Sketsa Pendampingan Buruh Migran Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Terletak di dalam wilayah Kecamatan Hamparan Perak, Desa Kota Datar, yang telah dihuni sejak tahun 1950-an dengan nama awal Kampung Datar, pada akhirnya pada tahun 1979 secara resmi berganti rnama menjadi Desa Kota Datar.
perempuan); dan usia 51 tahun ke atas berjumlah 1.007 jiwa (436 laki-laki dan 571 perempuan). Secara geografis, di sebelah utara, desa ini berbatasan dengan Desa Telaga Tujuh; sebelah timur dengan Desa Paluh Manan; sebelah selatan dengan Desa Perkebunan PTPN II Buluh Cina; dan sebelah barat dengan Desa Tandem Hilir II.
Desa ini menempati areal seluas 1.444 hektar; dengan dominasi lahan persawahan seluas 975 hektar, disusul ladang/tegalan seluas 378 Wilayah Kota Datar, secara hektar, areal permukiman administratif dipimpin oleh Peta Wilayah Desa Kota Datar penduduk seluas 90 seorang Kepala Desa hektar, serta areal Tempat (Kades) dan dibantu oleh 15 Pemakaman Umum (TPU) seluas 1 hektar. Kepala Dusun (Kadus). Sistem pemerintahan desa dilengkapi dengan Badan Kota Datar adalah satu dari 20 desa yang Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga berada dalam wilayah pemerintah kecamatan Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), Hamparan Perak. Didiami oleh populasi Perpolisian Masyarakat (Polmas), dan lembaga sekitar 7.728 jiwa atau sekitar 1.691 Kepala Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Keluarga; terdiri dari kelamin laki-laki 3.730 jiwa dan kelamin perempuan 3.998 jiwa. Data penduduk yang bekerja di Malaysia saat Penduduk dengan usia di bawah lima tahun ini berjumlah 123 orang; terdiri dari 30 lakiberjumlah 953 jiwa (382 laki-laki dan 571 laki dan 93 perempuan (daftar nama bisa perempuan); usia 6 sampai 8 tahun berjumlah diminta bila dibutuhkan). Dari temuan yang 902 orang (365 laki-laki dan 537 perempuan); berhasil dihimpun, terkait alasan orang bekerja usia 9 sampai 13 tahun berjumlah 935 jiwa sebagai buruh migran di Malaysia, adalah (331 laki-laki dan 604 perempuan); usia 14 bermula dari kelangkaan sumber mata sampai 25 tahun berjumlah 1.419 jiwa (850 pencaharian di desa, sementara ketersediaan laki-laki dan 569 perempuan); usia 26 sampai peluang kerja hanya bersifat musiman; khusus 41 tahun berjumlah 967 jiwa (393 laki-laki dan masa tanam dan masa panen, dan itu pun 572 perempuan); usia 42 sampai 50 tahun sangat tidak memadai untuk menghidupi berjumlah 1.545 jiwa (973 laki-laki dan 572 keluarga.
Page 1
Pendapatan buruh tani rata-rata per hari hanya sekitar Rp. 50.000,-. Untuk sebuah keluarga buruh tani dengan 4 anak saja (total 6 orang), cukup lah bisa mengindikasikan bahwa pendapatan tersebut sangat tidak cukup; jatah hidup masing-masing jiwa hanya sekitar Rp. 8,300/orang; praktis jauh di bawah 1 dollar per hari. Pada konteks ini, kondisi kemiskinan absolut itu lah yang menjadi pendorong utama mereka terpaksa bekerja sebagai buruh migran; di sektor konstruksi, pabrik atau kilang dan kebun (sawit dan karet) dan Pembantu Rumah Tangga (PRT). Tekanan ekonomi tersebut memaksa sebagian dari mereka untuk menempuh semua cara agar dapat bekerja di luar negeri, semisal: membangun koneksi dengan orang-orang yang sudah lama bekerja di Malaysia, dan ragam bentuk konektivitas lainnya. Peran para agents dan tenaga pengerah, yang sengaja diterjunkan ke desa-desa, juga disinyalir turut andil dalam menyulut maraknya minat bekerja di luar negeri, di kalangan usia produktif – baik laki-laki maupun perempuan. Masalah seperti ini masih diperburuk lagi dengan tindakan ilegal atas pemalsuan dokumen dan falsifikasi data usia serta tempat asal. Menjadi pekerja di luar negeri dengan sejumlah kelemahan membuat mereka terpojok tidak memiliki posisi tawar yang seimbang, khususnya ketika harus berhadapan dengan para agent, perekrut dan majikan. Mereka terpaksa harus bungkam – tutup mulut dan tidak harus banyak menuntut berbagai keadaan, yang tidak menguntungkan mereka. Mereka cenderung menerima secara pasif berbagai kebijakan yang ditimpakan kepada mereka; mereka tunduk patuh di bawah intimidasi, Petani lokal mulai mengubah peruntukan lahan pertanian i dengan pohon kelapa sawit. diskriminasi dan ragam bentuk penipuan lainnya, serta ketidak-adilan dan ketidak-pantasan, yang mereka alami. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah bahwa mereka menjadi korban atas ketidak-tahuan banyak hal – terkait aturan hukum dan perundang-undangan; semisal hak dan kewajiban mereka sendiri. Kondisi semacam ini, pada umumnya juga, dialami oleh hampir semua buruh migran dari banyak wilayah di negeri ini, ditambah lagi dengan minimnya skill dan kemampuan yang dibutuhkan, yang ada pada mereka. Para agents dan perekrut tenaga kerja pun kian bertambah pintar dan canggih dalam cara kerjanya; mereka membuat seolah-oleh semua prosesnya legal, namun sejatinya mereka membangun praktik kong-kalikong dengan penguasa di berbagai lini.
