Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH (Live Weight Fluctuation of Doe Crossed with Boer from Mating until Weaning Period) FITRA AJI PAMUNGKAS dan FERA MAHMILIA Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sei Putih, Galang 20585
ABSTRACT A study was conductedat the Research Institute for Goat Production, Sei Putih North Sumatera, to know the live weight fluctuation of Kacang doe crossed with Boer buck from mating until weaning period. Fifty four Kacang doe’s were used for observation and live weight was measured every month. The result shows that the live weight of Kacang doe increased 5.31 kg or 29.24% at 4 months pregnancy. After partus, the live weight of Kacang doe decreased 5.67% while the live weight of kid (crossbred of Kacang and Boer) increased 100.48% at 1 month old. Key Word: Doe, Live Weight, Crossbred ABSTRAK Penelitian telah dilaksanakan untuk mengetahui fluktuasi bobot hidup kambing Kacang betina yang dikawinkan dengan pejantan Boer dari saat dikawinkan sampai anak dilepas sapih di stasiun percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. Total ternak diamati sebanyak 54 kambing Kacang induk. Pengamatan selama penelitian terhadap bobot hidup induk kambing Kacang pada saat kawin, lahir sampai penampilan anak disapih (umur 3 bulan) diamati setiap bulannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot hidup kambing Kacang induk yang dikawinkan dengan pejantan Boer dari saat kawin sampai bunting bulan ke-4 menunjukkan peningkatan dengan rataan 5,31 kg atau sebesar 29,24 persen. Sedangkan perubahan bobot hidup kambing Kacang induk dan anak hasil persilangannya dengan pejantan Boer dari lahir sampai lepas sapih menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang sangat mencolok apalagi pada umur 1 bulan setelah kelahiran dimana pada anak terjadi peningkatan bobot hidup yang mencapai 100,48 persen, sedangkan pada induk terjadi penurunan bobot hidup sebesar 5,67 persen. Kata Kunci: Kambing Induk, Bobot Hidup, Persilangan
PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing Kacang dapat dilakukan dengan cara mengintroduksi genotipe salah satu kambing unggul kepada genotipe kambing Kacang melalui persilangan, seperti diuraikan BRADFORD (1993) dan SAKUL et al. (1994). Upaya yang telah dilaksanakan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara untuk peningkatan mutu kambing Kacang adalah dengan menyilangkannya dengan pejantan unggul seperti kambing Boer.
480
Sistem perkawinan silang terhadap pejantan yang mempunyai potensi genetik tinggi dapat meningkatkan bobot lahir dan bobot sapih (NATASASMITA et al., 1979). Lebih lanjut PITONO et al. (1992) menyatakan dengan sistem perkawinan silang, dapat memberi peluang untuk mempercepat perbaikan produksi, dimana bobot lahir anak kambing adalah salah satu faktor penting dalam menentukan total bobot anak disapih yang pada akhirnya terhadap nilai jual ternak. BRADFORD (1972) mengemukakan bahwa pada anak kambing yang belum disapih, pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
kemampuan induk berproduksi susu dimana semakin tinggi produksi susu induk, semakin tinggi pula pertambahan bobot badan anak yang disusuinya. Produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan karena ternak akan memobilisasi cadangan nutrisi tubuhnya sehingga terjadi penyusutan bobot tubuh selama laktasi untuk produksi susu. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk, umur, ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir per kelahiran dan suhu lingkungan. Kondisi tubuh induk erat hubungannya dengan status cadangan energi tubuh yang selanjutnya berkaitan dengan gizi yang dikonsumsinya sebelum bunting dan beranak. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fluktuasi bobot hidup kambing Kacang induk pada saat dikawinkan dengan pejantan Boer, selama bunting sampai anak yang lepas sapih. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di stasiun percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara pada tahun 2006. Materi ternak yang digunakan adalah kambing Kacang induk berjumlah 54 ekor yang ditempatkan dalam beberapa kandang kelompok dan kambing pejantan Boer berjumlah 4 ekor yang ditempatkan dalam kandang individu. Program perkawinan secara alami dengan memasukkan kambing pejantan dalam kelompok induk setiap hari selama dua kali siklus birahi. Pemberian bahan makanan dalam bentuk konsentrat dan hijauan pakan ternak. Konsentrat dengan kandungan protein kasar 15,24% dan tingkat energi dapat dicerna 2600 Kkal/kg. Bahan kering yang diberikan sebanyak 300 – 500 g/ekor/hari pada waktu pagi hari. Sedangkan hijauan pakan berupa rumput dalam bentuk potong angkut dengan jumlah pemberian berkisar antara 4 – 5 kg segar per
ekor per hari diberikan pada waktu siang dan sore hari. Untuk kambing Kacang induk, setelah pemberian hijauan pakan pada waktu siang hari dilakukan penggembalaan agar kecukupan kebutuhan pakan lebih terjamin. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Pengamatan yang dilaksanakan selama penelitian adalah bobot hidup kambing Kacang induk pada saat kawin, selama masa kebuntingan sampai anak disapih (umur 3 bulan) setiap bulannya, sedangkan bobot hidup anak pada saat anak lahir sampai disapih setiap bulannya. Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis dengan uji rata-rata menggunakan metode linear dari paket SPSS versi 10 (SANTOSO, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan bobot hidup kambing kacang induk pada saat kawin, masa kebuntingan sampai pada saat melahirkan disajikan dalam (Tabel 1). Tampilan kambing Kacang induk pada saat bunting memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan bobot induk dari saat kawin sampai bunting bulan ke-4 dengan rataan 5,31 kg (29,24%). Peningkatan bobot induk ini merupakan ekspresi dari pertumbuhan induk, bobot plasenta serta bobot anak yang dikandung. Pada saat induk melahirkan, terlihat bahwa rataan bobot induk masih lebih tinggi dari rataan bobot induk saat kawin menandakan bahwa terjadinya pertumbuhan induk pada waktu kebuntingan. Hal ini menunjukkan bahwa kambing Kacang induk masih mempunyai peluang untuk tumbuh terutama terjadi pada induk-induk muda. Perubahan bobot hidup kambing kacang induk pada saat kawin sampai bunting bulan ke-3 masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian SETIADI et al. (2002) yang melaporkan bahwa perubahan bobot hidup induk kambing Kosta dan Gembrong pada saat kawin sampai bunting bulan ke-3 berturut-turut sebesar 3,85 dan 2,19 kg. Perbedaan perubahan bobot hidup induk kambing pada saat kawin dan selama kebuntingan ini kemungkinan dikarenakan jenis kambing yang digunakan serta manajemen pakan yang berbeda.
481
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 1. Fluktuasi bobot hidup kambing kacang induk yang dikawinkan dengan pejantan Boer selama kebuntingan Uraian
Bobot hidup kambing kacang induk (kg)
Kebutuhan protein selama fase bunting tua dan laktasi jauh lebih tinggi karena diperlukan untuk pertumbuhan feotus dalam rahim pada fase bunting tua dan untuk produksi susu pada fase laktasi.
Peningkatan (%)
Saat kawin
18,16 ± 2,19
-
Bunting bulan ke-1
19,91 ± 2,53
9,64
Bunting bulan ke-2
20,65 ± 2,53
3,72
Bunting bulan ke-3
22,24 ± 3,55
7,70
Bunting bulan ke-4
23,47 ± 3,64
5,53
Saat melahirkan
21,70 ± 3,30
-7,54
Penampilan induk setelah melahirkan dan penampilan anak Persentase perubahan bobot hidup kambing kacang induk dan anak hasil persilangannya dengan pejantan Boer dari lahir sampai lepas sapih (Tabel 2) menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan yang sangat mencolok apalagi pada umur 1 bulan setelah kelahiran dimana pada anak terjadi peningkatan bobot hidup yang mencapai 100,48 persen sedangkan pada induk terjadi penurunan bobot hidup sebesar 5,67 persen. Penurunan bobot hidup induk hasil penelitian lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan ATABANY (2002) dimana penurunan bobot tubuh induk selama bulan pertama setelah melahirkan yang mencapai 15 – 16 persen. Penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan sebagai akibat produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Rataan bobot lahir anak hasil persilangan sebesar 2,08 ± 0,53 Kg, dibandingkan dengan bobot lahir kambing Boerka yakni sebesar 2,50 ± 0,49 Kg (SETIADI et al., 2002), bobot lahir yang diperoleh relatif sama. Berbeda halnya pada rataan bobot sapih umur 90 hari hasil penelitian (7,72 ± 1,60 kg) lebih rendah dengan yang dilaporkan SETIADI et al. (2002) yakni sebesar 10,55 ± 2,34 kg. Lebih rendahnya
Peningkatan bobot kambing Kacang induk dari saat kawin sampai bunting bulan ke-4 sebesar 5,31 kg memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan pertambahan bobot badan harian sebesar 44,25 g/ekor/hari. Hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan pengamatan SILITONGA et al. (1995) pada kambing Kacang yang mendapatkan pakan dengan kadar protein mencapai 21% didapat rataan pertumbuhan bobot badan selama bunting sebesar 86 g/ekor/hari. Pemberian pakan yang baik perlu diperhatikan terutama untuk induk yang sedang bunting dan menyusui, dengan pakan yang baik akan meningkatkan produktivitas induk. Menurut MC DONALD et al. (1975), dalam menyusun ransum perlu diperhatikan kebutuhan zat makanan ternak termasuk kebutuhan akan protein. Protein merupakan unsur yang sangat penting untuk menjalankan sebagian besar fungsi fisiologis ternak.
Tabel 2. Rataan dan persentase perubahan bobot hidup kambing kacang induk dan anak hasil persilangannya dengan pejantan boer dari lahir sampai lepas sapih Umur anak (hari)
Anak hasil persilangan
Kambing kacang induk
Bobot hidup (kg)
Peningkatan (%)
Bobot hidup (kg)
Peningkatan (%)
2,08 ± 0,53
-
21,70 ± 3,30
-
30
4,17 ± 1,13
100,48
20,47 ± 2,49
-5,67
60
5,59 ± 1,60
34,05
20,82 ± 2,49
1,71
90
7,72 ± 1,60
38,10
21,43 ± 2,57
2,93
0
rataan bobot sapih yang diperoleh pada penelitian ini kemungkinan disebabkan
482
banyaknya anak yang dihasilkan dengan tipe kelahiran kembar sehingga adanya persaingan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
dalam memperoleh susu induk yang berakibat pada bobot sapih yang cenderung menurun. KESIMPULAN Bobot hidup kambing kacang induk yang dikawinkan dengan pejantan Boer dari saat kawin sampai bunting bulan ke-4 menunjukkan peningkatan dengan rataan 5,31 kg atau sebesar 29,24%. Perubahan bobot hidup kambing kacang induk dan anak hasil persilangannya dengan pejantan Boer dari lahir sampai lepas sapih menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan yang sangat mencolok apalagi pada umur 1 bulan setelah kelahiran dimana pada anak terjadi peningkatan bobot hidup yang mencapai 100,48 persen sedangkan pada induk terjadi penurunan bobot hidup sebesar 5,67 persen. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Nasib selaku teknisi kandang percobaan, Bapak Wagiman beserta seluruh petugas kandang percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian sehingga diperoleh tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA ATABANY, A. 2002. Strategi Pemberian Pakan Induk Kambing Perah Sedang Laktasi Dari Sudut Neraca Energi. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut Petanian Bogor, Bogor. BRADFORD, G.E. 1993. Small Ruminant Breeding Strategies For Indonesia. Proc. of Workshop. Advances In Small Ruminant Research In Indonesia. Research Institute For Animal Production, Ciawi - Bogor, Indonesia. pp. 83 – 94.
MC. DONALD, P, R.A. EDWARD and J.F.O. GREENHALG. 1975. Animal Nutrition. 2nd Ed. Longman Group Ltd. London and New York. Dalam: SETIADI, B., B. TIESNAMURTI, T. SARTIKA, U. ADIATI, D. YULISTIANI dan I. SENDOW. 2002. Koleksi dan Evaluasi Karakteristik Kambing Kosta dan Gembrong Secara Ex-Situ. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Buku I. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. hlm. 59 – 73. NATASASMITA, A., N. SUGARA dan M. DULDJAMAN. 1979. Penyilangan Domba Priangan Betina Oleh Pejantan Suffolk. Laporan Hasil Penelitian Domba Impor Sumbangan Presiden RI. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. PITONO, A.D., E. ROMJALI dan R.M. GATENBY. 1992. Jumlah anak lahir dan bobot lahir domba lokal Sumatera dan hasil persilangannya. J. Penelitian Peternakan Sungei Putih. 1(2): 13 – 19. SAKUL, H.G.E. BRADFORD, and SUBANDRIYO. 1994. Prospects for genetic improvement of small ruminant in Asia. Proc. Strategic Development For Small Ruminant Production In Asia And The Pasific. Sr-Crsp, Univ. of California Davis. pp. 3 – 13. SANTOSO, S. 2002. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Edisi Ketiga. Gramedia, Jakarta. hlm. 254 – 261. SETIADI, B., SUBANDRIYO, M. MARTAWIDJAJA, I-K. SUTAMA, U. ADIATI, D. YULISTIANI dan D. PRIYANTO. 2002. Evaluasi Keunggulan Produktivitas dan Pemantapan Kambing Persilangan. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN T.A. 2001. Buku I Ternak Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. hlm. 157 – 178. SILITONGA, D. SORTA, M. MARTAWIDJAJA, B. SETIADI, ISBANDI, A. SUPARYANTO dan A. WILSON. 1995. Penelitian Phase Induk Bunting dan Laktasi. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN T.A. 1994/1995. Ternak Ruminansia Kecil. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. hlm. 193 – 206.
BRADFORD, J. 1972. Perkembangan Populasi Ternak. Penerbit CV Armico, Bandung.
483
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
DISKUSI Pertanyaan: Apakah kambing induk yang diamati dalam kondisi yang sama? Jawaban: Induk yang diamati adalah induk yang beranak tunggal dengan kisaran umur antara 3 – 4 tahun.
484