PENETAPAN KADAR KAFEIN DALAM BIJI KOPI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI ASSAY OF CAFFEINE IN COFFEE BEANS BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Elina Hartono Fakultas Farmasi, Universitas Setia Budi Jl. Let. Jen. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127 ABSTRAK Kopi (Coffea sp) sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Kopi Robusta dan Arabika adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Kopi Robusta memiliki kadar kafein lebih tinggi dari kopi Arabika. Kafein mempunyai daya kerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, stimulan otot jantung, relaksasi otot polos dan diuresis. Efek kafein dapat meningkat apabila berinteraksi dengan beberapa jenis obat dan menyebabkan kofeinisme. Penggunaan kopi dalam pengobatan tradisional adalah sebagai penawar racun, penurun panas dan peluruh air seni. Penggunaan kopi yang berlebihan dapat menimbulkan jantung berdebar-debar, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan susah tidur. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar kafein dalam biji kopi Robusta dan Arabika.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kafein disari dari sampel biji kopi menggunakan aquades dan dipanaskan, kemudian diekstraksi menggunakan kloroform. Kloroform hasil ekstraksi dicuci dengan aquades dan diuapkan. Kristal hasil penguapan dilarutkan dengan campuran metanol dan aquades, kemudian disuntikkan ke alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merk SHIMADZU model LC10AS, menggunakan kolom C18RP panjang 30 cm dan detektor UV-Vis dengan panjang gelombang 275 nm. Fase gerak menggunakan campuran metanol : air (20:80) dengan kecepatan alir 0,8 ml/menit. Hasil penelitian kadar kafein dalam biji kopi Robusta sebesar 2,4730% ± 0,0063% dan kopi Arabika sebesar 1,9940% ± 0,0088%. Uji statistik dilakukan dengan uji t untuk dua sampel independen. Nilai signifikansi hasil pengujian hipotesis lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada beda yang nyata antara kadar kafein dalam biji kopi Robusta dan Arabika. KATA KUNCI : biji kopi robusta dan arabika, kafein, kromatografi cair kinerja tinggi ABSTRACT Coffee (Coffea sp) has been known as beverage. The kinds of coffee that are most consumed in Indonesia are Coffea Robusta and Arabica. Caffeine content in Coffea Robusta is higher than in Coffea Arabica. Caffeine is central nervous system stimulant, heart muscle stimulant, smooth muscle relaxation and diuretic. The effect of caffeine increase if interacted with some drugs causing coffeinism. The use of coffee in traditional medicine is as antidote, antipyretic and diuretic. Excessive using of caffeine can cause palpitation, gastric disorder, tremor, nervous, memory disorder and insomnia. The experiment was aimed to assay caffeine content in Coffea Robusta and Coffea Arabica beans. The method used in this experiment was High Performance Liquid Chromatography. Caffeine in coffee beans sample was extracted using distilled water and heated, and then extracted by chloroform. The extracted chloroform was washed with distilled water and evaporated. The evaporated crystals were dissolved in a mixture of methanol and distilled water, and then injected into High Performance Liquid Chromatography instrument SHIMADZU brand, LC-10AS mode, using C18RP coulomb, 30 cm length and UV-Vis detector at 275 nm wavelength. It used methanol:water (20:80) as mobile phase with 0,8 ml/ minute flow rate. The result of this experiment indicate that caffeine content in Coffea Robusta beans was 2,4730% ± 0,0063%, and Coffea Arabica beans was 1,9940% ± 0,0088%. Statistic test was done with t-test for
two independent samples. Significant value as the result of hypothesis test was less than 0,05, so it could be concluded that there was significant difference between caffeine content of Coffea Robusta and Coffea Arabica beans. Keywords : coffea robusta and coffea arabica beans, caffeine, high performance liquid chromatography