Pusaka Indonesia di Kota Datar. Sebagai lembaga yang peduli dengan perlindungan hak anak dan perempuan, belum lah terlalu banyak yang telah dilakukan oleh Pusaka Indonesia. Harus diakui bahwa masih sangat sedikit sumber daya yang bisa dialokasikan untuk memperbaiki keadaan di desa tersebut; diantaranya terkait dengan dukungan sumberdaya finansial untuk memobilisasi staf agar turun live in di desa tersebut.
Page 2
Namun demikian, sejumlah sentuhan telah dilakukan sedapat mungkin sebagai cara membuka jalan lebih luas di masa depan. Melalui kerjasama dengan unsur terkait dan perangkat desa, sjumlah hal telah dilakukan, diantaranya adalah: 1. Pemberian bantuan fasilitas air bersih dalam bentuk sumur bor, dukungan Mercy Relief Singapor pada tahun 2010 2. Pembentukan Kelompok Perempuan Pengelola Air Bersih (KPPA), yang saat ini masih anktid berjumlah 5 kelompok. 3. Pembentukan Kelompok Simpan Pinjam (KSP) diantara kaum perempuan, saat ini berjumlah 5 kelompok. 4. Pelatihan Tata Kelola Organisasi Kemasyarakatan (TKOK). 5. Pelatihan Kepemimpinan Tata Kelola Organisasi Kemasyarakat (KTKOK). 6. Pelaihan Tata Kelola Keuangan Organisasi Kemasyarakatan (TKKOK). 7. Pemberian dukungan usaha dalam bentuk Bantuan Modal Bergulir (BMB).
Paradigma Pemandirian Masyarakat Menjadi pekerja di luar negeri sebagai buruh migran sebenarnya bisa dilihat hanya sebagai konsekwensi logis semata; atas ketidak mampuan ekonomi, kemiskinan, serta rendahnya keahlian/kemampuan mereka dalam menyiasati keadaan, yang ada pada mereka saat ini. Trend seperti ini diyakini bisa disiasati dengan cara membangun kembali keyakinan, semangat dan kesadaran masyarakat atas potensi lokal yang belum mereka lihat dan manfaatkan secara maksimal. Mengubah paradigma masyarakat pada konteks seperti itu tentunya membutuhkan upaya simultan dan kerjasama lintas sektor, mengingat banyaknya isu-isu terkait yang saling melingkupi dan saling beririsan (cross-cutting), antara satu dan lainnya. Perubahan lahan pertanian lambat laun mengubah sistem pendukung kehidupan ke tingkat bahaya tertipu oleh iming-iming keuntungan dari kelapa sawit
Model yang harus dikembangkan tidak hanya “Apa yang mereka pikirkan,” tapi juga “Bagaimana cara mereka memikirkannya,” khususnya
atas potensi yang mereka miliki sebagai modal sosial. Dengan pola perubahan paradigma seperti itu, maka mereka niscaya akan sampai kepada ragam solusi dan inisiatif yang dapat dikembangkan selanjutnya.
Elemen Penting Dalam Pemandirian Masyarakat. Penting kiranya untuk diletakkan dalam awal proses sebagai dasar pemandirian masyarakat, yakni menyatukan mereka dalam satu visi, persepsi dan rencana aksi bersama. Karena, hanya dengan cara itu lah mereka bisa menyatukan kekuatan yang ada pada mereka, dan mengembalikan nilai-nilai lokal gotong yang pernah mengalami masa keemasan puluhan tahun- lalu, ke jalurnya yang tepat.
