Dinamika
Edisi Mei 2013
Perkebunan Majalah Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur
GALERI FOTO
$G a l e r I 1. Wamentan Rusman Heriawan dan rombongan kunjungi Jawa Timur untuk memantau kesiapan pelaksanaan program Bongkar Ratoon 2013. 2. Kadisbun, Komisaris Utama PTPN X, Dirut PTPN X dan Gubernur Jatim di Selamatan Giling 2013. 3. Kadisbun Jatim kunjungi Pesantren Agribisnis dan Agroindustri “Mukmin Mandiri” asuhan M. Zakki, yang juga tokoh muda bidang perkebunan. 4. Kadisbun buka Pertemuan Asosiasi Perkebunan 2013 dan Pertemuan Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan SL-PHT Kakao 2013. 5. Kegiatan religi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 H di Disbun Jatim .*
3
SALAM REDAKSI
BERKAH BATANG TEBU DAN DAUN TEMBAKAU
P
embaca yang budiman. Tak terasa Majalah Dinamika Perkebunan telah masuk penerbitan tahun 2013. Banyak cerita tentang tebu, tembakau, kopi, kakao, kelapa, jambu mete, dan komoditi unggulan lain yang diulas di tiap edisinya. Majalah ini bisa dibilang hampir tak pernah luput mengupas soal tebu dan tembakau dari berbagai sisi, baik program dan kebijakan, produksi, produktivitas, rendemen, sampai pengembangan lahannya. Tentu sangat mahfum bila redaksi memberi porsi halaman lebih, mengingat komoditi tebu dan tembakau sangat diunggulkan. Kedua komoditi ini juga memiliki nilai historis, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat. Tengoklah berapa banyak petani dan masyarakat terlibat dalam pertebuan dan pertembakauan. Melibatkan tenaga kerja dan uang yang banyak. Perkebunan tebu jelas butuh banyak tenaga kerja, mulai dari proses pengolahan tanah, penanaman, perawatan, sampai tebang angkut. Ketika sudah masuk pabrik gula, berapa banyak orang akan ikut merasakan ‘manisnya’? Bukan hanya petani dan karyawan pabrik gula yang menikmati, tapi pedagang dan orang-orang di sekitar pabrik gula juga bakal ikut menikmati. Sebelum dimulainya musim giling, pabrik gula biasanya akan mengadakan pasar malam, wayangan, hingga tradisi manten tebu dan lainnya. Semua akan ‘kecipratan manisnya’ tebu sebelum diolah menjadi gula. Semua bergembira ria, tak terkecuali pedagang keliling, pemilik warung di sekitar pabrik, karyawan pabrik gula, bocah-bocah dan masyarakat sekitar. Pesta rakyat yang bisa dinikmati dan dirasakan puluhan ribu hingga ratusan ribu orang berlangsung berharihari. Dan selama proses giling yang memakan waktu 5 bulan lebih, ada banyak rupiah berputar. Dengan 31 pabrik gula di Jatim, bisa dihitung berapa banyak orang akan tergerak roda ekonominya oleh sebatang tanaman bernama tebu. Berkah yang sama juga diberikan oleh selembar daun tembakau. Ada banyak kenikmatan dirasakan petani tembakau mulai dari saat menanam, merawat, memanen sampai tarik ulur saat transaksi dengan utusan pabrik rokok ataupun pedagang tembakau perantara. Berkah dari panen tembakau tidak hanya dirasakan petani, buruh, dan keluarganya tapi berlanjut ke para pedagang, ratusan ribu karyawan pabrik rokok besar maupun kecil, dan jutaan orang lainnya yang bersentuhan dengan industri rokok. Maka tak heran ketika terbit PP 109/2012 begitu sengit reaksinya. Semua merasa waswas akan kehilangan rejeki dari selembar daun tembakau yang akhirnya ‘disulap’ menjadi sebatang rokok itu. Hiruk pikuk dan sisi humanis tebu – tembakau inilah yang menarik Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien MMA untuk melukiskannya dalam lembaran demi lembaran buku “Tebuku Maniskan Separuh Negeri” dan “Tembakau di Persimpangan Jalan”. Edisi ini redaksi Dinamika Perkebunan juga menyorot kesiapan Jatim untuk menyukseskan program bongkar ratoon 2013. Semoga dengan bongkar ratoon 28.400 hektar dan bantuan 95 unit traktor, target swasembada gula 2014 tidak lagi seperti fatamorgana. Apalagi diperkuat komitmen para pengelola pabrik gula untuk mendongkrak rendemen di atas 8. Tidak ada yang tidak mungkin. Semoga mimpi kan terjadi...! Wassalam.
