HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Pembiakan Kultur Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembiakan kultur bakteri asam laktat hasil isolat dari daging sapi. Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur dalam pembuatan sosis fermentasi adalah Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4. Lactobacillus plantarum yang digunakan pada penelitian ini diisolasi dari daging sapi yang dibeli di pasar Ciampea dengan umur daging setelah postmortem adalah 21 jam sedangkan Lactobacillus acidophilus yang digunakan berasal dari daging sapi yang dibeli di pasar Cibereum dengan umur daging setelah postmortem 21 jam (Arief, 2011). Kedua bakteri ini baik digunakan sebagai kultur starter karena memiliki banyak keunggulan sebagai probiotik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2009), Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4 termasuk dalam katalase negatif, karena tidak memiliki suatu enzim katalase yang mampu menguraikan H2O2 menjadi H2O dan O2 sehingga pada saat uji tidak terjadi gelembung. Menurut Fardiaz (1992), Lactobacillus plantarum termasuk ke dalam golongan bakteri mesofil yaitu bakteri yang mampu tumbuh pada suhu minimal 10-20 °C, maksimal pada suhu 45 °C dan pertumbuhan optimal pada suhu 37 °C. Pertumbuhan Lactobacillus acidophilus dapat terjadi pada suhu tinggi seperti 45 °C, tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 35-40 °C (Gomes dan Malcata, 1999). Kultur dibiakkan dan disegarkan pada media de Man Rogosa Sharp Broth (MRS-B) dan untuk pembuatan sosis fermentasi digunakan media susu skim sebagai media tumbuhnya. Tahap pembiakan bertujuan untuk memperbanyak kultur. Perbanyakan dan penyegaran kultur starter dilakukan untuk menjaga viabilitas agar tetap tinggi. Hasil pengamatan dan penghitungan viabilitas kultur starter Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4 ditampilkan pada Tabel 3.
24
Tabel 3. Total Populasi Bakteri Kultur Starter
Jumlah (CFU/ml)
L. plantarum 2C12
2,34 x 109
L. acidophilus 2B4
7,65 x 109
Tabel tersebut menunjukkan bahwa kultur Lactobacillus acidophilus 2B4 memiliki jumlah populasi yang lebih tinggi dari kultur Lactobacillus plantarum 2C12. Menurut Arief (2000), kultur yang siap dijadikan kultur starter adalah kultur dengan populasi ≥ 108 CFU/g. Jumlah tersebut diharapkan dapat mencapai di usus halus dengan populasi sekitar 106 CFU/g dan dapat berfungsi sebagai probiotik. Penelitian Tahap Kedua Pembuatan Sosis Fermentasi Kandidat Probiotik Penelitian dilanjutkan dengan pembuatan sosis fermentasi tanpa penambahan kultur (kontrol), sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus plantarum 2C12, dan sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 2B4. Penampilan fisik dari ketiga sosis fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Penampilan Fisik Sosis Fermentasi Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi ini adalah bagian knuckle dari daging sapi. Knuckle merupakan bagian daging sapi yang berasal dari paha belakang bagian atas yang berada di antara penutup dan gandik. Knuckle
25
