FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI SUPLEMEN ASAM AMINO PADA ANGGOTA FITNESS CENTRE SYAHIDA INN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : TIKA WIDYA SARI NIM : 109101000088
PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/ 1434 H
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 27 Agustus 2013 Tika Widya Sari, NIM: 109101000088 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. xxiii + 128 halaman, 3 bagan, 24 tabel, 7 lampiran + 14 singkatan
ABSTRAK Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen asam amino dapat membentuk atau membesarkan sel-sel otot (penebalan otot) untuk orang yang memiliki aktivitas fisik berat setiap harinya, dapat meningkatkan berat badan dengan disertai olahraga fitness, memberikan energi dan meningkatkan daya tahan tubuh. Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian berjumlah 76 anggota fitness. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara kepada responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anggota fitness lebih banyak yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino yaitu sebesar 51,3%. Kemudian dari hasil analisis bivariat dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh 4 faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino yakni jenis kelamin dengan P value 0,027, keterpaparan media promosi dengan P value 0,020, status merokok dengan P value 0,034, dan asupan protein dengan P value 0,000. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti menyarankan kepada anggota fitness sebaiknya membiasakan diri berperilaku makan seimbang setiap hari. Jika hendak mengkonsumsi suplemen maka sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan ahli gizi. Untuk kalangan peneliti penulis menyarankan dilakukan penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih besar dan dengan desain studi yang berbeda. Kata Kunci Daftar Bacaan
:suplemen makanan, asam amino, fitness : 69 (1980 – 2013)
ii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTMENT STUDY OF PUBLIC HEALTH SPECIALISATION OF NUTRITION COMMUNITY Undergraduated, 27 August 2013 TikaWidya Sari, NIM: 109101000088 Factors Associated with the Consumption of Amino Acid Supplements in Member of Fitness Centre Syahida Inn State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta in 2013. xxiii + 128 pages, 3 charts, 24 tables, 7 attachments + 14abbreviation ABSTRACT Dietary supplements is a product that intended to complete the nutrition of food needs, containing one or more ingredients such as vitamins, minerals, amino acids or other materials (derived from plant or not plant) that has nutrition and or physiological effects in concentrated amounts. Amino acid supplement may establish or raise muscle cells (muscle thickening) for daily hard physical activity of people that could be improve weight with fitness exercise, provide energy and increase endurance. This study aims to know the related factors with amino acid supplements consumption of the members fitness centerSyahida Inn UIN SyarifHidayatullah Jakarta in 2013. This research is a quantitative analytical with a cross-sectional study. Design among 76 fitness members. The data were colected using secondary data from the relevant agencies and primary data obtained through questionnaires and interviews. The analysis using univariate and bivariate analysis. The result of the research it shown that most of fitness members 51,3% did not take amino acids supplements.The results of the bivariate analysis with level significant 5 %, obtained 4 factors related to amino acid supplements consumption that sex with P value 0.027, promotional media exposure with P value 0.020, smoking status with P value 0.034, and protein intake with P value 0.000. Based on these results, the researchers suggest the fitness members should familiarize themselves to balance theirdaily meal as their habitually. Should consult with a nutritionist before consume the supplement. The author advises for all the researchers to conduct further research on a larger scale and with different designsstudy. Keywords Reading List
: dietary supplements, amino acids, fitness : 69 (1980 - 2013)
iii
iv
v
RIWAYAT HIDUP A. Data Pribadi Nama
:
Tika Widya Sari
Tempat/Tgl Lahir
:
Talang Kemang, 31 Januari 1992
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Kewarganegaraan
:
Indonesia
Agama
:
Islam
Status Marital
:
Belum Menikah
Alamat
:
Desa Tanjung Bulan, Kec. Rambang Kuang, Kab. Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Tlp/Hp
:
087884486914
Email
:
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan
Tahun 1997-1999
:
TK Darul Falah Tanjung Bulan
Tahun 1999-2003
:
Madrasah Ibtidaiyah Darul Falah Tanjung Bulan
Tahun 1997–2003
:
SD Negeri Tanjung Bulan
Tahun 2003–2006
:
MTs Pondok Pesantren Darun Najah Bangun Jaya
Tahun 2006–2009
:
MAN Sakatiga Ogan Ilir
Tahun 2009–2013
:
S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN Tetes peluh yang membasahi asa, ketakutan yang memberatkan langkah, tangis keputusasaan yang sulit dibendung, dan kekecewaan yang pernah menghiasi hari-hari kini menjadi tangisan penuh kesyukuran dan kebahagiaan yang tumpah dalam sujud panjang. Alhamdulillah maha besar Allah, sembah sujud sedalam qalbu hamba haturkan atas karunia dan rizki yang melimpah, kebutuhan yang tercukupi, dan kehidupan yang layak. Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan, begitu juga hidup takkan indah tanpa tujuan, harapan serta tantangan. Meski terasa berat, namun manisnya hidup justru akan terasa apabila semuanya terlalui dengan baik, meski harus memerlukan pengorbanan. Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan agar hidup jauh lebih bermakna, karena tragedi terbesar dalam hidup bukanlah kematian tapi hidup tanpa tujuan. Teruslah bermimpi untuk sebuah tujuan, pastinya juga harus diimbangi dengan tindakan nyata, agar mimpi dan juga angan tidak hanya menjadi sebuah bayangan semu. Dengan hanya mengharap ridha-Mu semata, ku persembahkan karya kecil ini, untuk cahaya hidup yang senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi saat ku lemah tak berdaya, untuk yang terkasih Ibu Mugiyati, Bapak Jumiono, adikku Rama dan Ridho, nenek, kakek, dan semua keluargaku yang selalau memanjatkan doa dalam setiap sujudnya yang senantiasa mengiringi setiap derap langkahku dalam meniti kesuksesan. Terima kasih Keluargaku Tercinta. Mohon dimaafkan bila ikhtiar ku ini tidak maksimal sesuai yang diharapkan, semoga Allah senantiasa menjadikan kita keluarga sakinah hingga ke syurga. “Ya Allah, jadikanlah Iman, Ilmu dan Amal ku sebagai lentera jalan hidupku, keluarga dan saudara seimanku”
Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan (QS.Al-Insyirah : 6) vii
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaannirrohiim Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam, sumber dari segala sumber yang ada di dunia ini karena atas izin dan jalanNya lah sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul: “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Shalawat dan salam selalu untuk Rasulullah SAW, Rasul mulia dan penutup para Nabi. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait serta penulis juga mendapatkan banyak masukan, ilmu, spirit dan doa. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati dan cinta, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku tercinta yang tiada henti-hentinya mendo’akan di setiap waktunya, memberikan kasih sayang yang tak terhingga, semangat, motivasi, moril, dan materil, serta senantiasa memberikan dukungan untuk pantang menyerah dan selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis. Bapak Jumiono dan Ibu Mugiyati, semoga Allah SWT memuliakan Bapak dan Ibu serta mengangkat derajat Bapak dan Ibu, karena tanpa Bapak dan Ibu penulis tidaklah memiliki arti apa-apa. Adik-adikku tersayang dan termanis Rama Adi Surya dan M. Ridho Prayoga, kakek, nenek, serta keluarga besarku. Love U So Much all.. My Lovely Fams...
viii
2. Pihak Dinas Pendidikan Provinsi dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Terima kasih banyak semoga Allah senantiasa memberkahi bapak-bapak dan ibu-ibu semua. Amin... 3. Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus penanggungjawab peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM dan Ibu Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM, selaku pebimbing 1 dan 2 skripsi terimakasih atas segala bimbingan, arahan, kesabaran dalam membimbing hingga skripsi ini selesai. Semoga Allah membalas amal baik ibu. 6. Bu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku penguji seminar proposal, terimakasih atas saran, masukan dan bimbingannya. 7. Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.Si, Ibu Fase Badriah, Ph.D dan Ibu Hj. Farihah Sulasiah, MKM selaku penguji sidang skripsi, terimakasih telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran serta saran dan bimbingannya. 8. Seluruh dosen dan staff Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Bapak Zulfikar (Bang Thoger) selaku Coach Fitness Centre dan bang Aan selaku administrasi Fitness Centre Syahida Inn yang telah membantu peneliti, serta para anggota Fitness Centre yang telah bersedia mengisi kuesioner.
ix
10. Buat abang Tohirin yang selalu memberikan do’a, semangat, motivasi agar cepat lulus, makasih juga atas perhatian dan kesetiannya abang. ILU... 11. Teman-teman beasiswa Santri Jadi Dokter (SJD-Sumsel) angkatan 2009, vita, etika, rani, rafita, nurul, ira, kiki, susi, maya, maharani, seila, ani, inti, zil, rudi, rifqy, aan, desly, midun, putra, yang selalu memberikan do’a, dukungan dan motivasi untuk bisa lulus bareng, serta terimakasih juga pada semua adikadik beasiswa SJD-Sumsel atas do’a dan dukungannya. 12. Teman-teman Peminatan Gizi (keluarga Gidza Holic 2009), yang selalu memberikan support, semangat perjuangan serta pengalaman kebersamaan yang tidak ternilai, anak-anak K3, Kesling dan MPK teman seperjuangan. Buat mbak Lilik, buluk mila, nursyam, mbak heni, ana, telok fitri, dkk makasih udah bantu turun lapangan dan menemani penulis sampai saat ini, kita pasang toga bareng yah. Heheh^_^. Serta makasih juga buat adik kosan Nayla dan Dona yang selalu mendo’akan dan membantu penulis. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Penulis hanya bisa berdoa semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelasaikan Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mendapat balasan terindah dari Allah SWT. Akhir kata kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan datangnya dari penulis selaku manusia biasa, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi kita semua. Jakarta, September 2013
Tika Widya Sari x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL Hal LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................................
i
ABSTRAK...............................................................................................................
ii
ABSTRACT.............................................................................................................
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI....................................................................
v
RIWAYAT HIDUP..................................................................................................
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN...................................................................................
vii
KATA PENGANTAR..............................................................................................
viii
DAFTAR ISI............................................................................................................
xi
DAFTAR BAGAN...................................................................................................
xviii
DAFTAR TABEL....................................................................................................
xix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................
xxii
DAFTAR SINGKATAN..........................................................................................
xxiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
1
1.1
Latar Belakang............................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah.......................................................................................
9
1.3
Pertanyaan Penelitian..................................................................................
11
1.4
Tujuan Penelitian........................................................................................
12
1.4.1 Tujuan Umum.................................................................................
12
xi
1.4.2 Tujuan Khusus................................................................................
13
Manfaat Penelitian......................................................................................
14
1.5.1 Bagi Peneliti....................................................................................
14
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan................................................................
15
1.5.3 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat...................................
15
Ruang Lingkup Penelitian..........................................................................
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
16
1.5
1.6
2.1
2.2
2.3
Suplemen Makanan.....................................................................................
16
2.1.1 Definisi Suplemen Makanan...........................................................
16
2.1.2 Bentuk Sediaan Suplemen Makanan..............................................
18
2.1.3 Penggolongan Suplemen Makanan.................................................
21
2.1.4 Kelompok yang Membutuhkan Suplemen Makanan......................
22
2.1.5 Bahaya Suplemen Makanan............................................................
25
2.1.6 Cara Benar Mengkonsumsi Suplemen Makanan............................
27
Asam Amino...............................................................................................
28
2.2.1 Definisi Asam Amino.....................................................................
28
2.2.2 Fungsi dan Sumber Asam Amino...................................................
30
2.2.3 Akibat Kelebihan dan Kekurangan Asam Amino..........................
35
2.2.4 Angka Kecukupan Asam Amino……………………....................
36
2.2.5 Mutu Protein...................................................................................
37
2.2.5.1 Penilaian Mutu Protein.....................................................
37
Fitness.........................................................................................................
40
2.3.1 Definisi Fitness...............................................................................
40
xii
2.4
2.3.1.1
Olahraga Teratur.............................................................
42
2.3.1.2
Nutrisi Teratur................................................................
43
2.3.1.3
Istirahat Teratur..............................................................
44
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan......................................................................................................
2.5
45
2.4.1
Umur.............................................................................................
45
2.4.2
Jenis Kelamin...............................................................................
46
2.4.3
Tingkat Pendidikan.......................................................................
47
2.4.4
Pendapatan....................................................................................
48
2.4.5
Riwayata Penyakit........................................................................
49
2.4.6
Pengetahuan Gizi tentang Suplemen............................................
49
2.4.7
Keterpaparan terhadap Media Promosi Suplemen.......................
50
2.4.8
Aktivitas Fisik...............................................................................
53
2.4.9
Status Merokok.............................................................................
55
2.4.10 Asupan Makanan..........................................................................
56
Kerangka Teori...........................................................................................
56
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS..............................................................................................
58
3.1
Kerangka Konsep........................................................................................
58
3.2
Definisi Operasional...................................................................................
60
3.3
Hipotesis.....................................................................................................
65
xiii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.............................................................
67
4.1
Desain Penelitian........................................................................................
67
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................
67
4.3
Populasi dan Sampel...................................................................................
67
4.3.1 Populasi...........................................................................................
67
4.3.2 Sampel............................................................................................
67
4.4
Alat dan Cara Pengumpulan Data...............................................................
71
4.5
Pengukuran Data.........................................................................................
72
4.6
Pengolahan Data.........................................................................................
76
4.7
Analisis Data...............................................................................................
79
4.6.1 Analisis Univariat...........................................................................
79
4.6.2 Analisis Bivariat..............................................................................
79
BAB V HASIL........................................................................................................
81
5.1
5.2
Gambaran Umum Fitness Center Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.........................................................................................................
81
5.1.1
Tugas dan Fungsi.........................................................................
82
5.1.2
Anggota Fitness Centre Syahida Inn...........................................
82
Analisis Univariat.......................................................................................
82
5.2.1
Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino............................
83
5.2.2
Gambaran Umur Anggota Fitness...............................................
83
5.2.3
Gambaran Jenis Kelamin Anggota Fitness..................................
84
5.2.4
Gambaran Pendidikan Anggota Fitness.......................................
85
5.2.5
Gambaran Pendapatan Anggota Fitness......................................
85
xiv
5.2.6
5.3
Gambaran Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Anggota Fitness..........................................................................................
86
5.2.7
Gambaran Keterpaparan Media Promosi Anggota Fitness.........
87
5.2.8
Gambaran Aktivitas Fisik Anggota Fitness.................................
88
5.2.9
Gambaran Status Merokok Anggota Fitness...............................
89
5.2.10
Gambaran Asupan Protein Anggota Fitness................................
90
Analisis Bivariat.........................................................................................
90
5.3.1
Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...........................................................................................
5.3.2
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino................................................................................
5.3.3
96
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...........................................................................................
5.3.8
95
Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino..............................................
5.3.7
94
Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino..............................................
5.3.6
93
Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino................................................................................
5.3.5
92
Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino................................................................................
5.3.4
91
97
Hubungan Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...........................................................................................
xv
98
5.3.9
Hubungan Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...........................................................................................
99
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................
100
6.1
Keterbatasan Penelitian...............................................................................
100
6.2
Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino...........................................
101
6.3
Faktor Internal...........................................................................................
104
6.3.1 Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...........................................................................................
104
6.3.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...................................................................................
105
6.3.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino.........................................................................................
107
6.3.4 Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino............................................................................................. 6.4
Faktor Eksternal......................................................................................
108 110
6.4.1 Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan Konsumsi Suplemen Asama Amino............................................... 6.4.2 Hubungan
antara
Keterpaparan
Media
Promosi
110
dengan
Konsumsi Suplemen Asam Amino.................................................
113
6.4.3 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...................................................................................
116
6.4.4 Hubungan antara Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino...................................................................................
xvi
118
6.4.5 Hubungan antara Asupan Protein dengan Konsusi Suplemen Asam Amino...................................................................................
119
BAB VII PENUTUP...............................................................................................
125
7.1
Kesimpulan.................................................................................................
125
7.2
Saran...........................................................................................................
126
7.2.1 Bagi Anggota Fitness Center Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta........................................................................
126
7.2.2 Bagi Penyelenggara Fitness............................................................
126
7.2.3 Bagi pemerintah, khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)...........................................................................
126
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya................................................................
127
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
129
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Judul Bagan
Hal
2.1
Gambaran Umum mengenai Fitness........................................
41
2.2
Kerangka Teori........................................................................
57
3.1
Kerangka Konsep.....................................................................
59
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Hal
2.1
Tabel Fungsi dan Sumber Asam Amino..................................
30
2.2
Angka Kecukupan Asam Amino Pada Orang Dewasa Berdasarkan RDA....................................................................
36
2.3
Nilai Mutu Protein Bahan Makanan........................................
39
3.1
Definisi Operasional Variabel.................................................
60
4.1
Perhitungan Sampel.................................................................
69
5.1
Distribusi Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013..................................................................
5.2
Distribusi Umur pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.........................
5.3
85
Distribusi Pendapatan pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013....................
5.6
84
Distribusi Tingkat Pendidikan pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
5.5
84
Distribusi Jenis Kelamin pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
5.4
83
86
Distribusi Pengetahuan Gizi tentang Suplemen pada Anggota
Fitness
Centre
Syahida
Iin
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2013............................................
xix
87
5.7
Distribusi Keterpaparan Media Promosi pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013..............................................................................
5.8
Distribusi Aktivitas Fisik pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
5.9
89
Distribusi Asupan Protein pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
5.11
89
Distribusi Status Merokok pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
5.10
88
Analisis
Hubungan
antara
Umur
dengan
90
Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...... 5.12
91
Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
5.13
92
Analisis Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.................................
5.14
Analisis
Hubungan
Pendapatan
dengan
93
Konsumsi
Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013......
xx
94
5.15
Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi tengtang Suplemen dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013..............................................................................
5.16
95
Analisis Hubungan Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013........................................................................................
5.17
96
Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.....
5.18
97
Analisis Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013............................................
5.19
98
Analisis Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Iin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013...........................................
xxi
99
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Judul Lampiran
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
Lampiran 2
Surat Izin Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Lembar food recall 2x24 jam
Lampiran 5
Uji Normalitas
Lampiran 6
Analisis Univariat
Lampiran 7
Analisis Bivariat
xxii
DAFTAR SINGKATAN
AKG
:
Angka Kecukupan Gizi
BPOM
:
Badan Pengawas Obat Dan Makanan
CHD
:
Cronic Heart Disease
FDA
:
Food Standars Agency
GABA
:
Gama Amino Butyric Acid
GMP
:
Good Manufacturing Process
MLM
:
Multi Level Marketing
NB
:
Nilai Biologik
NPU
:
Net Protein Utilization
PER
:
Protein Efficiency Ratio
PERSAGI
:
Persatuan Ahli Gizi
RDA
:
Recommended Dietary Allowance
SDM
:
Sumber Daya Manusia
YLKI
:
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
xxiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dewasa ini, suplemen makanan merupakan salah satu trend yang sedang berkembang, terutama pada kalangan masyarakat menengah ke atas. Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat yang sadar pentingnya kesehatan dan gencarnya iklan suplemen makanan tersebut. Pergeseran gaya hidup di masyarakat telah berdampak pada pola makan sehingga dapat mempengaruhi status gizi. Seiring dengan perkembangan teknologi, masyarakat semakin dihadapkan pada gaya hidup yang kurang sehat, masyarakat cenderung lebih memilih dan menyukai jenis-jenis makanan yang praktis dan siap saji (fast food), minuman bersoda yang banyak beredar di pasaran, kurangnya olahraga, pola makan yang tidak seimbang, dan masih banyak lagi (Gsianturi, 2003). Meningkatnya perkembangan teknologi, terutama dibidang makanan semakin memberi keleluasaan bagi kita untuk memilih cara yang lebih praktis dalam memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan dan zat gizi. Berbagai bahan makanan dan zat gizi diolah kemudian dikemas dalam bentuk yang lebih sederhana dan praktis. Salah satu produk kemajuan teknologi makanan yang kini sedang popular adalah suplemen makanan. Faktor inilah yang melatarbelakangi seseorang untuk mengkonsumsi suplemen makanan, yaitu suatu produk makanan yang praktis dan dapat digunakan untuk melengkapi kebutuhan gizi yang belum seimbang (Ramadani, 2005).
1
2
Industri nutraceuticals terus berkembang di tengah era globalisasi yang semakin maju. Pabrik-pabrik suplemen makanan yang telah memenuhi syarat Good Manufacturing Process (GMP) meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009, secara keseluruhan diperkirakan penjualan suplemen makanan mencapai $ 25.000.000.000. Berdasarkan laporan Nielsen Co tahun 2009, secara keseluruhan penggunaan suplemen makanan meningkat secara pesat yakni dari 6% hingga 10% dan diperkirakan pada tahun yang sama angka tersebut meningkat dari 10% menjadi 15%. Menurut survey yang dilakukan oleh Ipsos-Public Affairs for The Council for Responsible Nutrition (CRN), Washington, D.C tahun 2009 pada orang dewasa di Amerika mencapai 65% (sekitar 150 juta) telah menjadi konsumer suplemen makanan (Dennis, 2010). Penggunaan suplemen makanan cenderung meningkat. Berdasarkan laporan Food Standars Agency (FDA), di Amerika Serikat 40% kaum perempuan dewasa dan 305 laki-laki diketahui mengkonsumsi suplemen makanan. Pada tahun 2000, puslitbang Farmasi Depkes RI telah melakukan survey konsumen di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan sebesar 78,1%. Kebanyakan
mereka
mengkonsumsi
untuk
menjaga
kesehatan
atau
meningkatkan stamina (59,4%), sebagian hanya untuk mengatasi kegemukan, mencegah keriput (proses penuaan) serta menghaluskan kulit yang kasar. Lama pemakaian suplemen makanan untuk menjaga kesehatan berkisar 1-3 tahun (40,6%). (Depkes RI, 2000).
3
Menurut SK Kepala BPPOM RI Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengawasan suplemen makanan menyebutkan bahwa suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM, 2004). Di Indonesia, suplemen makanan dimasukkan dalam kategori makanan atau didaftar sebagai obat tradisional. Produk-produk suplemen makanan, sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK 00.063.02360, semula dikenal sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan. Menurut Soedijani (2007) dalam Yunaeni (2009) hingga Desember 2006 setidaknya 5851 merek suplemen terdaftar di Badan POM, rincianya 2346 produk lokal, 3491 produk impor dan 14 produk lisensi. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 30% dari tahun 2003 dimana hanya tercatat 3742 merek suplemen yang terdiri dari 1087 produk lokal, 2653 produk impor dan 2 produk lisensi. Tidak sembarang produk suplemen boleh beredar di Indonesia, hanya produk suplemen yang diproduksi oleh perusahaan farmasi yang memenuhi syarat Good Manufacturing Process (GMP) saja yang dibolehkan untuk beredar (BPOM, 2004). Gaya hidup mengkonsumsi suplemen makanan tidak hanya terbatas di negara maju. Globalisasi membuat kalangan tertentu di negara berkembang mulai
mengadopsi
kecenderungan
itu
termasuk
Indonesia.
