Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (The Correlation of The Lactating Cow Body Weight with Daily Gain Ongole Grade Calf) DIDI BUDI WIJONO, MARIYONO dan HARTATI Loka Penelitian Sapi Potong, Grati Pasuruan
ABSTRACT The change of cow body condition will influence biological processes. A lactating cow will physiologically make serious efforts to fulfill its life needs and milk establishment for calf, thus these will influence the lactating cow body condition. This research aims at finding out the correlation between the body conditions of lactating cows and calf growth. The observation was conducted on 29 heads of lactating PO cattle until the weaning time at the age 7 months, and the parameters measured were body weight with an interval 1-2 months. Analyzing data was conducted by using simple correlation test and those are the body weights of cows and calves. The results showed that there were decreases in cow body weights during lactating period, i.e. the average body weights at the beginning and the of lactating (weaning) were 281.76 and 257.32 kg, with an average decrease in cow body weight of 7.81 ± 8.65% (-22.87 kg), while calf body weights were 23.32 and 93.48 kg; with each daily gain of –0.12 ± 0.15 kg and that for calf was 0.33 ± 0.05 kg. Drastic weight loss happened in the first month (up to 5%), while daily gain of calf was stable. The changing in cow body weight has a negative correlation with calf daily weight gain (r = -0.89). The decrease in cow body weight during lactating will be followed by an increase in calf growth during lactation , thus improving cow body condition will enable calf to have better growth. Key Words: PO Cattle, Cow, Calf, Body Weight, Correlation ABSTRAK Perubahan kondisi tubuh induk akan mempengaruhi proses biologis. Induk yang menyusui secara fisiologis akan berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya dan pembentukan susu untuk pedet, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh induk. Penelitian bertujuan untuk mengetahui korelasi perubahan kondisi tubuh induk selama menyusui terhadap pertumbuhan pedet. Pengamatan dilakukan terhadap sapi PO menyusui sebanyak 29 ekor sampai penyapihan umur 7 bulan dan parameter pengamatan dilakukan terhadap bobot hidup dengan interval 1-2 bulan. Analisis data dilakukan dengan uji korelasi sederhana yaitu faktor bobot hidup induk dan pedet. Hasil pengamatan menunjukkan adanya perubahan penurunan bobot hidup induk selama menyusui yaitu rataan bobot awal dan akhir menyusui (penyapihan) adalah 281,76 dan 257,32 kg, dengan rataan penurunan bobot hidup induk sebesar 7,814 ± 8,65% (-22,87 kg); sedangkan bobot hidup pedet 23,32 dan 93,48 kg; masing-masing PBHH sebesar -0,12 ± 0,15 kg ekor-1hari-1 dan untuk pedet sebesar 0,33 ± 0,05 kg/ekor/hari. Penurunan secara drastis terjadi pada bulan pertama (sampai 5%), sedangkan pertambahan bobot hidup pedet stabil. Hubungan perubahan bobot hidup induk berkorelasi negatif dengan pertambahan bobot hidup pedet (r = -0,89). Penurunan bobot hidup induk selama menyusui akan diikuti kenaikan pertumbuhan pedet selama munyusu, sehingga perbaikan kondisi tubuh induk akan mampu memberikan pertumbuhan pedet yang lebih tinggi. Kata Kunci: Sapi PO, Induk, Pedet, Bobot Hidup, Korelasi
PENDAHULUAN Sapi betina dipelihara dan dikembangkan dengan harapan dapat menghasilkan pedet.