baik digunakan sebagai bahan dasar pada pembuatan sosis karena bagian ini rendah akan deposit lemak dan memiliki warna yang merah segar. Diameter selongsong yang digunakan pada sosis fermentasi ini adalah 6 cm. Penampakan sosis dari segi kekompakan dan kepadatan adalah sama, namun pada segi warna agak sedikit berbeda. Sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus plantarum 2C12 terlihat lebih gelap dibanding dengan sosis fermentasi lain. Sebelum melakukan pembuatan sosis fermentasi, dilakukan pengujian kimia terhadap daging segar. Nilai kandungan nutrisi daging segar ini tidak terlalu berbeda jauh dengan pendapat Lawrie (2003) yang menjelaskan bahwa komposisi daging diperkirakan terdiri dari 75 persen air, 19 persen protein, 3,5 persen substansi nonprotein yang larut dan 2,5 persen lemak. Kandungan nutrisi dari daging segar disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Nutrisi Daging Segar Parameter
Daging Segar (% bb)
Lawrie (2003) (% bb)
Kadar air
74,77
75
Kadar abu
2,12
-
Kadar protein
19,97
19
Kadar lemak
0,13
2,5
Kadar karbohidrat
3,01
-
Asam amino merupakan prekursor penyusun peptida dan protein. Struktur peptida dan protein disusun oleh deretan asam amino yang dihubungkan antara satu dengan yang lain melalui ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida (Kusnandar, 2010). Kandungan asam amino protein dapat ditentukan melalui analisis asam amino, salah satunya dengan metode High Performance Liquid Cromatography (HPLC). Metode HPLC ini merupakan salah satu metode analisis asam amino menggunakan kromatografi partisi cair. Analisis HPLC terhadap daging sapi segar dilakukan untuk mengetahui kandungan asam amino bahan baku sebelum dilakukan pengolahan. Nilai kandungan asam amino pada daging sapi segar ditampilkan pada Tabel 5.
26
Tabel 5. Komposisi Asam Amino Daging Sapi Segar Deskripsi
Daging Sapi Segar1)
Daging Sapi Segar2)
--------------------------(% w/w)----------------------------Aspartat
2,03
1,66
Glutamat
3,56
3,42
Serin
0,87
0,79
Histidin
0,86
0,70
Glisin
1,14
0,97
Threonin
0,92
0,98
Arginin
1,42
1,57
Alanin
1,32
1,08
Tirosin
0,77
0,67
Metionin
0,61
0,47
Valin
1,07
0,90
Fenilalanin
0,91
0,73
I-leusin
1,02
0,90
Leusin
1,63
1,48
Lisin
1,76
1,45
Sumber: 1) Hasil Analisis di Laboratorium Terpadu, 2012 2) Kurniawati (2007)
Hasil analisis HPLC menunjukkan kandungan asam amino yang tinggi sesuai dengan nilai kadar protein daging segar. Nilai kandungan asam amino dari daging sapi segar yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sosis fermentasi memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan nilai kandungan asam amino pada daging sapi yang digunakan pada penelitian Kurniawati (2007). Nilai asam amino tertinggi pada daging sapi segar ditunjukkan oleh glutamat sedangkan nilai asam amino terendah ditunjukkan oleh metionin. Kandungan Nutrisi Sosis Fermentasi Kandidat Probiotik Kandungan nutrisi yang diamati pada sosis fermentasi probiotik adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat. Nilai kandungan nutrisi dalam bentuk persentase berat basah dari sosis fermentasi dibandingkan
27
dengan nilai kandungan nutrisi yang didapat dari penelitian Ferreira et al. (2006), yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Nutrisi Sosis Fermentasi dalam Persentase Berat Basah Parameter
Kontrol
L. plantarum
L. acidophilus
Ferreira et al.
