01
Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat apabila dibandingkan triwulan-IV 2015. Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan triwulan I-2015.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy) cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun meningkat cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,64% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor konstruksi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.1 KONDISI UMUM Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69 triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara itu, dari sisi sektoral pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan didorong oleh realisasi belanja pemerintah (pegawai, barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung pemerintahan), investasi swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari. Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi penggunaan, seluruh komponen (konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan siklus tahunan yang selalu terjadi di NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi belanja dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi masyarakat secara umum. Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas, harga komoditas dunia yang masih tergolong rendah serta adanya pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih rendah apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTB secara tahunan masih didorong oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum serta sektor pedagangan besar seiring adanya perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
GRAFIK 1.1.
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL 6.5
22 TRILIUN RP
PDRB ADHB (TRILIUN)
20
6
18 5.5 16
5.06
9.97 19.69
27.11
46.26
2947.6
NTT
NTB
BALI
NAS
5 14
6.04 4.92
2.24
5.06
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014 PDRB NTT (TRILIUN RP)
NTT (%YOY)
I
II
III
19.69
12 10
20.37
4.92
IV
I 2016
2015
4.5
-0.34
NAS
NTT
NTB QTQ
NASIONAL (%YOY)
Sumber:BPS (diolah)
-1.46 -4.88
4
BALI
NAS
NTT
NTB
BALI
YOY
Sumber : BPS (diolah)
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali. Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016. Kondisi penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum disebabkan oleh perlambatan realisasi belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong oleh peningkatan produksi tambang dan mulai adanya panen padi di beberapa daerah.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong utama yang juga ditopang konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Pertumbuhan investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp 1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama terjadi dari pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi selama 50 dan 90 hari untuk keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015 serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan dan komunikasi. Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang diperkirakan ditunjang oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy) masih menjadi salah satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi. Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan mengalami penurunan dan mendorong kinerja ekonomi menurun sebesar -4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yang turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya realisasi anggaran di akhir tahun 2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah tangga seiring telah lewatnya akhir tahun anggaran. Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016 2015
YOY
URAIAN
2016
qtq
yoy
I
12.967.693
15.532.810
14.712.817
74,7
-4,25
5,60
536.536
727.600
583.485
3,0
-21,07
3,92
23.705.393
2.805.822
8.049.633
3.151.219
16,0
-60,59
5,44
26.693.029
32.505.797
6.850.598
9.043.274
8.187.777
41,6
-14,03
9,33
PERUBAHAN INVENTORI
1.024.332
967.562
48.347
352.370
23.514
0,1
-93,55
-56,72
EKSPOR LUAR NEGERI
1.382.328
1.608.842
362.988
359.881
305.214
1,5
-15,21
-21,09
527.152
261.549
38.655
72.579
47.777
0,2
-33,88
27,52
(33.842.869)
(40.660.869)
(6.062.539)
(13.621.813)
(7.223.156)
-36,7
-42,41
8,55
68.598.500
76.432.477
18.055.203
20.371.177
19.693.094
100,0
-4,88
5,06
2015
50.952.750
56.027.892
2.323.762
2.539.408
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
20.592.320
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
IMPOR LUAR NEGERI NET EKSPOR ANTAR DAERAH PDRB
I
Bobot
IV
2014
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.2.1 Konsumsi Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy) cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan terutama terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga cenderung meningkat yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB NTT pada triwulan-I 2015. Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan sebesar 5,60% (yoy) walaupun secara triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016 cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT pada triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat . Peningkatan secara tahunan diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) terjadi perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan konsumsi masyarakat paska natal dan tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan, ketepatan pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN 160 150 140 130 120 110 100 90 80 I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
III
2014
IV
I 2016
2015
KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA SAAT INI (DIBANDING 6 BL LALU) KETEPATAN WAKTU SAAT INI UNTUK MELAKUKAN PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU INDEK KONDISI EKONOMI SAAT INI
Sumber:Survei Konsumen Bank Indonesia
Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun. Penurunan ITK juga ditunjukkan dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016 cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan juga terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02% (qtq) walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar 10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar 2,5% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 16,7% (yoy). GRAFIK 1.5. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
GRAFIK 1.4. INDEKS TENDENSI KONSUMEN 115
140000
30%
110
120000
25%
105
100000
100
80000
95
60000
90
40000
85
20000
20% 15% 10%
80
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014 ITK
III
IV
2015
PENDAPATAN RT
-5% I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
KONSUMSI (RIBU KWH)
PROYEKSI ITK
I
II III 2014
GROWTH (QTQ)
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
-10%
GROWTH (YOY)
Sumber:PT. PLN INDONESIA
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
GRAFIK 1.7. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
60
14
50
12
40
10
30
8
20
6
10
4
I
0%
0
I 2016
Sumber:BPS (diolah)
0 -10
5%
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
2014
I
II
III 2015
IV
I 2016
-20 -30 KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
25%
TRILIUN
20% 15% 10% 5%
2 0
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
KONSUMSI
IV
I
II III 2014
KONSUMSI (YOY)
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
0%
KONSUMSI (QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa Pilkada serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I 2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016). Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen utama yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi anggaran melalui penetapan target realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi terkait diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan. Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya penumpukan realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan ecatalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015 cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk di akhir tahun 2015. 1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo, bendungan rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi belanja modal pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34 miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga diperkirakan berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik, sarana komunikasi, serta restoran dan hotel. . Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di NTT. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77 juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari indikator penjualan semen, terlihat pula peningkatan penjualan semen secara tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015. GRAFIK 1.8. REALISASI INVESTASI MODAL ASING & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI 120
1,29 T
1400%
GRAFIK 1.9. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT 50%
300
1200% 100
1000% 800%
80
40%
250
30% 200
20%
600% 60
400%
40
200%
31,4 24,8
20
-400%
I
II
III
IV
2013
PROYEK PMA (JUTA US$)
I
II
III
IV
2014
PROYEK PMDN (MILIAR RP)
Sumber : BKPM, diolah
I
II
III 2015
PMA (%YOY)
IV
I 2016
0%
100
0% -200%
0
10%
150
-10% 50
-20% -30%
I
II
III 2013
IV
I
II
III
RIBU TON
PMDN (%YOY)
IV
I
2014
II
III 2015
YOY
IV
I 2016
QTQ
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan perputaran uang. Data kliring menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy). Penurunan kredit investasi mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi pemerintah maupun swasta dari luar NTT.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN KLIRING 3500
GRAFIK 1.11. PERKEMBANGAN KREDIT MODAL KERJA DAN KREDIT INVESTASI
MILIAR
%
3000
180
7
160
6
140
2500
1500
5
40.0%
4
30.0%
80
3
20.0%
2
10.0%
20
1
0.0%
0
0
60
1000
40
500 0
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I 2016
2015
50.0%
100
120
2000
60.0%
TRILIUN
I
II
III
IV
I
MODAL KERJA NILAI (RP MILIAR)
II III 2014
2013
IV
I
II III 2015
INVESTASI (YOY)
INVESTASI
IV
I 2016
-10.0%
MODAL KERJA (YOY)
PERT (%YOY)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
1.2.3 Ekspor – Impor 1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai 8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan peti kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7% (qtq). Alur pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah dengan kondisi konsumsi dan investasi yang meningkat secara tahunan namun menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan kegiatan proyek pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat menunjukkan pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy). Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT masih menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain. GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS 30,000
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
TEUS
25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0
I
II
III
IV
I
2013 TEUS Sumber : Pelindo III, diolah
II III 2014
IV
I
PERTUMBUHAN (% YOY)
II III 2015
IV
I 2016
PERTUMBUHAN (% QTQ)
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40%
80,000
150%
TON
60,000 100% 40,000 20,000 0
50% I
-20,000
II
III
IV
2013
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
-40,000
IV
I 2016 0%
-50%
-60,000 -80,000
BONGKAR
MUAT
NET
NET UNLOADING (% YOY)
-100%
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung mengalami penurunan secara tahunan maupun triwulanan. Penurunan net ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara triwulan mencapai -10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016 Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar NTT terutama beras yang berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke negara Timor Leste.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
JUTA USD
13
10
11
9
9
8
7
7
5
6
JUTA USD
5
3
4
1 -1
I
II
III
IV
I
II
2013
-3
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
3
I 2016
2 1
-5
0
-7
I EKSPOR
IMPOR
II III 2012
NET EKSPOR
USA
Sumber : Pelindo III, diolah
IV
I
THAILAND
II III 2013 INDIA
IV
I
JAPAN
II III 2014 RRC
IV
I
TIMOR LESTE
II III 2015
IV
I 2016
SINGAPURA
Sumber : Pelindo III, diolah
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor Konstruksi. Peningkatan sektor administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya penyerapan anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi diperkirakan didorong oleh adanya proyek-proyek multiyear pemerintah dan pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak, sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan melalui mesin sewa dan pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro. Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
2015
YOY
URAIAN
I
2016 IV
qtq
yoy
29,6
2,60
1,81
1,6
-13,60
7,03
239.111
1,2
-8,86
4,98
12.616
0,1
0,12
12,29
I
2014
2015
20.447.428
22.665.673
5.364.288
5.545.220
5.836.477
1.070.349
1.307.566
273.773
358.925
314.905
843.708
940.862
215.685
259.276
31.840
40.001
9.001
12.466
Bobot
45.529
47.150
11.004
12.305
11.405
0,1
-8,07
0,47
F Konstruksi
7.095.979
7.908.227
1.712.765
2.243.992
2.048.240
10,4
-9,43
8,69
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.296.703
8.273.959
1.883.337
2.219.097
2.098.437
10,7
-7,25
4,14
H Transportasi dan Pergudangan
3.566.950
3.975.985
904.222
1.101.475
1.056.322
5,4
-5,48
8,55
422.443
487.091
105.664
137.030
121.583
0,6
-12,91
6,75
J Informasi dan Komunikasi
5.134.426
5.477.449
1.276.364
1.462.281
1.383.555
7,0
-5,31
7,28
K Jasa Keuangan dan Asuransi
2.698.906
2.995.475
711.720
799.178
781.762
4,0
-2,88
5,17
L Real Estate
1.860.878
2.054.341
464.335
550.863
514.861
2,6
-8,55
2,85
210.879
235.528
54.403
62.344
59.801
0,3
-5,73
2,66
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
8.392.732
9.399.572
2.091.003
2.653.426
2.469.479
12,5
-8,87
7,42
P Jasa Pendidikan
6.568.193
7.367.666
1.645.854
2.079.834
1.897.221
9,6
-8,79
5,01
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.414.584
1.616.418
359.872
444.901
425.545
2,2
-5,07
9,05
1.496.973
1.639.515
387.499
428.566
421.774
2,1
-2,72
3,34
68.598.500
76.432.477
17.470.789
20.371.177
19.693.094
100
-4,88
5,06
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
M,N Jasa Perusahaan
R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV2015 maupun triwulan I-2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy). Perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao dan rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti kakao dan padi akibat serangan hama dan pohon yang sudah menua dan adanya pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat tertahan oleh adanya peningkatan produksi beberapa komoditas seperti garam di Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 2,6% (yoy). Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I. Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan perkebunan juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut seperti KM. Caraka Niaga dan beberapa kapal perintis. Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani (NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015) menjadi 101,18 (Tw-I 2016). Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara indeks diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan keperluan produksi pertanian di pedesaan cenderung meningkat, sementara produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan pupuk. GRAFIK 1.16. DATA PENGIRIMAN TERNAK
GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 150%
14000 12000
100%
10000 50%
8000 6000
0%
4000 -50%
2000 0
180
104
160
103
140
102
120
101
100
100
80
99
60
98
40
97
20 -100% I
II
III
IV
I
2013 PENGIRIMAN TERNAK
II III 2014
IV
BONGKAR
I
II III 2015
PERT (%YOY)
IV
I 2016
0
96 95 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
PERT (%QTQ)
IT
Sumber : Pelindo III, diolah
IV
I
IB
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
NTP-AXIS KANAN
Sumber :BPS, diolah
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan pula oleh adanya penurunan harga komoditas, terutama perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data perbankan, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq) yang diperkirakan terjadi sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang rendah, hanya sebesar 1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa tanam, curah hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani cenderung tidak mau berspekulasi untuk meminjam uang di Bank. GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
30
250
20
