4,72±1,09
4,34
4,59
Laktosa (%)
-
4,16±0,38
4,23±0,37
3,84
3,92
Protein (%)
>2,8
3,87±0,36
3,95±0,35
3,59
3,67
SNF (%)
>7,8
8,78±0,77
8,87±0,77
8,12
8,28
Bj (g/ml)
>1,027
1,031±0,0
1,032±0,02
1,028
1,028
Parameter
Keterangan: * = Hasil penelitian Sodiqin (2012). Bj = Berat jenis. SNF = Solid Non Fat / bahan kering tanpa lemak.
Pemberian pakan baik kuantitas maupun kualitas berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan. Nutrisi pakan yang baik akan berakibat terhadap produksi susu rata-rata harian, kandungan lemak, protein, laktosa, bahan kering tanpa lemak (SNF), dan berat jenis susu. Data yang didapatkan dari salah satu peternak yang meramu konsentratnya dengan kualitas pakan yang lebih baik dengan frekuensi
30
pemberian pakan tiga kali sehari menunjukkan rataan kandungan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu masing-masing sebesar 4,84%; 4,50%; 4,20%; 9,43%; dan 1,032 g/ml dibandingkan dengan peternak yang memberikan pakannya dengan kuantitas dan kualitas yang lebih rendah yang menunjukkan rataan kandungan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu masing-masing sebesar 4,78%; 4,37%; 4,08%; 9,21%; dan 1,032 g/ml. Kualitas susu dapat dipengaruhi oleh waktu pemerahan. Pada umumnya sapi yang dipelihara peternak di Pondok Ranggon diperah dua kali sehari yaitu pagi dan siang hari. Kadar lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu yang diperah pada siang hari lebih tinggi dibandingkan dengan pagi hari. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Sodiqin (2012) yang menunjukkan terjadi kenaikan kadar lemak, protein, SNF, dan berat jenis susu yang diperah pada sore hari lebih tinggi dibandingkan susu yang diperah pagi hari. Rataan kadar lemak pagi dan siang hari berbeda hasilnya. Hasil pemerahan pagi lebih rendah dibandingkan pemerahan siang hari. Kadar lemak pemerahan pagi sebesar 4,16±0,94% dan kadar lemak siang 4,72±1,09%. Hasil tersebut memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu kadar lemak minimum 3,0%. Kadar lemak yang berbeda pada pemerahan pagi dan siang hari disebabkan karena interval pemerahan yang tidak sama. Pada interval pemerahan yang lebih lama (pagi hari) kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan interval yang lebih pendek (siang hari), selain itu kadar lemak susu tergantung jumlah produksi susu yang dihasilkan oleh setiap ekor sapi. Data penelitian menunjukkan rataan produksi susu di pagi hari sebesar 5,84±2,08 kg/ekor/hari dan di siang hari produksi sebesar 3,44±1,27 kg/ekor/hari. Hal tersebut akan mengakibatkan susu pada pemerahan siang lebih kental karena produksi susu lebih sedikit, sehingga konsentrasi zat padat seperti lemak dan protein akan lebih tinggi. Tingginya konsentrasi padatan berupa lemak, protein, dan SNF susu pada pemerahan sore hari berakibat terhadap peningkatan nilai berat jenis susu (Usmiati dan Widaningrum, 2005). Kadar laktosa susu di kawasan peternakan Pondok Ranggon pada pemerahan pagi hari yaitu 4,16±0,38% dan hasil pemerahan pada siang hari sebesar 4,23±0,37%. Secara alami laktosa hanya terdapat pada air susu. Laktosa merupakan
31