Pesatnya
4
perkembangan tersebut tidak terlepas dari gencarnya promosi oleh produsen, baik melalui media cetak ataupun elektronik. Menurut (Lyle et.al, 1998 dan Greger, 2001) Konsumsi suplemen makanan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, kebiasaan makan, merokok, aktivitas fisik, gencarnya promosi suplemen, dan pengetahuan gizi serta adanya suatu penyakit dalam tubuh. Berbagai penelitian mengenai konsumsi suplemen pada orang dewasa juga menunjukkan tingkat konsumsi yang tinggi, salah satunya yang terjadi di AS. Berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 1999-2000
menunjukkan sebanyak 52% orang dewasa
mengkonsumsi suplemen makanan. Menurut hasil penelitian Eldridge et.al (1994) dalam Ramadani (2005) pada mahasiswa di Arizona menyebutkan bahwa sebanyak 62,1% mahasiswa mengkonsusmsi suplemen makanan. Lebih dari 50% orang dewasa mengkonsumsi minimal satu jenis suplemen makanan (Henderson et.al, 2002 dalam Harrison et.al, 2003), di Inggris sebanyak 40% perempuan dan 29% laki-laki mengonsumsi suplemen makanan, sedangkan 15 tahun yang lalu tercatat hanya sebanyak 17% perempuan dan 9% laki-laki yang mengkonsumsi suplemen makanan (Gregory et.al, 1990; Henderson et.al, 2002 dalam Harrison et.al, 2003). Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Anggondawati (2002) juga menunjukkan angka yang tinggi yaitu sebanyak 70,9% mahasiswa FKM UI mengkonsumsi suplemen makanan. Penelitian pada karyawan BNI Tbk. KCU Senayan yang dilakukan Indriana tahun 2003 menunjukkan sebanyak 63,3%
5
karyawan mengkonsumsi suplemen makanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ramadani, 2009) pada pelajar SMUN 79 Jakarta, terdapat 75% pelajar SMUN mengkonsumsi suplemen makanan. Sedangkan berdasarkan penelitian Sarjono (2010) pada mahasiswa FKM dan FIK UI terdapat 72,4% mengkonsumsi suplemen makanan berupa vitamin dan mineral. Berdasarkan hasil penelitian Yunaeni (2009) yang dilakukan pada siswasiswi Ragunan (khusus olahragawan) bahwa 67,9% mengkonsumsi suplemen makanan berupa vitamin dan mineral. Sedangkan berdasarkan hasil studi kasus di Cilandak Sport Centre Jakarta Selatan tahun 2004 yang dilakukan oleh Putri didapatkan bahwa 70,4% olahragawan mengkonsumsi suplemen makanan vitamin dan mineral. Menurut Goston dan Correia (2009) Suplemen makanan secara fisik bertujuan untuk meningkatkan komposisi tubuh dan kinerja otot. Atlet atau olahragawan telah menjadi konsumen terbanyak dalam mengkonsumsi suplemen makanan, kemudian kebiasaan mereka diikuti oleh kelompok individu lainnya, terutama bagi para anggota
fitness yang
melakukan fitness secara teratur.
Keinginan untuk mencapai hasil yang cepat telah membuat penggunaan zat-zat tersebut sangat diminati. Terutama suplemen asam amino yang dipercaya dapat membentuk otot dan meningkatkan massa otot bagi para anggota fitness. Namun, diketahui bahwa pada umumnya, orang yang aktif secara fisik tidak perlu nutrisi tambahan selain yang diperoleh dari diet yang seimbang. Suplemen asam amino saat ini merupakan salah satu penggunaan diet yang paling populer untuk para atlet dan individu yang mempunyai aktivitas fisik berat. Suplemen protein atau suplemen asam amino telah dianjurkan untuk
6
para atlet dan individu yang mempunyai aktivitas fisik berat yang berguna untuk meningkatkan retensi nitrogen dan meningkatkan massa otot, untuk mencegah katabolisme protein selama latihan berkepanjangan, dan untuk mengencangkan otot, dan mencegah anemia (Williams, 2005). Dari beberapa sumber menyatakan bahwa orang yang aktif atau banyak melakukan aktivitas olahraga membutuhkan suplemen makanan, karena dengan meningkatnya aktivitas maka metabolisme tubuh meningkat.
Salah satu
olahraga yang membutuhkan gizi yang baik yaitu olahraga untuk meningkatkan massa otot seperti binaraga, instruktur-instruktur kebugaran (fitness) ataupun anggotanya. Menurut penelitian Ishihara et.al (2003), menunjukkan bahwa semakin sering seseorang melakukan olahraga maka kecenderungan untuk mengkonsumsi suplemen akan semakin besar. Hal ini menurut Zeisel (2000), karena aktivitas olahraga yang tinggi dapat menyebabkan
reactive oxygen
derivatives yang dapat merusak sel, oleh karena itu diperlukan suplemen makanan. Vitahealth (2004) menjelaskan defisiensi/kekurangan asam amino secara keseluruhan mungkin dikarenakan malnutrisi protein. Defisiensi ini pada umumnya diasosiasikan dengan pola makan yang kurang baik, pencernaan yang terganggu atau masalah penyerapan makanan, kondisi stress, infeksi, trauma, penggunaan obat-obatan, defisiensi nutrien yang lain seperti vitamin dan mineral, dan disfungsi yang berkaitan dengan proses penuaan. Karena asam amino berperan sedemikian besar dalam struktur dan fungsi tubuh, serta untuk mempertahankan kesehatan dan melawan penyakit, kondisi defisiensi asam
7
amino sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas bisa diperbaiki dengan suplementasi asam amino yang tepat. Asam amino diperoleh dari pemecahan protein dari makanan. Kelebihan protein maka dapat menyebabkan kelebihan asam amino didalam tubuh. Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Kelebihan asam amino dapat memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan nitrogen (Almatsier, 2009). Menurut Goston dan Correia (2010) mengkonsumsi suplemen asam amino lebih dari 3 bulan dapat membahayakan kesehatan meskipun belum terlihat dampaknya, dosis yang aman penggunaan supelemen asam amino juga belum teridentifikasi. Namun, mengkonsumsi suplemen asam amino dengan jumlah yang tinggi, seperti pada atlet atau anggota fitness yang ingin meningkatkan masa otot, mengkonsumsi suplemen asam amino ini dapat mengakibatkan kerusakan ginjal, penyakit paru, peningkatan tekanan darah, merusak kerja insulin, dan beberapa suplemen diduga mengandung bahan beracun. Bagi para anggota fitness atau orang yang sering melakukan aktivitas fisik berat, mengharuskan mereka untuk memiliki kondisi tubuh yang prima. Salah satu cara yang dipilih untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah dengan mengkonsumsi suplemen makanan terutama suplemen asam amino yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja otot dan membentuk otot saat melakukan latihan mengangkat beban berat (Williams, 2005). Beberapa tahun terakhir jumlah fitness centre cenderung meningkat, seperti yang dilaporkan dalam media massa yakni sekitar 600-3000 tempat
8
fitness (tidak termasuk fitnes centre yang besar) dan anggota atau pengguna fitness centre mencapai sekitar 3 juta orang di Sao Paulo tahun 1998. Peningkatan jumlah fitness centre ini bersamaan dengan peningkatan pasokan suplemen yang beredar di pasaran. Secara umum, rata-rata orang yang mengunjungi fitness centre adalah individu dengan tingkat pendidikan tinggi, memiliki motivasi yang tinggi untuk berlatih fitness dan menerapkan diet makanan seimbang atau mengkonsumsi makanan bergizi serta selalu mengetahui informasi terbaru tentang gizi dan aktivitas fisik (Pereira et.al, 2003). Latihan yang berat dan ketidakseimbangan asupan energi dapat meningkatkan kebutuhan akan vitamin, mineral dan protein. Hal ini kemudian menjadi alasan atlet atau olahragawan identik dan gemar mengkonsumsi suplemen untuk melengkapi kebutuhan zat gizi yang tidak dapat dipenuhi dari makanan dan untuk meningkatkan atau memperbaiki performanya (Efyu, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pereira et.al (2003) di Sao Paulo, Brazil, dengan sampel 309 di 7 tempat fitness centre di Sao Paulo terdapat 23,9% menggunakan beberapa jenis suplemen, 77% laki-laki dan 23% perempuan yang mengkonsumsi suplemen. Rata-rata jenis suplemen yang dikonsumsi oleh anggota fitness adalah suplemen asam amino atau jenis protein lainnya (38,9%). Penelitian ini juga membuktikan bahwa terdapat efek terhadap kesehatan jika mengkonsumsi suplemen jangka panjang dan dalam batas yang tidak aman (Pereira et.al, 2003). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Goston et.al dan Correia (2010) pada anggota fitness centre di Kota Belo Horizonte, Brazil didapatkan bahwa 58% anggota fitness mengkonsumsi suplemen asam amino.
9
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada 30 anggota fitness di fitness centre Syahida Inn, didapatkan sebanyak 19 (63,3%) anggota fitness mengkonsumsi suplemen asam amino dan 11 (36,7%) anggota tidak mengkonsumsi suplemen asam amino, serta 16 (84,21%) dari 19 anggota fitness mengkonsumsi suplemen asam amino lebih dari 3 bulan. Hal ini menunjukkan konsumsi suplemen makanan pada anggota fitness cukup tinggi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
1.2. Rumusan Masalah Suplemen, sesuai dengan namanya, hanya bersifat menambahkan atau melengkapi. Maka, jelas, suplemen dirancang bukan untuk menggantikan makanan (Yuliarti, 2009). Mengkonsumsi suplemen asam amino dengan jumlah yang tinggi, seperti pada atlet atau anggota fitness yang ingin meningkatkan masa otot, dapat mengakibatkan kerusakan ginjal, penyakit paru, peningkatan tekanan darah, merusak kerja insulin, dan beberapa suplemen diduga mengandung bahan beracun (Goston dan Correia, 2010). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada 30 anggota
fitness,
diperoleh sebanyak
19 (63,3%)
anggota
fitness
mengkonsumsi suplemen asam amino, dan 11 (36,7%) anggota tidak mengkonsumsi suplemen asam amino. Alasan dasar mengapa responden menggunakan suplemen asam amino tersebut, salah satunya adalah suplemen asam amino diyakini dapat mengubah prestasi mereka secara langsung, dapat
10
membentuk otot, keinginan untuk mencapai status fisik yang lebih baik, dan perawatan sendiri terhadap penyakit serta responden merasa makanan yang mereka makan masih kurang atau belum mencukupi. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan hasil studi pendahuluan, yakni karena lokasi fitness tersebut merupakan daerah perbatasan dengan Jakarta sehingga masih dipengaruhi oleh gaya hidup yang serba praktis dan modern, lokasi penelitian masih dalam ruang lingkup UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau lingkungan kampus sehingga bisa menjadi bahan masukan tentang konsumsi suplemen. Selain itu, mayoritas dari anggota fitness atau 80% adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga dapat diketahui proporsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino, serta belum pernah diadakan penelitian terkait konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness. Pemilihan suplemen asam amino juga berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, pada studi pendahuluan terdapat 3 suplemen yaitu suplemen vitamin, mineral dan asam amino. Berdasarkan hal tersebut didapatkan hasil bahwa suplemen yang banyak dikonsumsi para anggota fitness adalah suplemen asam amino. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada pada anggota Fitness centre Sayhida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
11
1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 2. Bagaimana gambaran faktor internal (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan) pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 3. Bagaimana gambaran faktor eksternal (pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status merokok, dan asupan protein) pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 4. Apakah ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 5. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 6. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 7. Apakah ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
12
8. Apakah ada hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 9. Apakah ada hubungan antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 10. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 11. Apakah ada hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 12. Apakah ada hubungan antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
13
1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuainya gambaran konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 2. Diketahuinya gambaran faktor internal (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan) pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 3. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status merokok, dan asupan protein) pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 4. Diketahuinya hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 5. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 6. Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 7. Diketahuinya
hubungan
antara
pendapatan
dengan
konsumsi
suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
14
8. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 9. Diketahuinya hubungan antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 10. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 11. Diketahuinya hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 12. Diketahuinya hubungan antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti Sebagai pembelajaran dan pengalaman dalam melakukan penelitian yang terkait dengan gizi masyarakat dan dapat mengaplikasikan teori yang didapat saat kuliah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan langsung dilapangan.
15
1.5.2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013, serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.
1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Salah satu wujud Tridharma Perguruan Tinggi (akademik, penelitian dan pengabdian masyarakat) dalam bidang gizi masyarakat dan penelitian ini diharapkan dapat melengkapi referensi ilmu yang dapat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan di bidang gizi. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan gizi program studi kesehatan masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen asam amino amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan kuesioner pada responden. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota fitness centre. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus di fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan membahas tentang definisi suplemen makanan, bentuk sediaan suplemen makanan, penggolongan suplemen makanan, kelompok yang membutuhkan suplemen makanan, bahaya suplemen makanan, cara benar mengkonsumsi suplemen makanan, definisi asam amino, fungsi dan sumber asam amino, akibat kelebihan dan kekurangan asam amino, angka kecukupan asam amino, mutu protein, definisi fitness, serta faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan. 2.1. Suplemen Makanan 2.1.1. Definisi Suplemen Makanan Menurut surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengawasan suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung salah satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asama amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Pada keputusan tersebut dalam pasal 4 menyatakan persyaratan bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut:
16
17
1.
Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan kemasan serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan.
2.
Kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh data pembuktian.
3.
Diproduksi dengan menerapkan cara pembuatan yang baik.
4.
Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar, dan tidak menyesatkan.
5.
Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, dan cairan yang tidak dimaksud untuk pangan. Menurut Vitahealth (2004) dan McDowall (2007) Suplemen
makanan atau disebut juga dietary supplement adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Suplemen yang bersifat nutrisi termasuk vitamin, mineral, dan asam-asam amino, sedangkan yang bersifat obat umumnya diambil dari tanaman atau jaringan tubuh hewan yang memiliki khasiat sebagai obat dan pada umumnya suplemen makanan kesehatan berasal dari bahan-bahan alami tanpa bahan kimia (harus murni) dan merupakan saripati bahan makanan (konsentrat). Menurut Almuhtaram (2011) yang mengacu pada Vitahealth (2004) Suplemen makanan atau yang biasa dikenal dengan istilah food supplement/dietary supplement merupakan produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat. Nutrisi yang terkandung dalam suplemen makanan biasanya terdiri dari vitamin, mineral dan asam amino yang merupakan bagian dari pembangun protein.
18
Selain itu ada juga produk suplemen yang diformulasikan untuk pengobatan biasanya bahan-bahannya diambil dari tanaman atau bagianbagian tertentu pada organ tubuh hewan yang berkhasiat sebagai obat untuk penyakit tertentu. Suplemen makanan merupakan makanan yang mengandung zatzat gizi dan non gizi. Fungsinya sebagai pelengkap kekurangan zat gizi yang dibutuhkan untuk menjaga agar vitalitas tubuh tetap prima. Suplemen makanan umumnya berasal dari bahan-bahan alami tanpa tambahan zat-zat kimia walaupun pada vitamin tertentu ada yang sintetis. Suplemen vitamin seperti asam folat dalam bentuk sintetis memang lebih mudah terserap oleh tubuh, walaupun vitamin E dari bahan alami jauh lebih baik penyerapannya daripada yang sintetis. Suplemen makanan digolongkan sebagai
nitraceutical,
sedangkan
obat-obatan
masuk
golongan
pharmaceutical (Yuliarti, 2009).
2.1.2. Bentuk Sediaan Suplemen Makanan Bentuk sediaan suplemen makanan adalah sesuai dengan proses pembuatan makanan tersebut dalam bentuk seperti digunakan BPOM RI tahun 2004. Bentuk sediaan ini antara lain: 1. Tablet Merupakan sediaan padat yang mengandung bahan suplemen makanan dengan atau tanpa bahan pengisi. Terdapat 4 jenis tablet, yaitu:
19
a. Tablet Bersalut Merupkan tablet yang disalit untuk berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembapan atau cahaya menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat penampilan yang lebih baik dan mengatur tempat pelepasan suplemen makanan dalam saluran cerna. b. Tablet Eferen/tablet buih Merupakan tablet yang dibuang dengan cara dikempa. Selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan natrium bikarbonat yang dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbondioksida. c. Tablet Hisap Merupakan sediaan yang mengandung satu atau lebih bahan suplemen makanan, umumnya dengan bahan dasar beraroma manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut. d. Tablet Kunyah Merupakan tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak dalam rongga mulut, mudah ditelas dan tidak meninggalkan rasa pahit atau rasa tidak enak. 2. Pil Yaitu sediaan obat berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih bahan suplemen makanan.
20
3. Kapsul Yaitu sediaan padat yang terdiri dari suplemen makanan dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. 4. Granul Merupakan sediaan padat berupa massa bulat seperti pil dengan ukuran yang sangat kecil, mengandung satu atau lebih bahan suplemen makanan. 5. Serbuk Merupakan campuran kering bahan suplemen makanan atau zat kimia dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral karena mempunyai luas permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih mudah larut daripada sediaan yang dipadatkan. 6. Pasta Merupakan sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan suplemen makanan yang ditujukan untuk pemakaian oral. 7. Larutan Oral Merupakan sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih bahan suplemen makanan atau zat kimia dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven-air. 8. Suspensi Oral Merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk pemakaian oral.
21
9. Emulsi Merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. 10. Gel/Jelly Merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel non organik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
2.1.3. Penggolongan Suplemen Makanan Suplemen makanan digolongkan sebagai bahan nitraceutikal. Suplemen makanan ini khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis. Sampai saat ini pun jenis nitraceutikal boleh dijual secara bebas tapi tidak boleh diklaim memiliki khasiat untuk mengobati penyakit (Vitahealth, 2004). Pada awalnya penggunaan suplemen masih terbatas untuk mengembalikan fungsi metabolik dimana seluruh proses tersebut dikendalikan oleh enzim sebagai katalis reaksi kimia tubuh yang membuat sel-sel bekerja secara optimal. Pada umumnya, enzim terdiri atas protein khusus yang dinamakan apoenzim, dan memerlukan suatu kofaktor tertentu yang biasanya adalah suatu vitamin dan mineral. Karena itu, pada konsep lama mikronutrient tersebut (vitamin dan mineral) disebut sebagai zat esensial yang dibutuhkan tubuh. Jika dari makanan saja tidak cukup, maka untuk memenuhi kekurangannya bisa ditambah dari suplemen makanan. Namun berikutnya, penggunaan suplemen tidak lagi terbatas
22
pada vitamin dan mineral saja sekarang batasan suplemen nutrisi semakin melebar sampai mencakup zat-zat nutrisi dan penyembuh yang terdapat pada herbal dan bahan obat alami lainnya (Vitahealth, 2004). Worthington (2000), membagi suplemen menjadi tiga kategori utama, yaitu suplemen protein/asam amino, suplemen vitamin/mineral, suplemen hormonal. Berdasarkan sumbernya, Wirakusumah (1995) menggolongkan suplemen menjadi tiga kategori yaitu suplemen vitamin dan mineral, suplemen asal tumbuhan atau jamu, dan suplemen khusus yang berasal dari bahan-bahan tertentu seperti beepollen, sirip ikan paus, dan cula badak. Sedangkan berdasarkan kandungannya Hendler (1984) dalam (Yunaeni, 2009), membedakan suplemen makanan sebagai vitamin, mineral, asam amino, asam nukleat, asam lemak, serta kelompok lainnya meliputi L-Carnitine, serat makanan, garlic, gingseng, asam pangamik, Superoxiside Dismitase, beepollen, royal jelly, dll. Sedangkan menurut Vitahealth (2004) suplemen makanan adalah vitamin, mineral, asam amino, enzim, hormon, antioksidan, herba, dan probiotik.
2.1.4. Kelompok yang Membutuhkan Suplemen Makanan Suplemen, sesuai dengan namanya, hanya bersifat menambahkan atau melengkapi. Maka, jelas, suplemen dirancang bukan untuk menggantikan makanan. Bagaimanapun sebutir pil tidak akan dapat memberikan semua nutrient yang kita perlukan untuk hidup sehat. Sebagai contoh, dalam buah-buahan dan sayuran terdapat antioksidan yang berkhasiat melindungi tubuh terhadap penyakit, tetapi antioksidan tersebut
23
termasuk ke dalam jenis yang belum berhasil diidentifikasi. Oleh karena itu antioksidan ini tidak terdapat dalam pil (Yuliarti, 2009). Tidak setiap orang perlu mengonsumsi suplemen makanan, Soekatri dari PERSAGI dalam seminar profesi Kesehatan Masyarakat pada tanggal 22 Desember 2008, menyampaikan bahwa Suplemen diajurkan pada situasi/keadaan: a. Ibu sedang hamil dan ibu sedang menyusui karena mereka membutuhkan gizi yang lebih dari orang biasa terutama vitamin dan mineral. Dokter umumnya menganjurkan asam folat dan zat besi untuk memenuhi fisiologisnya. b. Individu
dengan
penyakit
tertentu
atau
gangguan
tertentu
membutuhkan kebutuhan gizi yang juga lebih dari AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang dianjurkan terutama vitamin tertentu. Misalnya mereka yang beresiko berpenyakit Cronic Heart Disease (CHD) dan stroke yang dianjurkan menggunakan suplemen yang mengandung vitamin B dan asam folat. Juga pada mereka yang mempunyai gangguan penyerapan lemak akan menurunkan kemampuan menyerap vitamin larut lemak. c. Individu yang harus minum obat untuk mencegah beberapa penyakit dapat kekurangan vitamin tertentu. Misalnya minum antibiotik dapat mematikan bakteri usus dan menurunkan produksi vitamin K. Pada keadaan demikian, kebutuhan vitamin tersebut harus dibeli dengan resep dari dokter. Merokok dan minum alkohol juga meningkatkan kebutuhan akan vitamin khususnya vitamin B.
24
d. Lansia yang umumnya tidak terpenuhi kebutuhan gizinya sesuai dengan AKG, khususnya kekurangan vitamin B6 dan vitamin D juga vitamin B12 karena keterbatasan dalam gigi, lidah yang menurun kemampuan mengecapnya, jenis makanan yang harus lebih lembut dari orang yang berusia muda. e. Orang yang tidak makan daging (vegan) perlu mengkonsumsi suplemen vitamin B12. f. Individu yang harus berdiit dibawah 1200 Kalori agar turun berat badannya (terutama atlet), memerlukan tambahan suplemen tertentu untuk memenuhi AKG nya. g. Individu yang secara fisik sangat aktif dan tidak cukup asupan gizinya dibandingkan dengan kebutuhannya sehingga memerlukan suplemen. h. Individu yang intoleran atau secara sengaja memang menghindari beberapa jenis makanan/bahan makanan, seperti susu dan hasil olahnya, dapat kekurangan vitamin khususnya B2 dan vitamin D. i. Individu yang makan cukup energinya tetapi rendah akan zat gizi mikro atau cara pemasakan yang dapat merusak vitamin, akan baik kalau mendapatkan suplemen vitamin dan mineral. j. Individu yang terpapar matahari dan kontaminan akan menimbulkan oksidasi tubuh yang terjadi yang kemudian menghasilkan radikal bebas di dalam tubuh. Hal ini akan dapat merusak sel terutama karena adanya oksidasi pada asam lemak tak jenuh di tingkat sel dan membran sub sel. Suplemen vitamin C dan vitamin E, betha carotene dapat mengurangi keadaan ini.
25
k. Individu yang banyak kehilangan darah termasuk besi, misalnya pada wanita saat melahirkan atau haid, memerlukan suplemen karena mereka umumnya sulit mendapatkan zat gizi dari makanan. Karena itu mereka perlu suplemen khususnya zat besi.
2.1.5. Bahaya Supelemen Makanan Berikut merupakan beberapa dampak negatif penggunaan suplemen menurut Yuliarti (2008) adalah sebagai berikut: a. Kelebihan vitamin C mungkin bisa dibuang lewat urin. Tetapi vitamin jenis lain (A, D, E dan K) umumnya mengendap di dalam tubuh dan dikhawatirkan bisa mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal. b. Protein yang biasanya terdapat di suplemen bila dikonsumsi orang tertentu bisa menimbulkan alergi. c. Konsumsi zat besi berlebihan tidak baik untuk para penderita kelainan darah seperti thalassemia. d. Konsumsi suplemen vitamin K pada orang yang tengah minum obat tertentu kadang-kadang justru memperburuk keadaan. e. Suplemen yang mengandung hormon tambahan dikhawatirkan malah bisa memicu gigantisme (tubuh menjadi sangat besar) dan gangguan seksual. f. Konsumsi berlebihan suplemen antioksidan seperti vitamin A, E dan betakaroten justru meningkatkan risiko kematian. g. Suplemen vitamin D berlebihan justru berbahaya bagi hati dan ginjal.
