PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI POTONG PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PSDS DI KABUPATEN MAGELANG Dian Maharso Yuwono dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Upaya percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 dihadapkan kondisi di antaranya pada penggemukan sapi potong di tingkat petani adalah pertambahan bobot badan harian di bawah target yang dicanangkan Dirjen Peternakan. Untuk mencapai bobot potong memerlukan waktu yang lama karena kuantitas dan kualitas pakan yang rendah disamping sapi bakalan yang terlalu kecil. Terkait dengan PSDS-2014, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah mendapat tugas mendampingi PSDS melalui inovasi teknologi dan kelembagaan, di antaranya memfasilitasi percontohan dalam bentuk Laboratorium Lapang (LL) penggemukan sapi potong di Kabupaten Magelang. Pendampingan PSDS di Kabupaten Magelang dilaksanakan Juli-Desember 2010, di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan susunan ransum yang efisien pada penggemukan sapi potong. Perlakuan yang diterapkan pada LL adalah pakan konsentrat formula BPTP Jawa Tengah dan pakan pola petani. Pakan tersedut diberikan pada sapi jenis lokal (PO), Limousin, dan Simental. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada pelaksanaan LL adalah sebagai berikut: sapi peranakan Simental 1,14 + 0,23 kg, sapi peranakan Limousin 0,75 + 0,26 kg, dan sapi PO 0,75 + 0,09 kg. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi yang diberi pakan pola petani adalah sebagai berikut: sapi peranakan Simental 0,58 + 0,40 kg, sapi peranakan Limousin 0,37 + 0,44 kg, dan sapi PO 0,25 + 0,15 kg. Apabila dibandingkan dengan target yang dicanangkan Direktur Jenderal Peternakan (2009), maka kinerja LL di Kabupaten Magelang telah mencapai target. Pada aspek kelembagaan, telah difasilitasi pertemuan agar mendapatkan harga jual yang layak terhadap sapi hasil penggemukan. Dari pertemuan ini, ketua Asosiasi Sapi Potong Kabupaten Magelang bersedia membeli ternak secara timbangan (bukan jogrog), dan menerima penjualan dalam bentuk karkas, sedangkan transaksi jualbeli dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH). Kata kunci: pendampingan, teknologi penggemukan, sapi potong dan PSDS
PENDAHULUAN Permintaan daging terus meningkat sejalan dengan perbaikan pendapatan dan peningkatan jumlah penduduk. Tingginya permintaan daging sapi tersebut tidak diimbangi produksi daging sapi dalam negeri. Darmawan (2009) menyampaikan bahwa kemampuan sapi-sapi lokal untuk mensuplai kebutuhan daging hanya 70 % sisanya dipenuhi dari impor. Kesenjangan antara permintaan dan penawaran tersebut mengakibatkan swasembada daging yang semula direncanakan tahun 2010 diundur menjadi tahun 2014. Apabila kebijaksanaan
495
dalam pencapaian swasembada daging sapi tidak ada perubahan yang signifikan diperkirakan peranan sapi potong dalam penyediaan daging nasional akan semakin menurun, sebaliknya sapi dan daging impor akan semakin meningkat. Untuk itu pemerintah telah mencanangkan kebijakan dan program yang terkait dengan percepatan pencapaian swasembada daging sapi (P2SDS) 2014. Lingkup kegiatan PSDS-2014 menyangkut semua kegiatan di bidang peternakan bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi potong & penyediaan daging (perbaikan mutu genetik, pakan, efisiensi reproduksi dan kelembagaan). Terkait dengan PSDS-2014, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah mendapat tugas mendampingi PSDS melalui inovasi teknologi dan kelembagaan. Kegiatan pendampingan PSDS-2014 yang dilaksanakan oleh BPTP Jawa Tengah di antaranya untuk penggemukan sapi potong di Kabupaten Magelang, dengan pertimbangan kabupaten tersebut merupakan salah satu sentra penggemukan sapi potong di Jawa Tengah. Di samping itu, Kabupaten Magelang merupakan salah satu pelaksana Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau “Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information” (FEATI) bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani melalui pemberdayaan keluarga petani dan organisasi petani dalam mengakses informasi, teknologi, modal dan sarana produksi untuk mengembangkan usaha agribisnis dan mengembangkan kemitraan dengan sektor swasta. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan susunan ransum yang efisien pada penggemukan sapi potong. METODE PENGKAJIAN Pendampingan PSDS di Kabupaten Magelang dilaksanakan JuliDesember 2010, di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Penetapan lokasi ini sebagai lokasi Laboratorium Lapang (LL) penggemukan sapi potong berdasarkan koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disperikan) dan Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Magelang dan kunjungan lapang di desa tersebut. Desa Krinjing merupakan salah satu sentra pengembangan sapi potong di Kabupaten Magelang, dan sebagai salah satu desa yang melaksanakan kegiatan pembelajaran agribisnis sapi potong yang difasilitasi FEATI. Secara umum ruang lingkup kegiatan pendampingan PSDS di Kabupaten Magelang meliputi penyiapan SDM melalui pelatihan, pendampingan teknologi dalam bentuk laboratorium lapang (LL), dan pendampingan kelembagaan usahatani sapi potong. Perlakuan yang diterapkan pada LL adalah pakan konsentrat formula dari BPTP Jawa Tengah dan pakan pola petani, sedangkan jenis sapinya adalah Lokal (PO), Limousin, dan Simental. Susunan pakan formulasi BPTP Jawa Tengah seperti tercantum pada Tabel 1.
