PENGARUH DANA PERIMBANGAN, BELANJA MODAL, DAN PINJAMAN DAERAH TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA PERIODE 2006-2010) Fransisca Galih Maggieta Putri Enan Hasan Sjadili Program Studi Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mencoba mengumpulkan bukti empiris terkait komponen APBD yaitu dana perimbangan, belanja modal, dan pinjaman daerah untuk dinilai pengaruhnya terhadap tingkat kemandirian daerah . Tingkat kemandirian daerah menunjukan seberapa besar daerah dapat mengelola keuangannya sendiri tanpa bergantung pada bantuan Pemerintah pusat terutama pada era otonomi daerah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia yang melaporkan secara rutin Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel dimana metode yang digunakan adalah Random Effect Method. Hasil pengujian menyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian daerah sementara belanja modal dan pinjaman daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah. Kata kunci : APBD; dana perimbangan;belanja modal,;pinjaman daerah;pendapatan asli daerah; tingkat kemandirian daerah. ABSTRACT The purpose of this study is to try to collect empirical evidence related components of local budget which are intergovernmental transfer, capital expenditures, and regional loans its effect on the level of local independence. Degree of independence of the region shows how large an area can manage its own finances without relying on the help of the central government, especially in the era of regional autonomy. The sample used in this study is the Regency / City in Indonesia who regularly report Budget Realization Reports (APBD) from 2006 until 2010. This research is a quantitative research using panel data where the method used is the Random Effect Method. The test results stated that the intergovernmental transfer positive influence on the level of local independence while capital spending and regional loan has no effect on the level of local independence. Key words : APBD; intergovernmental transfer;capital expenditure;regional loan;local revenue;the level of local independence
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
PENDAHULUAN Pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah. Kebijakan tersebut akan berdampak pada luasnya hak, kewenangan dan kewajiban yang dimiliki daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit campur tangan dari pemerintah pusat. Tiap-tiap daerah diharapkan mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata dan berkesinambungan. Untuk melaksanakan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, pemerintah daerah perlu berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD), dan mengurangi bantuan dari pemerintah pusat. Jika struktur PAD daerah sudah kuat, boleh dikatakan daerah tersebut memiliki kemampuan pembiayaan yang juga kuat (Haryanto,2006). Tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan aktivitasnya dapat diukur dengan rasio PAD terhadap total pendapatan dan rasio transfer ke daerah (termasuk di dalamnya dana perimbangan) terhadap total pendapatan. Pemerintah daerah dengan penyelenggaraan otonomi daerah memiliki peluang yang cukup besar untuk mengembangkan daerahnya, tetapi dibatasi juga oleh berbagai kendala. Adanya peningkatan kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan publik, namum tidak diimbangi dengan ketersediaan dana, menimbulkan suatu konsekuensi guna memenuhi kebutuhan dana yaitu dengan melakukan pinjaman daerah. Penggunaan dana pinjaman sebagai salah satu pilihan pembiayaan pembangunan, memegang peranan penting dalam membuka peluang investasi dan membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat banyak (Mulyono, 2007). Selama ini kinerja pemerintah dilihat dari alokasi belanja belum maksimal, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar terutama pada alokasi belanja gaji dan belanja lainnya. Berdasarkan analisis APBD 2011 yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Sebagian besar belanja daerah digunakan untuk belanja pegawai sebesar 58% pada tahun 2011, meningkat tajam dibandingkan tahun 2010 sebesar 45%. Sementara itu belanja modal justru mengalami penurunan 8%. Jika dilihat dari sisi manfaat, peran dari anggaran dalam penyelenggaraan pemerintah dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum. Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, penyediaan sarana umum terkait dengan belanja modal. Belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah (Abdul & Halim 2006).
