Seminar Nasional Serealia, 2013
DUKUNGAN BADAN LITBANG MENUJU PERTANIAN BIOINDUSTRI Haryono Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
PENDAHULUAN Kementerian Pertanian telah meluncurkan konsep penyediaan pangan 20102014 dengan empat target sukses yaitu: (1) Swasembada berkelanjutan dan peningkatan produksi; (2) Diversifikasi pangan; (3) Nilai tambah; daya saing dan ekspor; serta (4) Peningkatan kesejahteraan petani. Pencapaian empat target tersebut dapat dicapai melalui sinergi antar kementerian terkait Ditjentan serta Badan Litbang Pertanian. Badan Litbang diharapkan mampu mengaplikasikan teknologi litbang untuk pencapaian target sukses kementerian khususnya swasembada dan swasembada berkelanjutan produksi tanaman pangan utama seperti padi dan jagung. Pertanian bioindustri dapat menjadi alternatif pilihan sebagai bahan baku energi untuk menggantikan BBM yang ketersediannya semakin menipis. Meningkatnya harga bahan bakar minyak dan gas, ketahanan energi serta meningkatnya polusi lingkungan dalam kaitannya dengan penggunaan bahan bakar merupakan penyebab bangkitnya kembali bioindustri pada beberapa tahun terakhir (Ariati 2006). Upaya pengembangan bahan bakar alternatif menjadi sangat penting. Salah satu bahan bakar alternatif yang mulai dikembangkan baik di Indonesia maupun di berbagai negara di dunia adalah Biofuel. Pemakaian Biosolar dan energi alternatif terbarukan lainnya diharapkan dapat membantu mengurangi volume pemakaian BBM bersubsidi.
Berdasarkan
Perpres
No.
5/2006,
pemerintah
bercita-cita
untuk
mewujudkan energi (primer) mix yang optimal dengan menurunkan pemakaian BBM Indonesia dari 55 persen menjadi 15 sampai 20 persen pada tahun 2025. Terdapat 172 jenis tanaman penghasil bioetanol di U.S., jika semuanya digabungkan
akan
mampu memproduksi >10 milyar gallon (Renewable Fuels Association 2010). Isu energi nasional yang sedang hangat diperdebatkan dalam skala nasional maupun global pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) aspek: sosial, ekonomi dan lingkungan. Aspek sosial menyangkut antara lain infrastruktur energi yang masih terbatas, konsumsi energi perkapita yang masih rendah dibandingkan dengan negara lain, elektrifikasi rasio yang masih rendah (59%), dan adanya krisis listrik di beberapa wilayah khususnya di luar Jawa-Madura-Bali. Transportasi sebagai pengguna energi ketiga terbesar pada tahun 2005 dengan laju peningkatan sebesar
1
Haryono: Dukungan Badan Litbang Menuju Pertanian Bioindustri
9% per tahun, pada tahun 2030 menjadi pengguna terbesar. Industri yang merupakan sektor pengguna energi fosil terbesar pada tahun 2006, di tahun 2030 akan turun ditempat yang kedua dengan laju pertumbuhan 6% per tahun. Kedua sektor ini sangat dominan menggunakan bahan bakar minyak sebagai bahan bakar, sehingga penyediaannya
perlu
dijamin
agar
pertumbuhan
pembangunan
nasionaltidak
terganggu. Aspek ekonomi yang menjadi masalah utama antara lain adalah pertumbuhan dan intensitas energi yang tinggi, ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan energi, kebergantungan kepada produk minyak bumi yang masih tinggi, harga jual energi yang rendah dan subsidi yang terus meningkat, keterbatasan sumber daya minyak bumi dan adanya cadangan sumber energi alternatif yang cukup besar tapi
belum
banyak
dikembangkan
(EBT),
serta
keterbatasan
dana
untuk
pengembangan sektor energi dan sementara itu iklim bisnis sektor energi kurang menarik minat investor swasta dalam negeri dan asing. Aspek yang ketiga yaitu aspek lingkungan adalah masalah lingkungan yang diakibatkan oleh kebergantungan yang tinggi terhadap penggunaan bahan-bakar fosil, baik
