HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur
Oleh : JUNITA ELFRIDA CAPAH A 14105676
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN JUNITA ELFRIDA CAPAH. Hubungan Antara Penetapan Harga Susu di Koperasi dengan Struktur Biaya Produksi dan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah. Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur. Di bawah Bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA.
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia sudah dimulai sejak akhir abad 19. Usahaternak di Indonesia pada umumnya masih usaha peternakan rakyat. Kendala utama dari peternak rakyat ini adalah kualitas susu yang rendah dan modal yang terbatas. Peternak bernaung di bawah koperasi dengan harapan bahwa akan terjaminnya penjualan susu yang mereka hasilkan. Pada kenyataannya, harga susu yang diterima peternak dari koperasi relatif tetap sementara harga faktorfaktor produksi yang digunakan dalam usahaternak sapi perah cenderung meningkat. Kondisi ini tidak lagi menguntungkan bagi peternak khususnya peternak anggota koperasi. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis struktur dan besaran biaya produksi usahaternak sapi perah; (2) Menganalisis pendapatan peternak usahaternak sapi perah dan titik impas atau Break Even Point (BEP) peternak anggota koperasi, dan (3) Menganalisis apakah harga susu yang ditetapkan koperasi kepada peternak anggotanya sudah mampu menutupi seluruh biaya produksi peternak. Penelitian ini dilakukan di KUD Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Pengumpulan data dilakukan sejak Bulan April sampai Mei 2008. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan pengurus koperasi dan peternak yang menjadi anggota koperasi. Data sekunder diperoleh dari laporan biaya bulanan dan laporan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis biaya produksi, analisis pendapatan dan analisis titik impas atau Break Even Point (BEP). Peternak responden dibagi menjadi tiga skala yaitu skala I (kecil), skala II (sedang), dan skala III (besar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, persentase pemilikan sapi laktasi di daerah penelitian masih di bawah 60 persen. Pemilikan sapi laktasi akan menentukan produksi dan besar kecilnya pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah. Produksi susu rata-rata di daerah penelitian adalah 8,58 liter per ekor per hari.
Struktur biaya tetap pada ke tiga skala adalah sama dengan biaya terbesar adalah biaya penyusutan ternak. Persentase biaya tetap terhadap biaya totalnya secara keseluruhan sebesar 11,24 persen. Struktur biaya variabel terbesar pada skala I adalah biaya tenaga kerja, sedangkan struktur biaya variabel terbesar pada skala II dan skala III adalah biaya pakan. Rata-rata biaya produksi total usahaternak sapi perah sebesar Rp 2.481,80 per liter susu. Semakin besar skala usahaternak sapi perah maka, biaya produksi rata-rata per liter susu akan menjadi semakin kecil. Penerimaan peternak anggota KUD Mandiri Cipanas terdiri dari penerimaan penjualan susu dan penerimaan dari penjualan sapi perah baik yang afkir, sapi betina atau pedet. Semakin besar skala usahaternak, maka semakin tinggi pula tingkat penerimaannya. Secara keseluruhan, semua peternak responden mampu menutupi seluruh biaya tunainya. Harga susu yang ditetapkan koperasi belum mampu menutupi seluruh biaya total peternak. Penerimaan penjualan susu pada peternak skala I dan skala II belum mampu menutupi seluruh biaya totalnya. Akan tetapi, dengan adanya penerimaan dari penjualan sapi maka peternak ini dapat menutupi seluruh biaya totalnya. Penerimaan penjualan susu pada peternak skala III sudah mampu menutupi biaya totalnya. Analisis R/C rasio penjualan susu atas biaya totalnya dan analisis titik impas menunjukkan bahwa secara keseluruhan, peternak di daerah penelitian mengalami kerugian karena harga susu per liter yang diterima peternak dari koperasi belum mampu menutupi biaya produksi susu per liternya. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka peternak pada skala yang lebih kecil tidak mampu melanjutkan usahaternak sapi perahnya. Saran yang diajukan dari penelitian ini adalah peningkatan penyuluhan dari KUD Mandiri Cipanas kepada peternak anggotanya dalam hal tatalaksana usahaternak sapi perah. Upaya penyuluhan ini seperti upaya peningkatan kualitas susu dan persentase sapi laktasi agar mencapai skala yang menguntungkan dengan memperhatikan umur beranak pertama, selang beranak, lamanya masa laktasi dan masa kering. Agar peternak anggotanya tetap semangat dan aktif, maka KUD Mandiri Cipanas harus memperhatikan biaya produksi peternak dalam menetapkan harga susu di KUD, sehingga peternak anggotanya tidak mengalami kerugian dengan memanfaatkan sebagian margin keuntungan KUD untuk menutupi biaya produksi susu peternak anggotanya. KUD juga bisa meningkatkan pemberian bantuan kredit usahaternak kepada peternak anggotanya untuk lebih memperbesar skala usahaternaknya sehingga mencapai skala yang lebih menguntungkan.
HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur
Oleh : JUNITA ELFRIDA CAPAH A 14105676
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH Studi Kasus Peternak Anggota Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas Kabupaten Cianjur Nama : Junita Elfrida Capah Nrp : A 14105676
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 130 804 891
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 19 Juni 1984. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara puteri dari Bapak Wahidin Capah, S.Pd dan Ibu Rosmaida Sinaga. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 030281 Sidikalang pada tahun 1996. Pada tahun 1999 menyelesaikan pendidikan menengah di SLTPN 2 Sidikalang dan tahun 2002 menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Sidikalang. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Diploma III melalui jalur USMI dan menyelesaikan pendidikan di Program Diploma III pada tahun 2005. Tahun 2006 penulis diterima pada Program Esktensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi guru private mata pelajaran Akuntansi dan Ekonomi SMU Kelas XI di Sekolah Pelita Harapan.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU TULISAN ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2008
Junita Elfrida Capah A 14105676
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur pada Tuhan Yesus atas segala berkat dan penyertaan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan Mama yang tercinta, atas segala doa, dukungan semangat dalam bentuk apapun, perhatian dan kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, banyak arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. 3. Ir. Asi Halomoan Napitupulu, MSc selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan masukan-masukan yang berarti untuk penulisan skripsi ini. 4. Ir. Yayah K. Wagiono, MEc selaku dosen penguji utama dalam ujian skripsi atas kritikan dan sarannya guna perbaikan skripsi ini. 5. Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji mewakili komisi pendidikan dalam ujian skripsi. 6. Bang Arif atas bantuan dana, Ivo dan Nciho atas doa dan dukungan semangatnya. 7. Siska atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar hasil penelitian. 8. Bapak Aan, Bapak Edi dan Bapak Ade sebagai petugas KUD atas segala bantuan dan dukungan selama penelitian. 9. Adik-adik di GreenHouse : Tia, Ivo, Yuni, Rima dan Dian atas kebersamaan dan selalu membuatku ceria.
10. Sahabat-sahabat terbaikku : Nova, Septi, Irene, Vera, Cici, Ka Ika dan Ka Angra atas kasih sayang dan persahabatan yang indah dengan kalian. Aku bangga punya sahabat seperti kalian. 11. Sanma untuk semua waktu, perhatian dan kasih sayangnya. 12. Teman-teman di Wisma Borobudur dan KMKE : Bang Juan, Joni, David, Majus, Hotna, Lustri dan teman-teman yang lain atas dorongan semangatnya.
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian. Salah satu usaha
peternakan adalah peternakan sapi perah sebagai penghasil susu. Susu merupakan komoditi peternakan yang penting untuk dikonsumsi karena mengandung sumber protein hewani dengan kandungan nilai gizi yang lengkap dan seimbang. Susu tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk susu sapi segar tetapi juga dalam bentuk susu olahan seperti susu bubuk, susu kental manis, yoghurt, keju dan mentega. Susu segar ini diperoleh dari peternak sapi perah kemudian diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu. Perkembangan usahaternak sapi perah di Indonesia sudah dimulai pada akhir abad 19, tepatnya tahun 1981 sampai tahun 1983. Kondisi usahaternak sapi perah pada umumnya masih peternakan rakyat yang diusahakan oleh rumah tangga. Lokasi peternakan pada umumnya berada di daerah pegunungan sehingga pemasaran susu menjadi lebih sulit karena sulitnya transportasi. Pembangunan sektor peternakan khususnya usahaternak sapi perah perlu dilakukan karena kemampuan pasok susu peternak lokal saat ini baru mencapai 25 persen sampai 30 persen dari kebutuhan susu nasional yang mencapai empat juta liter setahun (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kebutuhan konsumsi susu dalam negeri selama ini dipenuhi oleh impor dari beberapa negara seperti dari Australia dan Selandia Baru. Perkembangan ekspor dan impor susu Indonesia tahun 2001 sampai 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Impor Susu Indonesia Tahun 2001-2005 Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
Ekspor Susu Volume Nilai (ton) (US$ 000) 29.743,7 64.410,7 30.191,9 51.873,3 49.593,6 54.880,5 40.935,1 61.605,0 45.018,5 90.150,7
Impor Produk Susu Volume Nilai (ton) (US$ 000) 119.922,1 247.877,1 107.867,7 173.906,4 117.318,1 207.475,3 165.411,5 329.382,8 173.084,4 399.165,4
Sumber : Stasistik Peternakan (2006)
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun pemenuhan kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi dari impor. Volume impor tertinggi terjadi pada tahun 2005 yang meningkat sebesar 21,18 persen dari tahun 2004. Susu yang diimpor tersebut dalam bentuk Skim Milk Powder (SMF) dan Anhydrous Milk Fat (AMF) . Susu impor ini akan diolah kembali oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) dan hasilnya dikonsumsi di dalam negeri dan sebagian diekspor kembali dalam bentuk susu olahan. Volume ekspor Indonesia juga meningkat seiring dengan peningkatan impornya. Volume ekspor terbesar terjadi pada tahun 2003 yang meningkat sebesar 64,26 persen dari tahun 2002. Tahun 2004 volume ekspor turun sebesar 17,45 persen dari tahun sebelumnya dan naik kembali pada tahun 2005 sebesar 9,97 persen dari tahun sebelumnya. Besarnya volume impor Indonesia disebabkan produksi peternak lokal masih sangat rendah. Rendahnya produksi susu dipengaruhi oleh jumlah pemilikan ternak, produktivitasnya dan manajemen pemeliharaan ternak. Perkembangan populasi sapi perah, tingkat produksi dan konsumsi susu Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2. Populasi Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu Nasional Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun
Populasi (ekor)
Produksi (Ton)
Konsumsi (Ton)
2003 2004 2005 2006 2007*
373.753 364.062 361.351 369.008 377.772
553.442 549.945 535.960 616.548 636.859
1.021.802 1.237.986 1.291.294 1.354.235 1.430.258
*Angka sementara Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2007)
Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi sapi perah dari tahun 2003 hingga tahun 2005 mengalami penurunan yang diikuti juga dengan penurunan produksinya. Penurunan produksi ini diperkirakan karena rendahnya mutu pakan ternak yang diberikan. Pada tahun 2006 populasi sapi perah meningkat 1,05 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan produksinya meningkat 6,99 persen. Tahun 2007 diperkirakan populasi sapi perah dan produksinya meningkat sebesar 1,17 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan populasi dan produksi susu di Indonesia tetap belum mampu memenuhi konsumsi dalam negeri, karena konsumsi susu nasional Indonesia dari tahun 2003 sampai tahun 2007 terus meningkat. Peningkatan konsumsi susu dalam pemenuhan kebutuhan pangan yang terus meningkat merupakan akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan adanya peningkatan rata-rata pendapatan penduduk. Populasi sapi perah di sentrasentra peternakan sapi perah di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3.
3
Tabel 3. Populasi Sapi Perah di Jawa Barat Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
KABUPATEN/KOTA Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Depok Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Jumlah
JANTAN 592 366 222 6.042 1.690 12 792 63 621 157 36 0 4 205 3 25 173 0 0 11.003
SAPI PERAH BETINA 4.648 3.440 1.664 44.331 12.428 90 5.049 481 5.738 411 276 24 26 1.159 95 560 794 212 336 81.762
JUMLAH 5.240 3.806 1.886 50.373 14.118 102 5.841 544 6.359 568 312 24 30 1.364 98 585 967 212 336 92.765
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2007)
Tabel 3 menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung merupakan kabupaten dengan populasi sapi perah terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Jawa Barat pada Tahun 2006. Populasinya mencapai 54,3 persen dari total populasi sapi perah yang ada di Jawa Barat. Sentra peternakan sapi perah terbesar di Jawa Barat tersebar di Kabupaten Bandung (Lembang), Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, dan Kota Bogor. Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya dipelihara oleh peternak yang bernaung di bawah koperasi. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan
4
(Sitio dan Tamba, 2001). Koperasi yang bergerak di bidang pertanian adalah salah satu jenis koperasi yang berkembang di Indonesia. Koperasi ini pernah menjadi model pengembangan pada tahun 1960-an hingga awal tujuh puluhan, namun pada dasarnya koperasi yang bergerak di bidang pertanian di Indonesia diperkenalkan sebagai bagian dari dukungan terhadap sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia selalu didekati dengan pembagian atas dasar sub sektor seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Cara pengenalan dan penggerakan koperasi pada saat itu mengikuti program pengembangan komoditas oleh pemerintah, sehingga terbentuk koperasi pertanian, koperasi kopra, koperasi karet, koperasi nelayan dan lain-lain. Dua jenis koperasi yang tumbuh dari bawah dan jumlahnya terbatas ketika itu adalah koperasi peternak sapi perah dan koperasi tebu rakyat. Koperasi peternak adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari pengusaha dan buruh peternakan yang berkepentingan dan mata pencariannya langsung berhubungan dengan peternakan. Koperasi peternak didirikan sesuai dengan jenis ternaknya. Kegiatan usaha koperasi peternak meliputi: 1.