2C12
2B4
(2006)
------------------------------------(% b/b)--------------------------------------Air
55,58±1,51
54,65±2,03
54,36±2,95
43,3-57,2
Abu
3,37±0,13
3,52±0,15
3,61±0,02
-
Protein
18,16±0,66
18,56±0,94
19,29±1,13
6,9-15,5
Lemak
11,73±2,08
9,93±0,37
9,20±1,16
10,9-29,6
Karbohidrat
11,16±2,81
13,35±2,91
13,55±4,44
10,2-20,9
Persentase berat kering merupakan persentase dari suatu bahan tanpa kadar air. Nilai kandungan nutrisi dalam bentuk persentase berat kering dari sosis fermentasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai Nutrisi Sosis Fermentasi dalam Persentase Berat Kering Parameter
Kontrol
L. plantarum 2C12
L. acidophilus 2B4
------------------------------------(% b/k)------------------------------------Abu
7,60±0,53a
7,77±0,67a
7,93±0,53a
Protein
40,87±0,35a
41,00±3,39a
42,38±3,84a
Lemak
26,47±5,03a
21,92±1,37a
20,29±3,62a
Karbohidrat
25,05±5,71a
29,29±5,36a
29,38±7,75a
Keterangan: Superskrip huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara ketiga perlakuan (p>0,05)
Kadar Air Kadar air merupakan persentase kandungan air dari suatu bahan. Rataan kadar air sosis fermentasi yang dihasilkan lebih rendah (54,86%) jika dibandingkan dengan kadar air daging segar (74,77%). Hal ini menunjukkan terjadi penurunan kadar air mulai dari bahan baku hingga menjadi produk. Penurunan kadar air dapat disebabkan karena proses pengasapan dan pengeringan. Metode pengasapan yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi ini adalah pengasapan dingin dengan
28
suhu 27-30 °C. Selongsong yang digunakan pada ketiga sosis fermentasi adalah selongsong buatan jenis selulosa. Selongsong ini memiliki pori-pori yang dapat memudahkan pengeluaran air dari sosis ketika proses pengasapan berlangsung sehingga terjadi dehidrasi. Menurut Soeparno (2005), pengasapan merupakan suatu proses penarikan air dan pengendapan beberapa senyawa kimia pengawet yang berasal dari asap. Suhu dan lamanya proses pengasapan sangat berpengaruh pada kadar air. Semakin lama dan tinggi suhu pengasapan, penurunan kadar air produk akan semakin cepat, sehingga kadar air produk menjadi lebih rendah dari kadar air daging segar. Diameter selongsong juga dapat mempengaruhi kadar air dari suatu produk. Semakin besar diameter selongsong yang digunakan, maka semakin jauh jarak air dari dalam produk untuk keluar ke permukaan. Hal ini mengakibatkan rendahnya penurunan nilai kadar air. Diameter selongsong sosis fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 cm. Selain itu, penambahan garam
juga dapat
mempengaruhi kadar air bebas dari suatu produk. Menurut Toldra et al. (2001) penambahan garam pada kisaran 2%-3% dapat memberikan suatu aksi bakteriostatik parsial, mengurangi water activity (αw) hingga 0,96. Tidak terlihat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara ketiga sosis fermentasi yang diuji. Hal ini disebabkan proses pengasapan dilakukan pada waktu yang sama. Penurunan kadar air juga dapat disebabkan oleh rendahnya nilai pH sosis karena produksi asam laktat oleh kultur starter yang mengakibatkan air tidak terikat kuat oleh protein daging sehingga air mudah keluar saat pengasapan. Peranan air dalam bahan pangan adalah sangat penting karena merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme, sifat organoleptik dan nilai gizi suatu produk (AOAC, 1995). Persentase kadar air menentukan banyaknya bakteri yang dapat tumbuh pada sosis. Hal ini disebabkan mikroba membutuhkan air bebas untuk pertumbuhan ketika proses fermentasi berlangsung. Kadar Abu Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dalam suatu bahan (Andarwulan et al. 2011). Winarno (1992) menambahkan bahwa sekitar 96% bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari 29
