IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres) No. 069/B/1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari 1997. Secara administratif KUNAK masuk ke Desa Situ Udik. Kecamatan Cibungbulang, Desa Pasarean dan Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan. Wilayah KUNAK terdiri dari dua lokasi yaitu KUNAK I dan KUNAK II.
Tabel 1. Batas Wilayah KUNAK Bogor Kecamatan Cibungbulang
Kecamatan Pamijahan
Batas Ds. Situ Udik
Ds. Pasaran
Ds. Pamijahan
Utara
Ds. Situ Ilir
Ds. Situ Udik
Ds. Situ Udik
Selatan
Ds. Pasarean
Ds. Gn. Picung
Ds. Gn. Sari
Barat
Ds. Cimayang
Ds. Pamijahan
Ds. Gn. Wetan
Timur
Ds. Karacak
Ds. Gn. Menyan
Ds. Pasarean
Secara geografis wilayah KUNAK terletak di daerah perbukitan pada ketinggian 460 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3009 mm/tahun dan rataan suhu 25,5° C dengan kisaran 20° C - 31° C. KUNAK dihuni oleh 120 peternak dengan luas KUNAK I yaitu 52,43 Ha dan KUNAK II 41,98 Ha. Lahan rumput dimanfaatkan dengan ditanami rumput gajah. Rumput
lapang dicari di daerah sekitar KUNAK. Wilayah KUNAK relatif jauh dari pusat kegiatan desa yang ada di sekitarnya. Penempatan lokasi jauh dari pusat kegiatan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan sehingga dapat dihasilkan susu yang baik dan limbah atau polusi dari peternakan sapi tersebut tidak mencemari lingkungan daerah sekitarnya. Meskipun jauh dari pusat kegiatan desa, namun akses transportasi menuju lokasi relatif mudah. Meskipun kondisi jalan rusak, tetapi masih bisa dilalui oleh peternak dalam mengangkut pakan dan mengangkut susu yang disetorkan ke koperasi yang selanjutnya akan diangkut oleh truk ke industri pengolahan susu. Peternak sapi perah di KUNAK dibagi menjadi enam kelompok dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :
Tabel 2. Kelompok Peternak di KUNAK Bogor No
Kelompok
Lokasi
Peternak (orang)
1
Tertib
Kunak I
22
2
Segar
Kunak I
21
3
Bersih
Kunak I
21
4
Aman
Kunak II
23
5
Indah
Kunak II
19
6
Mandiri
Kunak II
20
Jumlah
126
4.2 Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi Perah Sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh para peternak di KUNAK adalah sistem intensif. Kandang dibuat jauh dari rumah namun ada juga yang dibuat di dekat rumah. Kandang yang dibuat adalah kandang permanen dengan lantai yang terbuat dari semen atau beton dan ditambah dengan karet hitam untuk memudahkan peternak dalam membersihkan feses. Lantai kandang dibuat miring beberapa derajat agar feses, urine maupun sisa makanan mudah dialirkan ke parit/saluran pembuangan yang terdapat di pinggir kandang. Atap kandang mayoritas menggunakan asbes. Tipe kandang yang digunakan adalah tipe tail to tail , tipe ini memudahkan tenaga kerja dalam membersihkan kandang. Cara perkawinan yang dilakukan peternak di KUNAK adalah sistem Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik. Cara tersebut digunakan karena dianggap lebih praktis dan efisien jika dibandingkan dengan memelihara dan menggunakan pejantan untuk kawin alami. IB dilakukan oleh dua orang dokter hewan yang bertanggungjawab di KUNAK. Dokter hewan ini selalu bergantian bertugas, disamping sebagai inseminator, mereka juga bertugas sebagai paramedis untuk memeriksa kondisi kesehatan ternak. Pencatatan atau recording
mengenai
produksi, kesehatan, dan reproduksi perlu dilakukan dalam manajemen sapi perah, namun para peternak di KUNAK mayoritas belum memperhatikan hal tersebut. Pakan yang diberikan dalam peternakan sapi perah di KUNAK terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah rumput gajah dan rumput lapang. Rumput ini diambil dari lahan sendiri yang terdapat di sekitar kandang. Jika rumput dari sekitar peternakan habis, maka peternak menggantinya dengan jerami padi ataupun membeli dari luar. Selain hijauan, sapi perah di KUNAK juga diberi pakan penguat yaitu konsentrat dan ampas tahu. Konsentrat dibeli dari KPS Bogor
16 ataupun membuat sendiri. Pemberian rumput dilakukan dua kali setelah pemerahan, sementara konsentrat dan ampas tahu diberikan sebelum pemerahan. Air minum diberikan secara ad libitum untuk memaksimalkan produksi susu.
