JEJAK PETUALANG
Eksebhisi to JAYAPALMERA
INTER ARMA CARITAS. Sahabat FM ..., pada tanggal 24 - 27 Oktober 2008, PMR kita mengikuti JAYAPALMERA (Jumpa Karya Palang Merah Remaja) yang ke-VII di Universitas Negeri Malang. Tempatnya di Pusdik Seaharnud Batu. Guna memperebutkan piala bergilir Gubernur Jatim dan Rektor UM setiap 2 tahun sekali. Kegiatan ini diikuti oleh siswa SMA/SMK/MAN se-Jawa terbuka. ”Alhamdulillah sekolah kita dapat lolos dalam babak penyisihan se-Kab. Blitar sehingga SMANSA dapat mengikti perebutan piala bergilir,” ungkap Listya selaku ketua PMR. Tepat hari kamis, pukul 10.30 WIB. Anggota PMR yang telah terpilih, yaitu 2 laki-laki dan 9 wanita siap untuk melakukan pejalanan panjangnya menuju bukit JAYAPALMERA. Kebetulan perjalanan kami tidak sendiri melainkan bersama anggota PMR Unit SMA Sutojayan. Kita berangkat satu Kencana yaitu truk yang lumayan sesak akan barang-barang. Meski suasana tidak mendukung, kami tetep happy fun sepanjang perjalanan apalagi jalanan yang berliku-liku menambahindahnya suasana dan keakraban kami. Sampai di lokasi sekitar jam dua sore, kita melakukan chek in dan mendirikan tenda. Kita memang sedikit mengalami kesulitan dalam membangun tenda karena kurangnya tenaga laki-laki. Untung saja Pak Dodo siap membantu kami 24 jam non stop, he ... he …. Dua jam kami mendirikan tenda, perut terasa lapar dan tenggorokan kering sangat dahaga tak tanggung-tanggung lagi, kita langsung membuka bekal dan makan bersama. Usai itu kita melanjutkan kegiatan yang ekstra full energi yaitu memasak dan mencari air. Lokasi perkemahan yang di pilih bukanlah hutan / perbukitan melainkan tanah lapang yang berada di tengah-tengah lokasi pelatihan ABRI. Sehingga selain kita dapat
cuci mata, fasilitas MCK dan air bersih dapat dengan mudah kita dapatkan. Pukul 20.00 WIB perwakilan dari peserta mengikuti kegiatan tehnical meeting guna mengetahui peraturan / tatib yang berlaku dan untu mengetahui juga jumlah regu yang telah hadir, yaitu sebanyak 38 regu. Adapun kegiatan yang dilombakan yaitu gebyar seni, cerdas tangkas, majalah dinding 3D, perawatan keluarga, PP terorganisisir, dan PP eksebhisi. Hari pertama berjalan mulus, so lest’s go ... the day!! Mentari bersinar begitu indah dan sempurna menghangatkan setiap kerucutan tenda. Upacara pembukaan berjalan sangat hikmat selama 2 jam. Suasana yang tadi sepi kini berubah seperti perkampungan baru. Tepat pukul 13.00 WIB perlombaan mading dimulai, terlihat semua kreasi seni anak-anak PMR berhamburan dan hancur karena tak disangka-sangka saat karya mereka hampir selesai, angin berhembus kencang disertai hujan yang sangat lebat. Suasana berubah rincuh dan karya-karya mereka tak terselamatkan. ( Oh, my God! ). Mentari yang ditunggu-tunggu tak lagi muncul, sementara bagaimana nasib tenda yang ada diperkemahan. Apakah roboh, tertiup angina, atau hancur tertimpa derasnya air hujan? Hujan deras berubah menjadi titik air, kita beranjak meninggalkan mading. Di perkemahan ternyata semua barang berhasil terselamatkan berkat bantuan sahabat-sahabat yang tidak mengikuti perlombaan dan pendamping kami yaitu Bu Reni dan Pak Dodo. ”Hujan sangat deras bercampur angin lebat. Saya dan teman-teman kuwalahan menghadapinya,” ungkap Bu Reni yang basah kuyup dan kedinginan. Sementara itu ada juga tenda sahabat kita yang roboh dan hancur, sehingga sore itu terpaksa kegiatan kami adalah servis tenda dan berdasar keputusan Panitia pembuatan mading tetap berlanjut hingga nanti malam dan dengan bahan apa adanya. Malam dengan cepat hadir di antara dinginya waktu, setelah usai makan malam dan ibadah, kita siap-siap untuk perlombaan LCT. Lama kami menungu giliran, sampai-sampai kami tertidur di lapangan karena kelelahan. Ksmi sangat kecewa setelah panitia mengumumkan bahwa perlombaan dilanjutkan esok pagi karena waktu sudah malam. Dengan berat hati kami menuju tenda yang basah kuyup dan tak layak untuk sekedar membaringkan badan. Beruntung saja Pak Yogi suami Bu Reni, Pak Pri, dan Pak Agus datang membawakan perlengkapan tidur sehingga tidur kami merasa nyaman. Malam berjalan sangat cepat, mentari dengan sigap muncul kembali di permukaan bumi. Kita semua di sibukan dengan kegiatan masing-masing, ada yang masak, mandi, ibadah dll. Pagi ini, ada perlombaan Pertolongan Pertama yang dimulai pukul 07.00 WIB. Kami mendapat giliran pukul 02.00 WIB. Perlombaan telah usai terlihat awan hitam mulai menjenguk kota Batu-Malang yang sangat malang itu. Kami pun mengeluarkan mantel dan menyelamatkan barang-barang yang tak tahan air, kali ini kami tanpa pendamping perempuan karena sejak tadi pagi Bu Reni dan pendamping lainya memutuskan untuk kembali ke Blitar, namun kami sedikit lega, Mbak Wahyu istri dari Pak Dodo datang menemani kami, sehingga kegiatan memasak pun menjadi lebih ringan. Keakraban kami pun terlihat dengan seringnya kita berjalan bersama menuju Masjid dan makan bersama. Semakin lama SMANSA akrab dengan SMANJAYA yang pembinanya sama, yaitu Pak Dodo, sehingga kita seperti saudara.