Keberhasilan pemeliharaan ternak tidak hanya mampu meningkatkan produksi bobot hidup tetapi juga tergantung kepada produksi anak
201
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
yaitu periode beranak yang pendek dan pedet berkembang dengan baik sehingga pertumbuhan pedet yang baik akan memiliki harga jual yang tinggi. DUNN (1980) menyatakan bahwa sapi induk yang mengalami kekurangan pakan/ malnutrisi dapat mempengaruhi produktivitas dan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan membesarkan anak, meningkatkan angka kematian neonatal, lahir mati/lemah, estrus pos partum lebih panjang. Reproduktivitas sapi betina dipengaruhi oleh kondisi tubuh. Hasil penelitian sebelumnya dengan pemeliharaan induk yang buruk akan menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas reproduksi bahkan terjadi inaktivitas ovariun (WIJONO et al., 1992). Secara genetik perubahan bobot hidup sebagian besar dipengaruhi oleh perlakuan pakan h² = 0,5-1 (WARWICK et al., 1983) sehingga manajemen pemberian pakan mempunyai peranan penting didalam upaya perbaikan dan peningkatan produktivitas ternak. Pada induk yang telah beranak dan dalam fase menyusui memegang peranan penting didalam perkembangan pedet, karena pedet hidupnya sangat tergantung kepada mothering ability khususnya tingginya produksi susu. Demikian pula bobot hidup induk menggambarkan kondisi tubuh induk dan sangat berpengaruh kepada fungsi biologis ternak secara keseluruhan. Kebutuhan zat nutrisi ransum pada saat menyusui berlipat akibat kebutuhan nutrisi untuk produksi susu dan pemenuhan kebutuhan pokok hidup. Besarnya fluktuasi perubahan bobot hidup induk selama menyusui berpengaruh terhadap perkembangan pedet sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan selanjutnya. Sebagaimana diketahui daya hidup, kebutuhan nutrisi dan kesehatan pedet sangat tergantung kepada ketersediaan produksi susu induk serta merangsang perkembangan pencernaan rumen. Kondisi induk yang baik akan sangat mendukung perkembangan pedet sampai 60 hari sebagai puncak produksi susu dan akan mempengaruhi laju pertumbuhan yang lebih baik setelah disapih. Penelitian dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara perubahan kondisi induk dengan laju pertumbuhan pedet sampai
202
disapih; diharapkan dapat digunakan dalam melakukan prediksi perbaikan kondisi tubuh induk guna mendukung pertumbuhan pedet secara optimal. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong pada tahun 2004. Sebanyak 29 ekor pedet prasapih dipergunakan dalam penelitian ini yaitu sejak dilahirkan hingga mencapai umur sapih (7 bulan, 210 hari). Pola pemberian pakan induk berbasis pada pakan limbah pertanian dengan prediksi pemberian ransum untuk pemenuhan peningkatan bobot hidup sekitar 0,4-0,6 kg/ekor/hari. Jumlah pakan yang diberikan terdiri atas jerami padi 4 kg, tumpi jagung 5,5 kg, kulit kapi 2 kg dan rumput gajah 3 kg, dan garam dapur 50 g. Pengamatan dilakukan terhadap parameter bobot hidup induk setelah beranak; bobot lahir dan bobot hidup pedet dengan interval penimbangan setiap 1–2 bulan. Analisis data menggunakan korelasi sederhana dilakukan terhadap data bobot hidup induk dan pedet. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian pakan Hasil analisis komposisi ransum yang diberikan diperkirakan mempunyai kandungan bahan kering 10,25 kg, protein kasar 0,71 kg (6,9%), serat kasar 2,50 kg (24,41%) dan TDN (total digestable nutrien) 47,24%, mendekati standard anjuran NRC. HARYANTO, et al. (1999) melaporkan PBHH berkisar antara 0,57–0,69 kg/ekor/hari dengan menggunakan campuran pakan hijauan dan jerami padi fermentasi. Hasil penelitian dengan pemanfaatan limbah pertanian untuk sapi potong menyusui belum mampu memenuhi kebutuhan gizi, terjadi penurunan bobot hidup sampai menjelang penyapihan (0,39–0,01 kg/ekor/hari). SIREGAR et al. (1999) mendapatkan pemberian konsentrat pada induk yang menyusui mampu memberikan PBHH lebih tinggi pada pertumbuhan pedet.