4.3 Pengamatan Karakteristik Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Karakteristik ciri bangsa sapi perah FH di KUNAK Bogor yang diamati diantaranya adalah tanda putih pada dahi, warna ekor dan ujung ekor, serta bagian bawah carpus. Ternak yang dijadikan sampel yaitu 100 ekor sapi dengan periode laktasi yang bervariasi yaitu dari laktasi 1 sampai 4. Sapi perah yang dipelihara oleh para peternak di KUNAK Bogor seluruhnya berasal dari keturunan bibit lokal dan impor bangsa Fries Holland (FH) atau hasil persilangannya. Mayoritas peternak menggunakan straw pejantan sapi FH dari BIB Lembang, akan tetapi ada beberapa peternak yang menggunakan straw bangsa lain. Alasan para peternak menggunakan straw pejantan FH yaitu untuk memaksimalkan potensi produksi susu dari sapi FH itu sendiri.
4.3.1 Tanda Putih pada Dahi Salah satu karakteristik yang paling dikenal dari sapi FH adalah tanda segitiga putih pada dahi. Tanda putih pada dahi yang diamati diantaranya adalah keberadaan, pola, bentuk dan letak, serta ukuran.
4.3.1.1 Keberadaan Keberadaan tanda putih di dahi dilihat dari ada atau tidaknya tanda putih pada dahi.
17
(a) (b) Ilustrasi 3. Keberadaan Tanda Putih di Dahi: (a) Terdapat tanda putih di dahi (b) Tidak terdapat tanda putih di dahi. Penelitian mengenai keberadaan tanda putih di dahi telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Sapi perah FH yang memiliki tanda putih pada dahi berjumlah 97 ekor dan yang tidak memiliki tanda putih pada dahi yaitu berjumlah 3 ekor.
Tabel 3. Keberadaan Tanda Putih di Dahi Sapi FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Keberadaan
1
Ada
2
Tidak Ada Total
Jumlah (ekor)
Frekuensi relatif (%)
97
97
3
3
100
100
Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 3, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi yang memiliki tanda putih sebesar 97% dan yang tidak memiliki tanda putih di dahi sebesar 3%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah di KUNAK Bogor masih memiliki tanda putih pada dahi. Jika mengacu
18 pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak yang dilakukan pada tahun 2002, keberadaan tanda putih pada dahi mengalami peningkatan dari yang semula 94,4 %. Hal tersebut terjadi karena para peternak mayoritas masih menggunakan straw FH murni.
4.3.1.2 Bentuk dan Letak Bentuk dan letak tanda putih pada dahi seperti halnya keberadaaan merupakan sifat yang paling dapat dikenali dari bangsa sapi FH. Bentuk dan letak yang diamati antara lain berbentuk tanda segitiga putih tegas yang berada diantara 2 mata atau tanda segitiga putih dengan pola putih yang melebar pada dahi.
(a) (b) Ilustrasi 4. Bentuk dan Letak Tanda Putih di Dahi : (a) Tanda Berada Diantara 2 mata (b) Pola Segitiga Melebar pada Dahi Hasil penelitian mengenai bentuk dan letak tanda putih di dahi didapat dari pengukuran terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Sapi perah FH yang memiliki tanda putih pada dahi dengan bentuk segitiga tegas yang berada diantara 2 mata yakni berjumlah 81 ekor dan yang berbentuk pola segitiga putih yang melebar pada dahi berjumlah 16 ekor.
19
Tabel 4. Bentuk dan Letak Tanda Putih di Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Bentuk dan Letak
Jumlah (ekor)
Frekuensi relatif (%)
1
Diantara 2 Mata
81
83
2
Melebar pada Dahi
16
17
Total
97
100
Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 4, dapat diketahui frekuensi relatif sapi perah FH yang memiliki tanda putih diantara 2 mata sebesar 83% dan yang meiliki tanda putih melebar pada dahi sebesar 17%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK Bogor memiliki tanda putih pada dahi dengan bentuk berupa segitiga tegas diantara 2 mata.
