Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENDAMPINGAN PSDS DI KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA (Assistance to North Sumatera Beef Sufficiency in the District of Deli Serdang) TATANG IBRAHIM Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jl. Jenderal. Besar A.H. Nasution No. 1B Medan 20143
ABSTRACT Assistance to North Sumatera PSDS in 2010 was conducted in the District of Deli Serdang using Field School approach for Beef Cattle Agribusiness Development (SL-PASP). The region for field school (SL) was Namorambe Sub-district which includes 16 farmers groups owned 1456 head of beef cattle. Field laboratory (LL) was placed in the village of Batu Penjemuran, on Makmur Utama Group which was also the SMD group. Ownership of beef cattle was 6.7 ± 4.4 head per household, dominated by bulls which reflect a focus on fattening business. However, the growth rates of fattening cattle still need improvement. Therefore, a demonstration plot for beef fattening with an emphasis on feed technology was conducted at LL. Total of 15 young bulls (6 – 9 months old) were kept for 6 months. Feed that was provided in the form of field grasses (5% of body weight), cassava skin silage (1 kg/head/day), waste tofu (1 kg/head/day), and feed concentrates (2 kg /head/day). In addition, the fermented rice straw given ad libitum, provided on the cages loft. The parameters measured were the rate of daily gain, manure production, FCR, and business profit. The results showed that the average daily weight gain (ADG) of beef cattle was 688 ± 140 grams/head, or about 38% exceeding the target of ADG determined from the beginning. This ADG was considered beneficial because the Feed Conversion Ratio (FCR) is quite low at 11.25 kg DM/kg ADG which gave a profit of Rp. 1,188 million/head/6 months or with R/C ratio of 1.205. In addition to the fattening demonstration plots, the observation on various indicators of success showed that the PSDS assistance had been managed to realize 6 titles of the technical guidelines for beef cattle fattening issued and transmitted within the sub district. All group members of LL (18 people) have received training on techniques of cassava skin silage making, fermented rice straw, and mineral blocks. In addition, training had also been made to the representatives of 16 groups of farmers in the area of SL (48 people). In line with the training that had been done, there had been significant improvement on knowledge and skills in the management of beef cattle fattening. It was concluded that the assistance on the application of technology is necessary to increase the success of PSDS. However, the selection of farmers group as the LL that serves as a centre of information for many other farmers groups will need to use the criteria of the level of group dynamics and time availability of most of the members to actively participate in assistance programs. Key Words: PSDS, Deli Serdang, Assistance ABSTRAK Pendampingan PSDS di Sumatera Utara dalam tahun 2010 dilakukan di Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan pendekatan Sekolah Lapang Pengembangan Agribisnis Sapi Potong (SL-PASP). Wilayah sekolah lapang (SL) adalah Kecamatan Namorambe yang mencakup 16 kelompok ternak (1.456 ekor sapi potong). Laboatorium lapang (LL) ditempatkan di Desa Batu Penjemuran, pada Kelompok Makmur Utama yang juga merupakan kelompok SMD (Sarjana Membangun Desa). Kepemilikan sapi potong adalah 6,7 ± 4,4 ekor per KK yang didominasi oleh sapi jantan dewasa dan mencerminkan fokus terhadap usaha penggemukan. Namun demikian, tingkat pertumbuhan ternak penggemukan masih memerlukan upaya peningkatan. Untuk itu, dibangun