Mengusahakan pembelian bahan-bahan alat peternakan.
2.
Mengolah hasil peternakan menjadi barang bernilai tinggi. Misalnya, menyamak kulit, mengasinkan telur dan pasteurisasi susu.
3.
Penjualan hasil-hasil peternakan.
4.
Menyediakan kredit bagi para anggotanya.
5.
Memperbaiki teknik beternak, menyediakan obat-obatan, alat-alat peternakan, bibit ternak dan sebagainya.
6.
Menyelenggarakan pendidikan dan penyuluhan tentang peternakan.
5
Salah satu koperasi yang berperan penting dalam pengembangan peternak sapi perah di Kabupaten Cianjur adalah Koperasi Unit Desa (KUD) Mandiri Cipanas. KUD ini merupakan tempat bernaung peternak yang tersebar di Kecamatan Cipanas. KUD ini berperan dalam memberikan penyuluhan peternakan, kesehatan ternak, pengumpulan susu sampai ke pemasarannya.
1.2.
Perumusan Masalah Besarnya peluang usaha pada bidang usahaternak sapi perah untuk
memproduksi susu dan produk turunannya belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak di Indonesia karena beberapa kendala. Kendala utama peternak umumnya adalah informasi teknik produksi yang tidak memadai, letak peternak yang biasanya jauh dari IPS, bahan baku (susu) yang mudah rusak dan modal peternak yang terbatas untuk membeli alat pengolahan susu sebelum dijual ke IPS. Tahun 2005 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan BBM ini terus berlanjut hingga tahun 2008. Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya seluruh biaya input dari usaha peternakan. Salah satu input yang mengalami kenaikan adalah harga pakan. Kenaikan BBM ini juga diikuti oleh kenaikan biaya angkut pakan sehingga harga pakannnya semakin mahal. Kenaikan harga pakan dan biaya pengangkutannya membuat biaya produksi usahaternak sapi perah meningkat pula. Keadaan ini membuat peternak memilih alternatif pakan lain yang harganya jauh lebih murah, bahkan mungkin peternak hanya memberikan hijauan saja. Tujuan peternak mengganti pakan ini adalah untuk menghemat biaya produksi. Hal ini berdampak pada menurunnya kualitas dan produksi susu yang dihasilkan di Indonesia.
6
Kualitas susu yang rendah akan berdampak pada lemahnya posisi tawar peternak, sehingga tidak menggairahkan peternak dalam meningkatkan kuantitas produksi susu. Untuk mengatasi permasalahan di atas, peternak bergabung dalam wadah koperasi dengan harapan dapat meningkatkan daya tawar peternak terutama terhadap IPS sebagai pasar terbesar susu. Susu merupakan produk pertanian yang sangat mudah rusak sehingga membutuhkan perlakuan khusus agar tetap segar sampai ke konsumen. Koperasi berfungsi dalam menyediakan kemudahan akses informasi baik dalam hal teknis maupun teknologi, memberikan pelayanan kesehatan ternak, permodalan dan juga dalam pemenuhan kebutuhan input. Selain penyediaan sarana dan fasilitas dalam menangani produksi susu peternak, koperasi juga membeli susu dari peternak dengan harga yang layak. Tetapi harga pakan konsentrat yang semakin mahal tidak diikuti oleh peningkatan harga susu yang diterima peternak. Kondisi yang terjadi selama ini adalah, tidak ada informasi khusus yang dimiliki peternak mengenai kontribusi pendapatan dari usahaternak sapi perahnya bagi pendapatan rumah tangga peternak. Peternak selalu menganggap untung bila telah mendapatkan hasil dari usahaternaknya tanpa memperhitungkan faktorfaktor lain misalnya penggunaan tenaga kerja keluarga dan nilai penyusutan. Sehingga tidak ada pengambilan keputusan terbaik bagi kelangsungan usahaternak sapi perah yang dilakukan, akibatnya usahaternak yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berkembang. Tabel 4 menunjukkan harga susu segar di beberapa kabupaten sentra produksi susu di Indonesia.
7
Tabel 4. Harga Susu Segar di Beberapa Kabupaten Sentra Produksi Susu di Indonesia Bulan Desember 2007 sampai Februari 2008 (Rp/liter) Desember 2007 Kabupaten
Harga yang diterima
Januari 2008
Februari 2008
Harga yang diterima
Harga yang diterima
Harga Rata-rata Di tingkat Peternak
Peternak
Koperasi
Peternak
Koperasi
Peternak
Koperasi
Padang Panjang
4000
5000
4000
5000
4000
5000
Bogor
2000
3000
2000
3000
2000
3000
2000
Bandung
3000
3400
3000
3400
3000
3400
3000
Semarang
1750
2050
1900
2200
2000
2200
1883,33
2900
3500
2900
3500
2833,33
Sukabumi 2700 3500 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008)
4000
Tabel 4 menunjukkan bahwa harga susu segar rata-rata di Pulau Jawa yang diterima peternak dari koperasi berkisar antara Rp 1833,33 per liter sampai Rp 2833,33 per liter. Harga yang diterima koperasi dari IPS rata-rata Rp 3025 per liter. Selama tiga bulan terakhir, harga susu yang diterima peternak dan koperasi relatif tetap. Data terakhir dari USDMN (US Daily Market News), lima bulan pertama pada tahun 2007, kenaikan harga susu dunia mencapai 41,22 persen. Harga bahan baku susu impor yang dibeli IPS di Indonesia saat ini Rp 4800 sampai Rp 5000 per kg. Harga susu yang diterima peternak sebagai anggota koperasi dinilai lebih rendah dan bisa jadi tidak mampu menutupi biaya produksinya, sehingga dalam penelitian ini perlu diketahui biaya produksi usahaternak sapi perah. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana struktur dan besaran biaya produksi usahaternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas?
2.
Berapa pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah dan pada produksi susu berapa liter peternak tidak mendapatkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian?
8
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis struktur dan besaran biaya produksi usahaternak sapi perah.
2.
Menganalisis pendapatan peternak usahaternak sapi perah dan titik impas atau Break Even Point (BEP) peternak.
3.
Menganalisis apakah harga susu yang ditetapkan KUD Mandiri Cipanas kepada peternak anggotanya sudah mampu menutupi seluruh biaya produksi peternak.
9
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Usahaternak Sapi Perah Usahaternak di Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan pola pemeliharaannya, yaitu peternak rakyat, peternak semi komersil, dan peternak komersil. Peternak rakyat adalah peternak dengan cara pemeliharaan ternak yang tradisional. Pemeliharaan cara ini dilakukan setiap hari oleh anggota keluarga peternak dimana keterampilan peternak masih sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu terbatas. Tujuan utamanya untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. Peternak komersil dijalankan oleh peternak yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, dan sarana produksi dengan teknologi yang cukup modern. Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak dibeli dari luar dalam jumlah besar. Usahaternak sapi perah dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri. Pertama peternakan sapi perah rakyat, yaitu usahaternak sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Kedua perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usahaternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran (Sudono, 1999).
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), berdasarkan tipologi usaha peternakan sapi perah rakyat di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi : (1) Usaha peternakan sebagai usaha sampingan, dengan tingkat pendapatan kurang dari 30 persen; (2) Usaha peternakan sebagai usaha mix farming dengan tingkat pendapatan sebesar 30-70 persen; dan (3) Usaha peternakan sebagai usaha pokok dimana tingkat pendapatan
petani dari usaha ini dapat menghidupi
peternak secara layak. Erwidodo (1998), menyatakan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah diperkirakan terdiri dari 80 persen peternak kecil dengan pemilikan sapi perah kurang dari empat ekor, 17 persen peternak dengan pemilikan sapi perah empat sampai tujuh ekor, dan tiga persen pemilikian sapi perah lebih dari tujuh ekor. Peternakan sapi perah telah dimulai sejak abad ke 19 yaitu dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke 20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi Fries-Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi susu tertinggi di bandingkan sapi jenis lainnya (Sudono, 1999). Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini adalah skala usahanya kecil (dua sampai lima ekor), motif usahanya adalah rumah tangga, dilakukan sebagai sampingan atau usaha utama, masih jauh dari teknologi serta didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah.
11
2.2.
Produksi Susu Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), susu adalah hasil
pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah dewasa setelah melahirkan anak akan mampu memproduksi air susu melalui kelenjar susu, yang secara anatomis disebut ambing. Produksi air susu ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein yang tinggi. Produksi susu sapi perah mengikuti pola yang teratur setiap laktasi. Produksi susu akan naik selama 45-60 hari setelah sapi beranak hingga mencapai puncak produksi dan kemudian turun secara perlahan-lahan hingga akhir laktasi (Sudono, 1999). Masa laktasi adalah periode sapi sedang menghasilkan susu yang berlangsung selama 10 bulan, dari mulai setelah melahirkan hingga masa kering. Lama laktasi tergantung pada persistensi yang dipengaruhi oleh umur sapi, kondisi sapi saat beranak, lama masa kering sebelumnya, dan banyak makanan yang diberikan kepada sapi yang sedang laktasi. Kemampuan sapi dalam mempertahankan produksi susu disebut persistensi laktasi (Sudono, 1999). Sapi yang bunting 7 sampai 7,5 bulan harus dikeringkan (masa kering). Lamanya masa kering sebelumnya mempengaruhi produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya.
12
Kemampuan produksi sapi perah ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan dan pemberian pakan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi susu antara lain umur, musim beranak, masa kering, masa kosong, besar sapi, manajemen pemeliharaan dan pakan. Sapi-sapi yang beranak pada umur yang tua (lebih dari tiga tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur dua tahun. Kapasitas produksi susu sapi perah akan meningkat terus sampai umur enam sampai delapan tahun dan setelah itu akan menurun dengan penurunan yang semakin besar. Sapi perah umur dua tahun akan menghasilkan susu sekitar 70 sampai 75 persen dari produksi susu tertinggi sapi yang bersangkutan. Pada umur tiga tahun akan menghasilkan susu 80 sampai 85 persen, sedangkan umur empat sampai lima tahun menghasilkan susu 92 sampai 98 persen (Schmidt dan Hutjuers, 1998). Hasil penelitian Nurhayati (2000), menunjukkan bahwa produksi susu yang dihasilkan di Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung adalah 8 liter per ekor per hari untuk skala pemilikan ternak sebanyak satu sampai tiga ekor sapi laktasi, dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah tujuh liter per ekor per hari. Menurut Sudono (1999), produksi susu sapi perah di Indonesia umumnya masih rendah, yaitu hasil susu rata-rata per ekor per hari adalah 10 liter per hari dengan bangsa ternak Fries-Holland (FH). Pada umumnya pemerahan susu dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Jika jarak pemerahan sama, yaitu 12 jam maka jumlah susu yang dihasilkan pagi hari akan sama dengan jumlah susu sore hari. Setiap kali akan memerah susu, ambing dan tangan atau alat pemerah harus bersih agar susu yang dihasilkan bersih dan sapi tetap sehat.
13
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah menurut Sudono (1999), yaitu bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau masa birahi sapi, umur sapi, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan dan tata laksana pemberian pakan. Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar karena sifat susu segar sangat mudah rusak dan mudah terkontaminasi. Peralatan yang digunakan untuk menampung susu disebut milk can. Sebelum dimasukkan ke dalam milk can, susu harus disaring dahulu agar bulu sapi dan vaselin yang tercampur dengan susu tidak terbawa masuk ke dalam wadah. Selanjutnya susu dikirim ke pengumpul dan didinginkan. Pendinginan susu pada suhu empat derajat celcius bertujuan agar susu dapat bertahan lebih lama dan bakteri tidak mudah berkembang.
2.3.
Struktur Biaya Produksi dan Pendapatan Peternak Biaya produksi adalah nilai fisik penggunaan faktor produksi yang diukur
dengan nilai uang (Rahardja, 2000). Komponen biaya produksi usahaternak sapi perah adalah biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan kandang, penyusutan peralatan tahan lama, penyusutan ternak dan lahan tempat pengelolaan ternak yang dianggap sebagai biaya yang diperhitungkan sebagai sewa lahan. Biaya variabel terdiri dari biaya pakan, obat-obatan, penyusutan peralatan tidak tahan lama dan biaya untuk transportasi untuk membeli pakan atau memasarkan susu, air dan listrik. Menurut Sudono (1999) dalam usahaternak sapi perah, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel, terutama biaya pakan dan tenaga kerja. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan peternak juga dipengaruhi oleh masa kering dan masa laktasi sapi perah.