karbohidrat yang terdapat didalam air susu. Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Bahan dasar pembentukan laktosa susu yaitu glukosa. Jumlah laktosa dalam susu dapat menentukan kemanisan rasa susu (Sodiqin, 2012). Rataan kadar protein susu hasil pemerahan pagi dan siang hari juga menunjukkan perubahan. Pada pemerahan pagi hari kadar protein mencapai 3,87±0,36% dan siang hari sebesar 3,95±0,35%. Seperti telah disebutkan sebelumnya dimana produksi susu di pagi hari sebesar 5,84±2,08 kg/ekor/hari dan di siang hari produksi sebesar 3,44±1,27 kg/ekor/hari, akibatnya susu pada pemerahan siang lebih kental karena produksi susu lebih sedikit, sehingga konsentrasi zat padat seperti protein akan lebih tinggi. Kadar protein susu di Pondok Ranggon telah memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu minimum kadar protein susu sebesar 2,8%. Bahan kering tanpa lemak merupakan ukuran penting dalam susu karena mengandung protein, vitamin, dan mineral. Bahan kering susu yang tinggi maka kandungan nutrient lainnya dalam susu seperti laktosa, protein, mineral, dan vitamin juga tinggi. Kadar bahan kering tanpa lemak atau SNF yang dihasilkan pada pemerahan pagi sebesar 8,78±0,77% dan pemerahan siang hari sebesar 8,87±0,77%. Hasil tersebut memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu minimum kadar SNF susu sebesar 7,8%. Berat jenis susu pada pemerahan pagi dan siang hari menunjukkan perubahan. Berat jenis hasil pengujian pagi hari sebesar 1,031±0,0 g/ml dan siang hari 1,032±0,02 g/ml. Keadaan tersebut sesuai dengan Usmiati dan Widaningrum (2005) yang sebelumnya disebutkan bahwa tingginya konsentrasi padatan berupa lemak, protein, dan SNF susu pada pemerahan sore hari berakibat terhadap peningkatan nilai berat jenis susu. Hasil tersebut memenuhi syarat mutu susu segar Badan Standarisasi Indonesia (2011) yaitu minimum kadar berat jenis susu sebesar 1,027 g/ml. Menurut Sodiqin (2012) berat jenis susu dapat menunjukkan jumlah bahan kering tanpa lemak, apabila berat jenis susu tinggi maka kandungan jumlah bahan kering tanpa lemak semakin banyak. Pemberian konsentrat berpengaruh terhadap berat jenis susu, semakin tinggi nilai gizi konsentrat maka berat jenis susu akan semakin tinggi.
32
Hubungan Pakan dengan Produksi dan Kualitas Susu Pemberian pakan memiliki hubungan dengan produksi dan kualitas susu. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan negatif maupun positif. Hasil analisis regresi eksponensial berganda menunjukkan hubungan antara produksi susu (Y1) dengan pemberian pakan hijauan (X1), konsentrat (X2), ampas tahu (X3), ampas tempe (X4), dan dedak (X5). Model hubungan tersebut memiliki persamaan sebagai berikut: Y1=2,672X10,256X20,014X30,018X4-0,008X5-0,055. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan produksi susu sebesar 0,11; 0,44; dan 0,04 satuan, namun produksi susu akan terjadi penurunan sebesar 0,3 dan 2,75 setiap kenaikan satu satuan pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan antara lemak susu (Y2) dengan pemberian pakan memiliki persamaan Y2=174,525X10,161X20,013X30,029X4-0,008X5-0,029. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan lemak susu sebesar 2,94; 17,02; dan 2,37 satuan, namun sebaliknya lemak susu akan terjadi penurunan sebesar 12,81 dan 67,23 setiap kenaikan satu satuan pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan lainnya antara laktosa susu (Y3) dan pemberian pakan memiliki persamaan Y3=153,395X10,161X20,010X30,024X4-0,009X5-0,045. Persamaan tersebut menunjukkan setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan laktosa susu sebesar 2,87; 12,83; dan 1,97 satuan, namun sebaliknya laktosa susu akan terjadi penurunan sebesar 14,07 dan 96,85 setiap kenaikan satu satuan pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan antara protein susu (Y4) dan pemberian pakan memiliki persamaan Y4=144,437X10,160X20,010X30,024X4-0,009X5-0,044. Hal ini menunjukkan setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan protein susu sebesar 2,66; 11,96; dan 1,84 satuan, namun sebaliknya protein susu akan terjadi penurunan sebesar 13,11 dan 88,57 setiap kenaikan satu satuan pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan selanjutnya ialah hubungan antara SNF
