DAMPAK PENURUNAN HARGA SUSU TERHADAP AGRIBISNIS SAPI PERAH RAKYAT Impacts of Decreasing Milk Price on Small Scale Dairy Farming Atien Priyanti dan I G A P Mahendri Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Padjadjaran, Bogor
ABSTRACT The decreasing milk price in the international market within the last two years has caused a decreasing milk price at the farm level in Indonesia. This study was conducted to analyze the impacts of the decreasing milk price on dairy farmer household income and their working time allocation. The primary data was collected through a survey of 177 farmers in the province of West Java, DIY, Central Java and East Java during the period of July to August 2008. A simultaneous equation model estimated with 2SLS method was used for the analysis. The results show that milk price significantly affects milk production and hence income from dairy farming. The income then positively influences the dairy farming time allocation of the household members, and negatively affects working time allocation for non dairy farming. The simulation analysis shows that a 10 percent decrease in milk price will decrease the farmer households income up to 28 percent. This indicates that decreasing milk price at farmers level will shift the working time allocation of the farmers to non dairy farming. Its recommended that the government to set up a regional based milk floor price policy. Key words : milk price, farmers income, simulation analysis
ABSTRAK Penurunan harga susu di pasar internasional selama dua tahun terakhir telah mengakibatkan turunnya harga susu di tingkat peternak. Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui dampak penurunan harga susu terhadap agribisnis sapi perah rakyat, ditinjau dari aspek pendapatan rumah tangga dan alokasi waktu kerja peternak sapi perah. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap 177 peternak sapi perah di Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2008. Model persamaan simultan dan analisis simulasi dilakukan pada studi ini, sekaligus untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga peternak sapi perah serta dampak perubahan yang terjadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa harga susu berpengaruh sangat nyata terhadap produksi susu yang dihasilkan yang bermuara pada pendapatan dari usaha sapi perah. Pendapatan ini akan berpengaruh positif terhadap curahan waktu kerja usaha sapi dari anggota keluarga peternak dan berpengaruh negatif terhadap curahan waktu kerja untuk usaha non sapi perah. Simulasi penurunan harga susu sebesar 10 persen menyebabkan turunnya pendapatan total rumah tangga petani sebesar 28 persen. Hal ini menunjukkan bahwa turunnya harga susu mendorong lebih mencurahkan kegiatannya pada usaha non sapi. Disarankan agar pemerintah memberlakukan kebijakan harga dasar susu menurut wilayah. Kata kunci : harga susu, pendapatan peternak, simulasi
Atien Priyanti dan I G A P Mahendri
PENDAHULUAN
Perkembangan harga bahan baku produk susu di pasar internasional menunjukkan penurunan yang sangat signifikan selama 2 tahun terakhir. Pengamatan pada periode Januari 2008 sampai dengan April 2009 menunjukkan bahwa rata-rata harga 1,25 persen butter fat skim milk powder mengalami penurunan sebesar 116 persen, yaitu dari US$ 4275/MT menjadi US$ 1975/MT. Hal yang hampir sama juga terjadi pada rata-rata harga whole milk powder yang mengalami penurunan sampai 123 persen, dari US$ 4600/MT menjadi US$ 2062,5/MT pada periode yang sama (International Dairy Market, 2009). Penurunan harga bahan baku susu ini kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan volume perdagangan dunia yang relatif stagnan, adanya trend penurunan harga komoditas produk pertanian di pasar global, serta kecenderungan menurunnya perekonomian pasar ekspor utama Indonesia (USA). Penurunan harga bahan baku susu dunia di dalam negeri