Demplot inovasi teknologi penggemukan sapi potong di LL dengan fokus perbaikan ditujukan kepada teknis pemberian pakan. Ternak yang digemukan berjumlah 15 ekor sapi potong jantan umur 6 – 9 bulan yang dipelihara selama 6 bulan. Pakan yang diberikan berupa rumput lapangan (5% dari Bobot Badan), silase kulit ubi (1 kg/ekor/hari), ampas tahu (1 kg/ekor/hari), dan pakan konsentrat (2 kg/ekor/hari). Selain itu, jerami padi fermentasi diberikan secara ad libitum, yang disediakan di para-para kandang. Ternak dipelihara menggunakan teknik budidaya anjuran dari Loka Penelitian Sapi Potong Grati. Parameter yang diamati adalah perkembangan bobot badan ternak, produksi pukan, FCR, dan keuntungan
570
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
usaha selama pemeliharaan 6 bulan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi potong jantan muda dalam usaha penggemukan di demplot Deli Serdang adalah 688 ± 140 g/ekor, atau sekitar 38% melebihi target PBBH yang ditetapkan dari awal. Tingkat PBBH tersebut dinilai menguntungkan karena Feed Conversion Ratio (FCR) cukup rendah yaitu 11,25 kg BK/kg PBBH yang memberikan keuntungan Rp. 1.188.000/ekor/6 bulan atau dengan R/C 1,205. Selain demplot usaha penggemukan, pendampingan PSDS telah berhasil merealisasikan 6 judul petunjuk teknis inovasi teknologi dalam pengelolaan sapi potong yang diterbitkan dan disebarluaskan dalam wilayah Kecamatan. Seluruh anggota poknak LL (18 orang) telah mendapatkan pelatihan tentang teknik pembuatan silase kulit ubi kayu, fermentasi jerami padi, dan blok mineral. Selain itu pelatihan juga telah dilakukan terhadap perwakilan 16 kelompok ternak di wilayah SL (48 orang). Sejalan dengan pelatihan yang telah dilakukan, telah terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengelolaan sapi potong secara siginifikan. Secara keseluruhan disimpulkan bahwa pendampingan teknologi sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan PSDS. Namun demikian, pemilihan kelompok ternak sebagai LL yang berfungsi sebagai pusat informasi bagi banyak kelompok ternak lainnya perlu menggunakan kriteria tingkat dinamika kelompok dan ketersediaan waktu sebagian besar anggota untuk ikut aktif dalam program pendampingan. Kata Kunci: PSDS, Deli Serdang, Pendampingan
PENDAHULUAN Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk memenuhi permintaan daging sapi tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan telah mencanangkan Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) yang difokuskan di 18 Provinsi sentra sapi potong termasuk Sumatera Utara (DEPTAN, 2007). Swasembada daging sapi diartikan bahwa 90% kebutuhan dipenuhi oleh sumberdaya domestik. Berdasarkan pengertian ini maka sampai saat ini pada tingkat nasional masih terdapat kekurangan 100 ribu ton, yang masih dipenuhi melalui impor berupa ternak bakalan dan daging sapi. Sementara itu, percepatan yang dimaksudkan adalah upaya mengoptimalkan sumberdaya ternak lokal/rakyat ke arah kegiatan yang lebih baik melalui peningkatan peran pemerintah, dan mendorong swasta ikut serta pada industri penggemukan dan perbibitan sapi potong. Melalui PSDS, maka diharapkan ketergantungan terhadap impor ternak sapi bakalan dan daging akan menurun, dan sekaligus terjadinya penghematan devisa negara berkaitan dengan impor tersebut (SOEDJANA, 2007). Dalam PSDS 2014, diharapkan dalam periode 2010 – 2014 secara nasional terdapat peningkatan ketersediaan daging sejumlah 30.000 ton/tahun, dan penambahan populasi sejumlah 111.400 ekor/tahun (DITJENNAK, 2010). Peningkatan ketersediaan daging sapi