4.3.1.3 Ukuran Ukuran tanda segitiga putih pada dahi dibagi menjadi 3 kategori yaitu besar, sedang, dan kecil. Parameter pengukuran: a. Besar: a. Segitiga tegas antara 2 mata: sudut sampai dibawah mata b. Melebar pada dahi: melebar searah tulang hidung b. Sedang: a. Segitiga antara 2 mata: sudut tepat pada mata b. Melebar pada dahi: lebih tidak menutup di ujung bawah
c. Kecil:
20 a. Segitiga tegas antara 2 mata: sudut masih diatas mata b. Melebar pada dahi: tidak menutup di ujung bawah
(a) (b) (c) Ilustrasi 5. Ukuran tanda putih pada dahi dengan bentuk tanda putih tegas antara 2 mata: (a) kecil (b) sedang (c) besar
(a)
(b)
(c)
Ilustrasi 6. Ukuran tanda putih pada dahi dengan bentuk melebar kearah dahi: (a) kecil (b) sedang (c) besar Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor yang memiliki ukuran tanda putih di dahi besar sebanyak 58 ekor, sapi perah yang memiliki ukuran tanda putih di dahi sedang sebanyak 32 ekor dan sapi perah yang memiliki ukuran tanda putih di dahi kecil sebanyak 7 ekor.
21
Tabel 5. Ukuran Tanda Putih di Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Ukuran
Jumlah (ekor)
Frekuensi relatif (%)
1
Besar
58
59
2
Sedang
32
33
3
Kecil
7
8
Total
97
100
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki tanda putih dengan ukuran besar sebesar 59%, ukuran sedang sebesar 33%, dan ukuran kecil sebesar 8%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi FH di KUNAK memiliki ukuran tanda putih di dahi dengan ukuran besar. Kemudian dari hasil pengamatan ukuran tersebut dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu : a) Jelas Kecil (ada – segitiga tegas – kecil) b) Jelas Sedang (ada – segitiga tegas – sedang) c) Jelas Besar (ada – segitiga tegas – besar) d) Tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – kecil) e) Lebih tidak menutup diujung bawah (ada – melebar kearah dahi – sedang) f) Melebar searah tulang hidung (ada – melebar kearah dahi – besar) g) Tidak terdapat tanda putih (tidak ada tanda putih pada dahi) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat ternak yang memiliki kriteria (a) sebanyak 6 ekor, kriteria (b) sebanyak 27 ekor, kriteria (c) sebanyak 48 ekor, kriteria (d) sebanyak 1 ekor, kriteria (e) sebanyak 5 ekor, kriteria (f) sebanyak 10 ekor, dan kriteria (g) sebanyak 3 ekor.
22
Tabel 6. Tanda Putih pada Dahi Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No.
Tanda Putih
Jumlah (ekor)
Frekuensi relatif (%)
6
6
1
Jelas Kecil
2
Jelas Sedang
27
27
3
Jelas Besar
48
48
4
Tidak Menutup di Ujung
1
1
5
5
10
10
3
3
100
100
Bawah 5
Lebih Tidak Menutup di Ujung Bawah
6
Melebar Searah Tulang Hidung
7
Tidak Terdapat Tanda Putih Total
Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 6, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH Laktasi di KUNAK memiliki tanda putih jelas besar.
4.3.2 Warna Ekor Warna ekor yang diamati yaitu warna bulu ekor bagian atas dan warna bulu ujung ekor.
23
Ilustrasi 7. Warna Bulu Ekor: (a) Bagian Atas Ekor (b) Ujung Ekor 4.3.2.1 Warna Ekor Bagian Atas Penelitian mengenai warna ekor bagian atas telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor. Hasil yang didapat adalah sapi perah FH dengan bagian bulu ekor bagian atas yang berwarna hitam sebanyak 1 ekor, hitam-putih sebanyak 34 ekor, putih-hitam sebanyak 53 ekor, dan putih sebanyak 12 ekor.
Tabel 7. Warna Ekor Bagian Atas Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No.
Warna Ekor Bagian Atas
Jumlah
Frekuensi relatif (%)
(ekor) 1
Hitam
1
1
2
Hitam-putih
34
34
3
Putih-hitam
53
53
4
Putih
12
12
Total
100
100
Pada Tabel 7, terlihat bahwa frekuensi relatif untuk sapi perah dengan warna ekor bagian atas berwarna hitam sebesar 1%, warna hitam-putih sebesar 34%, warna putih-hitam sebesar 53%, dan warna putih sebesar 12%. Maka dapat
24 disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH laktasi yang berada di KUNAK Bogor memiliki warna ekor bagian atas putih-hitam, yaitu warna dominan putih dengan sedikit bercak hitam.
