IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur Hasil penelitian mengenai penggunaan grit dan efeknya terhadap bobot
telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram.
Hasil rataan
penimbangan bobot telur disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur Ulangan
1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Perlakuan P1 P2 P3 ………………….….(gram)…………………..... 56,75 60,20 62,58 55,73 61,30 60,55 57,83 60,90 60,68 57,80 61,70 60,00 56,20 61,40 61,80 55,78 62,18 61,38 340,09 367,68 366,99 56,682 61,280 61,165
Keterangan : P1 = Ransum yang mengandung 5,00% grit P2 = Ransum yang mengandung 6,50% grit P3 = Ransum yang mengandung 8,00% grit
Berdasarkan hasil Tabel 5. dapat dilihat bahwa ayam petelur yang diberi ransum P2 (61,280 g) mempunyai rataan bobot telur tertinggi, kemudian diikuti oleh ayam petelur yang diberi P3 (61,165 g), P1 (56,682 g).
Hasil analisis
statistik yang dilakukan untuk mengetahui pengunaan grit dan efeknya terhadap bobot telur (Lampiran 7) memperlihatkan bahwa penggunaan grit yang dicampurkan kedalam ransum memberikan pengaruh nyata terhadap bobot telur. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan grit dalam ransum
25 dan efeknya terhadap bobot telur dilakukan uji jarak berganda Duncan yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Penggunaan Grit Terhadap Bobot Telur Ayam Ras Petelur Perlakuan P2 P3 P1
Rataan (gram) 61,280 61,165 56,682
Signifikansi 0,05 a a b
Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 6. memperlihatkan bahwa rataan bobot telur ayam ras pada P2(61,280 g) dan P3(61,165 g) nyata jika dibandingakan dengan bobot telur pada perlakuan P1(56,682 g), sedangkan antara P2(61,280 g) dan P3(61,165 g) tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan grit memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi yaitu 38% dapat dimanfaatkan oleh ayam secara optimal untuk penambahan bobot telur. Didukung juga oleh pendapat Blakely dkk, (1998) grit yang terbuat dari cangkang kerang dapat membantu pencernaan mekanik di gizzard dan menjadi sumber mineral seperti Ca, Mg, dan P. Pada P2(6,50%) grit yang dicampurkan kedalam ransum sumbangan kalsium sesuai dengan kebutuhan ayam sehingga dihasilkan bobot telur optimal. Pada ransum P3(8,00%) grit yang dicampurkan kedalam ransum
sumbangan
kalsium terlalu berlebih sehingga kelebihan kalsium itu akan di buang oleh ayam dan pada ransum P1(5,00%) grit yang dicampurkan kedalam ransum mengalami kekurangan kalsium sehingga bobot telur yang dihasilkan menjadi tidak optimal. Melihat hasil rataan persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa P2 (6,5% grit) merupakan dosis yang paling tepat untuk menghasilkan bobot telur yang optimal.
26 Hasil ini sejalan dengan pendapat Nakajima, (1990) penambahan kalsium pada ayam sedang bertelur dapat meningkatkan bobot telur. Faktor penambahan kalsium memperlihatkan pemberian kalsium sesuai kebutuhan ayam petelur dapat menghasilkan bobot optimal.
Menurut Ensminger, (1992) faktor lain yang
mempengaruhi bobot telur yaitu strain ayam, umur dewasa kelamin, temperatur, tipe kandang, pemberian makanan, air minum dan penyakit. Selanjutnya dijelaskan oleh Gleaves dkk, (1977) bahwa bobot telur dipengaruhi oleh kandungan kalsium, protein dan energi yang terkandung dalam ransum serta umur ayam.
Bobot telur dan tebal kerabang dipengaruhi oleh
konsumsi kalsium Clunies dkk, (1992). Menurut Roland dkk, (1985), terpenuhinya kebutuhan kalsium pada periode produksi akan sangat menentukan besarnya massa kalsium kerabang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya bobot telur. Terdapat hubungan linear positif antara konsumsi kalsium dengan bobot telur.
4.2.
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kerabang Hasil penelitian mengenai penggunaan grit dalam ransum dan efeknya
terhadap bobot kerabang dihasilkan bobot kerabang berkisar antara 5,90 – 6,83 gram. Hasil rataan penimbangan bobot kerabang disajikan pada Tabel 7.