yang diharapkan di Provinsi Sumut pada periode yang sama adalah 5.657 ton/tahun, dengan penambahan populasi sejumlah 12.016 ekor/tahun. Target swasembada daging sapi di Provinsi Sumut diupayakan di 10 Kabupaten yaitu Langkat, Labura (Labuhan Batu Utara), Tapsel (Tapanuli Selatan), Sergai (Serdang Bedagai), Labuhan Batu, Simalungun, Batubara, Asahan, Dairi, dan Deli Serdang. Populasi sapi potong di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 adalah 45.463 ekor (11,0% Sumut), dengan produksi daging sebanyak 2.089 ton (14,7% Sumut). Kondisi lapangan menunjukkan bahwa umumnya sumberdaya lokal yang ada di wilayah pengembangan sapi potong belum dimanfaatkan secara optimal. Petani masih terkendala dalam pengembangan usaha antara lain karena sulitnya penyediaan dan pemberian pakan sapi yang memadai, dan terbatasnya bakalan penggemukan yang berkualitas. Sementara itu, dukungan teknologi hasil penelitian sudah cukup tersedia seperti dalam aspek pakan (SUHARTO, 2000) dengan memanfaatkan bahan baku lokal seperti limbah padi dan sisa penggilingan padi yang cukup melimpah (PUTUN et al., 2004; ANGGRAENY dan UMIYASIH, 2004; KARIYASA, 2006). Selain itu juga sudah diteliti dengan hasil yang baik potensi limbah pertanian tanaman pangan lainnya lainnya seperti tumpi jagung (HARTATI et al., 2005), limbah ubi kayu seperti kulit umbi, onggok, dan gaplek afkir (BOER et al., 2003), hasil ikutan kedelai seperti polong buah, jerami, ampas tahu, ampas kecap, dan kedelai
571
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
afkir (MATHIUS dan SINURAT, 2001), serta hasil ikutan kacang tanah seperti jerami, bungkil, dan kulit polong (MCCANN dan STEWART, 2000). Sumber pakan ternak dari tanaman perkebunan cukup berlimpah, seperti dari kelapa sawit berupa bungkil inti sawit, lumpur sawit (solid), pelepah, daun, dan tandan buah kosong yang cukup bermanfaat bagi ternak sapi (MATHIUS dan SINURAT, 2001; BATUBARA, 2003). Hasil ikutan komoditas perkebunan lainnya seperti tanaman kelapa (bungkil kelapa), kopi (kulit buah), kakao (daging buah/ pod) dan tebu (daun, ampas, blotong, tetes) juga digunakan sebagai bahan baku pakan ternak yang cukup baik. Selain teknologi pakan, juga sudah tersedia teknologi dalam aspek lainnya seperti manajemen perkandangan, dan pengendalian kesehatan ternak. Sejalan dengan hal di atas, diperlukan upaya percepatan diseminasi inovasi teknologi yang sudah tersedia sehingga diharapkan pencapaian target PSDS di Sumatera Utara dapat dipercepat. Seluruh inovasi teknologi peternakan yang sesuai perlu diterapkan dalam mendukung program penggemukan sapi potong di wilayah PSDS dalam bentuk pendampingan yang hasilnya dipaparkan dalam makalah ini. MATERI DAN METODE Pendekatan Secara keseluruhan, pendekatan yang digunakan adalah dengan membentuk SLPASP (Sekolah Lapang Pengembangan Agribisnis Sapi Potong). Dalam konsep pendampingan seperti ini, terdapat wilayah SL (Sekolah Lapang) yaitu wilayah kecamatan PSDS dan Laboratorium Lapang (LL)-PASP dimana ditempatkan demplot inovasi teknologi yang dibutuhkan peternak. Kebutuhan inovasi teknologi peternakan diketahui melalui baseline survei dan RRA. Kegiatan bimbingan lapang menggunakan metode pendekatan bimbingan/penyuluhan massal berbasis kelompok. Lokasi pengkajian Lokasi kegiatan ditempatkan di salah satu Kabupaten pelaksana PSDS 2014 Sumatera
572
