ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI KELURAHAN PONDOK RANGGON KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
NUR AISYAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur adalah benar karya penulis dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini penulis melimpahkan hak cipta dari karya tulis penulis kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Nur Aisyah NIM H44090064
ABSTRAK NUR AISYAH. Analisis efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA dan HASTUTI. Permintaan susu sapi perah di Indonesia meningkat setiap tahunnya, namun produksinya belum memenuhi kebutuhan nasional. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon merupakan tempat penyedia susu sapi untuk warga DKI Jakarta. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon memiliki peranan penting dalam peningkatan produksi susu di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, (2) menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah, (3) menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon. Faktor produksi susu sapi perah dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dan parameter diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS), analisis efisiensi produksi dilakukan dengan menggunakan Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan harga faktor produksi, dan pendapatan usaha peternakan dilakukan dengan analisis pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah adalah pakan hijauan, ampas tahu, dan tenaga kerja. Nilai efisiensi masing-masing faktor produksi tidak sama dengan satu, berarti bahwa penggunanaan faktor produksi belum efisien. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu, sehingga analisis pendapatan menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah menguntungkan. Kata kunci: analisis pendapatan, efisiensi produksi, Pondok Ranggon, susu sapi, usaha peternakan
ABSTRACT NUR AISYAH. Production Efficiency Analysis of Dairy Farm in Pondok Ranggon Cipayung Sub-District East Jakarta. Supervised by BONAR M. SINAGA and HASTUTI. The demand for milk of dairy cattle in Indonesia increasing every year, but the production has not fulfill the national needs. Pondok Ranggon dairy farm is a supplier milk to DKI Jakarta people. Pondok Ranggon dairy farm has an important role in improvement milk production in Indonesia. The purposes of the study were to: (1) analyze the affecting factors for the production milk of dairy cattle, (2) analyze the production efficiency of milk of dairy cattle, (3) analyze the income of Pondok Ranggon dairy farm. The production factor of milk of dairy cattle was using the production function of Cobb-Douglas analysis and estimated parameter was using Ordinary Least Squares (OLS) method, analysis production efficiency was using Value of Marginal Product (VMP) equal to production factor prices, and income of dairy farm analyze using income analysis. The affecting factors of production milk of dairy cattle is grass, tofu waste, and labors. The value of efficiency of each production factor is not equal to one, means that the use of production function have not been efficient. The value of R/C ratio is greater than one, so that the income analysis shows for dairy farm is profitable. Key words:
dairy farm, income analysis, milk of dairy cattle, Pondok Ranggon, production efficiency
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI KELURAHAN PONDOK RANGGON KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
NUR AISYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, karunia dan segala pertolongan serta kemudahan yang diberikan-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA dan Hastuti, SP, MP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan terhadap skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgr selaku dosen penguji utama dan Fitria Dewi Raswatie, SP, MSi sebagai dosen penguji wakil program studi. Ucapan terimakasih disampaikan kepada orang tua (Syaiful Amri dan Hj. Sa’diyah) dan kakak penulis (Siti Juleha, SE.) yang telah memberikan dorongan moral, material dan spiritual sehingga membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan staf sekretariat Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi serta seluruh staf sekretariat sekolah Pascasarjana EPN (Mba Yani, Mas Johan, Mba Ina, Bu Kokom, Bu Odah, Pak Husen, dan Pak Erwin) yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Swaesti, Astryani, Najmi, Ikoh, Reni, Ulfah, Tanti, Chatrina, teman-teman ESL 46, dan teman sebimbingan (Aulia, Anindyah, Apriliana, Sari dan Citra) yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi. Bogor, Juli 2014 Nur Aisyah
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvi I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2. Masalah Penelitian ............................................................................
4
1.3. Tujuan ...............................................................................................
5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................
5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor Produksi Peternakan Sapi Perah ............................................
7
2.2. Efisiensi ............................................................................................
9
2.3. Analisis Pendapatan Usahatani .........................................................
9
2.4. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 10 2.4.1. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah ............. 10 2.4.2. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi ..................... 11 2.5. Kebaruan Penelitian .......................................................................... 15 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis ............................................................................. 17 3.1.1. Fungsi Produksi ...................................................................... 17 3.1.2. Efisiensi Input ......................................................................... 20 3.1.3. Pendapatan Usahatani ............................................................. 22 3.2. Kerangka Operasional ...................................................................... 24 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 27 4.2. Jenis dan Sumber Data...................................................................... 27 4.3. Metode Pengambilan Contoh ........................................................... 27 4.4. Metode Analisis Data ....................................................................... 27 4.4.1. Menganalisis Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah ......... 28
xii
4.4.2. Kriteria Uji Statistik ............................................................... 29 4.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika ..................................................... 30 4.4.4. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ....................................... 31 4.4.5. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah ............... 32 4.4.6. Konversi Satuan Ternak (ST) ................................................ 34 V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum ................................................................................ 35 5.2. Keadaan Demografi ......................................................................... 36 5.3. Karakteristik Peternak Sapi Perah .................................................... 36 5.3.1. Umur Peternak Sapi Perah ..................................................... 36 5.3.2. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah ........................................ 37 5.3.3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah ............................... 38 5.3.4. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah ........................... 38 5.4. Karakteristik Usaha Peternak Sapi Perah ......................................... 39 5.4.1. Luas Lahan dan Luas Kandang .............................................. 39 5.4.2. Jumlah Sapi Laktasi ............................................................... 40 5.4.3. Jenis Usaha............................................................................. 41 5.4.4. Input dan Sistem Pembelian Input ......................................... 41 5.4.5. Output dan Sistem Penjualan Output ..................................... 42
VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI, EFISIENSI INPUT, DAN PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH 6.1. Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah ......................................... 45 6.1.1. Pakan Hijauan ........................................................................ 47 6.1.2. Pakan Konsentrat ................................................................... 48 6.1.3. Pakan Ampas Tahu ................................................................ 48 6.1.4. Pakan Ampas Tempe ............................................................. 48 6.1.5. Tenaga Kerja .......................................................................... 49 6.2. Analisis Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ................................... 49 6.3. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah ...................................... 52 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1.Simpulan ........................................................................................... 55 7.2.Saran .................................................................................................. 55 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 57
xiii
LAMPIRAN ........................................................................................... 61 RIWAYAT HIDUP................................................................................ 83
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Populasi Sapi Perah Nasional Tahun 2011 ...........................................
1
2.
Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012 .............................
2
3.
Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di Indonesia Tahun 2010-2020 .................................................................. 3
4.
Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah ........................... 12
5.
Penelitian Tedahulu Terkait Analisis Efisiensi ..................................... 13
6.
Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data .......................................................................... 28
7.
Daftar Konversi Satuan Ternak (ST) .................................................... 34
8.
Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cipayung Tahun 2010 ........................................................................................... 36
9.
Umur Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ............... 37
10.
Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 37
11.
Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ........................................................................................... 38
12.
Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ........................................................................................... 39
13.
Luas Lahan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ..... 39
14.
Luas Kandang Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ........................................................................................... 39
15.
Jumlah Sapi Perah Laktasi di Pondok Ranggon Tahun 2013 ............... 40
16.
Jenis Usaha Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ..... 41
17.
Penggunaan Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon ................................................................................... 41
18.
Jumlah Penjualan Susu dan Harga Susu di Peternakan Pondok Ranggon Tahun 2013 ............................................................................ 43
19.
Hasil Estimasi Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan di Pondok Ranggon Tahun 2013 .......................................................... 45
20.
Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 . 50
21.
Input Optimal di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon .................. 51
22.
Rata-rata Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon per Hari pada Tahun 2013 .................................................... 53
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Grafik Fungsi Produksi ......................................................................... 20
2.
Alur Kerangka Operasional ................................................................... 25
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon ...... 62
2.
Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 .. 68
3.
Luas Lahan Peternakan dan Kandang Peternakan di Pondok Ranggon Tahun 2013 .......................................................................................... 70
4.
Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon ..... 71
5. Harga Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ........................................................................... 73 6.
Jumlah Penjualan Susu di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 ..... 75
7.
Hasil Olahan Minitab Faktor Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ............................................................. 78
8.
Uji Normalitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 .......................................................................................... 79
9.
Uji Heterokedastisitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 ........................................................................... 80
10.
Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013. 81
11.
Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah per Hari di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 ............................................................ 82
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Badan Pusat Statistik (2011a) menyatakan bahwa total PDB subsektor peternakan sebesar Rp 39 929.9 Milyar. Permintaan komoditi peternakan meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan masyarakat yang sadar gizi (Direktorat Jenderal Peternakan, 2012b). Indonesia
memiliki
potensi
peternakan
sapi
perah
berdasarkan
peningkatan populasi sapi perah dari tahun 2008-2012 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2012b). Perkembangan populasi sapi perah terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan susu segar dipasaran. Pertambahan jumlah penduduk
dan
peningkatan
kesadaran
masyarakat
tentang
kegunaan
mengkonsumsi susu segar dapat mempengaruhi permintaan susu segar dipasaran. Populasi sapi perah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2008-2012 (000 Ekor) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Populasi Sapi 458 475 488 597 622
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2012b)
Pada tahun 2012, produksi susu di Indonesia rata-rata 10-12 liter per ekor sapi per hari. Rendahnya produksi susu disebabkan oleh faktor-faktor penentu dalam usaha peternakan, seperti pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan pemberian pakan, pemeliharaan ternak, suhu, penyediaan sarana dan prasarana, serta pencegahan penyakit dan pengobatan1. Produksi susu sapi perah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi. Menurut Sutardi (1981), faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi susu sapi perah adalah daya produksi atau
1
http://regional.kompas.com, “Kebutuhan Susu Dalam Negeri Masih Impor”, diakses tanggal 22 Januari 2013
2
mutu genetik, pemberian pakan, dan suhu lingkungan. Produksi susu sapi di Indonesia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012 (000 ton) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2012a)
Produksi Susu 647.000 827.200 909.500 974.700 1 017.900
Kekurangan produksi susu segar dalam negeri merupakan peluang besar bagi peternak sapi perah untuk mengembangkan usaha peternakan. Kegiatan dan kinerja usaha sapi perah melalui peningkatan produksi susu perlu terus ditingkatkan agar usaha lebih menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan peternak, karena sebagian besar pendapatan peternak tergantung pada produktivitas ternak yang disini adalah susu, sedangkan disisi lain pengeluaran peternak yang terdiri dari upah tenaga kerja, pembelian pakan hijauan, konsentrat, dan obat-obatan serta biaya lain terus meningkat dari tahun ke tahun. Susu salah satu hasil komoditi peternakan, merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Berdasarkan Tabel 2, tingkat produksi susu di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tingkat produksi susu pada tahun 2008 sebesar 647 ribu ton terus mengalami peningkatan hingga mencapai 1 017.9 ribu ton pada tahun 2012. Peningkatan produksi susu ini seiring dengan peningkatan populasi sapi perah di Indonesia setiap tahun, namun belum dapat memenuhi kebutuhan susu masyarakat Indonesia. Tingkat konsumsi susu masyarakat di Indonesia paling rendah di kawasan Asia, yaitu 11.09 liter per kapita per tahun. Konsumsi susu masyarakat Malaysia dan Filipina mencapai 22.1 liter per kapita per tahun, Thailand sebanyak 33.7 liter per kapita per tahun, dan Vietnam mencapai 12.1 liter per kapita per tahun. India sudah mencapai 42.08 liter per kapita per tahun (Sajarwo, 2012). Pada Tabel 3 disajikan proyeksi kebutuhan dan penyediaan susu sapi di Indonesia sampai tahun 2020.
3
Tabel 3. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di Indonesia Tahun 2011-2020 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Permintaan Susu per Kapita(kg/tahun) 13.550 14.070 14.610 15.170 15.170 15.750 16.360 16.980 17.630 18.310
Kebutuhan Nasional (000 ton) 3 257 3 433 3 617 3 812 3 812 4 077 4 296 4 528 4 771 5 028
Uraian Penyediaan Dalam Negeri (000 ton) 935 1 023 1 126 1 245 1 366 1 529 1 718 1 941 2 203 2 514
Penyediaan dari Impor (000 ton) 2 322 2 410 2 491 2 567 2 446 2 548 2 578 2 587 2 568 2 514
Impor (%) 71.300 70.200 68.900 67.300 64.200 62.500 60.000 57.100 53.800 50.000
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2013)
Proyeksi kebutuhan dan penyediaan susu merupakan perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Tujuan dari rencana pemerintah adalah untuk meningkatkan produksi susu dan mengurangi impor susu hingga 50 persen. Pada tahun 2020, pemerintah akan melakukan program swasembada susu sapi perah yang bertujuan untuk meningkatkatkan produksi susu hingga tidak ada lagi impor susu (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013). Provinsi DKI Jakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia yang menjadi tempat kegiatan pemerintahan dengan jumlah penduduk yang padat. Tahun 2011 jumlah penduduk DKI Jakarta berjumlah 9 809 857 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2011b). Penduduk Jakarta memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi sehingga tingkat kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan gizi pun meningkat. Kandungan gizi yang tinggi adalah pada bahan pangan yang berasal dari hewan contohnya susu dan daging. Besarnya jumlah konsumen susu dapat mempengaruhi tingkat permintaan dan produksi susu di DKI Jakarta2. Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) menetapkan beberapa kawasan sesuai fungsinya, salah satunya kawasan khusus dan campuran. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kota/kabupaten
administrasi
yang
ditetapkan
oleh
pemerintah
untuk
menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintah yang bersifat khusus. Kawasan campuran adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan 2
http://beritapeternakan.com, “Produksi Susu Jakarta”, diakses tanggal 22 Januari 2013
4
kegiatan campuran bangunan umum dan pemukiman beserta fasilitasnya yang dirancang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan masyarakat, dimana bangunan tersebut dibangun dan dikelola serta dipelihara dengan baik. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon merupakan kawasan relokasi peternakan sapi perah di DKI Jakarta sejak tahun 1992 melalui SK Gubernur No. 300/1986. Populasi sapi perah di DKI Jakarta pada tahun 2011 sebanyak 2 728 ekor dengan produksi susu 26 429 liter per hari (Direktorat Jendral Peternakan, 2012b), sedangkan populasi sapi perah di peternakan Pondok Ranggon sebanyak 1 200 ekor dan jumlah peternak 30 orang, dengan rataan produksi susu per hari mencapai 8-11 liter per ekor3. Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dan efisiensi produksi pada usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon penting dilakukan. 1.2. Masalah Penelitian DKI Jakarta merupakan Ibukota negara yang menjadi pusat perekonomian, pusat hiburan, dan pusat industri. Kondisi lingkungan DKI Jakarta semakin memburuk. Asap-asap kendaraan bermotor menjadi penyebab polusi udara di DKI Jakarta. Lahan-lahan yang dikhususkan untuk pertanian dikonversi menjadi bangunan komersil4. Peternakan sapi perah di DKI Jakarta awalnya berada di Jakarta Selatan dan pada tahun 1992 pindah ke Kelurahan Pondok Ranggon. Perpindahan daerah peternakan disebabkan oleh konversi lahan dan lingkungan yang sudah tidak cocok untuk peternakan. Peningkatan produksi susu sapi perah memerlukan peningkatan jumlah penggunaan input produksi seperti pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, dan tenaga kerja. Pakan hijauan tidak dapat diproduksi di pabrik seperti konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe. Pakan hijauan merupakan rumput yang tumbuh secara alami atau ditanam. Lahan-lahan di DKI Jakarta yang seharusnya berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), kawasan budidaya, dan kawasan resapan air sudah beralih fungsi menjadi gedung-gedung perkantoran, pertokoan, tempat tinggal, dan lain-lain. Beralih fungsinya lahan-lahan tersebut dapat 3
http://timur.jakarta-tourism.go.id. “Budidaya Sapi Perah Pondok Ranggon”, diakses tanggal 18 Maret 2013. 4 http://inilah.com, “Hanya Jakarta Timur Miliki Udara Bagus”, diakses tanggal 28 Februari 2013
5
menghambat pertumbuhan rumput yang digunakan untuk pakan ternak. Peternakan sapi perah Pondok Ranggon masih ada sampai saat ini, namun ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi susu sapi perah? Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi sangat diperlukan dalam meningkatkan produksi. Kombinasi penggunaan faktor produksi dengan jumlah yang sesuai dapat mencapai tingkat efisiensi dan meningkatkan produksi. Kombinasi penggunaan pakan di peternakan Pondok Ranggon tidak sempurna karena kurangnya ketersediaan pakan hijauan, sehingga produksi susu cenderung sedikit. Produksi susu di peternakan Pondok Ranggon masih tergolong rendah yaitu sekitar 8-10 liter per ST per hari. Rendahnya produksi susu di peternakan Pondok Ranggon disebabkan oleh jumlah pemberian pakan rendah, ketersediaan pakan yang rendah, dan kombinasi penggunaan input tidak benar. Harga susu di peternakan Pondok Ranggon sekitar Rp 3 000-6 500 per liter masih tergolong rendah. Tinggi rendahnya harga susu mempengaruhi pendapatan usaha peternakan susu sapi perah. Bagaimana efisiensi produksi susu sapi perah? dan Bagaimana pendapatan usaha peternakan susu sapi perah di Pondok Ranggon, Jakarta Timur? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah: 1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah.