Susunan Redaksi Pelindung / Penasehat : Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur
Dewan Redaksi : - Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur - Kepala Bidang Produksi - Kepala Bidang Sarana dan Prasarana - Kepala Bidang Perlindungan Perkebunan - Kepala Bidang Usahatani - Kepala UPT Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih Tanaman Perkebunan - Kepala UPT Pengembangan dan Produksi Benih Tanaman Perkebunan
Redaksi
0 Kami berharap media ini bisa menjadi sarana komunikasi diantara masyarakat perkebunan yang ada di Birokrat, BUMN, dan Petani (pengusaha dan pekebun). Semoga kehadiran majalah ‘Dinamika PERKEBUNAN’ bisa menjadi sarana pembelajaran kedua belah pihak untuk saling mengerti dan mengisi, sesuai misi perkebunan, agar bisa diimplementasikan di lapangan.
Pemimpin Redaksi : Drs. Djumadi Widodo, MM
Sekretaris Redaksi : Drs. Y. Tri Prayoga, M.si
Pelaksana Redaksi : Samsuri, SE, MM; Ir. Hani Muhardiono, MM; Ir. Lintjah Pratyasto; Ir. R. Endro Tjahjono, MMA; Ir. Paryanto; Ir. Bambang Budiarso, MM; Ir. Ambar Purwati, MMA; Yahya Hadi, SP, MMA
Desain Grafis : mata-ikan grafis
Alamat Redaksi : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Jl. Gayung Kebonsari 171 Surabaya Telp. 031-8291990
4
LIPUTAN UTAMA
Kadisbun Jatim Samsul Arifien bersama Wamentan Rusman Heriawan melihat penangkaran bibit tebu di P3GI.
Jatim Siap Sukseskan Program Bongkar Ratoon 2013
D
idukung dana APBN, tahun 2013 pemerintah kembali menggelar program Bongkar Ratoon di Jawa Timur. Ditargetkan bongkar ratoon kali ini bisa mencapai sasaran 28.400 Ha yang mencakup 25 kabupaten/kota. Sebelumnya, tahun 2003 – 2007, Jatim juga sukses menjalankan program bongkar ratoon dari dana APBN, sehingga produktivitas tebu kembali meningkat dan penataan varietas menjadi lebih baik. Sebagai provinsi dengan kontribusi produksi gula kristal putih terbesar secara nasional, Jatim diharapkan tetap menjadi motor dalam pencapaian swasembada gula nasional. Hal ini tak lepas dari keberadaan 31 pabrik gula (PG) dari total 61 PG yang
ada di Indonesia berada di Jatim. Tahun giling 2012, produksi gula Jatim menembus angka 1,25 juta ton atau setara 48% dari total produksi nasional sebesar 2,6 juta ton. Dan tahun 2013 ini taksasi produksi gula Jatim mencapai angka 1,38 juta ton. Di hadapan Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan; Dirjen Perkebunan, Ir. Gamal Nasir, MS; dan Inspektur Jenderal, Ir. Azis Hidajat, MM, saat pertemuan di Hotel Sheraton Surabaya, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA menyatakan rasa optimismenya akan kelancaran pelaksanaan program bongkar ratoon 2013. Kadisbun juga menyatakan siap merealisasikan target produksi gula Jatim 1,5 juta ton di tahun 2014. Tahun 2012 produksi gula Jatim mencapai
5
