Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK (Effect of Phenotype Stratification on Growth Rate of Beef Cattle at Foundation Stock Condition) DIDI BUDI WIJONO, MARIYONO dan PENI WAHYU PRIHANDINI Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan, 67184
ABSTRACT Foundation stock is an initial group of cows which are chosen and developed at Station of Beef Cattle Research (Loka Penelitian Sapi Potong) base on body height and body length screening, namely 120 cm and 140 cm, respectively. The selection produced of superior productivity was needed to conduct stratification of different quality animal in foundation stock as selection standard. The aim of research was to determine superior animal, medium and under estimated which each class would give superior specific as phenotype, reproduction, and production on further generation. Fifty nine cows were divided into three stratification of class as follow: (A) the body weight of cows was 50% on average, (B) the body weight of cows were medium/average and (C) the body weight of cows was 50% under average. The cows were 1, 5-2 years old (I0-I1) and be conducted to count of body weight during three time weighing as foundation stock scoring. The research was conducted for 12 years at housing experimental of Station of Beef cattle Research with growth rate as parameter. The result of research showed that during observation was fluctuation of body weight. The initial body weight of group A, B and C were 220.2 ± 20.1 kg; 202.8 ± 12.0 kg and 188.0 ± 15.0 kg, respectively. Whereas the last body weight of group A, B and C for 330 days were 318.7 ± 15.1 kg; 298.0 ± 23.0 kg and 271.2 ± 26.7 kg, respectively with average daily gain was 0.29 kg/day (group A), 0.27 kg/day (group B) and 0.26 kg/day (group C). Therefore, the result of observation showed equality growth rate based on stratification. Each groups showed the production ability as linear and it was resemblance of positive and negative fluctuation. Key word: Beef cattle, stratification, body weight, selection ABSTRAK Foundation stock merupakan kelompok dasar sapi potong betina terpilih berdasarkan standar penapisan tinggi badan dan panjang badan masing-masing adalah 120 cm dan 140 cm yang dikembangkan di Loka Peneltian Sapi Potong. Untuk mendapatkan hasil seleksi produktivitas yang unggul perlu dilakukan stratifikasi kelompok yang memiliki kualitas berbeda dalam kelompok dasar sebagai titik tolak seleksi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan ternak superior, rata-rata dan under estimate, dimana masingmasing klas akan memberikan spesifikasi keunggulannya baik secara fenotipe, reproduksi dan produksi pada generasi selanjutnya. Materi yang digunakan sebanyak 59 ekor betina terpilih dan dilakukan penghitungan rataan bobot badan dari 3 penimbangan sebagai scoring dasar pengelompokkan. Dilakukan stratifikasi yaitu grade A=ternak yang memiliki 50% di atas frekuensi rataan bobot badan, 50% di bawah frekuensi rataan bobot badan dan diantaranya merupakan kelompok yang bobot badannya berada diantaranya. Pengamatan dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong terhadap laju pertumbuhan selama 12 bulan. Hasil Pengamatan menunjukkan bahwa selama pengamatan terjadi fluktuasi bobot badan. Bobot badan awal kelompok A= 237,0 ± 15,6 kg; B= 213,7 ± 7,3 kg dan C= 186,5 ± 18,3 kg dan bobot akhir setelah 330 hari masing-masing untuk kelompok A= 318,0 ± 40,9 kg; B= 298,0 ± 42,2 kg dan C= 271,0 ± 45,7 kg dengan rataan pertambahan bobot badan harian untuk kelompok A= 0,29 kg; B= 0,27 kg dan C= 0,26 kg. Hasil pengamatan menunjukkan adanya keserasian laju pertumbuhan berdasarkan stratifikasi. Setiap kelompok menunjukkan kemampuan produksi secara linier, dan menunjukkan fluktuasi positif dan negatif yang sama. Kata kunci: Sapi potong, stratifikasi, bobot badan, seleksi
16
