Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK (The Relation of Calving Cow Body Weight with Calf Growth of PO Cattle in Foundation Stock) HARTATI dan M.D. DICKY Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 Grati, Pasuruan 67184
ABSTRACT The cow performance was one of the indicators to decide the calf growth. This research was aimed to study the relation of calving cow body weight with calf growth of PO cattle in foundation stock. The research was conducted at Beef Cattle Research Station during 2004 – 2005 on 36 heads of female cow, aged 2 – 3 years and 4 heads of male cow selected from breeding stock. Mating was conducted naturally by grouping 1 male to 10 female. Pregnant female were isolated until 1 – 2 months lactation then 40 – 60 days after birth were mated again for the next cycle. The feed given were king grass and agriculture waste such as corn straw, rice bran, coffee husk and dry rice straw ad lib, 2 – 3% dry matter requirement based on life weight. The feed were given based on total body weight in group. The data was analysed by regression and correlation between cow body weight and calf growth factor based on the equation of Y = a + b X. The parameters observed were calving cow body weight, calves birth weight, weaning weight and yearling weight. The result indicated that calving cow body weight had an influence on the calves birth weight and weaning weight equaled to 2.73% and 17% with the regression Y = 0.021 + 16.405 X and Y= 6.763 – 0.331 X, while the weaning weight influence yearling equaled to 18.01% with the regression Y = 4.365 + 0.396 X. It was concluded that to improve quality of PO cattle genetic, selection should be done during weaning period. Key Words: Cow Body Weight, Birth Weight, Weaning Weight, PO Cattle ABSTRAK Performans induk merupakan salah satu indikator dalam menentukan laju pertumbuhan pedet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bobot hidup induk sapi PO saat melahirkan terhadap pertumbuhan pedet di foundation stock. Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong selama tahun 2004 – 2005. Materi yang digunakan 36 ekor sapi PO induk umur 2 – 3 tahun dan 4 ekor sapi pejantan hasil penjaringan di breeding stock. Perkawinan dilakukan secara alam dengan pola pemeliharaan kelompok dan individu. Kandang kelompok berfungsi sebagai kandang kawin dengan rasio jantan dan betina 1 : 10, sedangkan kandang individu digunakan untuk induk bunting sampai dengan menyusui anak umur 1 – 2 bulan. Pada umur laktasi 40 – 60 hari, induk dan pedet dipindahkan ke kandang kelompok untuk siklus reproduksi selanjutnya. Pakan yang diberikan terdiri atas rumput gajah dan limbah pertanian seperti tumpi jagung, dedak dan atau grantek dan kulit kopi serta jerami padi kering diberikan adlibitum dengan prediksi kecukupan kebutuhan pakan berdasarkan bahan kering 2 – 3% bobot hidup. Pemberian pakan berdasarkan total bobot hidup induk dalam satu kelompok. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi antara faktor bobot hidup induk dan pertumbuhan pedet dengan persamaan regresi Y = a + bX. Parameter yang diamati meliputi bobot hidup induk saat melahirkan, bobot lahir pedet, bobot sapih dan bobot pedet umur 1 tahun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot hidup induk saat melahirkan memiliki pengaruh terhadap bobot lahir dan bobot sapih pedet masing-masing sebesar 2,73% dan 17% dengan persamaan regresi Y = 16,405 + 0,021 X dan Y = 6,763 - 0,331 X, sedangkan bobot sapih mempengaruhi bobot umur 1 tahun sebesar 18,01% dengan persamaan regresi Y = 4,365 + 0,396 X. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perbaikan mutu genetik sapi PO melalui seleksi lebih tepat dilakukan pada waktu periode sapih. Kata Kunci: Bobot hidup Induk, Bobot Lahir, Bobot Sapih, Sapi PO
111