26
h. Mengkonsumsi
suplemen
berupa
minuman
berenergi
dapat
meningkatkan tekanan darah. i. Suplemen herbal dan natural pengganti viagra yang diklaim lebih aman juga mengandung bahaya, seperti meningkatkan tekanan darah, bahkan mengakibatkan stroke. j. Terlalu
banyak
mengkonsumsi
vitamin
C
akan
mengganggu
penyerapan tembaga, yang meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil, namun penting untuk mengatur susunan kimia dan kinerja tubuh. k. Terlalu banyak suplemen mengandung fosfor akan menghambat penyerapan kalsium. l. Kelebihan vitamin A, D, K dan zat besi yang tidak dapat dibuang tubuh terbalik menjadi racun. Menurut Claudio dan Lagua (1991) dalam Yunaeni (2009), meskipun vitamin dan mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi sangat esensial. Beberapa diantara zat gizi mikro ada hubungan yang bersifat mutualistik dan ada yang bersifat kontradiktif. Hubungan tersebut berpengaruh terhadap proses absorpsi, pengangkutan, penyimpanan, penggunaan dan pengeluran oleh tubuh. Beberapa zat gizi mikro tidak dapat diukur kecukupannya secara sendiri-sendiri. Bender (1993) menyebutkan komposisi zat gizi yang esensial dalam jumlah kecil bukan berarti bahwa intake zat gizi yang tinggi aman dilakukan. Berbagai jenis vitamin diketahui dapat mengakibatkan keracunan bila dikonsumsi berlebihan.
27
Vitamin C misalnya, kebutuhan manusia dewasa akan vitamin C sebenarnya hanya 50-60 mg/hari, yang bisa tercukupi dari konsumsi rutin buah-buahan. Tetapi di pasaran sering kita jumpai suplemen vitamin C dalam dosis 500 mg bahkan 1.000 mg, yang dipromosikan bisa meningkatkan daya tahan tubuh, menyembuhkan penyakit, sebagai antioksidan pengikat radikal bebas, dan sebagainya. Kita sendiri setelah hadirnya suplemen vitamin C megadosis itu menjadi tidak percaya diri untuk
merasa
cukup
dengan
hanya
mengkonsumsi
buah,
atau
mengkonsumsi vitamin C dosis 50 mg. Padahal dosis setinggi itu hanya dibutuhkan pada kondisi tubuh tertentu, atas saran dokter tentunya. Hasil sebuah kajian riset menunjukkan bahwa tidak semua suplemen vitamin menguntungkan bagi kesehatan. Tinjauan dari berbagai riset menunjukkan, beberapa suplemen vitamin tertentu tidak bermanfaat bagi kesehatan, namun justru dapat meningkatkan risiko kematian. Peneliti Denmark seperti diberitakan BBC, Rabu (16-4-2008) dalam (Yuliarti, 2008) melaporkan bahwa hasil tinjauan
riset mereka tidak berhasil
menemukan satu pun bukti meyakinkan bahwa suplemen antioksidan dapat menekan risiko kematian. Para ahli dari Universitas Kopenhagen ini menyatakan bahwa vitamin A dan E memiliki potensi mengganggu pertahanan alami yang dimiliki tubuh. Bahkan beta-karoten, vitamin A dan E tampaknya dapat meningkatkan risiko kematian. 2.1.6. Cara Benar Mengkonsumsi Suplemen Makanan Vitahealth
(2004)
mengungkapkan
bahwa
mengkonsumsi suplemen makanan adalah sebagai berikut:
cara
benar
28
1) Memperhatikan teks yang ada pada kemasan. Hal ini berkaitan dengan komposisi produk, dosis yang menunjukkan aturan pakai yang benar dalam sehari, indikasi dan cara penyimpanan. 2) Komitmen
pada
aturan.
Mengikuti
aturan
pakai
misalnya
mengkonsumsi satu tablet dalam sehari sesuai petunjuk. 3) Memastikan bahwa suplemen yang akan dikonsumsi aman, meminta referensi merek suplemen yang aman dikonsumsi dari dokter atau atau ahli nutrisi jika tidak memiliki pengetahuan yang luas seputar suplemen. 4) Disiplin pada dosis. Selain
itu
Vitahealth
(2004)
mengatakan
bahwa
jangan
mengkonsumsi suplemen dalam jumlah yang berlebihan. Hal ini menimbulkan efek yang tidak baik untuk tubuh, misalnya vitamin A jika digunakan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kerapuhan pada tulang, niasin dalam jumlah yang besar dapat merusak liver dan kebanyakan mengonsumsi vitamin B6 yang oleh sebagian perempuan digunakan untuk mencegah sindroma premenstruasi ternyata dapat menyebabkan kerusakan saraf. 2.2.Asam Amino 2.2.1. Definisi Asam Amino Asam amino didefinisikan sebagai kumpulan besar atau satuan organik, yang mewakili produk akhir dari mata rantai protein. Semua protein dari asam amino. Tidak ada kehidupan tanpa protein. Pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi semuanya bergantung pada
29
protein, dan protein tergantung pada tersedianya asam amino dalam jumlah yang tepat. Pada waktu tubuh menerima protein, protein tersebut harus dipecah terlebih dahulu menjadi asam amino kemudian baru bisa diserap tubuh. proses ini terjadi dalam perut kecil. Setelah itu, fragmen atau pecahan-pecahan protein dibawah aliran darah ke hati, kemudian disimpan untuk candangan. Ketika dibutuhkan oleh tubuh, fragmen tersebut akhirnya menggabungkan kembali menjadi tipe protein yang dibutuhkan oleh setiap jenis sel yang khusus (Vitahealth, 2004). Beberapa asam amino termasuk esensial karena tidak diproduksi oleh tubuh, misalnya arginin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptophan, valin, leusin, isoleusin, dan histidin. Sedangkan asam amino penting dari kelompok non esensial adalah taurin, karnitin, sistein, sistin, asam I. Glutamat, GABA (Gama Amino Butyric Acid), dan glutation. Ada pula yang disebut asam amino detoksifikasi yang bekerja mengikat dan menetralkan xenobiotik (istilah umum untuk semua jenis toksin) yaitu arginin, glisin, taurin, glutamin, dan ornitin. Beberapa asam amino lainnya bekerja pada pengendalian sistem syaraf pusat, misalnya I Glutamat dan GABA (Yuliarti, 2009). Menurut Goston dan Correia (2009) suplemen asam amino dapat membentuk atau membesarkan sel-sel otot (penebalan otot) untuk orang yang memiliki aktivitas fisik berat setiap harinya, dapat meningkatkan berat badan dengan disertai olahraga fitness, memberikan energi dan meningkatkan daya tahan tubuh. Kebanyakan suplemen asam amino mengandung asam amino esensial lengkap (histidin, isoleusin, lisin, leusin,
30
metionin, fenilalanin, triptofan, dan valin serta branched-chain amino acid (BCAA).
2.2.2. Fungsi dan Sumber Asam Amino Tabel 2.1 Fungsi dan Sumber Asam Amino
No 1
Asam Amino Fungsi Esensial Arginin Asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk pembuatan cairan seminal (air mani) dan memperkuat sistem imun.
2
Lisin
3
Metionin
Sumber
Daging, buah, cokelat, kacangkacangan, dan bijibijian. Sebagai suplemen biasanya digunakan bersama asam amino lain, misalnya lisin. Asam amino ini meghambat Kedelai, daging, pertumbuhan virus. Bersama dengan susu, dan sayurvitamin C, A dan seng membantu sayuran. mencegah infeksi. Pembentukan cairan pencernaan. Sebagai bahan pembentuk neurotransmiter serotonin, triptophan berfungsi dalam pengendoran saraf dan membantu proses tidur. Metionin adalah suatu asam amino Padi-padian, daging, dengan gugusan sulfur yang diperlukan susu, anggur, dan tubuh dalam pembentukan asam nukleat sayur-sayuran. dan jaringan serta sintesa protein, juga menjadi bahan pembentuk asam amino lain (sistein) dan vitamin (kolin). Metionin bekerjasama dengan vitamin B12 dan asam folat dalam membantu tubuh mengatur pasokan protein berlebih dalam diet tinggi protein.
31
No 4
Asam Amino Fungsi Esensial Fenilalanin Asam amino ini bertugas mengontrol berat badan, karena efeknya dalam mengatur sekresi kelenjar tiroid dan menekan nafsu makan (control of appetite).
5
Treonin
6
Triptophan
7
Valin
8
Leusin
Sumber Beras utuh, almond, susu, polongpolongan, dan sayur daun-daunan.
Manfaat treonin untuk mencegah dan mengobati penyakit gangguan mental. Sebenarnya asam amino ini bekerja pada sistem pencernaan dan melindungi hati. Asam amino ini menjadi bahan untuk sintesa niasin dalam tubuh. Fungsinya dalam proses pembekuan darah dan pembentukan cairan pencernaan. Sebagai bahan pembentuk neurotransmitter serotonin, triptophan berfungsi dalam pengendoran saraf dan membantu proses tidur.
Daging (ayam/sapi), beras utuh, kacangkacangan, apel, dan sayur daun-daunan
Diperlukan dalam pertumbuhan dan penampilan, terutama berfungsi dalam sistem saraf dan pencernaan. Valin juga membantu mengatasi gangguan saraf otot, mental dan emosional, insomnia, dan keadaan gugup. Defisiensi valin membuat mudah tersinggung. Asam amino yang berperan penting dalam proses produksi energi tubuh terutama dalam mengontrol proses sintesa protein. Sebagai senyawa turunan, isoleusin juga bekerja dalam pengaturan protein bersama asama amino lain (valin).
Sayuran daundaunan, beras, sereal, polongpolongan, dan susu.
Pepaya, susu, bijibijian, kacangkacangan, dan sayursayuran.
Beras utuh, susu, telur, daging, dan kedelai.
32
No 9
10
11
Asam Amino Fungsi Esensial Isoleusin Asam amino ini diperlukan dalam produksi dan penyimpanan protein dalam tubuh dan pembentukan hemoglobin. Juga berperan dalam metabolisme dan fungsi kelenjar timus dan kelenjar pituitari. Histidin Asam amino ini diperlukan pada saat pertumbuhan untuk memperbaiki jaringan tubuh dan mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang diproses dalam hati. Histidin dikonversi tubuh menjadi histamin yang merangsang pengeluaran asam lambung. Namun, pada usia lanjut suplementasi histidin juga sering diperlukan karena terjadi gangguan sintesa dan penyerapannya oleh tubuh. Defisiensi histidin dapat berakibat rasa nyeri pada sendi dan urin yang mengandung histidin menunjukkan adanya gejala arthritis reumatoid. Taurin Taurin adalah asam amino detoksifikasi yang memberikan efek seperti glisin dalam menetralkan semua jenis toksin (xenobiotik) berbahaya. Manfaat lain taurin adalah sebagai pengendali neurotransmitter yang dapat mencegah kejang.
Sumber Telur, daging, susu, kedelai, kacangkacangan, dan sereal.
Pisang, anggur, daging (ayam/sapi), susu, dan sayuran hijau.
Suplementasi taurin bersama dengan multivitamin dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh dan memulihkan stamina setelah sembuh dari sakit. Dalam produk minuman pembangkit tenaga (Energy drink), taurin digunakan sebagai unsur utama.
33
No 12
13
14
Asam Amino Fungsi Esensial L karnitin Karnitin yang sering disebut vitamin BT, adalah senyawa mirip vitamin dengan fungsi utama melindungi hati dari toksin, terutama alkohol. Kadar karnitin yang tinggi dalam hati diperlukan untuk mengatasi peningkatan asam lemak yang terjadi karena konsumsi alkohol, diet tinggi lemak dan pemaparan zat kimia beracun. Suplementasi karnitin ditujukan untuk menghambar terjadinya pembentukan lemak dihati akibat konsumsi alkohol dan kegiatan fisik yang berlebihan sehingga tubuh kekurangan karnitin. Dalam keadaan normal, karnitin mempermudah koversi asam lemak menjadi energi, yaitu dari hidrolisa ATP menjai ADP. Karenanya karnitin digunakan pula sebagai suplemen kebugaran tubuh yang memberikan energi ekstra pada atlet supaya terjadi kontraksi otot yang lebih kuat. Sistein Sistein merupakan asam amino yang mengandung sulfur, diperlukan tubuh untuk pembentukan sel darah putih yang berfungsi sebagai salah satu fungsi imun. Asam amino ini termasuk tidak esensial, karena di dalam tubuh diproduksi dari metionin. Namun menjadi esensial bila tubuh membutuhkannya dalam jumlah besar, misalnya pada mereka yang baru menjalani operasi. GABA GABA adalah asam amino nonesensial, (Gamma tetapi karena kerjanya pengatur trasmisi Amino zat kimia pengantar rangsang Butylic Acid) (neurotransmitter) disusunan saraf pusat, maka asam amino ini termasuk penting bagi metabolisme otak.
Sumber Daging
Beras utuh, kedelai, sayur daun-daunan, pisang, kurma, daging, telur, dan susu.
34
No 15
Asam Amino Fungsi Esensial Asam LAdalah asam amino non esensial. Glutamat Namun dalam kondisi tertentu asam amino ini berfungsi sebagai/kontingensi nutrien, sehingga menjadi esensial. Asam L-Glutamat berperan sebagai pengendali neurotransmitter yang berpengaruh pada kemempuan kognisi (pengenalan mengenai sesuatu hal), dan bermanfaat untuk mencegah demensia (pikun) dan meningkatkan daya ingat.
16
Glutathion (GSH)
17
Lesitin
18
Glisin
Adalah antioksidan yang diproduksi tubuh dan berperan dalam detoksifikasi di hati, dengan mengikat senyawa toksik untuk membentuk senyawa baru (konjugat) yang larut air agar mudah dibuang dari tubuh. Glutathion juga berperan sangat penting untuk kesehatan syaraf dan otak, mencegah segala penyakit syaraf termasuk alzheimer, parkinson dan sklerosis ganda. Selain itu glutathion menjadi komponen glutathion S tranferase suatu enzim antioksidan yang dihasilkan hati untuk mendetok alkohol. Lesitin adalah asam amino yang berperan mengontrol kadar kolesterol HDL. Dengan perbaikan aliran darah, lesitin dapat membantu meningkatkan daya ingat pada lansia yang mengalami penyempitan pembuluh darah akibat kolesterol. Glisin adalah salah satu asam amino esensial, banyak digunakan untuk detoksifikasi senyawa racun dari dalam tubuh. Glisin diperlukan sebagai bahan pembentuk senyawa antioksidan gluthation, yang akan mengikat senyawa toksik supaya larut air dan bisa dibuang dari tubuh.
Sumber
Selain dari sumber makanan, gluthathion disentesa di dalam tubuh dari asam aminoglisin, sistein, L-glutamin, dan asam Glutamat serta dapat pula ditingkatkan dengan suplementasi selenium dan vitamin C.
Kedelai, daging, dan sumber hewani lainnya.
35
Asam Amino Fungsi Esensial 19 Glutamin Glutamin adalah asam amino yang banyak beredar di dalam darah berfungsi mencegah kerusakan mukosa dan memperbaiki kebocoran usus (leaky gut). Walaupun glutamin mudah di dapat dari makanan dan disentesa oleh tubuh, tetapi pada kasus tertentu, masih dibutuhkan sumplementasi. Misalnya pada penyembuhan kerusakan usus yang serius, setelah pembedahan besar, dan luka bakar parah. Sumber: Yuliarti, 2008 No
Sumber
2.2.3. Akibat Kelebihan dan Kekurangan Asam Amino Vitahealth (2004) menjelaskan defisiensi/kekurangan asam amino secara keseluruhan mungkin dikarenakan malnutrisi protein. Defisiensi ini pada umumnya diasosiasikan dengan pola makan yang kurang baik, pencernaan yang terganggu atau masalah penyerapan makanan, kondisi stress, infeksi, trauma, penggunaan obat-obatan, defisiensi nutrien yang lain seperti vitamin dan mineral, dan disfungsi yang berkaitan dengan proses penuaan. Karena asam amino berperan sedemikian besar dalam struktur dan fungsi tubuh, serta untuk mempertahankan kesehatan dan melawan penyakit, kondisi defisiensi asam amino sebagai akibat dari halhal tersebut diatas bisa diperbaiki dengan suplementasi asam amino yang tepat. Asam amino diperoleh dari pemecahan protein dari makanan. Kelebihan protein maka dapat menyebabkan kelebihan asam amino didalam tubuh. Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh.
36
Kelebihan asam amino dapat memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan nitrogen (Almatsier, 2009). 2.2.4. Angka Kecukupan Asam Amino Tabel 2.2 Angka Kecukupan Asam Amino yang Dianjurkan Berdasarkan RDA Pola Kecukupan yang dianjurkan Asam Amino Anak
Bayi (mg/g protein kasar)
Dewasa (3-4 bln)
2 thn
10-12 thn
Histidin
16
(19)
(19)
11
Isoleusin
40
28
28
13
Leusin
93
66
44
19
Lisin
60
58
44
16
Metionin+Sistin
33
25
22
17
Fenilalanin+tirosin
72
63
22
19
Treonin
50
34
28
9
Triftofan
10
11
(9)
5
Valin
54
35
25
13
Total tanpa histidin
412
320
222
111
Sumber: National Research Council. Recommended Dietary Allowances, Washingthon DC: National Academy Press, 1989, hlm. 67 dalam Almatsier (2009) hlm. 91 Keterangan: Pola kebutuhan dihitung dari kebutuhan asam amino dibagi angka kecukupan protein rujukan yang dianjurkan.
37
2.2.5. Mutu Protein Mutu protein dihitung berdasarkan bahan makanan yang ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang di kandungnya. Protein komplit atau protein dengan nilai biologi tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan, yaitu semua protein hewani kecuali gelatin, merupakan protein komplit. Protein tidak komplit atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah yang kurang satu atau lebih asam amino esensial, yaitu sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacang lain merupakan protein tidak komplit. Asam amino yang terdapat dalam jumlah terbatas untuk memungkinkan pertumbuhan dinamakan “asam amino pembatas” (limiting amino acid). Metionin merupakan asam amino pembatas kacang-kacangan dan lisin dari beras. Campuran dua jenis protein nabati atau penambahan sedikit protein hewani ke protein nabati akan menghasilkan protein bermutu tinggi dengan harga relative rendah (Almatsier, 2009).
2.2.5.1. Penilaian Mutu Protein Mutu protein dalam berbagai bahan makanan dapat diukur dengan beberapa cara, yaitu sebagai berikut:
1. Nilai biologik (NB) Nilai biologik (NB) makanan adalah jumlah nitrogen yang ditahan tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh yang
38
berasal dari jumlah nitrogen yang di absorpsi. Pengukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa nitrogen akan lebih banyak ditahan tubuh bila asam amino esensial hadir dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan. Nilai biologik dinyatakan sebagai persen nitrogen yang diabsorpsi dan yang ditahan tubuh. NB =
=
Makanan yang mempunyai nilai NB 70 atau lebih dianggap mampu memberi pertumbuhan jika dimakan dalam jumlah cukup dan konsumsi energi mencukupi.
2. Net Protein Utilization (NPU) Net protein utilization (NPU) adalah indeks mutu yang tidak saja memperhatikan jumlah protein yang ditahan akan tetapi juga jumlah yang dicernakan.
NPU = NB koefisien kecernaan
NPU merupakan perbandingan antara nitrogen yang ditahan dan nitrogen yang dikonsumsi.
3. Protein Efficiency Ratio (PER)
Protein efficiency ratio (PER) merupakan pengukuran mutu protein makanan yang di tetapkan oleh kemampuan protein menghasilkan pertumbuhan pada tikus muda.
39
PER =
PER digunakan sebagai criteria mutu protein dalam memberi label makanan jadi.
4. Skor Kimia/Skor Asam Amino Skor Kimia adalah cara menetapkan mutu protein dengan membandingkan kandungan asam amino esensial dalam bahan makanan dengan kandungan asam amino esensial yang sama dalam protein patokan/ideal, misalnya protein telur. Perbandingan antara asam amino esensial yang terdapat paling rendah dalam bahan makanan yang dinilai dengan asam amino yang sama dalam protein patokan merupakan skor asam amino bahan makanan tersebut.
Skor kimia =
Tabel 2.3 Nilai Mutu Protein Bahan Makanan Bahan Makanan Telur Susu Sapi Ikan Daging Sapi Beras Tumbuk Beras Giling Gandum Utuh
NB*
NPU**
PER***
100 93 76 74 86
94 82 67 59
3.92 3.09 3.55 2.30 -
Skor Kimia/Skor Asam Amino 100 95 71 69 67
64 65
57 49
2,18 1,53
57 53
40
Bahan Makanan Jagung Kacang Kedelai Biji-bijian
NB*
NPU**
PER***
72 73
36 61
2,32
Skor Kimia/Skor Asam Amino 49 47
62
53
1,77
42
*) Nilai biologi **) Net Protein Utilization ***) Protein Efficiency Ratio Sumber: Wardlaw, G.M. dan P.M. Insel, Perspectives in Nutrition, 1990, hlm. 167 dalam Almatsier (2009) Tabel diatas menunjukkan mutu protein bahan makanan hewani lebih tinggi dari makanan nabati, dengan telur paling tinggi.
2.3. Fitness 2.3.1. Definisi Fitness Fitness adalah kata dari bahasa inggris yang artinya “kebugaran”, yakni suatu kondisi tubuh yang sehat dan kuat. Aktivitas fitness terdiri dari 3 (tiga) elemen dasar, yaitu olahraga teratur, nutrisi teratur dan istirahat teratur (Rai, 2009). Fitness merupakan kegiatan olahraga pembentukan otot-otot tubuh/fisik yang dilakukan secara rutin dan berkala, yang bertujuan untuk menjaga vitalitas tubuh dan berlatih disiplin. Menurut Liany (2012) fitness merupakan gaya hidup dengan tujuan sehat yang menggabungkan latihan (beban & aerobik), pengaturan pola makan yang teratur dan istirahat.