Page 3
Pendekatan yang dilakukan harus bersifat people-centered, dengan menempatkan manusia dalam setiap lingkaran proses yang dilakukan; discussing, planning, implementing, monitoring, evaluating, dan kembali lagi ke siklus awal. Demikian lah seterusnya. Sehingga apa yang dilakukan bersama dengan mereka pada akhirnya akan menjadi proses milik lokal, kendati lembaga yang mengawal sudah tidak berada di tempat tersebut. Sejumlah hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pembangkitan dan peningkatan penyadaran masyarakat yang hidup berdiam di desa tersebut. 2. Alih ilmu pengetahuan dalam ragam bentuk skill/expertise, dll, sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan potensi lokal melalui pelatihan, pendampingan, percontohan, pengembangan kelompok diskusi. 3. Menguatkan visi dan misi keorganiasian lokal dan semua pranata sosial yang hidup dan beroperasi di desa tersebut. 4. Meningkatkan kualitas produk lokal dalam ragam jenis dan bentuknya guna menembus pasar secara lebih luas. 5. Menghubungan kelompok-kelompok penggiat ekonomi desa dengan sumber-sumber permodalan yang tersedia. 6. Mengenalkan konsep pengembangan ekonomi hulu dan hilir berbasis produk lokal. 7. Dll.
Jalan Terbuka Bagi Keberdayaan Desa. Ditetapkannya UU berdemokrasi dari NO. 6/2014 tentang unit terkecil dalam Desa merupakan jalan sistem pemerintah di terbuka bagi Indonesia. keberdayaan masyarakat pedesaan. Jaminan turunnya Fakta ini merupakan Alokasi Dana Desa sebuah momentum (ADD) dari bagi desa untuk pemerintah pusat, mengurusi sebagian minimal 1 milyar kelapa sawait ditanam di lahan sawah dengan besar nasib dan Bibit rupiah, adalah maksud satu ketika bisa menggantikan padi. Lepas urusannya sendiri. ketidak-tahuan petani lokal, perubahan tersebut kenyataan yang sudah Dalam perspektif UU memperburuk kualitas kehidupan. di depan mata. tersebut, wilayah desa Namun, lagi-lagi, hal diposisikan sebagai miniatur sebuah itu bukan lah serta merta terjadi begitu saja pemerintan terkecil, lengkap dengan unsurtanpa prasyarat. Hal demikian itu, masih harus unsur pendukung, seperti layaknya sebuah sangat tergantung bagaimana sebuah desa pemerintahan sebuah negara; unsur executive mampu melihat kenyataan dan peluang yang dan legislatif. ada. Tanpa adanya persiapan matang dan Sebuah peluang penting seperti ini akan peningkatan pengetahuan yang signifikan, menjadi sia-sia bila tidak disambut dengan niscaya peluang terbaik itu pun tidak akan kesiapan matang; sebuah peluang dapat dimanfaatkan.
Page 4
Kini, masyarakat desa diperhadapkan dengan ragam tantangan yang tidak ringan. Pemerintahan desa dan masyarakat harus
bekerja dalam satu visi dan misi, khususnya dalam menata pola hidup dalam rangka merencanakan progamnya.
Untuk kebutuhan itu lah Pusaka Indonesia merasa perlu melakukan pengawalan dan pendapingan, agar peluang dan jalan terbuka itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, bagi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat secara luas. Ragam hal yang perlu dilakukan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alih ilmu pengetahuan dalam menajamkan visi dan misi pemerintah desa. Pelatihan Tata Kelola Pemerintah Desa. Pelatihan Tata Kelola Informasi Desa. Pelatihan Perencanaan Pemerintahan Desa. Pelatihan Tata Kelola Sistem Pelaporan Kegiatan Desa. Pelatihan Tata Kelola Sistem Anggaran dan Pembelanjaan Desa. Pelatihan Tata Kelola Sistem Akuntabilitas Pemerintahan Desa. Pelatihan Peningkatan Kesadaran Hukum Dll. Dengan tingkat kesiapan yang matang seperti itu, maka wilayah desa akan memiliki karakteristik yang khas, sebagai desa mandiri yang mampu memaksimalkan pengembangan semua potensi yang dimiliki, dimana semua elemen yang ada di dalamnya mampu bekerja dan bersatu menuju tujuan sama. Bila kenyataan seperti itu benar-benar disadari, maka langkah awalnya harus segera dimulai sekarang dan dari desa ini. Kiranya, pantas untuk untuk disimak, terkait apa yang Laot Tse pernah tuturkan:
Pohon mentimun biasanya di tanam di pekarangan sekitar rumah. Membantu petani memasarkan produk lokal niscaya bisa memperbaiki kehidupan ekonomi mereka.
“ Perjalanan Seribu Mil Sekali Pun Bermula Dari Satu Langkah” - Laot Tse – Yayasan Pusaka Indonesia, Jl. Kenangsari, No. 20 Medan. Telp: 061-8223252 Email:
[email protected] Website: www.pusakaindonesia.or.id Contact Person: Marjoko SH.,. (0813 – 9663 – 0700), Community Organizer Fatwa Fadillah SH., (0813- 6249 – 0700 ), Executive Director
Page 5