sampai dengan bulan Oktober tahun 2008 belum direspon secara nyata oleh industri pengolah susu (IPS) yang merupakan mayoritas pembeli susu segar dalam negeri (SSDN) di tingkat peternak. Dari 9 kota/kabupaten sentra produksi susu, harga di tingkat peternak masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Rata-rata harga nasional meningkat dari Rp 2.661/lt menjadi Rp 3.125/lt. Rata-rata harga susu terendah adalah Rp 1.900/lt sampai Rp 2.600/lt, sedangkan rata-rata harga susu tertinggi mencapai Rp 3.875/lt sampai Rp 4.000/lt (Departemen Pertanian, 2008). Harga susu di tingkat peternak ini sesuai dengan standar total solid 12 persen serta rataan kadar lemak dan berat jenis berturut-turut sebesar 4,1 persen dan 1,0255 0 (dasar suhu rataan 30-32 C), dengan sebagian besar rataan total plate count, jumlah kandungan bakteri dalam setiap ml susu berkisar antara Grade I (0 - ≤0,5 juta) dan Grade II (> 0,5 - ≤ 1 juta). Sejak bulan Nopember 2008, harga susu di tingkat peternak cenderung menurun sampai sekitar Rp 2700/l. Pada pertengahan bulan Januari 2009 salah satu IPS telah menurunkan harga pembelian susu segar dari para peternak sebesar Rp 200 per kg. Hal ini dilakukan dengan penyesuaian nilai premium daya saing susu segar dari Rp 700 per kg menjadi Rp 500 per kg dengan kadar total solid minimal 12 persen. Kesepakatan antara GKSI dan salah satu IPS di Jawa Timur pada tanggal 3 Mei 2009 menyatakan bahwa harga beli SSDN turun sebesar Rp 150/lt dan diberlakukan tanggal 11 Mei 2009. Sementara itu, bagi lain di Jawa Tengah/DIY dan Jawa Barat menurunkan harga belinya sebesar Rp 100/lt. Bersamaan dengan situasi tersebut, menurut GKSI harga riil susu yang ditetapkan oleh IPS di beberapa koperasi turun berkisar Rp 200/lt – Rp 400/lt (Setiadi, 2009). Di Indonesia sebagian besar susu dihasilkan oleh peternakan rakyat yang tersebar di beberapa sentra produksi. Sebagian besar susu disetor ke IPS yang akan mengolah menjadi susu bubuk, susu kental manis, susu pasteurisasi, keju, mentega dan lain-lain. Hubungan kerjasama antara peternak dengan IPS umumnya melalui koperasi. Departemen Perindustrian (2009) menyatakan bahwa konsumsi produk susu dominan dalam bentuk susu bubuk (43,3%) yang diikuti
266
Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat
oleh susu kental manis (20,4%). Penggunaan produk susu dalam produk lain seperti biskuit, ice cream, permen, coklat, dan lain-lain juga cukup tinggi mencapai 27,5 persen. Konsumsi susu segar mencapai 8,5 persen meliputi UHT (4,6%), susu sterilisasi (2,7%) dan susu pasteurisasi (1,2%). Hal ini menunjukkan bahwa masih besar peluang untuk meningkatkan konsumsi susu segar untuk semua jenis. Konsumsi susu segar relatif lebih kecil dibandingkan dengan susu bubuk dan susu kental manis karena faktor kemasan susu UHT dan susu steril botol yang relatif mahal dibandingkan dengan isi yang dikemas, sedangkan penggunaan kapasitas terpasang pabrik cukup rendah. Peluang meningkatkan produksi dan konsumsi susu segar perlu diimbangi dengan kondisi harga susu segar dalam negeri (SSDN) di tingkat peternak. Harga susu segar yang rendah berpotensi menghancurkan agribisnis sapi perah. Peternak tidak lagi termotivasi untuk mengusahakan sapi perah, dan dapat mengalihkan usaha tersebut ke usaha lain seperti usaha sapi potong yang dipandang lebih menguntungkan. Implikasinya adalah populasi sapi perah yang diharapkan untuk terus meningkat tidak akan terjadi, dan bahkan beberapa sentra usaha sapi perah di Pulau Jawa terancam terpuruk. Sampai dengan akhir tahun 2008, produksi susu nasional mencapai 574 ribu ton dengan Jawa Timur sebagai pemasok terbesar (44%) dan diikuti oleh Jawa Barat (39%) (Ditjen Peternakan, 2008). Daya saing usaha sapi perah harus ditingkatkan melalui peningkatan efisiensi usaha, seperti: skala usaha, biaya produksi dan usaha yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.
