1
PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP SITUS CAGAR ALAM OTALOJIN DI KECAMATAN ATINGGOLA
Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Fadlan Djauhari, Nim.231409071. 2014. Persepsi Masyarakat Terhadap Situs Cagar Alam Otalojin Di Kecamatan Atinggola Skripsi. Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Persepsi masyarakat Atinggola terhadap keberadaan situs cagar alam Otalojin. (2) Pola tingkah laku masyarakat Atinggola terhadap upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin.Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Atinggola. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, Mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar situs cagar alam Otalojin memiliki persepsi yang salah mengenai Otalojin. Mereka menganggap bahwa situs Otalojin merupakan bangunan suci peninggalan nenek moyang dari masa lalu.. Kedua, Pola tingkah laku masyarakat dalam upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin menunjukkan adanya peran serta masyarakat dalam menjaga dan tidak melakukan tindakan pengrusakan terhadap situs Otalojin tersebut dengan alasan demi kelestariannya. Selanjutnya bentuk perhatian dan dukungan dari pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara dalam upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin diraskan masih kurang, sehingga pemanfaatan situs Otalojin sebagai objek wisata belum optimal. Kata Kunci : Persepsi, Cagar Alam, Otalojin. Nama Nim
: Fadlan Djauhari : 231409071
Pembimbing : 1. Drs. Joni Apriyanto, M.Hum 2.Hj. Yusni Pakaya, S.Pd.,M.Pd
2
PENDAHULUAN Warisan peninggalan bersifat kebendaan berupa situs cagar alam dan benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan oleh pemerintah daerah. Indonesia memiliki banyak peninggalan situs, baik yang berupa bangunan, artefak, kitab sastra, dan lain-lain. Peninggalan ini merupakan warisan budaya masa lalu yang merepresentasikan keluhuran dan ketinggian budaya masyarakat. Peninggalan yang tersebar diseluruh kepulauan Indonesia merupakan kekayaan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan eksistensinya. Dengan adanya peninggalan sejarah, bangsa Indonesia dapat belajar dari kekayaan budaya masa lalu untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada saat ini dan masa yang akan datang. Pemerintah menyadari bahwa peninggalan sejarah merupakan warisan budaya dan alam yang memiliki nilai historis. Peninggalan sejarah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia harus dijaga dan dilestarikan agar nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia tetap terpelihara. Untuk melindungi benda-benda peninggalan sejarah di setiap daerah yang menjadi kekayaan budaya bangsa tersebut, pemerintah mengeluarkan Undang-undang No 11 Tahun 2010. Teknologi yang berkembang pesat dewasa ini, seperti pemanfaatan komputer dalam proses pembelajaran, tidak hanya dapat digunakan secara sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan pula dalam suatu jaringan. Jaringan komputer atau computer network telah memungkinkan proses pembelajaran menjadi luas, lebih interaktif, dan lebih fleksibel. Peserta didik dapat melakukan proses pembelajaran tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga dapat dilaksanakan kapan pun dan dimana pun. Sumber belajar pembelajaran sejarah dapat diperoleh melalui penggalian informasi peninggalan sejarah baik lokal maupun nasional. Pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai sumber belajar diharapkan dapat menjadikan pembelajaran sejarah tidak hanya bersifat verbalitas tetapi lebih mengarah pada tujuan yang lebih bersifat afektif. Artinya, setelah memperoleh pengalaman belajar secara langsung dan berinteraksi dengan peninggalan sejarah, para peserta didik memiliki sikap dan mampu mengambil hikmah dari keberadaan benda bersejarah, baik dari aspek waktu, semangat, teknologi maupun proses pembuatannya. Dari segi teknologi pembuatannya misalnya para peserta akan dapat membandingkan kemampuan sumber daya manusia dan kemajuan teknologi masa lalu dengan masa sekarang.