496
Tabel 1. Formula pakan konsentrat perlakuan No 1 2 3 4 5 6
Bahan Pakan Persentase (%) ------------------------ kg ---------------------------Katul no II 24,5 Kulit Kopi 25 Bungkil Kopra 30 Dedak Gandum/pollard 20,5 Garam 2 Mineral (kalsit) 1-2
Keteterangan : pakan konsentrat dengan kandungan PK ± 14% dan TDN ± 65%
Mengingat sulitnya mendapatkan materi yang relatif homogen, maka jumlah ulangan untuk masing-masing perlakuan tidak seragam (Tabel 2). Tabel 2. Perlakuan dan ulangan Jenis sapi Limousin PO Simental
Perlakuan Pakan BPTP Pakan petani Pakan BPTP Pakan petani Pakan BPTP Pakan petani
Ulangan 4 ekor 3 ekor 2 ekor 2 ekor 5 ekor 4 ekor
Sapi materi pengkajian tersebut tersebar di 16 peternak. Pengamatan bobot badan awal, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan dilakukan selama tiga bulan. Data yang diperoleh dianalisa secara diskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi sapi potong di Kabupaten Magelang sebanyak 71.635 ekor (BPS Jawa Tengah, 2009), atau nomor 7 di Jawa Tengah. Kabupaten Magelang merupakan salah satu pelaksana Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau “Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information” (FEATI), yakni pemberdayaan petani melalui fasilitasi pembelajaran agribisnis, dimana hampir seluruh FMA di kedua kecamatan tersebut kegiatan pembelajarannya adalah agribisnis sapi potong. Sinergisme antara kegiatan PSDS dengan FEATI diharapkan dapat mendukung perkembangan agribisnis sapi potong. Desa Krinjing yang berada di wilayah Kecamatan Dukun berada pada ketinggian 925 meter di atas permukaan laut (dpl), berpenduduk 2.059 orang, dengan luas wilayah 612,333 ha. Sebagian besar wilayah didominasi lahan kering tegalan (295,76 ha) dan hutan lindung (227,5 ha), dalam jumlah kecil terdapat sawah irigasi setengah teknis (35,133 ha). Sebagian besar (86,86%) penghuninya adalah petani. Populasi sapi potong di desa ini 837 ekor, terdiri dari PO dan peranakan (Simmental, Limousine, Brahman). Penguasaan sapi potong masing-masing peternak paling banyak 6 ekor, namun kebanyakan petani
497
memelihara 2 ekor. Jenis sapi potong yang diusahakan paling banyak adalah Simental (50%), selebihnya sapi lokal (26,67%) dan Limosin (23,33%). Bangsa ternak sapi berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan sapi dan yang paling cepat pertumbuhannya dari keturunan sapi Sub Tropis seperti Peranakan Simental (Aziz, 1993). Status kepemilikan sapi potong di Desa Krinjing antara milik sendiri dan gaduhan dengan persentase yang tidak jauh berbeda yaitu 55% penggaduh dan 45% pemodal. Ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT) dan “cariying capacity” yang ada di Desa Krinjing sudah cukup mendukung pengembangan ternak sapi. Hijauan pakan yang diberikan berupa rumput dan limbah tanaman pangan (7090%) dan rambanan , seperti daun pisang, daun nangka, dan daun sengon, (1030%). Pemberian hijauan sekitar 15-40 kg/ekor dengan rata-rata pemberian 29,69 kg/ekor (+ 6,45). Umumnya peternak menanam rumput unggul di sekitar lahan pertanian seluas 100-1.000 m2/orang. Pada saat musim kemarau panjang, peternak mencari rumput di lereng Merapi atau membeli limbah pertanian dari luar desa. Seluruh peternak memberikan ubi kayu sebagai pakan penguat dengan jumlah pemberian 0,5-3 kg/ekor/hari, sebagian peternak (56,25%) menambahkan bekatul dengan jumlah pemberian 0,5-2,5 kg/ekor/hari, terdapat satu orang peternak yang terkadang memberikan konsentrat bikinan pabrik. Pemberian konsentrat dilakukan terutama 3 bulan sebelum ternak dijual. Permasalahan pada aspek pakan adalah kurangnya pengetahuan mengenai susunan pakan yang memenuhi standar kebutuhan nutrisi ternak. Hasil pelaksanaan LL penggemukan sapi potong di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang selama masa penggemukan 57 hari seperti tercantum pada Tabel 3. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) untuk sapi yang diberi pakan formula BPTP Jawa Tengah adalah sebagai berikut: sapi peranakan Simental 1,14 + 0,23 kg, sapi peranakan Limousin 0,75 + 0,26 kg, dan sapi PO 0,75 + 0,09 kg. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi yang diberi pakan pola petani adalah sebagai berikut: sapi peranakan Simental 0,58 + 0,40 kg, sapi peranakan Limousin 0,37 + 0,44 kg, dan sapi PO 0,25 + 0,15 kg. Tingginya PBBH pada sapi yang mendapat pakan konsentrat formula BPTP Jawa Tengah, dapat dijelaskan karena formula pakan disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi sapi, begitu juga pemberian pakan konsentrat berdasarkan bobot badan. Tillman et al. (1998) menyatakan kecepatan pertumbuhan di antaranya dipengaruhi oleh pakan, baik kualitas dan kuantitasnya. Sumadi et al. (1994) menyarankan pemberian pakan konsentrat sebagai sumber energi dan protein untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan nilai ekonominya. Selanjutnya Ensminger ( 1976) memberi patokan pemberian pakan konsentrat antara 1,5-2,75 tergantung tujuan pemeliharaan dan skor tubuh untuk perbibitan ternak. Sementara itu peternak memberikan pakan lebih berdasarkan pengalaman, informasi dari sesama peternak dan ketersediaan pakan sumber energi yang dimiliki.
498
Tabel 3. Data bobot badan dan pertambahan bobot padan pada LL penggemukan sapi potong di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang No
Peternak/Perlakuan
I. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Simental-pakan peternak Adi Supriyo/Kadar Paryono Sulasdi/Trimah Suradi Darwadi Rata-rata Std Simental-pakan BPTP Adi Supriyo/Kadar Indra Purwo Winarto Taslim Rata-rata Std Limousin-pakan peternak Sunardi/Agus Ngatemin Sudimejo Rata-rata Std Limousin-pakan BPTP Ponimin Adi Supriyo/Kadar Sunaryo Indra Rata-rata Std PO – pakan peternak Ponimin Sunardi/Agus Rata-rata Std PO-pakan BPTP Widiyanto Pangat Rata-rata Std
II. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
III. 3.1. 3.2. 3.3.
IV. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
V. 5.1. 5.2.
VI. 6.1. 6.2.
Bobot badan awal
Bobot badan akhir
PBB
PBBH
466 256 402 432 366 384.40 80.71
514 306 400 454 414 417.60 76.48
48 50 -2 22 48 33.20 22.83
0.84 0.88 -0.04 0.39 0.84 0.58 0.40
466 588 402 442 474.50 80.14
528 654 452 524 539.50 83.94
62 66 50 82 65.00 13.22
1.09 1.16 0.88 1.44 1.14 0.23
454 428 384 422.00 35.38
500 450 380 443.33 60.28
46 22 -4 21.33 25.01
0.81 0.39 -0.07 0.37 0.44
452 480 232 348 378.00 112.69
502 538 270 372 420.50 123.09
50 58 38 24 42.50 14.82
0.88 1.02 0.67 0.42 0.75 0.26
290 386 338.00 67.88
310 394 352.00 59.40
20 8 14.00 8.49
0.35 0.14 0.25 0.15
290 336 313.00 32.53
336 375 355.50 27.58
46 39 42.50 4.95
0.81 0.68 0.75 0.09
Kinerja LL di Kabupaten Magelang telah mencapai target seperti dicanangkan Ditjen Peternakan (2009), yaitu untuk sapi Peranakan Onggole lebih dari 0,7 kg/hari dan sapi persilangan dengan sapi sub tropis lebih besar 0,9 kg/hari. Menurut Nuschati et al. (2005) dengan pakan konsentrat dan hijauan yang cukup, PBBH sapi PO dapat mencaoai 0,8 kg/ekor/hari. Berdasarkan hasil kajian ini, formula pakan konsentrat dari BPTP Jawa Tengah mendapat respon yang baik dari pengurus kelompok, sehingga kelompok setelah selesai penelitian memproduksi pakan dengan menggunakan formulasi pakan konsentrat dari BPTP Jawa Tengah. Dalam analisis finansial diperhitungkan besarnya bunga pinjaman untuk biaya pengadaan sapi bakalan, dengan asumsi tingkat bunga yang berlaku pada
