V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Rendemen Ekstrak Pekat Propolis Ekstraksi propolis lebah Trigona sp dilakukan dengan metode maserasi. Menurut Anggraini (2006), maserasi adalah teknik ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut dengan lama waktu tertentu. Metode maserasi sangat cocok untuk ekstraksi propolis yang tidak tahan pada suhu tinggi. Filtrat hasil proses maserasi dilakukan pemekatan untuk menguapkan pelarut, sehingga didapatkan ekstrak pekat propolis. Proses pemekatan dilakukan berdasarkan titik didih pelarut yang akan diuapkan. Titik didih pelarut yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
digunakan pada setiap perlakuan berkisar 64-82oC, rentang titik didih yang tidak terlalu jauh menyebabkan proses pemekatan setiap perlakuan dapat dilakukan pada kondisi yang sama yaitu keadaan vakum dengan suhu 45oC, dimana pada kondisi tersebut setiap pelarut yang digunakan dapat diuapkan. Penggunaan pelarut yang berbeda pada ekstraksi propolis akan mempengaruhi jumlah komponen propolis yang terekstraksi dari propolis mentah yang secara langsung berpengaruh terhadap rendemen ekstrak pekat propolis yang dihasilkan. Rendemen ekstrak pekat propolis yang dihasilkan dapat dilihat gambar 4.
38 FTIP001645/050
39 60 48.63
Rendemen (%)
50
46.85
44.33
40 30 20
18.63
10 0 A
B
C
D
Perlakuan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Keterangan: A . Ekstraksi Propolis dengan etanol 70% B. Ekstraksi Propolis dengan metanol C . Ekstraksi Propolis dengan IPA D. Ekstraksi Propolis dengan etil asetat Gambar 4. Rendemen Ekstrak Pekat Propolis pada Berbagai Perlakuan
Hasil penelitian (gambar 4) menunjukkan terdapat perbedaan rendemen propolis yang dihasilkan pada tiap perlakuannya. Rendemen propolis tertinggi didapatkan pada ekstraksi propolis dengan menggunakan metanol, diikuti oleh IPA, etil asetat, dan etanol 70%. Perlakuan ekstraksi menggunakan pelarut metanol, IPA, dan etil asetat memiliki nilai rendemen yang tidak berbeda jauh, sedangkan nilai rendemen yang dihasilkan dari perlakuan ekstraksi dengan etanol 70% berbeda sangat jauh dengan ketiga perlakuan lainnya. Perbedaan nilai rendemen ekstrak pekat propolis disebabkan oleh adanya perbedaan kepolaran pelarut yang digunakan dalam tiap perlakuan.
FTIP001645/051
40
Zat-zat yang terkandung di dalam propolis memiliki kepolaran yang beragam, tergantung dari asal getah tanaman yang diambil oleh lebah penghasil propolis tersebut. Penggunaan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda akan menunjukkan perbedaan komponen yang terekstraksi dan rendemen yang dihasilkan. Menurut Anonim (2004), terdapat tiga ukuran yang menunjukan kepolaran suatu pelarut yaitu momen dipol, konstanta dielektrik dan kelarutannya dengan air. Berdasarkan konstanta dielektriknya, etanol 70% memiliki kepolaran paling tinggi diantara pelarut organik lain yang digunakan dalam perlakuan dengan konstanta dielektrik sebesar 45, diikuti dengan metanol sebesar 30, IPA sebesar 18, dan etil asetat sebesar 6 (Anonim, 2004).
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Berdasarkan kepolaranya, etanol 70% akan melarutkan komponen resin propolis polar (flavonoid dan fenol) dan beberapa komponen propolis non polar. Penggunaan etanol 70% juga akan memperkecil kemungkinan terlarutnya zat yang tidak diinginkan seperti lilin lebah. Lilin lebah terdiri dari ester asam lemak dan alkohol dengan rantai karbon panjang yang tidak larut dalam etanol (Fearnley (2005) dalam Sunny (2011)). Komponen-komponen yang akan larut dalam pelarut metanol adalah komponen rensin propolis polar, resin propolis yang kurang polar (gum dan ester). Nilai rendemen metanol merupakan yang paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan metanol mengekstraksi komponen resin polar propolis dan komponen resin non polar propolis dengan baik. Komponen resin non polar yang ikut terekstrak dengan metanol lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak propolis dengan etanol
FTIP001645/052
41
70% yang menyebabkan rendemen metanol lebih tinggi, namun komponen resin non polar ini kurang diinginkan dalam ekstrak propolis. Komponen propolis yang terlarut menggunakan IPA hampir sama dengan komponen propolis yang terlarut menggunakan metanol yaitu komponen rensin propolis polar, resin propolis yang kurang polar, dan lilin lebah, namun ekstrak propolis dengan pelarut IPA mengekstrak komponen resin propolis lebih sedikit dan lilin lebah lebih banyak. Hal ini yang menyebabkan nilai rendemen ekstrak propolis dengan pelarut IPA lebih rendah dari nilai rendemen dengan pelarut metatanol dan lebih
tinggi dari nilai rendemen ekstrak propolis dengan pelarut etanol 70%.