secara lokal-kesehatan (zat-zat pencemar) maupun secara global seperti
pemanasan global akibat gas rumah kaca (GRK), hujan asam dan destruksi lapisan ozon PERTANIAN BIOINDUSTRI Pertanian bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan sumber daya alam hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Pengolahan itu tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan para petani. Pengelolaan tanaman berskala indutsri yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia adalah melalui pertanian bioindustri. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai sumber energi alternatif dengan mengolah tanaman menjadi biofuel. Biofuel yang terdiri atas Bio-diesel dan Bio-ethanol (ethanol) merupakan pilihan untuk dipergunakan sebagai sumber energi pengganti minyak. Biofuel tersebut dapat dibuat dari sumber hayati atau biomasa. Biodiesel dibuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapok, dan kedelai. Sementara bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti tebu, sorgum, nipah, sagu,
2
Seminar Nasional Serealia, 2013
singkong (ubi kayu), ganyong, ubi jalar, jagung dan sorgum. Indonesia sedang giatgiatnya mengembangkan industri biofuel dengan memproduksi biodiesel dan bioethanol. Peranan industri ini semakin penting mengingat kondisi saat ini harga minyak mentah berfluktuasi dan cenderung naik dan ketersediaannya semakin terbatas. Kondisi dan kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum
bagi
pemerintah
untuk
menyiapkan
kebijakan
yang
mendukung
penggunaan biodiesel dan bioetanol. Peranan kedua jenis bahan bakar alternatif itu ke depan akan sangat penting dalam mengatasi masalah krisis energi di Indonesia. Selain mendukung mekanisme pembangunan bersih, sebagaimana dicanangkan dalam Protokol Kyoto, pemanfaatan kedua bahan bakar hayati itu juga akan meningkatkan perekonomian Indonesia. Tanaman serealia yang dapat berkontribusi dalam mendukung pengembangan energi alternatif, khususnya biofuel adalah tanaman sorgum. Sorgum selain sebagai bahan pangan yang bersumber dari bijinya, sorgum juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang berkelanjutan. Sorgum yang dapat dijadikan sebagai sumber energi baik dari biji maupun dari batangnya. Sorgum manis merupakan jenis sorgum yang menghasilkan gula terlarut berkonsentrasi tinggi dalam nira batang. Kelebihan sorgum
manis
dibandingkan
komoditas
penghasil
bioetanol
lainnya
adalah,
menggunakan pupuk relatif lebih sedikit, efisiensi penggunaan air yang tinggi (1/3 dari tebu dan ½ dari jagung), periode pertumbuhan yang relatif pendek, dan kemampuan adaptasi yang baik terhadap kondisi tanah dan iklim yang bervariasi menyebabkan sorgum manis potensial digunakan sebagai bahan baku produksi etanol (Renewable Energy World, 2000; Wu et al., 2008). Selain itu, sorgum memiliki potensi besar untuk dapat dibudidayakan dan dikembangkan secara komersial karena memiliki daya adaptasi luas, produktivitas tinggi, perlu input relatif lebih sedikit, tahan terhadap hama dan penyakit tanaman, serta lebih toleran kondisi marjinal (kekeringan, salinitas dan lahan masam) (Suranto et al. 2008; McLaren et al. 2003).
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa nira batang sorgum manis potensial sebagai bahan baku produksi etanol (Gibbons et al. 1986; Venturi and Venturi 2003; Prasad et al. 2007; Rooney et al. 2007). Selain itu, kandungan pati pada biji dan serat lignoselulosa pada batang sorgum dapat merupakan nilai tambah yang dapat dikonversi menjadi etanol (Yudiarto 2006).
Komposisi nutrisi sorgum dibandingkan dengan tanaman serealia lain dan
potensi hasil etanol dari berbagai sumber tanaman di sajikan pada Tabel 1 dan 2.