41
Gaya hidup ini adalah landasan bagi tubuh yang sehat, kuat dan prima yang mampu melaksanakan tugasnya secara baik dan optimal. Bukan hanya itu, dalam wujud yang lebih disiplin dan terstruktur, fitness adalah metode dasar dan wajib yang telah dipakai oleh atlit seluruh cabang olahraga di dunia untuk meningkatkan performa di masing-masing cabangnya untuk menjadi lebih besar, lebih tinggi, lebih kuat. Gambaran umum mengenai fitness menurut Rai (2009) dapat dilihat seperti bagan dibawah ini: Bagan 2.1 Gambaran Umum Mengenai Fitness
Olahraga Teratur
Nutrisi Teratur
Istirahat Teratur
Latihan Pengencangan Otot - Dengan alat bantu - Dengan tubuh sendiri Latihan Kardiovaskular - Indoor - Outdoor - Terorganisasi
Sumber Cara Penyajian Jumlah Jadwal/Timing
Kualitas Kuantitas Jenis
Manfaat: Perbaikan komposisi tubuh, penampilan, dan kepercayaan diri Peningkatan kekuatan dan stamina untuk berbagai tanggungjawab dalam hidup Pencegahan penuaan dini dan berbagai penyakit degeneratif Peningkatan daya tahan tubuh, kualitas dan usia harapan hidup Penurunan kadar stress
42
2.3.1.1. Olahraga Teratur Dalam tubuh terdapat 3 jenis otot, dua diantaranya bisa dilatih dan diperkuat melalui olahraga teratur. Dua otot tersebut adalah otot rangka dan otot jantung. Sementara otot yang satu lagi yang tidak dilatih, adalah otot halus seperti otot mata, gendang telinga, dan otot lambung (Rai, 2009). a. Latihan Pengencangan Otot Latihan pengencangan otot adalah latihan yang melatih otot rangka dengan memberikan beban secara berulang kali dan sistematis. Otot rangka adalah otot yang menempel pada rangka tubuh. Untuk melakukan latihan pengencangan ini, dapat menggunakan
tubuh
sendiri
sebagai
beban,
maupun
menggunakan alat bantu lainnya seperti dumbell, barbell, maupun mesin. b. Latihan Kardiovaskular Latihan kardiovaskular adalah latihan yang melatih otot jantung (cardiac) dan pru-paru yang sering juga disebut sebagai aktivitas aerobik. Jenis olahraga kardiovaskular bisa dilakukan secara: Outdoor: jalan, jogging, berenang, bersepeda, dan beberapa olahraga permainan lainnya. Indoor: beberapa olahraga permainan, berenang, atau dengan alat bantu seperti treadmill, sepeda statis, dan lai-lain. Kelaskelas aerobik, yang terbagi lagi menjadi: High Impact: dengan
43
intensitas dan impact pada persendian yang tinggi, seperti kelaskelas aerobik freestyle, less mills body combat, less mills body pump, dan lain-lain. Low Impact: dengan intensitas dan impact pada persendian yang lebih rendah seperti pilates, stretching, yoga, les mills body balance, dan lain-lain. 2.3.1.2. Nutrisi Teratur Menurt Rai (2009) Nutrisi teratur adalah komponen dimana terjadinya pengaruh pola makan
sehari-hari. Nutrisi
berperan sebagai bahan bakar untuk aktivitas juga sebagai bahan dasar untuk membangun kembali apa yang telah dirusak saat berolahraga. Beberapa hal yang diatur dalam makanan agar tubuh menjadi lebih sehat adalah sebagai berikut: a. Sumber Sumber makanan dalam bentuk mentahnya. Pemilihan ini mempertimbangkan kandungan gizi makanan. Semakin tinggi kandungan gizi makanan dan manfaatnya untuk kesehatan, semakin baik dipakai dalam pola nutrisi teratur. Misalnya, dada ayam lebih baik daripada paha atau sayap, putih telur lebih baik daripada kuning telur, dan lain-lain. b. Cara Penyajian Cara memasak atau mengolah sumber makanan sebelum dimakan. Semakin kecil terjadinya penambahan kalori pada saat pengolahan, semakin baik dalam pola nutrisi yang teratur. Direbus, dipanggang, dikukus, dibakar/grilled tanpa tambahan
44
akan mendapatkan makanan lebih rendah kalori daripad digoreng dengan menggunakan alat bantu seperti minyak goreng, mentega, margarin, atau tepung-tepung. c. Jumlah Jumlah mengacu pada bearan porsi yang dikonsumsi dari setiap sumber makanan. d. Jadwal/Timing Jadwal/Timing mengacu pada berapa sering dan kapan waktu untuk mengkonsumsi makanan. Terutama adalah untuk mengatur dan mematuhi jadwal makanan atau dengan kata lain makan tepat waktu. 2.3.1.3. Istirahat Teratur Istirahat diperlukan
teratur
untuk
merupakan
proses
komponen
pengolahan
waktu
bahan
bakar
yang dan
pembangunan kembali. Agar istirahat bisa teratur, prasyaratnya adalah;
Jenis: Tidur malam, tidur siang, peregangan (stretching), meditasi, pijat (massage), dan lain-lain.
Kualitas:
tingkat
nyenyaknya
tidur,
faktor
penunjang
nyenyaknya tidur, seperti kebersihan tubuh dan alat tidur, kenyamanan, tingkat suara, cahaya, dan sirkulasi udara.
Kuantitas: Jatah waktu atau porsi untuk masing-masing jenis.
45
2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan Menurut Lyle et.al (1998) dan Greger (2001) menyatakan bahwa perilaku konsumsi suplemen makanan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu: 1) Faktor internal yang terdiri dari: umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan 2) Faktor eksternal yang terdiri dari: asupan makan, aktivitas fisik, dan status merokok. Selain faktor-faktor diatas, faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan adalah sebagai berikut:
2.4.1. Umur Hurlock (1980) mengatakan bahwa umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan sampai berualang tahun terakhir. Dimana masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis. Sedangkan dewasa lanjut (usia lanjut) dimulai pada umum 60 tahun sampai kematian, yakni pada saat kemampuan fisik dan psikologis sangat cepat menurun. Menurut hasil Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) tahun 1988-1994, suplemen makanan paling banyak digunakan oleh anak-anak dan dewasa (Koplan, 1996). Sedangkan menurut Greger (2001) umur yang lebih tua merupakan karakteristik
46
demografi yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan. Semakin tua seseorang semakin menurun fungsi organ tubuh yang berakibat menurunnya penyerapan zat gizi sehingga diperlukan suplemen makanan (Karyadi, 1998) dalam Sarjono (2010). Dalam penelitiannya mengenai penggunaan suplemen makanan pada orang dewasa di Swedia, menyatakan bahwa umur merupakan prediktor yang terbaik dalam penelitian mengenai penggunaan suplemen makanan (Messerer et.al, 2001). Menurut Balluz et.al (2000), rata-rata umur pengguna suplemen makanan di United States adalah 37 tahun. Penelitian Balluz et.al (2000) juga menunjukkan ada peningkatan konsumsi suplemen makanan pada mereka yang kelompok umurnya lebih tinggi. Hasil penelitian di Jepang yang dilakukan Ishihara et.al (2003) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok usia yang tertinggi dalam konsumsi suplemen. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi umur seseorang, maka kecenderungan untuk mengkonsumsi suplemen makanan akan semakin besar.
2.4.2. Jenis Kelamin Jenis kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan (Worthington, 2000). Menurut (Greger, 2001) salah satu karakteristik demografi yang berhubungan dengan tingginya penggunaan suplemen (terutama suplemen multinutirition) adalah wanita.
47
Jenis suplemen yang sering dikonsumsi wanita adalah multinutrien dan suplemen vitamin C dan E. Hasil ini tetap sama ketika disesuaikan dengan umur. Pria yang lebih tua lebih sering mengkonsumsi suplemen, tetapi diantara wanita, penggunaan suplemen tidak dipengaruhi umur. Berdasarkan data Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) mengatakan bahwa konsumsi suplemen makanan lebih banyak ditemukan pada responden wanita Rock (2007) hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Foote et.al (2003), yaitu sebanyak 56,1% wanita mengonsumsi suplemen makanan. Utami (1998) dalam Anggondowati (2002), menyatakan bahwa hasil penelitian Subar dan Block diketahui bahwa penggunaan suplemen terbanyak pada wanita, sebanyak 26,8% menurut hasil survei NCHS, wanita lebih banyak menggunakan suplemen single vitamin dan kombinasi vitamin dan multivitamin.
2.4.3. Tingkat Pendidikan Menurut Greger (2001) tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat konsumsi suplemen makanan. Menurut Nagib (1993) dalam Sarjono (2010) makin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat memperoleh kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Di sisi lain, pendidikan meningkatkan kemampuan
seseorang dalam membuat
keputusan atau menentukan pilihan dalam hidupnya. Berdasarkan United States Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), resonden dengan pendidikan lebih dari 12 tahun
48
cenderung
mengonsumsi
suplemen
dibandingkan
dengan
yang
berpendidikan rendah. Dari survey tersebut diperoleh 30,7% dari responden yang berpendidikan <9 tahun dan 49,95 dari responden yang berpendidikan ≥ 13 tahun menggunakan suplemen (Balluz et.al, 2000). Menurut Lyle et.al (1998), semakin tinggi pendidikan maka penggunaan suplemen semakin meningkat. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zainal, dkk terhadap 209 pria dewasa di Jakarta Selatan tahun 2001, pendidikan berhubungan nyata dengan secara negatif dengan konsumsi suplemen. Semakin tinggi pendidikan, konsumsi suplemen semakin menurun. Hal tersebut dapat disebabkan individu dengan pendidikan formal lebih tinggi mempunyai wawasan berpikir yang lebih luas sehingga menjadi dasar kehati-hatian di dalam mengonsusmsi suplemen (Zainal dkk, 2002 dalam Putri, 2004).
2.4.4. Pendapatan Pendapatan juga terlihat mempunyai hubungan dengan pola makan. Konsumsi buah, jus buah, suplemen makanan, soft drinks, gula dan makanan yang manis meningkat seiring dengan peningkatan sosial ekonomi (Brown et.al, 2005 dalam Dilapanga, 2008). Tingginya penggunaan suplemen makanan berada pada responden yang memiliki pendapatan tinggi (Greger, 2001). Menurut Syahni (2002 dalam Sarjono (2010) karakteristik ekonomi (tingkat pendapatan) pada responden sangat penting diukur karena merupakan salah satu hal yang diduga berpengaruh terhadap perilaku pembelian suatu produk.
49
Menurut Balluz et.al (2000) berdasarkan data Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III), responden dengan pendapatan menengah dan tinggi lebih cenderung mengkonsumsi suplemen makanan dibandingkan dengan yang mempunyai pendapatan rendah. Dari hasil survey tersebut, 49,4% dari responden yang memiliki pendapatan tinggi dan 28,6% dari responden yang memiliki pendapatan rendah menggunakan suplemen makanan (Putri, 2004).
2.4.5. Riwayat Penyakit Keinginan untuk mencapai status fisik yang lebih baik, dan perawatan sendiri (self-treatment) terhadap penyakit merupakan alasan untuk mengkonsumsi suplemen makanan (Franklin et.al, 2009) dalam Yunaeni (2010). Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka untuk menggunakan suplemen. Menurut Bender et.al (1992) mengemukakan bahwa penggunaan suplemen berkaitan dengan individu yang memiliki satu atau lebih masalah kesehatan.
2.4.6. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Pengetahuan gizi tentang suplemen berhubungan degan konsumsi suplemen makanan, semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang suplemen maka semakin kecil kemungkinan untuk mengkonsumsi suplemen (Massad et al, 1995). Menurut Soekanto (1981) dalam Habibi
50
(2003) pengetahuan adalah kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, sedangkan menurut Parawansa (2000) menyatakan bahwa munculnya kasus gizi selain disebabkan oleh berkurangnya konsumsi pangan dan mutu gizi yang dimakan, ternyata masih disebabkan oleh sebab lain yaitu kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemeliharaan gizi kesehatan. Berdasarkan penelitian Pertiwi (2008), menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral lebih banyak pada kelompok yang berpengetahuan baik yaitu 80,2% dibandingkan dengan kelompok yang berpengetahuan kurang. Menurut Roedjito (1989) dalam Sutriyanta (2001), menjelaskan bahwa jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang lengkap maka akan memiliki kesadaran tentang gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan tubuhnya.
2.4.7. Keterpaparan terhadap Media Promosi Suplemen Promosi adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Promosi juga dapat diartikan sebagai semua jenis kegiatan pemasaran yang ditujukan untuk mendorong permintaan (Swastha dan Irawan, 1997 dalam Sarjono, 2010). Saat ini maraknya iklan yang ditawarkan melalui madia cetak, maupun media elektronik tentang food supplement secara tidak langsung
51
memberikan pengaruh. Banyaknya jumlah masyarakat terpapar dengan iklan tersebut
akan semakin memudahkan akses mereka untuk
mengkonsumsi suplemen makanan (YLKI, 2002). Peredaran food supplement tidak hanya melalui iklan, banyaknya suplemen makanan yang beredar melalui Multi Level Marketing (MLM) sangat ampuh daya siarnya, seperti dari mulut ke mulut, dari tangan ke tangan dan seterusnya, dapat menjadi alasan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan (YLKI, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 3 kota (Jakarta, Bandung dan Surabaya) oleh Gusmali dkk (2000), promosi suplemen makanan terbesar berasal dari teman, saudara dan orang tua (54,7%) dan yang berasal dari iklan sebesar 23,4%. Menurut (Swastha dan Irawan, 1997 dalam Sarjono, 2010), Ada empat jenis promosi yaitu : a. Iklan Iklan merupakan bentuk paling umum dari promosi. Periklanan merupakan bentuk presentasi dan promosi non pribadi mengenai ide, baran dan jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu. Sponsor tersebut tidak hanya oleh perusahaan saja, tetapi juga lembaga pemerintahan dan individu-indivdu. Menurut Kotler dalam syahni (2002) dalam Yunaeni (2009), menyebutkan bahwa iklan merupakan salah satu alat unkuk menimbulkan ketertarikan, perhatian, dan terntunya akan mendorong timbulnya keinginan untuk membeli.
52
b. Personall selling Personall selling adalah presentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu calon pembeli atau lebih yang ditujukan untuk menciptakan penjualan. Di dalam Personall selling, terjadi
interaksi
langsung
antara
penjual
dan
pembeli.
Komunikasi yang dilakukan bersifat individual dan dua arah sehingga penjual dapat langsung memperoleh tanggapan sebagai umpan balik tentang keinginan dan kesukaan pembeli. c. Publisitas Publisitas adalah pendorongan permintaan secara non pribadi untuk suatu produk, jasa, atau ide dengan menggunakan berita komersial didalam media massa dan sponsor tidak dibebani
sejumlah
bayaran
langsung.
Berbeda
dengan
periklanan, komunikasi yang disampaikan di dalam publitas berupa berita bukan iklan. d. Promosi penjualan Promosi penjualan merupan kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam promosi penjualan antara lain adalah peragaan, pertunjukan dan pameran, demonstrasi, dan lain-lain. biasanya kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan kegiatan promosi lain dan biasanya relatif lebih murah dibandingkan dengan periklanan dan personal selling. Selain itu, promosi penjualan juga lebih fleksibel karena dapat dilakukan setiap saat dengan biaya yang tersedia dan di mana saja.
53
Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1986) dalam Yunaeni (2009). Menurut Zainal dkk (2002), meningkatnya konsumsi suplemen makanan di masyarakat tidak lebih dari maraknya promosi dan iklan yang ditawarkan oleh produsen yang saling berlomba-lomba menawarkan produk dengan berbagai macam klaim, mulai dari menambah kecantikan, menambah vitalitas, sampai menyebuhkan penyakit (Putri, 2004).
2.4.8. Aktivitas Fisik Menurut Lyle et.al, (1998) Penggunaan suplemen lebih banyak pada individu-individu yang aktif secara fisik, individu yang berolahraga teratur setidaknya tiga kali seminggu lebih cenderung menggunakan suplemen makanan. Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Orang-orang yang aktif membutuhkan lebih banyak makanan untuk energinya. Dengan banyaknya metabolisme ekstra yang
berlangsung,
mereka membutuhkan ekstra vitamin dan mineral. Maka untuk meningkatkan
energinya,
orang
yang
aktif
tidak
hanya
dapat
54
mengandalkan makanan tinggi kalori, tetapi seharusnya memilih makanan yang kaya zat gizi (Sizer, 1998) dalam (Indriana, 2003). Barr (1986) dalam Sarjono (2010) juga menyatakan bahwa 64% dari orang yang mengikuti kelas fitness menggunakan suplemen dan ratarata mengkonsumsi suplemen lebih dari dua suplemen perhari. Menurut Foote et al (2003), mereka yang melakukan olahraga dan menghasilkan keringat setidaknya 3 kali/minggu memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi suplemen lebih besar dibandingkan mereka yang tidak teratur untuk berolahraga. Menurut Baecke (1982) bahwa indeks aktivitas fisik merupakan aktivitas sehari-hari yang meliputi indeks kegiatan waktu bekerja, indeks kegiatan olahraga dan kegiatan waktu luang yang diukur dengan skor yang telah ditentukan. Setiap aktivitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Aktivitas fisik berupa aktivitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktivitas fisik. Pengukuran aktivitas fisik ini dilakukan dengan menggunakan Questionnaire Baecke (1982) yang merupakan kuesioner internasional yang telah divalidasi untuk mengukur aktivitas fisik pada orang dewasa. Jenis pengukuran aktivitas fisik Baecke ini mencakup aktivitas sehari-hari yang meliputi indeks kegiatan waktu bekerja, indeks kegiatan olahraga dan kegiatan waktu luang. Perhitungan aktivitas fisik berdasarkan Beacke (1982) yakni dengan:
55
Indeks Aktivitas Waktu Kerja = {X1a1+(6-X1a2)+X1a3+ X1a4+ X1a5+ X1a7+ X1a8}/ 8 Indeks Aktivitas Olah Raga = {[(X2a1 x X2a2 x X2a3)x(X2b1 x X2b2 x X2b3)] + X4+X5+X6} / 4 Indeks Aktivitas Waktu Luang = [(6 – X7a1) + X7a2 + X7a3 + X7a4] / 4 Setelah dilakukan perhitungan kemudian diukur dengan kategori “aktivitas ringan” jika < 5,6, “aktivitas sedang” jika 5,6 – 7,9, dan “aktivitas berat” jika > 7,9.
2.4.9. Status Merokok Seseorang yang merokok membutuhkan konsumsi suplemen makanan karena merokok dapat menyebabkan penurunan absorbsi dari vitamin dan mineral. Menurut Karyadi (1998) dalam Sarjono (2010), kebiasaan merokok membutuhkan konsumsi suplemen makanan karena tembakau yang merupakan bahan baku rokok dapat menurunkan absorpsi dari vitamin dan mineral, seperti vitamin B6, vitamin C, asam folat, dan niasin. Menurut Frankle (1993), perokok mengabsorpsi vitamin C 10% lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan konsumsi vitamin C dibutuhkan dalam keadaan stress secara psikologis atau fisik. Namun, berdasarkan Rock (2007) individu yang merokok lebih sedikit mengkonsumsi suplemen makanan dibandingkan individu yang tidak merokok.
56
2.4.10. Asupan Makanan (Konsumsi Asupan Protein) Menurut Lyle et.al (1998) asupan makan mempengaruhi pemakaian suplemen makanan, orang yang menggunakan suplemen makanan cenderung mengkonsumsi lebih banyak buah-buahan dan sedikit mengkonsumsi
lemak.
Kondisi
yang
mungkin
melatarbelakangi
penggunaan suplemen makanan adalah ketidakseimbangan pola makan seseorang yang disebabkan aktivitas yang tinggi sehingga kurang tersedia waktu untuk menyiapkan makanan (Karyadi, 1997) dalam (Sarjono, 2010). Berdasarkan Harrison et.al (2003) orang yang mengkonsumsi buah dan sayuran atau minyak ikan, lebih banyak mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral daripada orang yang tidak mengkonsumsi jenis makanan tersebut. Pada
penelitian
terhadap
orang
belanda,
responden
yang
mempunyai intake serat yang tinggi memiliki hubungan yang positif dengan konsumsi suplemen multivitamin dan mineral (Jong et.al, 2003). Responden yang mengkonsumsi buah, serat dan energi dari lemak lebih banyak mengkonsumsi suplemen makanan (Foote et.al, 2003). Hal ini sesuai dengan pernyataan Greger (2001) bahwa pada umumnya, gaya hidup yang positif berhubungan dengan penggunaan suplemen makanan.
2.5. Kerangka Teori Berdasarkan teori-teori dari Lyle et.al (1998), Greger (2001) dan teoriteori yang telah dipaparkan dalam tinjauan pustaka serta berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tinjauan pustaka, maka kerangka teori dalam penelitian
57
ini disusun berdasarkan kesimpulan dari beberapa tinjauan pustaka yang ada, bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen makanan yaitu meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, riwayat penyakit, pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status merokok, dan asupan makanan. Kerangka teori secara sistematik dapat dilihat sebagai berikut dalam bagan 2.2: Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan
Faktor Internal: 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pendapatan 5. Riwayat Penyakit
Konsumsi suplemen makanan
Faktor Eksternal: 1. Pengetahuan Gizi 2. Keterpaparan Media Promosi 3. Aktivitas Fisik 4. Status Merokok 5. Asupan Makan
Modifikasi dari teori Lyle et.al (1998) dan Greger (2001)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel dependen yaitu konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness. Sedangkan variabel independennya adalah umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, aktivitas fisik, status merokok, dan asupan protein. Untuk faktor riwayat penyakit tidak dijadikan variabel karena seseorang yang dalam keadaan sakit atau orang yang memiliki riwayat penyakit memang dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen makanan termasuk suplemen asam amino. Sehingga kerangka konsep dalam penelitian ini seperti terdapat pada bagan 3.1 di bawah ini:
58
59
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Umur 109101000088
Jenis Kelamin
Pendidikan Konsumsi Suplemen Pendapatan
asam amino pada anggota fitness
Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Keterpaparan Media Promosi Aktivitas Fisik Status Merokok Asupan Protein
60
3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Konsumsi
Konsumsi suplemen asam amino
Kuesioner
Wawancara
Suplemen Asam
pada responden dalam satu minggu
1. Tidak
Amino
terakhir.
(Anggondowati,
Skala Ukur
Variabel Dependen 1
0. Ya
Ordinal
2002) Variabel Independen 2
Umur
Lama hidup responden dari lahir hingga saat penelitian (Hurlock, 1980).
Kuesioner
Wawancara
0. Dewasa dini, < 24 tahun 1. Dewasa madya, ≥ 24tahun (Median populasi)
Ordinal
61
No 3
Variabel Jenis Kelamin
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Perbedaan seks yang didapat sejak
Kuesioner
Wawancara
lahir yang dibedakan antara laki-laki
Hasil Ukur 0. Laki-laki
Skala Ukur Ordinal
1. Perempuan
dan perempuan 4
Pendidikan
Jenis
pendidikan
terakhir
yang
formal
diselesaikan
yang
Kuesioner
Wawancara
oleh
0. Dasar: SD, SMP
Ordinal
1. Menengah: SMA
responden
2. Atas: Diploma, S1, S2, S3
5
Pendapatan
Jumlah keseluruhan pendapatan
Kuesioner
Wawancara
responden/keluarga dalam satu bulan
2. Rendah, (skor <
Ordinal
median) 3. Tinggi, (skor ≥ median)
6
Pengetahuan Gizi
Tingkat
kemampuan
responden
tentang Suplemen
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner mengenai pengetahuan gizi tentang suplemen makanan yang dihitung berdasarkan jumlah yang benar.
Kuesioner
Wawancara
0. Rendah, (skor < median) 1. Tinggi, (skor ≥
median)
Ordinal
62
No 7
Variabel
Definisi responden
Cara Ukur
Kuesioner
Wawancara
Skala
Hasil Ukur
Ukur
Keterpaparan
Pernyataan
terhadap
promosi
Media/Informasi
pernah
menjawab
mendengar/melihat/membaca/menon
pernah pada item
ton
pertanyaan
suplemen
mengenai
mengenai
Alat Ukur
asam
amino,
produk/manfaat
0. Tidak
terpapar,
jika
responden tidak
suplemen asam amino melalui media
keterpaparan
komunikasi
media/informasi.
massa
(TV,
Radio,
Koran dan Majalah) atau media
1. Terpapar,
jika
komunikasi personal (orang tua,
responden
teman, guru, pelatih, dokter atau ahli
menjawab pernah
gizi) dalam satu bulan terakhir.
pada
item
pertanyaan keterpaparan. dan minimal memilih satu item jawaban.
Ordinal
63
No 8
Variabel Aktivitas Fisik
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Aktivitas sehari-hari yang meliputi
Kuesioner
Wawancara
0. Aktivitas Ringan
indeks
kegiatan
indeks
kegiatan
kegiatan
waktu
waktu
bekerja,
olahraga luang
Skala Ukur Ordinal
jika < 5,6
dan 1. Aktivitas Sedang
(Baecke,
jika 5,6 – 7,9
1982).
2. Aktivitas
Berat
jika > 7,9. (Baecke, 1982) 9
Status Merokok
Status merokok responden selama satu bulan terakhir (Utami, 1998 dalam Sarjono, 2010)
Kuesioner
Wawancara
0. Merokok 1. Tidak Merokok (Utami, 1998 dalam Sarjono, 2010)
Ordinal
64
No 10
Variabel Asupan Protein
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Rata-rata asupan protein responden
Kuesioner
Wawancara
0. Cukup jika ≥ 111
selama 2 hari/ 2 kali recall 24 jam
Food Recall
tanpa berturut-turut (Sanjur (1997)
2x24 Jam
dalam Supariasa (2012).
mg 1. Kurang jika < 111 mg (Almatsier, 2009)
Skala Ukur Ordinal
65
a.