Keberadaan lilin lebah ditandai dengan lebih banyaknya bagian yang berwarna coklat
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
buram pada ekstrak propolis dengan pelarut IPA. Lilin lebah sama seperti komponen resin nonpolar keberadaannya dalam ekstrak propolis kurang diinginkan Etil asetat memiliki tingkat kepolaran paling rendah diantara pelarut lain yang digunakan. Etil asetat hanya akan melarutkan sedikit komponen resin propolis polar, komponen resin propolis non polar, dan lilin lebah dalam jumlah yang cukup banyak. Sedikitnya jumlah komponen resin propolis polar terutama flavonoid yang terekstrak ditandai dengan warna ekstrak propolis yang dihasilkan lebih cerah dibandingkan dengan ekstrak propolis yang dihasilkan oleh etanol 70%, metanol, dan IPA. Menurut Woo (2004) dalam Sunny (2011), propolis dengan warna yang lebih gelap menghasilkan rendemen yang lebih tinggi karena kandungan flavonoidnnya lebih banyak. Hal ini yang menyebabkan nilai rendemen ekstrak propolis dengan pelarut etil asetat lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak propolis dengan pelarut metanol dan IPA. Etil asetat mengekstrak komponen yang tidak diinginkan seperti lilin lebah
FTIP001645/053
42
dalam jumlah besar ditandai dengan adanya gumpalan cerah yang tidak larut PG dalam ekstrak propolis yang dihasilkan. Keberadaan lilin lebah ini yang menyebabkan nilai rendemen ekstrak propolis dengan pelarut etil asetat lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rendemen ekstrak propolis dengan pelarut etanol 70%
5.2 .
Deskripsi Karakteristik Inderawi Meliputi Warna, Aroma, dan Rasa Propolis memiliki sifat pekat, bergetah, berwarna coklat kehitaman,
mempunyai aroma yang khas, dan rasa pahit (Lotfy, 2006). Karakteristik inderawi ekstrak propolis sangat mempengaruhi kualitas ekstrak propolis. Karakteristik yang diamati meliputi warna, rasa, dan aroma yang dilakukan secara deskriptif oleh panelis
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
perseorangan dan tanpa uji statistik. Panelis perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh dari kebiasaan, sehingga panelis tersebut sangat mengenal sifat dan cara pengolahan bahan yang akan dinilainya dengan sangat baik. Panelis perseorangan yang digunakan dalam pengujian ekstrak propolis merupakan orang yang telah biasa mengkonsumsi propolis, mengerti proses pengolahan propolis, serta mengetahui senyawa yang mempengaruhi karakteristik inderawi propolis. Hasil deskripsi Karakteristik iderawi ekstrak propolis pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada gambar 5 tabel 11.
FTIP001645/054
43
Gambar 5. Ekstrak Propolis Berbagai Perlakuan (Dokumentasi Pribadi, 2012)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Tabel 11. Deskripsi Karakteristik Inderawi Ekstrak Propolis Perlakuan Warna Aroma Rasa Keterangan Coklat Khas Pahit A. Etanol kehitaman propolis 70% +++ +++ ++++ Pahit ++ Coklat Khas Lengket, tidak larut dalam B. Metanol (sedikit kehitaman ++ propolis + air, sangat kental. pedas) Terbagi menjadi dua fase Khas Pahit ++ atau bagian, bagian atas C. IPA Coklat propolis (sedikit berupa gumpalan, agak ++ pedas) lengket. Khas Pahit D. Etil asetat Coklat muda propolis ++++ Terdapat gumpalan ++ (pedas) Keterangan: tanda plus (+) menunjukkan peningkatan atau tingkatan.
1.