27 Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kerabang Ulangan
1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Perlakuan P1 P2 P3 ………………….….(gram)…………………..... 6,15 6,63 6,83 5,90 6,72 6,60 6,08 6,70 6,78 6,02 6,70 6,58 6,07 6,55 6,57 6,20 6,70 6,35 36,42 40,00 39,71 6,072 6,667 6,618
Berdasarkan hasil Tabel 7. memperlihatkan bahwa ayam petelur yang diberi ransum P2 (6,67 g) mempunyai rataan bobot kerabang tertinggi, kemudian diikuti ayam petelur P3 (6,618 g), P1 (6,072 g). Hasil analisis statistik yang dilakukan untuk mengetahui penggunaan grit dan efeknya terhadap bobot kerabang (Lampiran 8) memperlihatkan bahwa penggunaan grit dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kerabang telur. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh penggunaan grit dalam ransum dan efeknya terhadapa bobot kerabang dilakukan uji Duncan yang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Penggunaan Grit Terhadap Bobot Kerabang Ayam Ras Petelur Perlakuan P2 P3 P1
Rataan (gram) 6,667 6,618 6,072
Signifikan 0,05 a a b
Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.
28 Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel 8. memperlihatkan bahwa rataan bobot kerabang pada P2(6,667 g) dan P3(6,618 g) berbeda nyata jika dibandingakan dengan bobot kerabang pada perlakuan P1(6,072 g) sedangkan antara P2(6,667 g) dan P3(6,618 g) menghasilkan bobot kerabang yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh grit yang penyusun utamanya adalah kalsium karbonat. Komposisi kerabang telur di dominasi oleh kalsium karbonat sehingga pemberian grit akan berpengaruh terhadap pembentukan kerabang telur dan pada akhirnya akan mempengaruhi bobot kerabang telur.
Faktor lain yang dapat
mempengaruhi bobot kerabang telur adalah besar telur yang dihasilkan. Telur yang lebih besar, permukaan kerabangnya akan menjadi lebih luas, sehingga bahan pembentuk kerabang akan menyebar keseluruh area permukaan telur yang menyebabkan kerabang mempunyai bobot yang lebih berat. Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa dengan penggunaan 6,5% grit dalam ransum dapat meningkatkan bobot kerabang ayam secara optimal. Kalsium mempunyai peranan penting dalam peningkatan bobot kerabang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suprijatna dkk, (2006) menyatakan bahwa kalsium berperan dalam pembentukan kerabang telur. Selanjutnya dijelaskan Ensminger, (1992) bahwa bobot kerabang telur sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi. bobot telur, dan umur ayam. Guna mengetahui kulitas kerabang maka dibuat persentase rata-rata bobot kerabang yang tersaji pada Lampiran 8. Hasil perhitungan didapatkan persentase bobot kerabang P1(10,71%), P2(10,88%) dan P3(10,82%). Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Stadellman dan Cotterill, (1995) bahwa bobot kerabang telur secara kuantitatif adalah 9% 12% dari total berat telurnya. Selanjutnya di jelaskan oleh Hamilton, (1982),
29 bahwa kerusakan telur selama transportasi dari produsen ke konsumen karena kualitas kerabang yang jelek berkisar antara 7% dan 8%.
Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa kualitas kerabang yang dihasilkan dari penggunaan grit selama penelitian memberikan kualitas kerabang yang optimal.
4.3.
Pengaruh Perlakuan terhadap Tebal Kerabang Hasil penelitian mengenai penggunaan grit dalam ransum dan efeknya
terhadap tebal kerabang telur dihasilkan tebal kerabang telur berkisar antara 0,360,39 mm. Hasil rataan pengukuran tebal kerabang telur disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengaruh Perlakuan terhadap Tebal Kerabang Ulangan
1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-rata
Perlakuan P1 P2 P3 ………………….….(mm)…………………..... 0,36 0,39 0,38 0,37 0,39 0,38 0,37 0,39 0,39 0,36 0,39 0,39 0,36 0,39 0,39 0,37 0,39 0,38 2,19 2,34 2,31 0,365 0,390 0,385
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 9. memperlihatkan bahwa tebal kerabang yang diperoleh berkisar antara 0,36 – 0,39 mm dengan rata-rata sekitar 0,38 mm.