susu
(Y5)
dan
pemberian
pakan
yang
memiliki
persamaan
Y5=326,041X10,160X20,011X30,023X4-0,009X5-0,045. Persamaan tersebut menunjukkan setiap kenaikan satu satuan pemberian hijauan, konsentrat, dan ampas tahu akan terjadi kenaikan SNF susu sebesar 6,01; 29,73; dan 4,00 satuan, namun sebaliknya
33
SNF susu akan terjadi penurunan sebesar 29,63 dan 203,98 setiap kenaikan satu satuan pemberian ampas tempe dan dedak. Hubungan antara pemberian pakan dengan produksi dan kualitas susu dapat ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11. Hubungan Produksi dan Kualitas Susu di Peternakan Pondok Ranggon Variabel Produksi Susu (Y1) (kg/ekor/ hari)
Lemak Susu Laktosa Protein SNF Susu (Y2) Susu (Y3) Susu (Y4) (Y5) ..............................(g/ekor/hari)...............................
Rataan
9,28±3,22
392,32±124 ,91
384,09±125 ,31
358,01±116 ,43
810,23±268 ,71
Rataan Dugaan
8,79±0,97
374,48±38, 40
366,02±35, 58
341,26±33, 00
770,92±75, 50
Standar eror (%)
5,28
4,55
4,70
4,68
4,85
Dugaan X1+1
8,90±0,97
377,42±38, 38
368,89±35, 52
343,92±33, 01
776,93±75, 41
Dugaan X2+1
9,23±0,87
391,50±33, 45
378,85±32, 64
353,22±30, 31
800,65±68, 20
Dugaan X3+1
8,83±0,90
376,85±32, 37
367,99±30, 81
343,10±28, 61
774,92±66, 08
Dugaan X4+1
8,49±0,84
361,67±33, 08
351,95±29, 27
328,15±27, 19
741,29±62, 29
Dugaan X5+1
6,04±0,63
307,25±30, 98
269,17±24, 81
252,69±23, 26
566,94±52, 76
Perhitungan
Keterangan: a = dugaan produksi susu dihitung dari persamaan (Y1=2,672X10,256X20,014X30,018X4-0,008X5-0,055). b = dugaan lemak susu dihitung dari persamaan (Y2=174,525X10,161X20,013X30,029X4-0,008X5-0,029). c = dugaan laktosa susu dihitung dari persamaan (Y3=153,395X10,161X20,010X30,024X4-0,009X5-0,045). d = dugaan protein susu dihitung dari persamaan (Y4=144,437X10,160X20,010X30,024X4-0,009X5-0,044). e = dugaan SNF susu dihitung dari persamaan (Y5=326,041X10,160X20,011X30,023X4-0,009X5-0,045).
Persamaan yang didapatkan dari produksi, lemak, laktosa, protein, dan SNF susu memiliki hubungan yang negatif dengan pemberian pakan ampas tempe dan dedak. Hubungan negatif tersebut diduga karena kandungan nutrisi dari ampas tempe dan dedak yang cukup rendah dan pemberian pakan tersebut diberikan dalam jumlah yang sedikit. Pemberian BK ampas tempe dan dedak hanya sebesar 0,50 dan 0,009
34
kg/ekor/hari, PK ampas tempe dan dedak sebesar 0,11 dan 0,0008 kg/ekor/hari, dan TDN ampas tempe dan dedak hanya sebesar 0,34 dan 0,0045 kg/ekor/hari. Persentase standar eror antara produksi, lemak, laktosa, protein, dan SNF susu dengan rataan dugaan yang dihitung dengan persamaan regresi eksponensial berganda masing-masing sebesar 5,28%; 4,55%; 4,70%; 4,68%; dan 4,85%. Hal tersebut menandakan selisih antara keduanya cukup rendah, maka keakuratan hasilnya cukup tinggi, oleh sebab itu persamaan tersebut layak untuk digunakan dalam menentukan produksi dan kualitas susu berdasarkan pemberian pakan dilihat dari nilai standar erornya yang kecil.