PENDAHULUAN Kopi merupakan spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea, tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan dapat tumbuh mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur sekitar 2 tahun. Mula-mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi. Bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah (Soedibyo, 1998). Kopi merupakan biji-bijian dari pohon jenis Coffea dengan kandungan alamiah berupa kafein, sitosterin, kolin, terpenoid. Kopi Robusta dan Arabika adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi di Indonesia (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi Robusta memiliki kadar kafein lebih tinggi daripada kopi Arabika (Soedibyo, 1998). Kafein (1,3,7-trimetil xantin) merupakan salah satu derivat xantin yang mempunyai daya kerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, stimulan otot jantung, relaksasi otot polos dan meningkatkan diuresis, dengan tingkatan berbeda. Efek kafein dapat meningkat apabila berinteraksi dengan beberapa jenis obat, antara lain : obat asma (epinefrin/teofilin), pil KB, antidepresan, antipsikotika, simetidin. Akibatnya mungkin terjadi kofeinisme disertai gejala gelisah dan mudah terangsang, sakit kepala, tremor, pernapasan cepat dan insomnia (Harkness, 1989). Orang yang minum minuman mengandung kafein dapat menghilangkan rasa letih, lapar, mengantuk (Anonim, 1995). Penggunaan kafein yang berlebihan dapat menimbulkan jantung berdebar, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur (Tan, dan Raharja, 2002). Metode yang digunakan dalam analisis kafein dalam biji kopi, yaitu dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Keuntungan menggunakan metode KCKT antara lain : waktu analisis cepat, daya pisah baik, memiliki kepekaan yang tinggi, detektor unik, kolom dapat dipakai kembali, ideal untuk molekul besar dan kecil, mudah untuk memperoleh kembali cuplikan (Johnson dan Stevenson, 1991). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kafein dalam biji kopi Robusta dan Arabika secara KCKT dan untuk mengetahui perbedaan kadar kafein dalam biji kopi Robusta dan Arabika. METODE PENELITIAN Bahan Biji kopi Robusta dan Arabika, aquades, kloroform, methanol, reagen Parry, NH4OH pekat, Fase gerak (metanol : air). Alat Alat yang digunakan : HPLC Shimadzu model LC-10AS yang dilengkapi detektor UV-Vis, SPD 10A, kolom C18RP (fase balik) panjang 30 cm dan pemroses data C-R10; UV-Vis Spektrofotometer SHIMADZU model UV-1201; Blender NATIONAL model MX-T1GN; neraca analitik SHIMADZU model LIBROR AEG-12; labu takar 10,0 ml; 25,0 ml; 50,0 ml; 100,0 ml; pipet volume 1,0 ml; 5,0 ml; 10,0 ml; 25,0 ml; syringe; beaker glass 100 ml; pembakar spiritus; kaki tiga, kasa; batang pengaduk dari gelas;corong gelas; corong pemisah; kertas saring; cawan penguap; pipet tetes; penangas air.
1.
Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini secara random sampling, yang diperoleh dari perkebunan getas, kecamatan bawen, kabupaten semarang (coffee shop banaran, pt. Perkebunan Nusantara IX). 2. Pembuatan larutan uji A. Biji kopi yang telah disangrai diblender sampai menjadi serbuk. B. Serbuk sampel direbus dengan aquades sampai mendidih selama 5 menit. C. Didinginkan, kemudian disaring secara kuantitatif. D. Cairan hasil penyarian dimasukkan ke dalam labu takar secara kuantitatif. 3. Uji kualitatif Dua tetes sampel ditambah 2 tetes etanol, 1 tetes reagen parry dan 1 tetes nh 4oh pekat akan menghasilkan warna hijau. 4. Pembuatan larutan baku kafein Baku kafein pro analysis ditimbang 50,0 mg secara seksama, dilarutkan dengan metanol dalam labu takar 100,0 ml, kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas. 5. Pembuatan fase gerak metanol : air (1:4) Mengambil 200 ml metanol dan 800 ml aquades, dimasukkan kedalam botol 1000 ml dan dicampur sampai homogen. 6. Pembuatan fase gerak metanol : air (3:7) Mengambil 300 ml metanol dan 700 ml aquades, dimasukkan kedalam botol 1000 ml dan dicampur sampai homogen. 7. Pembuatan spektrum serapan Membuat larutan baku kafein 25 ppm dengan melakukan pengenceran dari larutan baku 500 ppm, kemudian mengukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 265-280 nm. Membuat grafik hubungan antara panjang gelombang dengan serapan. Panjang gelombang yang menghasilkan serapan tertinggi adalah panjang gelombang maksimum kafein. 