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENDAHULUAN Kondisi sapi potong lokal sekarang ini telah mengalami degradasi produksi dan banyak didapatkan dalam bentuk kecil; antara lain diakibatkan oleh pemotongan ternak yang memiliki kondisi baik yang digunakan sebagai standar pasar ternak sapi potong dan jumlah pemotongan induk/betina produktif mencapai 40% (SURYANA, 2000), inbreeding (TAMBING et al., 2000) serta belum adanya program pemuliabiakan (breeding) khususnya pada usaha pembibitan peternakan rakyat, yang menyebabkan calving rate rendah (40%) (WIRDAYATI dan BAMUALIM, 1994). Disamping itu, sampai saat ini jumlah ketersediaan pejantan semakin kurang dan mutunya rendah (SITEPU et al., 1996). Pengurasan ternak sapi potong dengan mutu yang baik suatu saat dapat terjadi apabila terjadi penekanan terhadap kemampuan genetik ternak yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara peningkatan produksi dengan pemotongan ternak yang memiliki standar performans pasar dan kondisi badan yang baik. Upaya perbaikan mutu genetik sapi potong lokal bertujuan untuk meningkatkan bobot badan, laju pertumbuhan, dan effisiensi reproduksi yang dapat dilakukan dengan cara seleksi. Seleksi dilakukan terhadap populasi yang telah berkembang di peternakan rakyat yang disadari maupun tidak merupakan potensi yang sangat tinggi karena sampai 90% sapi potong dipelihara oleh peternak kecil pada kondisi pemeliharaan secara konvensional dan pemeliharaannya ditujukan untuk mendapatkan anak. Dengan demikian praktis mereka bertindak sebagai peternakan pembibitan yang selama ini belum terjamah seleksi bahkan mereka cenderung melakukan seleksi negatif karena berkemauan menjual ternak yang mempunyai kondisi lebih baik dan harga yang menarik. Tampilan fenotipik ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (DALTON, 1980; LASLEY, 1978); dengan demikian kegiatan seleksi dilakukan terhadap potensi sapi potong yang unggul diikuti dengan pengendalian faktor lingkungan yang optimal sehingga dihasilkan mutu genetik yang maksimal. Disamping itu, seleksi ketat berdasarkan fenotipik yang memiliki nilai h²
tinggi akan memberikan respons seleksi dalam dengan panjang generasi yang lebih pendek (DALTON, 1980). Secara genetik perubahan bobot badan lebih banyak dipengaruhi oleh perlakuan pakan; dengan nilai h² = 0,5-1 (WARWICK et al., 1983). Pembentukan standar untuk seleksi melalui informasi kemampuan produksi dalam populasi di peternakan rakyat dengan melakukan screening, berdasarkan rataan tampilan fenotipe. Pemilihan bibit dilakukan berdasarkan nilai fenotipe yang berada diatas rataan populasi yang ada dan dikembangkan sebagai foundation stock (kelompok dasar). Hasil screening berupa kelompok dasar sapi potong yang terpilih didalam perkembangannya akan memberikan keragaman respons tampilan pertumbuhannya. Tampilan fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, dengan demikian diperlukan keseragaman pemeliharaan sehingga efek yang dihasilkan diharapkan seragam. Untuk itu dilakukan klasifikasi kelompok dasar menjadi kelompok baik, sedang dan rendah beradasarkan bobot badan yang diharapkan merupakan gambaran gentipenya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil seleksi produktivitas yang unggul dengan melakukan stratifikasi (kelompok) yang memiliki kualitas performans bobot badan yang berbeda didalam kelompok dasar. Stratifikasi digunakan sebagai titik tolak seleksi untuk mendapatkan kelompok ternak superior, rata-rata dan under estimate, dimana masing-masing strata akan memberikan spesifikasi keunggulannya baik secara fenotipe reproduksi, produksi dan pada generasi selanjutnya. MATERI DAN METODE Pengamatan dilakukan di kandang percobaan Loka Penelitian Sapi Potong terhadap laju pertumbuhan sapi potong hasil screening dan digunakan sebagai foundation stock; dengan lama pengamatan selama 12 bulan yaitu sejak bulan Desember 2002 sampai dengan bulan Januari 2004. Foundation stock merupakan kelompok dasar sapi potong betina terpilih berdasarkan standar screening tinggi badan dan panjang
17
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
badan masing-masing adalah sekitar 120 cm dan 140 cm yang dikembangkan di Loka Peneltian Sapi Potong. Materi yang digunakan sebanyak 59 ekor betina Peranakan Onggole (PO) terpilih dan dilakukan penghitungan rataan bobot badan dari 3 penimbangan sebagai standar dasar pengelompokkan. Stratifikasi sapi potong pada Foundation stock menjadi 3 kelompok yaitu: 1.
Grade A = ternak yang memiliki bobot badan 50% di atas frekuensi rataan bobot badan (>rataan + 50% X SD),
2.
Grade B = ternak yang memiliki bobot badan rataan (rataan ± 50% x SD),
3.