2.
Menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah.
3.
Menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon. 1.4. Manfaat Penelitian
1.
Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji efisiensi faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah dalam peningkatan hasil produksi.
2.
Bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan peternak di DKI Jakarta.
6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1.
Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dari bulan April-Agustus 2013.
2.
Penelitian ini terbatas pada sapi perah di peternakan Pondok Ranggon yang sedang dalam masa laktasi atau masa menghasilkan susu.
3.
Penelitian terbatas pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, efisiensi produksi, dan pendapatan usaha peternakan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor Produksi Peternakan Sapi Perah Proses produksi pertanian merupakan sesuatu yang secara terus menerus berubah sebagai teknologi baru dalam pengembangan varietas baru, keturunan, kualitas, dan kombinasi penggunaan input (Doll dan Orazem, 1984). Pelaksanaan proses produksi memerlukan sarana faktor produksi berupa modal, lahan, dan tenaga kerja (Muzdalifah, 2011). Faktor produksi adalah semua korbanan yang digunakan dalam memproduksi susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor biologi dan faktor sosial ekonomi. Faktor biologi seperti bibit, varietas, gulma dan sebagainya. Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendapatan, dan lainlain (Puspito, 2004). Menurut Sutardi (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi peternakan sapi perah adalah mutu genetik, pemberian makanan, dan suhu lingkungan. Biologi ternak merupakan riwayat hidup dari ternak. Biologi ternak yang mempengaruhi produksi susu antara lain: 1.
Bibit sapi yang baik adalah dari jenis Friesian Holstein. Sapi perah Friesian Holstein berasal dari Belanda yang dapat memproduksi susu sebanyak 4 500-5 500 liter dalam satu masa laktasi (Puspito, 2004).
2.
Sapi mencapai tingkat produksi susu maksimum pada umur 6-8 tahun, setelah itu tingkat produksinya menurun setiap tahun (Blakely dan Bade, 1991).
3.
Masa produktif sapi perah sekitar 10 tahun (Sutardi, 1981).
4.
Masa laktasi merupakan masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama kurang lebih 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan (Sutardi, 1981). Pakan merupakan faktor produksi yang memiliki biaya yang relatif besar
dari total produksi. Komponen biaya pakan suatu peternakan dapat berkisar 6070% dari komponen biaya produksi. Apabila terjadi kenaikan biaya pakan maka
8
akan berpengaruh terhadap pendapatan peternak sehingga efisiensi pakan merupakan hal yang penting dilakukan (Suharno dan Nazaruddin, 1994). Pola pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak. Pemberian pakan berupa kombinasi berbagai jenis hijauan akan mempunyai pengaruh lebih baik dibandingkan pemberian satu macam pakan. Hal ini disebabkan berbagai jenis hijauan mempunyai nilai gizi yang beragam, sehingga kombinasi berbagai hijauan akan memiliki nilai gizi yang saling melengkapi (Yulistiani et al., 2003). Kebutuhan sapi perah akan zat makanan terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Makanan yang diberikan kepada seekor sapi perah harus melebihi dari kebutuhan hidup pokoknya agar kelebihan makanannya dapat diubah menjadi bentuk-bentuk produksi, namun pemberian makanan tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Beberapa pedoman dalam pemberian pakan ternak sapi menurut Sutardi (1981), antara lain: 1.
Pemberian bahan kering sapi laktasi sebesar 3 persen dari bobotnya.
2.
50 persen dari bahan kering yang dibutuhkan berasal dari hijauan.
3.
Pemberian konsentrat kurang lebih 50 persen dari jumlah susu yang dihasilkan. Tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak
dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Jumlah penggunaan tenaga kerja perlu dipisahkan sesuai skala usaha untuk men capai kondisi optimal. Jumlah tenaga kerja juga dipengaruhi oleh kualitas kerja, jenis kelamin, musim, dan upah tenaga kerja. Penentuan upah disesuaikan dengan umur tenaga kerja sehingga perhitungan upah tergantung pada Hari Orang Kerja (HOK) atau Hari Kerja Setara Pria (HKSP) (Soekartawi, 2003). Tenaga kerja dapat digolongkan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga merupakan tenaga kerja yang melibatkan diri dalam usaha tani sendiri atau usaha keluarga. Tenaga kerja luar keluarga merupakan tenaga kerja yang khusus dibayar sebagai tenaga kerja upahan. Apabila pekerjaan tidak dapat diselesaikan oleh tenaga kerja dalam keluarga, barulah tenaga kerja luar keluarga (Daniel, 2004).
9
2.2. Efisiensi Pengelolaan usahatani antara lain bertujuan meningkatkan efisiensi produksi dan pendapatan petani dalam hal ini peternak sapi perah. Petani sebagai pelaksana
sekaligus
pengelola
usahatani
harus
mampu
mengalokasikan
penggunaan berbagai faktor produksi secara tepat sehingga dapat mencapai hasil yang optimum (Ramadhani, 2011). Efisiensi diperlukan dalam usahatani agar petani mendapatkan kombinasi faktor-faktor produksi tertentu untuk keuntungan maksimum (Aisyah, 2012). Menurut Lipsey et al. (1998), efisiensi dibagi menjadi tiga, yaitu enginering,
technical,
dan
economic
efficiency.
Enginering
efficiency
menunjukkan perbandingan antara input dengan output. Technical efficiency menyatakan hubungan antara semua faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi beberapa output. Dikatakan efisiensi secara teknik bila tidak ada lagi cara lain untuk menggunakan lebih sedikit faktor-faktor produksi (Lipsey et al., 1998). Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis dan harga. Efisiensi teknis adalah kemampuan untuk memperoleh output yang maksimum melalui penggunaan suatu tingkat input atau sumber daya tertentu (Yotopulus dan Nugent, 1976). Menurut Soekartawi (1990), efisiensi harga atau efisiensi alokatif diartikan sebagai suatu kondisi Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk satu input sama dengan harga input tersebut. Efisiensi teknis dan efisiensi harga akan memberikan petunjuk bagi petani untuk mengalokasikan sumber daya atau faktor produksi yang memaksimumkan keuntungan (Astuti et al., 2010). 2.3. Analisis Pendapatan Usahatani Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Penerimaan usahatani didapatkan petani dari penjualan produk usahatani. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual output tersebut (Rahim dan Hastuti, 2008). Pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya usahatani didefinisikan sebagai sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli
10
input usahatani. Menurut Rahim dan Hastuti (2008), biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dan harus dikeluarkan walaupun belum berproduksi. Contoh biaya tetap adalah biaya sewa lahan, pajak, dan alat-alat pertanian. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas yang diperoleh. Contoh biaya variabel adalah biaya benih, pupuk, upah tenga kerja, dan lain-lain. Selisih antara penerimaan yang didapatkan dengan biaya usahatani disebut pendapatan usahatani. 2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu terkait peternakan sapi perah yang dapat dijadikan referensi adalah penelitian Putra (2004), Widodo (2009), Mandaka dan Hutagaol (2005), dan Heriyatno (2009)
yang dapat dilihat pada Tabel 4. Penelitian
terdahulu terkait analisis efisiensi adalah Yunus (2009), Ramadhani (2011), Puspito (2004), dan Vidiayanti (2004) yang dapat dilihat pada Tabel 5. 2.4.1. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah Putra (2004) melakukan penelitan mengenai kondisi teknis peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Metode yang digunakan adalah survey lapangan dengan cara wawancara dengan peternak. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi peternakan sapi perah Pondok Ranggon secara teknis. Hasil penelitian adalah peternak sapi perah di Kelurahan Pondok Ranggon dalam menjalankan usahanya bersifat tradisional dan perhatian terhadap masalah pemberian pakan masih kurang. Widodo (2009) melakukan penelitian mengenai karakteristik dan analisis keuntungan usaha ternak sapi perah di DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
karakteristik
peternakan
dan
menganalisis
keuntungan
peternakan sapi perah. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui karakteristik peternakan. Analisis kuantitatif untuk mengetahui keuntungan yang didapat peternak. Keuntungan per bulan pada peternak kelompok pertama berdasarkan analisis yang dilakukan sebesar Rp 5 815 121 dan pada peternak kelompok kedua sebesar Rp 21 861 559.
11
Mandaka dan Hutagaol (2005) melakukan penelitian mengenai analisis fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi, dan kemungkinan skema kredit bagi pengembangan skala usaha peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Metode yang digunakan kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui keuntungan, efisiensi ekonomi, dan skema kredit di peternakan Kebon Pedes. Heriyatno (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah di tingkat peternak. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif deskriptif digunakan untuk mengkaji proses produksi susu sapi perah. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji faktor produksi dan pendapatan peternak sapi perah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah pakan konsentrat, pakan hijauan, dan masa laktasi. Nilai R/C ratio sebesar 1.11 menunjukkan bahwa peternakan sapi perah menguntungkan. 2.4.2. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi Yunus (2009) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi produksi usaha peternakan ayam ras pedaging pola kemitraan dan mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan pendapatan rata-rata dan menganalisis tingkat efisiensi. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dalam penelitian ini adalah bibit, pakan, vaksin, tenaga kerja, dan bahan bakar. Usaha ternak ayam ras pedaging belum mencapai tingkat efisiensi. Peternak ayam ras pedaging mandiri memiliki tingkat pendapatan rata-rata yang berbeda dengan peternak pola kemitraan. Ramadhani (2011) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi, skala dan elastisitas produksi dengan pendekatan Cobb-Douglas dan regresi berganda. Metode yang digunakan kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif diguanakn untuk mengitung efisiensi dan elastisitas produksi. Berdasarkan perhitungan didapat bahwa proporsi input yang berpengaruh terhadap proses produksi belum mencapai
tingkat
efisien
atau
nilainya
lebih
dari
satu.
12
12
Tabel 4. Penelitian Terdahulu Terkait Peternakan Sapi Perah No. 1.
Peneliti/Judul Putra (2004)/ Kondisi Teknis Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Tujuan Mengetahui kondisi teknis pemeliharaan sapi perah rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kodya Jakrta Timur.
Metode Analisis Deskriptif
2.
Widodo (2009)/ Karakteristik dan Analisis Keungtungan pada Usaha Peternakan Sapi Perah DKI Jakarta.
Anggaran Usahatani
3.
Heriyatno (2009)/ Analisis Pendapatan dan Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak.
Mengetahui karakteristik dan keuntungan usahaternak sapi perah berdasarkan input dan output yang diperlukan sapi perah di wilayah Pondok Ranggon, Jakarta Timur. 1. Menganalisis pendapatan peternak anggota KSU Karya Nugraha dalam usaha ternak sapi perahnya. 2. Menganalisis peran KSU Karya Nugraha terhadap keuntungan usaha peternak anggotanya. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
Hasil Presentase sapi laktasi yaitu 72.71%. Masa laktasi 11.5 bulan, masa kering 2 bulan, interval beranak 13.5 bulan, masa kosong 4.5 bulan dan nilai S/C berdasarkan hasil kuesioner dan perhitungan sebesar 2.8. Usaha peternakan tradisional perhatian terhadap masalah tatalaksana dan pemberian pakan masih kurang. Seleksi belum dilakukan dengan baik dan peternak kurang memperhatikan masalah reproduksi ternak. Keuntungan per bulan pada peternak kelompok pertama sebesar Rp5.815.121 dan pada peternak kelompok kedua sebesar Rp21.861.559.
Analisis pendapatan 1. usahatani, R/C ratio, dan analisis regresi berganda.
2.
Skala usaha rakyat memperoleh pendapatan sebesar Rp 11 298.7/hari, usaha skala kecil memperoleh pendapatan sebesar Rp 50 530.44/hari, dan usaha skala menengah memperoleh pendapatan sebesar Rp 56 216.24/hari. Nilai R/C ratio usaha skala rakyat sebesar 1.10, usaha skala kecil sebesar 1.31, dan usaha skala menengah sebesar 1.09. Uji Mann-Whitney menunjukan tingkat keuntungan peternak yang mendapatkan pelayanan memiliki tingkat keuntungan 1.08 dan peternak yang tidak mendapatkan pelayanan sebesar 1.29.
13
Tabel 4. Lanjutan No.
Peneliti/ Judul
4.
Mandaka dan Hutagaol (2005)/ Analisis Fungsi Keuntungan, Efisiensi Ekonomi dan Kemungkinan Skema Kredit bagi pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor.
Tujuan susu di tingkat peternak anggota KSU Karya Nugraha
Metode
Menganalisis Analisis Fungsi keuntungan,efisiensi dan Keuntungan skema kredit skala usaha peternakan sapi perah kebon pedes.