Hipotesis 1. Ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 3. Ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 4. Ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 5. Ada hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 6. Ada hubungan antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 7. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
66
8. Ada hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 9. Ada hubungan antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik melalui pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional karena pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada saat yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Desain ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependen (konsumsi suplemen asam amino) dengan variabel independen (umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, status merokok, aktivitas fisik, dan asupan protein) pada sampel dari suatu populasi yang diteliti dalam waktu bersamaan. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus tahun 2013 di tempat fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 4.3.2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
67
68
Sampel diperoleh dengan memperhatikan kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Usia dewasa yang berumur sekitar 18 - 60 tahun. Pengambilan sampel dewasa dilakukan dengan alasan karena diharapkan responden dapat memberikan pendapatnya secara langsung. 2. Telah mengikuti fitness minimal selama 1 bulan 3. Tidak dalam keadaan sakit. 4. Bersedia menjadi responden dan dapat berkomunikasi dengan baik Perhitungan penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus uji hipotesis 2 proporsi yaitu sebagai berikut:
Keterangan: n
= Jumlah sampel
Z 1-α/2
= Nilai Z dari pada derajat kemaknaan (CI) 95% dengan α = 0,05 yaitu sebesar 1,96
Z 1-β
= Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1-β = 90% yaitu 1,64
P
= Rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2
P1
= Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu
P2
= Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu
69
Adapun nilai P1, P2 didapatkan dari penelitian terdahulu, berkaitan dengan konsumsi suplemen makanan: Tabel 4.1 Perhitungan Sampel No 1
Variabel
P1
P2
Umur (Goston
et.al,
P1: >30 tahun
10 0,47
0,289
P2: <30 tahun
149 90
122 212
5
112 80
88
1
167
Jenis Kelamin
5
93
(Indriana, 2003)
10
P2: Perempuan
0,747
0,52
90
36
1
132
5
70
10
80
55
1
104
Pendidikan
5
1544
(Anggraini, 209)
10
P1: Tinggi 0,681
P2: Rendah
0,813
90
1259
1
2187
5
1154
10
4
N
1
10
P1: Laki-laki
3
β%
5
2010)
2
α%
80
909
1
1717
Status Merokok
5
36
(White
10
et.al
2004) P1:Tidak
0,474
0,83
90
29
1
51
5
27
merokok
10
P2: Merokok
1
80
22 41
70
No 5
Variabel Aktivitas
P1
P2
Fisik
10
P1: Berat 0,853
0,489
N 33
90
27
1
48
5
25
10
6
β%
5
(Indriana, 2003)
P2: Ringan
α%
80
20
1
38
Pengetahuan
5
61
(Anggraini,
10
2009)
1
87
5
46
10
37
P1: Baik
0,821
P2: Kurang
0,593
1
90
50
80 69
7
Keterpaparan
5
Terhadap
10
Media Promosi
1
64
5
34
(Yunaeni, 2009)
0,798
P1: Terpapar P2:
Tidak
terpapar
0,475
10 1
45 90
80
37
27 51
Sumber: Hasil Perhitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi, (Goston et.al, 2010), (Indriana, 2003), (Yunaeni, 2009), (Anggraini, 2009), (Putri, 2004), (White et.al, 2004) Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel yang akan diambil adalah 76 orang (P1= proporsi pengetahuan baik dengan mengkonsumsi suplemen makanan dan P2= proporsi pengetahuan buruk dengan mengkonsumsi suplemen makanan). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan penghitungan sampel minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil
71
penelitian Anggraini (2009) yaitu hasil dari responden yang tidak mengkonsumsi suplemen makanan sebesar 80,4%. 61
= persentase tidak mengkonsumsi suplemen x n
n
= 61 / persentase tidak mengkonsumsi suplemen
n
= 61 / 0,804
n
= 76 responden. Berdasarkan perhitungan sampel di atas diperoleh jumlah sampel minimal
sebesar 76 responden. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling. 4.4. Alat dan Cara Pengumpulan Data Pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Instrumen atau alat penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Data Primer Untuk memperoleh data primer pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner. 1) Kuesioner, yang berisi sejumlah pertanyaan mengenai umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan terhadap promosi suplemen asam amino, aktivitas fisik, status merokok. Pengisisan kuesioner dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan wawancara langsung kepada responden. 2) Formulir food recall 2x24 jam, yang digunakan untuk mengetahui tingkat konsumsi makanan (asupan protein) pada responden.
72
Data primer digunakan untuk mengetahui gambaran masing-masing setiap variabel dan ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependen (konsumsi suplemen asam amino) dengan variabel independen (umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pengetahuan gizi tentang suplemen, keterpaparan media promosi, status merokok, aktivitas fisik, dan asupan protein). b. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini berupa profil fitness centre Syahida Iin dan jumlah anggota fitness yang diperoleh dari pengelola fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data profil digunakan untuk pembahasan mengenai gambaran umum fitness centre Syahida Inn, sedangkan data jumlah fitness digunakan untuk mengetahui jumlah populasi dan menghitung jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian. 4.5. Pengukuran Data 1. Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui perilaku konsumsi suplemen asam amino respoden, peneliti menggunakan pertanyaan bagian B yang terdapat pada kuesioner. Variabel ini diukur melalui satu pertanyaan tentang perilaku konsumsi suplemen asam amino dalam satu minggu terakhir terakhir yang dikategorikan menjadi dua yaitu “ya” jika responden menyatakan mengkonsumsi suplemen asam amino
dan “tidak” jika responden
menyatakan tidak mengkonsumsi suplemen asam amino dalam satu minggu
73
terakhir serta untuk mengetahui gambaran tentang frekuensi konsumsi suplemen asam amino respoden. 2. Umur Umur merupakan lama hidup responden dari lahir hingga saat dilakukan penelitian. Variabel umur diukur dengan pertanyaan yang ada pada kuesioner bagian A nomor 4. Dalam penelitian ini umur dikategorikan “dewasa dini” jika umur < mean/median, “dewasa madya” jika umur ≥ mean/median. 3. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan seks responden yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Variabel jenis kelamin berdasarkan pertanyaan pada kuesioner bagian A nomor 2 dikategorikan “laki-laki” dan “perempuan”. 4. Pendapatan Pendapatan merupakan keseluruhan pendapatan responden dalam satu bulan. Variabel pendapatan diukur dengan pertanyaan yang ada pada kuesioner bagian A nomor 10 dan dikategorikan “rendah” jika skor < mean/median, “tinggi” jika skor ≥ mean/median. 5. Pendidikan Pendidikan merupakan jenis pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan oleh responden. Variabel pendidikan diukur dengan pertanyaan pada kuesioner bagian A nomor 8 dan dikategorikan dalam 3 kategori, yakni pendidikan “dasar” jika lulusan SD/SMP, pendidikan “menengah” jika lulusan SMA, dan pendidikan “atas” jika lulusan
Diploma, S1, S2, S3.
74
Menjadi 2 kategori yakni pendidikan “rendah” jika lulusan SD/SMP, pendidikan “tinggi” jika lulusan ≥ SMA. 6. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Dalam penelitian ini, terdapat 10 pertanyaan yang bersifat tertutup berkaitan dengan pengetahuan responden mengenai gizi dan suplemen pada bagian C. Setiap point pertanyaan diberi nilai 1 bila jawaban benar. Untuk setiap pertanyaan diberikan bobot nilai yang sama, dengan asumsi setiap pertanyaan sama pentingnya. Selanjutnya, semua nilai dijumlahkan kemudian dikategorikan yaitu “rendah” bila skor < mean/median, “tinggi” bila skor ≥ mean/median. 7. Keterpaparan Promosi Suplemen Asam Amino Seperti halnya yang terdapat dalam tabel definisi operasional. Hasil ukur tentang keterpaparan promosi suplemen diukur dari jawaban responden pada kuesioner bagian D. Dikatakan “tidak terpapar” jika responden menjawab “tidak pernah” pada item pertanyaan keterpaparan media/informasi (pertanyaan nomor 1) dan dikatakan “terpapar” jika responden menjawab “pernah” pada item pertanyaan keterpaparan dan minimal memilih satu item jawaban dari (pertanyaan 2). 8. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik dilakukan dengan kuesioner yang dikembangkan oleh Baecke, et.al. (1982). Pertanyaan terkait aktivitas fisik pada kuesioner bagian E. Berdasarkan riset yang dilakukan, terdapat tiga aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu aktivitas fisik waktu bekerja, olahraga dan aktivitas fisik di waktu luang. Pada
75
penelitian ini aktivitas fisik perhitungan aktivitas fisik berdasarkan Beacke (1982) yakni dengan: Indeks Aktivitas Waktu Kerja = {E1a1+(6-E1a2)+E1a3+ E1a4+ E1a5+ E1a7+ E1a8}/ 8 Indeks Aktivitas Olah Raga = {[(E2a1 x E2a2 x E2a3) x (E2b1 x E2b2 x E2b3)] + E4+E5+E6} / 4 Indeks Aktivitas Waktu Luang = [(6 – E7a1) + E7a2 + E7a3 + E7a4] / 4 Setelah dilakukan perhitungan kemudian diukur dengan kategori “aktivitas ringan” jika < 5,6, “aktivitas sedang” jika 5,6 – 7,9, dan “aktivitas berat” jika > 7,9. Setelah di kategorikan menjadi aktivitas ringan, sedang dan tinggi kemudian dijadikan 2 kategori yaitu “ringan” jika kategori aktivitas ringan, “berat” jika kategori aktivitas sedang dan berat. 9. Status Merokok Variabel status merokok diukur dengan pertanyaan pada kuesioner bagian F dan dikategorikan “merokok” dan “tidak merokok”. 10. Asupan Protein Variabel asupan makanan diukur dengan pertanyaan pada formulir food recall 2x24 jam pada bagian G. Variabel ini dikategorikan menjadi dua kategori yaitu “cukup” jika asupan ≥ 111 mg dan “kurang” jika < 111 mg. Asupan makanan dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan nutrisurvey kemudian membandingkan hasil di nutri survey dengan asupan pada orang dewasa yakni 111 mg, apakah asupan protein asam aminonya kurang atau cukup.
76
4.6. Pengolahan Data Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, beberapa tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui. Pengolahan data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan proses komputerisasi melalui beberapa langkah sebagai berikut: 1. Editing Pada langkah ini peneliti akan melakukan kegiatan pengecekan atau melihat masing-masing jawaban kuesioner untuk memastikan isi kuesioner yang ada sudah lengkap jawabannya (diisi semua), jelas terbaca, relevan, konsisten dan dapat dibaca dengan baik. Hal ini dilakukan dengan meneliti tiap lembar kuesioner, apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah: 1. Lengkap
: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
2. Jelas
: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
3. Relevan
: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya
4. Konsisten : apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten. Misalnya antara pertanyaan mengkonsumsi suplemen makanan ya atau tidak dan manfaat yang dirasakan setelah mengkonsumsi suplemen. Bila pertanyaan mengkonsumsi suplemen terisi tidak dan pada pertanyaan manfaat yang dirasakan terisi salah satu pilihan jawabannya, berarti tidak konsisten. Jika jawaban atau isian kuesioner belum jelas atau belum sesuai dengan poin-poin tersebut (poin 1 sampai 4) maka peneliti akan menelpon atau SMS responden untuk memastikan jawaban yang ada di kuesioner dan melengkapi jawaban yang kurang atau tidak jelas. Proses
77
editing/pengecekan ini dapat peneliti lakukan sebelum meninggalkan responden penelitian atau setelahnya. 2. Coding Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap jawaban yang terdiri dari variabel konsumsi suplemen makanan (vitamin, mineral dan asam amino), umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan,
riwayat
penyakit,
pengetahuan
gizi
tentang
suplemen,
keterpaparan media promosi, status merokok, aktivitas fisik, dan asupan protein. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan agar lebih mudah dalam mengentry dan menganalisis data. Beberapa contoh pengkodingan data dalam penelitian ini diantaranya: a. Konsumsi suplemen makanan (0 = Ya, 1 = Tidak) b. Umur (0 = Dewasa dini bila skor < mean/median, 1 = Dewasa madya bila skor ≥ mean/median) c. Jenis kelamin (0 = Laki-laki, 1 = Perempuan) d. Pendidikan (0 = Dasar (SD/SMP), 1 = Menengah (SMA), 2 = Atas (Diploma, S1/S2/23) menjadi (0 = Rendah (SD, SMP), 1 = Tinggi (≥ SMA)) e. Pendapatan (0 = rendah (bila skor < mean/median), 1= Tinggi (bila skor ≥ mean/median) f. Pengetahuan gizi tentang suplemen (0 = Rendah (bila skor < mean/median), 1 = Tinggi (bila skor ≥ mean/median).
78
g. Keterpaparan media promosi (0 = Tidak Terpapar (tidak terpapar jika responden menjawab “tidak pernah” pada item pertanyaan keterpaparan media/informasi) 1 = Terpapar (terpapar jika responden menjawab “pernah”)) h. Status merokok (0 = Tidak merokok, 1 = Merokok) i. Aktivitas fisik (0 = ringan, 1= Sedang, 2 = Berat) menjadi (0 = ringan, 1 = berat) j. Asupan Protein (0 = Cukup (jika asupan ≥ 111 mg/hari), 1 = Kurang (jika asupan < 111 mg/hari))
3. Entry Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati proses coding, maka selanjutnya data akan di entry ke computer dengan menggunakan software statistics agar dapat dilakukan analisis data. Sebelum data di entry, peneliti membuat template terlebih dahulu dengan menggunakan program epidata, kemudian data yang telah di kode dimasukkan dalam progran komputer untuk selanjutnya akan diolah menggunakan aplikasi software statistics berupa Statistical Program for Social Science (SPSS). 4. Cleaning Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah dimasukkan/entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode, kemudian mencari apakah ada entry yang salah, melihat responden serta mengcroscheck ulang di kuesioner. Untuk melihat apakah
79
terdapat kesalahan dalam mengentry maka dilakukan dengan cara membuat distribusi frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam mengentry data. Misalnya 0 = laki-laki, 1 = perempuan, ketika dilakukan pengecekan kembali ternyata ada kesalahan dalam mengentry misalanya ada angka 2 sedangkan pada pengkodean tidak ada angka tersebut. Maka untuk mengeluarkan angka 2 tersebut dengan cara mengklik angka yang salah pada entry data kemudian mereset pada tabel frekuensi lalu diganti dengan kode yang benar. Kemudian data baru siap untuk di analisis.
4.7. Analisis Data 4.7.1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil tiap penelitian (Notoatmodjo, 2002). Pada analisis ini akan menghasilkan distribusi dan persentase dari masing-masing variabel. Analisa ini digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari setiap variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. 4.7.2. Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen), dan sekaligus untuk melihat kemaknaan antara variabel. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan menggunakan derajat kemaknaan α = 0,05 Bila nilai P value < 0,05 maka hasil uji statistik bermakna atau ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, dan
80
bila P value ≥ 0,05 maka hasil uji statistik tidak bermakna atau tidak adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Pada analisis ini digunakan uji chi square dengan rumus:
X2
= Ʃ
dF = (k-1)(b-1) Keterangan: X2 = Chi square O = Nilai observasi E = Nilai ekspektasi k = Jumlah kolom b = Jumlah baris
BAB V HASIL
5.1. Gambaran Umum Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Indonesia kini semakin banyak bermunculan pusat-pusat kebugaran jasmani atau fitness centre.
Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat akan potensi fitness centre yang dapat dijadikan sebagai lahan profesi. Persaingan antar perusahaan fitness centre di ciputat juga dirasakan semakin ketat peningkatan
kualitas pelayanan serta penyediaan
peralatan yang lengkap dan modern. Syahida Fitness Centre yang berada di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tepatnya di gedung Syahida Inn yang dibangun dengan dana bantuan dari Islamic Development Bank (IDB), merupakan tuntutan perkembangan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membutuhkan adanya tempat kebugaran yang representatif, baik bagi kegiatan civitas akademika maupun bagi masyarakat umum. Pada bulan juli
tahun 2004 Syahida Fitness Centre mulai efektif
beroperasi berdasarkan Keputusan Tim Pengelola Wisma Syahida UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kegiatan yang bergulir saat itu adalah fitness, senam aerobik dan Body language. Pada saat ini berkembang dengan diadakannya senam salsa, vilatage serta yoga.
81
82
5.1.1. Tugas dan Fungsi Adapun tugas pokok Syahida fitness Centre adalah memberikan pelayanan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan masyarakat umum yang membutuhkan sarana kebugaran (fitness). Adapun fungsi Syahida Inn adalah sebagai penunjang kegiatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam kegiatan kebugaran kepada segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayutullah serta masyarakat umum yang membutuhkan. 5.1.2. Anggota Fitness Centre Syahida Inn Pada saat dilakukan penelitian atau pada 7 juni – 14 juli 2013, anggota fitenss center Syahida Iin berjumlah 105 anggota yang aktif, yang terbagi atas 65 anggota berjenis kelamin laki-laki dan 40 anggota berjenis kelamin perempuan. Bagi para anggota fitness yang aktif ini, boleh melakukan fitness setiap hari atau kapan saja anggota ingin melakukan fitness.
5.2. Analisis Univariat Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masingmasing variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel dependen. Dimana variabel dependen pada penelitian ini adalah konsumsi suplemen asam amino sedangkan variabel independen antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan, keterpaparan media promosi, sktivitas fisik, status merokok, dan asupan protein.
83
5.2.1. Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino Dibawah ini merupakan gambaran konsumsi suplemen asam amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, konsumsi suplemen asam amino dikategorikan menjadi 2 yakni ya dan tidak dari responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino yang disajikan pada tabel 5.1 di bawah ini: Tabel 5.1 Distribusi Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Jumlah (n) Persentase (%) Asam Amino Ya 37 48,7 Tidak 39 51,3 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini diketahui gambaran anggota fitness yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino lebih banyak yaitu sebesar 51,3%.
5.2.2. Gambaran Umur Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran umur pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, umur dikategorikan menjadi
2 yakni dewasa dini dan
dewasa madya dari responden, yang di sajikan pada tabel 5.2 di bawah ini:
84
Tabel 5.2 Distribusi Umur pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Umur Jumlah (n) Persentase (%) Dewasa Dini 43 56,6 Dewasa Madya 33 43,4 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 76 responden lebih banyak responden yang ikut dalam penelitian ini berada pada rentang umur dewasa dini atau berada pada umur < 24 tahun yaitu sebesar 56,6%.
5.2.3. Gambaran Jenis Kelamin Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran jenis kelamin pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, jenis kelamin dikategorikan menjadi 2 yakni lakilaki dan perempuan dari responden, yang di sajikan pada tabel 5.3 di bawah ini: Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 56 73,7 Perempuan 20 26,3 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 73,7%.
85
5.2.4. Gambaran Pendidikan Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran pendidikan pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, pendidikan dikategorikan menjadi 2 yakni rendah dan tinggi, yang di sajikan pada tabel 5.4 di bawah ini: Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Pendidikan pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 3 3,9 Tinggi 73 96,1 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini sebagian besar responden memiliki pendidikan tinggi (≥ SMA) yaitu sebesar 96,1%.
5.2.5. Gambaran Pendapatan Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran konsumsi suplemen asam amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, pendapatan dikategorikan menjadi 2 yakni rendah dan tinggi berdasarkan nilai median (2.500.000), berikut distribusinya pada tabel 5.6 di bawah ini:, yang di sajikan pada tabel 5.5 di bawah ini:
86
Tabel 5.5 Distribusi Pendapatan pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Pendapatan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 35 46,1 Tinggi 41 53,9 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak yang memiliki pendapatan tinggi (≥ Rp. 2.500.000) yaitu sebesar 53,9%.
5.2.6. Gambaran Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran pengetahuan gizi tentang suplemen pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Untuk mengetahui pengetahuan gizi tentang suplemen pada responden, peneliti memberikan 10 pertanyaan terkait pengetahuan gizi dan suplemen makanan. Analisis data pengetahuan gizi tentang suplemen dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median (7,0) yakni rendah jika mampu menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 1-6 pertanyaan, tinggi jika mampu menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 7-10 pertanyaan, berikut distribusinya pada tabel 5.6 di bawah ini:
87
Tabel 5.6 Distribusi Pengetahuan Gizi tentang Suplemen pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Pengetahuan Gizi Jumlah (n) Persentase (%) tentang Suplemen Rendah 35 46,1 Tinggi 41 53,9 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari hasil analisis pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak responden yang memiliki pengetahuan gizi tentang suplemen tinggi yaitu sebesar 53,9%.
5.2.7. Gambaran Keterpaparan Media Promosi Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran keterpaparan media promosi pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, keterpaparan media promosi dikategorikan menjadi 2 yakni tidak terpapar dan terpapar, sajikan pada tabel 5.7 di bawah ini:
yang di
88
Tabel 5.7 Distribusi Keterpaparan Media Promosi pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Keterpaparan Jumlah (n) Persentase (%) Media Promosi Tidak Terpapar 34 44,7 Terpapar 42 55,3 Total 76 100 Sumber keterpaparan media promosi (n = 76) Pelatih 15 35,71 Teman 28 66,67 Televisi (TV) 17 40,48 Dokter 4 9,5 Poster/Pamflet 7 16,7 Majalah 29 69 Multi Level 4 9,5 Marketing (MLM) Sumber: Data Primer, 2013 berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini, proporsi responden lebih banyak yang terpapar terhadap media promosi suplemen asam amino yaitu sebesar 55,3%. Sumber keterpaparan media promosi paling banyak yaitu berasal dari majalah yakni sebanyak 69%.
5.2.8. Gambaran Aktivitas Fisik Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran aktivitas fisik pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, aktivitas fisik dikategorikan menjadi 2 yakni ringan dan berat, yang di sajikan pada tabel 5.8 di bawah ini:
89
Tabel 5.8 Distribusi Aktivitas Fisik pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%) Ringan 9 11,8 Berat 67 88,2 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dala m penelitian ini sebagian besar responden yang memiliki aktivitas fisik berat (skor > 7,9) yaitu sebesar 88,2%.
5.2.9. Gambaran Status Merokok Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran status merokok pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, status merokok dikategorikan menjadi 2 yakni merokok dan tidak merokok, berikut distribusinya pada tabel 5.9: Tabel 5.9 Distribusi Status Merokok pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Status Merokok Jumlah (n) Persentase (%) Merokok 25 32,9 Tidak Merokok 51 67,1 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.9 dapat diketahui bahwa dari 76 responden yang ikut dalam penelitian ini lebih banyak responden tidak merokok yaitu sebesar 67,1%.
90
5.2.10. Gambaran Asupan Protein Anggota Fitness Dibawah ini merupakan gambaran asupan protein pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam analisis data, asupan protein dikategorikan menjadi 2 yakni cukup dan kurang, yang di sajikan pada tabel 5.10 di bawah ini: Tabel 5.10 Distribusi Asupan Protein pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Asupan Protein Jumlah (n) Persentase (%) Cukup 49 64,5 kurang 27 35,5 Total 76 100 Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan hasil analisis tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 76 responen yang ikut dalam penelitian ini sebagian besar responden mengkonsumsi asupan protein cukup (jumlah skor asam aino ≥ 111 mg) yaitu sebesar 64,5%.
5.3. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang dikategorikan melalui uji Chi Square. Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai Pvalue, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P < 0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P > 0,05.