200
700%
MILYAR RP
600% 400%
10 0 -10
500%
150
I
II
III
IV
I
2013
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
300% 200%
100
100% 0%
50
-100%
-20 0
-30
I
II
III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
-200%
-40 KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
∆
PERTANIAN (%YOY)
∆
PERTANIAN (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada tahun 2016 terutama adanya kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina. Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa daerah penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal tanam yang berpotensi menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk melakukan penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi perikanan karena curah hujan yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI telah melakukan program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan I 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai 7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan, peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau 17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta belanja barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan dipergunakan untuk program pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM) di Kota Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, seperti alat tangkap, kapal, traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula mendorong pertumbuhan sektor ini. Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq). Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya realisasi anggaran di akhir tahun 2015 sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I 2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung rendah diawal tahun seiring proses konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015. Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64 triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang belum digunakan secara maksimal di awal tahun. GRAFIK 1.20. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH 2900
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
2,849.99
MILIAR
2800 2700
17,8%
2600 2500
19
90%
17
7000
70%
15
6000
50%
13
5000
30%
4000
10%
3000
-10%
2000
-30% -50%
2400
9
2300
7
1000
2200
5
0
I - 2015
I - 2016
110%
8000
11
2,419.17
9000
-70% I
II
III 2013
TOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSI
IV
I
II III 2014
SIMPANAN (RP MILYAR)
IV
PERT (%YOY)
I
II III 2015
IV
I 2016
PERT (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-I 2016 cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV2015 yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy). Pergeseran musim panen dan
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV2015. Namun melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015 tidak diprediksi sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja, daya beli masyarakat serta perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap permasalahan pajak pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan ekonomi NTT cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja masyarakat paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir tahun 2015. Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100 yang menunjukkan masih adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun atau tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 0,1% (qtq) dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan pula perlambatan kegiatan perdagangan. GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN 160
10 8 6
140
4 2 0 -2
I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
120
I 2016
-4 100
-6
I
II
-8 -10
III
IV
I
II III 2014
2013 KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN 6.0
60%
TRILIUN
5.0
50%
4.0
40%
3.0
30%
2.0
20%
1.0
10%
0.0
I
II
III 2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
II
III 2015
PERT (%YOY)
IV
I 2016
0%
PERT (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan menjadi salah satu sektor tumbuh cukup tinggi pada triwulan I 2016. Adanya penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta pembangunan gedung pemerintahan dan sarana publik (rumah sakit) menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu, adanya dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya. Pertumbuhan konstruksi juga berasal dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan sarana pendidikan.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 6,75% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy). Peningkatan sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8% (yoy) adanya beberapa kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi pemerintah di berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong meningkatnya okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai 44,2% (yoy). GRAFIK 1.25 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL 70
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
RIBU ORANG
-70.8
60
80% 60%
50
40%
40
20% 30
0%
20
-20%
10 0
-24.9 I
II
III
IV
I
2013 TAMU HOTEL Sumber : BPS, diolah
II III 2014
IV
PERT (%QTQ)
I
II III 2015
IV
I 2016
-40%
900
RIBU ORANG
44.2%
50%
800
40%
700
30%
600
20%
500
10%
400
0% -10%
300 200
-15.5%
0
-20% -30%
100 I
II
III
IV
I
2013
PERT (%YOY)
PENUMPANG
II III 2014
IV
PERT (%QTQ)
I
II III 2015
IV
I 2016
-40%
PERT (%YOY)
Sumber : BPS, diolah
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari adanya penambahan rute pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan untuk Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari sektor industri pengolahan, teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung ikan di Lembata dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan listrik dan gas terjadi pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa sebanyak 13 MW dari total pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula dilakukan penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
01
Permasalahan Utama Struktur Ekonomi di NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi
Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18 provinsi yang memiliki neraca perdagangan negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki rasio neraca perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai 51,44% PDRB. Dari total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai 39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari luar NTT, sehingga net PDRB yang dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor besar antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi Tengah (17,85%). Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/ manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku usaha di luar NTT. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka manfaat ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat.
GRAFIK BOKS 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 1.2. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL
Sumber : BPS, diolah
Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah. Suatu daerah tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap daerah cenderung berbeda. Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan memanfaatkan potensi daerah yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah atau NTT pada khususnya. Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan investasi di Provinsi NTT sebenarnya cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015 juga mampu mencapai 14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun bahan siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan konsumsi diambil dari daerah lain yang terlihat dari peningkatan net impor pada periode tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap di angka 5% dan cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau konsumsi yang bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi tidak akan terjadi.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan skala ekonomi yang relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan bangunan, mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan penunjang pertanian, sandang maupun kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan, kesehatan dan konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar komoditas tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing apabila kita produksi sendiri. Namun demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya, serta penyediaan tenaga kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke daerah lain. Untuk itu, pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki. GRAFIK BOKS 1.3. POTENSI DAN REALISASI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
GAMBAR BOKS 1.1. NERACA PERDAGANGAN ANTAR DAERAH/NEGARA DI NTT
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar agar biaya usaha dapat diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh tingginya investasi infrastruktur dan usaha meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur sumber daya air dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat meningkatkan daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu meningkatkan produksi pangan yang berdampak pada penurunan impor pangan NTT. Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa pariwisata, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan. Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada keunggulan komparatif daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera dikembangkan antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata, maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa produk unggulan daerah lainnya antara lain produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan tanaman tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah. GAMBAR BOKS 2.2. PETA KOMODITAS UNGGULAN DI NTT
Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor semen yang mencapai lebih dari 600 ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018. Peningkatan produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra produksi garam nasional seiring dengan keunggulan cuaca kering yang mencapai 8 bulan setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam bertani yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga ada yang dipenuhi dari impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari juga bagus untuk pengembangan rumput laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik di Indonesia seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT. Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah menyusun grand design pengembangan peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih menghasilkan seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan Malaka patut untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, yang patut diperhatikan adalah jangan sampai pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan pertanian agar tidak menggganggu produktifitas pertanian lainnya. Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata. Pemerintah dan swasta saat ini relatif gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA dan PMDN yang berfokus pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan kunjungan wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata seperti peningkatan rute angkutan udara, penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang. Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak akan dapat berjalan apabila kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua terbawah di Indonesia, hanya sedikit di atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia, membuat kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pembangunan jaringan listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi. Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik menjadi hal mutlak yang perlu disegerakan pemenuhannya.
Triwulan I 2016
00
02
Perkembangan Inflasi
nflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.
Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi di triwulan I 2016 seiring dengan kembali normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara. Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penekan inflasi utama di NTT terutama dikarenakan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dan tembakau. Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami deflasi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.1. KONDISI UMUM Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36% (qtq). Penurunan inflasi tersebut lebih disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat. Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti oleh kembali normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy). Masih relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan Desember 2015, sehingga walaupun sudah mulai menunjukkan normalisasi harga, namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat dari besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini menjadikan NTT sebagai provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut jauh lebih rendah dibanding capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi NTT terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. GRAFIK 2.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
GRAFIK 2.2. INFLASI TRIWULANAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
9.00%
6.0%
8.00%
5.0%
7.00%
4.0%
6.00%
5.04%
5.00%
2.0%
4.00% 3.00%
3.0%
4.45% I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
NASIONAL Sumber : BPS, diolah
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
0.62%
1.0% 0.0% -1.0%
NTT
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
NASIONAL
I
II III 2014
IV
I
II III IV I 2015 0.36%2016
NTT
Sumber : BPS, diolah
2.1.1 Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45%. Tingginya inflasi bahan makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya cenderung mengalami penurunan, harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan penyumbang utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek filter. Adanya kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya. Nasi dengan lauk juga mengalami kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras, bawang merah dan telur ayam ras membuat harga makanan jadi juga berangsur mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama tahunan, 6 komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang tahun. Hanya ikan kembung dan bawang merah yang naik pada triwulan ini, sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di akhir tahun 2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen di akhir tahun yang bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih dilakukan hingga bulan Februari 2016. Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe tetap terjaga.Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe tetap terjaga. Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT PENYUMBANG INFLASI UTAMA Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
Inflasi (%)
Andil (%)
Inflasi (%)
Andil (%)
SAWI PUTIH
52,79
0,39
Besi Beton
(12,61)
(0,10)
DAGING AYAM RAS
30,64
0,38
Seng
(10,39)
(0,10)
KEMBUNG
19,96
0,34
Bayam
(25,04)
(0,07)
4,02
0,28
Cabai Rawit
(34,45)
(0,06)
16,41
0,28
Cabai Merah
(26,23)
(0,06)
9,31
0,24
Batako
(12,00)
(0,05)
57,52
0,22
Laptop/Notebook
(9,27)
(0,04)
8,23
0,18
Daun Singkong
(23,21)
(0,04)
TELUR AYAM RAS
14,96
0,12
Minyak Goreng
(3,40)
(0,04)
KONTRAK RUMAH
4,94
0,12
Solar
(12,61)
(0,03)
BERAS ROKOK KRETEK FILTER SEMEN BAWANG MERAH NASI DENGAN LAUK
Komoditas
Sumber : BPS diolah
2.1.2 Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq) yang lebih disebabkan oleh normalisasi harga setelah mengalami kenaikan signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan, harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT PENYUMBANG INFLASI UTAMA Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
BAWANG MERAH
55,91
0,21
ANGKUTAN UDARA
(14,55)
(0,40)
TONGKOL
21,63
0,13
DAGING AYAM RAS
(16,51)
(0,21)
ROKOK KRETEK FILTER
6,69
0,11
BENSIN
(4,85)
(0,14)
NASI DENGAN LAUK
4,88
0,11
TARIP LISTRIK
(2,81)
(0,08)
CABAI RAWIT
42,53
0,08
SEMEN
(2,83)
(0,07)
TOMAT SAYUR
14,43
0,06
DAUN SINGKONG
(37,33)
(0,06)
TAHU MENTAH
15,60
0,06
BUNGA PEPAYA
(43,56)
(0,05)
BAWANG PUTIH
18,18
0,05
BERAS
(0,64)
(0,04)
UPAH PEMBANTU RT
3,64
0,04
KANGKUNG
(7,19)
(0,04)
KEMBUNG
2,15
0,04
WORTEL
(23,12)
(0,04)
Sumber : BPS diolah
Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.