499
KKPE adalah 6%. Sebaliknya nilai pertambahan bobot badan (PBB) diasumsikan rata-rata harga sapi hidup sebesar Rp. 19.000,-. Usaha sapi potong yang mendapat pakan perlakuan memberi keuntungan, R/C rasio dan B/C rasio lebih tinggi dibandingkan pada pakan pola petani (kontrol) (Tabel 4). Apabila dibandingkan antar jenis sapi yang digemukkan dengan pakan perlakuan, keuntungan yang terbesar dicapai pada penggemukan sapi keturunan Simental (Rp. 692.250,-/ekor/2 bulan), diikuti sapi PO (Rp. 459.750 ,-/ekor/2 bulan), dan sapi keturunan Limousin (Rp. 278.750,-/ekor/2 bulan). Meskipun demikian, nilai R/C rasio maupun B/C rasio terbesar diperoleh pada penggemukan sapi PO, diikuti sapi peranakan Simental dan Limousin. Tabel 4. Keuntungan usaha penggemukan sapi potong pada LL di Kab. Magelang (ekor/2 bulan) Uraian
Simental kontrol perlakuan
Limousin kontrol perlakuan
Input Pakan penguat (Rp.) a. Singkong 136.800 136.800 b. Dedak 114.000 114.000 c. Konsentrat 427.500 427.500 Total biaya pakan penguat 250.800 427.500 250.800 427.500 Penyusutan kandang (Rp.) 31.250 31.250 31.250 31.250 Biaya bunga pinjaman(Rp.) 80.000 80.000 70.000 70.000 Total input (1 362.050 538.750 352.050 528.750 Output - Pertambahan bobot badan (kg) 33,2 65,0 21,3 42,5 - Nilai PBB (Rp.) 630.800 1.235.000 404.700 807.500 Keuntungan (Rp.) 268.750 696.250 52.650 278.750 R/C rasio 1,74 2,29 1,15 1,53 B/C rasio 0,74 1,29 0,15 0,53 Keterangan : Asumsi harga sapi hidup Rp. 19.000/kg; tingkat bunga bank 6%/tahun
kontrol
PO Perlakuan
91.200 57.000 148.200 31.250 60.000 239.450
256.500 256.500 31.250 60.000 347.750
14,0 266.000 26.550 1,11 0,11
42,5 807.500 459.750 2,32 1,32
Pada aspek kelembagaan, telah difasilitasi pertemuan agar mendapatkan harga jual yang layak terhadap sapi hasil penggemukan. Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 9 Agustus 2010 dengan mengundang BP2KP dan Disperikan Kabupaten Magelang, BPP Kecamatan Dukun, ketua Asosiasi Sapi Potong Kabupaten Magelang, serta berbagai unsur dari Desa Krinjing (Kepala Desa, Gapoktan, UP FMA, Kelompok Ternak Desa Krinjing). Dari pertemuan ini diperoleh hasil sbb: ‐ Membentuk Asosiasi Sapi Potong Kabupaten Magelang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan semua pelaku usaha ternak sapi potong ‐ Kebijakan pemerintah dengan impor sapi dinilai kontra produktif, sehingga perlu formula yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini ‐ Perlunya revitalisasi pasar dengan mengharuskan jual beli sapi potong berdasarkan berat, dan operasionanya bisa menggunakan fasilitas timbangan yang ada di Pasar Grabag dan Muntilan. ‐ Rumah potong hewan (RPH) agar difasilitasi timbangan elektronik yang hasilnya dapat langsung kelihatan. Hal ini didasarkan kondisi banyaknya kecurangan di RPH, cara pemotongan yang merugikan peternak, sehingga seharusnya karkas mencapai 50%, kenyataannya hanya 40%. Penimbangan karkas agar dilakukan secara benar, dalam pelaksanaan karkas dibagi
500
‐