35
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Secara umum dapat disimpulkan Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon dalam menjalankan usaha beternaknya masih bersifat turun-temurun dan tradisional. Produksi susu di Peternakan Pondok Ranggon, Jakarta Timur masih tergolong sedikit yaitu berkisar 9,28±3,22 kg/ekor/hari. Kualitas susu yang dihasilkan dengan kandungan lemak, laktosa, protein, SNF, dan berat jenis susu masing-masing sebesar 4,44%; 4,20%; 3,91%; 8,83%; dan 1,032 g/ml. Produksi dan kualitas susu di Pondok Ranggon dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban kandang, manajemen pemeliharaan, serta kondisi fisiologis sapi misalnya bangsa sapi, umur, masa laktasi, umur kebuntingan, dan bobot badan. SARAN 1. Perbaikan manajemen pakan dan pemberian air minum lebih baik agar produksi dan kualitas susu dapat ditingkatkan. 2. Disarankan kepada peternak agar melakukan pencatatan produksi dan recording untuk mengetahui performa produksi, keadaan sapi, dan silsilah sapi. 3. Perbaikan manajemen pemerahan terutama pemerahan pada siang hari. 4. Perbaikan penanganan terhadap susu segar, segera dilakukan penanganan setelah susu diperah, terutama pada pemerahan siang hari karena suhu cenderung tinggi sehingga akan sangat mudah merusak kualitas dari susu yang dihasilkan.
36
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, nikmat, dan karuniaNya hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing Dr.Ir. Bagus P Purwanto., M.Agr dan Dr.Ir. Afton Atabany., M.Si yang telah membimbing Penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ahmad Yani, S.T.P., M.Si dan Dr. Despal, S.Pt., M.Sc.Agr selaku dosen penguji sidang, Dr.Ir. Sri Darwati., M.Si selaku dosen panitia sidang, serta M Sriduresta, S.Pt., M.Sc selaku panitia dan dosen penguji seminar atas masukan dan kritikan yang membangun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf yang telah mengajar dan membantu dari awal hingga akhir perkuliahan. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak Sukma dan Bapak Dedy selaku teknisi di Laboratorium Ternak Perah IPB yang telah membantu dengan penuh kesabaran saat pengujian susu. Penulis mengucapkan terima kasih atas doa, kasih sayang, perhatian, serta dukungan yang telah dicurahkan kepada kedua orangtua, kedua adik Maria Jessica dan Hanibal Al Giffari demi keberhasilan Penulis. Kepada seluruh keluarga besar yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu terima kasih atas doa dan dukungannya. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dunia maupun akhirat. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Bapak Falahin selaku Ketua Kelompok Tani Ternak Swadaya Pondok Ranggon atas izin penelitian, Ibu H. Wahyunah dan keluarga atas tempat tinggalnya. Kepada seluruh peternak yang tidak dapat disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan dan berbagi pengalamannya. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Abdan Syakur yang mendengarkan keluh kesah dan memberikan informasi selama penelitian. Kepada seluruh pegawai kandang diucapkan terima kasih karena sudah membantu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fadly Alfian yang memberi semangat dan bantuan. Kepada sahabat Friska Harum Sari, Diani Nofesa, Dyah Lestari, Darifta Darmawati, Nur Laili Indasari, Hesti Indri Purwaty, dan Delvita Yuniza terima kasih atas semangat dan keceriaannya. Kepada seluruh mahasiswa IPTP 45 terima kasih atas kebersamaan dan kekompakannya selama menjalani masa
37
kuliah. Terima Kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat ganda di dunia maupun di akhirat. Amin. Bogor, Juli 2012 Penulis