LIPUTAN UTAMA 1.252.788 ton. Taksasi tahun 2013 sebesar 1.380.400 ton, target tahun 2014 sebesar 1.549.800 ton, dan tahun 2015 sebesar 1.755.600 ton. Peningkatan produksi gula itu tak lepas dari peningkatan luasan areal tebu, target rendemen di atas 8%, dan adanya rencana kegiatan bongkar ratoon 2013 yang diyakini bisa mendongkrak produksi dan produktivitas tebu di tahun 2014. Disbun Jatim menargetkan luasan areal tebu akan tumbuh dari 198.278 Ha di tahun 2012 menjadi 203.000 Ha tahun 2013. Pada 2014 diharapkan bisa mencapai 210.000 Ha dan kembali meningkat menjadi 220.000 Ha di tahun 2015. ”Kami optimis kegiatan bongkar ratoon tahun ini bisa berjalan lancar. Ada 24 kabupaten dan kota yang menjadi sasaran bongkar ratoon tahun 2013 yang mencapai 28.400 hektar. Usulan yang sudah masuk per Maret 2013, untuk pola I seluas 14.018 hektar dan pola II seluas 13.168 hektar atau total capaian sementara 27.186 hektar. Sisanya kami tunggu usulan dari daerah,” papar Kadisbun didampingi Kepala Bidang Usahatani, Ir. Nova Chandiono, MM. Di tahun 2013 kegiatan bongkar ratoon di Jatim akan dilakukan di 24 kabupaten/kota, meliputi Sidoarjo (1.437 Ha); Mojokerto (1.500 Ha); Kota Mojokerto (200 Ha); Gresik (500 Ha); Jombang (2.026 Ha); Lamongan (875 Ha); Tuban (320 Ha); Bojonegoro (163 Ha); Ngawi
(1.605 Ha); Madiun (1.390 Ha); Magetan (1.320 Ha); Kediri (820 Ha); Kota Kediri (1.010 Ha); Nganjuk (500 Ha); Trenggalek (100 Ha); Tulungagung (375 Ha); Blitar (700 Ha); Malang (5.500 Ha); Pasuruan (500 Ha); Probolinggo (500 Ha); Lumajang (309 Ha); Bondowoso (1.000 Ha); Jember (1.500 Ha); dan Situbondo (4.250 Ha). Pada akhir April semua target sudah terealisasi dengan rincian pola I seluas 12.962 Ha dan pola II seluas 15.438 Ha. ”Sebenarnya target produksi gula untuk kebutuhan Jatim sendiri sudah terpenuhi. Kebutuhan gula Jatim hanya sekitar 550 ribu ton, dengan rincian 450 ribu ton untuk konsumsi masyarakat dan 100 ribu ton untuk kebutuhan industri makanan minuman. Jadi tahun 2012 produksi gula Jatim sudah surplus 700 ribu ton yang didistribusikan untuk kebutuhan di luar Jatim,” jelas Samsul. Bantuan 95 Traktor Berdasar data usulan yang masuk, umumnya varietas tebu yang diminati petani pada program bongkar ratoon kali ini adalah PS 862, PS 881, BL dan PS 864. Untuk pola I banyak kelompok tani yang meminta bibit PS 881, PS 882, PS 862, PS 863, PS 851, VMC 76-16, dan PSJT 941. Sementara di pola II dominan permintaan varietas BL, PS 864, dan PS 951. Untuk mendukung kesuksesan program bongkar ratoon 2013 di Jatim, pemerintah melalui
Direktur P3GI Aris Toharisman (busana batik) dan Abdul Rasjid memberikan pemaparan kepada rombongan Wamentan.
6
LIPUTAN UTAMA
Dari kanan : Wamentan Rusman Heriawan, Kadisbun Jatim Moch. Samsul Arifien, Dirjenbun Gamal Nasir, Irjentan Aziz Hidajat, dan Direktur P3GI Aris Toharisman saat meninjau kebun bibit di P3GI.