Walaupun hujan gerimis tetap mengiringi, kami tak kenal putus asa, tetap berjuang dan berusaha untuk menampilkan yang terbaik. Semalam hujan terus mengguyur kota Batu, tenda sangat tak nyaman untuk dijadikan tempat peristirahatan. Banyak dari anak-anak yang lebih memilih tidur di Masjid dari pada di tenda. Sekitar pukul 22.00 WIB Pak Agus, Pak Pri, dan Pak Tukiman datang mendampingi kami. Minggu pagi kegiatan tinggal sedikit, cuaca sangat mendukung dan mengesankan. Kita tinggal mengikuti kegiatan ekspedisi pertolongan pertama. Tepat pukul 13.00 WIB kita berangkat, lagi-lagi jam karet yang di gunakan panitia, kita terpaksa menunggu berjam-jam hinga hujan pun turun tak terkendali, kelompok kami adalah kelompok yang pertama lomba di lapangan bersama derasnya hujan. Kita tidak bisa menghindar dari derasnya hujan, kita tetap berjuang meski sangat sulit dan konsentrasi kami pun terpecah dengan kondisi. Banyak dari kami yang terkena flu dan masuk angin, namun itu bukan menjadi alasan untuk berhenti berjuang. Semangat kami bertambah mengebu-ngebu karena malam ini adalah malam terakhir kita berada di kota Batu - Malang ini. Pukul 19.00 WIB kita sudah bersiap-siap untuk seleksi gebyar seni, hingga kita tak sempat untuk makan malam karena menurut jadwal jam tujuh tepat seleksi dimulai. Hujan tetap mengiringi malam. Lagi-lagi panitia belum mempersiapkan peralatanya. Kami semua sangat kecewa dengan ketidaksiapan panitia, hingga pukul 21.00 WIB acara baru dimulai. Kebetulan kita mendapat giliran yang petama. Pementasan kami sangat hancur karena tidak berfungsinya sound sistem panitia dengan baik. Kami semua sangat kecewa dengan kejadian itu. Kami pun beranjak dari tempat pertunjukan menuju perkemahan, berharap ada makanan yang telah siap saji untuk mengisi perut yang melilit-lilit ini, tak di duga-duga ketua PMR kita jatuh pingsan dan harus segera dibawa ke panitia untuk mendapatkan tempat lebih layak dan penanganan khusus. Kami tak puas dengan pelayanan panitia, sementara kondisi Listya (ketua PMR ) semakin parah. Sementara di tenda lebih kacau lagi nasi yang dikira sudah matang ternyata masih setengah jadi. Kita tidak dapat saling menyalahkan, kita hanya dapat mengelus dada dan berharap kekacauan ini akan cepat berlalu. Ada yang memutuskan untuk membeli makan di luar dan ada yang melanjutkan tidur saja karena waktu itu sudah tengah malam. Hari yang ditungu-tunggu telah tiba yaitu hari Senin, merupakan hari terakhir kita diperkemahan. Semua kegiatan telah usai, tinggal menunggu upacara penutupan dan hasil yang kami peroleh. Kegiatan hari ini dihabiskan untuk bersih-bersih diri dan masak. Kondisi Listya semakin lemas akhirnya kita mendatangkan mobil Ambulan dari Blitar dan membawa pulang Listya lebih awal. Sementara di perkemahan terlihat anak-anak yang berjiwa sosial menyumbang sebagian darahnya untuk donor darah. Sekitar pukul 14.00 WIB hujan kembali turun sehingga upacara penutupan dan penyerahan piala pemenang di laksanakan di dalam aula. Walaupun kami tidak mendapatkan piala kemenangan, namun kita tetap bersyukur telah di beri jiwa pantang menyerah dan mendapatkan pengalaman yang sangat hebat dan sangat berharga selama di perkemahan JAYAPALMERA. Juara umum diraih oleh sahabat kita dari