Hasil 3.Faktor-faktor produksi susu yaitu jumlah pemberian pakan konsentrat, jumlah pemberian pakan hijauan, dan masa laktasi. Peternakan sapi perah Kebon Pedes belum mencapai efisiensi ekonomi, namun ada kecenderungan skala usaha menengah dari besar relative lebih menguntungkan daripada skala usaha kecil. Nilai pinjaman yang paling sesua bagi pengembangan usaha ternak skala kecil sebesar Rp 6 000 000-12 000 000 atau setara dengan 1-2 ekor induk produktif.
Tabel 5. Penelitian Terdahulu Terkait Analisis Efisiensi No. Peneliti/Judul Tujuan Metode 1. Ramadhani (2011)/ Analisis Dalam JURNAL OLS (Ordinary Least Square) Efisiensi, Skala dan Elastisitas TEKONOLOGI dari fungsi produksi CobbProduksi dengan Pendekatan Douglas Cobb-Douglas dan Regresi Berganda.
13
Hasil Berdasarkan perhitungan didapat bahwa proporsi input yang berpengaruh terhadap proses produksi adalah Indeks Efisiensi untuk tahun 2007 adalah 5,57 , sedangkan untuk tahun 2008 adalah 1094.44. Return to Scale yang diperoleh pada tahun 2007 adalah 1,031 sedangkan pada tahun 2008 adalah 0,793. Penggunaan elastisitas input adalah untuk tahun 2007 penggunaan bahan baku sebesar 0,39 , untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 0,22 dan untuk penggunaan biaya overhead sebesar 0,42.
14
No.
Peneliti/Judul 2. Puspito (2004)/ Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah Masa Laktasi (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)
3. Yunus (2009)/ Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah (2004)/ Analisi 4. Vidiayanti Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah
14
Tabel 5. Lanjutan Tujuan Metode Menganalisis Analisis statistik dan analisis 1. besarnya pendapatan usaha peternakan sapi perah. dan tingkat efisiensi usaha peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Banymas, jawa Tengah. 2.
Hasil Hasil efisiensi terhadap rata-rata tingkat efisiensi teknis (ET), harga (EH), ekonomi (EE) adalah (a) Kelompok ternak I, ET sebesar 69.36%, EH -6.19%, dan EE 4.14%. (b) Kelompok ternak II, ET sebesar 70.58 %, EH -16.79%, dan EE 20.72%. (c) Kelompok ternak III, ET sebesar 71.04 %, EH -69.62%, dan EE -18.01%. Biaya produksi pada tingkat efisiensi ekonomis 100% untuk setiap kelompok ternak adalah: (a) Kelompok ternak I Rp 598.09/liter, (b) Kelompok ternak II Rp 485.93/liter, (c) Kelompok ternak III 887.25/liter. Menganalisis Analisis efisiensi dan analisis Nilai R/C ratio peternak mandiri sebesar 1.26 perbedaan pendapatan. lebih tinggi dari pola kemitraan sebesar 1.06. pendapatan rata-rata Analisis efisensi sebesar 0.868. dan menganalisis tingkat efisiensi. Menganalisis tingkat Analisis efisiensi dan analisis Nilai R/C ratio atas biaya tunai sebesar 1.56 dan efisiensi, menetukan pendapatan. atas biaya total 1.13. Pendapatan atas biaya total skala ekonomi dan sebesar Rp 7 690 979.61. tingkat pendapatan peternakan.
15
Puspito (2004) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usaha peternakan sapi perah masa laktasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis besarnya pendapatan dan tingkat efisiensi usaha peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hasil penelitian ini adalah nilai efisiensi yang lebih dari satu atau dikatakan belum efisien. Tingkat pendapatan antara kelompok tani satu dan dua berbeda. Vidiayanti (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efisiensi, menentukan skala ekonomi, dan menganalisis pendapatan peternak. Hasil penelitian ini adalah usaha peternakan sapi perah menguntungkan dilihat dari nilai R/C ratio yang lebih dari satu. 2.5. Kebaruan Penelitian Penelitian ini memiliki kebaruan dibandingkan penelitian terdahulu. Perbedaan dengan penelitian Putra (2004) dan Widodo (2009) adalah penelitian ini fokus membahas tentang faktor-faktor produksi, analisis efisiensi, dan analisis pendapatan peternakan sapi perah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Heriyatno (2009), Yunus (2009),
Ramadhani (2011), Puspito (2004), dan
Vidiayanti (2004) adalah penelitian ini berlokasi di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur dengan metode yang digunakan analisis deskriptif, metode estimasi OLS (Ordinary Least Square), analisis efisiensi, dan analisis pendapatan .
16
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi Proses produksi adalah kegiatan mengkombinasikan input untuk menghasilkan output. Fungsi produksi menurut Soekartawi (2002) merupakan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y= f (X) ............................................................................................... (3.1) Keterangan : Y
= Output
X
= Input produksi
Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independen (X). Bentuk matematis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut (Soekartawi, 2002): Y = f (X1,X2) = β 0 X1β 1X2β 2 .............................................................. (3.2) Jika diubah ke dalam bentuk linear: Ln Y = Ln β 0 + β 1 Ln X1 + β 2 Ln X2 ................................................ (3.3) Berdasarkan fungsi persamaan 3.3 dapat diketahui bahwa output (Y), tenaga kerja (X1), dan modal (X2). Konstanta β 1 merupakan elastisitas dalam kaitannya dengan input tenaga kerja, sementara β 2 adalah elastisitas dalam kaitannya dengan input modal. Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, yaitu (Soekartawi, 2002): 1.
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi lainnya.
2.
Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan dalam bentuk log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.
18
3.
Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear.
4.
Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian.
5.
Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
6.
Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale. Input yang digunakan dalam proses produksi dapat digunakan untuk
menduga output yang dihasilkan. Fungsi produksi tersebut dapat digunakan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik dalam suatu proses produksi. Menurut Soekartawi (1984) persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah: 1.
Terjadi hubungan yang logik dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan.
2.
Parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Tolak ukur dalam menggambarkan hubungan antara input dan output
dalam fungsi produksi, yaitu: 1.
Marginal Physical Product (MPP) atau produk marginal, yaitu tambahan output yang bisa diperoleh dengan menambah input satu unit, sedangkan input-input lain dianggap konstan (Nicholson, 2001). Hubungan Y dan X bisa terjadi dalam tiga kemungkinan, yaitu bila produk marginal konstan, bila produk marginal menaik, dan bila produk marginal menurun. Produk marjinal konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu satuan unit input X dapat menyebabkan tambahan satu satuan unit output Y secara proporsional. Bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu satuan unit output Y yang semakin menaik secara tidak proposional disebut dengan produk marginal yang menaik atau increasing productivity. Bila tambahan satu-satuan unit input X yang menyebabkan satu-satuan unit output Y menurun disebut produk marginal menurun atau decreasing productivity.
19
MPP = dY/dX..................................................................................... (3.4)
2.
Average Physical Product (APP) atau produk rata-rata, yaitu perbandingan antara produksi total dengan input produksi. Produksi total (TP = Y) adalah jumlah seluruh output yang dihasilkan dalam proses produksi.
APP = Y/X .......................................................................................... (3.5)
Hubungan antara MPP, APP, dan TP dapat digunakan untuk menentukan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan output sebagai akibat perubahan persentase dari input produksi yang digunakan (Rahim dan Hastuti, 2008).
Elastisitas produksi (Ep) = dY/dX . X/Y = MPP/APP......................... (3.6) Menurut Rahim dan Hastuti (2008), fungsi produksi terdiri dari tiga daerah produksi yaitu daerah I, daerah II, dan daerah III (Gambar 2). Daerah produksi I disebut daerah irrasional karena pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai dan produksi ditingkatkan dengan penambahan input produksi. Nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale) yang berarti bahwa setiap penambahan input sebesar satu persen akan meningkatkan produksi lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini kurva MPP berada di atas kurva APP (Gambar 1). Daerah II disebut daerah rasional karena pada daerah ini keuntungan maksimum dan output maksimum dapat tercapai. Nilai elastisitas produksi pada daerah II yaitu nol sampai dengan satu. Pada daerah ini penambahan input dengan jumlah tertentu akan menghasilkan output dengan jumlah optimum. Pada daerah ini kurva MPP = APP sampai MPP bernilai nol (Gambar 1). Daerah III disebut daerah irrasional karena setiap penambahan satu persen input menyebabkan penurunan produksi yang dihasilkan. Nilai elastisitas produksi
20
pada daerah II lebih kecil dari nol. Pada daerah ini MPP bernilai negatif (Gambar 1).
Y (output)
TP I
II
III
Y (output)
X (input)
APP X (input) MPP Sumber: Debertin (1986) Gambar 1. Grafik Fungsi Produksi 3.1.2. Efisiensi Input Salah satu masalah yang dihadapi seorang petani peternak untuk menghasilkan keuntungan maksimum adalah penentuan tingkat penggunaan faktor produksi. Prinsip optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi merupakan cara menggunakan faktor produksi seefisien mungkin. Efisiensi dapat digolongkan menjadi efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi. Penggunaan input dikatakan efisien secara teknis apabila input yang digunakan menghasilkan produksi yang maksimum. Efisiensi harga terjadi apabila nilai dari
21
produk marjinal sama dengan harga faktor produksi. Pada akhirnya, efisiensi ekonomi terjadi apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai (Soekartawi, 1993). Efisiensi input merupakan upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi dan keuntungan yang maksimal. Penggunaan input yang efisien dijelaskan dengan Value of Marginal Product (VMP) atau biasa disebut Nilai Produk Marginal (NPM). VMP atau NPM didefinisikan sebagai nilai yang meningkatkan nilai hasil output dari penambahan unit X, ketika Y dijual dengan harga pasar konstan (Debertin, 1986). Efisiensi terjadi jika nilai produk marjinal sama dengan harga input tersebut sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
NPMX = PX atau NPMX/PX = 1 ........................................................... (3.7)
1. (NPMX/PX) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk mencapai efisiensi input X perlu ditambah. 2. (NPMX/PX) < 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk mencapai efisiensi input X perlu dikurangi. Efisiensi ekonomi menunjukkan kombinasi input yang memaksimalkan tujuan individu atau sosial. Efisiensi ekonomi didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu keharusan (necessary) dan kecukupan (sufficient). Syarat keharusan (necessary condition) terjadi ketika slope fungsi keuntungan harus sama dengan nol atau seperti yang dijabarkan pada persamaan (3.8). Turunan pertama pada fungsi keuntungan disebut dengan the first-order conditions. Syarat kecukupan (sufficient condition) terjadi pada turunan kedua dari fungsi keuntungan atau disebut dengan the second-order conditions. The second-order conditions terjadi ketika fungsi keuntungan bernilai negatif yang dijabarkan pada persamaan (3.9) (Doll dan Orazem, 1984). Turunan pertama fungsi keuntungan adalah: π = TR – TC dπ/dX = dTR/dX – dTC/dX = 0 ......................................................... (3.8) dTR/dX = dTC/dX maka turunan kedua dari fungsi keuntungan adalah:
22
MR = MC d2π/dX2 = d2TR/dX – d2TC/dX < 0 .................................................... (3.9) d2TR/dX < d2TC/dX dMR < dTMC 3.1.3. Pendapatan Usahatani Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani. Oleh karena itu, untuk menghitung pendapatan
usahatani
diperlukan
informasi
mengenai
penerimaan
dan
pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual output. Secara matematis pendapatan dan penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Y . PY ................................................................................................................................. (3.10) Keterangan: TR
= Total penerimaan
Y
= Produksi yang diperoleh suatu usahatani
PY
= Harga output
Beberapa definisi berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, yaitu (Soekartawi, 1984): 1.
Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.
2.
Pengeluaran usahatani (farm payment) merupakan jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
3.
Penerimaan kotor usahatani (gross return) merupakan total penerimaan usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
4.
Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) merupakan nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya-biaya yang diperhitungkan.
5.
Pendapatan bersih usahatani (net farm income) merupakan istilah antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani.
23
Biaya atau pengeluaran usahatani adalah biaya yang dikeluarkan dalam setiap penggunaan faktor-faktor produksi. Biaya digolongkan menjadi dua jenis, yaitu fixed cost dan variable cost (Debertin, 1986).Fixed cost atau biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap tersebut harus dikeluarkan walaupun perusahaan belum beroperasi. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Rumus biaya total usahatani dapat dituliskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC .............................................................................. (3.11) TVC = Px. X ...................................................................................... (3.12) Keterangan: TC
= Biaya Total
TFC
= Biaya Tetap
TVC
= Biaya Variabel
PX
= Harga input
X
= Jumlah input yang digunakan
Jadi pendapatan yang diterima petani merupakan pengurangan antara penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan sebagai berikut: π
= TR – TC ............................................................................ (3.13)
Keterangan: π
= Pendapatan
TR
= Total penerimaan
TC
= Total Biaya
Analisis Revenue Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Analisis ini menunjukkan penerimaan yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C ratio, maka menunjukkan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika R/C ratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara finansial kegiatan usahatani dikatakan untung. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap tambahan biaya yang
24
dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya yang dikeluarkan atau usahatani tidak menguntungkan. Jika R/C ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi keuntungan normal (Rahim dan Hastuti, 2008). 3.2. Kerangka Operasional Lahan-lahan di DKI Jakarta yang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya rumput dan pepohonan sudah beralih menjadi gedung-gedung perkatoran, tempat tinggal, pertokoan, dan lain-lain. Ketersediaan rumput untuk pakan ternak berkurang seiring dengan perubahan fungsi lahan. Rumput merupakan pakan ternak yang jumlah pemberiannya dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya produksi susu sapi perah. Selain pakan hijauan terdapat faktor produksi lain yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, diantaranya konsentrat, ampas tahu, ampas tempe, tenga kerja, obat-obatan, dan lain-lain. Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi dapat mempengaruhi tingkat produksi susu sapi perah (Gambar 2). DKI Jakarta memiliki daerah yang dikhususkan untuk peternakan yaitu Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Penggunaan faktor-faktor produksi merupakan salah satu proses produksi dalam peternakan yang bisa meningkatkan produksi susu. Faktor-faktor produksi digunakan secara efisien agar produksi susu meningkat dan pendapatan usaha peternakan juga meningkat. Penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu, tingkat efisien, dan pendapatan usaha peternakan susu sapi perah di Pondok Ranggon (Gambar 2). Estimasi parameter pada fungsi produksi susu sapi perah menggunakan metode estimasi Ordinary Least Squares (OLS). Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi adalah menggunakan efisiensi input nilai produk marjinal (NPM). Sedangkan tingkat pendapatan menggunakan analisis pendapatan dan R/C ratio dengan membandingan penerimaan yang didapat dan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Hasil yang diperoleh dijadikan rekomendasi kebijakan untuk peternak dan pemerintah daerah dalam usaha peningkatan
25
produksi dan pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon (Gambar 2). 1. Kurangnya ketersediaan pakan hijauan untuk ternak. 2. Produksi susu DKI Jakarta masih rendah. 3. Kebutuhan susu meningkat. 4. Penggunaan faktor-faktor produksi tidak seimbang.
Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon, Jakarta Timur
Faktor-Faktor yang mempegaruhi Produksi Susu Sapi Perah
Efisiensi Faktor Produksi
Pendapatan Usaha Peternakan Susu Sapi Perah
(Metode Estimasi OLS)
(Nilai Produk Marjinal)
(Analisis Pendapatan Usahatani)
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 2. Alur Kerangka Operasional
26
27
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa peternakan tersebut merupakan salah satu peternakan yang masih ada di DKI Jakarta. Lokasi penelitian dipilih karena lokasi ini merupakan kawasan relokasi peternakan di DKI Jakarta. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2013. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan peternak di Kelurahan Pondok Ranggon dengan menggunakan daftar pertanyaan kuesioner (Lampiran 1) yang telah disediakan oleh peneliti. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jendral Peternakan Republik Indonesia, dan Dinas Pariwisata Jakarta Timur. 4.3. Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode sensus yaitu sampel yang digunakan secara keseluruhan atau populasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah. Jumlah peternak di peternakan Pondok Ranggon ada 25 orang peternak. Seluruh peternak yang memiliki sapi laktasi dijadikan responden dalam penelitian ini. Peternak yang memiliki sapi laktasi berjumlah 24 orang. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan model persamaan Cobb-Douglas untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu sapi perah, efisiensi penggunaan faktor produksi, dan pendapatan. Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dengan aplikasi software Microsoft Excel 2007 dan
28
Minitab Versi 14. Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode analisis data disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Matriks Keterkaitan Tujuan Penelitian, Sumber Data, dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Metode Analisis Data 1. Menganalisis faktor-faktor yang OLS (Ordinary Least Square) mempengaruhi produksi susu sapi dari fungsi produksi Cobbperah. Douglas
2.
Menganalisis efisiensi produksi susu sapi perah.
Analisis efisiensi input dengan NPM
3.
Menganalisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Pondok Ranggon.
Analisis pendapatan dan R/C ratio
4.4.1. Menganalisis Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan regresi berganda. Faktor yang mempengaruhi produksi susu pada sapi dijabarkan dalam Model di bawah ini: Ln Y = Ln β 0 + β 1 Ln HIJ+ β 2 Ln KON+ β 3 Ln ATM + β 4 Ln ATH + β 5 Ln TK .............................................................................. (4.1) Nilai dugaan parameter yang diharapkan adalah: β 1, β 2, β 3, β 4, β 5 > 0; 0 < ei < 1 Keterangan: Y
= Produksi susu (Liter/ST/Hari)
HIJ
= Pakan hijauan (Kg/ST/Hari)
KON
= Pakan konsentrat (Kg/ST/Hari)
ATH
= Pakan ampas tahu (Kg/ST/Hari)
ATM
= Pakan ampas tempe (Kg/ST/Hari)
TK
= Tenaga kerja (Orang)
β 1, β 2, β 3, β 4, β 5
= Parameter variabel bebas
29
Produksi susu sapi perah merupakan hasil sekresi kelenjar susu sapi perah betina. Jumlah produksi susu sapi perah dilihat per ekor dan per hari. Pada penelitian ini satu ekor sapi dewasa sama dengan satu ST, sehingga satuan dari produksi susu adalah liter per ST per hari. Pakan yang diberikan kepada sapi perah antara lain hijauan, ampas tempe, ampas tahu, dan konsentrat. Pakan hijauan berupa daun-daunan, rumput, dan tanaman hijau lainnya. Pakan hijauan diberikan kepada sapi perah beberapa kg per ST per hari. Pemberian pakan hijauan untuk setiap sapi perah jumlahnya berbedabeda. Pakan konsentrat, ampas tempe, dan ampas tahu merupakan pakan tambahan yang diberikan kepada sapi perah selain pakan hijauan. Jumlah yang diberikan kepada sapi perah berbeda-beda pada setiap sapi. Satuan dari pakan konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe adalah kg per ST per hari. 4.4.2. Kriteria Uji Statistik 1.
Uji Statistik-F Uji F-hitung digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang
digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hipotesis: H0 : β 1, β 2, β 3, β 4, ..., β i = 0 H1 : minimal ada satu β i ≠ 0 i
: 1, 2, 3,…, n
Uji statistik yang digunakan adalah uji-F dengan ketentuan sebagai berikut: P-value uji F > α ……. terima H0 P-value uji F < α ……. tolak H0 Apabila P-value uji statistik F < taraf α sebesar 10 persen maka tolak H0. Tolak H0 berarti seluruh variabel bebas dalam satu persamaan secara bersamasama mampu menjelaskan variabel tidak bebas dengan baik (Gujarati, 2007). 2.
Uji Statistik-t Uji t-hitung digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi dari
masing-masing variabel pada faktor produksi yang digunakan berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis:
30
H0 : β i = 0 H1 : β i > 0 i
: 1, 2, 3, …, n
Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan ketentuan sebagai berikut: P-value < α …….tolak H0 P-value > α …….terima H0 Apabila tolak H0, maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap variabel tidak bebas. Sebaliknya, apabila terima H0 maka variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel tidak bebas (Gujarati, 2007). 4.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika Kriteria ekonometrika dilihat berdasarkan hasil uji statistik terhadap model apakah memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model regresi linear berganda atau tidak. Adapun uji statistik yang digunakan untuk melihat apakah terjadi pelanggaran asumsi atau tidak, adalah sebagai berikut: 1. Uji Multikolinearitas Kolinearitas
ganda
(multicolinierity)
merupakan
hubungan
linear
“sempurna” atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Gujarati, 2007). Adanya multikolinear ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya multikolinear dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF relatif kecil, artinya persamaan regresi tidak mengalami multikolinear. Sebaliknya, jika nilai VIF relatif besar (lebih dari 10) artinya persamaan regresi mengalami multikolinearitas. VIF = 1/ (1-R2) 2. Uji Heteroskedastisitas Asumsi
dalam
estimasi
model
regresi
linear
berganda
adalah
homoskedastisitas, yaitu ragam sisaan (error) sama dalam setiap pengamatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Akibat dari masalah heteroskedastisitas, salah satunya adalah penduga OLS tidak efisien lagi. Mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas pada penelitian ini dilakukan
31
dengan melihat penyebaran data (titik) pada gambar Residual Versus the Fitted Values. Dasar pengambilan keputusan yaitu apabila data (titik) pada gambar menyebar diatas dan dibawah garis tanpa membentuk suatu plot tertentu, maka model regresi tidak mengalami masalah heterokedastisitas (Heriyatno, 2009) 3. Uji Normalitas Uji Normalitas adalah uji untuk melihat apakah residual dapat menyebar normal, sehingga dapat diasumsikan pula Y menyebar normal. Penelitian ini melihat titik pada plot probabilitas. Dasar pengambilan keputusan (Heriyatno, 2009): 1.
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memnuhi asumsi normalitas.
4.4.4. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah Penggunaan input yang efisien dijelaskan dengan value of marginal product (VMP) atau nilai produk marginal (NPM). NPM merupakan nilai yang meningkatkan nilai hasil output dari penambahan unit X, ketika Y dijual dengan harga pasar konstan (Debertin, 1986). Efisiensi produksi terjadi jika keuntungan maksimum. Syarat mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor sama dengan nol (Doll dan Orazem, 1984). Efisiensi terjadi saat nilai produk marjinal sama dengan harga input, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: π
= TR – TC
π
= PY.Y – PX.X
dπ/dY
= PY. dY/dX – PX
PX
= PY . dY/dX
PX
= PY . MPP
PX
= NPM
NPM/PX 1.
= 1 .................................................................................. (4.2)
(NPMX/PX) > 1, artinya penggunaan input X belum efisien, sehingga untuk mencapai efisiensi input X perlu ditambah.
32
2.
(NPMX/PX) < 1, artinya penggunaan input X tidak efisien, sehingga untuk mencapai efisiensi input X perlu dikurangi. Elastisitas produksi dirumuskan sebagai berikut: Ep
= dY/dX . X/Y = MPP . 1/APP
Ep
= MPP/APP .............................................................................. (4.3)
4.4.5. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Pendapatan usaha peternakan merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Penerimaan usaha peternakan adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jual output. Secara matematis pendapatan dan penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut: TR = Y . PY .................................................................................................................................... (4.4) Keterangan: TR
= Total penerimaan (Rp)
Y
= Produksi susu (Liter)
PY
= Harga susu (Rp/Liter)
Menurut Soekartawi (1995) biaya tersebut dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu biaya tetap atau fixed cost dan biaya variabel atau variable cost. Biaya tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh dari biaya tetap dalam penelitian ini, yaitu sewa lahan, pajak, alat-alat peternakan, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh dari biaya variabel adalah biaya bibit, pakan, obat-obatan, upah tenaga kerja, dan lain-lain. Jadi pendapatan yang diterima peternak merupakan pengurangan antara penerimaan dengan biaya total atau dirumuskan sebagai berikut: π
= TR – TC = PY.Y – (PHIJ.HIJ + PKON.KON + PATH.ATH + PATM.ATM + PTK.TK + PVIT.VIT + POBT.OBT + BTRANS + BLIS + BLIM) ............................................................................... (4.5)
33
Keterangan: π
= Pendapatan (Rp/Hari)
TR
= Total penerimaan (Rp/Hari)
TCi
= Total Biaya (Rp/Hari)
Yi
= Produksi susu (Liter/Hari)
Pyi
= Harga susu (Rp/Liter)
PHIJ
= Harga pakan hijauan (Rp/Kg)
HIJ
= Pakan hiajuan (Kg/ST/Hari)
PKON
= Harga pakan konsentrat (Rp/Kg)
KON
= Pakan konsentrat (Kg/ST/Hari)
PATH
= Harga pakan ampas tahu (Rp/Kg)
ATH
= Pakan ampas tahu (Kg/ST/Hari)
PATM
= Harga pakan ampas tempe (Rp/Kg)
ATM
= Pakan ampas tempe (Kg/ST/Hari)
PTK
= Upah tenaga kerja (Rp/Hari)
TK
= Jumlah tenaga kerja (Orang)
PVIT
= Harga vitamin (Rp/5ml/Hari)
VIT
= Vitamin (5ml/ST/Hari)
POBT
= Harga obat-obatan (Rp/5ml/Hari)
OBT
= Obat-obatan (5ml/ST/Hari)
BTRANS = Biaya transportasi (Rp/Hari) BLIS
= Biaya listrik (Rp/Hari)
BLIM
= Biaya limbah (Rp/Hari)
Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk mengetahui efisiensi dan keuntungan usahatani (Soekartawi, 1995). Rumus perhitungan R/C ratio adalah sebagai berikut:
R/C ratio = TR/TC ........................................................................... (4.6)
Analisis R/C ratio digunakan untuk melihat manfaat usaha peternakan dari penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha peternakan Jika nilai R/C ratio > 1, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
34
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau dapat dikatakan usaha peternakan tersebut menguntungkan. Jika nilai R/C ratio < 1, maka usaha peternakan tersebut tidak menguntungkan karena setiap tambahan biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil, sedangkan jika R/C ratio = 1, maka usaha peternakan dikatakan impas atau tambahan biaya yang dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan. 4.4.6. Konversi Satuan Ternak (ST) Satuan ternak merupakan ukuran yang digunakan untuk ternak yang konsumsi pakannya setara dengan seekor sapi betina dewasa. Mula-mula ST digunakan untuk ternak ruminansia untuk mengetahui daya tampung suatu padang rumput terhadap jumlah ternak yg dipelihara, namun saat ini ST juga digunakan untuk ternak lainnya. Satuan ternak memiliki kegunaan seperti: menghitung daya tamping padangan, menghitung luas kandang, menghitung hasil pupuk, estimasi harga ternak, biaya pengobatan, tenaga kerja, biaya breeding, dan menghitung potensi daerah (Firman, 2014). Daftar Satuan Ternak disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Daftar Satuan Ternak Jenis ternak Sapi
Kerbau
Kambing/Domba
Babi
Ayam/Itik
Sumber: Firman (2014)
Kelompok umur Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa Muda Anak Dewasa (100 ekor) Muda (100 ekor) Anak (100 ekor)
Umur 1 - 2 tahun < 1 tahun 1 - 2 tahun < 1 tahun 0,5 – 1 tahun < 0,5 tahun 0,5 – 1 tahun < 0,5 tahun 2 – 6 bulan < 2 bulan
Satuan Ternak 1.00 0.50 0.25 1.00 0.50 0.25 0.14 0.07 0.04 0.40 0.20 0.10 1.00 0.50 0.25
35
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Kecamatan Cipayung merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Timur. Kecamatan Cipayung terletak antara 1 060 49‟ 35‟‟ Bujur Timur dan 060 10‟ 37‟‟ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 27.36 Km2. Adapun batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Makasar – Jakarta Timur Sebelah Selatan : Kecamatan Cibinong – Kabupaten Bogor Sebelah Timur : Kecamatan Pondok Gede – Jakarta Timur Sebelah Barat : Kecamatan Ciracas – Jakarta Timur Secara administratif Kecamatan Cipayung terdiri atas delapan kelurahan yaitu Kelurahan Pondok Ranggon, Kelurahan Cilangkap, Kelurahan Munjul, Kelurahan Cipayung, Kelurahan Setu, Kelurahan Bambu Apus, Kelurahan Ceger, dan Kelurahan Lubang Buaya. Masing-masing kelurahan mempunyai luas yang sangat bervariasi. Lahan di Kecamatan Cipayung didominasi oleh kegiatan perumahan besar 73.32 persen, 1.07 persen untuk industri, dan 25.61 persen untuk kegiatan lainnya5. Penelitian dilakukan di Kecamatan Cipayung dengan Kelurahan Pondok Ranggon. Kelurahan Pondok Ranggon berbatasan dengan Malko Hankam di sebelah utara, Kelurahan Harjamukti (Bogor) di sebelah selatan, kelurahan Munjul di sebelah barat, dan Kecamatan Pondok Gede (Bekasi) di sebelah timur 6. Kelurahan Pondok Ranggon berada di ketinggian 15 Meter dari permukaan laut, temperatur udara 20-35oC, dan curah hujan 1 000-2 000 Milimeter per Tahun. Keadaan permukaan tanah bergelombang. Lahan untuk kawasan relokasi sapi perah Pondok Ranggon sesuai dengan SK Gubernur No. 300 tahun 1986 adalah seluas 30 Hektar, namun baru terealisasi 11 Ha. Lahan yang digunakan untuk peternakan sapi perah seluas sembilan Ha, termasuk kolam penampungan limbah cair seluas 400 m2 dan sisanya adalah kebun rumput gajah dan rumput raja serta sarana umum seperti mushola dan jalan. Sumber air yang digunakan untuk keperluan
5
http://timur.jakarta.go.id, “Kecamatan Cipayung”, diakses tanggal 2 November 2013 http://timur.jakarta.go.id, “Kampung-Pondok-Ranggon”, diakses tanggal 2 November 2013
6
36
rumah tangga dan peternakan berasal dari air tanah yang dibor dengan kedalaman 60 m dari permukaan tanah. 5.2. Keadaan Demografi Penduduk di Kecamatan Cipayung berjumlah 228 536 Jiwa yang terdiri dari 116 576 Jiwa laki-laki dan 111 960 Jiwa perempuan. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kecamatan Cipayung disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Cipayung Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kelurahan Pondok Ranggon Cilangkap Munjul Cipayung Setu Bambu Apus Ceger Lubang Buaya Jumlah
Jumlah Penduduk (Jiwa) 23 579 24 916 23 040 24 964 20 038 27 221 20 247 64 531 228 536
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 6 442.090 4 128.310 12 107.200 8 092.060 6 163.260 8 600.090 5 583.840 17 337.720 68 454.570
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011b)
Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa Kelurahan Lubang Buaya merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 64 531 Jiwa, sedangkan Kelurahan Setu memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 20 038 Jiwa. Jumlah penduduk Kelurahan Pondok Ranggon berjumlah 23 579 Jiwa. Kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kelurahan Lubang Buaya,
karena
Kelurahan
Lubang
Buaya
merupakan
kelurahan
yang
kehidupannya dekat dengan pusat perkotaan. 5.3. Karakteristik Peternak Sapi Perah 5.3.1. Umur Peternak Sapi Perah Penduduk Indonesia tergolong tenaga kerja jika sudah memasuki usia kerja. Usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah 15-64 tahun7. Hal ini dikarenakan penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun
7
http:://Wikipedia.co.id, “Tenaga Kerja”, diakses tanggal 22 Agustus 2013
37
dianggap tidak produktif dalam melakukan pekerjaan. Persebaran umur peternak di Kelurahan Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Umur Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
Kategori Umur 20-40 tahun 41-60 tahun >61 tahun Jumlah
Jumlah (Orang) 9 12 3 24
Persentase (%) 37.500 50.000 12.500 100.000
Sumber: Data Primer Diolah (2013)
Data yang didapat pada Tabel 9 menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Pondok Ranggon berumur antara 41-60 tahun yaitu sebanyak 50.000 persen. Peternak pada usia tersebut beranggapan bahwa pengalaman merupakan sumber utama dalam mengelola suatu peternakan. Peternak yang berumur 20-40 sebanyak 37.500 persen. Peternak berumur 20-40 tahun di Pondok Ranggon merupakan peternak yang usahanya merupakan turun menurun dari leluhurnya. 5.3.2. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah Tingkat kesulitan suatu pekerjaan berbeda-beda sesuai dengan jenis pekerjaan itu sendiri. Ada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan kekuatan otot, tetapi ada juga pekerjaan yang lebih banyak menggunakan kekuatan otak. Setiap pekerjaan dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki sesuai dengan kemampuan masing-masing. Jenis kelamin peternak sapi perah disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jenis Kelamin Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013 No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (Orang) 21 3 24
Persentase (%) 87.500 12.500 100.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Pondok Ranggon yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 87.500 persen dan wanita 12.500 persen, karena pekerjaan sebagai peternak membutuhkan tenaga yang lebih untuk membersihkan kandang, mencari pakan, memandikan ternak, memerah susu, dan lain-lain. Peternak wanita biasanya menjalankan usaha karena meneruskan usaha suaminya yang sudah meninggal atau memiliki pekerjaan lain.