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan, Maka penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah dana perimbangan, belanja modal, dan pinjaman daerah berpengaruh pada Tingkat kemandirian daerah ? TINJAUAN TEORITIS Dana Perimbangan Mekanisme dana perimbangan merupakan suatu sistem yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta pemerataan antar daerah secara adil dan proporsional, demokratis, dan transparan dengan tetap memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan (Haryanto 2006). Menurut Tjokroamidjojo, Pemerintah daerah akan dapat menjalankan fungsinya dalam rangka otonomi atau desentralisasi secara baik bila diterima sumber-sumber keuangan yang cukup untuk melaksanakan fungsi tersebut. Transfer keuangan adalah bentuk perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam suatu kebijakan pemerintah untuk membantu kinerja keuangan daerah mengatasi disparitas pembangunan. Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Nordiawan (2007), Dana perimbangan dari pusat ke daerah digunakan untuk mengatasi ketimpangan fiskal baik vertikal maupun horizontal. Belanja Modal Belanja modal dalam PSAP no 2 didefinisikan sebagai berikut : “Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.” Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. Alokasi belanja modal didasarkan pada kebutuhan instansi pemerintah terkait. Tidak semua instansi mengadakan proyek atau pengadaan asset tetap. Pengalokasian belanja modal harus sesuai dengan tugas dan fungsi masing – masing instansi (Abdullah & Halim 2006). Pinjaman Daerah Konsep dasar pinjaman daerah seperti yang dijelaskan dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 yaitu, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah selain PAD dan dana perimbangan. Pinjaman daerah digolongkan sebagai kelompok pembiayaan daerah. Pinjaman daerah bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan masyarakat. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut terbebani kewajiban untuk membayar kembali (UU no.33 tahun 2004). Kemandirian Daerah Menurut Widodo dalam Halim dan Kusufi, (2012:L-5), Kemandirian keuangan daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pemberian layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Gambaran citra kemandirian daerah dalam otonomi daerah dapat diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut dapat digunakan untuk membangun daerah tersebut . Tujuan kemandirian daerah adalah untuk melihat kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya apakah berjalan dengan baik atau tidak serta melihat seberapa besar tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana selain yang dihasilkan sendiri.
Hubungan Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Pinjaman Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Daerah. Mahi (2005) dalam Kusumadewi (2010) berpendapat bahwa peranan PAD terhadap pengeluaran rutin dan total pengeluaran APBD akan semakin menurun.
Hal ini
mengindikasikan komposisi peranan mekanisme transfer dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan mengalami peningkatan untuk mendanai pelayanan publik. Artinya daerah yang menerima dana perimbangan lebih besar, menunjukan bahwa PAD yang dapat dihasilkan pada daerah tersebut terbilang kecil dan memiliki potensi sumber daya yang masih kurang, sehingga perlu dana penyeimbang dari pemerintah pusat agar dapat menutupi kekurangan dari potensi sumber daya yang dimiliki pada daerah tersebut. Maka dari itu, keberhasilan desentralisasi fiskal bukan hanya dilihat dari meningkatnya jumlah PAD tetapi juga dari proporsi transfer dana dari pusat yakni berupa dana perimbangan. Dalam
upaya
peningkatan
kemandirian
daerah,
Pemda
dituntut
untuk
mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya adalah memberikan
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah (Harianto dan Adi, 2007). Dalam era desentralisasi fiskal sekarang ini, diharapkan adanya peningkatan pelayanan di berbagai sektor terutama sektor publik, dengan adanya peningkatan dalam layanan di sektor publik dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk untuk menanamkan investasinya di daerah. Oleh karana itu, pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan Pemda dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik yang dapat dilakukan dengan peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya (Maharani, 2010). dalam Kusnandar&Siswantoro(2012). Lin dan Liu (2000) dalam Ladjin (2008) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada infrastruktur dengan tingkat desentralisasi. Upaya peningkatan PAD melalui retribusi ataupun pajak harus diimbangi dengan kesungguhan pemda untuk meningkatkan kualitas layanan publik (Adi, 2006) dalam Nugroho&Rohman (2012). Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Belanja modal yang besar merupakan cerminan dari banyaknya infrastruktur dan sarana yang dibangun. Sementara itu pinjaman daerah sebagai alternatif pembiayaan pembangunan memiliki keuntungan, antara lain dapat mengatasi keterbatasan kemampuan riil atau nyata pada saat ini dari suatu daerah yang sebenarnya potensial dan memiliki kapasitas fiskal yang memadai. Dengan pinjaman dapat mendorong percepatan proses pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah-daerah yang dimaksud. (Santoso, 2003).
Untuk mengurangi
ketergantungan daerah kapada pusat pinjaman jangka panjang dianggap lebih efektif daripada pinjaman jangka pendek (Santoso, 2003). Pinjaman daerah merupakan sumber penerimaan yang mempunyai karakteristik berbeda, namun penggunaan pinjaman sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan fiskal dapat dipertanggungjawabkan sepanjang memenuhi berbagai persyaratan seperti adanya kemampuan membayar kembali serta pemanfaatan yang berguna bagipelayanan masyarakat atau pembangunan daerah.