4.3.2.2 Warna Bulu Ujung Ekor Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat sapi perah FH yang memiliki bulu ujung ekor berwarna putih sebanyak 100 ekor dan tidak ada yang memiliki warna hitam, hitam-putih, maupun putih-hitam.
Tabel 8. Warna Bulu Ujung Ekor Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Warna Bulu Ujung Ekor
Jumlah
Frekuensi relatif (%)
(ekor) 1
Hitam
0
0
2
Hitam-Putih
0
0
3
Putih-hitam
0
0
4
Putih
100
100
Total
100
100
Dari hasil pengamatan yang terdapat pada Tabel 8, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sapi perah FH yang ada di KUNAK Bogor memiliki bulu ujung ekor yang berwarna putih. Jika mengacu pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Sapi Perah yang dilakukan pada tahun 2002, terdapat kemajuan dari yang semula 99,4%. Hal ini terjadi karena para peternak di KUNAK hampir seluruhnya menggunakan straw pejantan FH murni.
25
4.3.3 Kaki Bagian Bawah Warna kaki bagian bawah yang diamati dalam hal ini adalah bagian femur sampai batas teracak dari keempat kaki, yaitu kaki depan-kanan, depan-kiri, belakang-kanan, dan belakang-kiri.
(a)
(b)
(c)
(d)
Ilustrasi 8. Warna Kaki Bagian Bawah: (a) hitam (b) hitam-putih (c) putih-hitam (d) putih 4.3.3.1 Kaki Depan Kanan Hasil pengamatan yang didapat dari penelitian adalah tidak ada sapi perah FH di KUNAK yang memiliki kaki depan kanan berwarna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 39 ekor, warna putih-hitam sebanyak 33 ekor, dan warna putih sebanyak 28 ekor.
26 Tabel 9. Kaki Depan Kanan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Kaki Depan Kanan
Jumlah
Frekuensi relatif (%)
(ekor) 1
Hitam
0
0
2
Hitam-Putih
39
39
3
Putih-hitam
33
33
4
Putih
28
28
Total
100
100
Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 9, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki depan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 39%, warna putih-hitam sebesar 33%, dan warna putih sebesar 28%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kanan berwarna hitam-putih.
4.3.3.2 Kaki Depan Kiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sapi perah FH di KUNAK Bogor tidak ada yang memiliki kaki depan kiri berwarna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 32 ekor, warna putih-hitam sebanyak 38 ekor dan warna putih sebanyak 30 ekor.
27
Tabel 10. Kaki Depan Kiri Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Kaki Depan Kiri
Jumlah
Frekuensi relatif (%)
(ekor) 1
Hitam
0
0
2
Hitam-Putih
32
32
3
Putih-hitam
38
38
4
Putih
30
30
Total
100
100
Dari hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 10, tampak bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki depan kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 32%, warna putih-hitam sebesar 38%, dan warna putih sebesar 30%. Maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas sapi perah FH di KUNAK memiliki kaki depan kiri dengan warna putih-hitam.
4.3.3.3 Kaki Belakang Kanan Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 ekor sapi perah FH laktasi di KUNAK bogor, didapat bahwa tidak ada sapi yang memiliki kaki belakangkanan dengan warna hitam, sedangkan yang memiliki warna hitam-putih sebanyak 24 ekor, warna putih-hitam sebanyak 20 ekor, dan warna putih sebanyak 56 ekor
28 . Tabel 11. Kaki Belakang Kanan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Kaki Belakang Kanan
Jumlah
Frekuensi relatif (%)
(ekor) 1
Hitam
0
0
2
Hitam-Putih
24
24
3
Putih-hitam
20
20
4
Putih
56
56
Total
100
100
Dari hasil Tabel 11, terlihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki belakang kanan dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 24%, warna putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 56%.
4.3.3.4 Kaki Belakang Kiri Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sapi perah FH di KUNAK Bogor tidak ada yang memiliki kaki belakang kiri dengan warna hitam, sedangkan yang berwarna hitam-putih sebanyak 22 ekor, warna putih-hitam sebanyak 20 ekor, dan warna putih sebanyak 58 ekor.