Utara yaitu Deli Serdang. Di kabupaten ini, dipilih Kecamatan Namorambe sebagai wilayah SL-PASP karena memiliki populasi ternak sapi potong yang cukup tinggi (1.456 ekor sapi potong), dan juga memiliki kelompok SMD (Sarjana Membangun Desa). Dalam kecamatan ini, kelompok Makmur Utama yang juga adalah kelompok SMD ditetapkan sebagai LL. Ruang lingkup pengkajian Ruang lingkup kegiatan meliputi: (a) koordinasi dengan pemerintah kabupaten; (b) pelaksanaan kegiatan KKP (Kajian Kebutuhan dan Peluang) untuk menggali potensi dan permasalahan di setiap lokasi; (c) melaksanakan apresiasi teknologi PASP; (d) melaksanakan bimbingan penerapan PASP; (e) melaksanakan demplot/gelar teknologi PASP; (f) melaksanakan pelatihan, serta g) monitoring dan evaluasi kegiatan pendampingan SLPASP. Prosedur kegiatan. Kegiatan SL-PASP terdiri dari 2 unsur kegiatan utama, yakni (1) Kegiatan demplot pengelolaan sapi potong, yaitu usaha penggemukan sapi potong; serta (2) Bimbingan lapang pengelolaan sapi potong yang meliputi aktivitas apresiasi/sosialisasi inovasi teknologi produksi sapi potong, pelatihan dan jaringan layanan advokasi pengelolaan sapi potong. Keseluruhan kegiatan didukung dengan pengadaan/penyediaan materi petunjuk teknis produksi sapi potong (pembibitan dan penggemukan) sesuai dengan teknologi yang dibutuhkan. Pada awal kegiatan dilakukan kajian potensi dan peluang melalui baseline survey untuk mengetahui keragaan (performance) awal produksi sapi potong, yang dilanjutkan dengan pelaksanaan RRA (rapid rural appraisal) untuk mengidentifikasi sistem dan usaha agribisnis sapi potong yang ada. Hasil baseline survey dan RRA tersebut digunakan sebagai acuan penentuan skala prioritas komponen teknologi yang didemplotkan dan materi bimbingan lapang di setiap kelompok SL-PASP. Kegiatan bimbingan lapang menggunakan metode pendekatan bimbingan/
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
penyuluhan massal berbasis kelompok untuk aktivitas apresiasi dan sosialisasi inovasi teknologi produksi sapi potong. Secara operasional bimbingan dilakukan terhadap kelompok secara bergilir sehingga seluruh anggota kelompok tani-ternak/Gapoktan mendapatkan informasi inovasi teknologi sesuai dengan kebutuhan. Selain aspek teknis produksi, di keseluruhan lokasi kegiatan SLPASP juga dilakukan pengembangan dan penguatan kelembagaan tani-ternak. Demplot inovasi teknologi penggemukan sapi potong dilakukan 6 bulan dan ditempatkan di Kabupaten Deli Serdang. Mempertimbangkan kondisi sumberdaya setempat, maka dilakukan formulasi pakan penggemukan sapi potong berdasarkan pendekatan LEISA (low external input sustainable agriculture). Formula pakan berbasis bahan baku lokal tersebut dicobakan kepada 15 ekor sapi potong jantan umur 6 – 9 bulan milik petani. Ternak dipelihara dalam sistem kandang menggunakan teknik budidaya anjuran dari Lokal Penelitian Sapi Potong Grati. Parameter yang diamati adalah keragaan ternak penggemukan mencakup perkembangan bobot hidup, produksi pukan, FCR, dan keuntungan usaha selama pemeliharaan 6 bulan. Metode analisis Data dan informasi ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil baseline survei menunjukkan bahwa struktur populasi ternak didominasi ternak jantan (67%), dan status kepemilikan ternak adalah milik sendiri (89%) dan gaduhan (11%), yang mengindikasikan bahwa penggemukan sapi potong merupakan usaha ternak yang utama. Sistem pemeliharaan yang diterapkan adalah dikandangkan, jenis pakan mayoritas adalah hijauan lokal (rumput lapangan) dalam sistem potong angkut. Bangsa ternak yang dipelihara adalah silangan Limosin, Simental, Onggole dan Brahman. Umur jual ternak umumnya 1,5 – 2 tahun, alasan jual untuk modal, dijual melalui agen. Pakan yang
