HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi ini berada di punggung sebelah timur gunung Salak dengan kemiringan 8-400 dan ketinggian 600-1,350m dpl. Lingkungan lokasi penelitian ini mempunyai temperatur 18-22°C, kelembaban 70-80% dan curah hujan 3,222 mm per tahun. Menurut Abidin (2006) lingkungan yang baik untuk sapi adalah mempunyai temperatur optimal dengan kisaran suhu 10-270C, curah hujan 800-1.500 mm pertahun, sehingga lokasi penelitian ini cocok untuk pertumbuhan dan reproduksi sapi. Gambaran lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang Respon Sapi terhadap Superovulasi Hasil pengamatan terhadap seluruh sapi donor yang disuperovulasi disajikan pada Tabel 1. Dari seluruh sapi donor yang disuperovulasi sebanyak 169 ekor sapi memberikan respon. Tabel 1 menunjukkan bahwa sapi Angus yang disuperovulasi dengan Folltropin-V memberikan respon terbaik. Penggunaan FSH dengan merk yang sama pada bangsa sapi yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda. Superovulasi sapi Simmental menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada sapi Limousin. Hal ini berbeda dangan hasil penelitian Suradi (2004) pada sapi Simmental yang memberikan respon yang sama dengan sapi Limousin terhadap
20
superovulasi yaitu sebesar 100%. Analisis sidik ragam respon sapi terhadap superovulasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Muawanah (2000) beberapa faktor yang mempengaruhi respon ternak donor terhadap superovulasi antara lain faktor umur ternak donor, dosis FSH yang digunakan, Body Condition Score (BCS) dan jumlah pemakaian ternak tersebut sebagai donor. Kanagawa (1995) menambahkan rendahnya respon ternak donor terhadap perlakuan superovulasi dapat disebabkan oleh gangguan reproduksi ternak donor tersebut. Tabel 3. Respon Sapi terhadap Superovulasi Bangsa Sapi
Jenis FSH
FH
Folltropin-V
9
Sapi Donor yang Respon (ekor) 5
FH
Opti-Stim
20
15
75
FH
Ovagen
29
17
59
Simmental
Folltropin-V
9
7
78
Simmental
Opti-Stim
23
21
91
Simmental
Ovagen
23
20
87
Limousin
Folltropin-V
19
17
89
Limousin
Opti-Stim
36
24
67
Limousin
Ovagen
15
12
80
Angus
Folltropin-V
6
6
100
Angus
Opti-Stim
13
8
62
Angus
Ovagen
11
7
64
upero ulasi (ekor)
Response Rate (%) 56
Tingkat Ovulasi Tingkat ovulasi dapat diketahui berdasarkan jumlah corpus luteum (CL) yang dihasilkan pada ovarium kanan dan ovarium kiri yang pada umumnya berbentuk oval dan berdiameter 0,75-5 cm. Ovarium kanan umumnya lebih besar daripada ovarium kiri. Persentase corpus luteum (CL) yang dihasilkan pada ovarium kanan dan ovarium kiri disajikan pada Tabel 2.
21
Berdasarkan uji statistik jumlah CL sebelah kanan dan kiri tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan adanya perlakuan superovulasi menyebabkan kedua ovarium memberikan respon yang sama. Hal ini sesuai dengan penelitian Maret (2001) yang menyatakan bahwa aktivitas ovulasi dari kedua ovarium kiri dan kanan terhadap pemberian hormon FSH eksogen dengan dosis 40, 44 dan 50 mg tidak dijumpai perbedaan. Uji t-Student jumlah Corpus Luteum (CL) pada Ovarium Kanan dan Kiri dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 4. Persentase Corpus Luteum Hasil Superovulasi Bangsa Sapi FH
Jenis FSH
Superovulasi (ekor)
Persentase CL Ovarium (%) Kanan Kiri 47 53
Folltropin-V
9
FH
Opti-Stim
20
39
61
FH
Ovagen
29
46
54
Simmental Folltropin-V
9
35
65
Simmental Opti-Stim
23
49
51
Simmental Ovagen
23
41
59
Limousin
Folltropin-V
19
44
56
Limousin
Opti-Stim
36
39
61
Limousin
Ovagen
15
57
43
Angus
Folltropin-V
6
50
50
Angus
Opti-Stim
13
50
50
Angus
Ovagen
11
52
48
Banyaknya jumlah CL yang terbentuk pada ovarium kiri maupun ovarium kanan menggambarkan aktivitas ovarium tersebut. Meskipun jumlah CL pada ovarium kiri dan ovarium kanan tidak berbeda nyata (P>0,05), namun pada data hasil penelitian dapat dilihat bahwa presentase CL ovarium kiri lebih banyak daripada ovarium kanan. Berbeda dengan pendapat Hardjopranjoto (1995) yang menyatakan bahwa ukuran ovarium kanan yang lebih besar daripada ovarium kiri terjadi karena secara fisiologis ovarium kanan lebih banyak memperoleh aliran darah sehingga lebih aktif.