3
Sumber belajar yang digali dari peninggalan sejarah pada suatu daerah relevan dengan adanya otonomi daerah, artinya sumber belajar yang tersedia di suatu daerah perlu dimunculkan agar berguna bagi proses pembelajaran terutama dalam pengenalan lingkungan terdekat. Sumber belajar yang terdapat di suatu daerah yang dapat dimunculkan akan sesuai dengan pendekatan kemasyarakatan yang meluas Persepsi masyarakat Atinggola sekitar situs merupakan hal penting dalam upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin. Hal ini berkaitan dengan perkembangan pengetahuan mengenai fungsi situs cagar alam Otalojin. Persepsi masyarakat sekitar situs merupakan hal penting dalam upaya menanamkan kesadaran untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam menjaga kelestarian peninggalan situs cagar alam Otalojin di lingkungan mereka. Makna positif dari persepsi mereka tentang situs akan memberikan motivasi untuk menyemarakkan upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin. Bila makna persepsi mereka tentang situs negatif maka upaya pelestarian cagar alam Otalojin akan menemui hambatan. METODE PENULISAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang membahas tentang kajian fenomenologis dan diungkapkan secara deskriptif analisis kritis. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif-kualitatif dengan tehnik analisis interaktif. Adapun alasan penelitian kualitatif di atas dimaksudkan untuk lebih mementingkan proses pengumpulan data beragam dan disusun sebagai kekhususan untuk dikelompokkan bersama melalui proses pengumpulan data secara teliti serta saling berkaitan (bottom up grounded theory) (Sutopo, 2006: 41). Analisis ini dilakukan bersamaan dengan proses pelaksanaan di lapangan yang disusun secara lentur dan terbuka (Sutopo, 2006: 42) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan kasus tunggal, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cuplikan yang bersifat purposive sampling (sampel bertujuan), di mana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya sepenuhnya sebagai sumber data serta mengetahui permasalahan secara mendalam (Sutopo, 2006: 64). Peneliti akan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap. Teknik cuplikan semacam ini disebut internal sampling karena bukan untuk maksud atau kepentingan generalisasi sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif (Sutopo, 2006: 62).
4
Teknik analisis interaktif ini memiliki tiga komponen analisis yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi yang digambarkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 1. Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2006: 120) Pengumpulan Data
Sajian Data Reduksi data
Penarikan Simpulan/Verifikasi
Selanjutnya aktivitas penelitian hanya bergerak di antara dua komponen analisis tersebut. Penyajian data sebagai alur penting dari kegiatan analisis interaktif digunakan untuk melihat hasil data. Sedangkan hasil observasi dan wawancara digunakan untuk menentukan proses analisis pembelajaran secara sistematis dan objektif didukung proses analisis yang didapat dari sumber arsip dan dokumen yang didapat melalui metode kritik sumber intern dan ekstern. Kritik sumber tersebut digunakan untuk membantu interpretasi data yang diolah sehingga menghasilkan hipotesis yang obyektif. Setiap kelompok data yang telah direfleksi lalu saling dikomparasikan untuk menemukan perbedaan dan persamaan persepsi dalam tujuan penelitian awal sehingga simpulan yang didapat menjadi lebih jelas. Analisis ketiga yang penting adalah menarik simpulan atau verifikasi. Peneliti memberi simpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis. Model analisis ini memiliki kekuatan pada proses analisisnya yang dilakukan berulangulang, sehingga pada tahap ini diperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pengumpulan data terakhir dilakukan dengan menarik simpulan /verifikasi berdasarkan reduksi dan sajian data. Kedalaman dan ketelitian proses analisis akan menentukan gambaran umum yang detil tentang objek yang diteliti.