38
5.3.3. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah Pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas, karena dengan pendidikan peternak mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara-cara baru dalam melakukan kegiatannya. Tingkat pendidikan dapat dijadikan suatu indikator untuk mengukur produktivitas dan kreativitas kerja seorang petani (Mashud et al., 2007). Tingkat pendidikan peternak sapi perah di Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat Pendidikan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013 No. 1. 2. 3. 4.
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
Jumlah 3 5 12 4 24
Persentase (%) 12.500 20.800 50.000 16.700 100.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Mayoritas tingkat pendidikan petenak sapi perah di Pondok Ranggon berdasarkan Tabel 11 adalah SMA sebanyak 50.000 persen. Peternak yang tingkat pendidikannya mencapai perguruan tinggi sebanyak 16.700 persen. Diindikasikan bahwa tingginya tingkat pendidikan peternak responden di Pondok Ranggon. Tingginya tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap keputusan usaha peternakan dan kemampuan peternak dalam menyerap informasi dan teknologi untuk mengembangkan usaha yang dijalani, sehingga berdampak pada produktivitas output dan pendapatan. 5.3.4. Pengalaman Beternak Lamanya waktu dalam melaksanakan usaha peternakan menunjukkan tingkat pengalaman beternak. Pengalaman beternak menjadi tolak ukur kemampuan peternak dalam melaksanakan usaha peternakannya (Puspito, 2004). Distribusi pengalaman beternak peternak sapi perah Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Pondok Ranggon memiliki pengalaman beternak lebih dari lima tahun. Pengalaman beternak pada interval 5-15 tahun sebanyak 45.833 persen, sedangkan peternak yang memiliki
39
pengalaman lebih dari 26 tahun hanya ada 25.000 persen. Terbukti bahwa peternak sapi perah di Pondok Ranggon sudah berpengalaman dalam mengelola usaha peternakannya. Tabel 12. Pengalaman Beternak Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
Pengalaman Beternak (Tahun) 5-15 16-25 >26 Jumlah
Jumlah 11 7 6 24
Persentase (%) 45.833 29.167 25.000 100.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
5.4. Karakteristik Usaha Peternak Sapi Perah 5.4.1. Luas Lahan dan Luas Kandang Lahan adalah salah satu modal utama, karena merupakan tempat berlangsungnya kegiatan peternakan. Luas lahan terdiri dari luas kandang dan luas tempat tinggal peternak. Luas lahan yang dimiliki peternak beraneka ragam hal ini sesuai dengan modal awal yang dimiliki untuk membeli lahan. Kandang digunakan untuk memelihara dan merawat hewan ternak. Luas kandang ditentukan oleh besarnya jumlah sapi perah yang dimiliki. Semakin banyak sapi perah, maka semakin luas kandangnya. Luas kandang dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan sapi perah. Luas lahan dan luas kandang sapi perah di Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Luas Lahan Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
Luas Lahan (m2) 400-1000 1001-2000 >2001 Jumlah
Jumlah (orang) 15 6 3 24
Persentase (%) 62.500 25.000 12.500 100.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tabel 14. Luas Kandang Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
Luas Kandang (m2) 50-250 251-450 >451 Jumlah
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Jumlah (orang) 11 4 9 24
Persentase (%) 45.833 16.667 37.500 100.0
40
Tabel 13 menggambarkan penggunaan luas lahan oleh peternak sapi perah di Pondok Ranggon. Sebanyak 62.500 persen peternak sapi perah memiliki luas lahan antara 400-1000 m2, 25.000 persen memiliki luas lahan sebesar 1001-2000 m2, dan ada 12.500 persen peternak yang memiliki lahan lebih besar dari 2001 m2. Tabel 14 menunjukkan bahwa peternak yang memiliki luas kandang pada interval 50-250 m2 ada 45.833 persen, interval 251-450 m2 sebanyak 16.667 persen, dan 37.500 persen peternak memiliki kandang yang luasnya lebih dari 451 m2. Luas kandang yang dimiliki masing-masing peternak beraneka ragam, karena jumlah sapi yang dimiliki beraneka ragam. Ada beberapa peternak memiliki kandang yang luas namun jumlah sapi nya tidak banyak. Hal ini dikarenakan peternak sudah menjual beberapa sapi nya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 5.4.2. Jumlah Sapi Laktasi Susu yang dihasilkan dalam suatu peternakan sapi perah besarnya ditentukan oleh jumlah sapi yang sedang dalam masa laktasi. Masa laktasi adalah masa dimana sapi masih bisa menghasilkan susu untuk diperah. Sapi yang sedang dalam masa kering kandang tidak bisa diperah susunya. Sapi perah berada dalam masa kering kandang ketika sedang bunting 7 bulan. Jumlah sapi perah laktasi di Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah Sapi Perah Laktasi di Pondok Ranggon Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
Jumlah Sapi Laktasi <20 21-49 >50 Jumlah
Jumlah (orang) 15 5 4 24
Persentase (%) 62.500 20.833 16.667 100.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah sapi perah laktasi yang dimiliki 15 peternak Pondok Ranggon kurang dari 20 ST. Sebanyak lima orang memiliki sapi perah laktasi pada interval 21-49 ST, sedangkan peternak yang memiliki sapi perah laktasi lebih dari 50 ST ada empat orang. Jumlah sapi laktasi menentukan banyaknya produksi susu yang dihasilkan. Semakin banyak sapi laktasi yang dimiliki, maka semakin banyak pula susu yang diproduksi.
41
5.4.3. Jenis Usaha Jenis usaha ada dua yaitu usaha pokok dan sampingan. Usaha pokok adalah pekerjaan yang memberikan penghasilan utama bagi orang yang melakukannya. Usaha sampingan adalah pekerjaan tambahan di samping usaha pokok. Jenis usaha peternak sapi perah disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Jenis Usaha Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon pada Tahun 2013 No. 1. 2.
Jenis Usaha Usaha Pokok Usaha Sambilan Jumlah
Jumlah 23 1 24
Persentase (%) 95.833 4.167 100.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Berdasarkan Tabel 16 sebanyak 95.833 persen peternak yang menjadikan usaha peternakan sapi perahnya sebagai usaha pokok. Satu orang responden menjadikan usaha peternakan sapi perah sebagai usaha sambilan. Tabel 14 menunjukkan bahwa mayoritas penghasilan utama responden adalah sebagai peternak sapi perah. Peternak yang menjadikan usaha peternakan sapi perah sebagai usaha utama memiliki usaha sampingan berupa guru dan pedagang. 5.4.4. Input dan Sistem Pembelian Input Input yang digunakan dalam memproduksi susu yaitu sapi laktasi, pakan, vitamin, dan tenaga kerja. Pakannya berupa hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga dan nonkeluarga. Penggunaan rata-rata input produksi usaha peternakan sapi perah Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 17 . Tabel 17. Penggunaan Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon Tahun 2013 No 1 2 3 4 5 6
Input Pakan Hijauan(Kg/ST/Hari) Pakan Konsentrat(Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tahu(Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tempe(Kg/ST/Hari) Vitamin (5ml/ST/Hari) Tenaga Kerja (Orang)
Sumber: Data Primer Diolah (2014)
Jumlah Rata-Rata 12.714 1.482 4.972 1.846 5.000 4.958
Harga Rata-Rata 343.750 2 231.667 1 343.750 1 293.750 52 708.333 11 090.939
42
Tabel 17 menunujukkan proporsi penggunaan input per ST per hari di peternakan Pondok Ranggon. Jumlah penggunaan input per hari dapat menentukan besar kecilnya jumlah susu yang diproduksi per hari. Pemberian pakan dikombinasikan antara pakan hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe. Vitamin berguna untuk menjaga kesehatan sapi perah. Peternak mencari pakan hijauan di kebun sekitar peternakan, tetapi ada juga peternak yang membeli karena stok rumput disekitar peternakan tidak mencukupi kebutuhan. Tenga kerja yang bertugas mencari rumput biasanya berangkat di pagi hari dan kembali pada sore hari, sedangkan rumput yang dibeli biasanya datang disiang hari. Ampas tahu dan ampas tempe dibeli peternak dari berbagai daerah, seperti Pondok Gede, Cibodas, Ceger, dan lain-lain. Sistem pembeliannya biasanya peternak memesan terlebih dulu ke pabrik tahu dan tempe, kemudian diantar ke peternakan dan pembayaran dilakukan setiap bulan. Pakan konsentrat sistem pembeliannya sama dengan ampas tahu dan ampas tempe. Jumlah ternaga kerja masing-masing peternak berbeda, karena sesuai dengan jumlah sapi yang dimiliki. Semakin banyak sapi yang dimiliki, maka semakin banyak tenaga kerja yang digunakan. Tugas tenaga kerja yaitu membersihkan sapi, membersihkan kandang, memerah susu, mencari pakan, dan memberi pakan. Dalam satu hari dilakukan dua kali pemerahan, namun setiap peternak memiliki waktu pemerahan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, jumlah jam kerja tenaga kerja dari setiap peternak berbeda-beda. 5.4.5. Output dan Sistem Penjualan Output Output yang dihasilkan dalam usaha peternakan sapi perah adalah susu. Susu yang dihasilkan di peternakan Pondok Ranggon rata-rata per hari nya secara keseluruhan 270.250 liter/hari atau 10.007 liter/ST/hari. Susu-susu di peternakan Pondok Ranggon dijual ke beberapa tempat seperti loper, koperasi, konsumen, dan kelompok tani. Harga susu sapi di setiap tempat berbeda-beda per liternya, berkisar dari Rp 3 000 – 6 500. Rata-rata jumlah penjualan susu dan harga susu disajikan pada Tabel 18.
43
Tabel 18. Jumlah Penjualan Susu dan Harga Susu di Peternakan Pondok Ranggon Tahun 2013 No. 1 2 3 4
Pembeli Koperasi Konsumen Loper Kelompok Tani
Jumlah susu (liter) 37.375 21.833 208.417 2.625
Harga susu (Rp/Liter) 3 400.000 6 645.833 4 887.500 3 300.000
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tabel 18 menunjukkan bahwa susu di peternakan sapi perah Pondok Ranggon dijual ke loper, koperasi, konsumen, dan kelompok tani. Susu peternak dijual ke loper sebanyak 208.417 liter/hari. Peternak lebih suka menjual ke loper, karena loper merupakan pembeli tetap dengan harga yang sudah ditetapkan. Para loper langsung datang ke peternak untuk mengambil susu dan biasanya pembayaran dilakukan secara bulanan. Apabila loper mengambil jumlah susu lebih sedikit, maka susu sisanya akan di jual ke konsumen, koperasi, atau kelompok tani. Tabel 18 menunjukkan jumlah susu yang dijual ke konsumen, koperasi, dan kelompok tani lebih sedikit daripada loper.Koperasi dan kelompok tani melakukan sistem pembayaran secara bulanan, sedangkan konsumen langsung membayar ketika membeli, berarti sistem penjualan output di peternakan sapi perah tersebar dan bervariasi.
44
45
VI. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI, EFISIENSI PRODUKSI, DAN PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH 6.1. Faktor-Faktor Produksi Susu Sapi Perah Analisis faktor produksi susu menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha peternakan sapi perah. Analisis faktor produksi susu bertujuan agar peternak dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas sapi perah. Berikut ini akan dijelaskan hasil analisis faktor produksi peternakan sapi perah. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah dianalisis berdasarkan fungsi Cobb-Douglas yang menunjukkan hubungan matematis
antara
produksi
susu
dengan
faktor-faktor
produksi
yang
digunakannya. Fungsi produksi usaha peternakan sapi perah didapatkan dengan memasukkan variabel independen yang diestimasi mempengaruhi produksi susu ke dalam persamaan regresi linear berganda. Pengolahan data menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan bantuan program Minitab 14. Hasil estimasi fungsi produksi usaha peternakan sapi perah disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan Pondok Ranggon Tahun 2013 No. 1. 2. 3.