22
Rataan jumlah total CL hasil superovulasi disajikan pada Tabel 3. Jumlah total CL yang terbentuk pada ovarium dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program superovulasi. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa bangsa sapi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah CL. Sumber FSH yang digunakan dalam superovulasi tidak berpengaruh terhadap jumlah CL. Interaksi antara bangsa sapi dan sumber FSH tidak berpengaruh terhadap jumlah CL. Analisis sidik ragam jumlah total CL dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 5. Rataan Corpus Luteum Hasil Superovulasi Sumber FSH
uperovulasi (ekor) 4
Rataan CL (buah/ekor) 4,5 ± 1
Kisaran
Bangsa Sapi FH
Folltopin-V
FH
Opti-Stim
11
5,2 ± 5,9
2-22
FH
Ovagen
15
6,5 ± 4,7
2-18
Simmental
Folltopin-V
6
8,3 ± 4,2
4-14
Simmental
Opti-Stim
18
9,5 ± 8,7
2-40
Simmental
Ovagen
17
9,3 ± 6,5
2-24
Limousin
Folltopin-V
16
7,2 ± 5,5
2-22
Limousin
Opti-Stim
20
9,5 ± 7,2
2-32
Limousin
Ovagen
11
8,8 ± 4,3
4-17
Angus
Folltopin-V
6
9 ± 4,6
2-15
Angus
Opti-Stim
6
4 ± 2,9
2-9
Angus
Ovagen
7
7,7 ± 5,4
2-17
3-5
Pengaruh lingkungan pemeliharaan, umur dan nutrisi pada setiap individu ternak sapi yang sama dapat juga memberikan hasil tingkat ovulasi yang berbeda. Toelihere (1985) menjelaskan bahwa tingkat ovulasi pada ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk makanan, kondisi fisik dan umur. Produksi Embrio Rataan jumlah embrio dan ovum terkoleksi disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa bangsa memberikan pengaruh yang berbeda terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sapi FH dan Angus memberikan respon yang sama terhadap total embrio. Sapi Simmental dan Limousin memberikan 23
respon yang sama terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sedangkan sapi FH dengan Simmental memberikan respon yang berbeda terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sumber FSH tidak berpengaruh terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Analisis sidik ragam jumlah embrio dan ovum terkoleksi dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 6. Rataan Jumlah Embrio dan Ovum Terkoleksi Hasil Superovulasi
FH
Folltopin-V
4
Rataan Embrio dan Ovum (buah/ekor) 4,5 ± 1
FH
Opti-Stim
11
5,2 ± 5,9
2-22
FH
Ovagen
15
6,5 ± 4,7
2-18
Simmental
Folltopin-V
6
8,3 ± 4,2
4-14
Simmental
Opti-Stim
18
9,5 ± 8,7
2-40
Simmental
Ovagen
17
9,3 ± 6,5
2-24
Limousin
Folltopin-V
16
7 ± 5,6
2-22
Limousin
Opti-Stim
20
9,5 ± 7,2
2-32
Limousin
Ovagen
11
8,3 ± 3,5
4-14
Angus
Folltopin-V
6
9,3 ± 4,7
2-15
Angus
Opti-Stim
6
4 ± 2,9
2-9
Angus
Ovagen
7
7,7 ± 5,4
2-17
Bangsa Sapi
Sumber FSH
uperovulasi (ekor)
Kisaran 3-5
Faktor-faktor seperti sumber dan kondisi sperma, kualitas oosit yang diperoleh, kondisi alat reproduksi sapi betina, nutrisi pakan, ketrampilan inseminator, lingkungan pemeliharaan dan jadwal pengkoleksian embrio yang tepat dapat juga mempengaruhi pembuahan dan perkembangan ovum. Seidel dan Elsden (1989) menjelaskan bahwa Koleksi dengan metode tanpa pembedahan melalui serviks dilakukan pada hari ke-7 atau ke-8 setelah estrus, koleksi pada hari ke-7 akan menghasilkan embrio stadium kompak morula dan blatosit awal sedangkan pada hari ke-8 embrio mencapai stadium blatosit penuh. Betteridge (1980) menyatakan bahwa dari sejumlah ovum yang diovulasikan tidak semua dibuahi dan berkembang normal karena adanya sel telur yang mungkin 24
hilang, tidak dibuahi atau tidak terkembang. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa koleksi embrio tanpa pembedahan memungkinkan adanya sekitar 10% embrio yang tidak berhasil dibilas karena masih berada di oviduk. Recovery Rate Respon sapi terhadap superovulasi, yang ditandai dengan jumlah CL berkorelasi positif dengan jumlah embrio yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan nilai recovery rate yang berada pada kisaran 80%. Hanya ada satu nilai recovery rate yang lebih dari 100% yaitu pada sapi Angus yang disuperovulasi dengan Folltropin-V. Hasil ini berbeda dengan penelitian Suradi (2004) dan Maret (2001) yang mendapatkan hasil recovery rate lebih dari 100%. Hal ini disebabkan teknik palpasi rektal yang sudah lebih baik sehingga kemungkinan CL yang tidak terhitung semakin kecil. Pengalaman dan keahlian petugas palpasi rektal juga mempengaruhi keakuratan perhitungan jumlah CL. Tabel 7. Recovery Rate Hasil Superovulasi Bangsa Sapi
Jenis FSH
upero ulasi (ekor)
CL (buah)
Embrio dan Ovum (buah) 19
Recovery Rate
FH
Folltropin-V
9
19
100%
FH
Opti-Stim
30
61
61
100%
FH
Ovagen
29
99
99
100%
Simmental
Folltropin-V
9
51
51
100%
Simmental
Opti-Stim
23
174
174
100%
Simmental
Ovagen
23
161
161
100%
Limousin
Folltropin-V
19
116
113
97%
Limousin
Opti-Stim
36
194
192
99%
Limousin
Ovagen
15
98
92
94%
Angus
Folltropin-V
6
56
56
100%
Angus
Opti-Stim
13
26
26
100%
Angus
Ovagen
11
54
54
100%
Nilai recovery rate yang terendah terdapat pada sapi Limousin, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah kurangnya asupan nutrisi atau 25
kegagalan teknik dari superovulasi. Semakin banyak CL yang terdeteksi maka semakin banyak pula jumlah embrio yang dihasilkan. Hasil recovery rate menunjukkan bahwa pemanenan embrio (flushing) di BET Cipelang telah berjalan dengan baik. Analisis sidik ragam recovery rate dapat dilihat pada Lampiran 4.
26