dominan diberikan adalah rumput lapang (15 – 40 kg/hari) dengan frekuensi 2 – 3 kali/hari pada pagi, siang dan sore yang dicari dari ladang, persawahan atau kebun. Sebagian memberikan pakan tambahan berupa dedak, kulit ubi, onggok, batang pisang. Diberikan 1 – 2 kali umumnya satu hari, bahan pakan tersebut dibeli di pabrik, harga dedak Rp. 1.200 – 2.500 sedangkan onggok Rp. 480/kg. Pemberian produk samping tersebut dicampur dengan air. Cara pemberian umunya adalah segar utuh namun ada yang dicacah. Pemberian rumput unggul berupa rumput Raja dan Setaria diberikan antara 30 – 50 kg/ekor dewasa. Frekuensi pemberian antara 2 hingga 3 kali pada pagi, siang dan sore. Rumput unggul sengaja ditanam di ladang sendiri. Demplot. Percontohan aplikasi inovasi teknologi dibangun dalam bentuk demplot usaha ternak penggemukan yang dilaksanakan di LL. Inovasi teknologi penggemukan ternak sapi potong yang diterapkan ditujukan terhadap penggemukan jantan muda umur 6 – 9 bulan selama 6 bulan. Sapi dipelihara secara dikandangkan individual terus-menerus dan diberikan pakan berupa (a) hijauan segar 5% dari bobot badan (BB) diberikan pagi dan sore hari (jam 08.00 dan 17.00); (b) jerami padi fermentasi (starbio 4%) secara ad libitum dalam bentuk ”bank pakan” (para-para di atas sapi); dan (c) pakan penguat (konsentrat) sejumlah 2 kg/ekor/hari, diberikan pada pagi dan sore hari (jam 08.00 dan 17.00). Selain itu, juga diberikan silase kulit ubi dan ampas tahu yang masing-masing diberikan dengan jumlah 1 kg/ekor/hari. Kandungan nilai nutrisi dari pakan silase kulit ubi yang diberikan ternyata lebih baik dari rumput lapangan utamanya dari kandungan protein kasarnya (Tabel 1). Kandungan nutrisi ampas tahu jauh lebih tinggi dari bahan pakan lainnya yaitu dengan kandungan PK 29,2%, dan GE sebesar 3,4274 kkal/g, dengan harga yang relatif murah yaitu Rp. 600 per kg. Namun demikian, ketersediaan ampas tahu untuk peternak sapi penggemukan sangat bersaing dengan perusahaan peternakan babi yang memiliki kontrak pembelian ampas tahu dalam skala besar dengan pabrik tahu. Oleh karena itu, pendekatan cluster sangat dianjurkan sehingga permintaan ampas tahu dapat dilakukan dalam skala ekonomis sehingga memudahkan pelayanan dari pabrik tahu. Namun demikian, pakan konsentrat yang
573
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 1. Kandungan nutrisi pakan yang diberikan untuk ternak penggemukan Jenis pakan
BK
ABU
PK
SK
LK
GE
%
%
%
%
%
kkal/g
Rumput lapangan
25,5
15,4
7,4
29,7
3,1
3,0204
Silase kulit ubi
45,4
23,2
10,5
20,7
3,0
2,8363
Ampas tahu
10,3
4,0
29,2
16,8
5,3
3,4274
Pakan konsentrat
81,9
8,2
19,2
15,1
7,16
3,1650
diberikan juga memiliki nilai nutrisi yang cukup baik yaitu dengan kandungan 19,2% PK, dengan GE sebesar 3,17 kkal/g dengan harga sebesar Rp. 1.500/kg. Untuk mencukupi kebutuhan mineral dibuatkan mineral block yang digantung di kandang. Pada saat awal periode penggemukan, ternak diberikan obat cacing dan vitamin B kompleks. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi potong jantan muda dalam usaha penggemukan ini mencapai rata-rata 688 ± 140 g/ekor, atau sekitar 38% melebihi target PBBH yang ditetapkan dari awal (400 g/ekor/hari). Tingkat PBBH tersebut dinilai menguntungkan karena feed conversion ratio (FCR) cukup rendah yaitu 11,25 kgBK/kg PBBH yang memberikan keuntungan Rp. 1.188.000/ekor/6 bulan atau dengan R/C 1,205 (Tabel 2). Bimbingan Lapang. Untuk mendukung proses alih teknologi dalam usaha penggemukan sapi potong, maka beberapa judul petunjuk teknis telah disiapkan dan didistribusikan kepada masyarakat peternakan di Kecamatan Namorambe. Petunjuk teknis tersebut mencakup (1) Teknologi pembuatan silase kulit ubi kayu; (2) Teknologi fermentasi jerami padi; (3) Teknologi manejemen pakan, (4) Teknologi pengembangan HMT; dan (5) Teknologi mineral block. Selain itu juga telah diperkenalkan dan ditanam 2 jenis legum pohon (Leucaena spp. dan Gliricidia spp.) di lokasi LL, karena sesuai dengan karakteristik ekosistem setempat (IBRAHIM, 2009). Seluruh anggota poknak LL (18 orang) telah mendapatkan pelatihan tentang teknik pembuatan silase kulit ubi kayu, fermentasi jerami padi, dan blok mineral. Selain itu pelatihan juga telah dilakukan terhadap perwakilan 16 kelompok ternak di wilayah SL (48 orang). Sejalan dengan pelatihan yang