91
5.3.1. Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara umur responden dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.11 dibawah ini: Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Umur Ya Tidak N % N % N % 0,468 Dewasa Dini 23 53,5 20 46,5 43 100 Dewasa Madya 14 42,4 19 57,6 33 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dari 43 responden pada kelompok umur dewasa dini, sebesar 53,5% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 33
responden pada kelompok
umur dewasa madya sebesar 42,4% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,468 yang artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
92
5.3.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin responden dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.12 dibawah ini: Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Jenis Kelamin Ya Tidak N % N % N % 0,027 Laki-laki 32 57,1 24 42,9 56 100 Perempuan 5 25 15 75 20 100 Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dari 56 responden yang berjenis kelamin laki-laki, sebesar 57,1% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 20
responden yang berjenis
kelamin perempuan, sebesar 25% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,027 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
93
5.3.3. Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan responden dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.13 dibawah ini: Tabel 5.13 Analisis Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Pendidikan Ya Tidak N % N % N % 1,000 Rendah 1 33,3 2 66,7 3 100 Tinggi 36 49,3 37 50,7 73 100 Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa dari 3 responden pada kelompok pendidikan rendah, sebesar 33,3% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 73 responden pada kelompok pendidikan tinggi, sebesar 49,3% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 1,000 yang artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
94
5.3.4. Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan responden dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.14 dibawah ini: Tabel 5.14 Analisis Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Pendapatan Ya Tidak N % N % N % 0,804 Rendah 16 45,7 19 54,3 35 100 Tinggi 21 51,2 20 48,8 41 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.14 dapat diketahui bahwa dari 35 responden yang memiliki pendapatan rendah, sebesar 45,7% yang mengkonsumsi suplemen asama amino, sedangkan dari 41 responden yang memiliki pendapatan tinggi, sebesar 51,2% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,804 yang artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
95
5.3.5. Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.15 dibawah ini: Tabel 5.15 Analisis Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Ya Tidak N % N % N % 0,257 Rendah 20 57,1 15 42,9 35 100 Tinggi 17 41,5 24 58,5 41 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.15 dapat diketahui bahwa dari 35 responden pada kelompok pengetahuan rendah, sebear 57,1% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 41 responden pada kelompok pengetahuan tinggi, sebesar 41,5% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,257 yang artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
96
5.3.6. Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.16 dibawah ini: Tabel 5.16 Analisis Hubungan Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Keterpaparan Media Promosi Ya Tidak N % N % N % 0,020 Tidak Terpapar 11 32,4 23 67,6 34 100 Terpapar 26 61,9 16 38,1 42 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.16 dapat diketahui bahwa dari 34 responden yang tidak terpapar, sebesar 32,4% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 42 responden yang terpapar, sebesar 61,9% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,020 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
97
5.3.7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.17 dibawah ini: Tabel 5.17 Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Aktivitas Fisik Ya Tidak N % N % N % 0,481 Ringan 3 33,3 6 66,7 9 100 Berat 34 50,7 33 49,3 67 100 Sumber: Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa dari 9 responden yang memiliki aktivitas fisik ringan, sebesar 33,3% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 67 responden yang memiliki aktivitas fisik berat, sebesar 50,7% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,481 yang artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
98
5.3.8. Hubungan Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.18 dibawah ini: Tabel 5.18 Analisis Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Status Merokok Ya Tidak N % N % N % 0,034 Merokok 17 68 8 32 25 100 Tidak Merokok 20 32,2 31 60,8 51 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.18 dapat diketahui bahwa dari 25 responden yang merokok, sebesar 68% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 51 responden yang tidak merokok, sebesar 32,2% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,034 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
99
5.3.9. Hubungan Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Untuk mengetahui hubungan antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.19 dibawah ini: Tabel 5.19 Analisis Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Konsumsi Suplemen Total P value Asam Amino Asupan Protein Ya Tidak N % N % N % 0,000 Cukup 35 71,4 14 27,5 49 100 Kurang 2 7,4 25 92,6 27 100 Sumber: Data Primer, 2013 Dari tabel 5.18 dapat diketahui bahwa dari 49 responden yang cukup asupan protein, sebesar 71,4% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Sedangkan dari 27 responden yang kurang asupan protein, sebesar 7,4% yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,000 yang artinya pada α = 5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre Syahida Inn tahun 2013.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya data yang di ambil dalam penelitian ini merupakan data primer, yang diambil dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh responden, sehingga memungkinkan responden untuk bertanya atau melihat jawaban responden lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu ada sebagian responden yang mengisi angket sambil melakukan fitness seperti sepeda statis sehingga konsentrasinya terbagi dua dan akhirnya angket diisi seadanya saja dan terburu-buru. Namun, keterbatasan tersebut dapat peneliti minimalisir dengan cara berusaha melakukan pengawasan kepada masing-masing responden agar hasil yang diisi sesuai dengan kemampuan responden tanpa melihat jawaban atau bertanya kepada responden yang lain, serta peneliti segera melakukan pengecekan kembali kuesioner yang diisi kemudian jika tidak sesuai maka peneliti akan langsung menanyakan kepada responden, sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian.
100
101
6.2. Gambaran Konsumsi Suplemen Asam Amino Menurut Goston dan Correia (2009) suplemen asam amino dapat membentuk atau membesarkan sel-sel otot (penebalan otot) untuk orang yang memiliki aktivitas fisik berat setiap harinya, dapat meningkatkan berat badan dengan disertai olahraga fitness, memberikan energi dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pada dasarnya konsumsi suplemen dimaksudkan untuk memenuhi kekurangan zat gizi yang tidak dapat terpenuhi dari makanan yang dikonsumsi, selain itu konsumsi suplemen hanya dibutuhkan oleh orang-orang dengan kondisi tertentu seperti sedang sakit (Whitney dan Gershoff, 1990). Selain itu, salah satu manfaat suplemen makanan adalah untuk menghindari kekurangan gizi akibat pola makan yang tidak teratur dan tidak sehat serta membantu mengembalikan vitalitas tubuh (Vitahealth, 2004). Penambahan suplemen sebenarnya tidak diperlukan jika tingkat asupan protein yang berasal dari makanan saja sudah di atas kecukupan, tetapi dalam praktiknya konsumsi suplemen asam amino ini merupakan sesuatu hal yang dianggap wajib bagi para anggota fitness atau binaragawan. Penambahan dari suplementasi protein akan dibakar menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak tubuh yang akan dijadikan cadangan energi di dalam otot sehingga dapat mencegah terjadinya kelemahan otot sewaktu latihan beban (Husaini, 2000). Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino. Sementara jenis suplemen asam amino yang banyak dikonsumsi oleh responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino dalam penelitian ini yakni rata-rata suplemen yang mengandung asam amino yang tinggi seperti amino 2000 yang
102
mengandung 2000 mg asam amino esensial lengkap (histidin, isoleusin, lisin, leusin, metionin, fenilalanin, triptofan, dan valin serta branched-chain amino acid (BCAA)) yang tinggi, dan enzim pencernaan alami yang membuat penyerapannya menjadi sempurna. Suplemen asam amino ini sebenarnya mutlak diperlukan bagi para anggota ftiness untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Liany, 2012). Dalam penelitian ini, jenis suplemen yang dikonsumsi responden minimal 1 jenis suplemen asam amino, namun banyak juga responden yang mengkonsumsi lebih dari 1 jenis suplemen asam amino. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang di lakukan National College Association Divission I University (NCAA) menunjukkan 88% pada orang dewasa mengkonsumsi suplemen minimal 1 jenis suplemen dan 58% mengkonsumsi lebih dari 2 jenis suplemen makanan (McDowall, 2007). Sedangkan frekuensi responden dalam mengkonsumsi suplemen kebanyakan responden mengkonsumsi dalam waktu 3 kali seminggu, namun ada pula yang mengkosumsi setiap kali sebelum dan setelah melakukan latihan fitness. Menurut Liany (2012) konsumsi suplemen asam amino dalam jumlah yang besar secara langsung ternyata kurang efektif apabila dibandingkan dengan mengkonsumsi suplemen asam amino dalam jumlah yang kecil namun dikonsumsi secara rutin. Hal ini disebabkan karena efek stimulan dari konsumsi suplemen asam amino terhadap sintesis protein otot bersifat sementara dan hanya dapat bertahan sekitar 1-2 jam. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa mengkonsumsi suplemen asam amino sebaiknya dalam jumlah sedikit atau 1 jenis saja namun dikonsumsi rutin atau setiap hari.
103
Berdasarkan aktivitas fisik, penelitian ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2009) pada anggota fitness centre di Kota Belo Horizonte, Brazil didapatkan bahwa 58% anggota fitness mengkonsumsi suplemen asam amino, dan mengkonsumsi suplemen asam amino setidaknya 1 jenis suplemen asam amino dalam seminggu, namun frekuensi konsumsi suplemen asam amino tertinggi yakni setiap hari sebesar 90,3%. Kristiansen et al (2005) dalam McDowall (2007) juga menyebutkan bahwa 94,3% atlet kanada ditemukan mengkonsumsi satu atau lebih jenis suplemen sedikitnya satu kali dalam sebulan. Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan hasil penelitian Putri (2004) anggota Cilandak Sport Center Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa 70,4% responden pernah mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral dalam satu bulan terakhir. Pada penelitian ini anggota fitness yang mengkonsumsi suplemen asam amino beranggapan bahwa dengan mengkonsumsi suplemen asam amino dapat membantu membentuk massa otot dan membuat tubuh lebih prima. Namun menurut peneliti, kebanyakan responden mengkonsumsi suplemen tanpa indikasi yang jelas atau tidak megetahui bahaya dan apakah mereka akan benar-benar memperoleh manfaat dari suplemen yang dikonsumsi. Kaufman et.al (2002) dan Millen et.al (2004) dalam Putri (2004) mengatakan tentang peningkatan konsumsi suplemen seringkali tidak dilakukan pemeriksaan medis secara rutin pada seseorang. Penggunaan suplemen yang tidak terkendali dapat merusak bioavailabilitas zat gizi lain dan efektivitas beberapa obat bila dikonsumsi secara berlebihan.
104
6.3. Faktor Internal 6.3.1. Hubungan antara Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Ketika memasuki umur dewasa atau usia produktif seseorang akan lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsinya. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam mengkonsumsi suplemen makanan (Lyle et.al, 1998). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa anggota fitness yang berada pada rentang usia dini lebih banyak dari pada yang berada pada rentang umur dewasa madya. Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino. Hal tersebut dimungkinkan karena umur pada penelitian ini kurang bervariatif atau lebih banyak yang berada pada rentang dewasa dini. Ketidakbermaknaan
ini
sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan oleh Anggraini (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral pada atlet renang di klub renang di wilayah Jakarta Selatan. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa hal ini tidak sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness di fitness center Kota Belo Horzonte, Brazil tahun 2010, hal ini dikarenakan umur dalam penelitian yang dilakukan oleh Goston et.al lebih bervariatif dan responden dalam penelitiannya lebih banyak.
105
Selain itu peneliti berpendapat bahwa kebanyakan responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino adalah yang berusia masih produktif atau dewasa dini (< 24 tahun) karena responden percaya bahwa mengkonsumsi suplemen pada usia muda, selain dengan fitness yang dilakukan secara rutin mengkonsumsi suplemen juga dapat membentuk performa sejak usia muda, meningkatkan massa otot dan mengganti energi yang dikeluarkan saat latihan. Seperti yang dijelaskan oleh Goston dan Correia (2010) menjelaskan bahwa konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness saat usia muda dapat meningkatkan stamina dan membantu meningkatkan massa otot. 6.3.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Jenis kelamin dianggap sebagai salah satu faktor yang penting untuk melihat hubungannya dengan konsumsi suplemen asam amino. Hal ini disebabkan karena biasanya laki-laki akan lebih memperhatikan tubuhnya untuk mendapatkan hasil yang dininginkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pereira et.al (2003) di Sao Paulo, Brazil, dengan sampel 309 di 7 tempat fitness centre di Sao Paulo terdapat 77% laki-laki dan 23% perempuan yang mengkonsumsi suplemen. Rata-rata jenis suplemen yang dikonsumsi oleh anggota fitness adalah suplemen asam amino atau jenis protein lainnya (38,9%). Hasil penelitian ini diperoleh bahwa lebih banyak anggota fitness laki-laki dibandingkan anggota perempuan. Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna
106
antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino. Proporsi konsumsi suplemen asam amino pada kedua kelompok jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengkonsumsi suplemen asam amino dari pada perempuan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Pereira (2003) yang menyebutkan bahwa pada anggota fitness center di Sao Paulo, Brazil tahun 2003 bahwa yang mengkonsumsi suplemen asam amino lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (77%). Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre di Kota Belo Horizonte, Brazil. Menurut peneliti adanya hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen asam amino dalam penelitian
ini menunjukkan
bahwa laki-laki yang mengikuti fitness sangat menginginkan performa tubuh yang lebih prima dan menarik, karena itulah laki-laki lebih banyak dan tertarik untuk mengkonsumsi suplemen asam amino. Seperti yang dijelaskan oleh Pereira et.al (2003) bahwa laki-laki yang mengikuti fitness lebih gemar mengkonsumsi suplemen asam amino atau suplemen fitness guna mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyarankan bagi anggota ftiness yang mengkonsumsi suplemen asam
amino
baik
laki-laki
maupun
perempuan
agar
selalu
memperhatikan suplemen yang dikonsumsi, apakah benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
107
6.3.3. Hubungan antara Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Pendidikan adalah faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pendidikan merupakan faktor pendukung yang memegang peranan penting di seluruh sektor kehidupan, sebab kualitas kehidupan suatu bangsa sangat erat dengan tingkat pendidikan (Karsidi, 2005). Suatu studi menunjukkan bahwa pengguna dari suplemen makanan berasal dari golongan dengan pendidikan tinggi (Williams, 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anggota fitness memiliki pendidikan tinggi. Berdasarkan hasil analisis uji ChiSquare
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino. Artinya, baik yang memiliki
pendidikan
tinggi
maupun
pendidikan
rendah
dapat
mengkonsumsi atau membeli suplemen asam amino. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2004) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral pada anggota Cilandak Sport Center Jakarta Selatan. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Zeisel (2000) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen makanan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak mengkonsumsi suplemen makanan. Hal tersebut dijelaskan juga oleh Krumel (1996) menyatakan bahwa
108
seharusnya kelompok yang lebih cenderung mengkonsumsi suplemen ialah kelompok yang lebih berpendidikan (≥ SMA). Menurut peneliti, tidak adanya hubungan antara pendidikan dengan konsumsi suplemen asam amino dalam penelitian ini dikarenakan pendidikan memang tidak mutlak dapat membentuk seseorang untuk mengambil
sebuah
tindakan
atau
mengambil
keputusan
untuk
mengkonsumsi suplemen asam amino.
6.3.4. Hubungan antara Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Menurut Krumel (1996) yang menyatakan bahwa seseorang yang cenderung mengkonsumsi suplemen adalah kelompok yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi. Sama seperti yang dijelasakan oleh Williams (2002) bahwa pengguna suplemen makanan lebih banyak berasal dari golongan dengan pendapatan yang tinggi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa lebih banyak
responden yang memiliki pendapatan tinggi. Dari hasil analisis uji ChiSquare menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kelompok
yang
berpendapatan
rendah
dengan
kelompok
yang
berpendapatan tinggi. Artinya, responden yang memiliki pendapatan rendah maupun tinggi tetap dapat mengkonsumsi suplemen asam amino atau dengan kata lain pendapatan tidak menjadi jaminan seseorang untuk mengkonsumsi suplemen asam amino.
109
Ketidakbermaknaan
ini
sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan oleh Indriana (2003) pada orang dewasa yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen makanan. Hal itu juga sejalan dengan penelitian dari Medeiros et.al (1991) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara pengguna suplemen dengan bukan pengguna suplemen dalam hal tingkat pendapatan. Namun, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Pereira et.al (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness centre di Sao Paulo, Brazil tahun 2003, serta tidak sejalan juga dengan penelitian Lyle et.al (1998) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pendapatan dengan konsumsi suplemen makanan. Hal tersebut dapat disebabkan karena perbedaan karakteristik dan jumlah responden. Rata-rata anggota fitness yang memiliki pendapatan tinggi mengkonsumsi suplemen asam amino lebih dari 1 jenis suplemen dalam sehari serta frekuensi mengkonsumsi suplemen 1 kali dalam sehari setiap jenisnya. Sedangkan pada anggota fitness yang memiliki pendapatan rendah rata-rata mengkonsumsi suplemen asam amino hanya 1 jenis saja dan frekuensinya pun hanya saat mereka melakukan latihan fitness. Menurut peneliti, bagi anggota fitness centre Syahida Iin UIN Jakarta pendapatan tidak menjadi acuan untuk bisa membeli suplemen asam amino atau suplemen fitness ini, karena anggota yang memiliki pendapatan rendah pun bisa membeli suplemen asam amino. Rata-rata dari mereka merasa bahwa mereka memang harus mengkonsumsi
110
suplemen asam amino untuk membantu membentuk otot dan tubuhnya meskipun hanya membeli suplemen saat latihan saja, karena memang suplemen asam amino ini dijual langsung oleh pelatih yang bisa di beli saat ingin latihan atau setelah latihan untuk takaran suplemen sekali konsumsi. Hal tersebut supaya semua anggota yang ingin mengkonsumsi suplemen bisa membeli dengan mudah tanpa mengeluarkan biaya yang besar dalam sekali pembelian suplemen.
6.4.Faktor Eksternal 6.4.1. Hubungan antara Pengetahuan Gizi tentang Suplemen dengan Konsumsi Suplemen Asama Amino Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau bagaimana seseorang mengambil keputusan. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hasil dari tahu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan gizi tentang suplemen. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa lebih banyak responden yang memiliki pengetahuan gizi tentang suplemen tinggi dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan rendah. Berdasarkan hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi tentang suplemen dengan konsumsi suplemen asam amino. Hal ini sesuai dengan hasil
111
penelitian yang dilakukan oleh Indriana (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang tinggi tentang suplemen belum tentu menjadi jaminan seseorang untuk mengambil keputusan untuk mengkonsumsi suplemen. Penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Anggraini (2009) tentang konsumsi suplemen vitamin dan mineral pada atlet renang, yang menyebutkan bahwa responden yang paling banyak mengkonsumsi suplemen adalah yang
berpengetahuan
gizi
kurang
(35,5%)
dibandingkan
yang
berpengetahuan gizi baik (11,1%) dan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zainal (2002) yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan gizi seseorang dengan konsumsi suplemen makanan. Hal ini berarti responden yang memiliki pengetahuan gizi lebih tinggi, lebih banyak mengkonsumsi suplemen makanan dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan rendah. Peneliti
berpendapat
bahwa
responden
yang
memiliki
pengetahuan rendah tentang suplemen namun tetap mengkonsumsi suplemen disebabkan oleh keinginan yang besar untuk mengkonsumsi suplemen dan untuk mendapatkan tampilan fisik yang diinginkannya. Tingginya responden yang berpengetahuan rendah (57,1%) yang mengkonsumsi suplemen asam amino dibandingkan dengan yang
112
berpengetahuan tinggi (41,5%) yang mengkonsumsi suplemen asam amino di tempat penelitian yaitu fitness centre Syahida Iin, hal ini dikarenakan banyak anggota fitness yang masih kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi serta mereka tidak begitu memperhatikan apa yang harus diketahui dari suplemen, misalnya dampak jangka panjang dan sebagainya. Selain itu, pengetahuan memang tidak ada hubungan dengan konsumsi suplemen asam amino namun responden terpapar terhadap media promosi baik dari majalah, teman, pelatih, televisi, dan sebagainya sehingga walaupun pengetahuan rendah mereka tetap mengkonsumsi suplemen asam amino atau mengambil suatu tindakan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau bagaimana seseorang mengambil keputusan (Notoatmodjo, 2007). Rendahnya angka konsumsi suplemen pada responden yang berpengetahuan tinggi dibandingkan dengan yang berpengetahuan rendah, hal ini dapat dikarenakan jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi maka akan memiliki kesadaran tentang gizi yang sempurna terutama dalam memilih jenis makanan yang tepat untuk dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan tubuhnya, sehingga akan lebih memilih
mengkonsumsi
makanan
seimbang
dibandingkan
mengkonsumsi suplemen (Roedjito, 1989 dalam Sutriyanta, 2001).
113
6.4.2. Hubungan antara Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Media diduga sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi suplemen makanan. Media massa memberikan kesan bahwa tubuh ideal yang baik untuk seorang yang gemar melakukan fitness dapat mengkonsumsi suplemen fitness
atau suplemen asam amino. Dalam
penelitian ini anggota fitness telah terpapar oleh media terutama dari iklan TV maupun majalah sehingga tidak sedikit responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino. Hal tersebut diperjelas oleh Krumel (1996) yang menyatakan bahwa media massa, khususnya iklan memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi standar masyarakat atas apa itu bentuk tubuh yang ideal dan lebih prima. Media memainkan peran yang sangat penting dalam mengambil keputusan untuk mengkonsumsi suplemen makanan (Scofield dan Unruh, 2006). Menurut
Conner (2003) menyebutkan bahwa berdasarkan
beberapa penelitian tentang kaitan keterpaparan media dengan konsumsi suplemen, rata-rata respoden terpapar oleh media dari pada sisi keilmuan atau tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli gizi atau tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa lebih banyak responden yang terpapar terhadap media promosi dibandingkan yang tidak terpapar media promosi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden yang terpapar
terhadap
media
promosi
akan
lebih
percaya
untuk
mengkonsumsi suplemen asam amino dari pada yang tidak terpapar. Dari
114
analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keterpaparan media promosi dengan konsumsi suplemen asam amino.
Dari hasil penelitian bahwa responden yang
terpapar terhadap media promosi paling banyak terpapar oleh majalah (69%) kemudian terpapar media promosi dari teman (66,67%). Kebermaknaan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan asupan protein dengan keterpaparan media pada anggota fitness di fitness center Kota Belo Horzonte, Brazil tahun 2010. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Yunaeni (2009), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keterpaparan promosi suplemen dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral. Suistriyanta (2001) menyatakan bahwa sebagian besar respondennya yaitu sebesar 84,0% memperoleh informasi produk suplemen berasal dari media massa seperti majalah, poster, televisi, dan lain sebagainya. Hasil penelitian ini diperkuat juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Gusmali dkk (2000) tentang konsumsi suplemen makanan di 3 kota (Jakarta, Bandung dan Surabaya) menyatakan bahwa promosi suplemen makanan terbesar berasal dari teman, saudara dan orang tua (54,7%) dan berasal dari iklan (23,4%). Menurut YLKI (2002) peredaran suplemen makanan tidak hanya melalui iklan, banyaknya suplemen makanan yang beredar melalui Multi Level Marketing (MLM) sangat ampuh daya siarnya, seperti dari mulut ke mulut, dari tangan ke tangan, dan seterusnya, dapat menjadi alasan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan. Seperti yang
115
dijelaskan pula oleh Kotler dan Amstrong (1997) dalam Hardinsyah (2002) bahwa promosi merupakan usaha yang dilakukan oleh produsen untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat kenal dengan produk yang ditawarkan kemudian menjadi senang dan membeli produk tersebut. Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa responden sering membaca majalah atau iklan sehingga dapat mempengaruhi responden untuk mengkonsumsi suplemen asam amino. Selain itu teman juga mempengaruhi keterpaparan terhadap media promosi suplemen asam
amino
membuktikan
karena manfaat
memang
teman
dari
suplemen
tersebut sehingga
mungkin
sudah
teman
dapat
mempengaruhi keterpaparan media promosi. Namun, ada sebagian responden yang terpapar terhadap media promosi tetapi tidak mengkonsumsi suplemen asam amino. Hal ini berarti responden hanya sekedar pernah mendengar, melihat atau membaca tentang suplemen asam amino namun tidak terpengaruh untuk mengkonsumsi suplemen asam amino. Menurut peneliti berdasarkan hal tersebut anggota fitness dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai suplemen asam amino yang dapat membantu membentuk tubuh yang diinginkannya, selain itu suplemen juga dapat dibeli dengan mudah di lokasi latihan fitness itu sendiri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keterpaparan responden dengan promosi suplemen cukup tinggi, oleh karena itu disarankan kepada instansi yang terkait bahwa diperlukan pengawasan yang lebih
116
ketat terhadap berbagai iklan atau promosi suplemen. Memberikan informasi mengenai suplemen yang benar kepada masyarakat seiring dengan semakin terbukanya arus informasi dan semakin maraknya peredaran suplemen makanan melalui
berbagai media massa baik
elektronik maupun cetak untuk melindungi konsumen dari kemungkinan promosi produk suplemen yang tidak benar dan maraknya iklan yang menawarkan produk suplemen dengan berbagai klaim, sehingga masyarakat dapat selektif memilih suplemen makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
6.4.3. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Aktivitas fisik merupakan pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh (Departemen Kesehatan, 1997). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proporsi responden dengan aktivitas fisik tinggi lebih banyak
dibandingkan
dengan responden yang memiliki aktivitas fisik ringan. Dalam penelitian ini aktivitas fisik dinilai berdasarkan aktivitas waktu luang, aktivitas waktu bekerja dan aktivitas olahraga (Beacke, 1982).