Direktorat Jenderal Perkebunan akan memberikan bantuan 95 traktor. Direncanakan bantuan yang bersifat hibah ini sudah bisa diserahkan ke Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada akhir Semester I. Menurut Kadisbun, bantuan traktor ini nantinya akan dikelola oleh koperasi atau KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat) di masing-masing kabupaten/kota yang masuk dalam kegiatan bongkar ratoon. ”Bantuan traktor akan diberikan berdasar capaian bongkar ratoon oleh masing-masing kelompok tani. Setiap 500 hektar akan mendapat bantuan satu traktor. Dengan adanya traktor diharapkan kegiatan bongkar ratoon bisa berjalan maksimal,” tukas Samsul. Melihat sinergi dan keseriusan semua pihak dalam
menyukseskan program bongkar ratoon 2013, Kadisbun optimis ada dampak cukup signifikan dalam penataan varietas dan produksi tebu di tahun 2014. ”Bila target perluasan areal bisa tercapai dan kegiatan bongkar ratoon seluas 28.400 hektar berjalan sukses, saya optimis tahun 2014 Jawa Timur bisa mencapai target swasembada gula 1,437 juta ton. Perhitungan kami, Jatim setidaknya bisa menembus angka 1,5 juta ton gula. Itu merupakan angka yang cukup realistis,” tukasnya optimistis. Lebih jauh Kadisbun menjelaskan, bongkar ratoon bukan hanya sekadar ganti tanaman dengan bibit tebu baru, tapi juga bertujuan mendongkrak produktivitasnya agar lebih baik lagi.*Bgn
7
KOMODITI TEBU
WUJUDKAN SWASEMBADA GULA dan KESEJAHTERAAN BERSAMA MELALUI PERDA No. 17/2012
D
alam mendorong tercapainya target swasembada gula Jawa Timur tahun 2014 sebanyak 1,5 juta ton, tanggal 29 Desember 2012 lalu Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengesahkan Perda nomor 17 tahun 2012 tentang Peningkatan Rendemen dan Hablur Tanaman Tebu. Ada 4 hal yang menjadi tujuan pokok dari disahkannya Perda tentang Peningkatan Rendmen dan Hablur Tanaman Tebu baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, yakni : mendukung swasembada gula nasional di Jawa Timur; meningkatkan produktivitas tanaman tebu; menurunkan Harga Pokok Produksi; dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
petani tebu, masyarakat yang seimbang, serasi dan berkeadilan. Persoalan produktivitas gula menjadi perbincangan yang tak pernah selesai. Meski secara teori persoalan yang dihadapi sudah terdeteksi, tapi realisasi di lapangan begitu sulit dipecahkan. Jatim yang saat ini memiliki memiliki 31 pabrik gula dan produksi 1.252.788 ton gula di tahun giling 2012 tetap menjadi harapan untuk memenuhi hampir 50% kebutuhan gula kristal putih nasional. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA, persoalan tebu dan target swasembada gula selama ini ibarat fatamorgana. Namun dengan dibakukannya aturan baru sesuai yang tertuang
Muhdi dan rekan-rekannya mengubah lahan tidur di Pacentan, Bangkalan (Madura), menjadi hamparan tebu yang subur.
8
KOMODITI TEBU di Perda Jatim no. 17/2012, ia optimis pelan tapi pasti persoalan-persoalan di tingkat lapangan bisa dicarikan solusi. Dan ke depan tidak mustahil bakal tercapai industri gula yang sehat, menyejahterahkan petani, dan tercapainya target swasembada gula sesuai yang dicitacitakan. ”Perda ini memberi aturan-aturan yang jelas, agar semua pihak tidak hanya saling menyalahkan, tapi mau melakukan instrospeksi diri untuk melakukan yang terbaik. Dengan disosialisasikannya Perda nomor 17 tahun 2012, maka persoalan di tingkat on farm dan off farm bisa dipecahkan,” papar Samsul. Secara rinci Perda ini mengatur standar perbaikan pada sistem budidaya tanaman tebu dan perbaikan pabrikasi khususnya peningkatan efisiensi pabrik gula. Untuk peningkatan rendemen dan hablur tanaman tebu meliputi: penyediaan bibit