574
telah dilakukan, telah terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengelolaan sapi potong secara siginifikan. Perilaku peternak. Respon peternak SL pada awal pendampingan sangat baik yang ditunjukkan dengan tingginya semangat peternak dalam memberikan data dan informasi peternakan yang mereka lakukan selama ini. Peternak LL juga memberikan respon yang baik di awal pendampingan, dan mayoritas anggota kelompok mengikuti semua pelatihan yang diberikan secara seksama. Implementasi rencana usaha penggemukan juga berjalan baik dengan partisipasi aktif seluruh anggota kelompok. Pembuatan jerami padi fermentasi, silase ubi kayu, penanaman legum pohon, serta pemeliharaan ternak dilakukan oleh semua anggota poknak. Praktek pembuatan fermentasi, silase, dan blok mineral dilakukan pada siang hari, sedangkan teori disampaikan pada waktu malam hari. Sejumlah 66 orang peternak terlibat aktif dalam praktek dan teori inovasi teknologi mendukung usaha penggemukan. Sejalan dengan hal ini, telah terjadi peningkatan pengetahuan peternak tentang berbagai inovasi teknologi penggemukan sapi potong. Jumlah pakan hijauan yang diberikan sudah mulai disesuaikan dengan anjuran yaitu 10% dari bobot badan ternak, dan jumlahnya disesuaikan apabila terdapat pemberian pakan tambahan. Pakan ternak yang diberikan di dalam tempat pakan tidak lagi dibasahi dengan air tetapi dibiarkan utuh atau dicacah, dan air minum disiapkan dalam ember khusus. Pentingnya memeriksakan kotoran ternak sebelum periode penggemukan dimulai juga sudah difahami dengan baik, sehingga perlakuan pengendalian hama penyakit ternak dapat dilakukan dengan baik. Tindakan ini dirasakan sangat bermanfaat karena berpengaruh nyata terhadap keragaan ternak penggemukan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 2. Hasil analisis usaha penggemukan sapi potong
Komponen biaya
Biaya (Rp)
Volume (kg atau hari)
Biaya satuan (Rp)
Biaya awal pembelian sapi
150
25.000
3.750.000
Biaya kandang (Rp/ekor/hari)
180
3.000
540.000
Tenaga kerja (Rp /hr)
180
3.000
540.000
1.350
100
135.000
Silase kulit ubi kayu (Rp 500/kg)
180
500
90.000
Ampas tahu (Rp 600/kg)
180
600
108.000
Konsentrat (Rp1.500/kg)
360
1.500
540.000
Jerami padi fermentasi (Rp. 100/kg)
180
100
18.000
2
5.000
10.000
1
62.000
62.000
Biaya pakan (Rp /hr) Hijauan (Rp 100/kg)
Mineral Block (Rp 5.000/buah) Biaya obat-obatan Biaya pemeliharaan 6 bulan
5.793.000
Pendapatan Penjualan sapi Penjualan pukan
274
25.000
6.846.000
1.350
100
135.000
Jumlah pendapatan
6.981.000
Keuntungan 6 bulan/ekor
1.188.000
1 bulan/ekor
198.000
1 bulan/4 ekor
792.000
1 bulan/8 ekor
1.584.000
Namun demikian, adanya permasalahan komunikasi yang tidak terselesaikan antara pengurus kelompok dengan petugas SMD terasa sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi anggota terhadap kegiatan pendampingan. Upaya penyelesaian masalah juga telah dilakukan oleh beberapa pihak termasuk PPL Kecamatan dan Petugas Dinas Peternakan Kabupaten, namun sampai dengan akhir waktu pendampingan masih belum mampu membuahkan hasil. Adanya permasalahan tersebut dan juga keterbatasan waktu yang mereka miliki akhirnya secara signifikan mengurangi tingkat partisipasi anggota kelompok. Berdasarkan pengalaman pendampingan 2010 ini, maka disarankan agar pemilihan kelompok ternak sebagai LL perlu menggunakan kriteria tingkat dinamika kelompok dan ketersediaan waktu sebagian