14
Hasil penelitian Nurhayati (2000) dengan judul Pendugaan Fungsi Biaya dan Analisis Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah di Wilayah KUD Mukti Kabupaten Bandung, menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap yang dikeluarkan peternak di Kecamatan Ciwidey dengan skala usaha satu sampai tiga ekor sapi laktasi adalah Rp 68.879 per peternak per bulan, dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah Rp 72.774 per peternak per bulan. Komposisi biaya tetap keseluruhan adalah biaya penyusutan kandang dengan rataan Rp 31.207 per peternak per bulan atau 5,82 persen, penyusutan ternak Rp 23.121 per peternak per bulan atau 4,31 persen, dan penyusutan peralatan tahan lama Rp 18.160 per peternak per bulan atau 3,38 persen dari total biaya. Biaya variabel untuk skala satu sampai tiga ekor sapi laktasi adalah Rp 365.270 per peternak per bulan dan untuk skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi laktasi adalah Rp 576.083 per peternak per bulan. Komposisi biaya variabel secara keseluruhan meliputi biaya pakan dengan rataan Rp 420.355 per peternak per bulan atau 78,37 persen, biaya tenaga kerja sebesar Rp 29.532 per peternak per bulan atau 5,51 persen, obat-obatan Rp 7.674 per peternak per bulan atau 1,43 persen, dan penyusutan peralatan tidak tahan lama sebesar Rp 6.356 per peternak per bulan atau 1,18 persen dari total biaya. Kecenderungan biaya variabel meningkat pada skala lebih dari atau sama dengan empat ekor sapi sesuai dengan jumlah ternak yang dimiliki. Ini berarti bahwa semakin besar skala usaha maka semakin besar biaya variabel yang dikeluarkan. Penelitian Sinaga (2003) dengan judul Pendugaan Fungsi Biaya Usahaternak Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi perah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, menjelaskan bahwa rataan pemilikan
15
sapi perah adalah 11,26 Satuan Ternak (ST) per peternak dengan pemilikan sapi laktasi 6,73 ST per peternak. Rataan biaya produksi per liter susu untuk peternak secara keseluruhan adalah Rp 1.117,44. Rataan produksi susu di lokasi penelitian adalah 1.829,01 liter per bulan dengan rataan produktivitas secara keseluruhan adalah 9,06 liter per ekor per hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha semakin tinggi produktivitas sapi laktasi. Produksi optimal dicapai pada saat produksi susu sebesar 6.002,98 liter per bulan. Rataan titik impas dicapai pada saat produksi susu 670,99 liter per bulan per peternak atau 99,70 liter per ekor per bulan atau pada saat penerimaan peternak hasil penjualan susu sebesar Rp 1.072.769,57 per peternak per bulan. Penelitian Anisa (2008) dengan judul Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa rata-rata peternak memiliki sapi laktasi kurang dari 10 ekor atau hanya 3,18 Satuan Ternak (ST) dari rata-rata kepemilikan sapi 4,03 ST. Rataan produksi susu di daerah penelitian adalah 14,68 liter per ekor per hari. Produksi susu yang dihitung meliputi jumlah susu yang dijual dan jumlah susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi terbesar yang dikeluarkan peternak adalah biaya pakan yaitu mencapai 54 persen pada peternak skala I dengan pemilikan sapi 3,91 ST, 69,17 persen pada peternak skala II dengan pemilikan sapi 3,91 ST dan 55,71 persen pada peternak skala III dengan pemilikan sapi 4,29 ST. Komponen biaya terbesar kedua dan ketiga secara berturut-turut adalah biaya pembelian ternak dan biaya tenaga kerja.
16
Penerimaan usahaternak sapi perah di derah penelitian yang paling utama adalah dari penjualan susu. Penerimaan sampingan usahaternak sapi perah di lokasi penelitian berasal dari penjualan ternak, penjualan karung, penjualan kotoran ternak, nilai perubahan ternak dan susu yang dikonsumsi oleh keluarga peternak. Rataan penerimaan usahaternak sapi perah adalah Rp 4.292.359,75 per peternak per bulan. Produksi susu optimal dicapai pada saat produksi susu ratarata 1362,26 liter per peternak per bulan dengan keuntungan maksimal sebesar Rp 1.843.983,11 per peternak per bulan. Kusminah (2003), melakukan penelitian dengan judul Manajemen dan Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Desa Cilebut Bogor. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa besarnya biaya total rata-rata per ST per tahun paling tinggi terdapat pada kelompok I (skala usaha sedang) yaitu sebesar Rp 3.397.905,34. Kelompok II (skala usaha sedang) sebesar Rp 2.663.646,05 sedangkan yang paling kecil adalah biaya pada kelompok III (skala usaha kecil) sebesar Rp 2.389.117,99. Kondisi ini terjadi karena manajemen pada kelompok I lebih buruk dari pada kelompok II dan III terutama manajemen dalam pemberian pakan, karena pemberian pakan konsentrat yang terlalu banyak akan menurunkan kadar lemak susu dan akan menimbulkan kerugian ekonomis, selain itu dalam kelompok I terdapat biaya tambahan untuk biaya tenaga kerja. Pendapatan rata-rata paling tinggi terdapat pada kelompok I sebesar Rp 7.696.144,61 per peternak per bulan atau Rp 292.262,35 per ST per bulan, kelompok II sebesar Rp 2.103.531,25 per peternak per bulan atau Rp 296.689,88 per ST per bulan dan kelompok III sebesar Rp 1.139.877,32 per peternak per bulan atau Rp 383.321,58 per ST per bulan.
17
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada analisis pendapatan, analisis R/C rasio dan lokasi penelitian yang berbeda. Pada penelitian ini, analisis pendapatan dibedakan menjadi tiga yaitu pendapatan penjualan susu atas biaya tunai, pendapatan penjualan susu atas biaya total dan pendapatan penjualan susu dan sapi atas biaya total. Analisis R/C rasio dibedakan menjadi tiga yaitu R/C dari penjualan susu atas biaya tunai, R/C rasio dari penjualan susu atas biaya total dan R/C rasio dari penjualan susu dan sapi atas biaya total.
2.4.
Peranan Koperasi bagi Peternak Sapi Perah Koperasi peternak adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari
pengusaha dan buruh peternakan yang berkepentingan dan mata pencariannya langsung berhubungan dengan peternakan. Koperasi peternak didirikan sesuai dengan jenis ternaknya, misalnya koperasi peternak sapi perah. Koperasi memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup usahaternak anggotanya. Manfaat yang diterima peternak dengan bergabung sebagai anggota koperasi adalah mendapatkan jaminan tempat penjualan susu dan mendapat fasilitas pelayanan kesehatan dan Inseminasi Buatan yang biayanya jauh lebih murah. Dengan bergabungnya peternak sebagai anggota koperasi diharapkan dapat meningkatkan daya tawar peternak. Koperasi sebagai tempat bernaung peternak juga berperan dalam memberikan penyuluhan peternakan tentang tatalaksana usahaternak sapi perah agar menjadi usaha yang menguntungkan bagi peternak.
18
III.
3.1.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usaha ternak. Menurut Rahardja (2000), produksi adalah penggunaan input, yaitu sesuatu yang diikutsertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output dari usaha yang dijalankan. Dalam menjalankan produksi diperlukan faktor-faktor produksi yang terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Lipsey et al (1989) menyatakan bahwa faktor produksi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan manusia yang terdiri dari: 1) Sumberdaya alam seperti tanah atau lahan, hutan dan barangbarang tambang; 2) Sumberdaya manusia termasuk mental dan fisiknya; 3) Semua alat-alat buatan manusia untuk meningkatkan produksi seperti peralatan dan mesin-mesin. Sumberdaya utama yang biasanya dimiliki seorang peternak adalah uang, tenaga, ternak, alat-alat peternakan, dan barangkali sebuah rumah. Semua faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi dibagi menjadi faktor produksi variabel, yaitu faktor produksi yang jumlahnya akan berubah jika output yang dihasilkan berubah, dan faktor produksi tetap, yaitu faktor produksi yang jumlahnya tidak akan berubah jika output yang dihasilkan berubah.
1.
Ternak Sapi Perah Sapi perah merupakan modal utama dalam usahaternak sapi perah. Sapi
perah yang dipelihara adalah sapi betina dewasa, sapi betina dara, sapi jantan dan pedet. Sudono (1999) mengemukakan bahwa jumlah produksi susu suatu usahaternak sapi perah ditentukan oleh jumlah sapi laktasi yang dimiliki. Untuk mencapai skala ekonomis yang paling menguntungkan, peternak sapi perah harus mempunyai sapi laktasi lebih dari 60 persen dari seluruh pemilikan sapi perahnya. Persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting yang tidak dapat diabaikan dalam tata laksana yang baik dalam suatu usahaternak untuk menjamin pendapatan peternak. 2.
Lahan dan Kandang Lahan dalam usahaternak sapi perah biasanya digunakan untuk tempat
mendirikan kandang dan dapat juga sebagai tempat menanam hijauan untuk pakan ternak. Dalam usaha ternak yang pemilikan sapi perahnya relatif kecil, lahan bukan merupakan faktor produksi yang dominan. Kandang adalah tempat penting untuk pemeliharaan ternak. Sudono (2002) menyatakan bahwa kandang sapi perah yang efektif harus dirancang untuk memenuhi persyaratan dan kenyamanan ternak dan mudah untuk dibersihkan. Persyaratan kandang yang sehat adalah cukup luas, alas dibuat padat/keras, ventilasi cukup, terang, bersih dan kering, tenang dan nyaman, ada saluran pembuangan kotoran dan memperhatikan kesehatan lingkungan.
20
3.
Pakan Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usahaternak sapi perah
adalah pemberian pakan. Sapi perah yang produksi susunya tinggi tidak akan menghasilkan susu yang sesuai dengan kemampuannya bila tidak mendapat pakan yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Cara pemberian pakan yang salah akan mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan kematian. Pakan sapi perah terbagi atas dua golongan yaitu bahan pakan berserat yaitu hijauan dan bahan pakan konsentrat. 4.
Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi utama. Tenaga kerja
dapat diperoleh dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Kegiatan yang pada umumnya dilakukan dalam pemeliharaan sapi perah adalah mencari dan mengarit hijauan makanan ternak, membuat kandang, memberi makan dan minum ternak, menjaga kesehatan ternak, mengawinkan dan seleksi ternak, mengumpulkan hasil (memerah susu), mengolah atau menyimpan hasil dan mengirimkan hasil untuk dijual. Penggunaan tenaga kerja dalam usahaternak umumnya diukur dengan jumlah hari. Dalam satu hari biasanya tenaga kerja bekerja delapan jam. Waktu bekerja dalam satu hari sering disebutkan sebagai satu Hari Kerja Pria (HKP). Jika yang bekerja adalah tenaga kerja perempuan dan anak-anak, maka akan dilakukan konversi hari kerja menjadi hari kerja pria. Satu hari kerja wanita dewasa setara dengan 0,8 hari kerja pria. Satu hari kerja anak-anak setara dengan 0,5 hari kerja pria. Hari kerja ini merupakan dasar ukuran penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan-kegiatan usahaternak.
21
5.
Obat-obatan dan Peralatan Program kesehatan pada usahaternak sapi perah harus dijalankan secara
teratur untuk menghindari penyakit yang biasa menyerang sapi perah seperti TBC, Brucellosis, penyakit mulut dan kuku, radang limpa dan lainnya (Sudono, 2002). Peralatan yang digunakan dalam usahaternak sapi perah adalah sabit, ember, sikat, sapu, selang, milk can dan sekop. Sekop digunakan untuk mengangkut kotoran, ember digunakan untuk menampung susu pada saat diperah, selang digunakan untuk memandikan sapi dan menyalurkan air ke kandang, milk can digunakan untuk tempat menampung susu yang telah diperah sebelum dipasarkan.
3.1.2. Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah Biaya dalam ilmu ekonomi adalah biaya kesempatan (Opportunity Cost). Konsep ini tetap dipakai dalam analisis teori biaya produksi. Biaya produksi adalah sejumlah kompensasi yang diterima pemilik faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (Rahardja, 2000). Menurut Rahim (2000), pengeluaran usahatani sama artinya dengan biaya usahatani. Biaya ini merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, disebut usahatani untuk petani, melaut untuk nelayan, dan beternak untuk peternak. Biaya usahaternak dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Variable Cost).
22
A.
Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Biaya Total Biaya tetap (Fixed Cost) umumnya diartikan sebagai biaya yang relatif
tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit. Selain itu, biaya tetap dapat pula dikatakan sebagai biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian, misalnya penyusutan peralatan dan gaji tenaga kerja jika tenaga kerjanya barasal dari luar keluarga. Contoh lain biaya tetap adalah sewa lahan dan alat peternakan. Biaya tidak tetap atau biaya variabel (Variable Cost) merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana produksi susu. Jika menginginkan produksi susu yang tinggi, faktor produksi pakan ternak perlu ditambah, dan sebagainya sehingga biaya itu sifatnya akan berubah-ubah karena tergantung pada komoditi pertanian yang akan dihasilkan. Menurut Soekartawi (1985), biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung dari jumlah produksi yang mencakup kandang, lahan, peralatan, dan pajak. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produk yang dihasilkan, makin besar biaya variabel yang diperlukan. Biaya ini meliputi biaya pakan, biaya obat-obatan dan vaksin, upah tenaga kerja dan biaya lainnya. Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang mencakup biaya tetap dan biaya variabel.
23
B.