unsur-unsur mineral. Kadar abu mengalami peningkatan dari daging segar menjadi produk sosis fermentasi. Hal ini disebabkan adanya penambahan zat-zat mineral yang terdapat pada bumbu. Tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) antara ketiga sosis fermentasi yang diuji. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perbedaan konsentrasi bahan baku dan bumbu pada ketiga perlakuan sosis fermentasi. Menurut Aberle et al. (2001), kadar abu berkaitan dengan kadar air, kadar protein dan daging bebas jaringan lemak. Daging yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sosis mengandung kadar lemak yang rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Firdaus (2005), daging yang memiliki kadar lemak yang relatif rendah maka relatif mengandung kadar mineral yang tinggi. Kadar abu yang tinggi mengandung cukup banyak senyawa kimia dalam bentuk garam atau mineral untuk menstabilkan emulsi dan dan memberikan cita rasa pada sosis fermentasi. Kandungan mineral pada sosis juga dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktivitas biologis bakteri. Pelczar dan Chan (1986) menjelaskan bahwa bakteri membutuhkan beberapa unsur logam, natrium, kalium, kalsium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga dan kobalt dalam jumlah yang amat kecil untuk pertumbuhannya. Kadar Protein Protein didefinisikan sebagai senyawa organik kompleks yang mengandung asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Protein mengandung atom karbon, oksigen, nitrogen dan sulfur (Kusnandar, 2010). Nilai kadar protein mengalami penurunan dari daging segar menjadi sosis fermentasi. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan lemak pada pembuatan sosis fermentasi. Proses penggilingan juga dapat menurunkan kadar protein suatu bahan pangan, karena proses penggilingan menyebabkan air terikat dalam daging banyak yang keluar sehingga membawa protein sarkoplasmik (protein larut air) (Arief et al., 2007). Nilai pH yang rendah juga akan mendenaturasi protein daging, disesuaikan dengan struktur protein yang diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme (Bacus, 1984). Tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) antara sosis fermentasi dengan ketiga perlakuan. Hal ini disebabkan pada pembuatan ketiga sosis fermentasi menggunakan jenis maupun presentase daging yang sama, begitu pula dengan lemak.
30
Selain itu, pertumbuhan mikroba pada ketiga sosis fermentasi menunjukkan jumlah yang hampir sama sehingga tidak terjadi penambahan protein dari mikroba. Kultur Lactobacillus plantarum menghasilkan enzim proteolitik yang dapat mendegradasi protein menjadi protein yang lebih sederhana (Kurniawati, 2007), begitu pula dengan kultur Lactobacillus acidophilus sehingga dinilai memiliki aktivitas proteolitik yang baik (Hristova et al., 2006). Aktivitas proteolitik merupakan aktivitas pemecahan molekul protein dengan cara hidrolisis yang dilakukan oleh enzim mikroba (Poedjiadi, 1994). Pemecahan molekul protein akan menghasilkan molekul yang lebih kecil yaitu asam amino. Kadar Lemak Nilai kadar lemak mengalami peningkatan dari daging segar menjadi produk sosis fermentasi. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan lemak pada proses pembuatan sosis fermentasi. Lemak yang digunakan adalah lemak yang sudah dibekukan. Tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) antara ketiga perlakuan. Hal ini disebabkan jumlah lemak yang digunakan pada sosis fermentasi dengan penambahan kultur maupun tanpa penambahan kultur (kontrol) adalah sama yaitu 20%. Menurut Varnam dan Sutherland (1995), kadar lemak sosis fermentasi dapat dipengaruhi oleh jumlah lemak yang ditambahkan pada sosis fermentasi dan beberapa bakteri yang dalam pertumbuhannya memecah lemak. Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat mengalami peningkatan dari daging segar menjadi sosis fermentasi. Penambahan gula dengan persentase yang sama pada masing-masing sosis fermentasi berpengaruh terhadap kadar karbohidrat yang menyebabkan peningkatan kadar karbohidrat dari daging segar menjadi sosis fermentasi. Selain itu, juga penurunan kadar air dari daging segar menjadi sosis fermentasi mengakibatkan nilai kadar karbohidrat yang dihitung secara by difference meningkat. Tidak terlihat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara ketiga perlakuan dari sosis fermentasi tersebut. Populasi bakteri asam laktat pada ketiga sosis fermentasi menunjukkan jumlah yang hampir sama sehingga aktivitas bakteri dalam memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber glukosa pada proses fermentasi juga sama.