3
Haryono: Dukungan Badan Litbang Menuju Pertanian Bioindustri
Tabel 1. Komposisi nutrisi sorgum dibandingkan dengan tanaman serealia lain Jenis Serealia Sorgum Beras Jagung Kentang Ubi kayu Ubi Jalar Terigu
Kalori/ 100 g 332 360 361 83 157 123 365
Protein (g) 11 7 9 2 1,2 1,8 8,9
Lemak Karbohidrat (g) (%) 3,3 73 0,7 79 4,5 72 0,1 19 0,3 35 0,7 28 1,3 7,7
Air Serat P Ca (%) (%) (mg) (mg) 11,1 2,3 28 287 9,8 1 6 147 13,5 2,7 9 380 11 56 63 33 40 30 49 16 106
Fe (mg) 4,4 0,8 4,6 0,7 0,7 0,7 1,2
Tabel 2. Potensi hasil etanol dari berbagai sumber tanaman (macam pati/nira) Sumber karbohidrat Molasses Singkong Tebu Sorgum manis Sagu Ubi Nipa Sorgum Biji *)
Hasil panen, ton/ha/thn 3,6 25 75 80*) 6,8$ 62,5**) 27 6
Hasil alkohol Liter/ton Liter/ha/thn 270 973 180 4500 67 5025 75 6000 608 4133 125 7812 93 2500 333,4 2000
2 kali panen/thn; $ Pati sagu kering; **) 2½ kali panen/thn. (Diolah dari berbagai sumber)
PROSPEK DAN POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN BIOINDUSTRI Prospek Tanaman sebagai Penghasil Biofuels Biofuels yang terdiri atas Bio-diesel dan Bio-ethanol untuk bahan bakar padas ektor transportasi di Indonesia, prospeknya bukan saja ditentukan oleh berlimpahnya sumber bahan baku tanaman sebagai sumber pembuatan biofuels, tetapi ditentukan pula oleh keekonomian kedua bahan bakar tersebut. Sementara itu, keekonomian dari biofuel bukan saja ditentukan oleh biaya produksi biofuel tersebut, tetapi juga ditentukan oleh harga minyak mentah dunia yang berpengaruh pada harga produknya seperti minyak solar (ADO) dan premium (gasoline). Secara sederhana, kelayakan ekonomi dari pemanfaatan biofuel bergantung pada selisih biaya pengadaan minyak dengan biofuel. Biofuel berasal dari tanaman diharapkan dapat menanggulangi krisis energi di masa depan yang diperkirakan kebutuhannya akan semakin meningkat. Biofuel tanaman biasanya terlebih dahulu harus diubah menjadi bio-diesel dan gas bio (biogass) atau etanol (bioetanol) sebelum dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
4
Seminar Nasional Serealia, 2013
Salah satu tanaman serealia yang sangat potensial dan tidak bersaing dengan pangan dan pakan adalah
sorgum manis, bahkan tanaman ini dapat bersinergi dengan
kebutuhan pangan dan pakan yang sering disingkat dengan 3 F (Food, Feed and Fuel). Keunggulan tanaman sorgum manis sebagai bahan baku dalam pembuatan biethanol adalah. Tanaman sorgum manis memiliki produksi biji dan biomass yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu dan serealia lain. Adaptasi sorgum jauh lebih luas sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal. Tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, keracunan Al, salinitas tinggi dan genangan air dibanding tanaman tebu dan tanaman serealia lain. Kebutuhan air untuk tanaman sorgum hanya 1/3 dari tebu dan 1/2 dari jagung. Sorgum memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah. Laju fotosintesis dan pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih tinggi dan lebih cepat. Umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 3-4 bulan Sorgum dapat diratun sehingga untuk sekali tanam dapat dipanen beberapa kali.