Biaya Rata-rata dan Biaya Marjinal Biaya rata-rata adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi
satu unit output. Besarnya biaya rata-rata adalah biaya total dibagi jumlah output. Biaya total rata-rata (Average Total Cost) sama dengan biaya tetap rata-rata (Average Fixed Cost) ditambah biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost). Biaya marjinal (Marginal Cost) adalah tambahan biaya karena menambah produksi sebanyak satu unit output. Gambar 1 menunjukkan, kurva biaya tetap rata-rata, kurva biaya variabel rata-rata, kurva biaya marjinal dan kurva biaya total rata-rata.
Biaya (Rp) MC ATC P AVC
AFC Q Qc
. Gambar 1. Kurva Biaya Rata-rata, Kurva Biaya Tetap Rata-rata, Kurva Biaya Variabel Rata-rata, dan Kurva Biaya Marjinal Sumber : Rahardja (2000)
24
Gambar 1 menunjukkan kurva biaya total rata-rata (ATC) jangka pendek. Kurva ATC jangka pendek seringkali berbentuk huruf U. Ini menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata akan meningkat bila output rendah, tetapi pada tingkat output tertentu, produktivitas rata-rata mulai turun cukup cepat sehingga biaya variabel rata-rata meningkat lebih cepat daripada turunnya biaya tetap rata-rata. Bila hal ini terjadi, maka ATC akan naik. Biaya variabel (AVC) diperlihatkan oleh kurva yang kemiringannya positif, yang berarti bahwa biaya variabel total naik sebagai akibat dari naiknya tingkat output. Kurva biaya marginal (MC) digambarkan sebagai kurva yang menurun sampai ke satu titik minimum dan kemudian naik. Biaya marjinal menentukan tingkat produksi pada suatu harga yang berlaku. Kurva biaya marjinal memotong kurva ATC dan AVC pada titik minimumnya. Tingkat produksi yang dihasilkan pada suatu tingkat harga tertentu adalah sebesar Qc yang menunjukkan kondisi pada saat harga sama dengan biaya marjinal dan sama dengan penerimaan marjinal (P = MC = MR). Peternak menghadapi kurva biaya yang berbeda karena mempunyai struktur biaya yang berbeda pada tingkat harga susu tertentu. Ada tiga kemungkinan yang dialami peternak, yaitu laba, impas, dan rugi. Laba terjadi bila biaya total rata-rata (ATC) lebih kecil dari harga (P). Kondisi impas terjadi bila biaya rata-rata sama dengan harga, di mana laba per unit sama dengan nol. Kondisi rugi terjadi bila biaya rata-rata lebih besar dari harga. Kurva yang menunjukkan keseimbangan struktur biaya yang berbeda di antara peternak dengan tingkat harga susu yang sama, ditunjukkan pada Gambar 2.
25
Gambar 2. Keseimbangan Struktur Biaya yang berbeda di antara Peternak dengan Tingkat Harga Susu yang Sama
P
P
P 4
4
4
3 3 P
3 2
2
1 0
Q0
A
Keterangan : 1. Biaya tetap rata-rata (AFC) 2. Biaya variabel rata-rata (AVC) 3. Biaya total rata-rata (ATC) 4. Biaya marjinal (MC) 5. Harga yang berlaku (P) Sumber : Djojodipuro (1991)
26
2
Q
0
Q0
B
Keuntungan Kerugian
1
1
Q
Q
0
Q0
C
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada tingkat harga (P) yang sama dari koperasi, peternak dengan struktur biaya yang berbeda akan menghadapi kondisi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar A, Gambar B dan Gambar C. Keseimbangan peternak akan dicapai pada tingkat produksi di mana biaya marjinal sama dengan pendapatan marjinalnya (MC = MR). Gambar A, B dan C menggambarkan tiga kasus peternak yang mungkin terjadi dalam usahaternak sapi perah. Ketiga peternak menerima harga susu yang sama (P) yang diterima peternak dari koperasi. Gambar A menunjukkan peternak yang mendapat keuntungan karena seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan harga susu yang diterimanya. Gambar B menunjukkan peternak yang menderita kerugian. Tetapi harga yang diperoleh masih dapat menutupi biaya variabel rara-rata. Dalam jangka pendek, peternak masih dapat bertahan dalam usaha ternaknya. Gambar C menunjukkan keadaan peternak yang menderita kerugian parah. Peternak ini tidak dapat menutupi biaya variabel maupun biaya tetapnya. Peternak ini bisa jadi tidak dapat berproduksi lagi sehingga menghentikan usaha ternaknya. Dalam hal ini peternak berada pada posisi shut down point. Harga yang ditetapkan koperasi suatu saat bisa menyingkirkan peternak yang tidak bisa menutupi biaya produksinya, seperti yang dialami peternak pada Gambar C.
27
3.1.3. Pendapatan Pendapatan usahaternak merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan yang diterima merupakan balas jasa atas tenaga kerja baik yang berasal dari keluarga ataupun tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan anggota keluarga. Soekartawi (1985), mengemukakan beberapa defenisi yang berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan, yaitu : 1.
Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk.
2.
Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani .
3.
Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai.
4.
Penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
5.
Pengeluaran total usaha, yaitu semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.
6.
Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha. Pendapatan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah pendapatan
peternak atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya tunai yang benarbenar dikeluarkan peternak, baik biaya tetap maupun biaya variabel dan merupakan ukuran kemampuan peternak untuk menghasilkan uang tunai. Biaya
28
tunai adalah biaya yang dibayarkan peternak secara tunai, seperti biaya untuk tenaga kerja upahan, biaya untuk pemeliharaan ternak dan peralatan. Biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya untuk upah tenagakerja keluarga, dan biayabiaya penyusutan. Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dari total penerimaan
dikurangi
dengan
biaya
tunai
termasuk
biaya-biaya
yang
diperhitungkan. Biaya yang diperhitungkan adalah penggunaan tenaga kerja keluarga dan biaya imbangan atas sewa lahan milik sendiri. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan pendapatan besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan. Perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan peternak, dapat diukur dengan menggunakan analisis Return Cost (R/C) ratio. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang mungkin dihasilkan dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan dalam produksi. Secara teoritis, usaha dengan R/C sama dengan satu artinya usaha tidak untung dan tidak pula rugi. Jika R/C bernilai lebih besar dari satu, berarti penerimaan diperoleh lebih besar dari pada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan R/C bernilai lebih kecil dari satu, maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari pada penerimaan yang diperoleh.
29
3.1.4. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas (BEP) merupakan metode analisis keuntungan dengan melihat hubungan antara tingkat penjualan dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Dari analisis ini dapat dilihat pada tingkat produksi susu berapa, peternak tidak mengalami untung ataupun tidak mengalami rugi. BEP juga menjelaskan peranan harga susu yang diterima peternak terhadap tingkat pendapatannya. Gambar 3 menunjukkan tingkat BEP yang diperoleh peternak dengan biaya tertentu yang dikeluarkan peternak.
Rp TR2
TR1
TC P2 VC P
FC
0
QBEP 1
Q
Gambar 3. Kurva Break Even Point Sumber : Soekartawi (1985)
Kurva biaya tetap mendatar menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah produksi. Kurva biaya variabel menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat produktivitas dengan besarnya biaya. Kurva biaya total sejajar dengan kurva biaya variabel menunjukkan perubahan biaya total semata-mata ditentukan oleh perubahan biaya variabel (Rahardja, 2000).
30
Gambar 3 menunjukkan tingkat BEP yang diperoleh peternak pada sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksinya. Peternak akan memperoleh untung jika berproduksi diatas titik impas (diatas QBEP1). Total Revenue (TR 1) menunjukkan besarnya penerimaan yang diterima peternak pada tingkat harga P. Pada TR 1 titik impas yang diperoleh sebesar QBEP1, sehingga untuk memperoleh laba, peternak harus berproduksi diatas titk impas (QBEP1). Jika harga susu per liter naik menjadi P2 sementara produksinya tetap, maka kurva TR menjadi lebih tegak menjadi TR 2. Jika peternak menghadapi kondisi ini, maka peternak sudah mendapat untung jika berproduksi di bawah QBEP1. Laba rugi yang diterima peternak dipengaruhi oleh jumlah ternak, produktivitas ternak, biaya produksi, dan harga susu yang diterima peternak.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Unit usaha yang saat ini sedang dikembangkan KUD Mandiri Cipanas
adalah unit usaha sapi perah dan pemasaran susu. Susu yang diperoleh dari peternak dikumpulkan koperasi dua kali sehari. Setelah itu ditampung di koperasi dalam wadah yang didinginkan pada suhu empat derajat celcius sebelum dikirim ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Perhitungan biaya produksi di tingkat peternak dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah biaya produksi peternak telah dapat ditutupi dengan harga jual susu ke koperasi. Selain itu juga bertujuan untuk melihat tingkat pendapatan peternak atas biaya yang telah dikeluarkan selama proses produksi. Dari hasil ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan koperasi dalam penetapan harga susu segar di tingkat peternak, karena harga berkaitan dengan tingkat pendapatan peternak.. Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
31
-
Permasalahan yang dihadapi Peternak Letak Peternak Jauh dari IPS Susu Mudah Rusak Modal Usaha Peternak Terbatas Harga Pakan Konsentrat Naik sebagai Dampak Kenaikan Harga BBM Kualitas Susu yang Masih Rendah Populasi dan Produksi Masih Rendah H dit i t k l tif t t
Berpengaruh pada Biaya Produksi Peternak
Analisis Struktur Biaya : - Biaya Total - Biaya Tetap - Biaya Variabel
Analisis Pendapatan : -Pendapatan Bersih Peternak -Return Cost Ratio (R/C)
Analisis Produksi Peternak: - Break Even Point (BEP)
Bandingkan dengan
Harga Susu yang diberikan KUD Mandiri Cipanas kepada Peternak Anggotanya
Bahan Perbandingan KUD dalam Menetapkan Harga Susu bagi Peternak Anggotanya
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
32
IV.
4.1.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di KUD Mandiri Cipanas Kecamatan Cipanas
Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa KUD Mandiri Cipanas merupakan salah satu koperasi pengumpul susu segar yang berperan penting di Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, terhitung sejak Bulan April sampai Mei 2008.
4.2.
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan melalui wawancara dengan pengurus koperasi dan peternak yang menjadi anggota koperasi. Data sekunder diperoleh dari laporan biaya bulanan dan laporan Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Pengumpulan data dilakukan
dengan cara : (1) Melihat dan mengamati objek penelitian secara langsung mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian; (2) Melakukan tanya jawab dengan pengurus-pengurus koperasi untuk memperoleh informasi mengenai anggota, data penjualan, biaya-biaya dan lain-lain; (3) Mewawancarai peternak dengan memberikan kuisioner kepada peternak anggota koperasi untuk memperoleh informasi mengenai biaya produksi usahaternak sapi perah. Data sekunder lain diperoleh dari Dinas Peternakan Jawa Barat (data populasi ternak sapi perah), serta literatur dan tulisan yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
4.3.
Metode Penarikan sampel Pengambilan sampel sebagai responden dalam penelitian ini menggunakan
metode stratified sampling, yaitu populasi sampel dibagi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu (strata) dan anggota sampel ditarik dari setiap strata. Strara penarikan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada jumlah pemilikan sapi dewasa yaitu sapi laktasi, sapi kering kandang dan sapi jantan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang peternak anggota KUD Mandiri Cipanas yang diambil dari 110 peternak anggota KUD yang aktif. 110 peternak yang aktif ini terdiri dari 54 peternak dengan pemilikan sapi kurang dari 4 ekor sapi dewasa yang diklasifikasikan menjadi peternak skala I, sehingga diambil jumlah responden untuk skala I sebanyak 15 peternak. 31 peternak memiliki 4 sampai 6 ekor sapi dewasa yang diklasifikasikan menjadi peternak skala II, sehingga diambil jumlah responden untuk skala II sebanyak 9 peternak. 25 peternak memiliki lebih dari atau sama dengan 7 ekor sapi dewasa yang diklasifikasikan menjadi peternak skala III, sehingga diambil jumlah responden untuk skala III sebanyak 6 peternak.
4.4.
Metode Pengolahan Data
4.4.1. Analisis Struktur Biaya Data yang dikumpulkan terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan skala pemilikan
ternak
kemudian
disederhanakan
dalam bentuk
tabel
untuk
mempermudah penganalisaan. Selanjutnya data tersebut dianalisa untuk melihat karakteristik peternak dan gambaran usaha serta struktur biaya dengan analisis diskriptif. Penyusutan dihitung dengan Metode Garis Lurus.
34
1.
Biaya Penyusutan Kandang
NilaiAwalKandang − NilaiSisaKandang UmurEkonomis 2.
Biaya Penyusutan Peralatan NilaiBeliPerala tan− NilaiSisaPerala tan UmurEkonomis
3.
Biaya Penyusutan Ternak NilaiSapiPerahSampaiBeranakPertamakali − NilaiSapiPerahyangSudahTua UmurEkonomis / Masaproduktif
Biaya tetap atau Fixed Cost (FC) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n
FC = ∑ XiPxi i =1
Xi : banyaknya input ke-i Pxi : harga dari variabel Xi (input) Total biaya atau Total Cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau Fixed Cost (FC) dan biaya tidak tetap atau Variable Cost (VC), yang dirumuskan dengan: TC = FC + VC
4.4.2. Analisis Pendapatan dan Titik Impas Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai didasarkan kepada biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam bentuk uang, sedangkan pendapatan atas biaya total didasarkan atas semua biaya yang dikeluarkan, baik tunai maupun tidak tunai. Metode perhitungan pendapatan peternak dapat dilihat pada Tabel 5.