8. Pemilihan kondisi analisa Membuat larutan baku kafein 50 ppm dengan melakukan pengenceran dari larutan baku 500 ppm. Menyuntikkan larutan baku kafein dengan konsentrasi 50 ppm sebanyak 10 µl ke instrumen kckt pada panjang gelombang maksimum, dengan kecepatan alir 0,8 ml/menit dan 1,0 ml/menit dengan fase gerak metanol:air (1:4 dan 3:7). 9. Pembuatan kurva kalibrasi Membuat suatu seri pengenceran dari larutan baku dengan konsentrasi 500 ppm, 400 ppm, 300 ppm, 200 ppm, 100 ppm dan 50 ppm. Masing-masing konsentrasi disuntikkan sebanyak 10,0 µl ke instrumen kckt dengan kondisi analisa terpilih, kemudian dianalisis hubungan antara luas puncak dan konsentrasi baku pembanding. 10. Pengujian batas deteksi minimum dan batas kuantitasi Membuat suatu seri pengenceran dari larutan baku dengan konsentrasi 500 ppm, 400 ppm, 300 ppm, 200 ppm, 100 ppm, dan 50 ppm. Menyuntikkan masing-masing konsentrasi sebanyak 10µl ke instrumen kckt pada kondisi analisa terpilih, kemudian menentukan batas deteksi minimum dan batas kuantitasi. 11. Uji presisi Membuat larutan baku kafein 100 ppm dengan melakukan pengenceran dari larutan baku 500 ppm. Menyuntikkan larutan baku konsentrasi 100 ppm sebanyak 5 kali ke instrumen KCKT. Menghitung simpangan baku (SD) dan simpangan rata-rata (CV) dari data yang diperoleh. 12. Penetapan kadar kafein Larutan uji hasil penyarian dipipet 10,0 ml, diekstraksi dengan kloroform sebanyak 30 ml dalam corong pisah selama 10 menit. Fase kloroform diuji secara kualitatif terhadap
adanya kafein. Apabila hasil uji positif, dilakukan ekstraksi kembali dengan menggunakan kloroform baru sampai hasil uji negatif. Fase kloroform dipisahkan dari fase air, kemudian dicuci dengan 30 ml aquades dan diuapkan dalam cawan penguap. Residu yang terjadi dilarutkan dalam fase gerak metanol:air dalam labu takar 50 ml, dan disuntikkan sebanyak 10 µl ke instrumen KCKT. Kromatogram yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram baku pembanding dan kadarnya dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi. 13. Uji perolehan kembali Membuat larutan baku kafein 100 ppm dengan melakukan pengenceran dari larutan baku 500 ppm. Larutan baku kafein konsentrasi 100 ppm dipipet 10,0 ml, diekstraksi dengan kloroform sebanyak 30 ml dalam corong pisah selama 10 menit sebanyak 2 kali. Fase kloroform dipisahkan dari fase air, kemudian dicuci dengan 30 ml aquades dan diuapkan dalam cawan penguap. Residu yang terjadi dilarutkan dengan campuran metanol:air (1:4) dalam labu takar 50 ml dan disuntikkan sebanyak 10 µl ke instrumen KCKT. Kromatogram yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram baku pembanding dan kadarnya dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi. 14. Uji t Analisis data dengan uji t untuk menunjukkan apakah terjadi suatu perbedaan yang signifikan antara penetapan kadar kafein dalam biji kopi Robusta dan Arabika. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
Penentuan panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari baku kafein dengan konsentrasi 25 ppm dengan rentang panjang gelombang 265 – 280 nm, interval 1 nm mempunyai serapan terbesar pada panjang gelombang maksimum 275 nm dengan nilai serapan 0,653 (Tabel 1 dan Gambar 1). Kondisi analisa. Kondisi analisa yang terbaik dari fase gerak adalah campuran metanol – air (1:4) dan kecepatan alir 0,8 ml/menit, karena nilai N yang paling besar yaitu 733,578 dan HETP paling kecil yaitu 0,0409 (Tablel 2). Kurva kalibrasi. Hasil kurva kalibrasi diperoleh Y = 2,8986 + 28241,1776 X karena mempunyai nilai r = 0,99999197 (Tabel 3 dan Gambar 2). Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitas (LOQ). Hasil LOD = 2,53 ppm dan LOQ = 8,42 ppm. Uji perolehan kembali. Hasil uji perolehan kembali = 98,97% ± 2,26%, uji ini untuk mengetahui kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Penetapan kadar kafein dalam biji kopi. Hasil analisis kafein dalam biji kopi Robusta = 2,4730 % ± 0,0063 % dan kafein dalam biji kopi Arabika = 1,9940 % ± 0,0088 % (Tabel 4). Uji t Nilai signifikasi pengujian hipotesis (sig.) dapat dilihat pada basis Equal Variances = 0,000 lebih kecil dari 0,05, sehingga ada perbedaan yang signifikan antara kadar kafein dalam kopi Robusta dan Arabika (Tabel 5).