Industri bioetanol memerlukan lahan untuk perkebunan sorgum manis yang luas dan pertanaman harus dilakukan sepanjang tahun, dan sebaiknya tidak memanfaatkan lahan-lahan yang merupakan lahan pertanaman pangan. Dengan asumsi produktivitas sorgum dalam menghasilkan bioetanol sebesar 2000-3500 liter/ha/musim tanam atau 4000-7000 liter/ha/tahun, maka untuk menghasilkan 60 juta kilo liter/tahun bioetanol akan diperlukan lahan seluas 15 juta hektar (Yudiarto 2005). Belajar dari China, mungkin kita dapat mengarahkan pengembangan sorgum manis di lahan seluas itu sejalan dan searah dengan pemanfaatan lahan-lahan marginal, lahan tidur, atau lahan non-produktif lainnya, sehingga tidak berkompetisi dengan tanaman lain. Potensi Areal Pengembangan Tanaman Sebagai Penghasil Biofuel Biofuels meskipun memerlukan bahan baku yang sama, yaitu sumber hayati atau tanaman, tetapi mempunyai penggunaan yang berbeda. Bio-diesel dipergunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan bermesin diesel atau minyak solar, sedangkan
5
Haryono: Dukungan Badan Litbang Menuju Pertanian Bioindustri
Bio-ethanol dipergunakan sebagai bahan bakar pada kendaraan bermesin premium atau bensin. Peluang sorgum manis dikembangkan pada lahan kering cukup luas, baik pada wilayah beriklim basah (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) maupun wilayah beriklim kering (Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, dan sebagian Sumatera dan Jawa). Total lahan kering di Indonesia diperkirakan seluas 143.9 juta hektar. Dari luasan tersebut, 31.5 juta ha berupa lahan kering dengan topografi yang datar berombak (kemiringan lereng < 8 %) dan sesuai untuk dibangun perkebunan sorgum (Trikoesoemaningtyas dan Suwarto, 2006). Tanah di lahan kering beriklim basah pada umumnya bersifat masam dan merupakan ciri khas sebagian besar wilayah Indonesia. Lahan-lahan bertanah masam mempunyai tingkat kesuburan tanah yang rendah, dan menjadi kendala dalam produksi tanaman pertanian pada umumnya. Melalui program pemuliaan tanaman, mungkin perlu diteliti genotipe sorgum yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lahan pertanian semacam itu. Luas lahan sesuai untuk perluasan pertanian lahan basah dan kering disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Luas lahan sesuai untuk perluasan pertanian lahan basah dan kering Lahan Basah Semusim (Ha) Pulau Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawei Maluku dan Papua Indonesia
Rawa
Nonrawa
Total
354.854 0 0 730.160 0
606.1933 14.393 48.922 665.78 422.972
961.05 14.393 48.922 1.395.939 422.972
Lahan Kering Semusim (Ha)1) 1.311.78 40.544 137.659 3.639.403 215.452
Lahan Kering Tahunan (Ha)2) 3.226.79 158.953 610.165 7.272.049 601.180
1.893.366
3.539.334
5.432.700
1.738.978
3.440.973
5.179.951
2.978.380
5.297.593
8.275.973
7.083812
15.310.105
22.393.917
Total Lahan Kering 4.538.56 199.497 747.824 10.911.452 816.632
1)
Lahan kering semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan. 2) Lahan kering tahunan pada lahan kering dan sebagian gambut. Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2013).
Berdasarkan asumsi tersebut, lahan yang tersedia untuk perluasan areal pertanian mencapai 30,60 juta ha, terdiri atas 8,27 juta ha lahan basah (2,98 juta ha lahan rawa dan 5,29 juta ha lahan nonrawa), 7,08 juta ha lahan kering untuk tanaman semusim, dan 15,30 juta ha lahan kering untuk tanaman tahunan. Sebagian kecil lahan kering yang sesuai untuk tanaman semusim dan tahunan berupa lahan gambut yang telah didrainase (Tabel 3). Pengembangan komoditas bioenergi terutama dapat dilakukan pada lahan kering, baik untuk tanaman semusim maupun tahunan, dengan
6
Seminar Nasional Serealia, 2013