tebu varietas unggul; pedoman budidaya tanaman tebu; peningkatan rendemen dan hablur; penetapan rendemen; standardisasi efisiensi pabrik gula; standardisasi kualitas gula kristal; pemberdayaan petani tebu; pembinaan dan pengawasan; dan pembiayaan. ”Untuk memenuhi target jangka pendek dan menengah, maka Pemprov Jatim akan menyediakan bibit tebu unggul bersertifikat dalam tiga tahun ini. Dengan penggunaan bibit unggul, produksi tebu per hektar ditarget 100 ton dan rendemen 10 persen, atau potensi hablur setidaknya 10 ton per hektar,” jelas Samsul Arifien. Lebih jauh Samsul menjelaskan, target itu untuk tebu yang ditaman di lahan persawahan. Sedang untuk tebu lahan kering seperti di Madura (Sampang – Bangkalan) dan Tulabo (Tuban, Lamongan, Bojonegoro), target produksi per hektarnya hanya 80
ton dengan rendemen sama 10% (setara hablur 8 ton/ha). Pemanenan Tebu MBS Untuk menghasilkan rendemen tinggi tidak hanya berdasar kualitas tanaman, tapi juga cara pemanenan yang memenuhi standar MBS (Manis, Bersih, Segar). Untuk kemanisan brix-nya paling rendah 20; kebersihan dengan indikator kotoran termasuk sogolan maksimal 3%; dan kesegaran dimana tebu harus digiling selambatnya 12 jam setelah ditebang. Untuk ketentuan kesegaran, sempat menjadi perdebatan. Pabrik gula kesulitan memenuhi target tebu harus sudah digiling 12 jam setelah ditebang. Karena bisa saja proses pengangkutan dari kebun ke pabrik setelah dilakukan penebangan sesuai Surat Perintah Tebang dan Angkut Tebu (SPTA) memakan waktu cukup lama. Menurut Administratur PG Ngadiredjo, Ir. Glen AT. Sorongan, idealnya ketentuan tebu harus digiling dalam 12 jam, bukan setelah ditebang. Tapi dalam pengertian riil, setelah tebu itu masuk antrian di pabrik gula. ”Mungkin lebih tepatnya, 12 jam setelah masuk dalam antrian giling di pabrik gula. Kalau pengertiannya seperti itu kami setuju. Tapi kalau dihitung sejak ditebang, tidak mungkin terpenuhi, karena waktu angkut dari kebun ke pabrik bisa berbeda-beda. Apalagi kalau ada kemacetan di jalan,” papar Glen. Ia juga menjelaskan, semua tebu akan masuk giliran giling sesuai urutan antrian atau SPTA, sehingga tidak perlu dikhawatirkan ada penyerobotan dan masuknya ’tebu berjalan’ (tebu dari luar mitra PG). ”Kami sudah menerapkan ARI (analisa rendemen individu) sejak tahun 2012 lalu, sehingga petani akan mendapatkan rendemen sesuai hasil kerja mereka. Kami juga mengutamakan tebu dari petani mitra atau binaan PG Ngadiredjo sendiri untuk menjaga standar mutu yang diinginkan,” tukasnya. Kadisbun Jatim, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA menjelaskan, untuk membuat perhitungan lebih akurat ke depan semua pabrik gula diharuskan memiliki database nama petani, luas lahan, lokasi lahan, varietas, waktu tanam dan tanaman t e b u p e r t a m a (plantcane) atau keprasan. ”Perbaikan sistem dan kerjasama ini demi mengharmoniskan hubungan antara petani tebu, pelaku usaha industri gula,
9
KOMODITI TEBU
masyarakat, dan stakeholder lainnya agar tercipta integrasi pengelolaan tebu dari hulu sampai hilir,” ujarnya.*Bgn
E Istilah-Istilah
Rendemen tanaman tebu adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Hablur tanaman tebu adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Amalgamasi adalah penggabungan operasi pabrik gula yang dilakukan oleh Badan Usaha setelah adanya hasil kajian audit kinerja pabrik bahwa beberapa stasiun pabrik gula secara teknis atau ekonomis tidak mungkin lagi dilanjutkan operasionalnya. Analisa Rendemen Individu (ARI) adalah cara menetapkan rendemen tanaman tebu yang akurat, transparan dan akuntabel dengan menggunakan alat dan analisis tertentu untuk setiap truk, lori atau angkutan lain. MBS (Manis, Bersih dan Segar) adalah indikator rendemen dalam batang tebu yang diukur dari kemanisan, kebersihan dan