METODOLOGI
Rendahnya harga susu akhir-akhir ini tidak dapat memotivasi peternak sapi perah untuk mengembangkan usahanya. Harga output merupakan faktor utama yang menentukan dalam suatu unit usaha produksi. Dalam komoditas susu, struktur pasar oligopsoni turut mempengaruhi pembentukan harga susu di tingkat peternak. Pemasaran susu segar yang dihasilkan peternak sebagian besar diserap oleh beberapa IPS dalam struktur pasar oligopsoni sehingga posisi tawar peternak dalam penetapan harga susu menjadi sangat lemah. Harga susu segar pada tingkat peternak sangat rendah dan tidak memotivasi peternak dalam upaya peningkatan kuantitas dan kualitas produk susu, yang selanjutnya menjadi penghambat pengembangan industri sapi perah nasional. Penurunan harga susu berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga peternak melalui penurunan produksi susu. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan alokasi waktu kerja dari usaha sapi perah ke usaha non sapi perah. Adanya perubahan ini memberikan dampak terhadap usaha sapi perah yang diindikasikan dengan adanya perubahan pendapatan rumah tangga petani dari usaha sapi perah dan usaha lainnya, baik dalam usaha tani maupun off farm. Dalam jangka panjang hal ini sangat berpengaruh terhadap agribisnis sapi perah secara nasional dan upaya-upaya yang telah dilaksanakan selama ini untuk meningkatkan produktivitas dan produksi sapi perah menjadi sia-sia.
267
Atien Priyanti dan I G A P Mahendri
Data dan Pemilihan Responden Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara dengan peternak sapi perah. Survei dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2008 Data diperoleh langsung dari rumah tangga peternak melalui teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi: (1) karakteristik rumah tangga peternak, (2) penguasaan lahan dan ternak sapi perah serta masing-masing produksinya, (3) penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi perah, dan (4) komponen pendapatan usaha sapi perah. Sejumlah 177 peternak yang dipilih secara acak telah diwawancara sebagai responden. Penentuan provinsi dan kabupaten dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, meliputi empat provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur, yang merupakan daerah sentra produksi susu sekaligus memiliki populasi sapi perah terbesar di Indonesia. Masing-masing provinsi dipilih dua kabupaten yang mewakili agro ekosistem dataran rendah dan dataran tinggi. Jawa Barat diwakili oleh Kabupaten Bandung Utara, Bandung Selatan dan Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Tengah diwakili oleh Kabupaten Boyolali dan Klaten, Provinsi DIY diwakili oleh Kabupaten Sleman, serta Kabupaten Pasuruan dan Malang yang mewakili Provinsi Jawa Timur.
Model Analisis Analisis terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga peternak sapi perah dikelompokkan dalam tiga blok, yakni (1) produksi, (2) alokasi curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha ternak, dan (3) alokasi curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Model persamaan simultan dua tahap/Two Stage Least Squares (2SLS) dipergunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis hubungan keterkaitan antara peubah-peubah tersebut. Model persamaan simultan dapat dituliskan sebagai berikut: 1) PRODi = a0 + a1 PSUSU i + a2 JTRKi + a3 JGDHi + a4 CKUSi + a5 LAKTi + a6 JAKi + e1 ............................................................... (1) dimana:
268
PROD
: produksi susu (l/hari)
PSUSU
: harga susu segar di tingkat peternak (Rp/liter)
JTRK
: jumlah pemilikan sapi perah (ekor)
JGDH
: jumlah sapi perah gaduhan (ekor)
CKUS
: curahan waktu kerja untuk usaha sapi perah (jam/tahun)
LAKT
: periode laktasi (bulan)
JAK
: jumlah angkatan kerja keluarga (orang)
Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat
e
: error term
i = 1,2...177
: jumlah pengamatan responden
Hipotesis: a1, a2, a3, a4, a5, a6 > 0
2). CKUSi = b0 + b1 YUSi + b2 UMURi + b3 CKULi + b4 JAKi + .. b5 YULi + b6 LHNi + e2 ................................................................ (2) dimana: YUS
: pendapatan usaha sapi perah (Rp/tahun)
UMUR
: umur responden (tahun)
CKUL
: curahan waktu kerja untuk usaha lain (jam/tahun)
YUL
: pendapatan rumah tangga non sapi perah (Rp/tahun)
LHN
: luas lahan (m )
e
: error term
i = 1,2...177