31
Analisis Komposisi Asam Amino Komposisi asam amino daging sapi dan produk olahannya memiliki nilai kandungan yang berbeda. Protein yang berkualitas tinggi adalah protein yang memiliki nilai daya cerna yang tinggi dan dapat menyediakan semua asam amino esensial dalam perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia. Asam amino nonesensial yang terdeteksi berdasarkan analisis HPLC adalah asam aspartat, asam glutamat, serina, histidin, glisin, arginin dan alanin, sedangkan asam amino esensial yang terdeteksi adalah treonin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin dan lisin. Hasil kuantitatifnya dapat dilihat pada Tabel 8. Asam amino merupakan komponen dari ikatan peptida yang menyusun struktur protein. Asam amino dapat mengalami dekarboksilasi atau deaminasi sehingga menghasilkan produk yang berperan dalam flavor produk makanan fermentasi (Wibowo, 1989). Dekarboksilasi merupakan tahapan proses katabolisme yang menyebabkan gugus karboksil (-COOH) terlepas dari senyawa semula menjadi karbon dioksida (CO2), sedangkan deaminasi adalah proses mengkatalisasi pemindahan gugus amino (NH2) dari asam amino dan molekul lainnya yang mengandung –NH. Asam amino dalam protein dapat dibebaskan dari ikatan peptidanya dengan adanya hidrolisa asam, hidrolisa basa atau hidrolisa enzimatis (Arief et al., 2007). Triptofan, sistein dan prolin tidak terdeteksi pada analisis ini karena hidrolisis yang dilakukan hanya hidrolisis asam. Apriyantono et al. (2005) menjelaskan bahwa hidrolisis asam dapat merusak asam amino triptofan dan sistein, sedangkan asam amino prolin tidak bertahan lama dengan pereaksi optaldehida sehingga tidak dapat terdeteksi. Hasil analisis HPLC menunjukkan adanya penurunan jumlah asam amino setelah pengolahan bahan baku dilakukan. Hal ini sesuai dengan penurunan nilai rataan kadar protein. Menurut Wibowo (1989), bakteri asam laktat membutuhkan beberapa asam amino untuk pertumbuhannya. Umumnya, bakteri ini membutuhkan asam glutamat dan valin, sedangkan kebutuhan asam amino lain bervariasi tergantung spesiesnya. Selain itu, pada pembuatan sosis fermentasi ditambahkan lemak yang dapat menurunkan kandungan protein. Nilai total kandungan asam amino tertinggi ditunjukkan pada sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus
32
acidophilus 2B4, kemudian diikuti sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus plantarum 2C12, dan sosis fermentasi kontrol. Tabel 8. Komposisi Asam Amino Sosis Fermentasi Kadar Asam Amino Sosis Fermentasi(% w/w) Deskripsi Kontrol
L. plantarum 2C12
Persentase Peningkatan*
L. acidophilus Persentase 2B4 Peningkatan**
Aspartat
1,47
1,53
4,08
1,55
5,44
Glutamat
2,58
2,68
3,88
2,85
10,46
Serin
0,63
0,65
3,17
0,65
3,17
Histidin
0,55
0,58
5,45
0,60
9,09
Glisin
0,75
0,69
-8,00
0,62
-17,3
Threonin
0,69
0,76
10,14
0,73
5,79
Arginin
1,03
1,06
2,91
1,04
0,97
Alanin
0,99
1,00
1,00
1,01
2,02
Tirosin
0,53
0,58
9,43
0,59
11,32
Metionin
0,41
0,44
7,32
0,44
7,32
Valin
0,78
0,82
5,13
0,85
8,97
Fenilalanin
0,69
0,72
4,35
0,78
13,04
I-Leusin
0,73
0,79
8,22
0,82
12,33
Leusin
1,29
1,36
5,43
1,39
7,75
Lisin
1,38
1,52
10,14
1,61
16,67
*Selisih persentase sosis fermentasi kultur L. plantarum 2C12 dengan sosis fermentasi kontrol **Selisih persentase sosis fermentasi kultur L. acidophilus 2B4 dengan sosis fermentasi kontrol Sumber : Hasil Analisis di Laboratorium Terpadu, 2012
Tabel 8 menunjukkan bahwa secara umum nilai asam amino esensial dan non esensial sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus plantarum 2C12 atau Lactobacillus acidophilus 2B4 mengalami peningkatan dibandingkan dengan sosis fermentasi kontrol. Asam amino aspartat, glutamat, serin, histidin, treonin, arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, ileusin, leusin, dan aspartat
33