4, masing-masing ditimbang tersendiri, dalam kenyataannya tiap penimbangan dapat meleset 4-5 kg, sehingga tiap 1 ekor selisihnya mencapai 16-20 kg. Apabila peternak tidak puas dengan harga apabila menjual di pedagang yang beroperasi di desa, maka asosiasi bersedia membeli ternak secara timbangan (bukan jogrog). Selain itu asosiasi juga menerima penjualan dalam bentuk karkas, untuk itu transaksi jual-beli dilaksanakan di RPH. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan • Desa Krinjing, Kecamatan Dukun merupakan salah satu sentra penggemukan sapi potong di Kabupaten Magelang dan merupakan salah satu desa yang difasilitasi FEATI untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran agribisnis sapi potong. Sebagian besar peternak memelihara 2 ekor (paling banyak 6 ekor), jenis sapi yang dominan adalah Simental, umumnya diberi pakan singkong sebagai pakan penguat sebanyak 0,5-3 kg/ekor/hari. Beberapa peternak menempatkan sapinya di kandang kelompok. • Pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada pelaksanaan LL adalah sebagai berikut: sapi peranakan Simental 1,14 + 0,23 kg, sapi peranakan Limousin 0,75 + 0,26 kg, dan sapi PO 0,75 + 0,09 kg. Sebaliknya PBBH sapi yang diberi pakan pola petani adalah sebagai berikut: sapi peranakan Simental 0,58 + 0,40 kg, sapi peranakan Limousin 0,37 + 0,44 kg, dan sapi PO 0,25 + 0,15 kg. • Usaha sapi potong yang mendapat pakan perlakuan memberi keuntungan, R/C rasio dan B/C rasio lebih tinggi dibandingkan pada pakan pola petani (kontrol). Apabila dibandingkan antar jenis sapi yang digemukkan dengan pakan perlakuan, keuntungan terbesar diperoleh pada penggemukan sapi keturunan Simental (Rp. 692.250,-/ekor/2 bulan), diikuti sapi PO (Rp. 459.750,-/ekor/2 bulan), dan sapi keturunan Limousin (Rp. 278.750,-/ekor/2 bulan). Meskipun demikian, nilai R/C rasio maupun B/C rasio terbesar pada penggemukan sapi PO, diikuti sapi peranakan Simental dan Limousin. 2. Saran • Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal, kedepan perlu mengkombinasikan pemberian pakan konsentrat formula BPTP Jawa Tengah dengan singkong. • Singkong yang dikembangkan di Desa Krinjing adalah varietas lokal, untuk meningkatkan produksi singkong guna meningkatkan ketersediaan pakan local, perlu introduksi varietas ungggul baru singkong dengan potensi produksi tinggi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian cq Balitkabi. • Pada aspek kelembagaan, telah difasilitasi pertemuan agar mendapatkan harga jual yang layak terhadap sapi hasil penggemukan. Dari pertemuan ini, ketua Asosiasi Sapi Potong Kabupaten Magelang
501
bersedia membeli ternak secara timbangan (bukan jogrog), serta menerima penjualan dalam bentuk karkas, untuk itu transaksi jual-beli dilaksanakan di RPH. Model kelembagaan ini yang rencananya akan dikembangkan di Kabupaten Magelang. DAFTAR PUSTAKA Azis, A.1993. Strategi operasional pengembangan agroindustri sapi potong. – Dalam M. Amin Azis (Editor).Agri industri sapi potong: Prpspek Pemgembangan pada Pembangunan Jangka Panjang II PA. CIDES, UC. Jakarta. BPS Jawa Tengah. 2009. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Darmawan, T. 2009. Peran Sektor Peternakan Dalam rangka Ketahanan Pangan Nasional Berbasis Ternak Lokal. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Ditjen Peternakan. 2009. Implementasi PSDS di Daerah : Lokasi dan Target Sasaran Disampaikan pada acara : “Rapat Koordinasi Pengawalan PSDS 2014” Surabaya, 6 – 7 April 2010. Ensminger. M.E. 1976. Animal Science. Printed and Publisher Illionis.
Inc. Denville
Nuschati, U., Ernawati, Subiharta, Supadi, Gunawan dan Suharno. 2005. Gelar Teknologi Pengelolaan Pakan Sapi Kereman di Wilayah Desa Miskin. Laporan Kegiatan. BPTP Jawa Tengah. Sumadi, Soeparno dan Budi Santoso.1994. Potongan Retail Karkas Sapi Brahman Cross Jantan yang Digemukkan dengan Rumput Gajah, Jerami padi – Biofad dan Silase Rumput Gajah. Prosiding Pertemuan Nasional Usaha Ternak Kecil sebagai Basis Industri di Daerah Padat Penduduk. Ungaran 8-9 Pebruari 1994. Sub Balitnak Klepu. Tillman A.D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Tenak Dasa. Gadjah Mada University Press. Yogyakata
502