2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pepetek (Secutor insidiator) Pepetek (Secutor insidiator) merupakan ikan demersal famili Leognathidae dengan panjang tubuh 6-20 cm, berbentuk pipih, tidak mengenal musim. Habitatnya berada di laut dan terdapat di daerah tropis dengan kisaran suhu 26 -29 o
C.
Swimming layer pepetek berada di kedalaman 10 – 50 m.
Daerah
penyebarannya di Indonesia, Thailand, Philipina, Taiwan dan Papua New Guinea. Pada bagian atas tubuhnya berwarna hitam kebiru-biruan, bagian bawahnya berwarna putih mengkilat dan hidup bergerombol (schooling) (Gambar 3). Schooling ikan ini biasanya berada didekat dasar perairan (Bloch 1787; Smith et al. 1999). Duri punggung secara keseluruhan berjumlah 8, duri punggung lunak berjumlah 16, duri dubur berjumlah 3, sirip dubur lunak berjumlah 14. Hidung berada di atas mata dengan mulut menghadap ke atas. Makanan pepetek adalah zooplankton termasuk copepoda, mysid, larva ikan dan crustacea (Bloch 1787).
1 cm Sumber : Jones (1985)
Gambar 3. Morfologi pepetek (Secutor insidiator)
Menurut Bloch (1787) klasifikasi pepetek (Secutor insidiator) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Sub phylum : Vertebrata Superclass : Osteichtyes Class : Actinopterygii Sub class: Neopterygii Intraclass : Teleostei Superoder : Acanthopterygii Ordo: Perciformes Suborder : Percoid ei Family Leognathidae Genus: Secutor Spesies: Secutor insidiator 2.2 Cahaya 2.2.1 Intensitas Cahaya Cahaya merupakan bagian yang fundamental dalam menentukan tingkah laku ikan di laut (Woodhead 1966). Faktor yang menentukan penetrasi cahaya masuk ke dalam perairan adalah absorbsi cahaya dari partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis (Nybakken 1988). Ben-Yami (1987) menyatakan bahwa nilai iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut dan nilainya akan berkurang apabila cahaya tersebut masuk ke dalam air karena mengalami pemudaran.
Besarnya iluminasi cahaya (E satuannya lx)
ditentukan dari intensitas penyinaran (I satuannya cd) dan jarak dari sumber cahaya (r satuannya m) yang diformulasikan sebagai berikut : E= I r2
Bentuk distribusi intensitas cahaya lampu di bawah air tergantung dari tipe lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pengamatan distribusi intensitas cahaya di bawah air menunjukkan bahwa pada garis luar iso- lux dari 4 lampu kerosene (lampu petromaks), bentuknya oval, intensitas cahaya maksimum (250 lx) di permukaan air dan 0,1 lx di kedalaman 14 m (Baskoro et al. 1998). Choi et al. (1997) melaporkan bahwa lampu listrik jenis metal halide mempunyai bentuk sebaran intensitas cahaya seperti angka delapan yang diputar 90° ke kiri dan ke kanan.
2.2.2. Panjang Gelombang Cahaya Stimuli cahaya terhadap tingkah laku ikan sangat kompleks antara lain intens itas, sudut penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya dan lama penyinarannya. Nicol (1963) telah melakukan suatu telaah mengenai penglihatan dan penerimaan cahaya oleh ikan dan menyimpulkan bahwa mayoritas mata ikan laut sangat tinggi sensitifitasnya terhadap cahaya. Tidak semua cahaya dapat diterima oleh mata ikan. Cahaya yang dapat diterima memiliki panjang gelombang pada interval 400 – 750 mµ (Mitsugi 1974; Nikonorov 1975). Penetrasi
cahaya dalam air sangat erat hubungannya dengan panjang
gelomba ng yang dipancarkan oleh cahaya tersebut.
Semakin besar panjang
gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam perairan. Panjang gelombang dari masing- masing warna cahaya dapat dilihat pada Tabel 1 (BenYami 1987).
2.3 Tingkah Laku Ikan terhadap Cahaya Tingkah laku ikan menurut He (1989) adalah adaptasi dari badan ikan terhadap lingkungan internal dan eksternal, sedangkan reaksi ikan merupakan respon yang berhubungan dengan tingkah laku ikan karena adanya rangsangan eksternal. Terdapat dua bentuk reaksi dari hewan terhadap cahaya yaitu fotokinesis dan fototaksis. Fotokinesis adalah respon dalam kecepatan perubahan arah gerakan terhadap suatu intensitas cahaya, sedangkan fototaksis adalah tindakan lokomotor
dari suatu organisme mendekat (positif) atau menjauhi (negatif) dari suatu sumber cahaya (Ben-Yami, 1987).