35
Tabel 5. Metode Perhitungan Pendapatan Peternak Sapi Perah Uraian Penerimaaan: Penerimaan penjualan susu Penerimaan penjualan sapi Total Penerimaan (A) Biaya Variabel: Pakan hijauan Dedak Ampas Obat-obatan Inseminasi Buatan Penyusutan peralatan tidak tahan lama Tenaga kerja keluarga Tenaga kerja luar keluarga Lainnya Total Biaya Variabel (B) Biaya Tetap: Penyusutan Ternak Penyusutan peralatan tahan lama Penyusutan kandang Sewa dan Pajak lahan Total Biaya Tetap (C) Pendapatan (A-B-C)
Tunai
Tidak tunai
Total
√ √ √
-
√ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √
Sumber : Soekartawi, 1985
Analisis pendapatan usahaternak selalu disertai dengan analisis efisiensi. Analisis ini mengukur efisiensi dari masing-masing usahaternak terhadap setiap penggunakan satu satuan unit yang memberikan kelipatan atau rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahaternak dari setiap mata uang yang dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan ini biasa disebut analisis Return Cost Ratio (R/C) yang merupakan perbandingan penerimaan dan biaya.
36
Analisis ini dapat dinyatakan dalam rumus:
Rasio R
Rasio R
C atasbiayatunai
C atasbiayatotal
=
TotalPenerimaan TotalBiayaTunai
=
TotalPenerimaan TotalBiayaTotal
Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahaternak tunai tersebut memberikan penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan layak secara finansial untuk dikembangkan. Sebalikkan, bila nilai R/C kurang dari satu maka penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan. Tingkat produksi pada saat titik impas, dihitung dengan rumus: BEP produksi (liter) =
TFC Py − AVC
BEP harga (Rp/liter) =
TC Y
atau
BEP penjualan (Rp) =
TFC 1 − TVC / TR
TFC : Total biaya tetap (Total Fixed Cost = Rp/bulan) TVC : Total biaya variabel (Total Variable Cost = Rp/bulan) TR : Total penerimaan (Total Revenue = Rp/bulan) yang merupakan perkalian antara jumlah produksi susu (liter) dikalikan dengan harga susu (Rp/liter) Py : Harga susu (Price = Rp/liter) AVC : Biaya variabel rata-rata (Avarage Variable Cost = Rp/liter) Y : Produksi susu (liter)
37
V.
GAMBARAN UMUM KUD MANDIRI CIPANAS
KUD Mandiri Cipanas pada mulanya berasal dari penggabungan Koperasi Serba Usaha (KSUD) dengan Koperasi Pertanian (KOPERTA) yang ada di wilayah Pacet. KUD Mandiri Cipanas Berdiri secara resmi sebagai badan hukum pada tanggal 13 Maret 1973 dengan nomor 5532A/BH/DK-10/11. Susunan kepengurusan KUD Mandiri Cipanas periode Tahun 2005-2008 adalah: Ketua
: Aan Supendi
Sekretaris
: Emong Usman
Bendahara
: Iis Melyani Ismail
Jumlah karyawan yang bekerja di KUD Mandiri Cipanas sebanyak 25 orang dan dua orang manajer unit usaha untuk unit usaha pembayaran listrik dan unit usaha sapi perah. KUD Mandiri Cipanas adalah koperasi yang bergerak di bidang pertanian. Salah satu unit usaha yang berperan penting bagi kelangsungan usaha koperasi adalah unit usaha sapi perah. KUD Mandiri Cipanas terletak di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, dengan topografi yang sebagian besar merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 1100 meter dari permukaan laut. Curah hujan pertahun mencapai 3042 mm yang menyebabkan daerah ini berhawa dingin sampai sedang dengan temperatur udara berkisar antara 16,3oC – 24,2oC dan kelembaban 88 persen. Peternak anggota KUD Mandiri Cipanas yang terdaftar sampai tahun 2007 berjumlah 141 peternak yang tersebar di enam kelompok wilayah pengumpulan susu. Ke enam kelompok tersebut adalah Garung I sebanyak 24 peternak, Garung II sebanyak 19 peternak, Campaka Mulya sebanyak 16 peternak, Sunda Jaya sebanyak 35 peternak, Sumber Jaya
sebanyak 22 peternak, dan Giat Jaya
sebanyak 25 peternak. Periode April tahun 2008, peternak yang aktif sebanyak 110 peternak. Sarana produksi yang disediakan oleh unit usaha sapi perah adalah menampung susu dari peternak, kemudian mengirim susu tersebut ke Industri Pengolahan Susu (IPS). KUD juga memberikan pelayanan kesehatan ternak yang dilakukan inseminator dari KUD. Selain itu KUD juga memberikan layanan penjualan konsentrat untuk pakan ternak, laboratorium, pelayanan kesehatan ternak dan Inseminasi Buatan. Sejak bulan Mei tahun 2007 sampai saat ini, satu-satunya IPS tempat penyetoran susu dari KUD adalah Cimory. Cimory adalah sebuah restoran yang berlokasi di Cisarua Puncak Jawa Barat. Koperasi hanya menyetorkan susu ke Cimory dengan pertimbangan bahwa harga yang diterima koperasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan IPS lain. Selain itu, lokasi KUD yang tidak begitu jauh dari Cimory sehingga resiko susu rusak selama perjalanan lebih kecil dan lebih menghemat biaya pengiriman susu dan urusan administrasi pembayaran yang lebih cepat. Populasi sapi perah yang terdaftar di KUD Mandiri Cipanas periode Desember tahun 2007 berjumlah 1.370 ekor. Perincian populasi sapi perah milik peternak anggota koperasi berdasarkan sapi laktasi, kering kandang, sapi dara, dan pedet dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara keseluruhan jumlah sapi perah terbesar yang terdaftar di KUD adalah sapi pedet berjumlah 440 ekor. Sapi betina dewasa berjumlah 388 ekor, sapi jantan dewasa 312 ekor dan sapi betina dara berjumlah 230 ekor.
39
VI.
6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak anggota
KUD Mandiri Cipanas. Karakteristik peternak dalam penelitian ini meliputi umur petenak, tingkat pendidikan, mata pencarian utama, dan pengalaman beternak seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik Peternak Sapi Perah Anggota KUD Mandiri Cipanas Menurut Skala Usaha No 1
2
3
4
Karakteristik Skala I Peternak Orang % Rataan Umur < 40 tahun 4 26,70 40 - 60 tahun 11 73,30 > 60 tahun Jumlah 15 100,00 Tingkat Pendidikan SD 12 80,00 SLTP SLTA 1 6,67 Perguruan Tinggi 2 13,33 Jumlah 15 100,00 Mata Pencaharian Utama Beternak Sapi 12 80,00 Beternak Ayam Bertani 1 6,70 PNS/Swasta 2 13,30 Jumlah 15 100,00 Pengalaman Beternak < 11 tahun 10 66,70 11 - 20 tahun 3 20,00 > 20 tahun 2 13,30 Jumlah 15 100,00
Skala II Orang %
Skala III Orang %
Keseluruhan Orang %
5 2 2 9
55,60 22,20 22,20 100,00
1 3 2 6
16,70 50,00 33,30 100,00
10 16 4 30
33,30 53,30 13,40 100,00
8 1 9
88,68 11,12 100,00
4 2 6
66,67 33,33 100,00
24 4 2 30
80,00 13,33 6,67 100,00
8 1 9
88,80 11,20 100,00
5 1 6
83,30 16,70 100,00
25 2 1 2 30
83,30 6,60 3,60 6,60 100,00
6 3 9
66,70 33,30 100,00
1 3 2 6
16,70 50,00 33,30 100,00
17 6 7 30
56,60 20,00 23,40 100,00
Sebaran umur peternak dengan persentase terbesar secara keseluruhan adalah 40 sampai 60 tahun dengan persentase 53,30 persen dari total responden. 80 persen dari total responden berpendidikan Sekolah Dasar dan sisanya adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan Perguruan Tinggi. Usaha ternak sapi perah di daerah penelitian pada umumnya adalah mata pencaharian utama. Berdasarkan
rataan mata pencaharian utama responden secara keseluruhan; 83,30 persen responden bermata pencaharian utama beternak sapi; 6,60 persen bermata pencaharian utama beternak ayam; 3,60 persen bermata pencaharian utama bertani dan 6,60 persen bermata pencaharian utama sebagai PNS dan pensiunan. Secara umum pengalaman beternak responden kurang dari 11 tahun. Pada skala I persensentase pengalaman beternak kurang dari 11 tahun adalah 66,70 persen, pada skala II sebaran pengalaman beternak kurang dari 11 tahun adalah 66,70. Pada skala III, 50 persen peternak memiliki pengalaman beternak antara 11 sampai 20 tahun. Dari data di atas dapat dilihat bahwa semakin besar skala usahaternak sapi perah maka tingkat pengalaman beternak makin diperlukan.
6.2.
Tatalaksana Usahaternak Sapi Perah
6.2.1. Populasi Ternak Responden Peternak anggota KUD Mandiri Cipanas pada umumnya memelihara induk sapi perah bangsa Fries Holland dan keturunannya, dengan kisaran bobot badan antara 350 sampai 450 kg. Secara keseluruhan, jumlah ternak yang dimiliki peternak responden adalah rata-rata satu sampai empat ekor sapi betina laktasi, satu ekor betina kering kandang, satu ekor jantan, dua sampai tiga ekor betina dara dan dua sampai tiga ekor pedet. Jumlah pemilikan sapi untuk masing-masing skala adalah skala I dengan rataan 3,2 ST per peternak, skala II dengan rataan 6,80 ST per peternak, dan skala III dengan rataan 15,83 ST per peternak. Secara keseluruhan, jumlah pemilikan sapi rata-rata per peternak adalah 9,67 ekor per peternak atau 6,83 ST per peternak. Pemilikan sapi perah (laktasi, kering, dara, jantan dewasa dan pedet) untuk masing-masing skala usaha dapat dilihat pada Tabel 7.
41
Persentase pemilikan sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tatalaksana yang baik suatu usahaternak untuk menjamin pendapatan peternak. Bila dilihat dari segi persentase pemilikan sapi laktasi masing-masing skala berturut-turut adalah 36,36 persen untuk skala I; 36,96 persen skala II dan 34,71 persen skala III. Secara keseluruhan pemilikan sapi laktasi sebesar 35,86 persen dengan pemilikan sapi laktasi rata-rata 3 sampai 4 ekor per peternak. Jumlah ini masih belum mencapai persentase yang menguntungkan, karena menurut Sudono (1999) peternakan sapi perah yang mempunyai sapi laktasi lebih dari 60 persen adalah yang paling menguntungkan. Secara keseluruhan, persentase sapi laktasi di daerah penelitian masih bisa ditambah untuk mencapai persentase yang menguntungkan dengan menunggu sapi kering kandang dan sapi dara mencapai masa produktifnya. Upaya untuk peningkatan persentase sapi laktasi sangat diperlukan melalui perbaikan tatalaksana usahaternak sapi perah seperti memperhatikan umur beranak pertama, selang beranak, lamanya masa laktasi dan masa kering. Peternak pada skala I dan skala II memiliki persentase yang tinggi untuk pemilikan pedet bila dibandingkan dengan pemilikan sapi kering, sapi dara dan sapi jantan yang mencapai 32,47 persen dari total pemilikan sapi pada skala I dan 35 persen pada skala II. Pada skala III persentase pemilikan sapi dara masih lebih besar jika dibandingkan pemilikan sapi kering, sapi jantan dan pedet. Dalam usahaternak sapi perah, pemilikan sapi laktasi merupakan sumber pendapatan utama, sedangkan pemilikan sapi yang tidak sedang laktasi bisa menjadi beban biaya.