2.1.3 Inflasi Bulanan Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk, sehingga pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016 terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya pasokan dan penurunan permintaan. Pada bulan Januari 2016, NTT masih mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari tiga puluh persen ayam akibat dari adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
tidak melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya harga di bulan sebelumnya. Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas masyarakat dan penurunan harga BBM. Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT JANUARI Komoditas
FEBRUARI
Inflasi (%)
Andil (%)
Daging Ayam Ras
11,50
0,15
Cabai Rawit
131,29
Kembung
Komoditas
MARET
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
Tongkol/Ambu-ambu
23,07
0,11
Kangkung
11,49
0,06
0,15
Rokok Kretek Filter
2,80
0,05
Sawi Putih
8,63
0,06
8,59
0,13
Sawi Hijau
27,66
0,04
Rokok Kretek Filter
1,98
0,03
Cabai Merah
90,15
0,12
Nasi dengan Lauk
1,59
0,03
Tempe
7,13
0,03
Bawang Merah
45,72
0,11
Bayam
14,37
0,03
Bawang Putih
7,89
0,02
Semen
4,02
0,11
Tomat Sayur
7,49
0,03
Pisang
6,63
0,02
Nasi dengan Lauk
3,24
0,07
Buah Pinang
44,25
0,03
Lengkuas
8,69
0,02
Tomat Sayur
18,57
0,06
Kentang
8,94
0,02
Mie
1,13
0,01
Sawi Putih
7,58
0,06
Celana Panjang Jeans
10,72
0,02
Minuman Ringan
3,05
0,01
Kentang
29,42
0,06
Rokok Putih
2,89
0,02
Ikan Bakar
4,35
0,01
Sumber : BPS diolah
Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan Februari 2016. Produsen rokok juga mulai kembali menaikkan harga jual seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras mampu menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang selesai di tanggal 20 Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng. Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif dalam menahan laju inflasi. Harga cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari 2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -0,34% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT JANUARI Komoditas
FEBRUARI
Inflasi (%)
Andil (%)
ANGKUTAN UDARA
(11,27)
(0,34)
BENSIN
(4,15)
KANGKUNG
Komoditas
MARET
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
DAGING AYAM RAS
(14,89)
(0,22)
DAGING AYAM RAS
(12,02)
(0,15)
(0,13)
SEMEN
(6,13)
(0,17)
ANGKUTAN UDARA
(4,36)
(0,12)
(14,87)
(0,10)
SAWI PUTIH
(17,08)
(0,15)
KEMBUNG
(6,61)
(0,11)
BUNGA PEPAYA
(27,95)
(0,05)
TARIP LISTRIK
(3,63)
(0,10)
KENTANG
(34,16)
(0,10)
BAYAM
(17,02)
(0,05)
CABAI RAWIT
(30,21)
(0,08)
CABAI MERAH
(37,88)
(0,08)
DAUN SINGKONG
(18,11)
(0,04)
CABAI MERAH
(15,26)
(0,04)
TELUR AYAM RAS
(5,75)
(0,05)
SOLAR
(13,64)
(0,04)
BESI BETON
(3,52)
(0,03)
PEPAYA MUDA
(34,08)
(0,05)
BATAKO
(7,37)
(0,03)
SENG
(3,12)
(0,03)
TOMAT SAYUR
(10,22)
(0,04)
BUNCIS
(24,75)
(0,03)
DAUN SINGKONG
(13,92)
(0,03)
TARIP LISTRIK
(1,31)
(0,04)
LAYANG/BENGGOL
(15,42)
(0,02)
BERAS
(0,36)
(0,02)
LABU SIAM/JIPANG
(34,20)
(0,03)
Sumber : BPS diolah
Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76% (mtm) di saat secara nasional justru mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif angkutan udara, maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan harga-harga dapat kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok karena kenaikan cukai rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas kedelai dan bawang putih dunia.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 2.3. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
GRAFIK 2.4. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
6.00 5.50
5.03
5.00
4.34
4.50
4.00
3.66 3.50 2.50
0.94
0.55
0.71
0.52
5.70
3.93
4.06
1.00
5.04
5.08
2.00
0.58
3.00
1.50
1.06
0.85
0.50
TAHUNAN
SUMATERA
JAWA
BALINUSRA
SULAMPUA
KALIMANTAN
SUMATERA
JAWA
BALINUSRA
SULAMPUA
KALIMANTAN
-
(0.50)
NTB
BALI
NTT
NTB
BALI
TAHUNAN
NTT (0.36)
TRIWULANAN
TRIWULANAN
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik secara tahunan maupun triwulanan. Di wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66% (yoy) dan NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi dapat dikurangi seiring dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016, sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya kenaikan harga bahan makanan berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan, inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Kembali lancarnya pasokan barang dan normalnya permintaan membuat secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami deflasi dan empat lainnya mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan transportasi. Kelompok komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau, perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan dan ongkos pegawai, serta kenaikan cukai rokok dan tembakau. Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2016
KOMODITI JAN
FEB
MAR
INFLASI UMUM
127,1
126,6
125,6
BAHAN MAKANAN
128,4
126,7
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
134,1
135,8
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
125,3
SANDANG KESEHATAN
YOY
MTM
QTQ JAN
FEB
MAR
5,16
(0,40)
0,78
(0,42)
(0,76)
123,0
8,70
(0,72)
3,61
(1,32)
(2,89)
136,3
10,00
3,12
1,41
1,31
0,38
123,7
123,6
2,66
(0,35)
1,00
(1,27)
(0,07)
121,5
122,5
123,1
6,44
0,73
(0,52)
0,84
0,42
112,7
113,1
113,6
4,16
0,65
(0,16)
0,36
0,44
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
121,1
121,0
120,7
3,02
(0,18)
0,13
(0,07)
(0,25)
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
132,0
132,1
131,5
1,61
(3,24)
(2,85)
0,08
(0,48)
Sumber : BPS diolah
2.2.1 Bahan Makanan Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi tahunan bahan makanan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan yang mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga sekarang. Secara triwulanan, hargaharga komoditas bahan makanan sudah berangsur pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan harga daging ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan I 2016. Namun demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih menghambat tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 2.5.
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 2.6.
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
14.00
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA 30 DAGING DAN HASIL-HASILNYA 20
12.00
BAHAN MAKANAN LAINNYA
10.00 8.00
8.14
6.00
10
LEMAK DAN MINYAK
IKAN SEGAR
0
4.00
2.99
2.00
-10 (1.09)
-
(1.13) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
(2.00)
2014
(4.00)
2015
(6.00)
BUMBU - BUMBUAN
IKAN DIAWETKAN
3
2016 (2.86)
BUAH - BUAHAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
KACANG - KACANGAN
(8.00)
YOY QTQ
QTQ
YOY
SAYUR-SAYURAN
MTM
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi pada bulan Februari dan Maret setelah pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016 mengalami kenaikan yang sangat tinggi.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016 menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi NTT. Adanya penurunan harga BBM, dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di triwulan I 2016. GRAFIK 2.7.
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
20.00
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
24% TRIWULANAN 19% 14% 9% 4% -2% 1 2 3 4 -7%
15.00 10.00 5.00 -
GRAFIK 2.8.
1.28 (0.57) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1(3.24) 2 3
(5.00)
2014
2015
2016
(10.00) QTQ
2
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
2014
6
7
8
9 10 11 12 1
2015
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
2014
MTM
Sumber : BPS, diolah
5
2
3
2016
25% TAHUNAN 20% 15% 10% 5% 0% 1
YOY
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN TRANSPOR KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
6
7
2015
8
9 10 11 12 1
2
3
2016
Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami inflasi walaupun cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan harga solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas. Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016 dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali meningkat di bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah. Pada bulan Maret 2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali menurunnya kebutuhan angkutan udara.
2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I 2016 mengalami inflasi tinggi baik secara triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai 9,61% (yoy) dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi triwulan I 2016. Sejak akhir 2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga makanan jadi juga menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 2.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN 12.00 10.00
9.61
8.00 6.00 4.00
GRAFIK 2.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS 9% QTQ 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1% 1 2
3
4
3.21
6 7 2014
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6 7 2015
8
9 10 11 12 1
2 3 2016
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU MAKANAN JADI
20% YOY
2.00
5
MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
15%
-
0.45 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2014
2015 YOY
QTQ
10%
3
5% 0%
2016
1
2
3
4
Sumber : BPS, diolah
5
6
7
2014
MTM
8
9 10 11 12
1
2
3
4
5
6
7
2015
8
9 10 11 12
1
2
3
2016
Sumber : BPS, diolah
Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan harga minuman lebih disebabkan oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih disebabkan oleh keterbatasan bahan baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan jadi, sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.
2.2.4 Komoditas Lainnya Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya bahan bakar dan tempat tinggal relatif stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga maupun kenaikan harga gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci dan dispenser. Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95 (yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara triwulanan, komoditas ini mengalami inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan yang mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun 2015. Secara triwulanan, pergerakan harga juga cenderung stabil dengan kenaikan pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani dan kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.