KESIMPULAN 1. Kadar kafein dalam sampel biji kopi yang diambil dari perkebunan Getas, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang (Coffee shop Banaran, PT. Perkebunan Nusantara IX) adalah : a. Biji kopi Robusta = 2,4730% ± 0,0063% b. Biji kopi Arabika = 1,9940% ± 0,0088% 2. Ada beda yang bermakna antara kadar kafein dalam biji kopi Robusta dan Arabika.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 175. Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Jakarta, 148-150. Anonim, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 226-233. Anonim, 2006, Secangkir Kopi Pertajam Daya Ingat, artikel, (http://www.pontianakpost.com, diakses 27 Februari 2007). Autherhoff, H., Kovar, K. A., 1987, Identifikasi Obat, Terbitan IV, Penerbit ITB, Bandung, 145-146. Clarke, E. G. C., 1975, Isolation and Identification Drug, The Pharmaceutical, London, 26, 234. Fulder, S., 2004, Khasiat Teh Hijau, alih bahasa oleh Trisno Rahayu Wilujeng, Prestasi Pustaka Karya, Jakarta, 27-39. Sianturi,G, 2001, Kafein dan Minuman Kesehatan, (http://www.gizi.net, diakses 28 November 2006). Hamima, H., 2005, Kafein Punca Darah Jadi Sempit, (http://www.hmetro.com.my, diakses 28 November 2006). Harkness, R., 1989, Interaksi obat, diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B. Widianto, Penerbit ITB, Bandung, 33, 46, 94, 267, 283, 287. Johnson, E. L., Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair, Penerbit ITB, Bandung, 1-54. Marks, V., Kelly, J. F., 1973, Absorption of Caffeine from Tea, Coffee, and CocaCola, Lancet, London, 827. Najiyati, S., Danarti, 2004, Kopi, budi daya dan penanganan pasca panen, Penebar Swadaya, Jakarta, 1-3, 7. Ratna, P. F., 2005, Analisis Akrilamida dalam Keripik Kentang di Pasaran secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Skripsi, Universitas Setia Budi, Surakarta, 9-10. Riawan, H., 2004, Penetapan Kadar Kafein dalam Minuman Berenergi secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Skripsi, Universitas Setia Budi, Surakarta. Santoso, S., 2000, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 94-99. Soedibyo, B. R. A., 1998, Alam Sumber Kesehatan, Balai Pustaka, Jakarta, 225-226. Stahl, E., 1985, Analisis obat secara kromatografi dan mikroskopi, Penerbit ITB, Bandung, 227. Sudjadi, Rohman, A., 2004, Analisa Obat dan Makanan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 6974. Tan, H. T., Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 350-351.
Tabel 1. Penentuan panjang gelombang maksimum kafein No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Panjang gelombang (nm) 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280
Serapan 0,542 0,558 0,573 0,585 0,599 0,610 0,625 0,638 0,645 0,650 0,653 0,651 0,643 0,634 0,621 0,609
Tabel 2. Kondisi analisa Variabel Kecepatan alir 0,8 ml/menit
1,0 ml/menit
Perhitungan Fase gerak
N
HETP
metanol-air (1:4)
733,578
0,0409
metanol-air (3:7)
667,643
0,0499
metanol-air (1:4)
685,484
0,0438
metanol-air (3:7)
719,919
0,0417
Tabel 3. Data kurva kalibrasi Konsentrasi kafein (ppm) 53,9
Waktu retensi (menit) 7,212
Luas puncak (µv/detik) 1543155
107,8
7,259
3051767
215,6
7,251
6056047
323,4
7,273
9113362
431,2
7,264
12191788
539
7,319
15232082
Tabel 4. Penetapan kadar kafein dalam biji kopi Sampel
Bobot Sampel
Kadar kafein
(g)
ppm
mg
%
Biji kopi
2,0582
101,5678
50,78
2,4672
Robusta
1,9964
98,7836
49,39
2,4740
2,0018
98,8625
49,43
2,4693
1,9816
98,3407
49,17
2,4813
Rata-rata ± SD
2,4730±0,0063
Biji kopi
2,9583
117,7480
58,87
1,9900
Arabika
3,0211
120,0844
60,04
1,9874
3,0619
122,7234
61,36
2,0040
3,0046
120,3651
60,18
2,0029
3,0501
121,1228
60,56
1,9855
Rata-rata ± SD
1,9940±0,0088