Grade C = ternak yang memiliki bobot badan 50% di bawah frekuensi rataan bobot badan (
Pakan yang diberikan dengan pemanfaatan limbah pertanian yang terdiri atas hijauan pakan berupa jerami padi dan/atau rumput gajah segar sebanyak ± 2% dari bobot badan dan konsentrat atau limbah jagung (tumpi) yang diberikan secara ad libitum. Pemberian pakan diharapkan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar 0,3–0,6 kg (sapi betina). Setiap pergantian pakan selalu dilakukan analisis proksimat nutrien ransum. Penanganan kesehatan meliputi pemberian obat cacing setiap enam bulan dan pengobatan pada saat terjadi kasus penyakit. Variabel pengamatan ditujukan terhadap performans pertumbuhan dengan melakukan penimbanagn bobot badan setiap bulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan selama 12 kali penimbangan bobot badan diharapkan mampu memberikan gambaran perkembangan sapi potong muda calon bibit sebagai kelompok dasar yang memberikan perkembangan yang tinggi. Pengamatan dilaksanakan dengan melakukan pengelompokkan atau stratifikasi beradasarkan rataan peningkatan bobot badan awal dalam 3 kali penimbangan, ukuran badan dan diperlakukan dengan pola pemeliharaan seseragam mungkin, dikelola pada kondisi yang sama.
18
Laju pertumbuhan Pengelompokkan sapi potong PO pada Foundation stock yang dilakukan berdasarkan tingkat kondisi bobot badan. Bobot badan yang berada di atas rataan ditentukan sebagai kelompok A yaitu kelompok “elite” atau kelompok yang memiliki performans terbaik, kelompok B merupakan kelompok sedang sebagai kelompok “standar” dan kelompok C sebagai kelompok “under estimate” yang berada di bawah performans dalam kelompok populasi yang didapatkan dari hasil screening. Fenotipe yang teramati dan mampu diukur merupakan tampilan luar yang menggambarkan keadaan genotipe sebagai faktor intrinsik (faktor dalam) yang secara bertahap diharapkan mampu memberikan gambaran kemampuan atau keberhasilan di dalam upaya perbaikan mutu ternak. Fenotipe merupakan tampilan yang dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi di antara keduanya; sebagaimana diketahui bahwa fenotipe dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan yaitu penyakit, suplai pakan, temperatur dan faktor lain yang dialami sejak lahir sampai saat kematian (DALTON, 1980; WARWICK, 1980; LASLEY, 1978). Dengan demikian pelaksanaan seleksi melalui screening berdasarkan fenotipe dengan pola pemeliharaan pada lokasi dan perawatan yang sama diharapkan mampu menekan pengaruh lingkungan yang ekstim, yang pada akhirnya dapat memberikan kemampuan tampilan yang optimal. Pengamatan terhadap hasil pengelompokkan sapi potong PO di Foundation stock masing-masing untuk kelompok A, B dan C menunjukkan peningkatan laju pertumbuhan yang tidak signifikan, masing-masing memiliki pertambahan bobot badan berkisar antara 0,26sampai dengan 0,29 kg/ekor/hari (Tabel 2). Hasil beberapa penelitian sebelumnya yang umur satu tahun rata-rata bobot badan sapi PO di peternak bisa mencapai 162,9 kg-180,2 kg; dan pada umur satu setengah tahun dapat mencapai bobot badan antara 192,7 kg–225,0 kg, dengan Avarage Daily Gain (PBBH) sebesar 0,240 kg/hari (HARDJOSUBROTO, 1988).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 1. Rataan laju pertumbuhan sapi betina berdasarkan Grade dengan lama pengamatan 330 hari Jumlah sapi (ekor)
BB awal (kg)
BB akhir (kg)
PBBH (kg/ekor/hari)
Grade A
20
220,17± 20,08
318,7 ± 15,12
0,29 ± 0,21
Grade B
20
202,75 ± 12,96
298,0 ± 22,95
0,27 ± 0,31
Grade C
19
188,01 ± 14,99
271,2 ± 26,67
0,26 ± 0,29
Rataan
59
214,26 ± 38,99
295,61 ± 46,34
0,21± 0,26
Sistem pemeliharaan
Tabel 2. Rataan ukuran badan sapi betina berdasarkan Grade Uraian
Jumlah sapi (ekor)
Tinggi badan (cm)
Lingkar dada (cm)
Grade A
20
126,27
149,27
Grade B
20
121,60
145,43
Grade C
19
118,50
141,11