Warna Warna ekstrak propolis yang dihasilkan dari setiap perlakuan adalah coklat.
Menurut Krell (2006), propolis berwarna kuning sampai coklat tua, tergantung asal resinnya, namun menurut Coggshall and Morse (1984) dalam Krell (2006), terdapat juga propolis yang transparan. Warna coklat pada ekstrak propolis disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid dan kuinon di dalamnya (Harbone, 1987). Semakin
FTIP001645/055
44
banyak kandungan flavonoid dan kuinon dalam ekstrak propolis, maka akan semakin coklat warnanya. Warna ekstrak propolis etanol 70% dan metanol memiliki warna yang sama yaitu coklat kehitaman. Warna ekstrak propolis metanol lebih buram dibandingkan dengan etanol 70%. Hal ini disebabkan kandungan gum propolis di dalam ekstrak propolis dengan metanol lebih banyak. Warna gum pada propolis tergantung dari asal resin tanaman yang diambil oleh lebah, pada umumnya gum berwarna kuning terang sampai coklat tua (Coneac et al., 2008). Kandungan gum juga menyebabkan ekstrak propolis metanol sangat kental, lengket, dan tidak larut air. Ekstrak propolis dengan IPA memiliki warna coklat yang terbagi menjadi dua
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
fase, dimana bagian atas berwarna lebih buram yang berupa campuran gum dan lilin lebah, sedangkan bagian bawah coklat bening yang berupa resin polar. Lilin lebah pada dasarnya berwarna putih, namun dapat berubah warna menjadi coklat gelap akibat kontaminasi dengan serbuk sari dan kontak dengan lebah dalam sarang lebah (Krell, 1996). Campuran gum dan lilin lebah menyebabkan terbentuknya bagian buram pada
ekstrak propolis yang dihasilkan. Kandungan gum dan lilin juga menyebabkan ekstrak propolis dengan IPA kental. Warna ekstrak propolis dengan etil asetat adalah yang paling muda dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Warna coklat muda ini menandakan sedikitnya kandunga flavonoid dan kuinon yang terekstrak dengan pelarut etil asetat. Pelarut etil asetat lebih banyak mengekstrak lilin lebah dibandingkan dengan flavonoid. Lilin lebah bersifat padat pada suhu ruang, sehingga menyebabkan terbentuk gumpalan berwarna kuning cerah pada ekstrak propolis yang dihasilkan.
FTIP001645/056
45
2. Aroma Propolis mengandung zat aromatik, zat wangi, dan berbagai mineral (Pusat Perlebahan Apiari Pramuka, 2003). Ekstrak propolis yang dihasilkan pada setiap perlakuan memiliki aroma yang sama yaitu aroma khas propolis. Sama seperti warna, aroma khas propolis juga sangat tergantung dengan getah tanaman yang diambil oleh lebah. Aroma khas propolis dipengaruhi oleh kandungan minyak esensialnya. Minyak esensial dalam propolis sebesar 10% (Krell, 2006). Menurut Bogdanov (2012), propolis mengandung minyak essential yang bersifat polar sebanyak 3-5% yang terdiri dari mono- dan siskuiterpene. Semakin banyak kandungan minyak esensial akan memperkuat aroma khas propolis. Ekstrak propolis yang memiliki aroma yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
paling kuat adalah ekstrak propolis dengan etanol 70%, etil asetat, IPA, dan metanol. 3. Rasa Ekstrak propolis yang dihasilkan dari tiap perlakuan menghasilkan rasa yang sama yaitu pahit. Senyawa flavonoid, alkaloid, triterpenoid, dan tanin merupakan senyawa yang menyebabkan timbulnya rasa pahit dan sepat (Harbone, 1987). Rasa pahit ekstrak propolis mulai dari yang paling kuat adalah pada perlakuan menggunakan pelarut etil asetat, etanol 70%, metanol, dan IPA. Rasa pahit pada ekstrak propolis etil asetat bukan didominasi oleh kandungan flavonoidnya, hal ini berkaitan dengan warna ekstrak propolis dengan etil asetat yang coklat muda. Rasa pahit tersebut diduga berasal dari kandungan senyawa triterpenoid. Menurut Harbone (1987), komponen triterpenoid atau steroid terdeteksi pada ekstrak kasar menggunakan pelarut kloroform dan etil asetat, karena prekursor dari pembentukan triterpenoid atau steroid adalah kolesterol yang bersifat non polar.