4.
5. 6.
Variabel
Koefisien
Konstanta Pakan Hijauan (Kg/ST/Hari) Pakan Konsentrat (Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tahu (Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) Tenaga Kerja (Orang) R-sq = 0.800
0.9674 0.13997
Simpangan Baku 0.2305 0.07281
4.20 1.92
0.001 0.071*
1.9
0.012136
0.008265
1.47
0.159
1.1
0.5552
0.1969
2.82
0.011*
3.0
0.00997
0.01072
0.93
0.364
2.0
0.10093
0.03962
2.55
0.020*
1.6
R-sq(adj) = 0.744
DW = 1.87193
Fhit = 14.38
Sumber : Data Primer Diolah (2014) Keterangan : *Nyata pada taraf α = 0.10
t-hit
P
VIF
Prob (Fhit) = 0.000
46
Berdasarkan Tabel 19, maka fungsi produksi susu usaha peternakan sapi perah adalah sebagai berikut: Ln Y = 0.9674 + 0.13997 Ln HIJ + 0.012136 Ln KON + 0.5552 Ln ATH + 0.00997 Ln ATM + 0.10093 LnTK ..................................... (7.1) Keterangan: Y
= Produksi Susu (Liter/ST/Hari)
HIJ
= Pakan Hijauan (Kg/ST/Hari)
KON = Pakan Konsentrat (Kg/ST/Hari) ATH = Pakan Ampas Tahu (Kg/ST/Hari) ATM = Pakan Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) TK
= Tenaga Kerja (Orang)
Persamaan 7.1 menunjukkan bahwa semua tanda pada koefisien variabel independen dalam fungsi produksi usaha peternakan sapi perah sesuai dengan hipotesis yang diharapkan. Variabel jumlah pemberian pakan hijauan, pakan ampas tahu, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi susu, karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu α = 0.10. Variabel jumlah pakan konsentrat dan pakan ampas tempe tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu karena nilai probalbilitasnya lebih besar dari taraf α = 0.10. Keempat variabel independen berpengaruh positif, hal ini menunjukkan bahwa fungsi produksi usaha peternakan sapi perah memenuhi kriteria ekonomi. Berdasarkan Tabel 19, fungsi produksi memiliki R-sq (adj) sebesar 0.744 artinya keragaman produksi usaha peternakan sapi perah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 74.400 persen, sedangkan sisanya 25.600 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan. Hasil estimasi fungsi produksi usaha peternakan sapi perah diketahui bahwa P value untuk uji statistik-F yaitu 0.000 lebih kecil dari taraf α = 0.10 (Tabel 18). Hal ini berarti seluruh variabel independen secara bersama-sama mampu menjelaskan produksi susu pada selang kepercayaan 90 Persen. Suatu fungsi harus memenuhi kriteria ekonometrika yang meliputi pengujian asumsi-asumsi dasar dengan melihat masalah multikolinearitas, kenormalan, dan heterokedastisitas. Uji ekonometrika yang digunakan untuk melihat pelanggaran asumsi dalam model adalah sebagai berikut:
47
1.
Uji Multikolonearitas Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linear
antar variabel independen. Uji multikolinearitas dalam fungsi produksi usaha peternakan sapi perah dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh, maka variabel independen tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas, sedangkan jika nilai VIF lebih dari sepuluh maka variabel independen tersebut mengalami masalah multikolinearitas. Berdasarkan Tabel 18, nilai VIF semua variabel independen kurang dari sepuluh yaitu 1.9 (pakan hijauan), 1.1 (pakan konsentrat), 3.0 (pakan ampas tahu), 2.0 (pakan ampas tempe), dan 1.6 (tenaga kerja).
Hal ini menunjukkan bahwa antara variabel pakan hijauan, pakan
konsentrat, pakan ampas tahu, dan tenaga kerja tidak mengalami masalah mulitikolinearitas. 2.
Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan uji normal P-plot. Melihat penyebaran
data (titik) pada sumbu diagonal grafik. Gambar Normal Probability Plot of The Residuals disajikan pada Lampiran 9. Titik-titik data pada gambar menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 3.
Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas dilakukan dengan menggunakan software minitab.
Melihat penyebaran data (titik) pada sumbu horizontal pada gambar Residuals Versus the Fitted Values (Lampiran 10). Titik-titik (data) pada gambar menyebar diatas dan dibawah garis tanpa membentuk suatu plot tertentu, maka model regresi tidak mengalami masalah heterokedastisitas. 6.1.1. Pakan Hijauan Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas faktor produksi pakan hijauan sebesar 0.13997. Hal ini berarti bahwa penambahan satu satuan jumlah pakan hijauan akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.13997 dengan faktor lain dianggap tetap. Nilai koefisien pemberian pakan hijauan sebesar 0.13997 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa
48
pemberian pakan hijauan berada pada daerah rasional (daerah II). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan hijauan dengan jumlah tertentu dapat tercapai output maksimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan hijauan berpengaruh nyata terhadap terhadap produksi susu di peternakan sapi perah. 6.1.2. Pakan Konsentrat Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas faktor produksi pakan konsentrat sebesar 0.012136. Artinya penambahan satu satuan jumlah pakan konsentrat akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.012136 dengan faktor lain dianggap tetap. Nilai koefisien pemberian pakan konsentrat sebesar 0.012136 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa pemberian pakan konsentrat berada pada daerah rasional (daerah II). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan konsentrat dengan jumlah tertentu dapat tercapai output maksimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap produksi susu di peternakan sapi perah. 6.1.3. Pakan Ampas Tahu Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas faktor produksi pakan ampas tahu sebesar 0.5552. Artinya setiap penambahan satu satuan jumlah pakan ampas tahu akan meningkatkan produksi sebesar 0.5552 dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Koefisien pakan ampas tahu 0.5552 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa pemberian pakan ampas tahu pada jumlah tertentu dapat mencapai output optimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan ampas tahu berpengaruh nyata terhadap produksi susu. 6.1.4. Pakan Ampas Tempe Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas faktor produksi pakan ampas tempe sebesar 0.00997. Artinya setiap penambahan satu satuan jumlah pakan ampas tempe akan meningkatkan produksi sebesar
49
0.00997 dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Koefisien pakan ampas tempe 0.5552 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa ampas ampas tempe 0.5552 menunjukkan elastisitas (0 < EP < 1), terlihat bahwa pemberian pakan ampas tempe pada jumlah tertentu dapat mencapai output optimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 pemberian pakan ampas tempe tidak berpengaruh nyata terhadap produksi susu. 6.1.5. Tenaga Kerja Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas sebesar 0.10093, artinya setiap penambahan satu satuan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.10093 dengan faktor lain dianggap tetap. Koefisien tenaga kerja 0.10093 menunjukkan elastisitas (0 < EP <1), terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional (daerah II). Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan tenaga kerja pada tingkat tertentu dapat tercapai output maksimal. Berdasarkan uji-t pada taraf α = 0.10 penggunaan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi susu di peternakan sapi perah. 6.2. Analisis Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah Tingkat efisiensi input ditunjukkan oleh besarnya perbandingan Nilai Produk Marginal (NPM) dengan harga input (BKM). Efisien dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input sekecil-kecilnya untuk memperoleh output yang maksimal atau dengan kata lain NPM suatu input X tersebut sama dengan harga input X itu sendiri (NPM = BKM), tetapi dalam kenyataan NPMx/BKM tidak selalu sama dengan satu, yang sering terjadi adalah lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Apabila lebih besar dari 1 dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X belum efisien, sedangkan apabila lebih kecil dari 1 maka dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X tidak efisien (Soekartawi, 1995). Tingkat efisiensi di peternakan Pondok Ranggon disajikan pada Tabel 20 dan Lampiran 10. Data pada Tabel 20 menunjukkan bahwa produksi susu rata-rata sebesar 10.01 liter per ST per hari dan harga susu adalah Rp 4 558.33 per liter. Penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha peternakan sapi perah belum mencapai kondisi optimal. Rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Pakan
50
hijauan dan ampas tahu memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih dari satu, sedangkan pakan konsentrat, ampas tempe, dan tenaga kerja memiliki nilai rasio kurang dari satu. Tabel 20. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Peternakan Pondok Ranggon Tahun 2013 Faktor Produksi Pakan Hijauan (Kg/ST/Hari) Pakan Konsentrat (Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tahu (Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) Tenga Kerja (Orang) Produksi Susu (Liter/ST/hari) Harga produksi susu (Rp/Liter)
Input rata-rata 12.714
Koefisien 0.13997
NPM 502.334
BKM 343.750
NPM/ BKM 1.461
1.482
0.012136
373.652
2 231.667
0.167
4.972
0.555
5 095.164
1 343.750
3.792
1.846
0.00997
246.346
1 293.750
0.190
4.958
0.10093
928.867
11 090.939
0.084
10.01 4 558.33
Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Rasio NPM-BKM dari pakan hijauan adalah 1.461, artinya jumlah penggunaan pakan hijauan perlu ditambah agar tercapai efisiensi. NPM pakan hijauan sebesar 502.334. Berarti bahwa setiap penambahan satu kg pakan hijauan akan meningkatkan pendapatan peternak sebesa Rp 502.334 dengan biaya tambahan sebesar Rp 343.750. Rasio NPM-BKM dari pakan konsentrat adalah 0.167, artinya jumlah penggunaan pakan konsentrat perlu dikurangi agar tercapai efisiensi. NPM pakan konsentrat sebesar 373.652. Berarti setiap penambahan satu kg pakan konsentrat akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 373.652 dengan biaya tambahan sebesar Rp 2 231.667. Rasio NPM-BKM dari pakan ampas tahu adalah 3.792, artinya jumlah penggunaan pakan ampas tahu perlu ditambah agar tercapai efisiensi. NPM pakan ampas tahu sebesar 5 095.164. Berarti bahwa setiap penambahan satu kg pakan ampas tahu akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 5 095.164 dengan biaya tambahan sebesar Rp 1 343.750.
51
Rasio NPM-BKM dari pakan ampas tempe adalah 0.190, artinya jumlah penggunaan pakan ampas tempe perlu dikurangi agar tercapai efisiensi. NPM pakan ampas tempe sebesar 246.436. Berarti bahwa setiap penambahan satu kg pakan ampas tempe akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 246.436 dengan biaya tambahan sebesar Rp 1 293.750. Nilai Produk Marjinal untuk penggunaan tenaga kerja sebesar 928.867. Berarti bahwa setiap tambahan satu orang tenaga kerja hanya akan meningkatkan pendapatan peternak sebesar Rp 928.867 dengan biaya tambahan sebesar Rp 11 090.939. Rasio NPM-BKM dari penggunaan tenaga kerja sebesar 0.084 artinya untuk mencapai efisiensi perlu mengurangi jumlah tenaga kerja. Nilai NPM-BKM harus sama dengan satu agar tercapai efisiensi. Nilai NPM-BKM kurang dari satu perlu adanya pengurangan dalam penggunaan faktor produksi, sedangkan jika NPM-BKM lebih besar dari satu, maka perlu adanya penambahan dalam penggunaan faktor produksi tersebut. Guna mencapai penggunaan faktor produksi pada tingkat optimal, maka dibutuhkan kombinasi optimal dalam penggunaan faktor produksi. Penggunaan faktor produksi dalam tingkat optimal disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Input Produksi Optimal di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon Tahun 2013 Faktor Produksi Pakan Hijauan (Kg/ST/Hari) Pakan Konsentrat (Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tahu (Kg/ST/Hari) Pakan Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) Tenga Kerja (Orang)
Input rata-rata 12.714 1.482 4.972 1.846 4.958
Input Optimal 18.579 0.248 18.853 0.352 0.415
Sumber: Data Primer Diolah (2014)
Tabel 21 menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi dengan input optimal. Kondisi efisiensi penggunaan pakan hijauan perlu ditingkatkan dari 12.714 kg per ST per hari menjadi 18.579 kg per ST per hari. Berdasarkan metode perhitungan pakan oleh Sutardi (1981), jumlah pemberian pakan hijauan untuk sapi perah sebanyak 29.877 kg per ST per hari. Ketersediaan pakan hijauan di peternakan Pondok Ranggon terbatas, sehingga jumlah pakan yang digunakan dan pakan optimal kurang dari standar pakan berdasarkan metode perhitungan Sutardi (1981).
52
Penggunaan pakan ampas tahu di peternakan Pondok Ranggon perlu ditingkatkan dari 4.972 kg per ST per hari menjadi 18.853 kg per ST per hari. Berdasarkan metode perhitungan pakan, jumlah pemberian pakan ampas tahu untuk sapi perah sebanyak 25.890 kg per ST per hari. Jumlah pakan ampas tahu berdasarkan hasil analisis efisiensi kurang dari standar pakan yang diberikan sesuai metode perhitungan pakan. Hal ini karena peternak sapi perah di Pondok Ranggon juga memberikan pakan tambahan lainnya. Penggunaan pakan konsentrat dan ampas tempe lebih kecil dari pakan lainnya, namun untuk mencapai tingkat efisiensi jumlah penggunaannya harus dikurangi sampai input optimal. Jumlah optimal pakan konsentrat dan ampas tempe sebesar 0.248 kg per ST per hari dan 0.352 kg per ST per hari. Berdasarkan metode perhitungan pakan, jumlah penggunaan pakan konsentrat dan ampas tempe sebanyak 3.699 kg per ST per hari. Di peternakan Pondok Ranggon pakan konsentrat dan ampas tempe merupakan pakan pendamping yang tidak digunakan oleh semua peternak sapi perah. Oleh karena itu, jumlah penggunaan pakan konsentrat dan ampas tempe lebih kecil dari ampas tahu. Jumlah penggunaan pakan hijauan, ampas tempe, konsentrat, dan ampas tahu masih rendah, sehingga produksi susu juga rendah. Di peternakan Pondok Ranggon waktu kerja ditiap peternaknya sama, namun upahnya berbeda-beda. Setiap tenaga kerja memiliki jenis pekerjaan yang berbeda, tetapi waktu kerja nya sama. Jumlah tenaga kerja yang digunakan perlu dikurangi dari 5 orang menjadi 1 orang agar tercapai tingkat efisiensi. Berdasarkan hasil analisis dengan kombinasi input-input optimal pada fungsi persamaan Cobb-Douglas didapatkan produksi susu optimal (Y optimal) sebesar 18.007 liter per ST
per hari dan diperoleh keuntungan sebesar
Rp 44 748.022 per hari. Nilai efisiensi masing-masing faktor produksi dalam peternakan sapi perah di Pondok Ranggon tidak ada yang sama dengan satu, sehingga penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien. 6.3.
Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah
Pendapatan peternak merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan dalam proses kegiatan usaha. Sumber penerimaan usaha
53
peternak per hari terdiri dari penjualan susu ke koperasi, konsemen, loper, dan kelompok tani. Penerimaan peternak dalam satu tahun ditambah dengan penjualan ternak yang sudah afkir, pedet, dan jantan. Biaya tunai dalam peternak terdiri dari pembelian pakan, biaya kesehatan, upah tenaga kerja, biaya transportasi, biaya listrik, biaya limbah, dan biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Biaya yang diperhitungkan dalam peternakan sapi perah Pondok ranggon terdiri dari sewa lahan, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan alat. Alat-alat yang diperhitungkan dalam biaya penyusutan adalah alat-alat yang digunakan dalam peternakan, seperti ember plastik, ember stainless, milk can, literan, gayung, arit, golok, cangkul, skop, dan tambang. Rata-rata pendapatan usaha peternak sapi perah per hari disajikan pada Tabel 22 dan lengkapnya disajikan pada Lampiran 11. Tabel 22. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Uraian Penerimaan Total biaya tunai Total biaya diperhitungkan Biaya total (2+3) Pendapatan atas biaya tunai (1-2) Pendapatan atas biaya total (1-4) R/C ratio atas biaya tunai (1/2) R/C ratio atas biaya total (1/4)
Usaha Peternakan Sapi Perah 1 320 846.875 562 347.932 580 756.047 1 143 103.979 758 498.943 177 742.896 2.349 1.155
Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Pada Tabel 22, penerimaan peternak per hari sebesar Rp 1 320 846.875, sedangkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 758 498.943 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 177 742.896. Nilai R/C ratio atas total biaya tunai sebesar 2.349 menunjukkan nilai yang lebih dari satu atau secara finansial usaha peternakan sapi perah menguntungkan, sedangkan nilai R/C ratio atas biaya total yaitu sebsear 1.155 menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu atau secara ekonomi usaha peternakan sapi perah menguntungkan. Usaha peternakan sapi perah menguntungkan karena harga jual susu sapi perah cukup besar per liternya.
54
55
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan 1.
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu pada taraf nyata α = 0.10 adalah pakan hijauan, ampas tahu, dan tenaga kerja.
2.
Penggunaan pakan hijauan, pakan ampas tahu, dan tenaga kerja di peternakan sapi perah Pondok Ranggon belum efisien.
3.
Pendapatan usaha peternakan sapi perah atas biaya total menunjukkan bahwa usaha peternakan susu sapi perah Pondok Ranggon menguntungkan.
7.2. Saran 1.
Guna meningkatkan produksi susu di peternakan Pondok Ranggon sebaikanya peternak meningkatkan pemberian pakan ampas tahu sebagai pakan tambahan selain hijauan kepada sapi perah, karena berdasarkan analisis faktor produksi input tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi susu.
2.
Guna mencapai tingkat efisiensi dalam penggunaan input sebaiknya peternak menambah penggunaan pakan hijauan dan ampas tahu, dan mengurangi jumlah tenaga kerja, karena berdasarkan analisis tingkat efisiensi ketiga input belum mencapai titik efisien.
3.
Guna memenuhi kebutuhan pakan sapi perah, pemerintah daerah perlu merelokasi lokasi peternakan ke tempat yang lebih layak dari segi ketersediaan pakan dan kondisi lingkungannya.
4.
Guna mengetahui potensi perkembangan usaha peternakan sapi perah, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai analisis daya saing usaha peternakan sapi perah di DKI Jakarta.
56
57
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. 2012. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Economics Development Analysis Journal, 1(1): 35-41. Astuti, M., R. Widyawati, dan Y. Y. Suranindyah. 2010. Efisiensi Produksi Usaha Sapi Perah Rakyat (Studi Kasus pada Anggota Koperasi Usaha Peternakan dan Pemerahan Sapi Perah, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta). Buletin Peternakan, 34(1): 64-69. Badan Pusat Statistik. 2011a. Produk Domestik Bruto Indonesia. BPS, Jakarta _________________. 2011b. Statistik Penduduk DKI Jakarta. BPS, Jakarta. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. Direktorat Jenderal Peternakan. 2012a. Produksi Susu Sapi di Indonesia Tahun 2008-2012. Departemen Pertanian, Jakarta. _________________________. 2012b. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Edisi 2012. Departemen Pertanian, Jakarta. ________________________. 2013. Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Susu Sapi Perah di Indonesia Tahun 2010-2020. Departemen Pertanian, Jakarta. Daniel, M. 2004. Pengantar Eonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta. Doll, J.P. dan F. Orazem. 1984. Production Economics Theory With Applications. John Willey and Sons, Inc., New York. Firman, A. 2014. Satuan Ternak (ST). http://adifirman.wordpress.com. diakses pada tanggal 17 April 2014 Gujarati, D. 2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Edisi Ketiga. Terjemahan. Erlangga, Jakarta. Heryatno. 2009. Analisis Pendapatan dan faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi Serba Usaha „Karya Nugraha” Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey, R. G., P. N. Courant, and C. T. S. Ragan. 1998. Economics. Twelfth Edition. Adision-Wesley Publishing Company, Inc., New York.
58
Mashud, N., I. Maskoro, dan R. T. P. Hutapea. 2007. Keragaan Usahatani dan Analisis Finansial Kelapa Kopyor di Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura, 33(3): 33-51. Mandaka, S. dan M. P. Hutagaol. 2005. Analisis Keuntungan, Efisiensi Ekonomi dan Kemungkinan Skema Kredit Bagi Pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi, 23(2): 191-208. Muzdalifah. 2011. Analisis Produksi dan Efisiensi Usahatani Padi di Kabupaten Banjar. Jurnal Agribisnis Pedesaan, 4(1): 256-266. Nicholson, W. 2001. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Pengembangannya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dasar
dan
Puspito. 2004. Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah Masa Laktasi (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah). Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Putra, A. R. 2004. Kondisi teknis peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahim, A. dan D. R. D. Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya, Jakarta. Ramadhani, Y. 2011. Analisis efisiensi, skala dan elastisitas produksi dengan pendekatan Cobb-Douglas dan regresi berganda. Jurnal Teknologi, 4(1) : 53-61. Sajarwo, G. 2012. Kebutuhan Susu Dalam Negeri Masih Impor. http:// regional.kompas.com. diakses pada tanggal 22 Januari 2013. Soekartawi. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. _________. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. CV Rajawali, Jakarta. _________. 1993. Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. _________. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. _________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. _________. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. CV Rajawali, Jakarta.
59
Suharjo, A. dan D. Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usaha Tani. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suharno, B. dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Pakannya. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Vidiayanti, A. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Cibangbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widodo, A.Y. 2009. Karajteristik dan Analisis Keuntungan Usaha Ternak Sapi Perah DKI Jakarta (Studi Kasus di Wilayah Kelurahan pondok Ranggon, Jakarta Timur). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yotopoulus, P.A. and J.B. Nugent. 1976. Economics of Development Emperical Investigations. Harper International Edition, New York. Yulistiani, D., M. M. Isbandi, B. Setiadi, dan Subandriyo. 2003. Tata laksana pemberian pakan dan tingkat kematian anak prasapih pada domba di Desa Pasiripis, kabupaten Majalengka dan Desa Tegalsari, kabupaten Purwakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Yunus, R. 2009. Analisis Efisiensi Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan dan Mandiri di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
60
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian di Peternakan Sapi Perah Pondok Ranggon ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAHDI KELURAHAN PONDOK RANGGON, KECAMATAN CIPAYUNG, JAKARTA TIMUR Oleh Nur Aisyah (H44090064) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Tanggal Wawancara No. Sampel A. Identitas Sampel 1. Nama Responden
:
2. Umur Responden
:
3. Alamat
Tahun
:
4. Pendidikan formal*
:
a. SD b. SMP c. SMA d. PT *) T : Tamat
BT : Belum Tamat
TT : Tidak Tamat
5. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian : No. Jenis Pendidikan Lama (bulan)
6. Jumlah tanggungan keluarga : a. Istri :
orang
b. Anak :
orang
c. Lain-lainnya :
orang
7. Pekerjaan : a. Pokok
: ___________________________________
b. Sambilan : ___________________________________
B. Karakteristik Peternak
63
1. Pengalaman beternak :
tahun
2. Tergabung dalam kelompok tani
:
a. Ya, mengapa?________________________________________ b. Tidak,mengapa?______________________________________ Jika “YA”, nama kelompok tani ____________________________ Tergabung dengan kelompok tani sejak tahun _________________ Peran dalam kelompok tani ________________________________ 3. Pernah mengikuti pelatihan
:
a. Ya Nama pelatihan : ______________________________________ Tahun Pelatihan: ______________________________________ b. Tidak Kenapa : _____________________________________________ 4. Luas lahan :
ha
5. Luas Kandang :
m2
6. Status kepemilikan kandang : a. Milik Harga beli : __________________________________________ b. Sewa Harga sewa : _________________________________________ 7. Jarak kandang ke tempat lain (m) No. 1. 2. 3.
Tempat Lain Penyedia Pangan Sumber Air Penerimaan susu Lainnya.
8. Waktu pemerahan
:
a. Pagi : _________________WIB b. Sore : _________________WIB
Kandang
64
9. Data struktur populasi ternak : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Status Sapi
Jumlah (ekor)
Pedet jantan Pedet betina Dara Laktasi Kering kandang Jantan muda Jantan dewasa Lainnya
Total
10. Produksi susu :
liter/ekor/hari
11. Input produksi yang digunakan Jenis Input
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
A. Pakan 1. Hijauan 2. Konsentrat Lainnya
B. Kesehatan 1. Dokter Hewan 2. Obat-obatan 3. Vitamin Lainnya
C. Lainnya
12. Tenaga kerja yang digunakan No. Jenis Tenaga Kerja 1. Keluarga 2. Non Keluarga
Jumlah (orang)
Upah per Bulan (Rp)
Total (Rp)
65
13. Kegiatan peternakan No. Jenis Kegiatan Jumlah Tenaga Kerja 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lama Kerja/hari
Jumlah Upah/hari
Jumlah Upah/bul an
Memandikan Sapi Mencari Pakan Memberi Pakan Memeberi Minum Memerah Susu Membersihkan Kandang Lainnya 7
14. Biaya peternakan lainnya No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Pengeluaran Biaya Pemeliharaan Kandang Biaya Pengairan Pajak (PBB) Biaya Listrik Biaya Peralatan kandang a. Ember b. Milk Can c. Literan d. Gayung e. Sabit f. Golok g. Cangkul h. Skop
Jumlah
Biaya (Rp)
Jumlah
Biaya (Rp)
6. Biaya Transportasi a. Penjualan susu b. Pengadaan pakan No. Jenis Pengeluaran 7. Lainnya
66
15. Penyusutan peralatan yang digunakan No
Jenis Alat
1.
Ember Plastik Ember Stenless Milk Can Literan Gayung Arit Golok Cangkul Skop Tambang
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jumlah (buah)
Nilai Pembelian (Rp)
Waktu Pembelian (tahun)
Estimasi Umur Ekonomis (tahun)
Biaya Penyusutan (Rp)
Total Penyusutan 16. Penerimaan peternak : No. 1. 2. 3. 4. 5.
6.
Jenis Penerimaan Penjualan susu ke koperasi (liter) Penjualan susu ke konsumen (liter) Penjualan susu k eloper (liter) Penjualan susu kelompok tani (liter) Penjualan ternak a. Afkir b. Pedet Jantan c. Jantan Muda d. Jantan dewasa Lainnya Lainnya
Total penerimaan
Jumlah Harga Satuan Penjualan/bulan (Rp)
Total (Rp)
67
17. Sistem pemasaran susu
68
68
Lampiran 2. Karakteristik Peternak Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Pekerjaan Usia Jenis Pendidikan No. Nama (Tahun) Kelamin Formal Pokok Sambilan 1. M. Nurul Huda 30 L PT Peternak Guru 2. Fatimah 55 P SMP Peternak 3. Makmun 46 L SMA Peternak 4. H. Somad 60 L SD Pedagang Peternak H. Masud 5. Salam 50 L SMA Peternak Percetakan 6. Hafis 24 L PT Peternak 7. Rohmani 50 L SMA Peternak 8. H. M. Amin 65 L SMP Peternak 9. Fahrur Rozi 37 L SMA Peternak 10. Abdan Syakur 27 L PT Peternak Pedagang 11. Lili 54 P SMP Peternak 12. Marwah 50 P SMA Peternak 13. Maulana 33 L SMA Peternak 14. H. Zein 65 L SD Peternak 15. Marwan 30 L SMA Peternak 16. Rozi 30 L PT Peternak 17. Suryatno 30 L SMA Peternak 18. H. Hasan 60 L SMA Peternak 19. H. Zaini 59 L SMP Peternak 20. Yusuf 45 L SMA Peternak
Pengalaman Beternak (Tahun) 8 25 20 15
Ya Ya Ya Ya
21 5 25 40 15 5 5 20 10 40 10 10 10 40 30 20
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Pelatihan
69
Lampiran 2. Lanjutan Pekerjaan No.