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Laju pertumbuhan Hasil pengamatan bobot hidup dan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) terhadap 29 ekor sapi PO induk yang sedang menyusui maupun pedet selama pra sapih tertera pada Tabel 1. Bobot hidup induk sejak beranak sampai dengan 30 hari pasca beranak menunjukkan penurunan bobot hidup yang sangat tinggi (4,16%) sampai pada hari ke-60 (-2,67%). Perubahan penurunan bobot hidup terus berlanjut sampai pada hari ke-180 (6 bulan) dan relatif statis setelah hari ke 210. Rataan penurunan berat hidup tersebut adalah 7,81 ± 8,65% atau seberat -22,87 kg. Demikian pula pertumbuhan pedet sejak dilahirkan sampai dengan disapih pertambahan bobot hidup tertinggi terjadi pada hari ke 30 dan terus menurun sampai hari ke-210 (7 bulan). Hal tersebut diakibatkan produksi susu maksimal terjadi pada 2 bulan pertama menyusui dan menurun pada bulan berikutnya serta pedet mulai beradaptasi untuk mendapatkan kebutuhan zat nutrisi dari pakan yang disediakan. Rataan pertambahan bobot hidup pedet sampai dengan disapih mencapai 68,43 ± 86,78 kg (301,84%). DONAHUE et al. (1985) menyatakan bahwa umur saat terjadinya transisi dari periode pre ruminan menjadi ruminansia sejati bevariasi cukup luas tergantung kepada pola pakan yang diberikan dan diperlukan pelatihan pemberian pakan berserat sejak umur 7 hari untuk merangsang perkembangan mikroba rumen. Sehingga diharapkan perkembangan volume
rumen telah sempurna terjadi saat umur 3 bulan. Dengan demikian peran pakan cukup rendah dalam mendukung pertumbuhan pedet yang masih menyusu, akan tetapi sangat mendukung terhadap perkembangan rumen dan mikroba rumen guna penyiapan diri terhadap kemampuan mencerna makanan. Hasil pengamatan terhadap induk menyusui menunjukkan bahwa terjadi penurunan bobot hidup yang sangat tinggi pada 60 hari pertama yang diimbangi dengan laju pertumbuhan pedet yang tinggi pula tertera pada Tabel 2. Untuk induk pertambahan bobot hidup harian yang negatif sampai masa menyusui 6 bulan yaitu -0,39-0,01 kg/ekor/hari. Sementara itu, pertambahan bobot hidup pedet juga menurun sampai saat disapih, dengan rataan laju pertumbuhannya 0,33 kg/ekor/hari. Masih lebih rendah dari yang didapatkan SIREGAR et al (1999) yaitu pemberian pakan tambahan sampai 60 hari memberikan bobot hidup yang lebih baik yaitu 59,6 ± 2,3 dengan PBHH 0,63 ± 0,02 kg. PUTU. et al.(2000) melaporkan bobot hidup pada sapi PO induk yang sedang menyusui manunjukkan penurunan bobot dimulai setelah melampaui bulan kedua sampai dengan bulan ke delapan, baik pada kelompok kontrol yaitu tanpa perlakuan perbaikan pakan dan kelompok yang diperbaiki pakannya. sampai dengan bulan ke-12. Tampaknya sebagai batasan kritis terhadap tekanan dampak menyusui dan merupakan bobot hidup dalam masa menyusui terjadi pada bulan ke-30-60 hari setelah beranak.
Tabel 1. Rataan, standard deviasi dan persentase perubahan bobot hidup berdasarkan umur pedet sapi PO Umur pedet (hari)
Bobot hidup
0
281,76 ± 26,63
30 60
(%)
Bobot hidup
(%)
23,32 ± 3,20
270,58 ± 25,79
-4,16
34,25 ± 5,23
46,88
263,51 ± 26,82
-2,67
45,81 ± 8,55
33,76
90
262,33 ± 26,74
-0,37
55,93 ± 10,54
22,10
120
260,30 ± 28,08
-0,71
67,51 ± 12,71
20,70
150
257,70 ± 27,56
-1,04
77,48 ± 13,35
14,77
180
257,28 ± 26,55
-0,16
86,35 ± 14,79
11,45
210
257,32 ± 25,56
0,02
93,48 ± 17,33
8,25
203
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 2. Rataan dan standard deviasi berdasarkan umur pedet sapi PO Umur pedet (hari)
Induk
PBHH
126 hari PBHH naik 0,32 kg/ekor/hari (variasi 0,28-042), sedangkan pada bulan berikutnya terjadi penurunan sampai umur 208 hari menjadi 0,28 kg/ekor/hari dan pada kontrol 0,28 kg/ekor/hari.
Pedet
0 30
-0,39 ± 0,40
0,36 ± 0,30
60
-0,24 ± 0,35
0,39 ± 0,25
90
-0,03 ± 0,29
0,34 ± 0,18
120
-0,06 ± 0,30
0,39 ± 0,15
150
-0,09 ± 0,26
0,33 ± 0,16
180
-0,01 ± 0,20
0,30 ± 0,25
210
0,01 ± 0,19
0,24 ± 0,75
Rataan
-0,12 ± 0,15
0,33 ± 0,05
Fluktuasi bobot hidup Selama manyusui terjadi fluktuasi bobot hidup pada sapi PO induk yang diimbangi oleh peningkatan bobot hidup pedet (Gambar 1). Hubungan kedua perubahan bobot hidup antar induk saat menyusui dengan bobot hidup pedet mempunyai hubungan yang sangat erat (r = 0,89), sehingga setiap perubahan kondisi tubuh induk yang ditunjukkan dengan penurunan bobot hidup akan diikuti kenaikan bobot hidup pedet. Keeratan hubungan ini merupakan hubungan korelasi negatif dan sangat mempengaruhi perkembangan pedet selanjutnya. BESTARI et al. (1999) dan TALIB et al. (1999) mendapatkan pertumbuhan pedet dari lahir sampai umur 120 hari adalah pertumbuhan dalam periode laktasi, sehingga kecepatan pertumbuhan pedet sangat tergantung kepada kemampuan produksi susu induk.