Tabel 1. Panjang gelombang dari masing- masing warna Warna
Panjang gelombang (nm)
Violet
3.900-4.550
Biru
4.550-4.920
Hijau
4.920-5.770
Kuning
5.770-5.970
Orange
5.970-6.220
Merah
6.220-7.700
Sumber: Ben-Yami (1987)
Pandangan beberapa ahli tentang tertariknya ikan terhadap cahaya lampu berbeda-beda. Verheijen (1959) mengatakan bahwa ikan melihat sumber cahaya dalam keadaan gelap di malam hari, menjadi disorientasi secara optik dan bereaksi, dimana hanya satu mata yang dirangsang sehingga terjadi gerakan yang tidak beraturan dan tidak menentu dari ikan pada area iluminasi. Menurut He (1989), terdapat teori tentang ikan berenang mendekati sumber cahaya (fototaksis) yaitu forced movement theory, adaptation theory dan feeding phototaxis theory, sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi fototaksis pada ikan adalah faktor internal seperti umur, jenis kelamin dan kepenuhan isi lambung serta faktor eksternal seperti temperatur air, level lingkungan cahaya (dini hari dan bulan purnama), intensitas dan warna dari sumber cahaya, ada tidaknya makanan dan kehadiran predator. 2.4 Struktur Mata Ikan Struktur mata ikan tidak berbeda dengan vertebrata lainnya, meskipun sejumlah spesies bervariasi dalam ukuran, struktur dan posisinya.
Variasi ini
sebagai akibat dari adaptasi pada lingkungan hidupnya (habitat) yang bervariasi khususnya karena habitat ikan terdapat di air, dimana sensitivitas dan ketajaman mata ikan ini tergantung dari keadaan cahaya yang dirasakan oleh retinanya (Gambar 4) (Fernald 1992).
Cartilago Sclera
Ligamen annular
Koroid Iris Retina Kornea Saraf optik Lensa
Makula Vitreous humor Proses Fals iform
Otot refraktor lentis
Gambar 4. Struktur mata ikan (Takashima & Hibiya, 1995)
Struktur mata ikan pada umumnya terdiri dari segmen bagian luar dan dalam dari bola mata. Bagian luar dari struktur mata terdiri dari sclera dan kornea. Sklera merupkan lapisan pelindung retina. Kornea merupakan bagian mata yang pertama kali menerima pancaran cahaya yang mempunyai kemampuan untuk merefraksikan cahaya. Kornea adalah sebuah selaput keras, tembus pandang pada bagian muka mata dan berfungsi juga untuk melindungi retina. Kornea berbentuk bulat seperti lensa cembung kamera (Leesson & Leesson 1992). Bagian lain dari struktur mata termasuk ke dalam segmen dalam. Selaput pelangi atau iris dapat membuka dan menutup seperti diafragma kamera yang mengatur jatah cahaya yang memasuki mata. Iris berfungsi dalam memperlebar sudut lensa yakni meluruskan secara perlahan- lahan bentuk bola mata. Iris juga berperan dalam mengatur kuat-lemahnya gelombang cahaya yang diperlukan oleh lensa mata agar mampu melihat objek dengan baik (Razak et al. 2005). Lensa bersama dengan kornea berfungsi untuk membentuk suatu bayangan yang terbalik, benar dan diperkecil dari suatu obyek pada lapisan sel batang dan sel kerucut yang fotosensitif (peka cahaya) pada retina. Vitreous humor merupakan
cairan yang pekat (kental/gel) dan transparan yang berfungsi untuk meneruskan cahaya yang telah diterima oleh lensa ke retina.
Pada koroid terdapat banyak
pembuluh darah sehingga fungsi dari lapisan koroid adalah untuk memberi nutrisi pada seluruh jaringan yang ada di mata (Leesson & Leesson 1992). Salah satu bagian yang terpenting dari mata dalam hubungannya dengan cahaya adalah retina. Retina terdiri dari bagian anterior yang tak peka cahaya dan bagian posterior yaitu bagian yang fungsional yang merupakan organ fotoreseptor atau alat penerima cahaya. Organ fotoreseptor baik sel kerucut maupun sel batang merupakan bentuk modifikasi dari neuron. Sel batang merupakan sel khusus yang ramping dengan segmen luar berbentuk silindris sedangkan sel kerucut berbentuk hampir sama dengan sel batang tetapi pada segmen luar mengecil dan membesar ke arah segmen dalam (Leesson & Leesson 1992).
2.5 Mekanisme Penglihatan Mata Ikan Mata merupakan penghubung antara ikan dengan dunia luar bekerja karena adanya cahaya. Cahaya masuk ke dalam air dan diterima oleh mata ikan dengan beberapa tahapan sampai akhirnya menjadi informasi yang dianalisis oleh otak untuk gerakan atau tingkah laku lainnya (Razak et al. 2005). Setelah cahaya diterima maka mata mampu melihat objek yang ada disekitarnya.
Kornea merupakan bagian mata yang pertama kali menerima
pancaran cahaya yang mempunyai kemampuan untuk merefraksikan cahaya. Kornea adalah sebuah selaput keras, tembus pandang pada bagian muka mata. Kornea bentuknya bulat seperti lensa cembung kamera. Membelokkan sinar cahaya sehingga saling mendekati (Mueller 1983). Kornea bekerja memperhitungkan seberapa besar fokus dari cahaya. Pada ikan yang hidup di perairan dangkal seperti ikan karang mepunyai kornea berwarna kuning dan terkadang lensa berwarna kuning. Pigmen berwarna kuning berguna sebagai filter optikal untuk mengurangi jumlah cahaya gelombang pendek yang tersebar sehingga mengurangi kandungan informasi bayangan (Fujaya 2002). Di belakang kornea terdapat selaput pelangi atau iris yang membuka dan menutup seperti diafragma kamera yang mengatur jatah cahaya yang memasuki
mata. Iris berfungsi dalam memperlebar sudut lensa yakni meluruskan secara perlahan- lahan bentuk bola mata.
Iris juga berperan dalam mengatur kuat-
lemahnya gelombang cahaya yang diperlukan oleh lensa mata agar mampu melihat objek dengan baik (Razak et al. 2005). Cahaya selanjutnya masuk ke lensa. Cahaya mengalami pembelokan dan kemudian dikumpulkan pada satu titik retina atau selaput jala setelah melewati cairan gel mata vitreous humor.
Pada retina cahaya diserap oleh fotoreseptor-
fotoreseptor tetapi sebelumnya cahaya diteruskan ke neuron yang signalnya terintegrasi dengan fotoreseptor (Razak et al. 2005). Bayangan yang dibentuk lensa jatuh pada retina. Retina memiliki struktur berlapis-lapis dan transparan, yakni terdiri dari lapisan epitelium berpigmen, fotoreseptor, sel bipolar, sel interplexiform, sel horizontal, sel amakrin dan sel ganglion.
Masing- masing komponen tersebut berperan dalam mekanisme
penglihatan. Epitelium berpigmen mengelilingi ujung-ujung fotoreseptor yakni sel kerucut dan sel batang (Gambar 5). Sel ho rizontal tersusun dalam bentuk mozaik sebagai perantara interaksi kromatik diantara jenis-jenis sel kerucut yang berbeda (kerucut warna biru, hijau dan merah), menjadi penghubung ke sel-sel bipolar dan menyusun sebuah jalur tambahan menuju lapisan inti neuron. Informasi mengenai penangkapan foton oleh fotoreseptor dikirim ke otak sel bipolar dan selanjutnya ke sel ganglion (Razak et al. 2005).