menunjukkan adanya peningkatan pada sosis fermentasi dengan penambahan kultur. Peningkatan nilai asam amino ini menunjukkan adanya aktivitas proteolitik pada kedua kultur starter. Aktivitas proteolitik merupakan aktivitas pemecahan molekul protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino dengan cara hidrolisis yang dilakukan oleh enzim mikroba (Poedjiadi, 1994). Semakin tinggi aktivitas proteolitik pada suatu kultur, maka jumlah asam amino bebas yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Toldra et al. (2001) menjelaskan bahwa hidrolisis protein sarkoplasma dan miofibrillar berlangsung selama proses fermentasi dan proses pemeraman. Bakteri endogenous dan enzim mikroba sangat berperan pada tahapan
proteolisis. Proses proteolitik berkontribusi dalam pembentukan
konsistensi produk yang disebabkan degradasi struktur myofibrillar. Selain itu proses proteolitik berperan dalam pembentukan rasa yang disebabkan oleh akumulasi peptida dan asam amino bebas. Terjadi penurunan asam amino glisin pada kedua sosis fermentasi yang menggunakan penambahan kultur. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya aktivitas mikroorganisme dalam memanfaatkan asam amino tersebut. Asam amino glisin memiliki struktur kimia yang sederhana sehingga memudahkan bakteri untuk memanfaatkannya. Menurut Marathe dan Ghosh (2009), bakteri asam laktat membutuhkan nutrien seperti asam amino, peptida dan vitamin untuk pertumbuhan. Berdasarkan Tabel 8, sosis fermentasi yang menggunakan penambahan kultur menghasilkan kandungan asam amino yang lebih tinggi dibanding sosis fermentasi kontrol. Sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus acidophilus 2B4 cenderung memiliki persentase peningkatan kandungan asam amino yang lebih tinggi dibanding Lactobacillus plantarum 2C12. Menurut Bergamini et al. (2005), selain sebagai probiotik, Lactobacillus acidophilus telah terbukti dapat mempercepat pematangan dan dapat meningkatkan cita rasa melalui peningkatan produksi asam amino bebas. Toldra et al. (2001) menambahkan bahwa
proses proteolitik
berkontribusi dalam pembentukan konsistensi produk yang disebabkan degradasi struktur myofibrillar. Selain itu proses proteolitik berperan dalam pembentukan rasa yang disebabkan oleh akumulasi peptida dan asam amino bebas.
34
Asam Amino Esensial Ketersediaan asam amino esensial pada sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 2B4 relatif lebih tinggi dibanding dengan sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus plantarum 2C12 dan sosis fermentasi kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya aktivitas proteolitik yang lebih baik pada sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 dibanding dengan sosis fermentasi lain. L. acidophilus memiliki aktivitas proteolitik yang baik dengan nilai 380 AU/ml (Hristova et al., 2006). Bakteri yang tergolong proteolitik adalah bakteri yang memproduksi enzim proteinase ekstraseluler, yaitu enzim yang dapat memecah protein yang diproduksi dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri memiliki enzim proteinase di dalam sel, tetapi tidak semua memiliki enzim proteinase ekstraseluer (Fardiaz, 1992). Beberapa bakteri asam laktat memiliki kemampuan menghasilkan enzim proteolitik di sekitar dinding sel, membran sitoplasma, atau di dalam sel. Lactobacillus acidophilus selama proses fermentasi selain memanfaatkan peptida atau asam amino bebas untuk pertumbuhannya, bakteri tersebut juga mampu menghidrolisis kasein dengan menggunakan protease yang diekskresikan di sekitar permukaan dinding selnya (Thomas dan Pritchard, 1987). Menurut Toldra et al. (2001), protease yang dihasilkan Lactobacillus plantarum tergolong eksoprotease yang menguraikan protein dari ujung rantai sehingga dihasilkan satu asam amino dan sisa peptida. Kadar asam amino esensial tertinggi pada ketiga sosis fermentasi adalah lisin, kemudian disusul oleh leusin, valin, ileusin, fenilalanin, threonin, tirosin, dan metionin.