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi masyarakat Atinggola terhadap keberadaan situs cagar alam Otalojin Berdasarkan hasil penelitian dan hasil observasi yang dilakukan, masih sangat banyak yang belum mengetahui apa yang dimaksud dengan situs cagar alam. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa jawaban yang dilontarkan kepada beberapa informan yang tidak bisa mengartikan apa yang dimaksud dengan situs cagar alam. Situs cagar alam otalojin atau yang lebih di kenal dengan Istana Jin di kalangan masyarakat sekitar merupakan bangunan bebatuan yang tersusun rapi dan terjadi karena proses alam yang konon menurut kepercayaan masyarakat setempat dibuat oleh Raja Jin Pantai Utara. Bangunan ini berupa bebatuan alam yang bahannya berupa stalagtit dan stalagnit yang sangat unik dan di yakini sebagai Istana Jin. Otalojin secara geologis sebenarnya hanyalah bongkah batu besar dari batu gamping (batu kapur) yang telah mengalami proses pelarutan dengan terbentuknya gua sempit di dalamnya. Menurut cerita turun temurun, di dalam ruangan dalam situs purbakala otalojin ini terdapat pula sembilan kamar yang terbuat dari batu alam dan terdapat sepasang meja dan kursi yang terbuat dari batu. Ada pintu masuk menuju bagian dalam bongkahan batu ini. Namun, lorong menuju goa sangat sempit hanya bisa dimasuki satu orang saja, dan sebuah pohon beringin besar berdiri kokoh di atasnya, menambah keunikan serta kesan mistis dari lokasi situs otalojin. Sebaiknya pengunjung menggunakan jasa pemandu atau yang lebih memahami suasana sekitar situs otalojin. Atau langsung melapor ke rumah kepala Desa Kotalojin, agar kunjungan wisata / penelitian Anda terhadap situs ini akan lancar dan tidak mengalami kendala. Walau terkesan mistik, suasana angker di lokasi ini tidak terasa. Karena anak-anak desa dengan ceria sering bermain di sekitar situs otalojin, memanjat batu, dan memasuki gua sempit tanpa rasa takut. Kotalojin justru akan sangat meriah jika di kunjungi pada hari Rabu di akhir Bulan Safar, karena seluruh penduduk desa kotalojin dan masyarakat atinggola pada umumnya akan melakukan Ritual Mandi Safar di Sungai Andagile yang menjadi batas Provinsi Gorontalo dengan Provinsi Sulawesi Utara. Menurut kepercayaan setempat, hari Rabu di akhir bulan Safar adalah hari naas yang harus dibersihkan dengan cara mandi di sungai. Konon, bongkahan batu ini adalah tempatnya para jin. Warga sekitar mempercayai bahwa ada kekuatan magis dari batu yang ukurannya besar ini. Menurut cerita masyarakat setempat, pernah ada salah seorang warga yang hilang dibatu ini. Menurut pemahaman warga, orang itu diambil bangsa jin yang
6
bermukim dibatu tersebut. Tak heran, para orang – orang tua dulu menjadikan tempat ini sebagai tempat keramat. Setiap mulai menanam padi, orang – orang dahulu kerap melakukan upacara ritual didepan bongkahan batu ini dengan tujuan agar hasil panen melimpah. Akses ke lokasi situs otajin yang terletak di Desa Kotajin Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara dan berada di Tepi Jalan menuju Pantai Minanga, berjarak lebih kurang 90 km ke arah Timur Laut dari Ibu Kota Provinsi Gorontalo dan lebih kurang 70 km dari Bandar Udara Jalaluddin. Dapat ditempuh dengan memakan waktu lebih kurang 2 jam dengan menggunakan kenderaan roda dua dan roda empat. Akses dapat di tempuh juga dengan menggunakan jasa angkutan hotel dan angkutan umum (mikrolet) dengan rute Gorontalo – Atinggola dengan bea Rp.20.000 per orang. Bagi masyarakat yang mempunyai keyakinan dan kepercayaan, percaya bahwa makam dapat menjembatani hubungan antara manusia dengan Tuhan didukung oleh alam pikiran masyarakat yang selalu hendak menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam hidup, baik dalam hubungannya dengan kehidupan rohani atau yang bersifat spiritual (vertikal) maupun kehidupan sosial (horisontal). Perilaku spiritual dilakukan manusia dengan sikap manembah kepada Tuhan Maha Esa. Wujud sikap manembah manusia memasrakan diri kepada