38
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, A., Y. Fitriyani, A. Atabany, & I. Komala. 2008. Penampilan produksi susu dan reproduksi sapi Friesian Holstein di Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Sapi Perah Cikole, Lembang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 137-145. Anggraeni, A. 2007. Pengaruh umur, musim dan tahun beranak terhadap produksi susu sapi Friesian Holstein pada pemeliharaan intensif dan semi-intensif di Kabupaten Banyumas. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor: 156-166. Anggraeni, A. 2003. Keragaan produksi susu sapi perah: kajian pada faktor koreksi pengaruh lingkungan internal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Wartazoa 13 (1) : 1-9. Anggraeni, L. 2010. Evaluasi usaha sapi perah dalam aspek financial berdasarkan skala usaha yang berbeda (studi kasus pada kelompok tani ternak sapi perah swadaya Pondok Ranggon di Jakarta Timur). Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. Atabany, A., B. P. Purwanto., T. Toharmat, & A. Anggareni. 2011. Hubungan masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Med. Pet. Agustus. 77-82. Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 01-3141-2011. Definisi Susu Segar. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Bargo, F., L. D. Muller., E. S. Kolver, & J.E. Delahoy. 2003. Production and digestion of supplemented dairy cows on pasture, J. Dairy Sci. 86:1–42. Despal., N. Sigit., Suryahadi., D. E. Amirroenas., A.S. Tjakradidjaja., I. G. Permana, & T. Toharmat. 2008. Nutrisi Ternak Perah. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Dhalika, T., B. Ayuningsih., & A, Budiman. 2005. Efisiensi penggunaan ransum lengkap (complete ration) dengan sumber hijauan daun pucuk tebu (Saccharum officinarum) pada sapi Fries Holland jantan muda. J. Ilmiah Ilmu Peternakan vol VIII. No 2. Diggins, R. V., C. E. Bundy, & V. W. Christensien. 1984. Dairy Productiom 5 th ed. Printice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
39
Duljaman, M. 1989. Pengaruh suplementasi ampas tahu dalam pakan hijauan terhadap mutu karkas dan daging domba jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Googlemaps. 2012. Peternakan sapi perah Pondok http://maps.google.co.id/maps?hl=id&tab=wl [26 May 2012].
Ranggon.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo., A. D. Tillman. 1997. Tabel-tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia. Fakultas Peternakan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Hasan, M, I. 2008. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Bumi Aksara, Jakarta. Hasim & E. Martindah. 2012. Perbandingan susu sapi dengan susu kedelai : tinjauan kandungan dan biokimia absorbsi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020: 272-278. Herlambang, A. 2002. Pengaruh pemakaian biofilter struktur sarang tawon pada pengolahan limbah organik sistem kombinasi anaerobik dan aerobik (studi kasus: limbah tahu dan tempe). Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Penerbit Alfabeta, Bandung. Nugroho, C. P. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Nurdin, E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta. Palladino, R. A., F. Buckely., R. Prendiville., J. J. Murphy., J. Callan, & D. A. Kenny. 2010. A comparison between Holstein-Friesian and Jersey dairy cows and their F1 hybrid on milk fatty acid composition under grazing conditions, J. Dairy Sci. 93: 2176–2184. Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santosa, K. A., K. Diwyanto, & T. Toharmat. 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Press, Jakarta.