Malang yaitu SMAN 3 Malang. Truk Kencana kami pun melenggang cepat menulusuri jalanan. Dalam hati kami berucap janji akan kembali di suatu saat nanti, tidak dengan penderitaan, namun dengan kebahagiaan, karena kerasnya perjuangan itu membuat kami semakin membuladkan tekad untuk meningkatkan ketrampilan. Sepanjang perjalanan, hujan tetap menemani. Walaupun dari ujung rambut sampai ujung kaki kami basah kuyup, kami masih mempunyai sisa-sisa tenaga untuk sekedar mendendangkan lagu perpisahan. MAJU TERUS PANTANG MUNDUR … !!! PER HUMANITATEM AD PACEM, SEMERAH DARAH SEBENING AIR MATA ITU SEMBOYAN KITA, MAJULAH AYO MAJU PANTANG MENYERAH SEBELUM KITA MENANG, … . (saske)
Ekspedisi Gunung Kelud Pada hari yang cerah pukul 04.00 WIB rombongan SMANSA yang terdiri atas bapak-ibu guru dan siswa-siswi SMANSA yaitu Frendy S.A, Bayu Puji, Java Widodo, Krisdiantoro, Suprihatin, Nina, Erna, dan Anik. Mereka berangkat menghadiri pembukaan perintisan area menuju kawah Gunung Kelud di daerah Tulungrejo, Gandusari, Blitar. Kegiatan tersebut didampingi oleh Bu Sutini, Pak Kadis, dan Pak Suprianto. Awalnya rombongan berkumpul di halaman SMANSA, untuk menunggu travel yang sudah dipesan untuk mengantar ke perkebunan / hutan Pinus di Desa Tulungrejo. Start dari Desa Tulungrejo pukul 07.30 WIB, sesampai di hutan Pinus kami langsung mengikuti upacara pembukaan yang dipimpin oleh Bupati Blitar, Drs. Heri Nugroho, M.M. Setelah itu tepat pukul 08.00 WIB kami mulai pendakian menuju puncak Gunung Kelud yang menyimpan sejuta panorama begitu indah. Selama di perjalanan, kami bersama tim pendakian melewati beberapa pos. Pada pos pertama, kami mendapatkan stempel warna hijau di lengan, dengan tulisan di atasnya “Lintas Gunung Kelud”, lalu dilanjutkan di pos kedua, kami mendapatkan stempel berwarna ungu yang bertuliskan sama. Akhirnya, sampailah kami di pos ketiga yang merupakan finis dari perjalanan panjang kami ± 8 km dan mendapatkan stempel berwarna coklat dan badge yang berlambangkan burung dan tunas kelapa dari pihak panitia penyelenggara. Sesampai di puncak, kami menikmati sejuta panorama yang tersembunyi di alam Gunung Kelud yang tampak dengan jelas dan merona. Konon menurut cerita orang, ”Apabila ada orang yang “bersiul (suit ... suit …) dan berteriak-teriak, maka kawah akan diselimuti oleh kabut.” Setelah istirahat, kami turun tepat pada pukul 11.00 WIB untuk makan siang yang telah disediakan oleh sekolah. Selanjutnya kami bersantai diiringi oleh rintik hujan yang memaksa kami berteduh di tenda panitia sambil menikmati sajian lagu-lagu orkes pop-dangdut.
Setelah hujan reda, mobil jemputan tim kami belum juga datang. Akhirnya, memaksa kami untuk berjalan kaki (oh ... how poor you are!!), karena terlalu lelah, kami beristirahat di sebuah masjid dengan harapan mobil jemputan segera datang. Kira-kira sekitar pukul 15.30 WIB mobil jemputan pun datang dan mengantarkan kami back to SMANSA dengan selamat. Selama perjalanan pulang, kami mengisi waktu luang di mobil dengan berfoto bareng. Seusai kegiatan tersebut banyak sekali yang dialami oleh para rombongan, tidak hanya badan terasa capek tapi kaki pegal-pegal, pinggang pun terasa mau hancur remuk redam. Bayangkan saja, harus berjalan sejauh ± 8 km. Padahal kalau kita berjalan dari terminal ke SMANSA yang hanya berjarak ± 300 m saja, banyak sekali yang memilih naik sepeda motor. “Walau begitu, capek kami terobati manakala sudah sampai di puncak dan menikmati panorama gunung Kelud yang mempesona, sekaligus buat menambah kenalan baru dari sekolah lain se-kabupaten Blitar,” curhat Chandra Sadu P. yang juga ketua ekstraPecinta Alam SMANSA. (K@RI!/!@ ~ €X)