2.3. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food mampu menjadi penyebab utama terjadinya deflasi di triwulan I 2016. Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah tangga, minuman, perlengkapan rumah tangga dan sandang anak. Penurunan inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh kembali normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan. Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga menjadi penyebab turunnya harga komoditas.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 2.11. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
GRAFIK 2.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI BULANAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
20 7.5
18 16
5.5
14 12
3.5
10 8
1.5
6 4
-0.5
2 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2014
-2.5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2014 SUM CORE
SUM VF
2015 SUM AP
INF VF
INF CORE
2016 INFLASI (YOY)
3
2016
3
-4.5
INF AP
Sumber : BPS, diolah
2015
SUM CORE
SUM VF
SUM AP
ADM PRICE
CORE
INFLASI (MTM)
VOL FOOD
Sumber : BPS, diolah
2.3.1 Kelompok Volatile Foods Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016 masih menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian, laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara bulanan, volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I 2016, inflasi triwulanan kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya kenaikan harga daging ayam ras yang sempat mengalami kekurangan pasokan di akhir tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa kembali ke posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga sayur-sayuran di akhir tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan harga beras, bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai. Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok volatile food di triwulan I sebesar -0,74% (qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan. Namun demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi, inflasi volatile food secara tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia dan kurangnya pasokan ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.
2.3.2 Kelompok Administered Prices Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang terbesar deflasi pada triwulan I 2016. Kembali normalnya tarif angkutan udara dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara tahunan, inflasi administered price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas bahan bakar dan transportasi cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh kenaikan cukai rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi pusat dan daerah. Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak orang membuat tarif angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok administered price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi BBM dan listrik.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3.3 Kelompok Inti (core) Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami deflasi, kelompok inti justru mengalami inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90% (qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan minuman yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti. Secara tahunan, inflasi core inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol dan biaya pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami inflasi pada bulan Januari seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring dengan turunnya biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama disebabkan oleh meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika. GRAFIK 2.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN 3.00
200.00
2.50
195.00
2.00
190.00 185.00
1.50
180.00
1.00
175.00 0.50
170.00
(0.50)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
2015
(1.00)
6
7
8
9
165.00 160.00
2016
155.00
(1.50)
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD
EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
150.00
INFLASI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS 2.4.1 Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq). Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh tingginya inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan penurunan yang lebih besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding inflasi Provinsi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi bulanan Provinsi NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT. GRAFIK 2.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
GRAFIK 2.15. INFLASI TRIWULANAN KOTA KUPANG
10.00%
7.0%
9.00%
6.0%
8.00%
5.0%
6.00%
5.16%
3.5% 2.5%
3.0%
1.5%
2.0%
5.00% 5.04%
4.00% 3.00%
4.5%
4.0%
7.00%
I
II III IV I 2012
II III IV I 2013
II III IV I 2014
II III IV I 2015
2016
GRAFIK 2.16. INFLASI BULANAN KOTA KUPANG
-0.36%
1.0% 0.0% -1.0%
-0.40% I
II III IV I 2012
II III IV I 2013
II III IV I 2014
II III IV I 2015
2016
0.78% 0.073%
0.5%
-0.034%
-0.5%
I
II III IV I 2012
II III IV I 2013
II III IV I 2014
KUPANG
NTT
KUPANG Sumber : BPS, diolah
NTT
2015 -0.75% 2016
-0.76%
-1.5%
Sumber : BPS, diolah
II III IV I -0.04%
KUPANG
NTT
Sumber : BPS, diolah
Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang terutama disebabkan oleh tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur pembentuknya.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang. Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai rokok dan harga makanan jadi dan minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak mengalami perubahan yang berarti. Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami deflasi dengan deflasi bahan makanan dan transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga. Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
YOY
MTM
QTQ
JAN
FEB
MAR
JAN
INFLASI UMUM
118,1
118,4
117,5
4,16
(0,09)
0,42
FEB 0,27
MAR (0,77)
BAHAN MAKANAN
107,9
108,3
105,5
4,05
(3,84)
(1,57)
0,34
(2,64)
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
139,1
140,2
141,4
7,21
3,77
2,10
0,74
0,89
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
117,5
117,6
117,8
4,66
3,49
3,23
0,10
0,15
SANDANG
109,7
110,4
110,5
2,48
1,40
0,67
0,58
0,14
KESEHATAN
111,6
111,6
111,6
3,56
0,35
0,35
-
-
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
140,4
140,5
140,4
6,21
-
-
0,01
(0,01)
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
115,6
115,5
114,0
(1,14)
(3,24)
(1,89)
(0,08)
(1,30)
Sumber : BPS diolah
2.4.2 Inflasi Kota Maumere Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I 2016 yang hanya sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi terutama disebabkan oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami deflasi. GRAFIK 2.17. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
GRAFIK 2.18.INFLASI TRIWULANAN KOTA MAUMERE
GRAFIK 2.19. INFLASI BULANAN KOTA MAUMERE
9.00% 8.00%
6.0%
7.00%
5.0%
6.00%
4.5% 3.5%
4.0%
5.00% 5.04%
4.00%
4.16%
3.00%
3.0%
2.5%
2.0%
1.5%
1.0%
2.00% I
II III IV I 2012
II III IV I 2013
II III IV I 2014
II III IV I 2015
2016
0.0% -1.0%
0.5%
I
II III IV I 2012
II III IV I 2013
II III IV I 2014
-0.09% II III-0.36% IV I 2015
-0.5%
I
II III IV I 2012
2016
II III IV I 2013
II III IV I 2014
II III 2015
0.074% 0.05% 0.02% IV -0.03% I -0.08% 2016 -0.07%
-1.5% MAUMERE
NTT
Sumber : BPS, diolah
MAUMERE Sumber : BPS, diolah
NTT
MAUMERE
NTT
Sumber : BPS, diolah
Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan, inflasi Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru terjadi pada kenaikan harga ayam kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan supplier pembelian DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam hidup. Ikan selar diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang inflasi bahan makanan hingga 0,33% (sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu menahan laju inflasi bahan makanan.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang mengalami deflasi. Namun demikian, dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu menurunkan inflasi di Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang diperkirakan menjadi penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas tersebut. Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
YOY
JAN
FEB
MAR
INFLASI UMUM
118,1
118,4
117,5
4,16
BAHAN MAKANAN
107,9
108,3
105,5
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
139,1
140,2
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
117,5
SANDANG
MTM
QTQ JAN
FEB
MAR
(0,09)
0,42
0,27
(0,77)
4,05
(3,84)
(1,57)
0,34
(2,64)
141,4
7,21
3,77
2,10
0,74
0,89
117,6
117,8
4,66
3,49
3,23
0,10
0,15
109,7
110,4
110,5
2,48
1,40
0,67
0,58
0,14
KESEHATAN
111,6
111,6
111,6
3,56
0,35
0,35
-
-
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
140,4
140,5
140,4
6,21
-
-
0,01
(0,01)
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
115,6
115,5
114,0
(1,14)
(3,24)
(1,89)
(0,08)
(1,30)
Sumber : BPS diolah
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh karakter inflasi di NTT yang memang cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi kerawanan pangan, TPID baru melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April 2016 melalui rapat teknis. Gambar2.1.Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
02
Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT
Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang membaik. Walaupun total gagal tanam meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas lahan tanam, prosentase gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai 509,72 ribu ha, dengan penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26 ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha. Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan yang disebabkan oleh kegagalan tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total 13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha mengalami gagal tanam. Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase gagal tanam yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi lainnya adalah Flores Timur dan Ende. Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah prosentase gagal tanam yang dialami. Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara total, gangguan produksi relatif terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman yang membuat produktifitas mengalami penurunan. GAMBAR BOKS 2.1. PETA DAERAH DENGAN POTENSI KERUSAKAN TANAM POSISI 29 APRIL 2016
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung yang mencapai 15,93% dari total luas tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara dengan 8,23% dari total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut, petani berpotensi mengalami kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GAMBAR BOKS 2.2. TOTAL LUAS TANAM DAN GAGAL TANAM PADA TANAMAN PANGAN DI NTT
GRAFIK BOKS 2.1. HUBUNGAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI DENGAN PRODUKTIVITAS PADI
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada lahan yang tidak terdampak gagal tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha lahan dengan produktifitas menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada permasalahan terkait rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang relatif minim.
GRAFIK BOKS 2.2. PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN MEI 2016
Sumber : BMKG
GRAFIK BOKS 2.2. CURAH HUJAN BULAN JUNI 2016
Sumber : BMKG
GRAFIK BOKS 2.4 PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN JULI 2016
Sumber : BMKG
Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai bulan Juni 2016 di NTT. Adanya hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir. Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016, bahkan terendah dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen untuk tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian telah menyampaikan bahwa pada bulan Juli – September berpotensi terjadi La Nina, namun BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut. Walaupun 90% total luas tanaman pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan hingga musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200 ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton. Bahkan saat ini terdapat rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.
00
Triwulan I 2016
03
Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang terlihat dari perlambatan aset perbankan, DPK dan net inflow sistem pembayaran Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami perlambatan, sementara itu secara triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari periode sebelumnya. Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang tunai juga menunjukkan adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring mengalami peningkatan lebih dikarenakan kenaikan plafon penggunaan kliring hingga 500 juta rupiah. Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat yang terlihat dari nilai NPL sebesar 1,8% di bawah 5%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1. KONDISI UMUM Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I 2016 masih mengalami perlambatan. Hal ini tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 3,80% (yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum menunjukkan peningkatan. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar 88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga masih menunjukkan kondisi perbankan GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN KINERJA PERBANKAN
GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL
35,000
30.00%
30,000
25.00%
2.5%
92% 2.0%
90%
25,000
20.00%
20,000 15.00% 15,000 10.00%
10,000
88%
1.5%
86% 1.0%
84% 82%
5.00%
5,000 0
94%
I
II
III
IV
2013 ASET (MILIAR)
KREDIT (MILIAR)
I
II III 2014 DPK (MILIAR)
IV
I
YOY ASET
II III 2015 YOY KREDIT
IV
I 2016
0.00%
0.5%
80% 78%
I
II
III 2013
YOY DPK
Sumber : Bank Indonesia, diolah
IV
I
II III 2014
IV
LDR
NPL
I
II III 2015
IV
I 2016
0.0%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini didorong oleh melambatnya sistem pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di Bank Indonesia lebih besar daripada uang yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada periode ini merupakan pola pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun. Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus balik dana perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode Natal dan Liburan akhir tahun 2015. Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya laporan uang palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah. Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun, masih terus mengalami penurunan bila dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BIRTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value. GRAFIK 3.3. PERKEMBANGAN SKNBI 40.00%
500.00%
YOY
30.00%
400.00%
20.00%
300.00%
10.00% 200.00% 0.00% -10.00%
I
II
III
IV
I
2012
II
III 2013
IV
I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
IV
I 2016 100.00%
0.00%
-20.00% -30.00%
VOLUME KLIRING
NOMINAL KLIRING
VOLUME CEK/BG KOSONG
NOMINAL CEK/BG KOSONG
-100.00%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum secara Nasional maupun di Provinsi NTT mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset sebesar 3,53% (yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit bank umum di NTT berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar 14,61% (yoy).