Hasil dari analisis statistik yang dilakukan untuk mengetahui
pengunaan grit dan efeknya terhadap tebal kerabang
(Lampiran 10.)
memperlihatkan bahwa penggunaan grit dan efeknya terhadap tebal kerabang memberikan pengaruh nyata . Rataan tebal kerabang pada P2 dengan nilai 0,39 mm merupakan nilai rataan yang tertinggi dari berbagai perlakuan.
30 Menurut Mountney, (1983) tebal kerabang telur jangan kurang dari 0,33 mm, karena telur mudah pecah terutama dalam proses transportasi. Ketebalan rata-rata telur hasil penelitian berkisar antara 0,36 – 0,39 dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketebalan kerabang hasil penelitian mempunyai kualitas kerabang yang baik.
Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh
penggunaan grit dalam ransum dan efeknya terhadap tebal kerabang dilakukan uji Duncan yang disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Penggunaan Grit terhadap Tebal Kerabang Ayam Ras Perlakuan P2 P3 P1
Rataan (mm) 0,390 0,385 0,365
Signifikan 0,05 a a b
Keterangan :Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (Tabel 10.) memperlihatkan bahwa rataan tebal kerabang pada P2(0,390 mm) dan P3(0,385 mm) berbeda nyata jika dibandingakan dengan tebal kerabang pada dan P1(0,365 mm), sedangkan antara P2(0,390 mm) dan P3(0,385 mm) menghasilkan tebal kerabang yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh kemampuan ayam dalam mengabsorpsi unsur kalsium bekerja optimal sehingga asupan kalsium pada ransum termanfaatkan dengan baik. Penggunaan kalsium sesuai kebutuhan ayam akan meningkatkan absorpsi kalsium di dalam tubuh ayam. Menurut Almatsier, (2004) absorpsi kalsium terutama dilakukan secara aktif dengan menggunakan alat angkut protein pengikat kalsium (CaBP). Absorpsi pasif terjadi pada permukaan saluran cerna.
Banyak faktor
mempengaruhi absorpsi kalsium. Kalsium hanya bisa diabsorpsi bila terdapat
31 dalam bentuk larut dan tidak mengendap karena unsur makanan lain, seperti oksalat. Selanjutnya menurut Mushawwir dan Latifudin, (2013) Calsium binding protein (CaBP) telah diidentifikasi dari kelenjar kerabang dan diketahui bertindak sebagai transport kalsium. Sintesis CaBP oleh kelenjar kerabang dikontrol oleh kehadiran vitamin D3 dan hormon steroid (estrogen, progesteron).
Sekresi
kalsium dari kelenjar kerabang meningkat sekitar 7 jam setelah ovulasi dan terus mencapai level maksimum pada saat sintesis kerabang berlangsung, dan kembali menurun pada laju sekresi basal setelah sisntesis kerabang telah komplit tetapi sebelum telur dikeluarkan. Hal ini juga dimaksudkan secara fisiologis fungsi dari sistem pencernaan normal, absorbsi nutrisi terutama kalsium dapat dengan sempurna didepositkan ke pembentukan kerabang pada oviduk atau saluran telur sehingga ketebalan kerabang yang matriks utamanya terdiri dari senyawa kalsium karbonat (CaCO3) dapat terbentuk sempurna. Ketebalan kerabang telur banyak dipengaruhi oleh kadar kalsium dalam ransum yang akan menentukan ketersediaan garam-garam kalsium dalam darah untuk pembentukan kerabang telur (Mozin, 2006). Defisiensi kalsium akan menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan mudah retak.
Apabila absorbsi kalsium pakan tidak memenuhi kebutuhan
pembentukan kerabang, kalsium diambil dari tulang medular (Riczu dan Korver, 2009).
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Ahmad dkk, (2003) yang
menyatakan bahwa pakan yang mengandung mineral kalsium dapat memberikan pengaruh terhadap tebal kerabang telur. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Yamamoto dkk, (2007) yang menyatakan bahwa kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan struktur
32 kulitnya.
Kerabang telur sebagian besar terbangun atas kalsium karbonat
(CaCO3) sehingga kandungan kalsium dalam ransum perlu diperhatikan untuk mendapatkan ketebalan kerabang telur yang optimal.