besar anggota untuk ikut aktif dalam program pendampingan. KESIMPULAN Pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi potong jantan muda dalam usaha penggemukan di demplot Deli Serdang tercapai rata-rata 688 ± 140 gram/ekor, atau sekitar 38% melebihi target PBBH yang ditetapkan dari awal. Tingkat PBBH tersebut dinilai menguntungkan karena feed conversion ratio (FCR) cukup rendah yaitu 11,25 kg BK/kg PBBH yang memberikan keuntungan Rp. 1.188.000/ekor/6 bulan atau dengan R/C 1,205. Melalui pendampingan, masyarakat peternak mengenal dan memahami dengan cepat dan baik tentang manfaat dan metode
575
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
penyiapan inovasi teknologi pengelolaan sapi potong yang diterapkan dalam demplot. Pendampingan penerapan inovasi teknologi menggunakan pendekatan SL-PASP perlu dilakukan di kabupaten PSDS Sumut lainnya. Tingkat dinamika kelompok dan ketersediaan waktu sebagian besar anggota kelompok peternak untuk ikut aktif dalam program pendampingan digunakan sebagai kriteria seleksi kelompok LL. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota Tim Pelaksana Pendampingan PSDS di Kabupaten Deli Serdang. Anggota Tim tersebut adalah Dra. Khairiah, Ir. Lermansius Haloho MP, Yenny Nur A. SPt. MP, Drh. Parmohonan Lubis, Dr. Simon P Ginting, Ir. Zulkarnaen, Nasib, Misrok Aliandi, Tommy M. Bukit SPt., Siti Aminah SPt., Meijing SPt., M Urip dan Alfian. DAFTAR PUSTAKA ANGGRAENY, Y.N. dan U. UMIYASIH. 2004. Strategi pemberian pakan berbahan biomass lokal pada peternak sapi potong komersial: Studi perbaikan pakan pada usaha penggemukan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 72 – 85. DEPTAN. 2007. Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS). Departemen Pertanian. DITJENNAK. 2010. Program Swasembada Daging Sapi 2014. Disampaikan pada pertemuan koordinasi pendampingan PSDS di Puslitbang Peternakan Bogor tanggal 18 Februari 2010. Direktorat Jenderal Peternakan. BATUBARA. L.P. 2003. Potensi integrasi peternakan dengan perkebunan kelapa sawit sebagai simpul agribisnis ruminan. Wartazoa 13(3): 83 – 91.
576
BOER, M., P.B. ARIZAL, Y. HENDRI dan ERMIDIAS. 2003. Tingkat penggunaan onggok sebagai bahan pakan penggemukan sapi bakalan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 99 – 103. HARTATI, MARIYONO dan D.B. WIJONO. 2005. Respons pertumbuhan sapi peranakan Ongole dan silangan pada kondisi pakan berbasis low external input. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 195 – 200. IBRAHIM, T.M. 2009. Jenis legum hijauan pakan ternak yang penting. Informasi Teknologi Pertanian. BBP2TP dan BPTP Sumatera Utara. hlm. 424 – 437. KARIYASA, K. 2006. Dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja pertanian dan implikasinya terhadap penyesuaian HPP harga gabah. Analisis Kebijakan Pertanian 4(1): 54 – 68. MATHIUS, I-W. dan A.P. SINURAT. 2001. Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk ternak. Wartazoa 11(2): 20 – 31. MCCANN, M.A. dan R. STEWART. 2000. Use of Alternate Feeds for Beef Cattle. The University of Georgia College of Agricultural and Environmental Sciences, USA. PUTUN, AE., E. APAYDIN dan E. PUTUN. 2004. Rice straw as a bio-oil source via pyrolysis and steam pyrolysis. The International J. Energy 29(12 – 15): 2171 – 2180. SOEDJANA, TJ. 2007. Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2010. Disampaikan pada Rapat Koordinasi Puslitbangnak – Ditjennak di Bogor, 26 Desember 2007. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. SUHARTO. 2000. Konsep pertanian terpadu (integrated farming systems) mewujudkan keberhasilan dengan kemandirian. Bahan Pelatihan ‘Revitalisasi Keterpaduan Usaha Ternak dalam Sistem Usaha Tani’. Bogor dan Solo, 21 Pebruari – 6 Maret 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor.