BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Fraktur tulang panggul yang dijelaskan pada Gambar 1.1 adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan fraktur tulang paha pada daerah pangkal proksimal yang meliputi kepala sendi, leher, dan daerah trokanter. Penyebab utama dari fraktur tulang panggul ini adalah osteoporosis. Fraktur tulang panggul adalah fraktur yang memberikan masalah di bidang mobilitas, mortalitas, beban ekonomi dan kualitas hidup.
Gambar 1.1 Hip fracture (Carter, 2007) Keene et al (1993) menunjukkan bahwa 50% fraktur tulang panggul akan menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan kematian mencapai 30% pada tahun pertama akibat komplikasi imobilitas. Fraktur tulang panggul mempunyai konsekuensi yang sangat serius untuk kelompok usia lebih dari 60 tahun dan sepertiga dari mereka akan meninggal dalam satu tahun akibat fraktur tulang panggul.
1
2
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), penyebab lain dari fraktur tulang panggul ini adalah cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Terdapat 45.987 peristiwa terjatuh dan yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%). Cooper et al (1992) mengatakan bahwa pada tahun 1990 di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1,66 juta orang terkena masalah fraktur tulang panggul dan pada tahun 2050 masalah ini akan diderita 6,26 juta orang. Gulberg et al (1997) memperkirakan pada tahun 2050 kasus fraktur tulang panggul di seluruh dunia akan meningkat sebesar 310% pada pria dan 240% pada wanita. Lebih dari 50% kasus fraktur tulang panggul akibat osteoporosis akan terjadi di Asia. Diperkirakan bahwa di Eropa 179.000 pria dan 611.000 wanita mengalami fraktur tulang panggul setiap tahunnya. Di negara Cina, 687.000 penduduk berusia di atas 50 tahun menderita fraktur tulang panggul setiap tahunnya. Tahun 2011 lebih dari 400.000 kasus fraktur tulang panggul yang terjadi di Amerika. Untuk jumlah operasi penggantian tulang panggul di Amerika, diperkiraan ada sebanyak 150.000 operasi per tahun (Rosenthal, 2013). Di Indonesia, observasi lapangan dan survei yang dilakukan oleh Jamari et al (2012) di Rumah Sakit Ortopedi (RSO) dr. Soeharso di Solo yang merupakan rumah sakit rujukan ortopedi di Jawa Tengah dan salah satu rumah sakit ortopedi terbaik tingkat nasional. Hasil survei menunjukkan angka penggantian sambungan tulang panggul di rumah sakit ini hanya 200-400 orang per tahun. Meskipun diakumulasikan secara nasional, jumlah penggantian sendi panggul di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah penggantian di negara-negara maju (Jamari et al, 2012). Jamari et al (2012) mengatakan bahwa faktor tingginya harga, sulitnya akses fasilitas kesehatan dan rendahnya pengetahuan pasien menjadi faktor yang dominan terhadap rendahnya jumlah penggantian sambungan tulang panggul ini. Tingginya
3
harga hip prosthesis salah satunya disebabkan produk tersebut masih 100% impor dan hip prosthesis juga dikenakan pajak pertambahan nilai barang mewah. Hingga saat ini, belum ada produk hip prosthesis dalam negeri yang dijual komersial. Harga hip prosthesis, yang diimpor dan belum terkena pajak dari India berkisar antara Rp 3 juta sampai dengan Rp 40 juta, sedangkan harga dari Amerika antara Rp 9 juta hingga Rp 90 juta (Orthopedic Research Network, 2011). Masalah lain dari hip prosthesis impor, adalah ukuran perbedaan dari kepala femur yang dibutuhkan orang Indonesia. Hasil observasi Jamari et al (2012) pada rumah sakit ortopedi dr. Soeharso, Solo menunjukkan
pengguna sambungan tulang panggul
dengan ukuran kepala femur yang paling banyak dijumpai pada pasien Indonesia adalah diameter 43 mm. Ukuran kepala femur untuk orang Indonesia berkisar antara 38-51 mm. Pada beberapa katalog sambungan hip prosthesis produk impor, ukuran terkecil yang disediakan adalah 40 mm. Beberapa pasien dengan dimensi kepala femur yang lebih kecil harus menunggu datangnya produk impor sebelum proses operasi berlangsung. Pembuatan prototipe hip prosthesis dengan material stainless steel 316L di Indonesia sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh salah satu dosen Universitas Gadjah Mada, Dr Alva Edy Tontowi. Percobaan dalam pembuatan prototipe dengan material yang sama juga pernah dilakukan di Laboratorium Desain Teknik dan Tribologi, Universitas Diponegoro. Pembuatan hip prosthesis dalam negeri ini masih belum untuk tujuan diperjualbelikan di pasaran. Masih diperlukannya perencanaan lebih lanjut tentang desain sistem produksi massal dan desain pabrik untuk pembuatannya. Stainless steel dan titanium adalah jenis metal yang paling umum digunakan dalam pembuatan hip prosthesis. Stainless steel yang digunakan adalah tipe 316L yang mengandung 18wt% Cr dan 8wt% Ni sehingga membuatnya lebih kuat dari baja biasa dan lebih tahan terhadap korosi. Selain itu pengurangan kandungan carbon (C) menjadi 0,08-0,03wt% dan penambahan molibdenum (Mo) meningkatkan ketahanan korosi
4
baja ini. Tipe titanium digunakan adalah Ti6Al4V, material ini sangat ringan dan memiliki tensile strength serta ketahanan terhadap korosi yang sangat baik. Tabel 1.1 menunjukkan biaya pembuatan stem dan material properties dari beberapa proses pembuatan dan material yang akan digunakan. Tabel 1.1 Cost dan material properties (Ratner et al, 1996) Material Technology Process
Material
Cost/ stem ($)
Clinical Result
Yield Strength (MPa)
Tensile Strength (MPa)
Fatigue Endurance (MPa)
Young's Modulus (GPa)
Density (g/cc)
Investment Cast
SS 316L
30
221
483
250
190
7,99
4,4
Machining
SS 316L
90
331
586
259
190
7,99
4,4
Investment Cast
Ti6Al4V
125
825
895
620
120
4,43
4,3
Forging
Ti6Al4V
50
896
965
620
120
4,43
4,3
30
2
Bone
Proses-proses dan material yang ada di Tabel 1.1 dibandingkan untuk mendapatkan pemilihan proses dan material yang paling baik. Pemilihan dilakukan dengan pemberian bobot yang dipertimbangkan berdasarkan beberapa penelitian. Sharkey et al (1999) dalam penelitiannya tentang factors influencing choice of implants in total hip arthroplasty and total knee arthroplasty, dari 209 suara, 72 suara memilih cost, 57 suara memilih material technology dan 80 suara memilih clinical result. Rodriguez et al (2004) dalam penelitiannya tentang biomaterials for orthopedics menyebutkan bahwa material yang cocok untuk ortopedi dilihat dari mechanical properties seperti strength, bend strength, fatigue resistance, density dan elastic modulus. Untuk clinical result, diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Okada et al (2004) dalam penelitiannya yang membandingkan clinical result dari stainless steel 316L dan Ti6Al4V. Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hasil yang signifikan secara radiografi dan klinis pada pasien. Tabel perbandingan material dan proses produksi di tunjukkan pada Tabel 1.2.