Sel Kon di Fovea
Sel Rod
Sel Kon
Gambar 5. Sel rod (sel batang) dan sel kon (sel kerucut) (http://www.olympusmicro.com)
Fotoreseptor pada kebanyakan ikan terdiri dari sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut bertanggung jawab terhadap penglihatan terang (adaptasi terang) dan pada diskriminasi warna. Perbedaan sensitivitas cahaya pada sel kerucut dan sel batang disebabkan oleh kandungan pigmen yang berbeda. Sel kerucut dan sel batang mampu menerima rangsangan cahaya karena adanya struktur fungsional yakni segmen luar dan segmen dalam (Razak et al. 2005). Segmen luar mengandung zat fotokimia berupa pigmen rodopsin dan segmen dalam mengandung banyak mitokondria sebagai tempat menyimpan energi bagi fotoreseptor. Selain mitokondria pada bagian segmen dalam juga ditemukan inti sel dan material genetik untuk pergantian sel segmen luar. Ketika cahaya sampai ke retina dan diterima oleh sel kerucut yang mengandung rodopsin untuk penyerapan energi. Disini terjadi proses biofisika dan biokimia sekaligus (Razak et al. 2005). Retina, yang merupakan vitamin A aldehid, bertanggung jawab untuk penyerapan cahaya. Vitamin A tersebut berhubungan dengan lisin suatu asam amino residu pada rantai opsin. Absorbsi cahaya oleh retina menyebabkan protein krusial pada sitoplasma fotoreseptor atau ruang intraselluler berkaitan dengan loop
region. Inisiasi perubahan kimia pada sel melibatkan proses amplifikasi (Razak et al. 2005).
2.6 Mekanisme Diskriminasi Warna Menurut Cromer (1994), suatu objek yang dilihat oleh hewan tergantung dari sifat-sifat fisik khusus dari cahaya yang sensitif untuk matanya. Pada serangga hanya dapat mendeteksi warna dan polarisasi. Pada ikan yang matanya sangat mirip dengan mata manusia dan mempunyai kemampuan untuk membedakan warna. Ketika spektrum cahaya masuk ke mata diterima lensa dan diteruskan ke retina maka spektrum cahaya merah tersebut merangsang sel kerucut merah untuk aktif dan memberikan signal merah karena adanya eksitasi dari sel-sel ganglion merah hijau (red green ganglion cell). Ketika spektrum cahaya hijau sampai di retina maka cahaya hijau merangsang sel kerucut hijau dengan menghambat sel-sel ganglion merah hijau (red green ganglion cell). Ketika spektrum cahaya warna kuning sampai ke retina, maka cahaya kuning merangsang sel-sel kerucut merah dan hijau secara bersamaan yang menyebabkan eksitasi ganglion merah hijau (red green ganglion cell) tanpa mempengaruhi sel kerucut biru. Demikian pula untuk spektrum cahaya warna biru masuk ke retina, sel kerucut merah dan hijau dirangsang yang menyebabkan eksitasi sel ganglion kuning biru (yellow-blue ganglion) memberikan signal biru (Carlson, 1994). Selanjutnya dari penelitian Mc Farland dan Munz (1975) dalam Sale (ed) (1991), menunjukkan bahwa pigmen visual pada sel batang dari beberapa jenis ikan karang Pasifik memiliki kemampuan menyerap gelombang warna berkisar 480-502 nm. Kisaran tersebut berbeda dan lebih sempit kisarannya dibandingkan dengan laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa kisaran spektrum gelombang untuk pigmen sel batang untuk ikan air tawar dan ikan air laut berkisar 467-551 nm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lythgoe (1966) yang mendapatkan nilai yang hampir sama sekitar 490-503 nm pada tujuh sampel ikan dari Laut Mediterania. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adaptasi absorbsi gelombang maksimal dari pigmen visual ikan karang adalah berkisar 493 nm.
2.7 Perikanan Bagan Bagan telah digunakan nelayan tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil.
Alat tangkap ini dalam perkembangannya telah banyak mengalami
perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan daerah penangkapan. Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan ke dalam jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing. Di Indonesia bagan tersebut digolongkan ke dalam dua tipe dilihat dari posisinya di daerah penangkapan, bagan apung dan bagan tancap. Dua tipe bagan di Indonesia yang pertama adalah bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 m. Jenis yang kedua adalah bagan apung yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya (Baskoro et. al 1998). Selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dengan dua perahu, bagan rakit dan bagan dengan menggunakan mesin. Bagan termasuk ke dalam light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Ayodhyoa 2001). Selanjutnya dikatakan bahwa ikan tersebut memberikan respon melalui rangsangan cahaya dan dimanfaatkan dalam penangkapan atau pemanfaatan salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan tersebut. Terdapat beberapa ikan yang tertarik dengan adanya cahaya dan berkumpul serta terdapat juga yang menjauhi cahaya dan menyebar.
Perkembangan terakhir mengenai teknologi
penangkapan ikan menggunakan bagan di Indonesia adalah menggunakan bagan besar yang umumnya disebut dengan nama bagan rambo (Tupamahu 2003).