Usia Nama (Tahun) 21. Hazanudin 55 22. H. Hamdani 71 23. M. Sholeh 32 24. H. Romli 60 Sumber : Data Primer (2013)
Jenis Kelamin L L L L
Pendidikan Formal SMA SD SMA SMP
Pokok Peternak Peternak Peternak Peternak
Sambilan
Pengalaman Beternak (Tahun) 30 40 7 21
Pelatihan Ya Ya Ya Ya
69
70
Sumber: Data Primer (2013)
70
Lampiran 3. Luas Lahan dan Kandang Peternakan di Pondok Ranggon Tahun 2013 Luas Lahan Luas Kandang Status kepemilikan No. (m2) (m2) kandang Harga beli/sewa (Rp/m) 1. 1 800 1 000 Milik 500 000 2. 950 700 Milik 45 000 3. 900 250 Milik 70 000 4. 1 500 400 Milik 60 000 5. 1 000 90 Milik 54 000 6. 1 000 500 Milik 45 000 7. 600 300 Milik 50 000 8. 1 330 750 Milik 50 000 9. 2 000 800 Milik 50 000 10. 2 500 1 000 Milik 50 000 11. 420 250 Milik 520 000 12. 500 300 Milik 60 000 13. 500 250 Milik 1 700 000 14. 900 200 Milik 45 000 15. 450 250 Milik 50 000 16. 900 400 Milik 50 000 17. 500 250 Milik 300 000 18. 2 500 1 000 Milik 45 000 19. 1 000 350 Milik 70 000 20. 550 300 Milik 60 000 21. 600 300 Milik 60 000 22. 3 500 1 200 Milik 25 000 23. 1 620 300 Milik 60 000 24. 2 000 600 Milik 45 000
Total (Rp m2) 900 000 000 42 750 000 63 000 000 90 000 000 54 000 000 45 000 000 30 000 000 66 500 000 100 000 000 125 000 000 218 400 000 30 000 000 850 000 000 40 500 000 22 500 000 45 000 000 150 000 000 112 500 000 70 000 000 33 000 000 36 000 000 87 500 000 97 200 000 90 000 000
71
Lampiran 4. Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Input Produksi Pakan Σ Σ Sapi susu per ekor Ampas Ampas No. Sapi Laktasi Hijauan konsentrat (Liter/ST/ Tahu Tempe (ST) (ST) (Kg/ST/ (Kg/ST/ Hari) (Kg/ST/ (Kg/ST/ Hari) Hari) Hari) Hari) 1. 15.00 135.00 50.00 17.50 0.00 6.75 0.00 2. 9.00 53.00 34.00 12.86 0.00 4.71 0.00 3. 10.00 22.00 15.00 14.81 0.00 5.56 1.67 4. 10.00 32.00 20.00 14.71 0.00 5.74 0.00 5. 10.00 3.50 2.00 14.28 7.15 4.28 4.29 6. 15.00 35.75 25.00 16.67 0.78 5.88 0.00 7. 10.00 38.00 25.00 13.64 1.52 5.11 0.00 8. 10.00 60.75 50.00 14.49 0.36 5.00 0.00 9. 10.00 111.00 80.00 12.10 1.00 5.44 0.00 10. 11.00 39.00 18.00 13.64 1.27 5.45 0.00 11. 9.00 19.75 11.00 6.00 2.00 4.20 1.80 12. 8.00 21.00 10.00 8.33 0.00 4.00 1.50 13. 8.50 22.00 12.00 6.98 0.00 5.36 0.00 14. 10.00 7.00 4.00 11.11 1,00 5.00 0.00 15. 9.00 22.50 15.00 12.96 0.00 4.40 1.67 16. 7.00 33.50 13.00 5.56 0.00 3.33 1.00 17. 9.00 22.50 11.00 13.33 0.00 4.00 1.00 18. 12.00 145.00 100.00 12.79 0.00 5.53 0.00 19. 10.00 25.00 15.00 15.63 1.56 6.09 0.00
Kesehatan Vitamin (ml/ST/ Hari) 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
Tenaga Kerja
12.00 5.00 3.00 4.00 2.00 7.00 5.00 8.00 12.00 5.00 3.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00 3.00 16.00 12.00
72
72
Lampiran 4. Lanjutan. Input Produksi susu per ekor Σ Σ Sapi (Liter/ST/ Sapi Laktasi No. Hari) (ST) (ST) 20. 10.00 34.75 25.00 21. 10.00 33.50 20.00 22. 11.67 61.50 30.00 23. 9.00 13.00 8.00 24. 7.00 31.75 13.00 Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Pakan Hijauan (Kg/ST/ Hari) 10.00 12.50 24.31 14.71 6.25
konsentrat (Kg/ST/ Hari) 1.00 0.00 0.27 1.00 0.35
Kesehatan Ampas Tahu (Kg/ST/ Hari) 4.50 5.63 5.21 4.41 3.75
Ampas Tempe (Kg/ST/ Hari) 0.00 0.00 0.63 0.00 4.50
Vitamin (ml/ST/Hari) 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
Tenaga Kerja 3.00 4.00 5.00 2.00 2.00
73
73
Lampiran 5. Harga Input Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Harga Harga Pakan Harga Kesehatan Upah TK No. Hijauan Konsentrat Ampas Tahu Ampas Tempe (Rp/kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) Vitamin (Rp/5ml) Keluarga Luar Keluarga 1. 300.000 2 000.000 1 300.000 1 300.000 45 000.000 8 333.333 7 500.000 2. 250.000 2 500.000 1 250.000 1 250.000 45 000.000 16 666.667 15 000.000 3. 300.000 2 000.000 1 000.000 1 350.000 40 000.000 11 111.111 5 555.556 4. 250.000 360.000 1 250.000 1 350.000 60 000.000 10 000.000 8 666.667 5. 300.000 2 000.000 700.000 1 400.000 45 000.000 11 111.111 7 222.222 6. 400.000 7 000.000 1 000.000 1 500.000 60 000.000 9 523.810 7 142.857 7. 300.000 2 000.000 1 800.000 1 500.000 45 000.000 12 500.000 13 333.333 8. 300.000 6 000.000 1 400.000 1 200.000 60 000.000 13 333.333 10 000.000 9. 500.000 2 000.000 1 300.000 1 500.000 40 000.000 11 904.762 7 142.857 10. 300.000 2 000.000 1 200.000 1 200.000 60 000.000 9 523.810 11 904.762 11. 500.000 1 900.000 1 250.000 1 250.000 50 000.000 13 333.333 6 666.667 12. 350.000 2 000.000 1 300.000 1 250.000 60 000.000 11 111.111 7 777.778 13. 300.000 1 800.000 1 300.000 1 300.000 40 000.000 13 333.333 10 000.000 14. 200.000 1 600.000 1 250.000 1 250.000 60 000.000 11 111.111 7 222.222 15. 300.000 1 800.000 1 400.000 1 200.000 40 000.000 13 333.333 9 333.333 16. 500.000 2 000.000 1 600.000 1 250.000 60 000.000 16 666.667 10 833.333 17. 500.000 2 000.000 1 400.000 1 200.000 60 000.000 12 500.000 8 333.333 18. 300.000 2 000.000 1 250.000 1 200.000 60 000.000 11 111.111 5 555.556 19. 300.000 2 000.000 1 350.000 1 250.000 60 000.000 11 111.111 8 333.333 10 000.000 20. 500.000 1 600.000 1 500.000 1 250.000 60 000.000 13 333.333 21. 500.000 2 000.000 1 800.000 1 250.000 45 000.000 13 333.333 10 000.000
74
74
Lampiran 5. Lanjutan Harga No.
Harga Pakan
Hijauan Konsentrat (Rp/kg) (Rp/Kg) 22. 300.000 2 000.000 23. 250.000 2 000.000 24. 250.000 1 000.000 Sumber : Data Primer (2013)
Ampas Tahu (Rp/Kg) 1 300.000 1 550.000 1 800.000
Harga Kesehatan Ampas Tempe (Rp/Kg) 1 350.000 1 250.000 1 250.000
Vitamin (Rp/5ml) 50 000.000 60 000.000 60 000.000
Upah TK Keluarga 11 111.111 22 222.222 22 222.222
Luar Keluarga 7 222.222 13 333.333 14 444.444
75
Lampiran 6. Jumlah Penjualan Susu di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 Harga Susu/Liter Koperasi (Rp/liter) 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400 3 400
Konsumen (Rp/liter) 7 000 7 000 7 000 6 000 6 000 6 000 7 000 7 500 7 000 6 000 6 000 6 000 6 000 7 000 7 000 7 000 7 000 6 000 7 000 7 000 6 000 8 000
Loper (Rp/liter) 6 000 4 700 4 500 4 800 4 800 5 000 5 000 4 500 5 000 5 000 4 000 5 500 4 000 5 000 5 000 5 000 4 500 6 000 5 000 5 000 5 000 5 000
Kelompok Tani (Rp/liter) 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300 3 300
75
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Jumlah penjualan Susu (L)/hari Kelompok Koperasi Konsumen Loper Tani (Liter) (Liter) (Liter) (Liter) 0 0 750 0 5 10 280 0 3 1 146 0 25 0 135 40 20 0 0 0 15 0 350 0 15 60 175 0 10 40 450 0 170 30 600 0 40 60 80 18 24 0 75 0 10 0 70 0 50 0 52 0 5 5 30 0 20 10 105 0 15 6 70 0 10 5 84 0 400 0 800 0 15 15 120 0 15 10 225 0 15 10 150 5 0 260 90 0
76
76
Lampiran 6. Lanjutan No. Koperasi 1. 0 2. 17 000 3. 10 200 4. 85 000 5. 68 000 6. 51 000 7. 51 000 8. 34 000 9. 578 000 10. 136 000 11. 81 600 12. 34 000 13. 170 000 14. 17 000 15. 68 000 16. 51 000 17. 34 000 18. 1 360 000 19. 51 000 20. 51 000 21. 51 000 22. 0 Sumber: Data Primer (2013)
Konsumen 0 70 000 7 000 0 0 0 420 000 300 000 210 000 360 000 0 0 0 35 000 70 000 42 000 35 000 0 105 000 70 000 60 000 2 080 000
Total Penjualan Susu/hari Loper 4 500 000 1 316 000 657 000 648 000 0 1 750 000 875 000 2 025 000 3 000 000 400 000 300 000 385 000 208 000 150 000 525 000 350 000 378 000 4 800 000 600 000 1 125 000 750 000 450 000
Kelompok Tani 0 0 0 132 000 0 0 0 0 0 59 400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 500 0
77
Lampiran 6. Lanjutan Jumlah penjualan Susu (L)/hari Kelompok No. Koperasi Konsumen Loper Tani 23. 10 2 79 0 24. 5 0 86 0 Sumber : Data Primer (2013)
Harga Susu/Liter Koperasi 3 400 3 400
Konsumen 7 000 6 000
Loper 5 000 4 000
Kelompok Tani 3 300 3 300
Lampiran 6. Lanjutan No. Koperasi 23. 34 000 24. 17 000 Sumber: Data Primer (2013)
Konsumen 14 000 0
Total Penjualan Susu/hari Loper 395 000 344 000
Kelompok Tani 0 0
77 7
78
Lampiran 7. Hasil Olahan Minitab Faktor Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Regression Analysis: Produksi susu versus Hijauan (Kg/, Konsentrat (, ... The regression equation is Produksi susu (liter/ST/hari) = 0.967 + 0.140 Hijauan (Kg/ST/hari) + 0.0121 Konsentrat (Kg/ST/hari) + 0.555 Ampas Tahu (Kg/ST/hari) + 0.0100 Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) + 0.101 Tenaga Kerja (Orang) Predictor Constant Hijauan (Kg/ST/hari) Konsentrat (Kg/ST/hari) Ampas Tahu (Kg/ST/hari) Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) Tenaga Kerja (Orang) S = 0.0928615
Coef 0.9674 0.13997 0.012136 0.5552 0.00997 0.10093
R-Sq = 80.0%
SE Coef 0.2305 0.07281 0.008265 0.1969 0.01072 0.03962
T 4.20 1.92 1.47 2.82 0.93 2.55
P 0.001 0.071 0.159 0.011 0.364 0.020
VIF 1.9 1.1 3.0 2.0 1.6
R-Sq(adj) = 74.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 18 23
SS 0.61980 0.15522 0.77502
Source Hijauan (Kg/ST/hari) Konsentrat (Kg/ST/hari) Ampas Tahu (Kg/ST/hari) Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) Tenaga Kerja (Orang)
DF 1 1 1 1 1
MS 0.12396 0.00862
F 14.38
P 0.000
Seq SS 0.41372 0.00318 0.14581 0.00113 0.05596
Unusual Observations Obs 6 9
Hijauan (Kg/ST/hari) 2.81 2.49
Produksi susu (liter/ST/hari) 2.7081 2.3026
Fit 2.4923 2.4616
SE Fit 0.0330 0.0482
Residual 0.2157 -0.1590
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1.87193
St Resid 2.49R -2.00R
79
Residual Plots for Produksi susu (liter/ST/hari) Residual Plots for Produksi susu (liter/ST/hari) Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
99
0.2
Residual
Percent
90 50
0.0 -0.1
10 1
0.1
-0.2
-0.1
0.0 Residual
0.1
-0.2
0.2
2.2 2.4 Fitted Value
2.6
Residuals Versus the Order of the Data
6.0
0.2
4.5
0.1
Residual
Frequency
Histogram of the Residuals
2.0
3.0 1.5
0.0 -0.1
0.0
-0.15 -0.10 -0.05 0.00 0.05
0.10 0.15
-0.2
0.20
Residual
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 Observation Order
Lampiran 8. Uji Normalitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Probability Plot of SRES1 Normal
99
Mean StDev N AD P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-3
-2
-1
0 SRES1
1
2
3
0.001316 1.001 24 0.179 0.908
80
Lampiran 9. Uji Heterokedastisitas Fungsi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 Residuals Versus the Fitted Values (response is Produksi susu (liter/ST/hari))
0.2
Residual
0.1
0.0
-0.1
-0.2 1.9
2.0
2.1
2.2 2.3 Fitted Value
2.4
2.5
2.6
81
Lampiran 10. Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah di Pondok Ranggon Tahun 2013 NPM Input Faktor Produksi Koefisien BKM NPM/BKM Rumus NPM= rata-rata (bi*Y*Py)/xi Hijauan (Kg/ST/Hari) 12.714 0.13997 502.334 343.750 1.461 Konsentrat (Kg/ST/Hari) 0.808 0.012136 685.337 2231.667 0.307 Ampas Tahu (Kg/ST/Hari) 4.972 0.555 5 095.164 1343.750 3.792 Ampas Tempe (Kg/ST/Hari) 0.758 0.00997 600.158 1293.750 0.464 Tenga Kerja (orang) 4.958 0.10093 928.867 11090.939 0.084 Produksi Susu Y Optimum 10.01 (Liter/ST/Hari) (Liter/ST/Hari) Keuntungan Harga 4 558.33 Optimum Susu(Rp/Liter) (RP/Hari)
Input Optimum Rumus= (bi*Y*Py)/BKMxi 18.579 0.248 18.853 0.352 0.415 18.007 44 748.022
Sumber: Data Primer Diolah (2014)
81
82
Lampiran 11. Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di Pondok Ranggon per Hari Tahun 2013 No. Uraian Usaha Peternakan Sapi Perah 1. Penerimaan 1.1. Penjualan Susu 1 320 846.875 2. Biaya Tunai a. Pakan a1. Hijauan 4 370.536 a2.Konsentrat 1 802.075 a3.Ampas Tahu 6 681.368 a4.Ampas Tempe 980.914 b. Kesehatan b1.Obat-Obatan 45 916.667 b2. Vitamin 45 754.167 c.TKLK 431 250.000 d.Transportasi 6 458.333 F. PBB 3 986.649 G. Listrik 14 305.557 H. Biaya Limbah 841.667 Total Biaya Tunai 562 347.932 3. Biaya Diperhitungkan A. TKDK 200 000.000 B. Sewa Lahan 380 011.111 C. Penyusutan Alat c1.Ember Plastik 51.204 c2. Ember Stenless 17.650 c3. Milk Can 131.667 c4. Literan 40.741 c5. Gayung 0.174 c6. Arit 148.717 c7. Golok 2.315 c8. Cangkul 76.717 c9. Skop 67.130 c10. Tambang 208.623 Total Penyusutan 744.936 Total Biaya Diperhitungkan 580 756.047 4. Biaya Total (2+3) 1 143 103.979 Pendapatan atas Biaya Tunai 5. (1-2) 758 498.943 Pendapatan atas Biaya Total 6. (1-4) 177 742.896 7. R/C atas biaya tunai (1/2) 2.349 8. R/C atas biaya total (1/4) 1.155 Sumber : Data Primer Diolah (2014)
83
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Nur Aisyah, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 06 Juni 1991. Penulis merupakan putri ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Saiful Amri dan Hj. Sa‟diyah. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 56 Jakarta pada tahun 2006 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 55 Jakarta pada tahun 2009. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Penulis diterima di IPB dengan pilihan pertama yaitu pada departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif diberbagai kegiatan kepanitian.