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Hipotesis H1 :
Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Tingkat Kemandirian Daerah
H2 :
Belanja Modal berpengaruh terhadap Tingkat
H3 :
Pinjaman Daerah berpengaruh terhadap Tingkat
H4:
Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Pinjaman Daerah secara bersama-sama
Kemandirian Daerah Kemandirian Daerah
berpengaruh pada Kemandirian Daerah
METODE PENELITIAN Operasional Variabel Dana Perimbangan merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari pemerintah pusat guna pelaksanaan pemerintahan di daerah dalam melaksanakan sebagian urusan pemerintah pusat yang diserahkan kepada daerah. Dana perimbangan terdiri dari : Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH), atau dapat dirumuskan sebagai berikut : Dana Perimbangan = DAU + DAK + DBH Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk kegiatan investasi (aset tetap). Indikator variabel ini diukur dengan : Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan,Irigasi dan Jaringan + belanja Aset Lainnya Pinjaman Daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Indikator variabel ini diukur dengan : jumlah seluruh penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah yang terdapat pada pos pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) APBD Pinjaman Daerah = Total Penerimaan Pinjaman + Obligasi Daerah Kemandirian keuangan daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pemberian layanan kepada masyarakat. Tingkat Kemandian Daerah dipresentasikan dengan rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total realisasi belanja daerah. Realisasi Pendapatan Asli Daerah
TKD = Total Realisasi Belanja Daerah
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah observasi terhadap data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pemerintah kabupaten/kota di Indonesia pada periode 2006 sampai dengan 2010 yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Laporan Realisasi Anggaran akan memberikan data realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Belanja Daerah, Belanja Modal serta Pinjaman Daerah. Populasi penelitian ini adalah kabupaten dan kota di Indonesia mulai periode 2006 sampai dengan 2010. Berdasarkan data kabupaten/kota di Indonesia periode 2006-2010 diketahui total populasi data awal adalah sebanyak 2220 data. Data penelitian ini banyak berkurang dari populasi awalnya dikarenakan sedikitnya kabupaten/kota yang memiliki pinjaman daerah. Berdasarkan hasil seleksi sesuai dengan kriteria di atas, sampel dari penelitian ini adalah : 1. Sampai dengan tahun 2010 terdapat 2220 kabupaten/kota di Indonesia berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). 2. Data kabupaten/kota dengan realisasi APBD lengkap setelah penyaringan adalah sebanyak 267 data.
Model Penelitian dan Definisi Operasional Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi, yaitu metode yang berkenaan dengan studi ketergantungan dari satu atau lebih variable bebas (independen variable) terhadap satu variable tergantung (dependen variable), dengan tujuan untuk menduga atau memprediksi nilai rata-rata populasi berdasarkan nilainilai variable bebasnya. (Suliyanto, 2011) Analisis yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang ada akan digunakan model regresi panel data. Regresi panel data adalah regresi yang menggunakan panel data atau pool data yang merupakan kombinasi dari data time series dan data cross section. (Suliyanto, 2011) Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel independen yaitu Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Pinjaman Daerah yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap tingkat Kemandirian Daerah sebagai variabel dependen. Model regresi yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: PTKD = β0 + β1LnDP + β2LnBM + β3LnPD + ε
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Teknik Analisis Data Data diolah dengan bantuan software statistik Eviews versi 7. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam analisis regresi data panel adalah sebagai berikut: 1.
Analisis statistik deskriptif yang bertujuan untuk melihat profil dari data penelitian berupa variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi.
2.
Pengujian asumsi klasik yang bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini.
Pengolahan Data Untuk mendapatkan kesimpulan yang paling baik, dilakukan beberapa tahap prosedur pengolahan data. Prosedur-prosedur pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1.
Estimasi regresi data panel dengan metode common constant, fixed effect dan random effect;
2.
Uji signifikansi model effect common, fixed dan random;
3.
Menentukan model terbaik terhadap data observasi yang dimiliki;
4.
Pemilihan estimator dengan struktur varians-co-varians residual;
5.
Menilai Goodness of Fit Model, melalui indikator-indikator yang akan diterangkan kemudian.
Pendekatan Model Regresi Data Panel Ordinary Least Square (OLS) Teknik yang digunakan dalam metode Ordinary Least Square hanya dengan mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan metode OLS untuk mengestimasi model data panel. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu, dan dapat diasumsikan bahwa perilaku data antar perusahaan sama dalam berbagai rentang waktu. Fixed Effects Model Pada pendekatan ini, model data panel memiliki intersep yang mungkin berubah-ubah untuk setiap individu dan waktu dimana setiap unit cross section bersifat tetap secara time series. Secara matematis model data panel dengan pendekatan Fixed Effect adalah sebagai berikut.
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
= +β1 1 +β2 2 + 2W2 + … + NWN + σ2Z 2 + …. +σTZ T + ℮ Di mana: Yit = variabel terikat untuk individu i dan waktu t Xit = variabel bebas untuk individu i dan waktu t W = variabel dummy untuk individu i Z = variabel dummy untuk waktu t γ = Koefisien slope variabel dummy untuk individu i σ = Koefisien slope variabel dummy untuk waktu t Random Effects Model Dalam Model Effect Random (MER) perbedaan karakteristik individu dan atau waktu diakomodasikan pada error dari model. Error mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Karena ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada MER juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu dan error gabungan. Persamaan regresi untuk model random effects adalah sebagai berikut:
yit =
+ β’ xit + ℮it , dimana ℮it = ui + vt +wit
dimana: ui merupakan error cross section vt merupakan error time series wit merupakan error gabungan Pemilihan Model Likelihood Ratio Test (Chow Test) Likelihood Ratio Test adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah model yang digunakan adalah Common Constant atau Fixed Effect Model. Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik dimana jika nilai F statistik yang didapat lebih besar daripada nilai F tabel maka H0 ditolak dengan hipotesis: H0: Common Constant (OLS) lebih baik daripada Fixed Effect Model (FEM) H1: Fixed Effect Model (FEM) lebih baik daripada Common Constant (OLS) Hausman Test Rosadi (2012) menyatakan bahwa Hausman Test bertujuan untuk melihat apakah terdapat efek random di dalam panel data. Dari hasil pengujian ini, maka dapat diketahui
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
apakah model fixed effects lebih baik dari model random effects.Formula untuk Hausman Test adalah:
Pengujian ini mengikuti distribusi chi-square pada derajat bebas (k-1) dengan hipotesis: H0: Random Effect Model (REM) lebih baik daripada Fixed Effect Model (FEM) H1: Fixed Effect Model (FEM) lebih baik daripada Random Effect Model (REM) Uji Lagrange Multiplier (LM) Uji Lagrange Multiplier (LM) dilakukan untuk melakukan pemilihan estimator dengan struktur Varians-Covarians Residual Homoskedastisitas atau Heteroskedastisitas. Hipotesis nul (H0) yang digunakan dalam pengujian ini adalah struktur varians-covarians bersifat homoskedastis dan hipotesis alternatifnya (H1) adalah varians-covarians bersifat heteroskedastisitas. Statistik uji yang digunakan adalah:
Statistik uji ini mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas n-1. Jika nilai statistik LM yang dihasilkan lebih besar dari nilai kritis statistik chi-square, maka hipotesis nul akan ditolak, yang artinya struktur varians-covarians residual bersifat heteroskedastik. Analisis Regresi Analisis regresi dengan Uji Statistika F dan Uji Statistika t berguna untuk menguji tingkat signifikansi. Semakin tinggi tingkat signifikansi, semakin cukup bukti untuk menyatakan bahwa variabel bebas memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikat. Uji Statistika F Pengujian ini dilakukan untuk menguji koefisien regresi secara bersama-sama. Hasil F-hitung dibandingkan dengan F-tabel. Nilai F-tabel diperoleh dari derajat bebas dengan perhitungan n-k-1 (dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel bebas). Pengujian ini dapat pula dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan ukuran 5% atau 1%. Jika probabilitas yang ditunjukkan > 5%, maka model ditolak, sedangkan jika < 5%, maka model diterima.
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Uji Statistika t Pengujian ini digunakan untuk menguji koefisien regresi, termasuk intersep, secara individu. Nilai t dibandingkan dengan nilai t∝. Jika |t| > t∝ , maka artinya hipotesis tersebut terbukti signifikan secara statistik, atau dapat pula membandingkan nilai probabilitas dengan taraf nyata 5% atau 1%. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2006). Uji Regresi Palsu (Spurious Regression) Untuk meningkatkan keyakinan atas model regresi, perlu dilakukan uji regresi palsu. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah regresi penelitian ini apakah palsu atau tidak dengan membandingkan koefisien determinasi (R2) dengan nilai Durbin Watson (DW). Apabila R2 lebih besar daripada DW maka model yang digunakan dapat dikatakan palsu.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel Statistik Deskriptif Variabel
N
Mean
Maximum
Minimum
Std.Deviation
TKD
267
0.070922
0.817159
0.009352
0.069473
LnDP
267
26.89705
28.9545
25.42275
0.396644
LnBM
267
25.56705
28.15794
23.28138
0.482969
LnPD
267
22.04306
26.24473
14.91412
2.021767
Sumber : Hasil pengolahan data dengan Eviews v.7, 2012 Berdasarkan statistik deskriptif di atas, diketahui bahwa rata-rata rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total Belanja Daerah sebesar 0,070922 (7,09%), dengan nilai tertinggi sebesar 0,817159 (81,72%) dan nilai terendah sebesar 0,009352 (0,09%). Data statistik deskriptif atas variabel Dana Perimbangan (DP) yang kemudian ditransformasikan menjadi Log Natural Dana Perimbangan (LnDP) menunjukan bahwa rata-rata Log Natural
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Dana Perimbangan sebesar 26.89705, dengan nilai tertinggi sebesar 28.9545 dan nilai terendah sebesar 25.42275. Variabel Belanja Modal (BM) yang kemudian ditransformasikan menjadi Log Natural Belanja Modal (LnBM) menunjukan data statistik deskriptif berupa nilai rata-rata Log Natural Belanja Modal sebesar 25.56705 dengan nilai tertinggi sebesar 28.15794dan terendah sebesar 23.28138. Sementara itu variabel Pinjaman Daerah (PD) yang kemudian ditransformasikan menjadi Log Natural Pinjaman Daerah (LnPD) menunjukan data statistik deskriptif berupa niali rata-rata sebesar 22.04306 dengan nilai tertinggi sebesar 26.24473 dan nilai terendah sebesar 14.91412. Hasil Regresi Data Panel hasil regresi data panel dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu Ordinary Least Square (OLS) Berdasarkan hasil regresi data panel diatas diketahui bahwa koefisien determinasi yang ditunjukan dengan nilai adjusted R-squared adalah sebesar 0,017234 (1,72%). Nilai koefisien determinasi dengan model OLS ini dinilai sangat kecil. Selain itu, hasil pengujian juga menunjukan nilai Durbin – Watson stat yang kecil yaitu 1,408147. Fixed Effect Model Berdasarkan hasil regresi data panel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dengan nilai adjusted R-squared adalah sebesar 0,106820 (10,68%). Nilai koefisien determinasi dengan fixed effect model ini dinilai sudah cukup baik. Selain itu, hasil pengujian juga menunjukkan nilai Durbin-Watson stat yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Ordinary Least Square yaitu 1,919371. Hasil regresi data panel dengan menggunakan fixed effect model juga menunjukkan adanya pengaruh individu dari data cross section (kabupaten/kota) pada konstanta model penelitian ini Random Effect Model Berdasarkan hasil regresi data panel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dengan nilai adjusted R-squared adalah sebesar 0.018891(18,89%). Selain itu, hasil pengujian menunjukkan nilai Durbin-Watson stat yang cukup tinggi yaitu 1.505271. Hasil regresi data panel dengan menggunakan random effect model juga menunjukkan adanya pengaruh individu dari data cross section (kabupaten/kota) pada konstanta model penelitian ini
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Pemilihan Model Likelihood Ratio Test (Chow Test) Berdasarkan hasil pengujian di atas diketahui nilai cross-section F statistik adalah sebesar 1.511506. Dengan membandingkan nilai F statistik (1.511506) yang lebih besar daripada nilai F tabel (1,378), maka kesimpulan dari hasil pengujian adalah menolak H 0. Berdasarkan hasil pengujian di atas diketahui bahwa probabilitas adalah sebesar 0,0222. Dengan nilai p-value yang lebih kecil dari α (0,05), maka kesimpulan dari hasil Likelihood Ratio Test adalah menolak H0, sehingga model yang lebih baik digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Hausman Test Berdasarkan hasil pengujian di atas diketahui bahwa nilai chi square sebesar 9.865336. Dengan membandingkan nilai chi square table (α = 0,05, n=5) yaitu 11,07048 dan nilai chi square hasil pengujian, maka diperoleh kesimpulan menerima H0 karena nilai chi square hasil pengujian lebih kecil dari nilai chi square table. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka pendekatan yang lebih baik adalah Random Effect Model (REM).
Analisis Hasil Regresi Uji Statistika F Hasil pengujian dengan menggunakan model regresi Random Effect Model (REM) menunjukkan nilai F-statistik sebesar 2,707270 dan nilai probabilitas (F-statistik) sebesar 0,045722. Dengan melihat perbandingan nilai probabilitas (F-statistik) yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa semua regressor (variabel independen) memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Koefisien Determinasi Hasil pengujian dengan menggunakan model Random Effect Model (REM) menghasilkan nilai adjusted R2 sebesar 0,018891 (1,89%) yang berarti bahwa sebanyak 1,89% variasi atau perubahan pada tingkat kemandirian kabupaten/kota dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen yang ada, sedangkan sisanya (98,11 %) dijelaskan sebab yang lain di luar model yang ada dalam penelitian ini. Uji Statistika t Hasil pengujian regresi atas model penelitian ini menunjukkan variabel bebas dana perimbangan dinilai signifikan dengan nilai signifikansi kurang dari 0,05 yaitu LnDP (prob =
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
0,0161), Sementara variabel bebas belanja modal dan pinjaman daerah dinilai tidak berpengaruh signifikan yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas di atas 0,05, yaitu LnBM (prob = 0,7164), dan LnPD (prob = 0,5781). Secara keseluruhan, model dapat ditulis sebagai berikut: TKD = - 0,759492 + 0,028531 LnDP + 0,003480 LnBM – 0,001174 LnPD + E Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa konstanta sebesar
- 0,759492
menunjukkan jika tidak ada variabel independen (nilai=0), maka tingkat kemandirian daerah tetap akan ada sebesar -0,759492%. Koefisien regresi LnDP adalah positif 0,028531yang mengindikasikan bahwa setiap penambahan nilai LnDP sebesar 1 poin maka tingkat kemandirian daerah tingkat kabupaten/kota akan bertambah sebesar 0,028531%. Variabel LnBM memiliki koefisien regresi positif 0,003480 yang berarti setiap penambahan nilai LnDP sebesar 1 poin maka tingkat kemandirian daerah tingkat kabupaten/kota
akan bertambah sebesar 0,003480 %. Sementara koefisien regresi atas
variabel LnPD adalah negatif 0,001174 yang berarti bahwa setiap penambahan nilai LnPD sebesar 1 poin maka tingkat kemandirian daerah tingkat kabupaten/kota akan berkurang sebesar 0,001174 %. Uji Regresi Palsu (Spurious Regression) Hasil uji regresi dalam tabel 4.4 menunjukkan nilai Durbin Watson-stat yang lebih besar daripada nilai R2 (1,505271 > 0,029956). Hal ini menunjukkan bahwa persamaan regresi tersebut bukanlah regresi palsu sehingga hasil analisis semakin mendekati keadaan sesungguhnya. Pengujian Hipotesis Hipotesis 1: Dana Perimbangan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa angka probabilitas untuk variabel dana perimbangan sebesar 0,0161. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa dana perimbangan secara individual berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah. Koefisien regresi untuk dana perimbangan adalah positif
0,028531. Berdasarkan hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa
hipotesis pertama diterima. Hipotesis 2: Belanja Modal berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa angka probabilitas untuk variabel belanja modal sebesar 0,7164. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa belanja modal secara individual tidak berpengaruh