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada triwulan I 2016 mengalami perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset Bank Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar yakni dari 12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar 6,94% (yoy) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69% (yoy). Selain itu, perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya aset antar kantor dan penempatan pada bank lain. GRAFIK 3.4. KOMPOSISI ASET BERDASARKAN KELOMPOK BANK
88.61% 11.39%
BANK SWASTA NASIONAL BANK PEMERINTAH
Sumber : Bank Indonesia, diolah
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.2.2. Dana Pihak Ketiga Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun atau tumbuh melambat. Walaupun melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum pada periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan Deposito sebesar 13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, komponen Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan. Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar dalam DPK, diikuti oleh golongan Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling melambat dibandingkan golongan Lainnya. GRAFIK 3.5. SHARE DEPOSITO BERDASARKAN JANGKA WAKTU
GRAFIK 3.6. DPK BERDASARKAN GOLONGAN NASABAH
70.00%
70.00%
60.00%
60.00%
50.00%
50.00%
40.00%
40.00%
30.00%
30.00%
20.00%
20.00%
10.00%
10.00%
0.00%
<=1 BULAN
<=3 BULAN
PEMERINTAH
<=6 BULAN
SWASTA
<=12 BULAN
>12 BULAN
0.00%
<=1 BULAN
<=3 BULAN PEMERINTAH
LAINNYA
PERORANGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
<=6 BULAN
SWASTA
<=12 BULAN
PERORANGAN
>12 BULAN
LAINNYA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar 47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80% dan Giro 25,81%. Komponen Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta 9,68%, Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%. Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan mendapat share terbesar dibandingkan golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan yang paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara itu, golongan Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta dan Lainnya. Namun demikian, golongan Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan ini. Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing tumbuh sebesar 13,51% (yoy) dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. GRAFIK 3.8.KOMPOSISI DPK
GRAFIK 3.7.PERTUMBUHAN DPK 40%
25%
IV 2013
I
II
III
Sumber : Bank Indonesia, diolah
IV
2014 GIRO (YOY)
I
II
III 2015
DEPOSITO (YOY)
IV
47.4%
55.3%
43.0%
42.0%
45.9%
55.9%
47.4%
45.6%
II
I
II
I 2016
III
IV
2015 GIRO
DEPOSITO
TABUNGAN
26.8%
IV
27.6%
28.7%
III 2014
10%
25.8%
I
20.7% 24.1%
0%
29.4%
5%
29.3%
10%
26.4%
20%
27.6%
10%
20.0% 24.1%
30%
26.0%
40% 15%
20% 15%
26.7%
50%
25.0%
60%
20%
29.4%
25%
25.5%
70%
24.2%
80%
50.2%
90%
30%
0%
SHARE
100%
35%
I 2016
5% 0%
DPK (YOY)
TABUNGAN (YOY) Sumber : Bank Indonesia, diolah
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak terhadap jumlah nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang hanya mencapai 8,66% (yoy). GRAFIK 3.9. SUKU BUNGA SIMPANAN 9.00% 8.00% 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00%
IV 2013
I
II
III
IV
I
2014 SUKU BUNGA GIRO
II
III 2015
SUKU BUNGA DEPOSITO
IV
I 2016
SUKU BUNGA TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun atau mengalami peningkatan, sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan Konsumsi. Namun demikian, kredit Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah pengembangan usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT. GRAFIK 3.10. PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN 60.00%
GRAFIK 3.11. KOMPOSISI KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
25.00%
50.00%
20.00%
40.00%
KONSUMSI 15.00%
30.00% 10.00%
20.00%
62,53%
5.00%
10.00% 0.00% I
II
III 2013 YOY KREDIT
IV
I
II III 2014
YOY MODAL KERJA
IV
I
YOY INVESTASI
II III 2015
IV
I 2016
7,09% INVESTASI
30,38% MODAL KERJA
0.00%
YOY KONSUMSI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor yang mendorong meningkatnya penyaluran Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy). Kemudian Sektor Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I 2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa 23,41%, diikuti oleh Kabupaten Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT adalah Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 3.12. LIMA SEKTOR UTAMA PENDORONG KREDIT
63.89% 25.63% 2.66% 2.19% 1.01%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.2.4. Suku Bunga Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini, diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. GRAFIK 3.13. PERKEMBANGAN KREDIT, NPL DAN BI RATE
GRAFIK 3.14. PERKEMBANGAN KREDIT BERDASARKAN SUKU BUNGA
25.00% 20.00%
18.00%
16%
16.00%
14%
14.00%
12%
12.00% 15.00%
8%
8.00%
10.00%
6%
6.00%
5.00% 0.00%
10%
10.00%
4.00%
4%
2.00%
2% 0%
0.00% I
II
III
IV
2013 KREDIT (YOY)
I
II III 2014 RATIO NPL
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
BI RATE
Sumber : Bank Indonesia, diolah
I
II
III
IV
I
2013 MODAL KERJA
INVESTASI
II III 2014
IV
KONSUMSI
I
BI RATE
II III 2015
IV
I 2016
RATA-RATA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015. Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh meningkatnya penyaluran Kredit Kecil sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar 17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit Menengah pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 40,71% (yoy).
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 3.15. KOMPOSISI KREDIT UMKM
GRAFIK 3.16. SHARE KREDIT UMKM BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
KECIL
42,57%
73.41% 7.09% 3.10% 2.74% 2.70%
26,08% MIKRO
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
31,35%
KONSTRUKSI PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN, MINUM
MENENGAH
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN ,
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada periode ini sama-sama mengalami peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit UMKM didorong oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi. GRAFIK 3.17. PERKEMBANGAN UMKM
GRAFIK 3.18. PERKEMBANGAN UMKM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
7,000.00
35.00%
7,000.00
35.00%
6,000.00
30.00%
6,000.00
30.00%
5,000.00
25.00%
5,000.00
25.00%
4,000.00
20.00%
4,000.00
20.00%
3,000.00
15.00%
3,000.00
15.00%
2,000.00
10.00%
2,000.00
10.00%
1,000.00
5.00%
1,000.00
5.00%
-
0.00%
-
I
II
III
IV
I
2013 KREDIT UMKM
II III 2014
NPL KREDIT UMKM
IV
I
KREDIT UMKM (YOY)
II III 2015
IV
I 2016
I
II
III
RATIO NPL UMKM
KREDIT UMKM
Sumber : Bank Indonesia, diolah
IV
I
2013
II III 2014
IV
I
II III 2015
KREDIT UMKM (YOY)
NPL KREDIT UMKM
IV
I 2016
0.00%
RATIO NPL UMKM
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan. Sementara itu, penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya kredit Modal Kerja dan Investasi. Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR INDIKATOR UTAMA
2013
2014
Aset (miliar)
336,87
y-o-y aset Kredit (miliar) y-o-y kredit DPK (miliar)
2015
2016
I
II
III
IV
415,26
436,99
454,41
481,56
509,90
534,58
I
34,35%
23,27%
27,30%
26,50%
28,90%
22,79%
22,33%
255,73
318,54
330,21
348,80
353,59
365,85
368,21
45,80%
24,56%
22,27%
18,59%
15,45%
14,85%
11,51%
247,60
308,97
311,39
330,86
352,91
381,16
402,54
y-o-y DPK
33,00%
24,79%
24,45%
28,69%
28,43%
23,36%
29,27%
LDR
84,26%
79,40%
80,46%
82,38%
80,52%
76,70%
77,55%
NPL
4,45%
4,76%
5,46%
5,71%
6,05%
5,40%
6,16%
Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR pada triwulan ini mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 3.19. KOMPOSISI DPK BPR
GRAFIK 3.20. PERTUMBUHAN DPK BPR 300.00
45.00% 40.00%
250.00
35.00%
200.00
30.00% 25.00%
150.00
69.36% 30.64%
20.00%
100.00
15.00% 10.00%
50.00
5.00%
I
II
DEPOSITO TABUNGAN
III
IV
I
II
2013
IV
I
II
2014 DEPOSITO
Sumber : Bank Indonesia, diolah
III
TABUNGAN
III
IV
0.00%
I 2016
2015 YOY DEPOSITO
YOY TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar 51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%. GRAFIK 3.22. SHARE KREDIT DAN NPL BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
GRAFIK 3.21. KREDIT BPR BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
SHARE THD NPL Sumber : Bank Indonesia, diolah
RUMAH TANGGA
BUKAN LAPANGAN...
JASA PERORANGAN...
JASA PENDIDIKAN
REAL ESTATE
ADSMINITRASI...
KEGIATAN USAHA YANG...
LISTRIK, GAS DAN AIR
JASA KEMASYARAKATAN...
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
JASA KESEHATAN DAN...
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
PERANTARA KEUANGAN
PERIKANAN REAL ESTATE INDUSTRI PENGOLAHAN
PENYEDIAAN...
JASA PENDIDIKAN
TRANSPORTASI,..
BUKAN LAPANGAN USAHA - RUMAH TANGGA
KONSTRUKSI
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
PERDAGANAN BESAR...
PERANTARA KEUANGAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTANAHAN & JAMINAN SOSIAL…
LISTRIK, GAS DAN AIR
KEGIATAN USAHA YANG BELUM JELAS BATASANNYA JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN-MINUM
9.98% 9.48% 7.87% 4.92% 3.81% 2.57% 1.25% 1.21% 1.10% 1.09% 0.98% 0.93% 0.77% 0.53% 0.24% 0.10% 0.09%
INDUSTRI PENGOLAHAN
KONSTRUKSI
PERTANIAN, PERBURUAN...
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI JASA KEMASYARAKATAN, SOSBUD, HIBURAN & PERSEORANGAN…
PERIKANAN
21.21%
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
PERTAMBANGAN DAN...