Ilahi. Secara konseptual manembah sebagai sikap pasrah kepada kekuatan Ilahi merupakan wujud dari emosi keagamaam (Religius Emution). Kebutuhan spiritual menyebabkan segala kelakuan manusia menjadi serba religi, baik pada kelakuan manusia itu sendiri, maupun tempat dimana kelakuan manusia itu dilakukan untuk dilaksanakan. Untuk mendukung perilaku spritual dibutuhkan tempat keramat. Ada anggapan bahwa tempat keramat merupakan tempat bersemayamnya arwah leluhur dan adanya kekuatan gaib yang ada pada benda tertentu yang kebetulan tersimpan ditempat keramat tersebut. Pengertian kekuatan gaib ini adalah segala kekuatan yang tidak kelihatan seperti rahasia alam, kekuatan yang aneh-aneh dan sebagainya. Seiring dengan kebutuhan spritualisme, ditengah pekiknya masalah yang dihadapi manusia kadangkala menjadikan rasionalitas mereka tidak berdaya, sehingga timbul kecemasan, ketakutan dan ketidak tentraman. Salah satu untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan ziarah, wisata spiritual diyakini dapat menerangkan jiwa, karena di dalamnya terdapat lantunan-lantunan yang mendatangkan ketenagan, seperti yang tercantum dalam bacaan tahlil,tahmid dan tasbih serta didukung oleh suasana hening dilingkungan sekitarnya, menjadikan situs cagar alam otalojin ini menjadi kawasan damai ditengah keributan manusia. Namun dalam kenyatannya yang dapat kita jumpai, pandangan masyarakat peziarah lebih banyak menunjukkan bahwa situs cagar alam adalah tempat untuk
7
meminta sesuatu dan tempat untuk menumbuhkan harapan hidup lebih baik dari sebelumnya.Pandangan inilah yang merupakan tantangan pengelolah situs dalam hal ini adalah keluarga juru kunci agar tidak menyimpang dari ajaran agama Islam. Selain itu masyarakat sekitar situs otalojin banyak juga yang belum mengetahui ciri dan klasifikasi dari situs cagar alam. Hal ini dapat dimaklumi, karena masyarakat sekitar situs otalojin masih pada tingkat pendidikan yang masih kurang dibandingkan dengan masyarakat sekitar situs cagar alam di daerah lain. Situs cagar alam otalojin sangat memerlukan perawatan dan pemeliharaan. Perawatan dan pemeliharaan terhadap sesuatu sering kali disebut dengan konservasi. Konservasi adalah kegiatan pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan. Secara artifisial konservasi juga diartikan dengan pengawetan atau pelestarian. Konservasi dapat juga dikatakan sebagai upaya penjagaan/pengawetan suatu tempat dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari tempat tersebut untuk memberi wadah bagi kegiatan yang telah ada maupun kegiatan baru sehingga dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya. Situs cagar alam yang terdapat di Atinggola keberadaannya tidak hanya dilindungi oleh pemerintah, namun juga masyarakat setempat. Pemeliharaan oleh masyarakat setempat diperlukan mengingat situs cagar alam otalojin merupakan warisan sejarah dan budaya dari leluhur mereka, khususnya anggota masyarakat yang ada di kecamatan Atinggola. Pelestarian situs cagar alam otalojin sangat diperlukan mengingat benda ini merupakan aset nasional yang dapat dipergunakan dalam jangka yang lama. Pelestarian situs cagar alam otalojin berhubungan dengan kegiatan pemeliharaan, perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan situs cagar alam otalojin tersebut yang pada akhirnya ditujukan demi menarik minat wisatawan guna berkunjung ke daerah tempat situs cagar alam otalojin tersebut berada. Untuk kepentingan perlindungan dan pelestarian situs cagar alam otalojin, baik mengenai penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, pemeliharaan maupun pemanfaatan situs cagar alam otalojin dalam Peraturan Pemerintah ini senantiasa tetap memperhatikan hak dan kewajiban serta kepentingan pemilik ataupun masyarakat. Pelaksanaan pelestarian situs cagar alam otalojin berbagai benturan sering terjadi dan diperlukan kemampuan publik dalam melindunginya, seperti berikut: 1. Benturan-benturan ini merupakan bagian dari dinamika kehidupan yang selalu tumbuh dan berkembang sepanjang jaman.