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah. Koefisien regresi untuk belanja modal adalah positif 0,003480. Berdasarkan hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua ditolak. Hipotesis 3: Pinjaman Daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa angka probabilitas untuk variabel pinjaman daerah sebesar 0,5781. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa pinjaman daerah secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah. Koefisien regresi untuk pinjaman daerah adalah negatif 0,001174. Berdasarkan hasil pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga ditolak. Hipotesis 4: Dana Perimbangan, Belanja Modal, dan Pinjaman Daerah secara bersamasama berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah Hasil pengujian regresi menunjukkan nilai Prob (F-statistik) sebesar 0,045722 (lebih kecil dari α = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadaptingkat kemandirian daerah Pembahasan Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian daerah. Penjelasan atas hasil penelitian ini adalah transfer dari pemerintah pusat ditujukan untuk mendorong kegiatan perekonomian di daerah sehingga dapat meningkatkan PAD. PAD yang meningkat akan mendorong semakin tingginya tingkat kemandirian daerah. Komposisi terbesar dari Dana Perimbangan adalah Dana Alokasi Umum yang digunakan untuk pembayaran pengeluaran rutin seperti gaji pegawai sedangkan belanja pembangunan yang memicu pertumbuhan ekonomi berasal dari DAK yang justru mempunyai porsi terkecil dari Dana Perimbangan. Usman (2009) dalam Kusumadewi (2010) menyebutkan bahwa dari sisi Dana Perimbangan, meskipun nilai nominal semakin meningkat tetapi porsi DAU jauh lebih besar daripada DAK. Sejalan dengan pentingnya pengelolaan keuangan daerah, maka pemerintah daerah juga perlu memperhatikan alokasi pemanfaatan dana yang dimiliki. Pengaruh positif dari dana perimbangan
menunjukkan bahwa pemerintah daerah
masih membutuhkan peranan
pemerintah pusat untuk meningkatkan penciptaan outputnya. Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah. Hal ini diduga disebabkan karena porsi
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
belanja modal pemerintah yang tidak terlalu besar, di mana sebagian besar belanja pemerintah dialokasikan untuk belanja pegawai. Selain itu, berdasarkan data realisasi APBD tahun anggaran 2010 diketahui bahwa alokasi belanja modal untuk jalan, irigasi, dan jaringan hanya sebesar 46,96%, dan sisanya digunakan untuk belanja modal yang terkait dengan urusan pemerintahan seperti peralatan dan mesin, serta gedung dan bangunan. (DJPK,2011). Diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan alokasi belanja modal yang lebih besar. Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukan bahwa pinjaman daerah dinilai tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah. Analisis atas hasil penelitian ini adalah pinjaman daerah biasa digunakan sebagai alternatif pembiayaan operasi fiskal daerah (Kuncoro,2004). Pemerintah daerah masih mengandalkan transfer pemerintah pusat dalam bentuk dana perimbangan sebagai sumber dana untuk membiayai kegiatankegiatan di daerah. Sedikitnya daerah yang memiliki pinjaman daerah berdasarkan dara realisasi APBD membuktikan hal tersebut. Pinjaman daerah belum dianggap sebagai potensi yang baik dalam pembiayaan pembangunan. Hal ini disebabkan walaupun undang-undang tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU no. 33/2004) memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pinjaman, tetapi karena masih sedikitnya daerah yang mampu mengelola dengan baik keuangan daerahnya, maka pemerintah pusat masih memberikan batasan kepada pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman. Diperlukan langkah-langkah dalam mengatasi permasalah ini seperti merumuskan kebijakan Pemerintah terhadap pinjaman luar negeri dalam kerangka desentralisasi fiskal. Serta penyusunan “mapping” kapasitas daerah dalam rangka melakukan pinjaman (Sidik,2002). Diharapkan kedepannya banyak daerah yang dapat memanfaatkan pinjaman daerah guna membiayai pembangunannya.