5
Tabel 1.2 Perbandingan material dan proses produksi pembuatan hip prosthesis Material Technology Process
Material
Investment Cast Machining Investment Cast Forging
Yield Strength
Tensile Strength
Fatigue Endurance
Young's Modulus
Density
SS 316L
1,00
0,25
0,50
0,40
0,16
0,25
0,98
SS 316L
0,33
0,37
0,61
0,42
0,16
0,25
0,98
Ti6Al4V
0,24
0,92
0,93
1,00
0,25
0,45
1,00
0,60
1,00
1,00
1,00
0,25
0,45
1,00
34,45%
5,45%
5,45%
5,45%
5,45%
5,45%
38,28%
Ti6Al4V
Bobot
Clinical Result
Cost
Pemilihan daerah untuk lokasi pabrik dipengaruhi oleh beberapa hal seperti; keinginan perusahaan, biaya operator, kedekatan dengan supplier dan pasar juga harga tanah atau konstruksi. Tabel 1.3 menunjukkan perbandingan pemilihan lokasi pabrik. Tabel 1.3 Perbandingan lokasi pabrik
Lokasi
Upah per bulan (Pralitasari, 2013)
Harga Tanah per Meter (Trovit, 2013) 45% Skor
Sumber Bahan Baku *
Keinginan Perusahaan
Total
Bobot 20% Skor 30% Skor 5% Skor Jawa Jawa Rp 850,000 3 Rp645.000 1 1 0 1,35 Barat Klaten Barat Jawa Jawa Rp 830,000 4 Rp409.091 3 4 0 3,35 Tengah Klaten Tengah Yogyakarta Rp 947,114 2 Rp375.000 4 Klaten 4 Yogyakarta 1 3,45 Jawa Jawa Rp 866,250 3 Rp450.000 2 2 0 2,1 Timur Klaten Timur Catatan : *Data diperoleh penulis dengan menetapkan klaten sebagai sumber bahan baku untuk femoral
ball dan femoral stem.
1.2 Rumusan Masalah Fraktur tulang panggul adalah terminologi yang menggambarkan fraktur tulang paha pada daerah pangkal proksimal. Penderita fraktur ini memerlukan tindakan penggantian sambungan tulang dengan hip prosthesis. Jumlah operasi penggantian tulang panggul di Indonesia relatif sedikit apabila dibandingkan dengan negara maju lainya. Faktor tingginya harga menjadi salah satu penyebab sedikitnya jumlah operasi tulang panggul di Indonesia. Hip prosthesis yang digunakan untuk operasi di berbagai
6
rumah sakit di Indonesia merupakan 100% produk impor. Hingga saat ini, belum ada hip prosthesis dalam negeri yang dijual komersial meskipun desain dan prototipe dalam negeri sudah ada. Untuk merealisasikan desain dan prototipe menjadi produk siap komersial sehingga diperlukan desain sistem produksi untuk fabrikasi hip prosthesis di Indonesia. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam desain sistem produksi mini plant hip prosthesis ini adalah: 1. Bagian dari hip prosthesis yang akan dimanufaktur adalah bagian stem dan ball. 2. Proses perhitungan biaya berdasarkan data sekunder. 3. Tanah yang tersedia adalah 400 m2. 4. Parkir, showroom dan tempat ibadah menjadi fasilitas bersama di bangunan utama. 5. Hidroksiapatit diambil dari mini plant hydroxyapatite dalam satu lingkup pabrik yang sama. 1.4 Manfaat Desain Manfaat desain sistem produksi mini plant hip prosthesis ini adalah menjadi acuan bagi institusi ataupun swasta dalam fabrikasi hip prosthesis. Diharapkan produksi hip prosthesis dalam negeri bisa dilakukan untuk menurunkan biaya operasi penggantian sambungan tulang panggul di Indonesia dan mendapatkan ukuran yang lebih sesuai dengan orang Indonesia. 1.5 Tujuan Desain Desain ini bertujuan untuk: 1.
Membuat desain sistem produksi untuk fabrikasi komponen hip prosthesis.
2.
Membuat desain tata letak mini plant hip prosthesis.