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PENDAHULUAN Sapi PO merupakan salah satu sapi potong lokal yang harus tetap dipertahankan keberadaannya sebagai plasma nutfah Indonesia. Kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis menjadi salah satu keunggulan untuk mengembangkan potensi genetiknya, sehingga sampai sekarang populasi sapi PO masih dominan dibandingkan dengan sapi potong lokal lainnya. Populasi sapi potong Indonesia pada tahun 2002 mencapai 10,436 juta ekor dan 28,9% berada di Jawa Timur dengan populasi sapi PO sebesar 468.807 ekor (ANONIMUS, 2003). Kondisi sapi PO sekarang ini telah mengalami degradasi produksi dan banyak di dapatkan performans sapi yang kecil akibat seleksi negatif dan pemotongan betina produktif. Bila kondisi ini dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan sapi PO akan mengalami kepunahan, oleh karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas melalui program pemuliaan dan pembibitan baik cross breeding maupun pure breeding. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan mutu genetik sapi potong lokal, namun belum memberikan hasil yang optimal (MUDIKJO dan MULADNO, 1999). SAMARIYANTO (2004) menyatakan bahwa fokus utama perbaikan mutu genetik adalah merencanakan program breeding yang terarah melalui seleksi dan culling yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan produktivitas sapi PO di foundation stock maka dibutuhkan perbaikan performans terhadap pengaruh lingkungan baik pada induk maupun turunan yang dihasilkan. Performans induk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan pedet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bobot hidup induk saat melahirkan terhadap pertumbuhan pedet di foundation stock. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di kandang percobaan (foundation stock) Loka Penelitian Sapi Potong Grati Pasuruan dari tahun 20042005. Materi yang digunakan adalah 36 ekor sapi PO induk umur 2 – 3 tahun yang
112
dipelihara secara intensif dalam kandang kelompok, dimana setiap kelompok 10 – 15 ekor induk. Perkawinan dilakukan secara alami dengan menggunakan sapi pejantan PO terpilih hasil penjaringan di breeding stock. Pemeriksaan kebuntingan dilakukan setiap 2 bulan dan induk yang bunting tua di pindahkan ke kandang individu sampai melahirkan. Pada umur laktasi 40 – 60 hari induk dan pedet dipindahkan ke kandang kelompok untuk siklus reproduksi selanjutnya. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan campuran limbah pertanian dengan jenis yang beragam dan tergantung musim. Bahan pakan yang diberikan terdiri atas rumput gajah, limbah pertanian (tumpi jagung, grantek dan kulit kopi) dan jerami padi kering ad libitum dengan prediksi kecukupan kebutuhan pakan berdasarkan bahan kering 2 – 3% bobot hidup. Pemberian pakan berdasarkan total bobot hidup induk dalam satu kelompok. Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Parameter yang diamati adalah bobot hidup induk saat melahirkan, bobot lahir pedet, bobot sapih (205 hari), bobot 12 bulan (yearling) dan pertumbuhan pedet. Bobot sapih dan bobot 1 tahun merupakan hasil konversi. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi yaitu faktor bobot hidup induk melahirkan sebagai faktor X dan bobot lahir pedet, bobot sapih dan bobot 1 tahun sebagai faktor Y dengan persamaan regresi Yi = ai + bi Xi HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan bobot melahirkan terhadap bobot lahir pedet Hubungan antara BB induk saat melahirkan terhadap bobot lahir pedet disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa bobot melahirkan mempunyai pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap bobot lahir pedet dengan koefisien korelasi sebesar 0,1653, sedangkan koefisien determinasi sebesar 0,0273 ini berarti bahwa bobot induk saat melahirkan mempunyai pengaruh korelasi hubungan yang sangat kecil terhadap bobot lahir yaitu sebesar 2,73% sedangkan sisanya sebesar 97,27% dipengaruhi oleh faktor diluar induk.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 1. Persamaan regresi, korelasi dan determinasi antara BB induk saat melahirkan dengan bobot lahir pedet, bobot sapih dan bobot pedet 1 tahun Persamaan regresi
r
R2
Y = 16,405 + 0,021 X
0,1653
0,0273
BB melahirkan >< BS
Y = 6,763 - 0,331 X
0,4117
0,1695
BB melahirkan >< BB 1 tahun
Y = 4,365 + 0,396 X
0,4244
0,1801
Uraian BB melahirkan >< BL
Berbeda nyatanya pengaruh bobot melahirkan terhadap bobot lahir kemungkinan lebih disebabkan karena faktor lingkungan, antara lain manajemen pemeliharaan pada saat bunting, iklim dan ketersediaan pakan. Sedangkan faktor genetik yang turut mempengaruhi adalah performans dan prestasi genetik dari pejantan yang digunakan. Pengaruh pakan dapat mencapai >50% sehingga konsumsi dan nilai gizi pakan akan mempengaruhi tampilan bobot hidup ternak (WARWICK et al., 1983). BARKER et al. (1979) menyatakan bahwa bobot lahir, rata-rata pertambahan bobot hidup prasapih dan bobot sapih di pengaruhi oleh faktor genetik dengan nilai heritabilitas secara berurutan sebesar 0,40; 0,30; dan 0,30. Sedangkan faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain induk terhadap kemampuan produksi susu, iklim (musim) dan tata laksana pemeliharaan yaitu masing-masing sebesar 0,60; 0,70; dan 0,70. Persamaan regresi linier antara bobot melahirkan terhadap bobot lahir pedet adalah: Y = 16,405 + 0,021 X Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan 1 kg bobot induk saat melahirkan maka berat lahir akan bertambah sebesar 0,021 kg. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan bobot lahir pedet di foundation stock sebesar 22,66 ± 3,18 kg dapat dicapai pada
rataan bobot melahirkan sebesar 284,58 + 23,93 kg (Tabel 2). Rataan bobot lahir ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian SIREGAR et al. (1999), bahwa bobot lahir sapi PO di peternakan rakyat Sumatera Barat hanya 19,8 kg. Perbedaan bobot lahir ini, diduga erat kaitannya dengan sifat genetik induk yang memiliki mothering ability yang berbeda dalam memelihara kebuntingannya. Menurut TILLMAN et al. (1998) sapi induk yang sedang bunting akan mendahulukan pemanfaatan nutrien yang ada di dalam tubuhnya untuk pedetnya dan akan mengakhirkan pembongkaran nutrien yang ada di tubuh pedetnya untuk kebutuhan tubuh induk saat mengalami kekurangan nutrien. Hubungan bobot melahirkan terhadap bobot sapih pedet Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata (P < 0,05) antara bobot hidup induk saat melahirkan terhadap bobot sapih pedet dengan koefisien korelasi sebesar 0,4117 dan koefisien determinasi sebesar 0,1695, ini menunjukkan bahwa bobot hidup induk saat melahirkan hanya mempengaruhi bobot sapih sebesar 17% sedangkan sisanya adalah 83% dipengaruhi oleh faktor diluar induk.
Tabel 2. Bobot hidup induk dan bobot hidup pedet di foundation stock Parameter Bobot induk saat melahirkan
Rataan ± SE (kg)
Koefisien vriasi
284,58 ± 23,93
8,41
Bobot lahir pedet
22,66 ± 3,18
14,03
Bobot sapih
87,52 ± 19,25
21,99
Bobot hidup pedet umur 12 bulan
117,14 ± 22,34
19,07
113
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Dari hasil persamaan:
analisis
regresi
diperoleh
Y = 6,763 – 0,331X Persamaan ini menggambarkan bahwa bobot hidup melahirkan berkorelasi negatif terhadap bobot sapih. Ini berarti bahwa setiap penurunan bobot hidup induk sebesar 1 kg maka berat sapih akan bertambah sebesar 0,331 kg, hal ini erat kaitannya dengan penurunan bobot hidup induk yang terjadi pada masa menyusui. Pertumbuhan sapi potong prasapih sangat dipengaruhi oleh sifat mothering ability induknya. Sejak beranak sampai dengan 30 hari pascaberanak terjadi penurunan bobot hidup yang sangat tinggi (-4,16%) sampai pada hari ke-60 (-2,67%), hal ini kemungkinan disebabkan karena pada periode tersebut induk mencapai produksi susu tertinggi dan relatif statis setelah hari ke 210 (WIJONO et al., 2005). Sedangkan pertumbuhan pedet mengalami peningkatan pada bulan pertama dan ke dua masing-masing sebesar 0,36 kg dan 0,40 kg dan akan mengalami penurunan pada bulan ke-7 menjadi 0,17 kg. Pedet prasapih yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang semakin bagus akan menyebabkan penurunan yang semakin besar terhadap kondisi tubuh induk sampai pedet umur 5 bulan, sedang TILLMAN et al. (1998) menyatakan bahwa sapi induk yang menyusui, akan terlebih dahulu memanfaatkan nutrien yang ada di tubuhnya untuk mencukupi kebutuhan anaknya sebelum untuk kebutuhan yang lain. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan bobot sapih di foundation stock adalah 87,52 ± 19,25. Bobot sapih ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. BALIARTI (1991) mendapatkan bobot hidup 205 hari sapi PO pada peternakan rakyat sebesar 155 kg; sedangkan THALIB et al. (1999) mendapatkan bobot hidup 205 hari sebesar 130,8 ± 10,9 kg. Dari Tabel 2. tampak keragaman (koefisien variasi) tertinggi terjadi pada bobot sapih, hal ini kemungkinan terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan dan kemampuan individu beradaptasi terhadap pakan terutama pada periode prasapih. Selama periode menyusui, pakan utama pedet adalah susu induk. BESTARI et al. (1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pedet dari lahir sampai umur 120 hari adalah
114