Demikian pula yang dilaporkan SITEPU et al. (1996) yang menyatakan bahwa bobot badan sapi PO di daerah Propinsi Lampung sangat beragam antara 189,8 ± 34,1 kg dengan bobot minimum 111 kg dan maksimum 262 kg; menunjukkan bobot badan maupun pbbh yang lebih tinggi pada kelompok foundation stock. Hasil pengamatan WIJONO et al. (2000) mendapatkan variasi bobot badan pada sapi potong yang digemukkan dicapai sampai 380 kg dengan pertambahan bobot badan harian dicapai 0,82 kg/ekor/hari dan UMIYASIH et al. (2000) hanya dicapai sampai 0,55 kg/ekor/hari. WIJONO et al. (2000) mendapatkan bobot badan sapi potong induk sekitar 225−370 kg pada sapi induk yang telah beranak 1 kali. Kemampuan pbbh-nya masih mampu ditingkatkan lagi, akan tetapi dalam upaya peningkatkan efisiensi pemeliharaan sapi bibit tidak diharapkan mendapatkan sapi yang gemuk dan tidak ekonomis. Kegemukan merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan aktivitas reproduksi. Bobot badan awal kelompok A = 237,0 ± 15,6 kg; B = 213,7 ± 7,3 kg dan C = 186,5 ± 18,3 kg dan bobot akhir setelah 330 hari setelah pengamatan masing-masing adalah kelompok A = 318,0 ± 40,9 kg; B = 298,0 ± 42,2 kg dan C = 271,0 ± 45,7 kg dengan rataan pertambahan bobot badan harian untuk kelompok A= 0,29 kg; B= 0,27 kg dan C= 0,26 kg. Hasil pengamatan menunjukkan adanya keserasian laju pertumbuhan berdasarkan
stratifikasi. Setiap kelompok menunjukkan kemampuan produksi secara linier, dan menunjukkan fluktuasi positif dan negatif yang sama. Fluktuasi bobot badan selama pengamatan disajikan pada Gambar 1, tampak pada kelompok yang memiliki grade C yaitu kelompok yang memiliki bobot badan awal terendah; hasil penimbangan pada pengamatan bulan pertama terjadi penurunan bobot badan, yang dimungkinkan adanya fase adaptasi, sehingga pada bulan berikutnya telah terjadi peningkatan dan mengikuti pola pertumbuhan grade A dan B. Perubahan bobot badan dalam kurun waktu 12 kali penimbangan untuk ketiga kelompok memiliki pola laju pertumbuhan yang konsisten secara linier. Pertambahan bobot bada pada setiap penimbangan manunjukkan peningkatan bobot badannya semakin meningkat dan sejajar selaras dengan bertambahnya umur. Dengan demikian tampak adanya pengaruh yang cukup berarti dengan pembentukan kelompok, semakin tinggi rataan bobot badan kelompok foundation stock akan memberikan pertumbuhan yang lebih tinggi pula. Ukuran badan Setiap kelompok memiliki ukuran badan yang berbeda disamping bobot badannya (Tabel 2). Ukuran badan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan sapi potong, pada
19
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
350 300
Berat badan (kg)
250 200 150 GradeA
100
Grade B 50
Grade C
0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
Interval penimbangan (hari)
Gambar 1. Profil laju pertumbuhan sapi potong PO
ukuran yang lebih tinggi diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang lebih tinggi, dan memberikan laju pertumbuhan yang tinggi pula. Setiap kelompok akan dikembangkan dan dilakukan silang dalam (line breeding) untuk mendapatkan sumber bibit kelompok besar, sedang dan kecil, serta dapat diamati efisiensi pemeliharaannya. KESIMPULAN Bobot badan dan ukuran badan dapat digunakan sebagai standard seleksi dan memberikan laju pertumbuhan yang konsisten dan linier sesuai dengan kelompok. Kelompok baik, sedang dan jelek menunjukkan kemampuan produksi sesuai dengan kemampuan produksi awal, semakin baik seleksi awal akan mendapatkan pertumbuhan yang baik pula. Pada kondisi peternakan rakyat, dapat dilakukan seleksi berdasarkan screening didalam suatu komunitas populasi sapi potong dengan hasil yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA DALTON, D.C. 1980. An Introduction to Practical Anim. Breeding. Granada. London. LASLEY, J.F. 1978. Genetic of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. SITEPU, P., SANTOSO, T. CHANIAGO dan T. PANGGABEAN. 1996. Evaluasi produktivitas ternak sapi potong dalam usahatani tanaman pangan di Lampung. Pros. Temu Ilmiah HasilHasil Penelitian Peternakan. Puslitbang. Peternakan. hlm. 267−278. SURYANA, A. 2000. Harapan dan tantangan bagi sub sektor peternakan dalam meningkatkan krtahanan pangan nasional. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor. UMIYASIH U., ARYOGI, M.A. YUSRAN, D.B. WIJONO dan D.E. WAHJONO. 2000. Pengkajian teknologi penggemukan sapi potong. Pros. Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukun Ketahanan Pangan Berwawasan Agribis. PPPSE. Bogor. WARWICK, E.J., J.M. ASTUTIK dan W. HARDJOSUBROTO. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
20