luas 22,30 juta ha. Secara spasial dan berdasarkan data tabular, lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditas bioenergi masih cukup luas. Namun, kenyataan di lapang menunjukkan, pengembangan dan perluasan areal secara besar-besaran biasanya akan terbentur pada masalah status kepemilikan lahan yang sulit ditelusuri dan pembebasan lahan. Oleh karena itu, peran dan dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk keberhasilan pengembangan komoditas bioenergi (Mulyani dan Las 2013) Kendala Pengembangan Tanaman sebagai Penghasil Bioenergi Kendala pengembangan pertanian bioindustri berkurangnya lahan pertanian pangan dan kenaikan harga pangan. Seperti tanaman kelapa sawit, kelapa, kedelai, singkong, ubi jalar, tebu dan jagung memiliki fungsi ganda, sehingga ketika jenis tanaman ini di fokuskan sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN) dapat menyebabkan terjadinya benturan dengan keamanan pangan. Sementara tanaman sorgum yang potensial belum begitu dikenal oleh petani dan tanaman ini dianggap sebagai tanaman kelas bawah. Dukungan Litbang Menuju Pertanian Bioindustri Dukungan Litbang petanian dalam pengembangan sorgum sebagai bahan baku bioenergy adalah melalui perakitan varietas unggul yang dapat digunakan sebagai sumber biodiesel dan bioethanol sesuai dengan permintaan pasar industri, teknologi budidaya serta pasca panen. Varietas Litbang sekarang ini telah banyak digunakan baik petani maupun pengusaha yang bergerak di industri pakan, pangan maupun bioenergy. Varietas sorgum dan jagung dilepas Litbang, khususnya Balitsereal disajikan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Varietas Sorgum yang telah dilepas Balitsereal
Tahun Pelepasan
Rerata Hasil * (t/ha)
Potensi Hasil * (t/ha)
Numbu Kawali
2001 2001
3,11 2,96
5,83 5,0
WHP 15011B
2013 2013
2,66 2,44
Varietas
Volume Nira
Kadar Gula Brik
240,09 12,94 Calon Varietas Baru 5,73 241,55 14,11 5,50 244,55 14,62
7
Rerata Produksi Etanol (ltr/ha) 3965,42 -
Potensi Produksi Etanol (ltr/ha) 7321,50 -
100-105 Hari 100-110 Hari
5701,68 5917,03
8759,35 8235,72
100- 113 Hari 100- 108 Hari
Umur Masak (Hari)
Haryono: Dukungan Badan Litbang Menuju Pertanian Bioindustri
Tabel 5. Varietas Jagung Hibrida yang telah dilepas Balitsereal.
Varietas
Tahun dilepas
Hasil (t/ha)
Keunggulan
Lisensor
Semar 10 Bima 1 Bima 2 Bantimurung Bima 3 Bantimurung Bima 4 Bima 5 Bima 6 Bima 7 Bima 8 Bima 9 Bima 10 Bima 11 Bima 12 Q Bima 13 Q Bima 14 Bima 15
2001 2001 2007 2007 2008 2008 2008 2010 2010 2010 2010 2010 2011 2011 2011 2011
9,0 9,0 11,0 10,0 12,0 11,0 11,0 12,1 11,7 13,4 13,1 13,2 11,0 11,0 13.0 13.0
High Biomas Stay green Stay green Stay green Stay green Stay green Stay green Early maturity Early maturity Stay green Stay green Stay green QPM QPM Stay green Stay green
Pemprov Sumbar PT. Saprotan PT. GIS PT. Bintang Timur Pasifik PT. SAS PT. Parisonna PT. Biogene PT. Biogene PT. Tossa Shakti PT. Tossa Shakti PT. Tossa Shakti PT. Berdikari South Sul Province South Sul Province
Startegi pengembangan komoditas penghasil bioetanol: 1. Pengembangan sentra produksi Pengembangan sentra produksi dilokasi yang cocok secara agroklimat dan mempunyai potensi pasar
untuk dibina
menjadi sentra daerah dan sentra
unggulan. Ppotensi lahan untuk pertanaman sorgum di Indonesia yang mencapai 5.324.282 ha yang tersebar di Sumatera (1.559.524 ha), Jawa dan Bali (355.483 ha), Sulawesi (643.586 ha), Nusa Tenggara (370.295 ha), Kalimantan (812.260 ha), Maluku (366.525 ha) dan Papua (1.216.699 ha). 2. Pemanfaatan sentra produktif Pada lokasi yang petaninya sudah melakukan kegiatan budidaya sorgum, dilakukan sosialisasi dan
tanaman
pembinaan yang lebih intensif untuk dapat
menghasilkan produksi dan kualitas yang lebih baik sesuai keinginan pasar. Upaya
untuk meningkatkan produksi dan pengembangan tanaman sorgum,
ternasuk sosialisasi produk sorgum. 3. Sinergi dan kerjasama kemitraan antara Institusi pemerintah, dan swasta dalam pengembangan somoditas penghasil bioetanol. Sejumlah perusahaan yang telah memanfaatkan dan mengembangkan varietas numbu dan Kawali sebagai sumber pakan, pangan dan energi adalah :
8
Seminar Nasional Serealia, 2013