43
6.2.2. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahaternak sapi perah. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan yang biasa dilakukan peternak dalam mengelola usahaternak sapi perah adalah mencari dan mengarit rumput atau hijauan, membersihkan kandang dan memandikan sapi, memberi makan dan minum, memerah sapi serta menyetorkan susu ke pengumpul. Kegiatan yang menyita waktu paling banyak adalah mencari dan mengarit rumput atau hijauan, karena biasanya peternak mencari pakan hijauan dari limbah pertanian. Peternak sapi perah anggota KUD Mandiri Cipanas, pada umumnya mengelola sendiri usahaternaknya dan dibantu beberapa orang tenaga kerja dari luar keluarga. Sehingga segala kegiatan yang menyangkut pemeliharaan sapi perah dikerjakan secara bersama-sama oleh peternak dan pekerjanya. Penggunaan jumlah waktu yang diperlukan tenaga kerja dalam usahaternak sapi perah setiap harinya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Jam Kerja dalam Kegiatan Usahaternak Sapi Perah Peternak Anggota KUD Mandiri Cipanas (Jam Kerja Pria Per Hari) No 1
Kegiatan Mencari dan Mengarit Rumput/hijauan 2 Membersihkan Kandang dan Memandikan Sapi 3 Memberi Makan dan Minum 4 Memerah Sapi 5 Menyetor Susu Jumlah
Skala I 2,54
Skala II 4,76
Skala III 7,90
Keseluruhan 4,99
2,24
4,53
7,28
4,78
1,97 0,48 0,69 7,82
4,08 0,94 0,75 15,06
6,19 1,75 0,86 23,98
4,09 1,70 0,76 16,32
44
Perhitungan efisiensi tenaga kerja pada usahaternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas diperoleh dengan melihat perbandingan antara jumlah sapi yang dimiliki dalam Satuan Ternak (ST) dengan jumlah jumlah curahan tenaga kerja dalam Hari Kerja Pria (HKP). Rataan efisiensi tenaga kerja usahaternak di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Efisiensi Tenaga Kerja Usahaternak Sapi Perah Peternak Anggota KUD Mandiri Cipanas No 1 2 3
Efisiensi Tenaga Kerja Rataan Pemilikan Ternak (ST) HKP/hari ST/HKP/hari
Skala I 3,2 0,97 3,29
Skala II 6,8 1,88 3,62
Skala III 15,83 2,99 5,29
Keseluruhan 6,83 2,04 3,34
Hasil perhitungan efisiensi tenaga kerja peternak responden skala I diperoleh rata-rata curahan kerja 0,97 HKP dengan rata-rata pemilikan sapi 3,2 ST. Maka rasio yang diperoleh adalah 3,29 ST/HKP/hari, yang artinya satu hari kerja pria dapat menangani 3 sampai 4 ekor sapi dewasa. Sama halnya dengan curahan kerja pada skala II dapat menangani 3 sampai 4 ekor sapi dewasa. Pada skala III di peroleh rasio 5,29 ST/HKP/hari yang artinya satu hari kerja pria dapat menangani 5 sampai 6 ekor sapi dewasa. Secara keseluruhan dari peternak responden di peroleh hasil bahwa rata-rata satu hari kerja pria dapat menangani 3 sampai 4 ekor sapi dewasa. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, curahan tenaga kerja meningkat dengan semakin meningkatnya skala usaha. Secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja di daerah penelitian belum efisien karena menurut Sudono (1999), penggunaan tenaga kerja dikatakan efisien jika satu hari kerja pria dewasa dapat menangani 10 sampai 12 ekor sapi dewasa.
45
6.2.3. Pemberian Pakan Ternak Peternak responden pada umumnya memberikan hijauan berupa rumput lapang, rumput gajah, grass king dan limbah pertanian berupa sisa - sisa tanaman wortel, batang padi dan batang jagung. Selain hijauan, peternak juga memberikan dedak sebagai ganti konsentrat, dan beberapa peternak menambahkan ampas tahu. Pemberian pakan pada umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Tetapi jika peternak memperoleh hijauan berlebih, pemberian hijauan dapat diberikan tiga kali sehari. Rata-rata peternak memberikan 30 sampai 40 kg hijauan per ekor sapi dewasa dan 5 kg dedak per ekor sapi dewasa dan 1 kg ampas per ekor sapi dewasa. Bahan hijauan diperoleh peternak dari lapangan dan lahan-lahan pertanian yang tersebar di sekitar tempat tinggal peternak.
6.2.4. Perkawinan dan Obat-obatan KUD Mandiri Cipanas menyediakan paramedis sebanyak tiga orang untuk memberikan layanan kesehatan ternak bagi para anggotanya. Jika peternak mengalami keluhan tentang sapi perahnya, maka peternak dapat langsung menghubungi petugas paramedis melalui telepon. Beberapa penyakit yang sering menyerang sapi perah di daerah penelitian adalah diare, mastitis, panas, cacingan dan kembung. Beberapa jenis obat-obatan yang digunakan adalah Injektamin untuk vitamin ternak, Verm-O untuk obat cacing, Dry Clox untuk sapi yang kering kandang, Mastilac untuk obat mastitis, Vidtoxy untuk antibiotik, Sulfidon untuk panas dingin, Ocytoxin untuk merangsang cepat lahir, Colibact untuk obat mencret dan Thimfanol untuk obat kembung.
46
minum sapi, memandikan dan membersihkan kandang. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa secara umum kebersihan kandang cukup baik Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari sebelum pemerahan dilakukan.
6.2.6. Produksi Susu Susu adalah produk utama dari usahaternak sapi perah. Jumlah susu yang dihitung dalam penelitian ini adalah susu yang dijual oleh peternak, baik yang dijual ke koperasi maupun yang dijual langsung ke konsumen. Rata-rata produksi susu peternak anggota KUD Mandiri Cipanas untuk masing-masing skala adalah 449,33 liter per bulan untuk skala I; 917,77 liter per bulan untuk skala II; 2184 liter per bulan untuk skala III. Produksi susu rata-rata per peternak secara keseluruhan adalah 893,73 liter per bulan. Produktivitas sapi perah untuk skala I adalah 8,05 liter per ekor per hari. Skala II adalah 8,11 liter per ekor per hari dan skala III adalah 10,4 liter per ekor per hari. Secara keseluruhan produktivitas rata-rata adalah 8,58 liter per ekor per hari. Dari hasil analisis data produksi dan produktivitas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala usaha, maka semakin besar pula produksi dan produktivitas sapi laktasi.
6.2.7. Pemasaran Susu Susu yang diperoleh peternak tidak seluruhnya disetorkan ke koperasi. Sekitar 15 persen dari produksi susu dijual peternak secara eceran langsung kepada konsumen, dengan harga Rp 3.000 sampai Rp Rp 5.000 per liter. Peternak yang tinggal tidak jauh dari koperasi memilih untuk mengantarkan sendiri
48
susunya untuk mencegah kemungkinan susu rusak sebelum dijemput oleh petugas pengumpul susu atau jika waktu pemerahannya tidak sesuai dengan jadwal pengumpulan susu dari koperasi. Sementara peternak yang tinggal jauh dari koperasi akan berkumpul di satu tempat untuk menyetorkannya kepada petugas pengumpul susu dari koperasi. Petugas pengumpul susu akan berkeliling dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pada saat pengumpulan susu, susu yang disetorkan peternak di uji alkohol 70 persen, kadar lemak dan berat jenisnya. Harga susu yang diterima peternak tergantung pada kualitas susu yang dihasilkan. Berdasarkan Rapat Anggota Peternak Sapi Perah KUD Mandiri Cipanas tanggal 15 Februari 2008, diputuskan bahwa bagi peternak yang kualitas susu di bawah Total Solid (TS) 10,0 persen akan ditolak setelah diberikan peringatan atau pembinaan. Harga susu yang diberikan KUD Mandiri Cipanas pada peternak anggotanya berkisar antara Rp 2.300 per liter dengan TS 11,3 persen sampai Rp 3.000 per liter dengan TS di atas 11,7 persen. Jika susu yang disetorkan peternak memiliki TS kurang dari 11,3 persen, maka akan dikenakan pinalty berupa pengurangan harga susu (Lampiran 2). Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata harga susu yang diterima peternak berkisar antara Rp 2.150/liter sampai Rp 2.700/liter. Harga berbeda yang diterima peternak disebabkan adanya pinalty. Perbedaan harga juga terjadi karena harga susu ditentukan oleh kualitas susu yang dinilai berdasarkan kadar lemak (fat) dan bahan kering tanpa lemak yang biasa disebut Solid Non Fat (SNF). Susu yang dikumpul dari peternak akan ditampung di koperasi dan disimpan dalam cooling unit pada suhu 4oC, sebelum di setorkan kembali ke Cimory. Pada hari-hari biasa, koperasi mengirimkan susu dua kali dalam
49
seminggu, tetapi pada hari besar dan hari libur, pengiriman bisa lebih dari dua kali seminggu. Bulan April tahun 2008, jumlah susu yang disetorkan peternak ke koperasi sebanyak 198.918 liter. Sebanyak 80 persen susu tersebut disetorkan ke Cimory dengan harga rata-rata Rp 3.100 sampai Rp 3.200 per liter. Dua persen susu tersebut diolah koperasi menjadi susu pasteurisasi dan dijual dengan harga Rp 2.500 per cup volume 240 ml, dan sisanya dijual ke beberapa restoran yang mengambil susu secara langsung ke koperasi dengan harga Rp 3.000 per liter. Kriteria yang harus dipenuhi koperasi dalam menyetorkan susu ke Cimory adalah uji alkohol 70 persen harus negatif, carbonat harus negatif, formalin harus negatif, uji organolepik harus normal, Ph tidak lebih dari 6,94, TS minimal 10,5 persen, peroksida harus negatif, tidak ada residu antibiotik dan tidak ada pemalsuan lain. Selain itu harga susu juga ditentukan oleh TS dan Total Plate Count (TPC). Susu yang baik kualitasnya adalah susu dengan TS yang tinggi dan TPC yang rendah.
6.3.
Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah Beberapa dasar perhitungan biaya produksi usahaternak sapi perah:
1.
Nilai kandang pada skala I sebesar Rp 3.000.000; skala II sebesar Rp 4.000.000; skala III sebesar Rp 5.000.000 dengan umur ekonomis masingmasing 10 tahun.
2.
Peralatan yang digunakan dalam usahaternak sapi perah adalah: Sabit seharga Rp 40.000 per buah, umur ekonomis 5 tahun. Sekop seharga Rp 30.000 per buah, umur ekonomis 5 tahun. Garpu seharga Rp 40.000 per buah, umur ekonomis 5 tahun. Selang seharga Rp 1.000 per meter, umur ekonomis 5 tahun.
50
Milk can 10 liter seharga Rp 320.000 per buah, umur ekonomis 10 tahun. Milk can 15 liter seharga Rp 370.000 per buah, umur ekonomis 10 tahun. Milk can 20 liter seharga Rp 420.000 per buah, umur ekonomis 10 tahun. Milk can 40 liter seharga Rp 520.000 per buah, umur ekonomis 10 tahun. Pikulan kayu seharga Rp 25.000 per buah, umur ekonomis 5 tahun. Ember seharga Rp 15.000 per buah, umur ekonomis 2 tahun. Sikat seharga Rp 6.000 per buah, umur ekonomis 6 bulan. Sapu lidi seharga Rp 1.500 per buah, umur ekonomis 2 bulan. Saringan seharga Rp 3.000 per buah, umur ekonomis 6 bulan. 3.
Nilai sapi perah sampai beranak pertama kali (laktasi 1) sebesar Rp 12.000.000. Nilai sapi tua yang tidak produktif lagi sebesar Rp 7.000.000. Umur ekonomis atau masa produktif sapi perah selama 7 tahun.
4.
Sewa dan pajak lahan didasarkan pada besarnya pajak yang dibayarkan peternak setiap tahunnya, masing-masing sebesar Rp 30.000 per tahun untuk skala I; Rp 50.000 per tahun untuk skala II; Rp 60.000 per tahun untuk skala III.
5.
Biaya rumput dihitung dari penggunaan tenaga kerja untuk mencari hijauan.
6.
Harga dedak pada saat penelitian sebesar Rp 1.400 per kg.
7.
Upah tenaga kerja dalam keluarga dihitung berdasarkan upah tenaga kerja luar keluarga dengan rata-rata upah sebesar Rp 300.000 sampai Rp 700.000 per orang per bulan.
51
Biaya produksi usahternak sapi perah terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dihitung dalam penelitian ini terdiri dari penyusutan kandang, penyusutan peralatan tahan lama, penyusutan ternak, sewa dan pajak lahan. Biaya variabel yang dihitung terdiri dari biaya rumput atau hijauan, biaya ampas, biaya obat-obatan, biaya Inseminasi Buatan, upah tenaga kerja dalam keluarga (TKD), upah tenaga kerja luar keluarga (TKL), biaya lainnya untuk listrik dan air dan biaya peralayan tidak tahan lama. Komponen biaya ini yang dibayarkan secara tunai adalah biaya dedak, biaya ampas, biaya obat-obatan, biaya Inseminasi Buatan, upah tenaga kerja luar keluarga (TKL), biaya lainnya, sewa dan pajak lahan. Sebagai anggota koperasi peternak diuntungkan dalam hal pemeliharaan kesehatan ternak sehingga, biaya untuk obat-obatan dan Inseminasi Buatan menjadi lebih murah.
6.3.1. Biaya Tetap (Fixed Cost) Hasil analisis biaya tetap menunjukkan bahwa persentase biaya tetap terhadap biaya totalnya secara keseluruhan sebesar 11,24 persen. Struktur biaya tetap terbesar secara keseluruhan adalah biaya penyusutan ternak. Biaya penyusutan ternak diperoleh dari pengurangan harga rata-rata sapi waktu pertama kali laktasi dengan harga sapi tua yang tidak produktif lagi kemudian dibagi dengan masa produktif sapi perah selama 7 tahun. Perhitungan biaya ini dilakukan atas pertimbangan bahwa produktivitas sapi perah yang cenderung menurun setelah melewati masa produktifnya seiring dengan pertambahan umur ternak tersebut.
52
Peternak pada skala I, skala II dan skala III memiliki struktur biaya tetap yang sama. Secara berturut-turut dari biaya terbesar sampai biaya terkecil adalah penyusutan ternak, penyusutan kandang, penyusutan peralatan tahan lama, sewa dan pajak lahan. Biaya penyusutan ternak secara keseluruhan sebesar 83,56 persen dari seluruh biaya tetapnya dan persentase biaya tetap sebesar 11,24 persen dari seluruh biaya total usahaternak sapi perah.
6.3.2. Biaya Variabel (Variable Cost) Hasil analisis biaya variabel menunjukkan bahwa persentase biaya variabel terhadap biaya totalnya secara keseluruhan sebesar 88,76 persen. Struktur biaya variabel secara keseluruhan dari terbesar sampai terkecil adalah biaya dedak, biaya rumput, upah TKL, upah TKD, biaya ampas, biaya Inseminasi Buatan, biaya lainya, biaya obat-obatan dan peralatan tidak tahan lama. Biaya pakan dalam penelitian ini terdiri dari biaya dedak dan biaya ampas. Biaya tenaga kerja secara keseluruhan terdiri dari biaya untuk rumput, biaya TKL dan biaya TDK. Biaya rumput menjadi komponen biaya tenaga kerja karena peternak di daerah penelitian tidak membeli rumput, tetapi mencari sendiri rumput tersebut, sehingga biaya rumput dihitung dengan pendekatan upah tenaga kerja untuk mencari rumput. Struktur biaya variabel pada ketiga skala usahaternak ini menunjukkan perbedaan. Pada skala I, upah TKD memiliki persentase sebesar 15,71 persen dari biaya totalnya, sedangkan upah TKL memiliki persentase sebesar 6,59 persen dari biaya totalnya. Perbedaan yang cukup besar ini menunjukkan bahwa pada skala I pemakaian tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dari pada pemakaian tenaga kerja luar keluarga. Pada skala II, upah TKD sebesar 3,85 persen dari biaya
53
totalnya dan upah TKL memiliki persentase sebesar 4,50 persen dari biaya totalnya. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga relatif sama. Pada skala III, upah TKL memiliki persentase 12,57 persen dari biaya totalnya, dan semua peternak pada skala ini menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Perbedaan struktur biaya variabel juga terlihat pada biaya pakan dan tenaga kerja. Pada skala I, struktur biaya variabel terbesar adalah biaya tenaga kerja sebesar 43,98 persen dari total biaya produksinya, yang merupakan penjumlahan dari persentase biaya rumput, biaya TKL dan TKD. Biaya kedua terbesar adalah biaya pakan sebesar 40,97 persen dari total biaya produksinya, yang merupakan penjumlahan dari persentase biaya dedak dan ampas. Pada skala II dan skala III, struktur biaya variabel terbesarnya adalah biaya pakan masingmasing sebesar 56,98 persen dari total biaya produksinya untuk skala I dan 51,76 persen dari total biaya produksinya untuk skala II. Struktur biaya produksi terbesar dari usahaternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas secara keseluruhan adalah biaya pakan. Biaya pakan terdiri dari biaya dedak dan biaya ampas sebesar 50,66 pesen dari biaya totalnya. Biaya produksi usaha ternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas dapat dilihat pada Tabel 10.
6.3.3. Biaya Total (Total Cost) Biaya produksi usahaternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Besarnya biaya produksi untuk skala I sebesar Rp 1.124.598,86 per peternak per bulan; skala II sebesar Rp 2.316.417,02 per peternak per bulan; dan skala III sebesar Rp
54
Selain
penanganan
kesehatan,
paramedis
juga
berperan
dalam
mengawinkan sapi dengan sistem Inseminasi Buatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara keseluruhan, peternak menggunakan inseminasi buatan untuk mengawinkan sapi perah. Rata-rata keberhasilan Inseminasi Buatan di daerah penelitian sebanyak satu sampai dua kali inseminasi sampai sapi perah menjadi bunting. Sapi-sapi jantan yang dipelihara peternak digunakan untuk tabungan. Sapi jantan akan dijual pada kisaran harga Rp 10.000.000 sampai Rp 12.000.000 per ekor, dan biasanya dijual untuk keperluan yang penting. Semen beku yang digunakan untuk Inseminasi Buatan diperoleh KUD dari Balai Inseminasi Buatan di Lembang Jawa Barat dan Balai Inseminasi Buatan di Singosari. Semen beku yang digunakan adalah produk lokal. Pembayaran untuk penanganan penyakit, pembelian obat-obatan, dan inseminasi buatan dilakukan pada tanggal 15 setiap bulannya pada saat peternak menerima pembayaran susu yang disetorkan, dengan cara memotong dari jumlah pembayaran susu yang diterima peternak setiap bulan. Pemotongan dilakukan sesuai dengan pelayanan yang diberikan dan obat-obatan yang digunakan peternak setiap bulan.
6.2.5. Perkandangan Sistem perkandangan di daerah penelitian relatif sama. Rata-rata luasan kandang untuk satu ekor sapi adalah 3 m2. Kandang terbuat dari semen, dinding setengah tembok dan atap dari genteng, seng atau asbes. Kandang dilengkapi tempat makan dan minum, dan setiap kandang memiliki saluran tempat pembuangan kotoran. Pada umumnya kandang-kandang peternak berdekatan dengan sungai, dan ini memudahkan peternak dalam memperoleh air untuk
47
4.804.177,83 per peternak per bulan. Secara keseluruhan rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan peternak sebesar Rp 2.218.059,14 per peternak per bulan. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan peternak untuk masing-masing skala sebesar Rp 55.272,13 per peternak per bulan untuk skala I; Rp 1.459.516,85 per peternak per bulan untuk skala II; dan Rp 3.176.178,55 per peternak per bulan untuk skala III. Secara keseluruhan, biaya tunai rata-rata yang dibayarkan peternak sebesar Rp 1.350.726,83 per peternak per bulan. Komponen biaya tunai ini adalah biaya sewa dan pajak lahan, biaya dedak, biaya ampas, biaya obatobatan, biaya Inseminasi Buatan, Biaya TKL, biaya lainnya dan peralatan tidak tahan lama. Biaya produksi per Satuan Ternak (ST) per hari untuk masing-masing skala adalah: skala I sebesar Rp 11.714,57 per ST per hari; skala II sebesar Rp 11.354,98 per ST per hari; dan skala III sebesar Rp 10.116,18 per ST per hari. Biaya produksi rata-rata secara keseluruhan sebesar Rp 10.825,08 per ST per hari. Dari perhitungan biaya total, maka dapat ditentukan biaya produksi usahaternak sapi perah per liter susu untuk masing-masing skala. Skala I sebesar Rp 2.502,83 per liter; skala II sebesar Rp 2.523,96 per liter; dan skala III sebesar Rp 2.199,71 per liter. Rata-rata biaya produksi secara keseluruhan sebesar Rp 2.481,80 per liter susu. Data di atas menunjukkan bahwa semakin besar skala usahaternak, maka biaya produksi rata-rata per liter susu akan menjadi lebih kecil.
55
6.4.
Penerimaan dan Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Penerimaan peternak anggota KUD Mandiri Cipanas terdiri dari
penerimaan penjualan susu dan penerimaan dari penjualan susu ditambah penjualan sapi baik sapi afkir, sapi jantan, sapi dara maupun pedet. Penerimaan susu yang dihitung adalah jumlah susu yang dijual rata-rata per bulan. Penerimaan penjualan sapi adalah jumlah penjualan sapi selama Bulan April tahun 2007 sampai Maret tahun 2008 dibagi 12 bulan, sehingga diperoleh rata-rata penerimaan penjualan sapi per bulan. Pendapatan peternak yang dihitung dalam penelitian ini terdiri dari pendapatan penjualan susu atas biaya tunai, pendapatan penjualan susu atas biaya total dan pendapatan penjualan susu ditambah dengan penjualan sapi atas biaya total. Pendapatan penjualan susu atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara penerimaan penjualan susu dengan biaya tunai usahaternak sapi perah. Pendapatan penjualan susu atas biaya total diperoleh dari selisih antara penerimaan penjualan susu dengan biaya total usahaternak sapi perah. Pendapatan penjualan susu dan penjualan sapi atas biaya total diperoleh dari selisih antara penerimaan penjualan susu dan penjualan sapi dengan biaya total usahaternak sapi perah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat penerimaan terbesar peternak pada skala I, skala II dan skala III berasal dari penjualan susu, sedangkan penerimaan dari penjualan sapi menjadi tambahan penerimaan bagi peternak. Rata-rata penerimaan, pendapatan dan rasio penerimaan dengan biaya atau Revenue Cost Ratio (R/C) dapat dilihat pada Tabel 11.
57
Tabel 11. Rata-rata Penerimaan, Pendapatan dan Rasio Penerimaan dengan Biaya atau Revenue Cost Ratio (R/C) No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10
Uraian Penerimaan Penjualan Susu (Rp/bulan) Penerimaan Penjualan Sapi (Rp/bulan) Biaya Tunai (Rp/bulan) Biaya Total (Rp/bulan) Pendapatan Penjualan Susu atas Biaya Tunai (Rp/bulan) Pendapatan Penjualan Susu atas Biaya Total (Rp/bulan) Pendapatan Penjualan Susu dan Sapi atas Biaya Total (Rp/bulan) R/C Penjualan Susu atas Biaya Tunai R/C Penjualan Susu atas Biaya Total R/C Penjualan Susu dan Sapi atas Biaya Total
Skala I
Skala II
Skala II
Keseluruhan
1055925,50
2156759,50
5132400,00
2100265,50
564166,62 555272,13 1124597,87
1073611,11 1459516,85 2316417,01
3687500,00 3176178,55 4804177,82
1341666,64 1350726,83 2218059,60
500653,37
697242,65
1956221,45
749538,67
-68672,37
-159657,51
328222,18
-117794,10
495494,25
913953,60
4015722,17
1223872,54
1,90
1,48
1,62
1,55
0,94
0,93
1,07
0,95
1,44
1,39
1,84
1,55
Tabel 11 menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata peternak dari penjualan susu lebih tinggi pada skala III. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skala usahaternak maka semakin tinggi pula tingkat penerimaannya. Secara keseluruhan, perbandingan antara penerimaan susu dengan penerimaan penjualan sapi adalah 1,56 : 1. Ini berarti bahwa penerimaan penjualan sapi memberikan pengaruh yang cukup besar bagi besarnya penerimaan peternak. Pendapatan penjualan susu atas biaya tunai yang dikeluarkan peternak menunjukkan bahwa semakin besar skala usahaternak, maka semakin besar pula pendapatan penjualan susu atas biaya tunainya. Secara keseluruhan pendapatan penjualan susu atas biaya tunainya sebesar Rp 749.538,67 per peternak per bulan. Pendapatan penjualan susu atas biaya total pada peternak skala I dan skala II menunjukkan nilai yang negatif. Ini berarti bahwa pendapatan penjualan susu
58
pada skala I dan skala II belum mampu menutupi seluruh biaya produksi usahaternaknya. Penjualan ternak sapi baik sapi jantan, sapi betina, sapi pedet dan sapi afkir merupakan penerimaan tambahan bagi peternak di daerah penelitian. Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa dengan adanya penjualan sapi, maka peternak dapat menutupi seluruh biaya produksi usahaternaknya. R/C rasio penjualan susu dan sapi atas biaya totalnya secara keseluruhan lebih besar dari satu, yaitu sebesar 1,55, sehingga di daerah penelitian penjualan sapi menjadi penerimaan yang berperan penting bagi besar kecilnya pendapatan peternak. Pendapatan penjualan susu atas biaya tunai yang dikeluarkan peternak secara keseluruhan sebesar Rp 749.538,67 dengan R/C rasio 1,55. Ini berarti bahwa setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan peternak, memberikan penerimaan sebesar Rp 1,55. Jika dilihat nilai R/C rasio penjualan susu atas biaya tunai pada skala I, menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari pada skala II dan skala III yaitu sebesar 1,90. Hal ini disebabkan oleh hampir seluruh peternak pada skala I tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga sehingga biaya tunai yang harus dibayarkan untuk upah tenaga kerja luar keluarga nilainya kecil. Jika dilihat dari R/C rasio penjualan susu atas biaya total, skala III memiliki nilai yang lebih besar dari satu yaitu 1,07 yang berarti bahwa setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan peternak skala III, akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,07. R/C rasio penjualan susu atas biaya total pada skala I dan skala II memiliki nilai yang kurang dari satu.
59
Hasil analisis biaya dan pendapatan menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah peternak anggota KUD Mandiri Cipanas secara keseluruhan mengalami kerugian. Penerimaan dari penjualan susu belum mampu menutupi seluruh biaya produksi usahaternak sapi perahnya.
6.5.
Titik Impas (Break Even Point) Perhitungan titik impas atau Break Even Point (BEP) digunakan untuk
mengetahui pada volume produksi berapa, peternak sapi perah tidak memperoleh untung ataupun tidak mengalami kerugian. Titik impas untuk masing-masing skala dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Titik Impas Masing-masing Skala Usahaternak Sapi Perah No 1 2 3 4 5
Uraian Produksi Aktual (liter/bulan) Harga susu aktual (Rp/liter) BEP Produk (Liter/bulan) BEP Penjualan (Rp/bulan) BEP Harga (Rp/liter)
Skala I 449,33 2350,00 853,08 2004824,51 2502,83
Skala II 917,77 2350,00 2211,68 5197512,01 2523,96
Skala III 2184,00 2350,00 1290,97 3033829,58 2199,71
Keseluruhan 893,73 2350,00 1694,06 3981303,93 2481,80
Tabel 12 menunjukkan bahwa harga rata-rata yang diterima peternak dari koperasi sebesar Rp 2350 per liter. Dari data produksi dan biaya produksi diperoleh hasil titik impas harga susu per liter pada skala I sebesar Rp 2502,83 dan skala II sebesar Rp 2523,96 dan skala III sebesar Rp 2199,71. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa peternak pada skala usaha yang besar telah mencapai titik impas sedangkan peternak pada skala usaha yang kecil tidak mencapai titik impas.