8
2. Keberhasilan upaya pelestarian terletak pada kemampuan publik dalam memperdulikan aset yang dimilikinya. Pelestarian situs cagar alam bukan tidak mempunyai permasalahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Permasalahan pokok dalam pelestarian artefak dan situs cagar alam di Atinggola adalah: 1. Penanganan fisik, dalam arti pemeliharaan dan perbaikan. 2. Pembiayaan, untuk penanganan fisik situs cagar alam dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, 3. Relokasi penduduk untuk tidak menghuni di dekat atau di sekita situs cagar alam. Data-data hasil wawancara dengan responden merupakan cerminan dari berbagai komponen masyarakat yang berbeda profesi, tugas, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Pada umumnya responden mengungkapkan hal-hal mengenai situs Otalojin sesuai dengan dunianya masing-masing. Persepsi mereka mengenai situs Otalojin menunjukkan paradigma elemen tertentu dalam masyarakat mengenai situs Otalojin yang diantara satu dengan yang lain berbeda. Hal ini dapat dimaklumi karena persepsi merupakan tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau proses seseorang mengetahui berbagai hal melalui panca inderanya. Bagi pedagang persepsi mengenai situs Otalojin dibentuk oleh pengertian mereka tentang objek yang ada di sekitar mereka yang kemudian dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut masyarakat bila dilihat dari bentuk bangunannya, situs Otalojin mirip dengan kuil dimana di dalamnya juga terdapat pahatan alam. Namun diantara para masyarakat ada juga yang pernah mendapat informasi bahwa di dalam situs Otalojin terdapat tempat untuk menyimpan dengan beberapa benda batu keramat. Jadi tidak salah bila kemudian mereka mnyimpulkan bahwa situs Otalojin merupakan tempat keramat atau sebagai roh nenek moyang pada zaman dahulu. Sementara itu partisipasi mereka dalam upaya perlindungan dan pelestarian situs Otalojin tampaknya sudah cukup baik, dalam arti tindakan mereka telah sesuai dengan kedudukan mereka sebagai warga masyarakat yang wajib melindungi dan melestarikan situs Otalojin sebagai bangunan yang dilindungi. Umumnya mereka tidak mengetahui adanya undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pelestarian benda-benda cagar budaya termasuk situs Otalojin. Mitos situs Otalojin bukan sekedar dongeng pelipur lara yang tanpa makna. Di balik ceritanya yang kadang sangat aneh, tersembunyi pesan dari masyarakat pendukung mitos situs Otalojin. Kecenderungan mitos situs Otalojin yang seringkali dipergunakan sebagai media pembenaran, sesungguhnya mengandung makna yang berkaitan dengan realitas masyarakat pencipta mitos. situs Otalojin.
9
Mitos situs Otalojin adalah cerita tentang peristiwa awal mula dan transformasi yang mengandung kualitas sakral yang penyampaiannya dalam bentuk simbolis. Namun demikian, dalam perspektif antropologi, cerita mitos situs Otalojin dipandang sarat akan pesan. Walaupun pengirim pesan tidak diketahui, tetapi dapat diasumsikan bahwa pengirimnya adalah nenek-moyang dan penerimanya adalah generasi sekarang. Bagi masyarakat pada masa itu, mitos situs Otalojin merupakan suatu cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan cerita itu menjadi milik mereka bersama yang dihormati. Mitos situs Otalojin ini merupakan media penyampaian pesan atau ungkapan simbolis dari konflik batin yang tidak mampu terpecahkan secara rasional oleh masyarakat Atinggola masa lalu. Nilai religius-magis itulah yang dahulu menyebabkan situs Otalojin ini terselamatkan oleh kondisi alam sendiri, kecuali jika ada warga yang sakit, benda yang dianggap keramat ini dicari tetapi hanya sebatas pada kepentingan penyembuhan. Setiap masyarakat memiliki sistem nilai yang mengatur tata kehidupan manusia di dalam hidup bermasyarakat. Sistem nilai budaya ini merupakan suatu rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup di dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai sesuatu yang dianggap penting dan berharga, mengenai sesuatu yang tidak penting dan tidak berharga dalam kehidupan. Sistem nilai budaya tersebut berfungsi sebagai pedoman sekaligus pendorong sikap dan perilaku manusia dalam hidup sehingga berfungsi pula sebagai suatu sistem tata kelakuan, bahkan sebagai salah satu sistem tata kelakuan yang paling tinggi tingkatannya di antara yang lain, seperti sopan santun atau adat istiadat.