PT. Tri Fondasi Indonesia memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan, pangan dan fuel. BPPT-Center
for
Energy
Resources
Development
Technology
mengembangkan sebagai industri etanol PT.Samirana Surya Semesta memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan, pangan dan fuel. PT Tri Berkah Quail memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan ternak unggas. PT.Sarotama memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan dan pangan. PT.Berdikari memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan dan pangan RPN memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan, pangan dan fuel. PTPN seluruh Indonesia memanfaatkan dan mengembangkan sebagai pakan, pangan dan fuel. IPB sebagai induk silangan untuk mendapatkan sorgum toleran Al dan kekeringan. Dan masih banyak Perusahaan termasuk LSM yang mengembangkan sorgum sebagai sumber pangan alternative, pakan dan bioenergy. PENUTUP Kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri yang terus meningkat mencapai 1,3 juta barrel per hari, lebih tinggi dari produksi yang hanya mencapai 950.000 barel perhari, sehingga diperlukan upaya pengembangan bahan bakar alternatif pengganti BBM. Pertanian bioindustri dapat menjadi salah satu roda penggerak dalam menghasilkan bahan bakar alternatif melalui industry biofuel. Dukungan Badan Litbang Pertanian melalui penciptaan teknologi varietas dan teknologi pengembangan sumber bahan alternative perlu terus ditingkatkan sehingga diharapkan mampu membantu kecukupan bahan baku energi dimasa mendatang. Varietas tanaman yang telah dihasilkan Litbang Pertanian khususnya serealia jagung hibrida sebanyak 18 varietas, komposit sebanyak 34 varietas serta enam varietas sorgum. Pengembangan teknologi ekstraksi jagung dan sorgum menjadi produk bioetanol diperlukan sehingga secara tidak langsung meningkatkan pemanfaatan bioetanol di Indonesia. Sinergi dan dukungan diperlukan antar kementerian terkait sehingga program penggunaan bioenegi dapat segera terealisasi.
9
Haryono: Dukungan Badan Litbang Menuju Pertanian Bioindustri
DAFTAR PUSTAKA Ariati, 2006. kebijakan pengembangan bioenergi. Makalah disampaikan pada seminar Bioenergi: prospek bisnis dan peluang investasi. Jakarta, 6 desember 2006. Direktorat Energi terbarukan dan konservasi energi, Departemen energi dan sumberdaya mineral, Jakarta. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan Agribisnis: tinjauan aspek kesesuaian lahan. Edisi II. Badan penelitian dan pengembangan Pertanian, jakarta. 30 hlm. Mclaren, J.S., N. Lakey and J. Osborne. 2003. Sorghum as a bioresource platform for future Renewable resources. Proc. 57th corn and Sorghum research conference. Cd rom. American seed trade assosiation. Alexandria. Va. Usa. Mulyani, A. dan Irsal Las, 2010.Ppotensi sumber daya lahan dan optimalisasi pengembangan komoditas penghasil bioenergi di indonesia. Jurnal litbang pertanian 2008 Prasad, S., A. Singh, N. Jain, and H.C. Hoshi. 2007. Ethanol production from sweet sorghum syrup for utilization as automotive fuel in india. Energy fuel. 21:24152420 Renewable Fuels Association, 2010. Annual industry outlook, 2010 Wu x. R zhao, S. R. Bean, P. A. Seib, J. S. Mclaren, R. L. Madl, M. Tuinstra, M. C. Lenz, D. Wang. 2007. Factors impacting ethanol production from grain sorghum in the dry grind process. Cereal chem 84.130-136. Rooney, W.L., J. Blumenthal, B. Bean, and J.E. Mullet. 2007. Designing sorghum as a dedicated bioenergy feedstock. Biofuels, bioproduct and biorefining Suranto, H. 2008. Prospek sorghum batang manis. Pusat aplikasi teknologi isotop dan radiasi. Badan tenaga nuklir, jakarta. Venturi, P., Venturi, Gg. 2003. Analysis of energy comparison for crops in european agricultural systems. Biomass and bioenergy 25, 235–255. Yudiarto and Panaka, 2006. New Development Of Ethanol Industry in indonesia. Agency for the assessment and application of technology (BPPTt)
10