40
Siregar, S. B. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6 (2): 76-82. Siregar, S. B. 2000. Aspek ekonomis suplementasi pakan konsentrat pada sapi perah laktasi. Med. Pet. 23 (1): 25-30. Sodiqin, M. 2012. Produksi susu dan pemberian pakan sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Toelihere, M. R. 1981. Ilmu Kemajiran Pada Ternak Sapi. Fakultas Kedokteran Veteriner. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Usmiati, S. & Widaningrum. 2005. Mutu susu sapi dari peternak anggota Koperasi Susu Sarwamukti pada pemerahan pagi dan sore hari: studi kasus tahun 2004. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. 323-327. Widjaja, K. 1998. Analisis Pengambilan Keputusan Usaha Produksi Peternakan. Pusat Inkubator Agribisnis dan Agroindustri Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zanton, G. I. & A. J. Heinrichs. 2005. Meta-analysis to assess effect of prepubertal average daily gain of Holstein heifers on first lactation production. J. Dairy Sci. 88: 3860–3867.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian A. Identitas Peternak Nama
:……………...........................…………………………
Alamat
:……………………...........................…………………
Tempat, Tanggal Lahir
:………………………...........................………………
Umur
:……………………………...........................…………
Pengalaman Beternak
:…………………………...........................……………
Pendidikan
: ......................................................................................
Jumlah Anggota Keluarga :……………………...........................………………… Jumlah Pegawai
:……………………...........................…………………
Tanggal Kunjungan
:.......................................................................................
B. Pemilikan Ternak Jenis Sapi
Jumlah (ekor)
Status Kepemilikan
Laktasi Kering Dara Pedet Jantan Pedet Betina Jantan C. Identitas Sapi Laktasi No Sapi
Bobot Badan Umur (cm LD)
Periode Laktasi
Bulan Laktasi
Bunting (Ya/Tidak)
43
D. Reproduksi Ternak 1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni
b. Peranakan FH
c. Persilangan
b. Silsilah
c. Bentuk luar
d.
Lain-
lain 2. Cara seleksi a. Produksi susu 3. Cara kawin a. IB
b. Alam dengan pejantan unggul
c. Alam dengan
pejantan tidak unggul 4. Pengetahuan birahi a. Paham
b. Kurang paham
c. Tidak paham
5. Pengetahuan birahi menurut peternak: a........................................................................................................................... b........................................................................................................................... c........................................................................................................................... d........................................................................................................................... e........................................................................................................................... 6. Umur beranak Pertama a. 2,5 tahun
b. 3 tahun
c. Lebih dari 3 tahun
7. Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari
b. 60-90 hari
c. Lebih dari 90 hari
b. 1-1,5 tahun
c. Lebih dari 1,5 tahun
b. Kadang-kadang
c. Jarang
b. Satu kali sehari
c. Jarang
8. Calving interval a. 1 tahun E. Pengelolaan 1. Membersihkan sapi a. Tiap hari 2. Membersihkan kandang a. Dua kali sehari
3. Penanganan pasca panen........................................................................................ 4. Pengeringan sapi laktasi
44
a. 2 bulan sebelum beranak
b. 1,5 bulan sebelum beranak
c. kurang
dari 1 bulan sebelum beranak 5. Pencatatan usaha a. Ada dan baik
b. Ada dan tidak baik
c. Tidak ada
F. Kesehatan Hewan 1. Pengetahuan Penyakit dengan ciri-ciri: a........................................................................................................................... b........................................................................................................................... c........................................................................................................................... d........................................................................................................................... e........................................................................................................................... 2. Pencegahan penyakit /vaksinasi a. Teratur
b. Tidak teratur
c. Tidak pernah
3. Apakah anda mempunyai obat-obatan apabila sapi sakit?..................................... Jika iya obat apa yang disediakan?....................................................................... 4. Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan benar, menggunakan jasa tenaga keswan (dokter hewan) b. Dilakukan kurang benar, dilakukan oleh peternak sendiri c. Tidak dilakukan G. Manajemen Pemberian Pakan 1. Berapa kali anda memberi makan sapi peliharaan anda? a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. Lainnya………….............…..
2. Waktu pemberian pakan? Hijauan
:……………………………………….......................................
Konsentrat
:……………………………………….......................................
3. Pakan mana yang anda berikan terlebih dahulu hijauan/konsentrat? ……………………………………………………………................................. 4. Jenis konsentrat apa yang anda diberikan?......................................................... 5. Berasal darimana konsentrat yang anda gunakan?............................................. 6. Apakah ada bahan tambahan konsentrat yang anda gunakan? apabila iya, dengan apa ?.................................................................................... 45
7. Berapa Jumlah Konsentrat yang diberikan pada sapi laktasi?……kg/ekor/hari 8. Jenis Hijauan apa yang anda berikan?................................................................ 9. Berasal darimana hujauan yang anda gunakan?................................................. 10. Bagaimana cara anda memberikan hijauan pada ternak anda? a. Utuh
b. dicacah
c. lainnya…………………….............................
11. Berapa jumlah hijauan yang anda berikan pada sapi laktasi? ……kg/ekor/hari 12. Selain pakan utama, apakah anda memberikan suplemen?................................ Jika iya berapa takaran dan waktu pemberiannya?............................................. 13. Bagaimana pemberian air minum?..................................................................... H. Produksi dan Kualitas Susu 1. Berapa banyak produksi susu yang dihasilkan?..............liter/ekor/hari 2. Apakah produksi susu selama ini sudah mendatangkan keuntungan bagi anda? a. Sudah
b. belum
c. lainnya………………
3. Menurut anda, apakah kualitas susu yang dihasilkan sudah baik? …………………………………………………………………………….......... 4. Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi produksi dan kualitas susu? ………………………………………………………………………………….. 5. Berapa harga susu per liter saat ini? ………………………………………………………………………………….. 6. Apakah menurut anda harga tersebut sudah sesuai?............................................
46
Lampiran 2. Peta Daerah Pondok Ranggon
Sumber: googlemaps (2012).
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Produksi Susu dan Pemberian Pakan SK
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Regresi
1
1,86
1,86
16,91
2,22
3,03
Galat
133
14,74
0,11
Total
134
16,60
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Lemak Susu dan Pemberian Pakan SK
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Regresi
1
1,07
1,07
10,7
2,22
3,03
Galat
133
13,66
0,10
Total
134
14,73
47
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Laktosa Susu dan Pemberian Pakan SK
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Regresi
1
1,52
1,52
15,2
2,22
3,03
Galat
133
13,50
0,10
Total
134
15,02
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Protein Susu dan Pemberian Pakan SK
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Regresi
1
1,52
1,52
15,51
2,22
3,03
Galat
133
13,05
0,098
Total
134
14,57
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam SNF Susu dan Pemberian Pakan SK
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
F0,01
Regresi
1
1,55
1,55
15,50
2,22
3,03
Galat
133
13,55
0,10
Total
134
15,10
48
Lampiran 8. Perhitungan Kebutuhan Sapi Kebutuhan
Perhitungan
Kebutuhan Bahan Kering
= = -3,79 X1
= 50X1-110 = 2,12 = =
-3,79 X2
= 50X2-125 = 2,42 = =
1,284 X
= 5X-10,6 = 2,3768%
Kebutuhan BK = = 9,220 kg Kebutuhan (TDN) Hidup Pokok
= = 11,37 X
= 50X-142,5 = 3,08
Kebutuhan TDN = 3,08 kg Kebutuhan (PK) Hidup Pokok
= = 1,3265 X
= 50X-16,5 = 0,36
Kebutuhan PK = 0,36 kg
49
Kebutuhan Kebutuhan (TDN) Produksi 4% FCM
Perhitungan 4% FCM= (0,4 x produksi)+(0,15 x % lemak x produksi) = (0,4x9,28)+(0,15x4,44x9,28) = 9,89 = = 7,97 X
Kebutuhan (PK) Produksi 4% FCM
= 5X-8,15 = 3,22
Kebutuhan TDN = 3,22 Kg 4% FCM= (0,4 x produksi)+(0,15 x % lemak x produksi) = (0,4x9,28)+(0,15x4,44x9,28) = 9,89 = = 2,127 X
= 5X-2,175 = 0,86
Kebutuhan PK = 0,86 Kg Sumber: Sutardi (1981).