kesegaran. TCD (Ton Cane per Day) atau Ton Tebu per Hari adalah satuan untuk menentukan kapasitas pabrik gula dalam menggiling tebu perhari. Overall Recovery (OR) adalah tingkat efisiensi pabrik gula yang dinyatakan dalam persen (%) yang menggambarkan kemamp uan pab rik gula mengambil sukrosa dari tebu dan mewujudkannya dalam bentuk kristal gula. Faktor Kristal (FKr) adalah suatu faktor rendemen yang mencerminkan rendemen individu setiap truk atau lori tebu individu. Icumsa adalah kualitas gula kristal berdasarkan standarisasi yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (satuan gram) setiap 100 gr larutan. G0 (Generasi Nol) adalah benih yang berasal dari proses kultur meristem untuk perbanyakan varietas tebu unggul baru atau penyehatan benih. G1 (Generasi Satu) adalah benih tebu yang berasal dari perbanyakan tanaman G0. G2 (Generasi Dua) adalah benih tebu yang berasal dari tanaman G1.*
10
KOMODITI TEBU
Problema Kualitas Tebu - Gula Terus Dicarikan Solusi
S
ecara bertahap pemerintah ingin nilai “Pabrik gula di Jawa Timur umumnya sudah tua. rendemen di pabrik-pabrik gula bisa Tapi dengan melakukan revitalisasi mesin sesuai meningkat. Untuk itu pemerintah melalui kebutuhan dan melakukan berbagai efisiensi, maka Peraturan Daerah (Perda) no. 17 tahun 2012 angka rendemen bisa ditingkatkan,” ujarnya di selamenetapkan angka rendemen gula di Jawa Timur pada sela pertemuan dengan Administratur Pabrik Gula (PG), tahun 2014 minimal 10%. pengurus APTR dan KPTR di Menurut Ketua Komisi B Malang. DPRD Jatim, Drs. Agus Dono Agus Dono juga Wibawanto, M.Hum, angka mengungkapkan, “Saya rendemen 10 itu termasuk berharap tidak lagi minim, karena di Brazil diberlakukan rendemen rendemen bisa sampai 16. rata-rata di pabrik gula, tapi Dengan pembanding negaraharus rendemen individu. negara industri gula, ia Setidaknya untuk menekan menilai kehadiran Perda itu terjadinya tebu berjalan dan sangat wajar. Sosialisasi memotivasi petani agar harus terus dilakukan agar menghasilkan tebu program Peningkatan berkualitas.” Rendemen dan Hablur Sementara itu terkait Tanaman Tebu dalam jangka dengan rencana masuknya pendek, jangka menengah investor baru untuk dan jangka panjang bisa membangun pabrik gula di Kadisbun aktif memantau perkembangan tebu. berjalan sukses. Malang, Kepala Dinas Lebih jauh Agus Dono Perkebunan Provinsi Jawa mengatakan, untuk menghasilkan rendemen tinggi Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA menyatakan, dibutuhkan perbaikan dalam sistem on farm dan off pengelola PG Kebon Agung dan PG Krebet Baru sudah farm. Agar bisa dihasilkan tebu berkualitas dan diminta presentasi di depan Dirjen Perkebunan untuk memiliki rendemen tinggi maka dibutuhkan bibit yang menunjukkan dimana lahan-lahan tebu mereka dan bagus dan tentu saja harus bersertifikasi. Juga cara dimana pabrik gula baru (seandainya disetujui) akan tanam atau pembudidayaan bibit tersebut sesuai menentukan sasaran area. dengan ketentuan. Dan tentu pada akhirnya kualitas “Paling tidak ini untuk memetakan wilayah atau rendemen juga ditentukan di sisi off farm di masinglahan tebu masing-masing PG. Dengan demikian bisa masing pabrik gula. diputuskan, apakah kehadiran PG baru sesuai
11
KOMODITI TEBU kebutuhan dan telah memiliki areal tebu yang sepadan atau tidak,” papar Samsul. Berbeda dengan di Madura yang memang belum ada pabrik gula, tingkat urgensi pendirian pabrik gula di Malang masih butuh pengkajian mendalam, agar tak mengganggu posisi PG yang sudah ada. Apalagi bila PG baru tak bisa memetakan mana areal tanaman tebu wilayah mereka. Dalam pertemuan tersebut, Kadisbun juga memaparkan soal komposisi bagi hasil PG dengan petani agar dicantumkan dalam Perda no. 17 tahun 2012 sesuai usulan beberapa pengurus APTR/KPTR