Tabel 12. Kaki Belakang Kiri Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor No
Kaki Belakang Kiri
Jumlah
Frekuensi relatif (%)
(ekor) 1
Hitam
2
Hitam-Putih
0
0
22
22
29 3
Putih-hitam
20
20
4
Putih
58
58
Total
100
100
Dari Tabel 12, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah yang memiliki kaki belakang kiri dengan warna hitam sebesar 0%, warna hitam-putih sebesar 22%, warna putih-hitam sebesar 20%, dan warna putih sebesar 58%.
4.3.4 Karakteristik Ideal Bangsa Sapi Perah Fries Holland di KUNAK Bogor Sapi FH di KUNAK Bogor secara umum telah memiliki sifat-sifat bangsa sapi perah FH, akan tetapi hanya beberapa ekor yang memiliki karakteristik sapi perah FH ideal. Karakteristik bangsa sapi perah ideal yang dimaksud yaitu yang memiliki tanda segitiga putih di dahi jelas – sedang, ekor bagian atas dan bawah berwarna putih, serta keempat kaki berwarna putih). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapat sapi perah FH di KUNAK yang memiliki karakteristik sempurna bangsa sapi FH berjumlah 6 dan yang kurang sempurna berjumlah 94 ekor. Tabel 13. Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor yang Memiliki Ciri Bangsa Sapi FH Ideal No
Karakteristik Ideal
Jumlah (ekor)
Frekuensi relatif (%)
1
Sempurna
6
6
2
Kurang Sempurna
94
94
Total
100
100
30 Berdasarkan hasil pengamatan yang disajikan pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa frekuensi relatif sapi perah FH di KUNAK yang memiliki karakteristik bangsa sapi perah ideal hanya sebesar 6%.
Ilustrasi 9. Contoh Sapi Perah yang memiliki Kriteria Ciri Bangsa Sapi FH yang sempurna Sapi perah yang ditunjukkan pada Ilustrasi 9 memiliki kriteria ciri bangsa sempurna, sapi tersebut masih tergolong ternak galur murni dimana belum banyak terjadi persilangan dengan bangsa sapi lain.
4.4 Pengamatan Ukuran Tubuh Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Pengamatan ukuran tubuh meliputi panjang badan, tinggi pundak, dan lingkar dada telah dilakukan terhadap 100 ekor sapi FH laktasi di KUNAK Bogor. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
31 4.4.1 Panjang Badan Data pengukuran panjang badan sapi perah Fries Holland yang terdiri dari 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut.
Tabel 14. Data Pengamatan Panjang Badan Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koefisien Variasi ̅ PB (cm) 𝒙 Min (cm) Max (cm) Laktasi (ekor) (KV) 1
23
158,2±10,6
131,4
185,2
6,7
2
37
169,4±14,0
158,1
199,5
8,3
3
25
171,3±16,4
152,9
199,7
9,6
4
15
174,1±9,9
160,3
195,2
5,7
Total
100
168,0±14,4
131,4
199,7
8,6
Panjang badan diukur dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk (tuber ischii) sapi perah. Pada Tabel 14, panjang badan sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Titik infleksi merupakan titik maksimum pertumbuhan, pada titik tersebut terjadi peralihan perubahan yang asalnya percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan sampai relatif konstan (Tazkia dan Anggraeni,
32 2009). Selain itu, pengaruh manajemen pemberian pakan maupun dari genetik ternak itu sendiri menjadi faktor penentu ukuran tubuh tubuh ternak tersebut. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian panjang badan sapi perah FH laktasi hasil pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data panjang badan yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan Panjang Badan Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 PB (cm) Perubahan Periode Laktasi (%) Tahun 2016 Tahun 2002 Laktasi 1
158,2±10,6
143,6±9,2
10,1
Laktasi 2
169,4±14,0
148,7±8,0
13,9
Laktasi 3
171,3±16,4
150,7±9,6
13,6
Laktasi 4
174,1±9,9
149,4±10,4
16,5
Total
168,0±14,4
147,9±10,3
13,6
Dari Tabel 15, tampak bahwa panjang badan sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami peningkatan. Hal ini tentu saja disebabkan oleh banyaknya perubahan, salah satunya yaitu kemajuan teknologi pakan.
33
4.3.2 Tinggi Pundak Data pengukuran tinggi pundak sapi perah Fries Holland yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut.