FTIP001645/057
46
Ekstrak propolis dengan perlakuan pelarut metanol, IPA, dan etil asetat memiliki rasa yang sedikit pedas. Rasa pedas pada propolis berasal dari senyawa resin. Menurut Anshory (2011), Rasa pedas disebabkan oleh resin yang disebut kavisin.
5.3.
Tingkat Kecerahan Warna dengan Chromameter Kecerahan merupakan komponen warna yang penting. Kecerahan dapat
menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak propolis. Pengujian tingkat kecerahan warna dilakukan dengan menggunakan Chromameter CR 300. Tingkat kecerahan dalam Chromameter ditunjukkan oleh nilai L*. Nilai L*
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
menunjukkan tingkat kecerahan dengan kisaran nilai 0 (hitam) sampai dengan 100 (putih). Semakin tinggi nilai L* menunjukkan semakin cerah bahan tersebut. Tingkat kecerahan ekstrak propolis dapat dilihat pada gambar 5.
FTIP001645/058
47
50
45.05
45 40
Nilai L*
35 30
35.49
38.91
29.25
25 20 15 10 5 0 A
B
C
D
Perlakuan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Keterangan: A . Ekstraksi Propolis dengan etanol 70% B. Ekstraksi Propolis dengan metanol C . Ekstraksi Propolis dengan IPA D. Ekstraksi Propolis dengan etil asetat Gambar 6. Tingkat Kecerahan Ekstrak Propolis Hasil pengamatan (gambar 5) menunjukkan terdapat perbedaan nilai L* pada setiap perlakuan. Ekstrak propolis etanol memiliki nilai L* paling rendah yaitu sebesar 29,25, sedangkan ekstrak propolis etil asetat memiliki nilai L* paling tinggi yaitu sebesar 45,05. Hal ini menunjukan ekstrak propolis etanol memiliki warna yang paling gelap dan ekstrak propolis etil asetat memiliki warna yang paling cerah. Komponen bioaktif yang mempengaruhi kecerahan warna ekstrak propolis adalah flavonoid dan kuinon (Harbone, 1987). Semakin banyak kandungan kedua senyawa tersebut akan menghasilkan warna yang gelap dengan nilai L* yang semakin kecil, maka dapat dikatakan bahwa ekstrak propolis etanol mengandung flavonoid dan kuinon yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Flavonoid
FTIP001645/059
48
akan terekstrak berdasarkan kepolarannya, flavonoid yang bersifat polar akan semakin banyak terekstrak oleh pelarut etanol 70% yang memiliki kepolaran paling tinggi, diikuti dengan metanol, IPA, dan etil asetat.
5.4.
Skrining Fitokimia Menurut Gojmerac (1983), propolis mengandung bahan campuran lilin lebah,
resin, balsam, minyak esensial, dan sedikit polen. Lebih dari 200 senyawa yang terkandung di dalam propolis sudah diketahui (Khismatulina, 2005). Menurut Park et al. (2002), senyawa bioaktif pada propolis sangat berhubungan erat dengan vegetasi atau tanaman yang asli berasal dari daerah tersebut. Komponen bioaktif yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
berperan sebagai antioksidan adalah flavonoid dan polifenol. Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif dalam ekstrak propolis dalam setiap perlakuan secara kualitatif. Fitokimia merupakan senyawa yang dihasilkan melalui proses metabolisme sekunder. Analisis ini dilakukan dengan metode Harbone (1987). Penentuan secara kualitatif keberadaan komponen fitokimia yang diujikan dapat dilihat dari perubahan warna atau terbentunya buih atau endapan (lampiran 4). Identifikasi yang dilakukan adalah pengujian senyawa flavonoid, polifenol, alkaloid, saponin, tanin, triterpenoid atau steroid, dan monoterpen atau siskuiterpen. Hasil analisis skrining fitokimia dapat dilihat pada tabel 12.