60
Harga susu per liter yang diterima peternak dari koperasi secara keseluruhan berada di bawah titik impas. Kondisi ini menunjukkan bahwa peternak mengalami kerugian karena biaya produksi per liter susu lebih besar jika dibandingkan dengan harga jual susu per liternya. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka dalam jangka panjang peternak yang tidak mampu menutupi biaya produksinya tidak akan mampu melanjutkan usahaternak sapi perahnya.
6.6.
Hubungan antara Penetapan Harga Susu di Koperasi dengan Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah Penetapan harga susu dari KUD Mandiri Cipanas kepada peternak
anggotanya, dimusyawarahkan dalam Rapat Anggota Koperasi. Penetapan harga ini disesuaikan dengan harga susu yang diterima KUD dari Cimory sebagai IPS tempat penyetoran akhir susu dan ditambah dengan biaya-biaya yang yang dikeluarkan KUD mulai dari pengumpulan susu dari peternak, penyimpanan susu sebelum susu tersebut di setorkan kembali ke Cimory sampai susu tersebut disetorkan. Harga susu yang diterima peternak dipengaruhi olah kualitas dan banyaknya susu yang disetorkan ke KUD. Kualitas susu akan menentukan apakah peternak mengalami pinalti atau tidak. Penalti yang diberikan dalam bentuk pengurangan harga susu per liternya, jika susu yang disetorkan peternak kualitas Total Solid (TS) nya berada diantara TS 10,00 sampai TS 11,00. Standar kualitas susu yang diterima di lapangan adalah berdasarkan uji alkohol susu tersebut harus negatif, uji rasanya harus normal, uji berat jenisnya sebesar 1,0230 persen dan uji temperaturnya sebesar 30oC.
61
Hasil analisis biaya produksi usahaternak yang dilaksanakan peternak anggota KUD Mandiri Cipanas menunjukkan bahwa biaya produksi susu rataratas per liternya lebih tinggi dari pada harga susu yang mereka terima dari koperasi. Rendahnya harga susu ini disebabkan rendahnya persentase pemilikan sapi perah yang sedang produktif (sapi laktasi), selain itu kualitas susu peternak juga masih rendah sehingga susu yang disetorkan peternak lebih sering dikenakan pinalti seperti pada Lampiran 2. Harga susu di tingkat KUD Mandiri Cipanas saat ini berkisar antara Rp 3.100 per liter sampai Rp 3.200 per liter. Besarnya biaya yang dikeluarkan KUD mulai dari pengumpulan susu, penyimpanan sampai kepada penyetoran susu berkisar antara Rp 500 per liter sampai Rp 600 per liter. Dari sini dapat dilihat bahwa margin keuntungan yang diterima KUD sebesar Rp 250 per liter susu. Dengan melihat kondisi kerugian yang dialami peternak, maka KUD sebagai tempat bernaungnya peternak dapat memanfaatkan besarnya margin keuntungan KUD untuk meningkatkan harga susu yang diterima peternak, sehingga biaya produksi rata-rata per liter susu dapat ditutupi.
62
Tabel 10. Rataan Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah Peternak Anggota KUD Mandiri Cipanas No A
Uraian
1
Biaya Tetap Penyusutan Kandang
2 3
Penyusutan Peralatan Tahan Lama Penyusutan Ternak
4
%
Skala II Rp/Peternak/bulan
%
Skala III Rp/Peternak/bulan
%
Keseluruhan Rp/Peternak/bulan
%
25000,00
2,22
37500,00
1,62
41666,67
0,87
32083,33
1,45
2513,05 115079,35
0,22 10,23
6365,81 224867,69
0,27 9,71
11166,00 416666,60
0,23 8,67
5399,00 208333,30
0,24 9,39
2500,00
0,22
4166,67
0,18
5000,00
0,10
3500,00
0,16
Jumlah Biaya Tetap
145092,40
12,90
272900,17
11,78
474499,27
9,88
249315,63
11,24
1
Biaya Variabel Rumput
243866,67
21,68
490000,00
21,15
1146000,00
23,85
498133,33
22,46
2 3
Dedak Ampas
447333,33 13333,33
39,78 1,19
1252777,78 67222,22
54,08 2,90
2426666,67 60000,00
50,51 1,25
1084833,33 38833,33
48,91 1,75
6098,13
0,54
7541,67
0,33
14495,50
0,30
8210,67
0,37
9930,27 176666,67
0,88 15,71
17569,40 89111,11
0,76 3,85
43923,55 0,00
0,91 0,00
19020,67 115066,67
0,86 5,19
74133,33
6,59
104222,22
4,50
603666,67
12,57
189066,67
8,52
4444,73 3700,00
0,40 0,33
10183,56 4888,89
0,44 0,21
27426,17 7500,00
0,57 0,16
10762,17 4816,67
0,49 0,22
979506,46
87,10
2043516,85
88,22
4329678,56
90,12
1968743,51
88,76
1124598,86
100,00
2316417,02
100,00
4804177,83
100,00
2218059,14
100,00
B
Sewa dan Pajak Lahan
Skala I Rp/Peternak/bulan
4
Obat-obatan
5 6
Inseminasi Buatan Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga
7
Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga
8 9
Lainnya Peralatan Tidak Tahan Lama Jumlah Biaya Variabel Total Biaya (A + B)
56
Tabel 7. Rataan Pemilikan Sapi Perah Peternak Anggota KUD Mandiri Cipanas Menurut Skala Usaha No 1
2
3
4
5
42
Karakteristik Sapi Laktasi Jumlah Seluruhnya Rataan/Peternak Kering Jumlah Seluruhnya Rataan/Peternak Jantan Dewasa Jumlah Seluruhnya Rataan/Peternak Dara Jumlah Seluruhnya Rataan/Peternak Pedet Jumlah Seluruhnya Rataan/Peternak TOTAL Rataan/Peternak
Ekor
Skala I ST
%
Ekor
Skala II ST
%
Ekor
Skala III ST
%
Keseluruhan Ekor ST %
28 1,86
28 1,86
36,36 -
34 3,77
34 3,77
36,96 -
42 7
42 7
34,71 -
104 3,47
104 3,47
35,86
3 0,20
3 0,20
3,90 -
6 0,66
6 0,66
6,52 -
21 3,50
21 3,50
17,36 -
30 1
30 1
10,34
1 0,06
1 0,06
1,30 -
4 0,44
4 0,44
4,35 -
16 2,66
16 2,66
13,22 -
21 0,70
21 0,70
7,24
20 1,33
10 0,66
25,97 -
21 2,33
10,50 1,16
22,83 -
22 3,66
11 1,83
18,18 -
63 2,13
32 1,06
21,72
25 1,66 77 4,91
6,25 0,42 48,25 3,2
32,47 100,00 -
27 3 92 10,22
6,75 0,75 61,25 6,80
29,35 100,00 -
20 3,33 121 20,16
5 0,83 95 15,83
16,53 100,00 -
72 2,40 290 9,67
18 24,83 0,60 205 100,00 6,83
VII.
7.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Struktur biaya tetap usahaternak skala I dengan pemilikan sapi perah 3,2
ST, skala II dengan pemilikan sapi perah 6,8 ST dan skala III dengan pemilikan sapi perah 15,83 ST adalah sama. Persentase terbesar biaya tetap atas biaya totalnya adalah penyusutan ternak. Struktur biaya variabel terbesar pada skala I adalah biaya tenaga kerja, sedangkan struktur biaya variabel pada skala II dan skala III menunjukkan hasil yang sama dengan biaya terbesar adalah biaya pakan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa semakin besar skala usahaternak, maka biaya produksi rata-rata per liter susu akan menjadi lebih kecil. Hasil
analisis
pendapatan
penjualan
susu
atas
biaya
tunainya
menunjukkan bahwa masing-masing skala memperoleh keuntungan. Tetapi jika dilihat dari pendapatan penjualan susu atas biaya totalnya, maka peternak pada skala I dan skala II mengalami kerugian karena biaya produksinya lebih besar daripada penerimaannya, sedangkan peternak pada skala III masih memperoleh keuntungan. Harga susu yang diterima peternak dari koperasi belum mampu menutupi seluruh biaya produksi peternak. Peternak pada skala I dan skala II mampu memenuhi seluruh biaya produksinya dengan cara menjual sapi perah, sehingga pendapatan peternak dari usahaternak sapi perah tidak hanya bersumber dari penjualan susu saja, tetapi dari penjualan sapi perah. Analisis R/C rasio penjualan susu atas biaya totalnya dan analisis titik impas menunjukkan bahwa peternak pada skala I dan skala II mengalami kerugian karena biaya rata-rata per liter susu masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga per liter susu yang diterima peternak. Peternak pada skala III masih
menguntungkan dan layak untuk tetap dijalankan. Secara keseluruhan peternak di daerah penelitian mengalami kerugian. Kondisi seperti ini dalam jangka panjang akan membuat peternak tidak mampu lagi menutupi biaya produksi dan tidak mampu melanjutkan usahaternak sapi perahnya.
7.2.
Saran Untuk mempertahankan usahaternak sapi perah tetap menguntungkan dan
layak untuk dijalankan, maka KUD Mandiri Cipanas harus meningkatkan program penyuluhan pada peternak anggotanya dalam hal tatalaksana usahaternak sapi perah. Upaya penyuluhan ini seperti upaya peningkatan kualitas susu dan persentase sapi laktasi agar mencapai skala yang menguntungkan dengan memperhatikan umur beranak pertama, selang beranak, lamanya masa laktasi dan masa kering. Agar peternak anggotanya tetap semangat dan aktif, maka KUD Mandiri Cipanas harus memperhatikan biaya produksi peternak dalam menetapkan harga susu di KUD, sehingga peternak anggotanya tidak mengalami kerugian dengan memanfaatkan sebagian margin keuntungan KUD untuk menutupi biaya produksi susu peternak anggotanya. KUD juga bisa meningkatkan pemberian bantuan kredit usahaternak kepada peternak anggotanya untuk lebih memperbesar skala usahaternaknya sehingga mencapai skala yang lebih menguntungkan.
64
DAFTAR PUSTAKA Anisa, Anis. 2008. Analisis Fungsi Biaya dan Efisiensi Usahaternak Sapi Perah di Wilayah Kerja KPSBU Lembang Kabupaten Bandung. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. 2008. Produktivitas Sapi Perah. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Direktorat Budidaya Peternakan, BAGRO Pembinaan Budidaya Ternak Pusat. Jakarta. ____________________________________ 2007. Air Susu dan Kesehatan. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Direktorat Budidaya Peternakan, BAGRO Pembinaan Budidaya Ternak Pusat. Jakarta. ____________________________________ 2006. Peternakan Sapi Perah Rakyat di Indonesia. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, Direktorat Budidaya Peternakan, BAGRO Pembinaan Budidaya Ternak Pusat. Jakarta. Djojodipuro, Marsudi. 1991. Teori Harga. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Erwidodo. 1998. Dampak Krisis Moneter dan Reformasi Ekonomi terhadap Industri Persusuan di Indonesia. Prosiding. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Kusminah, Inah. 2003. Manajemen dan Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Studi Kasus di Desa Cilebut Barat Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lipsey. Purvis. Steiner. Courant. 1991. Pengantar Mikroekonomi. Jilid Satu. Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta. Nurhayati. 2000. Pendugaan Fungsi Biaya dan Analisis Efisiensi Usaha Peternakaan Sapi Perah di Wilayah KUD Mukti Kabupaten Bandung. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahardja. 2000. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Rahim, Abdul. 2000. Ekonomi Pertanian Pengantar Teori dan Kasus. Penebar Swadaya. Jakarta.
65
Schmidt, G. H. L. D. Van Vleck dan M. F. Hutjuers. 1998. Principles of Dairy Science. 2nd Edition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs. Sinaga, M. R. 2003. Pendugaan Fungsi Biaya Usaha Ternak Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sitio dan Tamba. 2001. Koperasi, Teori dan Praktik. Erlangga. Jakarta. Soekartawi. 1985. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. _________ 2002. Budidaya Sapi Perah. Diktat Kuliah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
66
Lampiran 1. Data Populasi Sapi Perah KUD mandiri Cipanas Tahun 2007 (Periode Desember 2007) Sapi Betina Dewasa (Ekor) No
Kelompok Peternak
1 Sunda Jaya
Laktasi Bunting 48
T. Bunting Bunting Jumlah Bunting 64 10 122 25
Sapi Pedet (Ekor)
2 Sumber Jaya
14
27
1
42
10
26
36
26
58
84
99
261
3 Giat Jaya
35
65
1
101
17
38
55
41
41
82
53
291
3
32
2
37
10
30
40
84
84
130
110
317
21
59
6
86
16
34
50
23
23
51
15
202
121
247
20
388
78
152
230
190
250
440
312
1370
4 Campaka Mulya 5 Garung I/II Jumlah
Sumber : KUD Mandiri Cipanas (2008)
67
Kering Kandang
Sapi Total Jantan Populasi Dewasa Sapi T. Bunting Jumlah Betina Jantan Jumlah (Ekor) (Ekor) 24 49 49 44 93 35 299
Sapi Dara (Ekor)
68