pertumbuhan dalam periode laktasi, sehingga kecepatan pertumbuhan pedet sangat tergantung kepada kemampuan produksi susu induk. Semakin besar bobot hidup induk maka kemampuan produksi susu akan lebih banyak (SCHMIDT dan VAN VLECK, 1974). Hubungan bobot melahirkan terhadap bobot 1 tahun Hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan bahwa adanya hubungan yang nyata (P < 0,05) antara bobot saat melahirkan terhadap bobot pedet umur 1 tahun dengan koefisien korelasi sebesar 0,4244 dan koefisien determinasi sebesar 0,1801. Ini berarti bahwa bobot melahirkan mempunyai pengaruh sebesar 18,01% terhadap bobot sapih sedangkan sisanya sebesar 81,99% dipengaruhi oleh faktor diluar induk. Rataan bobot hidup pedet umur 1 tahun (yearling) di foundation stock sebesar 117,14 kg. Bobot hidup ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian ARYOGI dan HARDJOSUBROTO (2005) yang mendapatkan bobot hidup sapi PO umur 365 hari di peternakan rakyat sebesar 160,22 – 189,28 kg. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh bobot sapih yang rendah sehingga turut mempengaruhi laju pertumbuhan berikutnya. WIJONO et al. (2005) menyatakan bahwa laju pertumbuhan sapi PO sapihan dengan pemanfaatan pakan lokal secara penuh berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup akhir. Ditambahkan oleh HINOJOSA et al. (2003) bahwa bobot sapih yang tinggi nantinya akan menghasilkan sapi dengan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Persamaan regresi antara bobot melahirkan terhadap bobot pedet umur 1 tahun adalah: Y = 4,365 + 0,396 X Persamaan ini menggambarkan bahwa setiap kenaikan bobot melahirkan 1 kg maka berat badan umur 1 tahun akan bertambah sebesar 0,396 kg. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot hidup induk saat melahirkan mempunyai pengaruh terhadap bobot lahir,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
bobot sapih dan bobot 1 tahun masing-masing sebesar 2,73, 17 dan 18,01%. Hal ini menggambarkan bahwa untuk mendapatkan laju pertumbuhan pedet yang baik perbaikan pertumbuhan lebih tepat dilakukan pada periode menjelang sapih sampai umur 1 tahun. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2003. Model Program Pembibitan Silang. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur, Surabaya. ARYOGI, SUMADI dan W. HARDJOSUBROTO. 2005. Performans sapi silangan Peranakan Ongole di dataran rendah (Studi kasus di kecamatan Kota Anyar Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 98 – 104. BALIARTI. E.1991. Bobot hidup anak sapi Peranakan Ongole dan Peranakan Brahman. Hasil IB di Kabupaten Gunung Kidul. Bull. Peternakan. 15(2). BARKER, J.S.P., D.J. BRETT, D.F. FREDERICK and L.J. LAMBOURN. 1975. A Course Manual in Tropical Beff Cattle Production. A.A.U.S.S. BESTARI, J., A.R. SEREGAR, Y. SANI dan POLMER SITUMORANG. 1999. Produktivitas empat bangsa pedet sapi potong hasil IB di Kabupaten Agam Sumatra Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1 – 2 Desember 1998. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 181 – 190. HINOJOSA, A., A. FRANCO and I. BOLIO. 2003 Genetic and environmental factors affecting calving inter val in a commercial beef herd in a semi-humid tropical Environment. http:// www.fao.org/ag/Aga/agap/FRG.
MUDIKJO, K dan MULADNO. 1999. Pengembangan industri sapi potong pada era pascakrisis. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1 – 2 Desember 1998 Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 17 – 26. SAMARIYANTO. 2004. Alternatif kebijakan perbibitan sapi potong dalam era otonomi daerah. Lokakarya Sapi Potong. SCHMIDT, G.D. and L.D. VAN VLECK. 1974. Principlees of dairy cattle. Cornel University. San Fransisco. SIREGAR, A.R., J. BESTARI, R.H. MATONDANG, Y. SANI dan H. PANJAITAN. 1999. Penentuan sistem breeding sapi potong program IB di Propinsi Sumatera Barat. Pro. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner TALIB, C. dan A.R. SIREGAR. 1999. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pedet PO dan crossbreednya dengan Bos indicus dan Bos taurus dalam pemeliharaan tradisional. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1-2 Desember 1998. Hlm. 200-207. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. WARWICK E.J. J.M. ASTUTIK dan W. HARDJOSUBROTO. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. WIJONO, D.B., MARIYONO dan HARTATI. 2005. Korelasi bobot hidup induk menyusui dengan pertambahan bobot hidup pedet sapi Peranakan Ongole. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 201 – 205.
115