B. Pola tingkah laku masyarakat Atinggola terhadap upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin Di dalam wilayah Atinggola pasti ditempati oleh sekumpulan warga yang memiliki karakter berbeda. Karakter tersebut dapat tercermin dari bagaimana perilaku mereka dalam menghadapi permasalahan yang ada. Tiap individu memiliki pemikiran masing-masing tetapi sama dalam hal tujuan yakni memecahkan permasalahanya. Di Atinggola yang terdiri dari berbagai macam desa tentu terdapat masyarakat majemuk yang memiliki ciri khas perilaku dalam berkehidupan. Sekarang merupakan zaman modern di mana berbagai peradaban manusia terjadi. Bermunculan hasil karya cipta manusia dalam menjalani kehidupan di mana mempermudah aktivitas kehdupan manusia. Tidak jarang masyarakat
10
Atinggola meninggalkan kebiasaan lamanya guna beralih menggunakan teknologi yang baru. Masyarakat Atinggola menganggap bahwa dengan teknologi akan membawa dirinya pada kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Teknologi dalam bidang komunikasi, transportasi, pangan, dan lainnya telah mengantarkan perubahan pola perilaku masyarakat Atinggola. Meskipun demikian, masih ada saja desa tertentu yang tidak mau meninggalkan alat tradisional yang telah melekat lama di daerah mereka. Efek dari perkembanan zaman yang begitu pesat mengakibatkan manusia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan ynag menuntut masyarakat tidak seperti air yang mengalir begitu saja mengikuti keadaan lingkungan. Masyarakat seharusnya mampu mengendalikan dirinya agar tetap konsisten terhadap kondisi dirinya. Lingkungan pada zaman modern ini terlihat begitu cepatnya pertukaran informasi ke berbagai tempat. Masyarakat seharusnya mampu menganalisa informasi tersebut karena informasi ini tidak berasal dari lingkup dalam negeri tetapi juga di seluruh pelosok dunia. Tidak jarang berbagai budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya kita masuk begitu saja dengan mudah. Dari hasil wawancara tersebut dapat disinyalir bahwa aksesibilitas informasi bagi kaum laki-laki lebih besar daripada perempuan. Kaum laki-laki lebih terbuka dan lebih cepat menerima informasi karena mereka lebih banyak beraktivitas di luar rumah daripada kaum perempuan. Informasi mengenai perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pada beberapa kelompok masyarakat masih menggunakan cara penyampaian secara tradisional yang disampaikan secara lisan berantai. Kaum lelaki yang lebih banyak diluar rumah tentu saja akan lebih cepat menerima informasi sehingga akan lebih cepat juga merespon perintah informasi tersebut. Dalam hal ajakan turut berpartisipasi, dengan kondisi masyarakat seperti tersebut maka akan lebih cepat direspon oleh kaum laki-laki. Karakteristik agama masyarakat di wilayah penelitian mayoritas adalah beragama Islam sebanyak 96,67%. Hal ini berkaitan dengan tanah leluhur yang merupakan kerajaan u yang merupakan kerajaan berdasar syariat Islam. kecenderungan ini mengindikasikan masih banyak penduduk asli yang tinggal secara turun temurun di Atinggola yang tentu saja mempunyai agama sama dengan yang dipeluk para leluhurnya. Terdapatnya masyarakat beragama Kristen 3,33% mengindikasikan adanya penduduk pendatang yang tinggal di Atinggola. Keberadaan mereka tidak membentuk suatu pengkotakan, namun mampu bersimbiosis dengan penduduk asli, sehingga proses partisipasi tidak mempunyai kendala.