FTIP001645/060
49
Tabel 12. Hasil Analisis Skrining Fitokimia Ekstrak Propolis Hasil Uji Senyawa Etanol 70% Metanol IPA Etil asetat Alkaloid ++++ +++ ++ ++ Flavonoid ++++ +++ ++ + Polifenol ++++ ++++ ++++ ++++ Tanin +++ ++++ +++ +++ Triterpenoid (Triterpenoid) (Triterpenoid) (Triterpenoid) (Triterpenoid) atau steroid ++ ++ ++++ +++ Kuinon ++ ++++ +++ ++ Saponin Keterangan: : negatif + : positif lemah ++ : positif +++ : positif kuat ++++ : positif kuat sekali
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Hasil pengujian (tabel 12) menunjukkan ekstrak propolis pada setiap perlakuan mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, polifenol, triterpenoid, tanin, dan triterpenoid dalam kadar yang berbeda-beda, sedangkan untuk senyawa saponin setiap perlakuan menunjukkan hasil negatif yang menandakan tidak adanya senyawa saponin dalam ekstrak propolis tersebut. Keberadaan senyawa alkaloid terlihat paling kuat pada ekstrak propolis etanol 70% diikuti oleh ekstrak propolis metanol, IPA, dan etil asetat. Menurut Harbone (1987), alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,sebagai bagian sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya
FTIP001645/061
50
sedikit yang berbentuk cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Jenis alkaloid yang terdapat dalam ekstrak propolis tidak dapat dipastikan secara pasti karena jenis alkaloid bergantung asal tumbuhannya. Flavonoid, polifenol, dan kuinon merupakan golongan fenol. Senyawa flavonoid dan polifenol yang bersifat antioksidan, sedangkan kuinon bersifat pigmen yang memberi warna dalam ekstrak propolis. Berdasarkan kepolarannya flavonoid dan polifenol bersifat polar, sehingga akan ikut terekstraksi pada senyawa yang polar pula, hal ini sesuai dengan hasil pengujian (tabel 12) senyawa flavonoid paling kuat terdeteksi pada ekstrak propolis dengan pelarut paling polar yaitu etanol 70% diikuti oleh ekstrak propolis metanol, IPA, dan etil asetat, sedangkan untuk senyawa
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
polifenol terdeteksi sangat kuat pada setiap perlakuan. Menurut Smith (1972) dalam Markham (1981), kurang lebih 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid dan senyawa yang erat kaitan dengannya. Menurut Harbone (1987), flavonoid merupakan golongan senyawa fenol terbesar dan umumnya terdapat pada tumbuhan hijau kecuali alga. Pada tumbuhan, flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida, namun menurut penelitian Hasan (2006), flavonoid pada propolis tidak mengandung glikosida. Sebagian besar tanin juga berasal flavonoid. Berdasarkan tabel 12 keberadaan senyawa tanin terlihat kuat dalam ekstrak propolis pada setiap perlakuan, terutama perlakuan dengan pelarut metanol. Tanin dalam ekstrak propolis bersifat antimikroba karena kemampuannya dalam menginaktif protein enzim dan lapisan protein transport (Murphy, 1999 dalam Sunny, 2011).
FTIP001645/062
51
Kandungan flavonoid juga dapat dilihat dari warna coklat dan rasa pahit ekstrak propolis yang dihasilkan. Menurut Harbone (1987), triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid dapat digolongkan menjadi empat golangan senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Berdasarkan hasil pengujian (tabel 12), triterpenoid terdeteksi lemah pada perlakuan dengan pelarut etanol 70%, metanol, dan etil asetat serta terdeteksi kuat pada perlakuan dengan pelarut IPA, sedangkan untuk steroid dan saponin tidak terdeteksi dalam ekstrak propolis setiap perlakuan. Triterpena terutama terdapat
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
dalam lapisan malam daun dan dalam buah yang memiliki fungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan mikroba. Triterpena juga terdapat dalam damar, kulit batang, dan getah tanaman. Triterpena tertentu terkenal dengan rasa pahitnya. Senyawa triterpena yang menimbulkan rasa pahit adalah triterpena penta siklik seperti limonoid dan kuasinoid, serta triterpena lain seperti kukurbitasin (Harbone, 1987).
5.5.
Aktivitas Antioksidan Propolis memiliki aktivitas biologis diantarannya sebagai antioksidan.
Senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus – OH dan –OR. Komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan di dalam propolis adalah flavonoid dan senyawa fenol. Aktivitas antioksidan propolis diujikan
FTIP001645/063
52
dengan metode DPPH (Sawaya, 2009) dengan menghitung nilai IC 50. Nilai IC50 merupakan konsentrasi bahan (ppm) dimana bahan tersebut dapat menghambat 50% inhibisi radikal bebas. Menurut Purnomowati (2012), suatu bahan dikatakan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat apabila nilai IC 50 kurang dari 50, kurang dari 200 ppm termasuk kuat, 600 ppm termasuk kategori lemah, dan apabila lebih dari 1000 ppm termasuk kategori sangat lemah. Aktivitas antioksidan ekstrak propolis pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 13 dan gambar 7. Tabel 13. Aktivitas Antioksidan (Nilai IC50) Ekstrak Propolis IC50 (ppm)
125,586 146,845
Keterangan Kuat Kuat
C. IPA D. Etil asetat
151,994 226,387
Kuat Lemah
250
226.387
200 Nilai IC50
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Perlakuan A. Etanol 70% B. Metanol
150
125.586
146.845
151.994
B
C
100 50 0 A
D
Perlakuan Keterangan: A . Ekstraksi Propolis dengan etanol 70% B. Ekstraksi Propolis dengan metanol C . Ekstraksi Propolis dengan IPA D. Ekstraksi Propolis dengan etil asetat Gambar 7. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Propolis
FTIP001645/064
53
Nilai IC50 didapatkan dari persamaan linear persentasi inhibisi terhadap konsentrasi propolis yang terdapat pada lampiran. Berdasarkan nilai IC50-nya ekstrak propolis etanol 70%, metanol, dan IPA menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat, dimana dapat menghambat 50% inhibisi radikal bebas berturut-tutut pada konsentrasi 125,586 ppm, 146,845 ppm, dan 151,994, sedangkan ekstrak propolis etil asetat memiliki aktivitas antioksidan lemah yang baru dapat menghambat 50% inhibisi radikal bebas pada konsentrasi 226,387 ppm. Aktivitas antioksidan propolis dipengaruhi oleh jumlah komponen bioaktif terutama
flavonoid dan senyawa fenolik yang terkandung di dalam propolis.
Senyawa flavonoid dan fenol bersifat polar, sehingga semakin polar pelarut yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
digunakan dalam ekstraksi propolis, akan semakin banyak flavonoid dan fenol yang ikut terekstrak. Jumlah flavonoid dalam ekstrak propolis juga terlihat dari warna ekstrak propolis. Semakin tua warna coklat pada ekstrak propolis akan semakin banyak kandungan flavonoidnya. Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron (Karadeniz et al, 2005 dalam Pratimasari, 2009). Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang dapat ditemukan di buah dan sayur (Farkas et al, 2004 dalam Pratimasari, 2009). Flavonoid merupakan salah satu jenis antioksidan primer. Menurut Pratimasari (2009), flavonoid sebagai antioksidan primer dapat memutus rantai reaksi propagasi dengan menyumbang elektron pada peroksi radikal dalam asam lemak.
FTIP001645/065
54
Pada pengujian aktivitas antioksidan ekstrak propolis dengan metode DPPH (2,2Difenil-1-Pikrilhidrazil) terjadi peredaman warna DPPH dengan adanya flavonoid dan senyawa fenolik yang dapat memberikan radikal hidrogen kepada radikal DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH-H (1,1-difenil-2-pikrilhidrazin).
5.6. Penentuan Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik dapat diketahui dari perbandingan nilai yang didapatkan setiap perlakuan pada setiap kriteria pengamatan utama. Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan memberikan bobot pada masing-masing kriteria pengamatan. Bobot yang diberikan kepada setiap kriteria pengamatan berbeda-beda
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
besarnya tergantung dari besarnya pengaruh kriteria pengamatan tersebut terhadap kualitas ekstrak propolis yang dihasilkan. Total bobot yang diberikan adalah sebesar 100, dimana bobot tertinggi yang diberikan sebesar 30 dan bobot terendah yang diberikan sebesar 10. Setiap perlakuan diberi skor dengan range nilai 1-4, dengan 4 sebagai nilai terbaik, kemudian dilakukan pengalian bobot dan skor untuk mendapatkan total skor. Perlakuan yang memiliki total skor yang paling banyak akan menjadi perlakuan terbaik. Aktivitas antioksidan atau nilai IC50 memiliki bobot paling tinggi yaitu 30, karena nilai IC50 menunjukkan seberapa besar kemampuan ekstrak propolis sebagai antiokasidan dan manfaat pengonsumsian ekstrak propolis sebagai sumber antioksidan yang baik untuk kesehatan. Ekstrak propolis dengan antivitas antioksidan yang tinggi akan memiliki kualitas propolis yang baik dan meningkatkan nilai tambah pada produk propolis.