Kejadian tekanan kebutuhan untuk memenuhi produksi susu sangat mempengaruhi kondisi tubuh. Pada tahapan selanjutnya beban produksi susu mulai diambil alih atau secara bertahap ditunjang oleh kemampuan adaptasi pedet untuk mulai belajar makan, meskipun belum mampu mencukupi kebutuhan gizi. Semakin besar bobot hidup induk maka kemampuan produksi susu akan lebih banyak (SCHMIDT dan VAN VLECK, 1974). Demikian pula yang didapatkan PUTU et al.( 2000) pedet yang sedang menyusu dengan pemberian konsentrat plus bioplas sampai dengan umur Grafik bobot hidup
Bobot hidup (kg)
300.0 250.0 200.0 Induk Pedet
150.0 100.0 50.0 0.0 0
30
60
90
120
150
180
210
Interval (hari) Gambar1. Rataan laju pertumbuhan induk menyusui dan pedet
204
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
SCHMIDT dan VAN VLECK (1974) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara bobot hidup dengan produksi susu. Semakin besar bobot hidupnya maka produksi susu semakin tinggi. Demikian pula MAKIN et al. (1982) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara bobot hidup dengan produksi susu. Dengan demikian perubahan maupun perbaikan kondisi tubuh melalui perbaikan pakan pada induk menyusui akan mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan pedet, sehubungan dengan meningkatnya produksi susu. KESIMPULAN 1. Pada masa menyusui sapi PO induk dengan pemanfaatan pakan asal limbah pertanian secara tunggal belum mampu mempertahankan kondisi tubuh induk dalam kondisi baik. 2. Terjadi penurunan bobot hidup selama menyusui dan tertinggi terjadi pada saat menyusui 30 hari pertama (4,16%), penurunan terus berlanjut sampai saat penyapihan. 3. Masa kritis terhadap kebutuhan pakan pada induk terjadi sampai hari ke-60 dan penurunan bobot tubuh harian mencapai 0,39 kg/hari/ekor. 4. Perubahan kondisi badan induk berpengaruh terhadap perkembangan pedet dengan korelasi bobot tubuh induk dan pedet yang tinggi (r = -0,89). DAFTAR PUSTAKA
BESTARI, J., A.R. SEREGAR, Y. SANI dan P. SITUMORANG. 1999. Produktivitas empat bangsa pedet sapi potong hasil IB di kabupaten Agam Sumatra Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18–19 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 181–190. DONAHUE, P.B., C.G. SCWAB, J.D. QUIGLY dan W.E. HYLTON. 1985. Methyionine deficiency in early-weaned dairy calves fed pelleted rations based on corn and alfafa or corn and soybean. J. Dairy Sci. 68.
DUNN, T.G. 1980. Nutrition and Reproductive Processes in Beef Cattle. In: Current Teraphy in Thereogenocology. MORROW, D.A. (Ed.). W.B. Sounder Company. Toronto. HARYANTO, B., I.W. MATHIUS, D. LUBIS dan MARTAWIJAYA. 1998. Manfaat probiotik dalam Peningkatan efisiensi fermentasi pakan dalam rumen. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1–2 Desember 1998. Puslitbang Peternakan, Bogor. 635–642. MAKIN, M., N. KASIM dan M. MUNANDAR. 1982. Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh sapi perah Fries Holland dengan produksi susu. Pros. Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan, Bogor. PUTU, I.G., P. SITUMORANG, M. WINUGROHA dan T.D. CHANIAGO. 2000. Strategi pemeliharaan pedet dalam rangka meningkatkan performans produksi dan reproduksi. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18–19 Oktober 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 402–410. ROY, J.H.B. 1980. The Calf. 4 ed. Butterworth. London. Boston. SCHMIDT, G.D. dan L.D. VAN VLECK. 1974. Principlees of diary cattle. Cornel University. San Fransisco. SIREGAR, A.R., P. SITUMORANG; J. BESTARI, Y. SANI dan R.H. MARTONDANG. 1999. Pengaruh flushing pada sapi induk PO dua lokasi yang berbeda ketinggiannya pada program IB di Kabupaten Agam. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 244–247. TALIB, C. dan A. R. SIREGAR. 1999. Faktor-faktor yang mempengaruhi petumbuhan pedet PO dan crossbrednya dengan Bos indicus dan Bod Taurus dalam pemeliharaan tradisional. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18–19 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor hlm. 200–207. WARWICK E.J., J.M. ASTUTIK dan W. HARDJOSUBROTO. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. WIJONO, D.B., L. AFFANDHY and E. TELENI. 1992. The Relationship between Live weight/Body Condition and Ovarian activity in Indonesian cattle. Proc. of the Sixth AAAP Anim. Sci. Congress. Vol. III. AHAT. Bangkok p. 308 (Abstract).
205