KESIMPULAN Dari seluruh pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dana perimbangan digunakan untuk mengatasi ketimpangan fiskal baik vertikal maupun horizontal agar terciptanya pemerataan antar daerah. Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
daerah. Penjelasan atas hasil penelitian ini adalah transfer dari pemerintah pusat ditujukan untuk mendorong kegiatan perekonomian di daerah sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD yang meningkat akan mendorong semakin tingginya tingkat kemandirian daerah. Pengaruh positif dari dana perimbangan menunjukkan bahwa pemerintah daerah masih membutuhkan peranan pemerintah pusat untuk meningkatkan penciptaan outputnya. 2. Pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana yang diperlukan oleh negara, yang tercermin di dalam belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah. Semakin banyak pembangunan yang dilakukan diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan kinerja keuangan daerah. Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian daerah. Hal ini diduga disebabkan karena porsi belanja modal pemerintah yang tidak terlalu besar, di mana sebagian besar belanja pemerintah dialokasikan untuk belanja pegawai. 3. Pinjaman daerah biasa digunakan sebagai alternatif pembiayaan operasi fiskal daerah. Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukan bahwa pinjaman daerah dinilai tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah. Hal ini diduga disebabkan Pemerintah daerah masih mengandalkan transfer pemerintah pusat dalam bentuk dana perimbangan sebagai sumber dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan di daerah. Selain itu walaupun diberikan kebebasan dalam melakukan pinjaman, pada kenyataannya pemerintah daerah masih dibatasi dengan peraturan-peraturan
yang
menyebabkan sulit untuk melakukan pinjaman. SARAN Untuk Pemerintah 1. Porsi dana perimbangan yang diberikan kepada daerah harus lebih diperhatikan oleh Pemerintah Pusat. 2. Pemerintah daerah hendaknya terus mengupayakan kebijakan otonomi daerah terutama penggalian sumber-sumber daerah yang berpotensi untuk meningkatkan penerimaan daerah 3. Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan pada sektor – sektor yang produktif di daerah.
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
4. Pinjaman Daerah yang dilakukan pemerintah sebaiknya digunakan untuk membiayai pembangunan proyek yang mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga mendorong terciptanya kemandirian daerah. 5. Pemerintah pusat sebaiknya memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman. Untuk Peneliti Selanjutnya 1. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar lebih banyak menggunakan variabel independen dalam penelitian terutama yang terkait dengan kemandirian daerah. 2. Penggunaan rentang periode waktu yang lebih panjang sehingga lebih memperlihatkan generalisasi atas hasil penelitian. 3. Memasukan faktor-faktor kualitatif dalam penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat pula memperlihatkan efektivitas keijakan fiskal pemerintah daerah melalui APBD. DAFTAR REFERENSI
Abdullah, Syukriy & Abdul Halim (2006). Studi Atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan. Jurnal Akuntansi Pemerintah Vol. 2, No. 2, November 2006. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.. APBD 2011. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, 2011. ___.
Deskripsi dan Analisis APBD 2011. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, 2011
Halim, Abdul & Muhammad Syam Kusufi. Akuntansi Keuangan Daerah Edisi.4. Salemba Empat.2012 Harianto, D., & Adi, Priyo Hari.(2007). Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita.. Makalah Hasil Simposium Nasional Akutansi 10. 2007 Haryanto, Joko Tri. (2006) Kemandirian Daerah Sebuah Perspektif dengan Metode Path Analysis.Jurnal Managemen dan Usahawan. Vol. 35. No.4.Pusat data ekonomi & bisnis. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.2006 Kuncoro, Haryo. (2004). Pengaruh Transfer Antar Pemerintah Pada Kinerja Fiskal Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.9. No.1. Juni 2004.
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013
Kusumadewi, Indriasari. Pengaruh Desentralisasi Fiskal di Tingkat Provinsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Tesis Program Magister Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. 2010 Kusnandar, Dodik Siswantoro. (2012). Pengaruh Dana Alokasi Umum,Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal. Makalah Simposium Nasional Akuntansi XV. 2012 Ladjin, Nurjanna. Analisis Kemandirian Fiskal di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tengah). Tesis Program Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Universitas Diponegoro. 2008 Mulyono,Imam.(2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pinjaman Daerah. Jurnal Akuntansi dan Teknologi Informasi.Vol.6. No.2. November 2007. Nordiawan,Deddi et al. Akuntansi Pemerintah. Salemba Empat.2007. Nugroho, Fajar & Abdul Rohman (2012). Pengaruh Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Kinerja Keuangan Daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro. Vol 1. No.2. 2012 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah _____, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah _____, Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara _____, Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah _____,Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan anatara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Keuangan
Santoso, Rokhedi. (2003). Analisis Pinjaman Sebagai Potensi Pembiayaan Pembangunan Daerah : Studi Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 8. No.2. Desember 2003 Sekaran, Uma, & Roger Bougie. Research Methods for Business: A Skill Building Approach, Fifth Edition. Wiley. 2010. Sidik, Machfud. “Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu pada Pencapaian Tujuan Nasional”. Seminar Nasional “Public Sector Scorecard”, Jakarta, 17-18 April 2002. Suliyanto. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS. ANDI Yogyakarta. 2011.
Pengaruh dana..., Fransisca Galih Maggieta Putri, FE UI, 2013