Menurut
Poedjiadi
(1994),
lisin
adalah
suatu
asam
diamino
monokarboksilat. Lisin dapat memberikan amino kepada asam amino lain, tetapi tidak dapat dibentuk lisin kembali artinya tidak dapat terjadi proses reaminasi setelah lisin mengalami reaksi deaminasi. Muchtadi et al. (1993) menambahkan bahwa asam amino lisin merupakan asam amino yang peka terhadap proses pengolahan. Kadar asam amino esensial terendah dari ketiga sosis fermentasi adalah metionin, sehingga asam amino ini dijadikan sebagai asam amino pembatas. Metionin sangat mudah rusak oleh adanya oksigen dan perlakuan panas. Kerusakan atau kehilangan metionin dalam pangan dapat terjadi selama proses pengeringan,
35
pemanggangan atau perlakuan proses yang melibatkan oksigen (Kusnandar, 2010). Kandungan asam amino metionin pada sosis fermentasi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan asam amino metionin menurut Bruna et al. (2001), yaitu sebesar 5,8 mg/100 gram berat kering. Asam Amino Nonesensial Ketersediaan asam amino non esensial pada sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus acidophilus 2B4 relatif lebih tinggi dibanding dengan sosis fermentasi dengan penambahan kultur Lactobacillus plantarum 2C12 dan sosis fermentasi kontrol. Asam glutamat merupakan asam amino nonesensial tertinggi dibandingkan dengan asam amino esensial lain, kemudian diikuti oleh asam aspartat, arginin, alanin, glisin, serin dan histidin. Kandungan asam glutamat dan asam aspartat lebih tinggi dibandingkan asam amino lain karena penguraian yang digunakan adalah hidrolisis asam. Glutamin dapat diubah menjadi asam glutamat oleh enzim glutaminase dalam reaksi deaminasi serta asparagin dapat diubah menjadi asam aspartat dengan bantuan enzim asparaginase (Poedjiadi, 1994). Selain itu, Hairita (1987) menambahkan bahwa asam glutamat umumnya diproduksi oleh bakteri gram positif, tidak membentuk spora, tidak bergerak dan membutuhkan biotin untuk pertumbuhannya. Kandungan asam glutamat berperan dalam timbulnya rasa gurih. Rasa gurih hidrosilat protein disebabkan oleh tingginya kandungan asam amino bebas (terutama asam glutamat), garam dan asam organik (Arief et al., 2007). Kebutuhan Asam Amino Esensial pada Manusia Asam amino yang termasuk asam amino esensial yaitu treonin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin dan lisin. Asam amino histidin dan arginin merupakan asam amino non esensial bagi orang dewasa. Menurut Poedjiadi (1994), asam amino arginin dapat dibuat dalam tubuh tetapi jumlahnya tidak mencukupi keperluan pertumbuhan sel pada bayi, oleh sebab itu asam amino arginin adalah esensial bagi bayi. Asam amino histidin juga memiliki fungsi yang sama dengan arginin, tetapi asam amino ini esensial bagi bayi dan juga anak-anak. Tabel 9 menunjukkan persentase angka kecukupan gizi asam amino esensial produk sosis fermentasi bagi anak-anak berumur 10-12 tahun dan lebih dari 12 tahun. Tabel tersebut menunjukkan bahwa produk sosis fermentasi kontrol, sosis fermentasi
36