31.86%
BUKAN LAPANGAN USAHA - LAINNYA
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
SHARE THD KREDIT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor. Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan Timor. Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang terbaik dibandingkan pulau Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan Sumba dan Timor. GRAFIK 3.23. PERKEMBANGAN PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU 18.00%
1.95%
16.00%
1.90%
14.00%
1.85% 1.80%
12.00%
1.75%
10.00%
1.70%
8.00%
1.65%
6.00%
1.60%
4.00%
1.55%
2.00%
1.50% 1.45%
0.00% TIMOR
FLORES ASSET
DPK
SUMBA KREDIT
NPL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.4.1. Pulau Flores Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang tumbuh melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga melambat 5,19% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar 92,15%. GRAFIK 3.24. KOMPOSISI DPK DI PULAU FLORES 100% 90%
2.06%
10.67%
87.17%
GRAFIK 3.25. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU FLORES 0.09%
20.03%
80% 70% 1.12%
60% 50% 40%
63,60%
4.27%
30%
4,24%
74.58%
20% 10% 0%
79.94%
6.45%
12.95%
0.66%
PEMERINTAH
PERORANGAN
SWASTA
LAINNYA
32,15%
MODAL KERJA INVESTASI
GIRO
DEPOSITO
KONSUMSI
TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4.2. Pulau Sumba Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I 2016 melambat sebesar 5,61% (yoy) atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya. Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar 0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015. Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00 triliun pada triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi 104,72%. Hal ini disebabkan oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba. GRAFIK 3.27. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU SUMBA
GRAFIK 3.26. KOMPOSISI DPK DI PULAU SUMBA 100% 90% 80%
0.94%
86.80%
12.23%
0.02%
38.30%
70% 60% 50% 40% 30%
87.48%
71,37%
1.72% 59.98%
20%
2,77%
5.22%
10% 0% PEMERINTAH
PERORANGAN
7.30% SWASTA
25,86%
LAINNYA
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
GIRO Sumber : Bank Indonesia, diolah
DEPOSITO
TABUNGAN Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4.3. Pulau Timor Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan penyaluran Kredit juga ikut melambat. Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73% (yoy), sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,60% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 3.29. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU TIMOR
GRAFIK 3.28. KOMPOSISI DPK DI PULAU TIMOR 1.12%
100%
8.60%
90.22%
0.07%
90% 39.48%
80% 70% 60%
5.06%
50% 40%
0.61%
62,73%
81.13%
30%
10.31%
54.85%
PERORANGAN
8.50% SWASTA
20% 10% 0% PEMERINTAH
0.06%
9,02%
28,25%
LAINNYA
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
GIRO
DEPOSITO
TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.5. SISTEM PEMBAYARAN 3.5.1. Transaksi Non Tunai 3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada triwulan I 2016 masih mengalami peningkatan dan jauh di atas Nasional. Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan nominal mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315 lembar warkat atau meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona. Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses setelmen dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00. GRAFIK 3.30. PERKEMBANGAN SKNBI NTT
GRAFIK 3.31 PERKEMBANGAN SKNBI NASIONAL 3,500
1,400,000
70,000
3,000
1,200,000
30,000
60,000
2,500
1,000,000
25,000
2,000
800,000
20,000
1,500
600,000
15,000
1,000
400,000
10,000
500
200,000
5,000
80,000
NTT
50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
0 I
II
III 2013
IV
I
II III 2014
NILAI (RP.MILIAR) Sumber : Bank Indonesia, diolah
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
0
RIBU LEMBAR
NASIONAL
I
VOLUME (LBR)
II III 2013
IV
I
II III 2014
NILAI (RP.MILIAR)
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
35,000
0
VOLUME (LBR)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada triwulan I 2016 paling besar adalah Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar 1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%. GRAFIK 3.32. PERKEMBANGAN SKNBI BERDASARKAN KELOMPOK BANK
59.83% 36.76% 1.59% 1.51% 0.30%
BANK SWASTA NASIONAL BANK PEMERINTAH BANK PEMBANGUNAN DAERAH BANK SYARIAH BANK CAMPURAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.5.1.2. Transaksi RTGS Transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). GRAFIK 3.33. PERKEMBANGAN BI-RTGS 10,000.00
1500.00%
8,000.00 1000.00%
6,000.00 4,000.00
500.00%
2,000.00 0.00%
0.00 -2,000.00
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
-4,000.00 -6,000.00
I 2016
-500.00% -1000.00%
-8,000.00 -1500.00%
-10,000.00 VOLUME
NOMINAL (IN/OUT)
VOLUME (YOY)
NOMINAL (YOY)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.5.2. Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL). 3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami peningkatan dibandingkan uang yang beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang beredar pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang tumbuh 3,67% (yoy). Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga melambat pada triwulan I 2016.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 3.35. PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)
GRAFIK 3.34. PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI 2000.00
700%
1500.00
600%
1000.00
500%
500.00-
I
II
III IV
I
2011
II
III IV
I
II
2012
III IV
I
2013
II
III IV
I
2014
II
III IV
I
2015
2016
1000.00-
400%
2,000.00 1,500.00
100% 1- 00%
2000.00-
- 00% 2
2500.00-
0.00%
200%
0%
1500.00-
80.00%
2,500.00
300%
500.00 0.00
3,000.00
1,000.00 500.00
I
- 00% 3 NET IN/OUT (RP. MILIAR)
YOY
II III 2012
IV
I
INFLOW (RP. MILIAR)
QTQ
Sumber : Bank Indonesia, diolah
-80.00% I 2016
0.00 II III 2013
IV
I
OUTFLOW (RP. MILIAR)
II III 2014
IV
I
YOY INFLOW
II III 2015
IV
YOY OUTFLOW
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70 miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat sebesar 50,22% (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar. 3.5.2.3. Temuan Uang Palsu Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan. GRAFIK 3.36. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
GRAFIK 3.37. PERKEMBANGAN UPAL DI PROVINSI NTT
3,000.00
1600.00% 1400.00%
2,500.00
1200.00%
2,000.00
1000.00% 800.00%
1,500.00
600.00% 400.00%
1,000.00
200.00%
500.00 0.00
0.00% -200.00% I
II III 2012
IV
INFLOW (RP. MILIAR) Sumber : Bank Indonesia, diolah
I
II III 2013
IV
I
OUTFLOW (RP. MILIAR)
II III 2014 UTLE
IV
I
II III 2015
YOY UTLE
IV
I 2016
1200 1000 800 600 400 200 0 I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
QTQ UTLE
I
II III 2015
IV
I 2016
LBR UPAL Sumber : Bank Indonesia, diolah
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
03
Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT
Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari induk perusahaan cukup besar dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan DPK dari masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat bahwa dalam kurun waktu 2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total keseluruhan dana. Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan porsi pada triwulan I sebesar 79,16%. Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD dan Bank Persero tercatat memiliki LDR sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal ini menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit yang ada sehingga pendanaan dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.
GRAFIK BOKS 3.1. PANGSA DPK PERBANKAN NTT
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 3.2. NPL BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kredit investasi dan perlambatan pada kredit modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy) dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum, kondisi kesehatan perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari batas nilai NPL maksimal yang sebesar 5%. Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%. Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016, dimana hanya sebesar 33,80% dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan dengan hasil SKDU triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi likuiditas yang baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
TABEL BOKS 3.1. KONDISI KREDIT BERDASARKAN SEKTOR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus salah satunya adalah sektor konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami kenaikan kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar 16,02% sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara keuangan terpantau perlu juga mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di Provinsi NTT. Di samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan penggalian, perikanan, real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan usaha/ konsumsi dan perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL kedua sektor tersebut jauh di bawah 5%.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pangsa DPK dan Kredit Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK. Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi NTT, BPD dan Bank Persero menguasai 98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito, BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain itu, penguasaan pangsa DPK tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I 2016. GRAFIK BOKS 3.3. PANGSA DPK PERBANKAN NTT
GRAFIK BOKS 3.4. PANGSA KREDIT PERBANKAN NTT
z
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit baik modal kerja, investasi, dan konsumsi. Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit modal kerja dan kredit konsumsinya.
00
Triwulan I 2016
04
Keuangan Daerah
Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 5,17 triliun (20,91%) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah yaitu Rp 3,09 triliun (8,88%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun masih lebih tinggi apabila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2015.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.1. KONDISI UMUM Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp 20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi belanja, peningkatan pagu hanya sebesar 0,9% dari Rp 34,51 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 34,81 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan belanja terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah selesainya beberapa proyek infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja APBN, namun demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan. GRAFIK 4.1. PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 DAN 2016 Pagu Pendapatan dan Belanja
Rencana Pendapatan
TRILIUN RP
Pagu Belanja
MILIAR RP 20,572
2015
34.51
2016*
21.85
34.93 17,241
19.64
11.34
24.70
9.18
20.88 3,283 354 PENDAPATAN
APBN
BELANJA
3,876 3.52
3.90
252 APBD PROVINSI
APBN
APBD KAB/KOTA
APBD PROVINSI
APBD KAB/KOTA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan APBN Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya pencapaian realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 8,88% atau Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari total pagu belanja 2015. Persentase realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%. GRAFIK 4.2. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Realisasi Pendapatan Pemerintah
Realisasi Belanja Pemerintah
Triliun
Triliun Rp 25 ANGGARAN
25
34.93
REALISASI
20
24.7
20
20.57
15
15
10
10
21.85
9.18 5
4.93
5
3.49
3.09
3.88 0.25 PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
0
APBN
0.47 KAB
1.69
0.98
PROV
0.86
3.90
0.54
0 APBN
KAB
PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.2 PENDAPATAN DAERAH Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari rencana pendapatan tahun 2016. Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan terbesar APBN terutama berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar (33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah Provinsi realisasi pendapatan telah mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 3,88 triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota yang telah mencapai Rp 3,72 triliun (18,1%) didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3,28 triliun atau 87,9%. Tingginya porsi pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung bagi sektor potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan investasi swasta di Provinsi NTT. GRAFIK 4.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
GRAFIK 4.4 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA PROPINSI
37,7%
2,1%
4,7%
PENDAPATAN BEA MASUK
1,9%
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
3,1%
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
14,5%
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
0,0%
PAJAK PENGHASILAN
2,3%
0.09% 33.49% 0.01% 23.17% 39.28% 2.00% 1.95%
45,7%
88,0%
kabupaten/kota
PAJAK BUMI & BANGUNAN CUKAI PAD Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
DAU
DAK
OTSUS
LAINNYA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar 25,10% atau Rp 295,28 miliar dari target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang cukup tinggi (>20%) juga terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab. Timor Tengah Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu Raijua (21,56%), Kab. Malaka (21,53%), Kab. Flores Timur (21,46%) dan Kab. Ende (20,09%).