: jumlah pengamatan responden
2
Hipotesis: b1, b2, b4, b5 > 0; b3, b6 < 0
3). CKULi = c0 + c1 RTKULi + c2 JAKi + c3 UMURi + c4 YRTi + e3 ................... (3) dimana: RTKUL
: penerimaan di luar usaha sapi perah (Rp/tahun)
YRT
: pendapatan total rumah tangga (Rp/tahun)
e
: error term
i = 1,2...177
: jumlah pengamatan responden
Hipotesis: c1, c2, c3 > 0; c4 < 0 Persamaan identitas meliputi:
4). YRT = YUS + YUL ....................................................................................... (4) Simulasi model persamaan simultan dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan beberapa peubah yang dianggap relevan dengan penerapan suatu kebijakan pemerintah, atau sebagai peubah yang dianggap penting diketahui dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga peternak sapi perah. Salah satu kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar dengan menentukan harga output dan harga input produksi usaha tani. Dampak dari penurunan harga SSDN sebesar 10 persen ingin diketahui pada penelitian ini.
269
Atien Priyanti dan I G A P Mahendri
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Peternak Sapi Perah Jumlah anggota keluarga peternak bervariasi antara 3,5–4,17 jiwa per keluarga, yang mengindikasikan tersedianya jumlah angkatan kerja keluarga dan jumlah anak yang masih menjadi tanggungan sekolah (Tabel 1). Angkatan kerja keluarga diukur dengan jumlah anggota keluarga yang berumur sama dengan atau lebih dari 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi jumlah anggota keluarga yang dimiliki, akan semakin besar pula jumlah angkatan kerja keluarga yang ada. Ukuran keluarga dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai potensi ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki oleh rumah tangga petani dan di sisi lain adalah sebagai beban tanggungan keluarga. Tabel 1. Rata-rata Karakteristik Rumah Tangga Peternak Uraian Jumlah peternak (orang) Jumlah anggota keluarga (orang) Umur KK (tahun)
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
DIY
62
32
28
55
4,13
3,55
3,56
4,17
38,52
41,40
44,67
36,78
Usaha ternak sapi perah di Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan usaha pokok, sehingga penguasaan sumber daya lahan pertanian di wilayah ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan di DIY dan Jawa Tengah (Tabel 2). Rata-rata luas 2 2 lahan sawah adalah 571 m dengan luasan terkecil di DIY (66,7 m ) dan terbesar 2 di Jawa Tengah (1176 m ). Rata-rata luas lahan non sawah (tegalan) lebih besar 2 dibandingkan dengan lahan sawah, yakni sekitar 1327 m , yang umumnya ditanami tanaman pangan seperti jagung dan singkong serta tanaman hortikultura karena topografinya yang terletak di kawasan dataran tinggi. Salah satu keterbatasan dalam penguasaan sumber daya lahan pertanian ini mengakibatkan peternak untuk menyewa lahan perhutani sebagai penyedia lahan hijauan pakan sapi perah dengan ditanami rumput gajah. Rata-rata lahan yang disewa adalah 2 2 3229 m , sehingga rata-rata total lahan garapan peternak adalah 5128 m . Rata-rata penguasaan sapi perah yang dimiliki peternak bervariasi cukup tinggi. Rata-rata jumlah sapi terbanyak dimiliki oleh peternak di Jawa Timur (8 ekor) dan terendah adalah peternak di Jawa Barat (4,2 ekor). Komposisi kepemilikan sapi perah ini hanya 51,6 persen yang merupakan sapi laktasi sebagai penghasil susu, selebihnya adalah sapi kering, dara dan pedet. Hal ini menunjukkan bahwa beban usaha sapi laktasi cukup tinggi dalam menanggulangi input produksi untuk sapi yang tidak berproduksi. Show dalam Kusnadi et al. (1983) menyatakan bahwa usaha sapi perah yang ekonomis adalah apabila setiap ekor sapi produktif atau laktasi hanya dibebani oleh 0,40 satuan ternak sapi perah non produktif. Kepemilikan pedet jantan relatif kecil, karena pada umumnya pedet
270
Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat
jantan dijual pada umur 6–12 bulan. Pedet betina dan sapi dara dipergunakan sebagai replacement sapi induk, sehingga kepemilikannya relatif besar. Tabel 2. Rata-rata Penguasaan Sumber Daya Lahan Pertanian dan Sapi Perah Uraian 2
Luas lahan sawah (m ) 2 Luas lahan non sawah (m ) 2 Total pemilikan lahan (m ) 2 Sewa lahan hijauan (m ) 2 Total lahan garapan (m ) Kepemilikan sapi (ekor): – Sapi laktasi – Sapi kering – Sapi dara – Pedet betina – Pedet jantan Jumlah ternak (ekor)
Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
632,30 225,80 858,10 2.592,60 3.450,60
1.176 3.215 4.391 1.866,70 6 257,90
66,67 930 996,67 4.820 5.816,70
410,70 938,10 1.348,80 3.635,50 4.984,40
2,47 0,24 0,76 0,73 0,02 4,21
3,21 0,82 0,55 1,21 0,94 6,73
2,13 0,40 1,13 0,97 0,40 5,03
4,59 0,64 0,91 1,50 0,38 8,03
Hasil Pendugaan Persamaan Simultan Hasil pendugaan model pada studi ini cukup representatif menjelaskan kinerja ekonomi rumah tangga peternak sapi perah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang menyusun masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan variasi peubah dalam proporsi yang relatif kecil. Pada derajat bebas masing-masing, uji F menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata 0.001. Hasil uji t menunjukkan bahwa sebagian besar peubah penjelas dalam setiap persamaan struktural berpengaruh terhadap peubah endogennya masing-masing pada taraf nyata 10 persen. Komponen produksi susu terdiri dari harga susu (PSUSU), jumlah pemilikan sapi perah (JTRK), jumlah sapi perah gaduhan (JGDH), curahan waktu kerja untuk usaha sapi perah (CKUS), periode laktasi (LAKT) dan jumlah angkatan kerja keluarga (JAK). Tabel 3 menunjukkan bahwa harga susu, jumlah ternak yang dimiliki maupun gaduhan dan curahan waktu kerja untuk usaha sapi perah sangat berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan perolehan Priyanti dan Saptati (2009) yang menyatakan bahwa harga susu segar di tingkat peternak sangat berpengaruh terhadap produksi susu. Secara signifikan hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga susu segar dapat meningkatkan produksi susu di tingkat peternak. Perhitungan nilai elastisitas sebesar 0.63 menunjukkan bahwa produksi susu tidak responsif terhadap perubahan harga susu segar.
271
Atien Priyanti dan I G A P Mahendri
Tabel 3. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Produksi Susu Peubah Intercep PSUSU JTRK JGDH CKUS LAKT JAK
Parameter dugaan - 9,6337 *) 0,0027 *) 1,7796 *) 2,0794 *) 0,0180 0,5428 0,1087
Elastisitas
Prob > | T |
0,6298 0,8299 0,1136 0,0250 0,1152 0,0254
0,0122 0,0193 0,0001 0,0001 0,1016 0,1616 0,7928
F value = 80,95 Prob > F = 0,0001 R-square = 0,7407 Adj R-square = 0,7316
Selain harga susu, jumlah pemilikan sapi perah, jumlah ternak gaduhan dan curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah juga memberikan perbedaan yang nyata terhadap produksi susu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah sapi perah yang dikelola oleh peternak dan alokasi waktu kerja anggota keluarga, akan semakin banyak susu yang diproduksi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap pendapatan usaha sapi perah. Teori produksi menyatakan bahwa jika input produksi ditingkatkan maka output dalam hal ini produksi susu akan meningkat (Debertin, 1986). Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa produksi susu tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas ini. Komponen curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha sapi terdiri dari pendapatan usaha sapi (YUS), umur responden (UMUR), curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha non sapi perah (CKUL), jumlah angkatan kerja keluarga (JAK), pendapatan usaha lain (YUL) dan luas kepemilikan lahan (LHN). Tabel 4 menunjukkan bahwa pendapatan usaha sapi dan kepemilikan luas lahan sangat berpengaruh terhadap curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dimiliki, akan semakin rendah alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha sapi perah. Sebaliknya semakin tinggi pendapatan dari usaha sapi perah yang diperoleh peternak, maka akan semakin banyak alokasi waktu kerja keluarga yang dicurahkan untuk usaha sapi perah. Perhitungan nilai elastisitas sebesar 1,2481 menunjukkan bahwa alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha ini sangat responsif terhadap faktor umur. Semakin tua peternak, maka akan semakin berkurang alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga. Dalam hal ini anggota rumah tangga bersikap rasional untuk mengalokasikan jam kerja dengan memaksimalkan utilitasnya. Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa setiap angkatan kerja anggota rumah tangga dihadapkan pada pilihan bekerja dan tidak bekerja, dimana pilihan bekerja akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan rumah tangga.