dengan penambahan Lactobacillus plantarum 2C12, dan sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 2B4 tidak dapat memenuhi kecukupan gizi asam amino esensial sepenuhnya bagi anak-anak yang berumur 10-12 tahun yang memiliki bobot badan 35 kg. Hal ini dapat dicontohkan pada asam amino treonin dari sosis fermentasi kontrol. Kebutuhan treonin pada anak-anak yang berumur 10-12 tahun dengan bobot badan 35 kg adalah 1225 mg/hari. Setiap 100 gram sosis fermentasi kontrol mengandung treonin sebanyak 690 mg. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 100 gram sosis fermentasi kontrol hanya dapat memenuhi kebutuhan asam amino treonin anak-anak yang berumur 10-12 tahun sebesar 56,33%. Tabel 9 memperlihatkan bahwa ketiga produk sosis fermentasi hanya dapat memenuhi kebutuhan asam amino esensial bagi anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun dengan bobot badan 55 kg. Sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 2B4 menunjukkan persentase angka kecukupan gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan sosis fermentasi lain. Contohnya pada asam amino lisin dari sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 2B4. Kebutuhan lisin pada anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun dengan bobot badan 55 kg adalah 66 mg/hari. Setiap 100 gram sosis fermentasi dengan penambahan Lactobacillus acidophilus 2B4 mengandung lisin sebanyak 1610 mg, sehingga dengan mengkonsumsi 100 gram sosis fermentasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan asam amino lisin anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun sebesar 243,94%. Hal ini berarti lisin yang masuk ke dalam tubuh melebihi kebutuhan, sehingga kelebihan asam amino tersebut akan kembali ke deposit asam amino. Kebutuhan asam amino esensial dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar oleh anak-anak yang berumur 10-12 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun. Hal ini disebabkan anak-anak yang berusia lebih muda membutuhkan jumlah asam amino yang banyak untuk pertumbuhannya. Berdasarkan Tabel 8, ketiga produk sosis fermentasi tersebut hanya dapat mencukupi kebutuhan anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun. Oleh karena itu dibutuhkan kombinasi dalam mengkonsumsi produk sosis fermentasi tersebut dengan bahan pangan lain, sehingga kebutuhan dari masing-masing asam amino dapat tercukupi.
37
Tabel 9. Persentase Angka Kecukupan Gizi Asam Amino Esensial Sosis Fermentasi Asam
Angka Kecukupan
Amino
Gizi 10-12 th
Sosis Fermentasi2)
1)
>12 th
Kontrol
Angka Kecukupan Gizi
L. plantarum
L. acidophilus
2C12
2B4
Kontrol
BB= 35
BB= 55
10-12
kg
kg
th
-----(mg/hari)-----
------(mg/100 g bahan)-----
>12 th
L. plantarum
L. acidophilus
2C12
2B4
10-12 th
>12 th
10-12 th
>12 th
------------------------------------(%)--------------------------------
Histidin
-
550
550
580
600
-
100
-
105,45
-
109,09
Isoleusin
1050
550
730
790
820
69,52
132,73
75,24
143,64
78,10
149,09
Leusin
1575
770
1290
1360
1390
81,90
167,53
86,35
176,62
88,25
180,52
Lisin
2100
660
1380
1520
1610
65,71
209,09
72,38
230,30
76,67
243,94
Treonin
1225
385
690
760
730
56,33
179,22
62,04
197,40
59,59
189,61
Sumber : 1) Karyadi dan Muhilal (1985) yang dikutip oleh Muchtadi et al. (1993) 2) Hasil Analisis di Laboratorium Terpadu, 2012
38 37