11
Pengunjung merupakan elemen yang paling heterogen. Umumnya mereka menganggap bahwa situs Otalojin merupakan salah satu peninggalan sejarah dan budaya dari nenek moyang yang harus dilindungi dan dilestarikan keberadaannya. Pada umumnya pengunjung mempunyai kesadaran yang tinggi untuk melindungi dan melestarikan situs Otalojin tersebut dengan berbagai cara. Peran serta tokoh masyarakat di dalam mengupayakan pelestarian situs Otalojin merupakan hal yang harus dilakukan, mengingat situs Otalojin merupakan titisan peningalan nenek moyang kepada kita yang tentunya harus dijaga, dirawat, agar tidak punah. Situs Otalojin merupakan asset yang berharga dan mempunyai nilai sosial yang tinggi di masa sekarang. Oleh sebab itu situs Otalojin harus dilestariakan dan tetap dipertahankan. Ketua adat merupakan tempat penyampaian aspirasi dari masyarakat adat dalam upaya pelestarian situs Otalojin dan perpanjang tangan masyarakat untuk mewakili pendapat dalam berintraksi beintraksi dengan pemerintah dalam mengoptimalkan pelestarian situs Otalojin masyarakat di desa Terindak. Dan sebaliknya memudahkan pemerintah didalam mengadakan pertemuan dengan masyarakat tersebut, dan Ketua Adat merupakan pilihan anggota kelompok (Komunitas) untuk mewakili pendapat masyarakat dalam berintraksi dengan pemimpin. Yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam melaksanakan pelestarian situs cagar alam Otalojin adalah : 1. Sumber daya manusianya yang masih minim. 2. Alokasi dana. Baik dari pemerintah daerah, kecamatan, maupun pemerintah desa. 1. Fasilitas yang tidak memadai.
12
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Mayoritas penduduk yang tinggal di sekitar situs cagar alam Otalojin memiliki persepsi yang salah mengenai candi. Mereka menganggap bahwa situs Otalojin merupakan bangunan suci peninggalan nenek moyang dari masa lalu. Persepsi yang demikian tidak berbeda jauh dengan persepsi masyarakat yang sehari-hari beraktivitas di lingkungan situs Otalojin. Sementara itu pengunjung situs Otalojin sebagian besar juga memiliki persepsi yang salah, tetapi beberapa pengunjung telah memiliki persepsi yang benar tentang arti situs Otalojin. Kesalahan persepsi penduduk, maupun sebagian kecil pengunjung situs Otalojin barangkali disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang pada umumnya masih minim. 2. Pola tingkah laku masyarakat dalam upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin menunjukkan adanya peran serta masyarakat dalam menjaga dan tidak melakukan tindakan pengrusakan terhadap situs Otalojin tersebut dengan alasan demi kelestariannya. Selanjutnya bentuk perhatian dan dukungan dari pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara dalam upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin diraskan masih kurang, sehingga pemanfaatan situs Otalojin sebagai objek wisata belum optimal. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Dalam upaya pelestarian situs cagar alam Otalojin, perlu ditingkatkan sikap dan partisipasi masyarakat khususnya yang berada di sekitar situs cagar alam Otalojin sehingga keberadaan situs tersebut tetap terjaga. 2. Diperlukan dukungan dan perhatian dari pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara dalam bentuk kerjasama beberapa instansi terkait dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan situs cagar alam Otalojin sebagai salah satu objek wisata.
13
DAFTAR RUJUKAN Anif. 2012. Masyarakat Adat. UNY. Yogyakarta Hannerz, U. 1992. Cultural Complexity: Studies in the Social Organization of Meaning . New York: Columbia University Press. Harianti. 2007. Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat Sekitar Candi Terhadap Candi Dan Upaya Pelestariannya. Skripsi .Yogyakarta. Herwinda Nurmala Dewi. 2010. Persepsi mahasiswa atas perilaku tidak Etis akuntan. Skripsi. Semarang. Koentjaraningrat. (1982). Manusia dan kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Sutopo,HB.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Penerapannya dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Uka Tjandrasasmita.2009.Naskah Akademis Peraturan Perundang-Undangan tentang Cagar Budaya. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Uka Tjandrasasmita.1980.“Fungsi Peninggalan Sejarah dan Purbakala Dalam Pembangunan Nasional” dalam Analisa Kebudayaan Tahun 1 Nomor 1, Tahun 1980. Undang – Undang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010