272
Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat
Tabel 4. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Curahan Waktu Kerja Anggota Keluarga pada Usaha Sapi Perah Peubah Intercep YUS UMUR CKUL JAK YUL LHN
Parameter dugaan 22,1196 *) 0,0009 - 0,4982 - 14,9680 5,4763 0,0012 *) - 0,0031
Elastisitas 0,9106 1,2481 0,3653 0,9195 0,3799 0,8185
Prob > | T | 0,4041 0,0042 0,3300 0,1338 0,3246 0,1593 0,0126
F value = 3,55 Prob > F = 0,0024 R-square = 0,1114 Adj R-square = 0,0801
Komponen curahan waktu kerja anggota keluarga untuk usaha non sapi terdiri dari penerimaan tenaga kerja di luar usaha sapi (RTKUL), umur responden (UMUR), jumlah angkatan kerja keluarga (JAK), dan pendapatan usaha sapi perah (YUS). Tabel 5 menunjukkan bahwa penerimaan tenaga kerja di luar usaha sapi dan pendapatan usaha sapi perah sangat berpengaruh terhadap alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha non sapi perah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penerimaan petani dari usaha non sapi akan semakin tinggi alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha non sapi perah. Sebaliknya, semakin tinggi pendapatan dari usaha sapi perah yang diperoleh peternak akan semakin rendah alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha non sapi perah. Hal ini menunjukkan bahwa realokasi curahan waktu bekerja anggota keluarga petani dalam mengelola usaha taninya. Perhitungan nilai elastisitas menunjukkan bahwa alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga pada usaha ini tidak responsif terhadap peubah-peubah penjelas ini. Tabel 5. Hasil Dugaan Parameter dan Elastisitas Curahan Waktu Kerja Anggota Keluarga Diluar Usaha Sapi Perah Peubah Intercep RTKUL JAK UMUR YUS
Parameter dugaan -0,05408 0,000102 0,060711 0,003804 -0,00001
Elastisitas
Prob > | T |
0,7551 0,5442 0,3905 0,4127
0,8491 0,0001 0,1751 0,3734 0,0001
F value = 53,17 Prob > F = 0,0001 R-square = 0,55288 Adj R-square = 0,54249
273
Atien Priyanti dan I G A P Mahendri
Simulasi Dampak Penurunan Harga Susu
Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan kecenderungan semakin menurunnya harga jual susu segar di tingkat peternak. Hal ini dilakukan dengan menggunakan persentase penurunan dari kondisi awal yang sama untuk seluruh peubah kebijakan. Pada bagian ini dilakukan simulasi dengan menurunkan harga susu sebesar 10 persen (Tabel 6). Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan harga susu sebesar 10 persen akan menurunkan produksi susu dan bermuara pada penurunan pendapatan usaha sapi yang akan mempengaruhi terhadap penurunan pendapatan total rumah tangga peternak sampai 28 persen. Akibat penurunan harga susu sebesar 10 persen, produksi susu mengalami penurunan sebesar 7,3 persen, sehingga alokasi waktu kerja pada usaha sapi perah menurun sebanyak 41 persen. Sebaliknya, pada usaha non sapi perah terjadi alokasi waktu yang lebih banyak, sehingga waktu kerja petani dapat dikompensasi sebesar 578 jam/tahun. Hal ini berdampak terhadap penurunan pendapatan dari usaha sapi perah sebesar 36,7 persen, sehingga secara total mempengaruhi terhadap penurunan pendapatan rumah tangga peternak mencapai 28 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan memperbaiki harga output dari produk susu segar merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usaha sapi perah rakyat. Tabel 6. Dampak Penurunan Harga Susu Sebesar 10 Persen Peubah endogen
Data dasar
Harga susu turun 10%
Perubahan (%)
Produksi susu (l/hari) Curahan waktu kerja usaha sapi (jam/tahun) Curahan waktu kerja untuk usaha non sapi (jam/tahun) Pendapatan usaha sapi (Rp000/tahun) Pendapatan usaha lain (Rp000/tahun) Pendapatan total (Rp000/tahun)
13.0142 16 974.4
12.0664 9 954.2
-7.2828 -41.3576
511.2
577.8
13.0282
18 133.0
11 470.5
-36.7424
5 628.4
5 628.4
0
23 761.4
17 098.9
-28.0392
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil pendugaan persamaan simultan menunjukkan bahwa harga susu, jumlah sapi perah, dan alokasi curahan waktu kerja anggota keluarga petani akan berpengaruh terhadap produksi susu. Secara simultan peubah-peubah tersebut mempengaruhi pendapatan usaha sapi perah dan pendapatan total rumah tangga peternak. Terdapat keterkaitan keputusan dalam hal alokasi curahan waktu kerja
274
Dampak Penurunan Harga Susu terhadap Agribisnis Sapi Perah Rakyat
keluarga pada usaha sapi perah dan usaha lain, semakin tinggi alokasi curahan waktu kerja untuk usaha sapi akan mengakibatkan terjadinya realokasi curahan waktu kerja untuk usaha lain yang semakin menurun. Penurunan harga susu sebesar 10 persen akan mengakibatkan penurunan 28 persen pendapatan total rumah tangga petani. Hal ini disebabkan karena produksi susu menurun sekitar 7,3 persen, sehingga pendapatan dari usaha susu menurun 36,7 persen. Untuk menjamin kelangsungan usaha peternak sapi perah, pemerintah disarankan menerapkan kebijakan harga dasar susu di tingkat peternak (farm gate price). Harga dasar sebaiknya diberlakukan menurut wilayah guna memperhitungkan variasi biaya produksi antar wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2009. Kebijakan dan Strategi Pemasaran Persusuan Dalam Negeri: SMS Center. Direktorat Pemasaran Domestik, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Direktorat Industri Minuman dan Tembakau. 2008. Konsep Kebijakan Model Pengembangan Industri Pengolahan Susu. Direktorat Industri Minuman dan Tembakau. Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. Jakarta. Ditjen Peternakan. 2008. Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta. International Dairy Market. 2009. International Dairy http://future.aae.wisc.edu.data-weekly.com/19 May 2009.
Product
Prices.
Kusnadi, U., Soeharto Pr. dan M. Sabrani. 1983. Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah yang Tergabung dalam Koperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. 6-9 Desember 1982. Bogor. Hlm. 94-103. Mangkuprawira, S. 1985. Alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi rumah tangga: studi kasus di dua tipe desa di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Disertasi Doktor. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Priyanti, A dan R.A. Saptati. 2009. Dampak harga susu dunia terhadap harga susu dalam negeri di tingkat peternak: kasus koperasi peternak sapi Bandung Utara di Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Setiadi, D. 2009. Penentuan harga dasar susu di tingkat peternak. Makalah disampaikan dalam Diskusi Analisis Kebijakan Penetapan Harga Dasar Susu. Bogor, 4 Februari 2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Sitepu, R.K. dan B.M. Sinaga. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalam Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
275