50
Lampiran 9. Uji-T Produksi Susu berdasarkan Kebuntingan Keadaan Sapi
Sapi Tidak Bunting dan Bunting Dua Bulan
Sapi Tidak Bunting dan Bunting Tiga Bulan
Sapi Tidak Bunting dan Bunting Empat Bulan
Sapi Tidak Bunting dan Bunting Lima Bulan
Sapi Tidak Bunting dan Bunting Enam Bulan
Hasil Pengujian Bunting02 N Mean StDev SE Mean 1 104 9.93 3.23 0.32 2 5 7.37 1.52 0.68 Difference = mu (1) - mu (2) Estimate for difference: 2.563 95% CI for difference: (0.639, 4.487) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3.42 P-Value = 0.019 DF = 5 Bunting03 N Mean StDev SE Mean 1 104 9.93 3.23 0.32 2 8 6.79 2.71 0.96 Difference = mu (1) - mu (2) Estimate for difference: 3.15 95% CI for difference: (0.82, 5.47) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3.12 P-Value = 0.014 DF = 8 Bunting04 N Mean StDev SE Mean 1 104 9.93 3.23 0.32 2 11 6.95 1.58 0.48 Difference = mu (1) - mu (2) Estimate for difference: 2.986 95% CI for difference: (1.791, 4.181) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 5.21 P-Value = 0.000 DF =20 Bunting05 N Mean StDev SE Mean 1 104 9.93 3.23 0.32 2 3 7.34 3.05 1.8 Difference = mu (1) - mu (2) Estimate for difference: 2.59 95% CI for difference: (-5.11, 10.29) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.45 P-Value = 0.284 DF = 2 Bunting06 N Mean StDev SE Mean 1 104 9.93 3.23 0.32 2 3 6.97 1.28 0.74 Difference = mu (1) - mu (2) Estimate for difference: 2.963 95% CI for difference: (-0.500, 6.426) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3.68 P-Value = 0.066 DF = 2
51
Lampiran 10. Perhitungan Total Digestible Nutrient (TDN) Pakan Pakan
Kelas Pakan 5
Konsentrat
5
Ampas Tahu
5
Ampas Tempe
Perhitungan %TDN = -133,726-0,254(SK)+19,593(LK)+2,784 (BETN)+2,315(PK)+0,028(SK2)-0,341 (LK2)-0,008(SK)(BETN)-0,215(LK) (BETN)-0,193(LK)(PK)+0,004(LK2)(PK) %TDN = -133,726-0,254(31,74)+19,593(5,50) +2,784(29,87)+2,315(12,96)+0,028 (31,742)-0,341(5,502)-0,008(31,74) (29,87)-0,215(5,50)(29,87)-0,193(5,50) (12,96)+0,004(5,502)(12,96) = 41,93 %TDN = -133,726-0,254(SK)+19,593(LK)+2,784 (BETN)+2,315(PK)+0,028(SK2)-0,341 (LK2)-0,008(SK)(BETN)-0,215(LK) (BETN)-0,193(LK)(PK)+0,004(LK2)(PK) %TDN = -133,726-0,254(47,78)+19,593(4,08) +2,784(22,67)+2,315(18,40)+0,028 (47,782)-0,341(4,082)-0,008(47,78) (22,67)-0,215(4,08)(22,67)-0,193(4,08) (18,40)+0,004(4,082)(18,40) = 56,22 %TDN = -133,726-0,254(SK)+19,593(LK)+2,784 (BETN)+2,315(PK)+0,028(SK2)-0,341 (LK2)-0,008(SK)(BETN)-0,215(LK) (BETN)-0,193(LK)(PK)+0,004(LK2)(PK) %TDN = -133,726-0,254(27,02)+19,593(7,01) +2,784(39,16)+2,315(21,72)+0,028 (27,022)-0,341(7,012)-0,008(27,02) (39,16)-0,215(7,01)(39,16)-0,193(7,01) (21,72)+0,004(7,012)(21,72) = 67,15
Sumber: Hartadi et al. (1997).
52