Tabel 16. Data Pengamatan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koevisien ̅ TP (cm) Min (cm) 𝒙 Max (cm) Laktasi (ekor) Variasi (KV) 1
23
128,5±4,7
121,2
135,6
3,6
2
37
129,4±4,5
122,1
144,5
3,5
3
25
130,4±3,8
122,5
137,4
2,9
4
15
132,1±4,9
124,2
141,7
3,7
Total
100
129,9±4,5
121,2
144,5
3,5
Tinggi pundak diukur dari permukaan tanah sampai tulang titik tertinggi pundak sapi perah. Pada Tabel 16, tinggi pundak sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan walaupun tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas, yaitu pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Selain itu, manajemen pemberian pakan dan genetik juga mempengaruhi ukuran tubuh seekor ternak. Tinggi pundak akan meningkat seiring dengan meningkatnya lingkar dada dan bobot badan. Hal ini dipertegas oleh Sugeng (1993) bahwa ada kolerasi yang nyata antara tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan bobot badan sapi perah.
34 Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian tinggi pundak sapi perah FH laktasi hasil pengukuran dibandingkan dengan data ukuran tinggi pundak yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perbandingan Tinggi Pundak Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 TP (cm) Perubahan Periode Laktasi (%) Tahun 2016 Tahun 2002 Laktasi 1
128,5±4,7
130,8±5,0
1,7
Laktasi 2 Laktasi 3 Laktasi 4
129,4±4,5 130,4±4,8 132,1±4,9
131,4±5,6 132,4±6,2 130,9±6,2
1,5 1,5 0,9
Total
129,9±4,5
131,5±5,6
1,2
Berdasarkan Tabel 17, tampak bahwa tinggi pundak sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor mengalami sedikit penurunan. Penurunan tinggi pundak tidak terlalu signifikan karena angka perubahan masih di bawah 10%. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan.
35 4.3.3 Lingkar Dada Data pengukuran lingkar dada sapi perah Fries Holland yang terdiri atas 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi 4 adalah sebagai berikut.
Tabel 18. Data Pengamatan Lingkar Dada Sapi Perah FH Laktasi di KUNAK Bogor Periode N Koefisien ̅ LD (cm) Min (cm) Max (cm) 𝒙 Laktasi (ekor) Variasi (KV) 1
23
174,4±9,7
154,0
195,1
5,6
2
37
179,3±9,2
160,1
202,1
5,1
3
25
182,9±10,4
160,7
203,4
5,7
4
15
181,7±11,0
163,7
202
6,0
Total
100
179,4±10,3
154,0
203,4
5,7
Lingkar dada diukur dengan melingkarkan sekeliling rongga dada di belakang sendi bahu. Pada Tabel 18, lingkar dada sapi perah pada tiap periode laktasi menunjukkan adanya perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan umur ternak tersebut ketika pertama kali mengalami pubertas dimana pada saat tersebut ternak mengalami titik infleksi. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan lingkar dada pada sapi laktasi adalah jumlah beranak. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10% dapat diartikan bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor tergolong seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal tersebut dikarenakan keseragaman pemeliharaan yang
36 dilakukan peternak di KUNAK, salah satunya yaitu pakan yang berasal dari KPS Bogor. Kemudian lingkar dada sapi perah FH laktasi hasil pengukuran di KUNAK Bogor dibandingkan dengan data ukuran lingkar dada yang diambil pada penelitian mengenai Standarisasi Mutu Bibit Ternak Sapi Perah pada tahun 2002 oleh Tim Kerjasama antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perbandingan Lingkar Dada Sapi Perah FH Hasil Pengukuran di KUNAK Bogor dengan Hasil Standarisasi Sapi Perah FH Di Jawa Barat tahun 2002 LD (cm) Periode Laktasi
Perubahan (%)
Laktasi 1
Tahun 2016 174,4±9,7
Tahun 2002 177,2±9,4
Laktasi 2
179,3±9,2
181,8±10,7
1,3
Laktasi 3
182,9±10,4
181,9±9,9
0,5
Laktasi 4
181,7±11,0
182,8±8,4
0,6
Total
179,4±10,3
180,4±10,2
0,5
1,5
Dari Tabel 19, tampak bahwa lingkar dada sapi perah FH laktasi di KUNAK Bogor secara keseluruhan mengalami sedikit penurunan. Penurunan lingkar dada tidak terlalu signifikan karena angka perubahan masih di bawah 10%. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor lingkungan.