4.3 BELANJA DAERAH Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09 triliun atau 8,88% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,81 triliun. Apabila dilihat secara historis, pencapaian realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp 2,52 triliun dari pagu 2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan pemerintahan, realisasi belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar 13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi belanja APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang hanya 0,9%. Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan (Raknamo dan Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015 selama 90 hari di tahun 2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
anggaran, pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya surat dari Sekretaris Daerah kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran, 2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah, serta 3) Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II), 60% (TW-III) dan 90% (TW-IV). Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1) Revisi anggaran dari SKPD yang memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3) Uang muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan tata usaha, serta masalah RTRW dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT. GRAFIK 4.5 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
GRAFIK 4.6 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
100
100
90
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
%
10
0
IV 2014
I
II
III
IV
2015 APBN
KAB/KOTA
0
I 2016
IV 2014
I
II
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
III
IV
I 2016
2015 APBN
PROVINSI
KAB/KOTA
PROVINSI
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja konsumsi yang mencapai 11,38%, sementara belanja modal baru mencapai 2,51%. Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25% atau Rp 2,02 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar 16,2% yang terutama dipergunakan bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta pengadaan bantuan alat-alat untuk kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja modal di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses koordinasi dan konsolidasi seiring pergantian Kepala Daerah paska pemilu serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab rendahnya penyerapan belanja modal. Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
GRAFIK 4.7 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
REALISASI URAIAN
Nominal
13.78
BELANJA DAERAH
12.31 10.02
9.41
8.85 7.73 4.85 0.92 APBN
KAB
3.16 2.51 PROV
TOTAL
%
3.091,3
8,85
100
9.622,7
241,3
2,51
7,81
BELANJA KONSUMSI
25.175,3
2.850,0
11,32
92,19
BELANJA PEGAWAI
12.299,8
2.017,2
16,40
65,25
BELANJA BARANG DAN JASA
7.701,4
461,2
5,99
14,92
BELANJA HIBAH
1.606,6
328,9
20,47
10,64
84,9
6,1
7,18
0,20
666,9
0,4
0,06
0,01
2.615,3
34,0
1,30
1,10
KONSUMSI LAINNYA
200,3
2,3
1,14
0,07
BELANJA LAINNYA
133,7
-
-
BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA BAGI HASIL BANTUAN KEUANGAN
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA MODAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
%
34.931,8
BELANJA MODAL
11.32
Pangsa (%)
RENCANA
16.22
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja APBN mayoritas dipergunakan untuk belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau 54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi pada belanja kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43 triliun atau 84,92% dari total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang mayoritas melakukan kegiatan belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%). Belanja pegawai Kabupaten/Kota yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi. Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah bantuan keuangan sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki realisasi terbesar adalah belanja hibah sebesar 20,5%. GRAFIK 4.9 PERSENTASE REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBD PEMERINTAH KAB/KOTA DI NTT
GRAFIK 4.8 PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBD PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA
1.39 9.64 25.83 BELANJA MODAL
59.52
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
54.19
84.92
BELANJA HIBAH BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA BAGI HASIL BANTUAN KEUANGAN KONSUMSI LAINNYA
13.97 21.21 19.98 APBN
3.01
3.31
KAB
PROV
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
APBN
BELANJA BAGI HASIL
KAB
BANTUAN KEUANGAN
PROV
KONSUMSI LAINNYA
TOTAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada periode triwulan-I 2016 mencapai rata-rata 7,66%, sementara untuk belanja modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten Flores Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase belanja terendah ada di Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu Raijua dan Kab. Malaka sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi kegiatan belanja pemerintah mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja melakukan pilkada pada tahun 2015.
BELANJA DAERAH
SABU RAIJUA
0.6
4.7
5.9
MALAKA
0.0
5.9
SBD
0.1
KAB. KUPANG
0.0
5.9
6.0 0.2
MATIM
6.1
SUMBA TENGAH
0.1
NAGEKEO
SUMBA BARAT
0.1
6.1
6.1
1.7
6.4
LEMBATA
0.0
6.6
ENDE
0.0
6.7 0.3
SUMBA TIMUR
0.1
MANGGARAI
TTS
0.0
7.3
7.5
7.6 1.1
RATA-RATA
NGADA
0.4
7.7
7.9 0.0
0.3
MABAR
SIKKA
0.1
TTU
ROTE
BELU
2.7
8.3
8.6
8.7
9.6
10.6 0.5
ALOR
FLOTIM
KOTA KUPANG
0.3
11.5
13.4
5.7
10.1
GRAFIK 4.10. REALISASI BELANJA DAN BELANJA MODALPEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BELANJA MODAL
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.11 . SIMPANAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA PADA PERBANKAN DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR 8
TRILIUN RP
7.26
7
7.47
PEMERINTAH
5.99
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
TOTAL DPK
5.74
5.57
6 5
Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
5.56
4.28
4
2.83
85,11
0,96
-
86,07
PROVINSI
361,94
2,15
184,64
548,73
KOTA
347,82
28,05
118,44
494,31
KABUPATEN
3.829,26
81,78
605,51
4.516,55
TOTAL
4.624,14
112,93
908,59
5.645,65
PUSAT
2.74
3 2 1 0
I
II
III
IV
I
2014 PUSAT
PROVINSI
II
III
IV
2015 PEMKOT
PEMKAB
TOTAL
I 2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah Sumber : Bank Indonesia, diolah
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih minimnya realisasi anggaran pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62 triliun.
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN / APBD APBN
REALISASI
KAB
PROV
TOTAL
252.169
20.571.686
3.876.020
24.699.874
465.525
3.490.299
975.514
4.931.337
BELANJA DAERAH
9.184.434
21.848.733
3.898.591
34.931.757
864.645
1.689.306
537.331
3.091.282
Belanja Modal
3.564.306
5.496.260
562.136
9.622.702
172.739
50.796
17.759
241.294
Belanja Konsumsi
5.620.128
16.352.473
3.202.708
25.175.309
691.906
1.638.510
519.572
2.849.988
Belanja Pegawai
2.423.251
9.202.774
673.780
12.299.805
468.578
1.434.642
113.953
2.017.172
Belanja Barang dan Jasa
3.175.721
3.869.885
655.806
7.701.411
223.329
162.880
75.040
461.249
-
147.693
1.458.914
1.606.606
-
9.053
319.808
328.861
21.156
41.932
21.830
84.918
(1)
5.786
313
6.098
Belanja Bagi Hasil
-
309.245
357.699
666.944
-
377
-
377
Bantuan Keuangan
-
2.590.659
24.679
2.615.338
-
23.499
10.458
33.957
Konsumsi Lainnya
-
190.286
10.000
200.286
-
2.274
-
2.274
Belanja Lainnya
-
-
133.746
133.746
-
-
-
-
(8.932.265)
(1.277.047)
(22.570)
(10.231.883)
(399.121)
1.800.993
438.183
1.840.055
Penerimaan
1.242.474
82.570
1.325.044
557.358
158.855
716.213
SILPA Tahun Lalu
1.224.789
75.000
1.299.789
557.227
157.298
714.525
17.684
7.570
25.255
131
1.557
1.688
102.285
-
102.285
20.000
-
20.000
96.200
-
96.200
20.000
-
20.000
6.085
-
6.085
-
-
-
PEMBIAYAAN NETTO
1.140.189
82.570
1.222.759
537.358
158.855
696.213
SILPA SEKARANG
(136.859)
60.000
(76.859)
2.338.351
597.038
2.935.389
PENDAPATAN DAERAH
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
SURPLUS/DEFISIT
APBN
KAB
PROV
TOTAL
PEMBIAYAAN DAERAH
Lainnya Pengeluaran Penyertaan Modal Lainnya
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
04
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja 22 Kabupaten/Kota di ProvinsiNTT
Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016 telah mencapai lebih dari 20 triliun rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun, meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar 17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai 21,72 triliun meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun pertumbuhan belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P. GRAFIK BOKS 3.1. PERKEMBANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI NTT
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah
GAMBAR BOKS 3.1. PERUBAHAN POSTUR TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang mengalami kenaikan dari 3% APBN tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara lain terkait pemberian dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi DAU dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional. GAMBAR BOKS 3.3. POSTUR RENCANA PENDAPATAN TOTAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
GAMBAR BOKS 3.4. POSTUR RENCANA BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana perimbangan terutama berasal dari dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus (21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan lain-lain berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD. Adapun total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat/APBN.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan untuk belanja pegawai yang secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan yang terutama disebabkan oleh peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016. Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa belanja modal terhadap total belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total 21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk pembangunan. GRAFIK BOKS 3.1. POSTUR RENCANA BELANJA PER MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
GAMBAR BOKS 3.1. REALISASI BELANJA PER MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2016
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara tercatat sebagai daerah dengan alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan (46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain Kabupaten Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan Sumba Barat Daya (35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja pegawai, maka belanja modal akan cenderung semakin kecil karena anggaran banyak terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk pembangunan infrastruktur relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang layak bagi masyarakat. Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa belanja pegawai yang besar cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan di tiap bulannya. Kabupaten Sabu Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga adanya kegiatan investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran yang seakan-akan membuat penyerapan anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan realisasi belanja modal sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun relatif kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai tersebut merupakan realisasi penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya. Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai sebagai langkah maju dalam memperbaiki kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif. Triwulan I 2016
00
05
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada awal tahun 2016. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau 87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen. Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulanIV 2015.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.1. KONDISI UMUM Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan menunjukkan kondisi perlambatan1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari 2016 adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12% (75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat adanya pergeseran masa tanam. Hasil tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan2 (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di SKDU terutama adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).
5.2. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN 5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat 1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi Peningkatan jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669 pada Februari 2016. Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari 72,95% (Februari 2015) menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga kerja di NTT. Pada periode Februari 2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat pengangguran yang meningkat cukup tinggi. Pada Februari 2016 tercatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan pergeseran masa tanam yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi NTT.
GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA 2,500,000 2,450,000 2,400,000 2,350,000 2,300,000 2,250,000 2,200,000 2,150,000 2,100,000 2,050,000 2,000,000
FEB
FEB
FEB
FEB
FEB
FEB
2011
2012
2013
2014
2015
2016
ANGKATAN KERJA Sumber : BPS, diolah
KERJA
100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 -
2,500
%
RIBU JIWA
2,400 2,300 2,200 2,100 2,000 1,900 1,800
FEB 07 FEB 08 FEB 09
FEB 10
ANGKATAN KERJA
PENGANGGUR
FEB 11
PEKERJA
FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15
∆ PEKERJA
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4 -5 -6 -7
FEB 16
∆ ANGKATAN KERJA
Sumber : BPS, diolah
1. Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa. 2. angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa atau 59,4% dari total tenaga kerja dan diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan oleh adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, penggunaan teknologi pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga terjadi pada sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga komoditas tambang (mangan) sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi. Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend peningkatan yang mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga kebutuhan tenaga kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan yang mengindikasikan masih tumbuhnya perekonomian di NTT. GRAFIK 5.3. STRUKTUR TENAGA KERJA DI NTT BULAN FEBRUARI 2016
GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA MENURUT LAPANGAN USAHA 400
5.1% 1.2% 0.3% 14.3% 3.8% 59.4% 10.5% 0.4% 4.9%
1,700
RIBU ORANG
350
1,650
300
1,600 1,550
250
1,500
200
1,450
150 PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI LISTRIK, GAS & AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN TRANS,PERGUDANGAN & TRANS KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN
Sumber : BPS, diolah
1,400
100
1,350
50
1,300 1,250
FEB 10
FEB 11
FEB 12
FEB 13
FEB 14
FEB 15
FEB 16
KONSTRUKSI
JASA KEUANGAN
PERDAGANGAN
PERTAMBANGAN
LISTRIK,GAS & AIR
INDUSTRI
JASA KEMASYARAKATAN
TRANS,GUDANG & KOMUNIKASI
PERTANIAN
Sumber : BPS, diolah
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280 jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 3, presentasi TPT terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%). Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja, terdapat hal yang menarik yaitu berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu, berdasarkan perbandingan pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat pendidikan yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%- yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2% (yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu sektor pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di samping itu, tingginya pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama dalam perluasan lapangan kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha untuk dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak.
3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
<SD
17,530 11,333
0
UNIV
SMP
8,129 11,450
AK
56,335 50,720
BEKERJA
20,000
30,000 FEBRUARI 2016
Sumber : BPS, diolah
40,000
160,704
AK
481,496 443,216
AK
303,442
BEKERJA
JIWA
10,000
178,849
BEKERJA
295,313
AK
<SD
SMA/SMK
38,280 32,228
SMP
5,615 5,788
D I/II/III
AK BEKERJA
D I/II/III
18,145 14,311
UNIV
GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA (AK) DAN PEKERJA SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
SMA/ SMK
GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
1,425,201
BEKERJA
FEBRUARI 2015
1,407,671
500,000
0
1,000,000
1,500,000
Sumber : BPS, diolah
5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari 2016 cenderung tidak berubah secara signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status pekerjaan masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari 2015 yang didominasi oleh Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari pergeseran masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara itu kenaikan jumlah pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih berjalannya kegiatan proyek di awal tahun. GRAFIK 5.7. PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA SESUAI STATUS PEKERJAAN
GRAFIK 5.8. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT 900,000
1,715,674
JIWA
800,000
1,744,263
700,000
0 FEBRUARI 2015
FEBRUARI 2016
BERUSAHA SENDIRI
PEKERJA TAK DIBAYAR
Sumber : BPS, diolah
477,281
475,845
31,564
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/ KARYAWAN
FORMAL
INFORMAL FEBRUARI 2015
43,929
786,809
BERUSAHA PEKERJA BEBAS DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
703,931
104,862
100,000
88,222
200,000
508,845
335,529
300,000
519,774
328,884
400,000
606,845
500,000
704,457
600,000
FEBRUARI 2016
Sumber : BPS, diolah
5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri minuman (26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industribarang galian bukan logam juga diikuti oleh tingkat produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi penurunan pada industri barang galian bukan logam dan industri minuman, sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 5.10. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
MAKANAN MINUMAN
31.29 8.47
8.3
MINUMAN
MAKANAN
FURNITUR
8
9.8
9.0
21.45% 26.30% 16.77% 35.48%
47.4
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
11.15
GRAFIK 5.9. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
FURNITUR
BARANG GALIAN BUKAN LOGAM IV - 2015 Sumber : BPS, diolah
BARANG GALIAN BUKANLOGAM
IV - 2016
Sumber : BPS, diolah
5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016. Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT. Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor pertanian. Untuk periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja. GRAFIK 5.11. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU 30
INDEKS
% SBT
25 20 15 10 5 0
I
II
-5
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II* 2016
-10
*PERKIRAAN
-15
INDEKS PROYEKSI TENAGA KERJA
INDEKS TENAGA KERJA
Sumber : SKDU-BI, diolah
5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN 5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya penurunan dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh turunnya indeks yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan disinyalir terjadi karena berkurangnya produksi komoditas perkebunan masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya harga komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar (IB) tertinggi ada pada sektor tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan harga obat-obatan dan pupuk. GRAFIK 5.13. GRAFIK 5.13. PERKEMBANGAN NTP PER-SEKTOR 102.69
GRAFIK 5.12. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 104
160 100.73
103 102 101 100
140 130
99 98
120
97
110
96 95 I
II
III 2013
IV
I
II III 2014
IV
NTP-AXIS KANAN Sumber : BPS, diolah
00
150
Triwulan I 2016
I
IT
II III 2015
IV
I 2016
100
108 106 104 102 100 98 96 94 92 90 88
-1,29
-0,58 -1,21
-1,64 -4,71
TANAMAN PADI- HORTIKULTURA PALAWIJA
IB
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT DES 15
Sumber : BPS, diolah
MAR 16
PETERNAKAN
PERIKANAN
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya indikasi penurunan pada pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini Masyarakat NTT dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari 146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016). Perlambatan produksi komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode sebelumnya disinyalir menjadi penyebab utama. GRAFIK 5.14. INDEKS PENGHASILAN SAAT INI DIBANDING 6 BULAN LALU 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I 2016
Sumber : SK-BI, Diolah
Triwulan I 2016
00
06
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Dan Inflasi Di Daerah
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan berada pada rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada proyeksi sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy) dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy). Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan kemungkinan realisasi gaji ke-13. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI 6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada rentang 5,1 – 5,5% (yoy). Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06% (yoy) menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri diperkirakan didorong oleh investasi dan konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas batas negara diharapkan menjadi faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul dari adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015) menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16% dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian seiring el nino dan serangan hama pada awal tahun 2016, serta kemungkinan penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai triwulan III-2016.
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen. GRAFIK 6.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2016 5.30% 5.20% 5.10% 5.00% 4.90% 4.80% 4.70% 4.60% 4.50% 4.40% 4.30%
11% 9% 7% 5% 3% 1%
4.64%
5.12%
I
II
5.15%
5.13%
5.06%
5.21%
-1% -3%
III
IV
2015
I
II* 2016
PDRB (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY)
KONSTRUKSI
JASA PENDIDIKAN (YOY)
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks proyeksi pendapatan rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks keyakinan konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan rencana gaji ke-13 pada triwulan yang akan datang.
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 6.3. SURVEI KONSUMEN
GRAFIK 6.2. INDEKS TENDENSI KONSUMEN 110 108 106 104 102 100 98 96 94 92 90
170 115 110 105 100
I
II III 2013 ITK
IV
I
II III 2014
PROYEKSI PEND. RT
IV
I
II III 2015
IV
RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
Sumber : BPS, diolah
I II 2016
160 150 140
95
130
90
120
85
110
80
100
I
II
III
IV
I
2013
II III 2014
EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
IV
I
II III 2015
IV
I 2016
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D.
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan di triwulan-II diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih disebabkan dampak base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih berasal dari investasi pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung pemerintahan, sarana publik (rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat sinyalemen rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam. Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat. Provinsi NTT diperkirakan masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena masih terbatasnya produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih tingginya kebutuhan impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi lain, peningkatan pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan dapat menghambat angka net impor. 6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2016 diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan-I. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen untuk komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab hal tersebut diantaranya adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu, produksi perikanan juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut yang menyebabkan tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan masih dapat tumbuh seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua. Namun, patut diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang mulai muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG, curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada bulan Mei 2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah atau kondisi sifat hujan cukup normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores (Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang. Namun, adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota Kupang diguyur hujan pada bulan Mei.
00
Triwulan I 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke daerah (sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah dengan target realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat seiring gaji ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan menjelang hari raya Idul Fitri diperkirakan dapat pula mendorong hasrat masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang terlihat dari indeks harga jual dan kegiatan usaha yang meningkat. GRAFIK 6.4. SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA 10 8 6 4 2 0 -2
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
2015
IV
I
II
2016
-4 -6 -8 -10
TENAGA KERJA
HARGA JUAL
KEGIATAN USAHA
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak base effect tingginya pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti bendungan dan gedung pemerintahan.
6.2 INFLASI Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy) sementara untuk triwulan-II 2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan produksi beras seiring kekeringan dan serangan hama pada musim tanam-I 2016 serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi penyebab lainnya. Potensi inflasi juga
Triwulan I 2016
00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
berasal dari momen-momen libur keagamaan dan libur sekolah yang dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara. Sementara itu, potensi penahan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari stabilnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring harga minyak dunia yang cenderung rendah. Di sisi lain, inflasi tahunan pada triwulan II 2016 tercatat lebih rendah apabila dibandingkan triwulan-I, namun secara triwulanan inflasi cenderung lebih tinggi. Turunnya inflasi secara tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh dampak base effect tingginya inflasi pada periode yang sama tahun 2015 sehingga mendorong pencapaian inflasi secara tahunan yang tinggi di awal tahun. Apabila dilihat secara triwulanan (qtq) inflasi diprediksi tercatat cukup tinggi sebesar 0,8 - 1,1% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar -0,4% (qtq). Sumbangan inflasi triwulan II diperkirakan terjadi karena dorongan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen dan momen liburan sekolah. Selain itu, momen idul fitri juga dapat menyebabkan harga komoditas dari daerah lain menjadi naik. Di sisi lain, penurunan produksi beras akibat kekeringan dan serangan hama dapat menjadi faktor pendorong inflasi lainnya. Indikasi kenaikan harga juga terlihat dari hasil survei konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya ekspektasi kenaikan harga dan penghasilan pada rentang triwulan II 2016. GRAFIK 6.5. 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100
HASIL SURVEI KONSUMEN
9% 179.17
8% 7% 6%
140.5 140.5
4.90%
5% 4% 3%
1.10%
2% 1% III
IV
I
2014 EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. Sumber: Survei Konsumen-Bank Indonesia
00
GRAFIK 6.6. PREDIKSI INFLASI TRIWULAN-II 2016
Triwulan I 2016
II
III 2015
EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
IV
I
II 2016
0% -1%
III
IV
I
II
2014
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
INFLASI NTT (%-YOY) Sumber: BPS & BI (diolah)
III
IV
2015
I
II 2016
INFLASI NTT (%-QTQ)