117
Dari hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2004) pada anggota Cilandak Sport Center yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen makanan. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indrianan (2003) pada karyawan PT. Bank BNI yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness. Hal tersebut dimungkinkan karena sampel dalam penelitian ini lebih sedikit dari pada penelitian yang dilakukan oleh Gosthon dan Correia. Peneliti berpendapat bahwa seseorang yang memiliki aktivitas fisik berat jika energi yang dibutuhkan sudah tercukupi dari makanan maka tidak dibutuhkan lagi untuk mengkonsumsi suplemen seperti dijelasakan oleh Wirakusumah (2000) menyebutkan bahwa selama makanan mampu memenuhi kebutuhan gizi yang berimbang, maka suplemen tidak diperlukan. Tetapi dalam beberapa penelitian dinyatakan bahwa individu yang teratur berolahraga setidaknya tiga kali seminggu lebih cenderung untuk mengkonsusmsi suplemen makanan (Lyle et.al, 1998).
118
6.4.4. Hubungan antara Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Merokok merupakan salah satu faktor gaya hidup utama yang berpengaruh pada kesehatan seseorang. Orang yang merokok dalam waktu lama mempunyai resiko tinggi terhadap beberapa penyakit seperti atherosclerosis dengan dampak sistemik yang signifikan. Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler (Fatmah, 2010). Hasil penelitian ini diketahui bahwa proporsi responden yang tidak merokok lebih banyak dibandingkan responden yang merokok. Dari hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status merokok dengan konsumsi suplemen asam amino. Temuan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishihara et.al (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status merokok dengan konsumsi suplemen makanan dengan P value < 0,001. Hal tersebut berarti orang yang aktif secara fisik lebih sedikit untuk merokok serta menurut peneliti bahwa responden memiliki pengetahuan tantang dampak merokok dan percaya jika zat yang terkandung di dalam rokok dapat menghambat penyerapan zat-zat gizi. Peneliti berpendapat bahwa kecenderungan responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok untuk mengkonsumsi suplemen makanan, hal ini dapat disebabkan karena responden yang tidak berstatus merokok cenderung lebih peduli dengan kesehatan. Sedangkan pada responden yang merokok dan tidak mengkonsumsi suplemen asam amino
119
kemungkinan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli suplemen tidak digunakan dengan baik atau malah digunakan untuk membeli rokok. Berdasarkan hal tersebut disarankan bagi anggota fitness sebaiknya untuk tidak merokok karena zat yang terkandung dalam rokok dapat menghambat penyerapan zat gizi dan akan berdampak pada penyakit-penyakit lain, seperti yang dijelaskan oleh Gunawan (2013) yang menyatkan bahwa zat nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menghambat penyerapan zat gizi dan mengurangi nafsu makan.
6.4.5. Hubungan antara Asupan Protein dengan Konsusi Suplemen Asam Amino Kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat melaksanakan fungsi normalnya. Pada dasarnya kebutuhan makanan bagi atlet atau olahragawan atau orang yang sering melakukan aktivitas fisik berat seperti fitness sangat perlu diperhatikan. Dalam hal ini makanan yang diperlukan tubuh adalah makanan yang seimbang dengan kebutuhan tubuh sesuai dengan umur dan jenis pekerjaan yang dilakukan sehari-harinya (Fatmah, 2010). Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktivitas olahraga (Departeman Kesehatan RI, 2000). Protein dapat berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi, dan sumber energi. Protein dapat berfungsi
120
sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Agar cukup energi yang dikonsumsi untuk latihan pembentukan otot, makanan harus mengandung 60% karbohidrat dan 15% protein dari total energi (Fatmah, 2010). Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier, 2009). Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Budianto, A.K, 2009). Menurut teori protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga dijadikan pedoman bagi para atlet, olahragawan dan para angota fitness. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden dengan asupan protein cukup lebih tinggi dibandingkan responden dengan asupan protein kurang. Dalam penelitian ini asupan protein dinilai berdasarkan mutu protein yang terkandung di dalam makanan yang dihitung berdasarkan skor asam amino. Berdasarkan hal tersebut
121
responden dengan asupan protein cukup lebih tinggi, berarti skor asam amino yang dikonsumsi juga tinggi. Dari hasil analisis uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino. Berdasarkan karakteristik yang sama pada penelitian yang dilakukan oleh Goston dan Correia (2010) hasil penelitian ini sesuai bahwa ada hubungan asupan protein dengan konsumsi suplemen asam amino pada anggota fitness di fitness centre Kota Belo Horzonte, Brazil tahun 2010. Menurut peneliti, pada penelitian ini menunjukkan bahwa asupan protein dinilai cukup baik, namun yang menarik berdasarkan tabel 5.19 justru responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino lebih banyak bahkan semua responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino mempunyai tingkat asupan protein yang tergolong “cukup” yaitu sebesar (71,4%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai tingkat asupan protein “kurang” (7,4%). Padahal menurut Wirakusumah (2000) menyebutkan bahwa selama makanan mampu memenuhi kebutuhan gizi yang berimbang, maka suplemen tidak diperlukan. Peneliti berpendapat pula, tingginya konsumsi suplemen asam amino pada responden yang memiliki asupan protein cukup baik, dimungkinkan karena responden percaya bahwa asupan protein yang tinggi dapat membentuk massa otot dan dapat membentuk performa tubuhnya menjadi lebih maksimal. Namun, untuk penambahan suplemen sebenarnya tidak diperlukan karena tingkat asupan protein yang berasal
122
dari makanan saja sudah di atas kecukupan, tetapi konsumsi suplemen bagi responden memang sesuatu yang wajib. Selain itu menurut kebanyakan responden yang mengkonsumsi suplemen asam amino dengan mengkonsumsi tambahan suplemen asam amino ini maka dapat meningkatkan kinerja otot, meningkatkan massa otot, dan dapat membentuk tubuh yang lebih prima. Namun, asupan protein yang berlebihan dan asam amino dapat mengakibatkan efek samping seperti ketosis, asam urat, peningkatan lemak tubuh, peningkatan kerja ginjal, dehidrasi, dan hilangnya massa tulang (Tarnopolsky, 1995). Selain itu, di dalam Alqur’an Allah SWT juga menjelaskan bahwa tidak boleh makan dan minum secara berlebihan. Seperti diterangkan dalam surah AL-A’raf ayat 31, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 7:31)”. [535]
Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh
tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. Disebutkan juga dalam surah At-Thaha ayat 81, Allah SWT. Berfirman:
123
Artinya: “Makanlah di antara rezki yang baik (bergizi) yang Telah kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, Maka Sesungguhnya binasalah ia. (QS. 20:81)”. Berdasarkan ayat alqur’an diatas bahwa dalam ilmu kesehatan, makan dan minum merupakan
kebutuhan dalam pemenuhan nutrisi
sebagai penunjang hidup, yang jumlah dan macamnya harus sesuai dengan keperluan tubuh, tidak boleh kekurangan dan tidak boleh berlebihan. Bila kekurangan atau berlebihan akan menggangu kesehatan tubuh. Sebagaimana dijelaskan juga dalam sabda Nabi Muhammad SAW. Yang artinya: “Tidaklah seseorang manusia memenuhi satu wadah yang lebih buruk daripada perutnya, cukuplah bagi anak manusia beberapa makanan yang dapat menegakkan tulang rusuknya,
jika
memang harus makan banyak, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya”. (HR. Tirmidzi: 2302, Nasai dari Ibnu Majah). Olahragawan atau orang yang memiliki aktivitas fisik berat seperti fitness memang sangat identik dan gemar mengkonsumsi
124
suplemen untuk meningkatkan atau memperbaiki performanya. Latihan yang berat dan ketidakseimbangan asupan energi dan protein dapat meningkatkan kebutuhan akan vitamin, mineral dan asam amino. Oleh sebab itu, suplemen dengan kandungan gizi yang esensial dalam dosis tinggi kerap kali dikonsumsi. Menurut Departemen Kesehatan (1997), menyebutkan bahwa ada tiga alasan dasar mengapa seorang atlet menggunakan suplemen makanan yaitu : 1. Makanan yang mereka makan merasa masih kurang atau belum mencukupi 2. Kebutuhan zat-zat gizi untuk atlet adalah tinggi 3. Beberapa suplemen makanan diyakini dapat mengubah prestasi mereka secara langsung. Berdasarkan hal tersebut di sarankan bagi anggota fitness untuk memperhatikan asupan makanan mereka, walaupun kebutuhan akan zatzat gizi terutama protein pada pada orang yang memiliki aktivitas tinggi atau aktivitas berat seperti orang-orang fitness tergolong cukup tinggi, namun penggunaan suplemen tidaklah bijaksana. Sebaiknya responden membiasakan diri berperilaku makan seimbang setiap hari. Jika hendak mengkonsumsi suplemen maka sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis atau ahli gizi.
BAB VII PENUTUP
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anggota fitness centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari anggota fitness yang ikut dalam penelitian ini menunujukkan bahwa anggota fitness yang mengkonsumsi suplemen asam amino sebanyak 48,7%, sedangkan yang tidak mengkonsumsi suplemen asam amino sebanyak 51,3%. 2. Berdasarkan hasil analisis univariat, maka dapat disimpulkan bahwa, 56,6% anggota fitness berada pada rentang umur dewasa dini, 73,3% anggota fitness berjenis kelamin laki-laki, 53,9% anggota fitness berpendidikan tinggi (≥SMA), 53,9% anggota fitness memiliki pendapatan tinggi, 53,9% anggota fitness berpengetahuan tinggi, 55,3% anggota fitness terpapar terhadap media promosi, 88,2% anggota fitness memiliki aktivitas fisik tinggi, 67,1% anggota fitness tidak merokok, dan 64,5% anggota fitness asupan protein cukup. 3. Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square
dapat
disimpulkan bahwa, variabel jenis kelamin, keterpaparan media promosi, status merokok, dan asupan protein memiliki hubungan yang bermakna dengan konsumsi suplemen asam amino. Variabel umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi tentang suplemen, dan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan konsumsi suplemen asam amino.
125
126
7.2. Saran 7.2.1. Bagi Anggota Fitness Center Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Walaupun kebutuhan akan zat-zat gizi terutama protein pada pada orang yang memiliki aktivitas tinggi atau aktivitas berat seperti orang-orang fitness tergolong cukup tinggi, namun penggunaan suplemen tidaklah bijaksana. Sebaiknya responden membiasakan diri berperilaku makan seimbang setiap hari. Jika hendak mengkonsumsi suplemen maka sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan ahli gizi.
7.2.2. Bagi Penyelenggara Fitness Sebaiknya penyelenggara fitness meneydiakan tenaga gizi (ahli gizi) yang bertugas memantau status gizi dan kebutuhan gizi anggota fitness serta memberikan
layanan konseling gizi atau penyuluhan untuk anggota
fitness.
7.2.3. Bagi pemerintah, khususnya Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) a. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keterpaparan responden dengan promosi suplemen cukup tinggi, oleh karena itu diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap berbagai iklan atau promosi suplemen. Memberikan
informasi
mengenai
suplemen
yang
benar
kepada
masyarakat seiring dengan semakin terbukanya arus informasi dan semakin maraknya peredaran suplemen makanan melalui berbagai media massa baik elektronik maupun cetak untuk melindungi konsumen dari kemungkinan promosi produk suplemen yang tidak benar dan maraknya
127
iklan yang menawarkan produk suplemen dengan berbagai klaim, sehingga masyarakat dapat selektif memilih suplemen makanan yang sesuai dengan kebutuhannya. b. Melakukan pengawasan terhadap produk suplemen dengan memperluas jaringan seperti mengadakan kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang pelayanan dan perlindungan konsumen seperti YLKI (Yayasan Layanan Konsumen Indonesia) dalam rangka memperluas jaringan pengawasan terhadap berbagai produk suplemen makanan yang beredar di Indonesia (baik produk dari dalam negeri maupun luar negeri).
7.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan suplemen makanan di Indonesia dengan skala yang lebih besar, agar didapatkan gambaran yang lebih mendalam mengenai penggunaan suplemen di Indonesia. b. Diperlukan juga penelitian lebih lanjut menggunakan variabelvariabel lain yang berbeda seperti indeks masa tubuh (IMT), dosis penggunaan suplemen, efek penggunaan suplemen, dan berbagai variabel lainnya yang dapat memberikan gambaran yang lebih signifikan terhadap penggunaan suplemen makanan terutama suplemen asam amino.
128
c. Diperlukan penelitian dengan desain studi yang berbeda, seperti desain studi kasus kontrol dan kohort untuk melihat faktor penyebab penggunaan suplemen atau pengaruh penggunaan suplemen terhadap kesehatan. d. Selain itu juga diperlukan penelitian lain untuk mendeteksi apakah individu-individu yang mengkonsumsi suplemen memang benarbenar membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Almuhtaram. 2011. Suplemen Makanan – Food Supplement. Diakses melalui http://www.metris-community.com/suplemenmakanan-foodsupplement/ pada tanggal 11 Mei 2013. AL Qur’an dan Terjemahnya. Q.S. 7:31. Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta. Bandung: Penerbit Diponegoro AL Qur’an dan Terjemahnya. Q.S. 20:81. Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta. Bandung: Penerbit Diponegoro Anggondowati, T. 2002. Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Mahasiswa Program S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Anggraini, Rian. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral pada Atlet Renang di Klub Renang Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2009. Depok. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Baecke JAH Burema J Frijters ER. 1982. A Short Questionnaire For The Measurement of Habitual Physical Activity in Epidemiological Studies. Am J Clin Nutr. 1982; 36: 936-942. Balluz et al. 2000. Vitamin and Mineral Supplement Use in The United States: Results From The Third National Health and Nutrition Examination Survey. American Medical Association 2000;9:258-262 Bender, et.al, 1992. Trends in Prevalence and Magnitude of Vitamins and Mineral Supplement Usage and Correlation with Health Status. Journal of American Dietary Association, 92 : 1096-1101 BPOM, 2004. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.3644 Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta : BPOM Budianto, A.K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keempat. Malang : Penerbit UMM Press. Conner, et.al. 2003. Environmental Influences: Factors Influencing a Woman's Decision to Use Dietary Supplements. School of Psychology, University of Leeds, Leeds, LS2 9JT, UK.
[email protected]. Jun;133(6):1978S-1982S.
129
130
Dennis, Julie. 2010. Dietary Supplements, Despite Globalization Issues, Scientific Validation Concerns, Potentially Restrictive Regulations, Rocky Economics and An Uneasy Healthcare System, The Dietary Supplement Market Continues To Grow. Diakses melalui http://www.nutraceuticalsworld.com/issues/2010-04/view_features/dietarysupplements-2010/ pada tanggal 18 Juni 2013 Departemen Kesehatan RI, 1997. Gizi olahraga untuk Prestasi Depkes RJ. Jakarta Departeman Kesehatan RI, 2000. Pedoman pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Dilapanga, Alfira. 2008. Faktor-faktor yang Behubungan dengan Perilaku Konsumsi Soft Drinks Pada Siswa SMP Negeri 1 Ciputat Tahun 2008. Skripsi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keshatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Efyu. 2010. Pentingkah Fitness dengan Asupan Suplemen?. Diakses melalui http://suplemen.biz pada tanggal 8 April 2013 Franklin, et.al. 2009. Factors Associated with the Use of Dietary Supplements among African-American Adults. Californian Journal of Health Promotion 2009, Volume 7, Issue 1, 67-75 Fatmah. 2010. Gizi Kebugaran dan Olahraga. Bandung: Penerbit Lubuk Agung Bandung Foote, et al. 2003. Factor Associated With Dietary Supplement Use Among Healthy Adults of Five Ethnicities The Multiethic Cohort Study. American Journal of Epidemiology, 157:888-897 Frankle, et.al. 1993. Nutrition in The Community, The Art of Delivering Service. USA: Mosby Year Book. Inc Goston, JL dan Correia, MITD. 2009. Applied Nutritional Investigation Intake of Nutritional Supplements Among People Exercising in Gyms and Influencing Factors. Journal Nutrition 26, 604–611 Greger, J.I. 2001. Dietary Supplement Use : Consumer Characteristics and Interest. Journal of Nutrition, 131 ; 13395-13435 Gsianturi. 2003. Nutrisi untuk Tumbuh Kembang Anak. Diakses melalui http://www.tempo.co.id/kliniknet/artikel/2003/index-isi.asp?file=280720031 pada tanggal 30 Agustus 2013 Gunawan. 2013. Bahaya Rokok Bagi manusia. Diakses melalui http://www.pustakakampar.com/index.php?option=com_content&view=article&id=145&Itemi d=182 Pada tanggal 15 Agustus 2013
131
Gusmali, Desy dkk. 2000. Kajian Keamanan Beberapa Food Supplement yang Beredar di 3 Kota Besar Berdasarkan Informasi dari Penandaan dan Pengalaman Konsumen. Jakarta: Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional Habibi, YN. 2003. Perilaku Suplemen pada Anak Pra Sekolah. Bogor: Skripsi Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Faultas Pertanian IPB Hadits Terjemah, Hadits Riwayat Tirmidzi: 2302, Nasai dari Ibnu Majah Hardinsyah. 2002. Alasan Wanita Mengkonsumsi Suplemen dan Manfaat yang Dirasakan di Jakarta dan Depok dalam Gizi Seimbang untuk Semua. Kongres Nasional dan Temu Ilmiah XII, Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Jakarta Harrison, R.A. et.al. 2003. Are Those in Need Taking Dietary Supplement? A Survey of 21.923 Adults. British Journal of Nutrition (2004) 91. 617-623 Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatna Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga Husaini, MA. 2000. Kebutuhan Protein untuk Berprestasi Optimal, dalam: Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Depkes RI, Dirjen Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Hal. 35-40 Indriana, Tengku Melani. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Suplemen Makanan pada Karyawan PT.Bank Negara Indonesia (PERSERO) TBK. KCU Senayan tahun 2003. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok Ishihara, J. et. al. 2003. Demographics, Lifestyle, Health Characteristics and Dietary Intake Among Dietary Supplement Users in Japan. Internasional Journal of Epidemiology. 32 : 546 -533 Jong, Nynke de, et.al. 2003. Demographic and Lifestyle Characteristics of Functional Food Consumers and Dietary Supplement User. British Journal of Nutrition. 89. 273-281 Karsidi, Ravik. 2005. Sosiologi Pendidikan. Semarang: UNN Press dan LPP UNS Koplan, et al. 1996. Nutrient Intake and Supplementation in The United States (NHANESS III). American Journal Public Health, 76:287-289 Krumel, Debra A. 1996. Nutrition in Woman’s Health. Maryland: An Aspen Publication, Aspen Publisher, Inc. Liany.
2012. Doping dalam Fitness dan Binaraga. Diakses melalui http://artikel.binaraga.net/2012/05/23/doping-steroid/ Pada tanggal 15 Agustus 2013
132
Lyle, B.J,et. Al. 1998. Supplement Users Differ from Nonusers in Demographic, Lifestyle, Dietary and Health Characteristics. The Journal of Nutrition vol. 128 no. 12 December, pp. 2355-2362 Massad, et.al. 1995. High School Athlete and Nutritional Supplement: A Study A Knowledge and Use. International Journal Sport Nutrition, 5: 232-245 McDowall, Jill Anne. 2007. Supplement Use by Young Athletes. Journal of Sport and Medicine 6 ; 37-342 Medeiros, et.al. 1991. Long Term Supplemenr Users and Dossages Among Adults Wesrerners. Journal of American Dietary Association, 91: 980-982 Messerer, et.al. 2001. Sociodemographig and Health Behavior Factor Among Dietary Supplement and Natural Remedy Users. European Journal of Clinical Nutrition, vol 55 No. 12, 104-110 Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Pertiwi, M.A. 2008. Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Model Remaja Puteri di Empat Agensi Model di Jakarta. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Pereira, et.al. 2003. Supplement Consumption Among Fitness Center Users in São Paulo, Brazil. Journal of Nutrition, Campinas, 16(3):265-272, jul./set Putri, Dwi Sisca Kumala. 2004. Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Orang Dewasa (Studi Kasus di Cilandak Sport Centre Jakarta Selatan Tahun 2004. Skripsi: UI Depok Rai, Ade. 2009. Tingkatkan Fitness IQ Anda!: Rahasia Tuntas Bakar Lemak dan Gaya Hidup Sehat. Jakarta: Penerbit Libri Ramadani, Mery. 2005. Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan pada Remaja SMA Islam Al Azhar 3 Jakarta Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, I (2) Universitas Indonesia, Depok. Rock, Cheryl L. 2007. Multivitamin-Multimineral Supplement: Who Uses Them? The American Journal of Clinical Nutrition 2007: 85 Scofield, D.E. and Unruh, S. 2006. Dietary Supplement Use Among Adolescent Athletes in Central Nebraska and Their Sources Of Information. Journal of Strength and Conditioning Research 220(2), 452-455 Sarjono, Ajeng Hadiati. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Makanan Pada Mahasiswa Rumpun Kesehatan Dan Non-
133
Kesehatan Di Ui Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok Supariasa, I Dewa, Noman, dkk. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC Sutriyanta. 2001. Perilaku Konsumsi Suplemen pada Wanita Dewasa di Kota Banjarmasin. Skripsi Sarjana yang tidak Dipublikasikan. IPB Bogor Tarnopolsky, et.al. 1995. Evaluation of Protein Requirements For Trained Strength Athletes. J Appl Physiol 73(5): 1986-1995 Vitahealth. 2004. Seluk Beluk Food Supplement. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. White et.al, 2004. Vitamin and Lifestyle Cohort Study : Study Desaign and Characteristics Of Supplement Users. American Journal of Epidemiology 2004; 159; 83-93 Wirakusumah. 2000. Suplemen Vitamin dan Mineral Kapan Diperlukan?. Selera, No.9, tahun XIV, Desember. Worthington, Robbert. 2000. Nutrition Troughout The Life Cycle. The MacGraw Hill International Edition: USA Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). 2002. Ada Apa dengan Food Supplement?. Jakarta: YLKI bekerjasama dengan Food Foundation. Hal 7378 Yuliarti, Nurheti. 2008. Food Supplemen, Panduan Mengonsumsi Makanan Tambahan Untuk Kesehatan Anda. Yogyakarta: Penerbit Banyu Media Yuliarti, Nurheti. 2009. A to Z Food Supplement. Yogyakarta: Penerbit ANDI Yogyakarta Yunaeni. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Vitamin dan Mineral Pada Siswa-Siswi SMA Negeri Ragunan (Khusus Olahragawan) Jakarta Selatan Tahun 2009. Skripsi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keshatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Whitney, C, and Gershoff, SW. 1990. Tufft University Guide Total Nutition. Harper and Row Publisher, New York Williams M. 2005. Dietary Supplements and Sports Performance: Amino Acids. Journal of The Internationl Society of Sports Nutrition, 2:63-67. Zainal, Entos. Dkk. 2002. Jenis, Bentuk dan Konsumsi Suplemen pada Pria Dewasa di Jakarta Selatan. Prosiding Kongres Nasional dan Temu Ilmiah XII, Persatuan Ahli Gizi Indonesia, Jakarta Zeisel, Steven H, 2000. Is There a Metabolic Basic for Dietary Supplementation ?. American Journal of Clinical Nutrition, 2: 507s-511
KUESIONER PENELITIAN Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dengan hormat, perkenalkan saya Tika Widya Sari mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Gizi, sedang melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino Pada Anggota Fitness Centre Syahida Inn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. Untuk itu saya memohon bantuan kepada bapak/ibu/saudara/i untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Kejujuran bapak/ibu/saudara/i dalam menjawab
pertanyaan
sangat
saya
harapkan.