FTIP001645/066
55
Rendemen, karakteristik inderawi, dan hasil pengujian skrining fitokimia memiliki bobot 20. Rendemen merupakan kriteria pengamatan yang penting untuk diketahui terutama untuk para produsen propolis. Rendemen menunjukkan efektivitas proses ekstraksi propolis dan berkaitan dengan biaya produksi propolis, namun nilai rendemen yang tinggi belum tentu menghasilkan ekstrak propolis dengan komponen bioaktif yang tinggi. Karakteristik inderawi ekstrak propolis menunjukkan kualitas ekstrak propolis yang dihasilkan, hal ini dikarenakan karakteristik inderawi ekstrak propolis dipengaruhi oleh komponen yang ikut terekstrak pada proses ekstraksi. Dua senyawa paling penting dari hasil skrining fitokimia adalah flavonoid dan polifenol, keberadaan kedua senyawa inilah yang menyebabkan ekstrak propolis memiliki
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
aktivitas antioksidan. Nilai L* atau tingkat kecerahan memiliki bobot 10. Tingkat kecerahan dapat menunjukkan jumlah flavonoid dalam ekstrak propolis, dimana semakin gelap ekstrak propolis akan menunjukkan semakin banyaknya senyawa flavonoid di dalamnya, namun tingkat kecerahan propolis juga masih dipengaruhi oleh komponen lain seperti kuinon dan tanin. Matriks perlakuan terbaik dapat dilihat dari tabel 14.
FTIP001645/067
56
Tabel 14. Matriks Perlakuan Terbaik Ekstrak Propolis
Kriteria Pengamatan
Bobot
Nilai IC50
30
Rendemen
20
Karakteristik Inderawi
20
Skrining Fitokimia
20
Nilai L*
10
Total
100
Etanol 70% 4 120 1 20 4 80 4 80 4 40 340
Skor Perlakuan Metanol IPA 3 90 4 80 3 60 3 60 3 30 320
2 60 3 60 2 40 2 40 2 20 220
Etil Asetat 1 30 2 40 1 20 1 20 1 10 120
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
Berdasarkan tabel 14 propolis, ekstraksi propolis dengan etanol 70% merupakan perlakuan terbaik dengan total skor 340. Ekstrak propolis 70% memiliki nilai IC50 terendah yaitu sebesar 125,586 ppm (antioksidan kuat), rendemen sebesar 18,63%, nilai L* 29,25, hasil pengujian skrining fitokimia dengan flavonoid dan polifenol terdeteksi positif kuat, serta karakteristik inderawi yang paling baik, selain itu etanol 70% merupakan pelarut yang paling aman dikomsumsi dibandingkan pelarut organik lainnya yang digunakan dalam perlakuan.
5.7. Residu Pelarut Etanol Ekstrak propolis diekstraksi menggunakan pelarut kimia. Pengujian residu pelarut kimia yang tersisa dalam ekstrak propolis penting untuk diketahui. Hal ini berkaitan dengan regulasi atau peraturan yang ditetapkan oleh lembaga terkait tentang kandungan sisa pelarut dalam hasil ekstraksi tersebut, selain itu pegujian residu
FTIP001645/068
57
pelarut juga berpengaruh terhadap faktor keamanan dan kepercayaan konsumen terhadap produk hasil ekstraksi tersebut. Pengujian residu dilakukan pada perlakuan terbaik yaitu ekstrak propolis etanol 70%. Kadar residu etanol sangat dipengaruhi oleh baik atau tidaknya proses pemekatan yang dilakukan. Proses pemekatan yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan residu pelarut yang kecil.
Pelarut etanol
relatif aman untuk
dikonsumsi dibandingkan dengan perlarut lainnya, sehingga batas pengonsumsian dan penggunaan etanol tidak diatur dalam regulasi yang ada. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Pengujian residu pelaru etanol 70% dalam ekstrak propolis etanol 70% dengan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumbe [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan
menggunakan GC yang memiliki nilai LOD atau Limit of Detection sebesar 30 mg/kg (ppm). Nilai LOD menunjukkan bahwa alat GC dapat mendeteksi keberadaan etanol dalam suatu bahan dengan kadar lebih dari 30 ppm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa residu etanol tidak terdeteksi pada ekstrak propolis etanol 70% atau dapat dikatakan kadar residu etanol di dalam ekstrak propolis 70% sangat kecil yaitu kurang dari 30 ppm. Hasil pengujian residu pelarut dapat dilihat pada lampiran 7.
FTIP001645/069