Identitas
dan
jawaban
bapak/ibu/saudara/i akan saya rahasiakan. Atas perhatian, bantuan dan kejujuran bapak/ibu/saudara/i dalam mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan ini saya menyatakan bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia diwawancarai dalam penelitian ini. Nama:
Tertanda,
Tgl A.Diisi: Identitas Responden No. Responden: (Diisi peneliti) A. Identitas Responden
(...............................)
A. Identitas Responden 1.
Nama lengkap/panggilan
2.
Jenis Kelamin (lingkari nomor)
3.
Tanggal Lahir
4.
Umur (Umur ulang tahun terakhur)
5.
Alamat
6.
No. Hp/Telp
8.
Pendidikan Terakhir
1. Laki-laki
2. Perempuan
1. SD/SMP 2. SMA 3. Diploma, S1, S2, S3
9.
Pekerjaan (Mahasiswa) Loncat ke nomor 11
10. Pendapatan keseluruhan responden
Rp.
dalam 1 bulan 11. Uang saku per bulan
Rp.
B. Karakteristik Produk dan Konsumsi Suplemen Asam Amino Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung salah satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asama amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM, 2004). Contoh Merk Suplemen L-Men, Ultimate Nutrition Muscle Juice 2544, Beef Aminos, Champion Nutrition Pure Whey, Twinlab 100% Whey Protein Fuel, Twinlab Amino Fuel
Liquid Concentrate (16 oz), Twinlab Creatine Fuel Powder, BCAA (Branched Chain Amino Acids) 4500 mg, dll. 1. Apakah saudara mengkonsumsi suplemen makanan asam amino dalam sebulan terakhir ? (Lingkari jawaban) a. Ya b. Tidak Jika ya, isilah tabel dibawah ini dengan jenis suplemen asam amino yang biasa saudara konsumsi (suplemen boleh lebih dari satu)
No
Nama/Merk
Frekuensi Konsumsi
Lama
Suplemen
.....kali/hari ....sendok/kapsul/hari
Mengkonsumsi
1
......bln/........thn
2
......bln/........thn
3
......bln/........thn
4
......bln/........thn
5
......bln/........thn
C. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen LINGKARI (B) JIKA PERNYATAAN BENAR, LINGKARI (S) JIKA PERNYATAAN SALAH 1.
B–S
Konsumsi makanan bergizi sangat penting untuk meningkatkan stamina tubuh
2.
B–S
Suplemen masih tetap diperlukan meskipun menu makanan sudah seimbang
3.
B–S
Suplemen termasuk golongan obat untuk mengobati penyakit
4.
B–S
Semua orang membutuhkan suplemen makanan
5.
B–S
Vitamin, mineral dan asam amino hanya dapat diperoleh dari produk suplemen makanan
6.
B–S
Vitamin A, D, E, K termasuk vitamin larut air
7.
B–S
Kandungan vitamin, mineral dan asam amino pada suplemen lebih unggul dibanding bahan makanan alami
8.
B–S
Kalsium, natrium dan senk merupakan golongan mineral
9.
B–S
Suplemen vitamin C dapat dikonsumsi melebihi anjuran
10. B – S
Semakin tinggi dosis vitamin, mineral dan asam amino dalam suplemen maka semakin bermanfaat bagi kesehatan
D. Keterpaparan Media Promosi 1. Dalam satu bulan terakhir pernahkah anda mendengar/ melihat/ membaca/menonton
mengenai produk/manfaat dari suplemen asam
amino? a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Jika pernah, dari manakah saudara mendengar/ melihat/ membaca/ menonton
mengenai produk/manfaat dari suplemen asam amino
tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu) a. Pelatih
g. Poster/pamflet
b. Teman
h. Majalah
c. Televisi (TV)
i. Multi Level Marketing (MLM )
d. Dokter
E. Aktivitas Fisik Berikut adalah kuesioner yang digunakan untuk menilai level aktivitas fisik yang Saudara lakukan setiap hari. Anda diminta untuk melingkari jawaban yang telah disediakan sesuai kondisi yang ditanyakan. No
Pertanyaan
Jawaban
Aktivitas Fisik Waktu Kerja E1a1
Apa pekerjaan utama anda? .........................
Aktivitas ringan Aktivitas sedang Aktivitas berat
E1a2
Di tempat kerja saya duduk.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E1a3
Di tempat kerja saya berdiri.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E1a4
Di tempat kerja saya berjalan.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E1a5
Di tempat kerja saya mengangkat beban yang
Tidak pernah
sangat berat. Jarang Kadang-kadang Sering
Sangat sering/selalu E1a6
Setelah bekerja saya merasa lelah.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E1a7
Di tempat kerja saya berkeringat.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E1a8
Bila dibandingkan dengan orang lain yang
Lebih berat
sebaya, saya pikir pekerjaan saya secara fisik? Berat Sangat berat Ringan Sangat ringan Aktivitas Fisik Waktu Olahraga E2
Apakah saudara berolahraga?
Ya Tidak (Langsung ke)
E3
Olah Raga yang Paling Sering Dilakukan (Jika tidak ada langsung ke E4)
E3a1
Olahraga apa yang paling sering saudara lakukan? (yang sengaja dilakukan untuk berolahraga,
Intensitas Rendah (Biliar, bowling, golf, dll) Intensitas Sedang
bukan berjalan dari rumah/tempat kos ke
(bulu tangkis, bersepeda,
kampus)
menari/dansa, berenang, tenis)
Lain-lain:...............................
Intensitas Tinggi (bola basket, fitness,
sebak bola/futsal, tinju, dayung, aerobik) E3a2
Berapa jam saudara melakukan olahraga
<1 jam
tersebut dalam satu minggu? 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam >4 jam E3a3
Berapa bulan saudara melakukan olahraga
<1 bulan
tersebut dalam satu tahun? 1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan >9 bulan E3b E3b1
Olah Raga yang Kedua Paling Sering Dilakukan (Jika tidak ada langsung ke E4) Olahraga yang kedua paling sering saudara lakukan?
Intensitas Rendah (Biliar, bowling, golf, dll) Intensitas Sedang (bulu tangkis, bersepeda, menari/dansa, berenang, tenis)
Lain-lain:........................
Intensitas Tinggi (bola basket, fitness, sebak bola/futsal, tinju, dayung, aerobik)
E3b2
Berapa jam saudara melakukan olahraga
<1 jam
tersebut dalam satu minggu? 1-2 jam 2-3 jam 3-4 jam >4 jam
E3b3
Berapa bulan saudara melakukan olahraga
<1 bulan
tersenut dalam satu tahun? 1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan >9 bulan E4
Dibanding orang lain seusia saya, aktivitas fisik
Jauh lebih sedikit
yang saya lakukan saat waktu luang... . Lebih sedikit Sama Lebih banyak Jauh lebih banyak E5
Saat waktu luang saya ........berolahraga.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Serimg Sangat sering
E6
Saat waktu luang, saya ....berkeringat.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering
Aktivitas Fisik Waktu Luang E7a1
Pada waktu luang, saya........menonton TV.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E7a2
Pada waktu luang, saya.......berjalan.
Tidak pernah Jarang
Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu E7a3
Pada waktu luang, saya .........bersepeda.
Tidak pernah Jarang Kadang-kadang Sering Sangat sering/selalu
E7a4
Berapa menit per hari saudara berjalan atau
< 5 menit
bersepeda selama pulang-pergi dari kampus/tempat berbelanja ke rumah? 5 – 15 menit 15 – 30 menit 30 – 45 menit >45 menit
F. Status Merokok 1. Apakah anda pernah merokok dalam sebulan ini? 1. Ya 2.
Apakah anda merokok setiap hari? 1. Ya
3.
2. Tidak
2. Tidak
Berapa rata-rata jumlah rokok yang anda hisap dalam sehari? .................batang.
G. Kebisasaan Makan Responden LEMBAR FOOD RECALL 2X24 JAM WAKTU MAKAN / JAM PAGI CONTOH
NAMA BAHAN MAKANAN Nasi Sayur Bayam Tempe Goreng Ayam Gulai Snack Sukro Susu bubuk Putih Buah Pisang
JENIS Beras Bayam Tempe Ayam
BAHAN BANYAKNYA URT GRAM 1 Piring 1 Mangkok 1 Potong 1 Potong
PAGI
SIANG
MALAM
“Terimakasih
atas Partisipasinya ^_^”
JUMLAH YANG DIMAKAN
Hasil Uji Normalitas 1.
Faktor Internal 1. Umur Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
umurresponden
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic umurresponden
Std. Error
Mean
26.91
95% Confidence Interval for Lower Bound
25.08
Mean
Upper Bound
.918
28.74
5% Trimmed Mean
26.08
Median
23.50
Variance
64.111
Std. Deviation
8.007
Minimum
19
Maximum
55
Range
36
Interquartile Range
9
Skewness
1.577
.276
Kurtosis
2.039
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic umurresponden
.208
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .808
df
Sig. 76
.000
2. Jenis Kelamin Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
jenisklminres
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic jenisklminres
Std. Error
Mean
.26
95% Confidence Interval for Lower Bound
.16
Mean
Upper Bound
.051
.36
5% Trimmed Mean
.24
Median
.00
Variance
.196
Std. Deviation
.443
Minimum
0
Maximum
1
Range
1
Interquartile Range
1
Skewness
1.097
.276
Kurtosis
-.818
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic jenisklminres
.460
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .549
df
Sig. 76
.000
3. Pendidikan Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
penddkanres
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic penddkanres
Std. Error
Mean
1.41
95% Confidence Interval for Lower Bound
1.28
Mean
Upper Bound
.065
1.54
5% Trimmed Mean
1.44
Median
1.00
Variance
.325
Std. Deviation
.570
Minimum
0
Maximum
2
Range
2
Interquartile Range
1
Skewness
-.293
.276
Kurtosis
-.789
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic penddkanres
.316
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .723
df
Sig. 76
.000
4. Variabel Pendapatan Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
pendapatanbaru2
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic pendapatanbaru2
Mean
6.31E6
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
-1.79E5
Upper Bound
1.28E7
5% Trimmed Mean
2.91E6
Median
2.50E6
Variance
Std. Error 3.256E6
8.056E14
Std. Deviation
2.838E7
Minimum
1000000
Maximum
2.E8
Range
2.E8
Interquartile Range
1500000
Skewness Kurtosis
8.665
.276
75.378
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic pendapatanbaru2
.439
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .125
df
Sig. 76
.000
2.
Faktor Eksternal 1. Pengetahuan Gizi tentang Suplemen Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
pengetahuanres
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic pengetahuanres
Std. Error
Mean
6.41
95% Confidence Interval for Lower Bound
5.98
Mean
Upper Bound
.215
6.84
5% Trimmed Mean
6.44
Median
7.00
Variance
3.498
Std. Deviation
1.870
Minimum
2
Maximum
10
Range
8
Interquartile Range
3
Skewness
-.291
.276
Kurtosis
-.690
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic pengetahuanres
.164
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .952
df
Sig. 76
.006
2. Keterpaparan Terhadap Media Promosi Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
ktepaparanres
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic ktepaparanres
Std. Error
Mean
.55
95% Confidence Interval for Lower Bound
.44
Mean
Upper Bound
.057
.67
5% Trimmed Mean
.56
Median
1.00
Variance
.251
Std. Deviation
.501
Minimum
0
Maximum
1
Range
1
Interquartile Range
1
Skewness Kurtosis
-.216
.276
-2.007
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic ktepaparanres
.367
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .632
df
Sig. 76
.000
3. Aktivitas Fisik Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
aktivfisres
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic aktivfisres
Mean
Std. Error
1.32
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
1.16
Upper Bound
1.47
5% Trimmed Mean
1.35
Median
1.00
Variance
.459
Std. Deviation
.677
Minimum
0
Maximum
2
Range
2
Interquartile Range
1
.078
Skewness
-.485
.276
Kurtosis
-.755
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic aktivfisres
df
.278
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .773
df
Sig. 76
.000
4. Status Merokok Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
statusmrokokres
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic statusmrokokres
Std. Error
Mean
.67
95% Confidence Interval for Lower Bound
.56
Mean
Upper Bound
.054
.78
5% Trimmed Mean
.69
Median
1.00
Variance
.224
Std. Deviation
.473
Minimum
0
Maximum
1
Range
1
Interquartile Range
1
Skewness Kurtosis
-.743
.276
-1.488
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic statusmrokokres
.428
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .592
df
Sig. 76
.000
5. Asupan Protein Explore Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
asupnprotein
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
Descriptives Statistic asupnprotein
Std. Error
Mean
.36
95% Confidence Interval for Lower Bound
.25
Mean
Upper Bound
.055
.47
5% Trimmed Mean
.34
Median
.00
Variance
.232
Std. Deviation
.482
Minimum
0
Maximum
1
Range
1
Interquartile Range
1
Skewness Kurtosis
.617
.276
-1.664
.545
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic asupnprotein
.414
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .605
df
Sig. 76
.000
HASIL ANALISIS UNIVARIAT 1. Variabel Konsumsi Suplemen Asam Amino Frequencies Statistics konsumsuplmen N
Valid
76
Missing
0
Mean
.51
Median
1.00
Std. Deviation
.503
Minimum
0
Maximum
1
konsumsuplmen Cumulative Frequency Valid
Percent
Percent
ya
37
48.7
48.7
48.7
tidak
39
51.3
51.3
100.0
Total
76
100.0
100.0
2. Variabel Umur Frequencies Statistics umurbaruresponden N
Valid Percent
Valid Missing
76 0
Mean
.43
Median
.00
Std. Deviation
.499
Minimum
0
Maximum
1
umurbaruresponden Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
dewasa dini
43
56.6
56.6
56.6
dewasa madya
33
43.4
43.4
100.0
Total
76
100.0
100.0
3. Variabel Jenis Kelamin Frequencies Statistics jenisklminres N
Valid
76
Missing
0
Mean
.26
Median
.00
Std. Deviation
.443
Minimum
0
Maximum
1
jenisklminres Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki2
56
73.7
73.7
73.7
perempuan
20
26.3
26.3
100.0
Total
76
100.0
100.0
4. Variabel Pendidikan Frequencies Statistics pndidikanbaru2 N
Valid
76
Missing
0
Mean
.96
Median
1.00
Std. Deviation
.196
Minimum
0
Maximum
1
pndidikanbaru2 Cumulative Frequency Valid
rendah
Percent
Percent
3
3.9
3.9
3.9
tinggi
73
96.1
96.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
5. Variabel Pendapatan Frequencies Statistics pendptnres N
Valid Percent
Valid Missing
76 0
Mean
.50
Median
.50
Std. Deviation
.503
Minimum
0
Maximum
1
pendptnres Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
rendah
38
50.0
50.0
50.0
tinggi
38
50.0
50.0
100.0
Total
76
100.0
100.0
6. Variabel Pengetahuan Frequencies Statistics katpengetahuan N
Valid
76
Missing
0
Mean
.54
Median
1.00
Std. Deviation
.502
Minimum
0
Maximum
1
katpengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
rendah
35
46.1
46.1
46.1
tinggi
41
53.9
53.9
100.0
Total
76
100.0
100.0
7. Variabel Keterpaparan Media Promosi Frequencies Statistics ktepaparanres N
Valid
76
Missing Mean
0 .55
Median
1.00
Std. Deviation
.501
Minimum
0
Maximum
1
ktepaparanres Cumulative Frequency Valid
Percent
Percent
tdk terpapar
34
44.7
44.7
44.7
terpapar
42
55.3
55.3
100.0
Total
76
100.0
100.0
8. Variabel Aktivitas Fisik Frequencies Statistics aktivbaru2 N
Valid Percent
Valid Missing
Mean
76 0 .88
Median
1.00
Std. Deviation
.325
Minimum
0
Maximum
1
aktivbaru2 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ringan
9
11.8
11.8
11.8
berat
67
88.2
88.2
100.0
Total
76
100.0
100.0
9. Variabel Status Merokok Frequencies Statistics statusmrokokres N
Valid Missing
Mean
76 0 .67
Median
1.00
Std. Deviation
.473
Minimum
0
Maximum
1
statusmrokokres Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
merokok
25
32.9
32.9
32.9
tdk merokok
51
67.1
67.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
10. Variabel Asupan Protein Frequencies
Statistics asupnprotein N
Valid
76
Missing
0
Mean
.36
Median
.00
Std. Deviation
.482
Minimum
0
Maximum
1
asupnprotein Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
cukup
49
64.5
64.5
64.5
kurang
27
35.5
35.5
100.0
Total
76
100.0
100.0
HASIL ANALISIS BIVARIAT 1. Hubungan Umur dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary Cases Valid N umurbaruresponden *
Percent 76
konsumsuplmen
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 76
100.0%
umurbaruresponden * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya umurbaruresponden
dewasa dini
Count % within umurbaruresponden
dewasa madya
Count % within umurbaruresponden
Total
Count % within umurbaruresponden
tidak
Total
23
20
43
53.5%
46.5%
100.0%
14
19
33
42.4%
57.6%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.339
Continuity Correctionb
.526
1
.468
Likelihood Ratio
.917
1
.338
Pearson Chi-Square
.915
Fisher's Exact Test
.364
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.903
b
1
.342
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,07. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for umurbaruresponden (dewasa dini / dewasa
1.561
.626
3.893
1.261
.776
2.049
.808
.523
1.247
madya) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
.234
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N jenisklminres *
Percent 76
konsumsuplmen
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
76
100.0%
jenisklminres * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya jenisklminres
laki2
Count % within jenisklminres
perempuan
Total
24
56
57.1%
42.9%
100.0%
5
15
20
25.0%
75.0%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Count % within jenisklminres
Total
32
Count % within jenisklminres
tidak
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.014
4.876
1
.027
6.327
1
.012
6.094 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.019 6.014
1
.014
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,74. b. Computed only for a 2x2 table
.013
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for jenisklminres (laki2 / perempuan) For cohort konsumsuplmen = ya
Lower
Upper
4.000
1.277
12.534
2.286
1.035
5.048
.571
.385
.848
For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
3. Hubungan Pendidikan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N pndidikanbaru2 *
Percent 76
konsumsuplmen
Missing
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 76
100.0%
pndidikanbaru2 * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya pndidikanbaru2
rendah
Count % within pndidikanbaru2
tinggi
Count % within pndidikanbaru2
Total
Count % within pndidikanbaru2
tidak
Total
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
36
37
73
49.3%
50.7%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.587
Continuity Correctionb
.000
1
1.000
Likelihood Ratio
.301
1
.583
Pearson Chi-Square
.295
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association
.291
b
N of Valid Cases
1
.590
76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,46. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for pndidikanbaru2 (rendah /
.514
.045
5.919
.676
.134
3.406
1.315
.573
3.021
tinggi) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
.520
4. Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
pndapatankatebaru *
76
konsumsuplmen
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 76
100.0%
pndapatankatebaru * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya pndapatankatebaru
rendah
Count % within pndapatankatebaru
tinggi
Total
19
35
45.7%
54.3%
100.0%
21
20
41
51.2%
48.8%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Count % within pndapatankatebaru
Total
16
Count % within pndapatankatebaru
tidak
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.229a
1
.632
Continuity Correctionb
.062
1
.804
Likelihood Ratio
.229
1
.632
Pearson Chi-Square
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.653 .226
1
.634
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04. b. Computed only for a 2x2 table
.402
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for pndapatankatebaru (rendah /
.802
.325
1.981
.893
.559
1.426
1.113
.719
1.722
tinggi) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
5. Hubungan Pengetahuan dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N katpengetahuan *
Percent 76
konsumsuplmen
Missing
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 76
100.0%
katpengetahuan * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya katpengetahuan
rendah
Count % within katpengetahuan
tinggi
Count % within katpengetahuan
Total
Count % within katpengetahuan
tidak
Total
20
15
35
57.1%
42.9%
100.0%
17
24
41
41.5%
58.5%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.173
Continuity Correctionb
1.283
1
.257
Likelihood Ratio
1.865
1
.172
Pearson Chi-Square
1.858
Fisher's Exact Test
.250
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
1.834
b
1
.129
.176
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for katpengetahuan (rendah /
1.882
.755
4.692
1.378
.867
2.190
.732
.462
1.161
tinggi) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
6. Hubungan Keterpaparan Media Promosi dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N ktepaparanres * konsumsuplmen
Missing
Percent 76
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 76
100.0%
ktepaparanres * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya ktepaparanres
tdk terpapar
Count % within ktepaparanres
Terpapar
Total
23
34
32.4%
67.6%
100.0%
26
16
42
61.9%
38.1%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Count % within ktepaparanres
Total
11
Count % within ktepaparanres
tidak
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
6.568a
1
.010
5.439
1
.020
6.679
1
.010
Fisher's Exact Test
.012
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
6.482
b
1
.011
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,55. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for ktepaparanres (tdk terpapar /
.294
.114
.762
.523
.304
.898
1.776
1.132
2.785
terpapar) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
.010
7. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
aktivbaru2 * konsumsuplmen
76
N
Total
Percent
100.0%
0
N
.0%
Percent 76
100.0%
aktivbaru2 * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya aktivbaru2
ringan
Count % within aktivbaru2
berat
Total
6
9
33.3%
66.7%
100.0%
34
33
67
50.7%
49.3%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Count % within aktivbaru2
Total
3
Count % within aktivbaru2
tidak
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
.963a
1
.326
.392
1
.531
.982
1
.322
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.481 .950
1
.330
76
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,38. b. Computed only for a 2x2 table
.267
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for aktivbaru2
.112
2.103
.657
.253
1.705
1.354
.803
2.281
For cohort konsumsuplmen = ya
tidak
Upper
.485
(ringan / berat)
For cohort konsumsuplmen =
Lower
N of Valid Cases
76
8. Hubungan Status Merokok dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N statusmrokokres *
Percent 76
konsumsuplmen
Missing N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 76
100.0%
statusmrokokres * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya statusmrokokres
merokok
Count % within statusmrokokres
tdk merokok
Count % within statusmrokokres
Total
Count % within statusmrokokres
tidak
Total
17
8
25
68.0%
32.0%
100.0%
20
31
51
39.2%
60.8%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.018
Continuity Correctionb
4.471
1
.034
Likelihood Ratio
5.653
1
.017
Pearson Chi-Square
5.564
Fisher's Exact Test
.028
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
5.491
b
1
.017
.019
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,17. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for statusmrokokres (merokok /
3.294
1.198
9.052
1.734
1.123
2.678
.526
.285
.971
tdk merokok) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
76
9. Hubungan Asupan Protein dengan Konsumsi Suplemen Asam Amino
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N asupnprotein * konsumsuplmen
Missing
Percent 76
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 76
100.0%
asupnprotein * konsumsuplmen Crosstabulation konsumsuplmen ya asupnprotein
cukup
Count % within asupnprotein
kurang
14
49
71.4%
28.6%
100.0%
2
25
27
7.4%
92.6%
100.0%
37
39
76
48.7%
51.3%
100.0%
Count % within asupnprotein
Total
35
Count % within asupnprotein
Total
tidak
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.000
Continuity Correctionb
26.055
1
.000
Likelihood Ratio
32.417
1
.000
Pearson Chi-Square
28.560
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association
28.184
N of Valid Casesb
1
.000
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,14. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for asupnprotein (cukup / kurang) For cohort konsumsuplmen = ya For cohort konsumsuplmen = tidak N of Valid Cases
Lower
Upper
31.250
6.515
149.903
9.643
2.512
37.022
.309
.196
.487
76
.000