tidak mungkin dilakukan. “Soal bagi hasil petani-PG akan dibicarakan tersendiri antara petani melalui perwakilan atau kelompok tani dengan para pengelola PG. Tapi itu terpisah, tidak bisa mengubah Perda 17 tahun 2012,” jelasnya. Untuk mendukung peningkatan rendemen dan hablur tanaman tebu dalam jangka menengah dan jangka panjang pemerintah telah bekerjasama dengan P3GI untuk menguji kembali varietas-varietas baru yang memiliki rendemen tinggi. Varietas-varietas baru yang akan dilaunching tahun 2016 itu nantinya mampu menghasilkan rendemen di atas 15%.*Bgn
Jatim - Kalsel Jalin Kerjasama Bidang Perkebunan
D
inas Perkebunan Provinsi Jawa Timur meneken Berdasar data, komoditi unggulan Kalsel terutama perjanjian kerjasama dengan Dinas berupa tanaman karet di areal seluas 239.442 ha dengan Perkebunan Provinsi Kalimantan Selatan pada total produksi 141.797 ton dan kelapa sawit luas areal 3.315 9 April 2013 lalu di Gedung Negara Grahadi Surabaya. Pihak ha dengan produksi 1.792 ton. Disbun Jatim diwakili Kepala Dinas Ir. Moch. Samsul Arifien, ”Secara umum ruang lingkup kerjasama ini ditekankan MMA dan Disbun Kalsel diwakili Kepala Dinas Ir. H. Sugian pada mekanisme pemasaran, sistem informasi harga pasar, Noorbah, MP. peningaktan kualitas SDM kelompok tani, peningkatan Menurut Kadisbun Jatim, Ir. Moch. Samsul Arifien, kualitas produksi, dan peningkatan promosi hasil produksi MMA, salah satu perkebunan. Ini tujuan dari untuk saling perjanjian mempromosika kerjasama ini n d a n adalah untuk mengangkat meningkatkan kesejahteraan pemasaran hasil petani di kedua perkebunan belah pihak,” s e c a r a papar Samsul. bersinergi dan D a l a m meningkatkan kesempatan kesejahteraan t e r s e b u t petani di kedua Gubernur Jatim, belah pihak. Dr. H. Soekarwo ”Untuk j u g a Rombongan Disbun Jatim diterima pejabat dan Dharma Wanita Disbun Kalsel. o b y e k menyatakan kerjasamanya, keinginannya adalah pembangunan daerah dalam rangka pengelolaan untuk membentuk perwakilan dagang di Kalimantan Selatan. potensi dan sumberdaya bidang perkebunan,” jelas Samsul Sebagai suatu simbiosis mutualisma Gubernur Jatim berharap Arifien didampingi Kepala Bidang Perlindungan Tanaman, kerjasama ini bisa saling menguntungkan dalam berbagai hal Ir. Karyadi, MM, usai acara penandatanganan kerjasama. yang telah disepakati. Dalam kerjasama ini kedua belah pihak akan saling Sementara itu menindaklanjuti kerjasama antar berbagi informasi terkait kualitas dan kuantitas produksi instansi, pada 17 - 18 Mei lalu rombongan Disbun Jatim yang hasil perkebunan, harga pasar komoditi perkebunan secara dipimpin langsung Kadisbun melakukan kunjungan kerja ke berkesinambungan dan juga berbagi informasi kantor Disbun Kalsel. Rombongan juga menyertakan perkembangan teknologi perkebunan. pengurus Dharma Wanita Disbun Jatim yang membawa misi Berbeda dengan dinamika perkebunan Jatim yang berbagi pengetahuan dan pengalaman sekaligus menjalin relatif dinamis dengan beragam komoditi unggulan baik di keakraban dengan pengurus Dharma Wanita Disbun Kalsel. level nasional maupun internasional, perkembangan Rombongan Disbun Jatim diterima langsung Kadisbun perkebunan di Kalimantan Selatan masih terbatas hanya Kalsel Sugian Noorbah. Pada akhirnya kedua belah pihak pada beberapa komoditi saja seperti karet dan kelapa sawit menyepakati lebih mengintensifkan komunikasi dan saling (CPO). Sementara komoditi lain seperti aren, nilam dan kayu berbagi informasi. Kadisbun Jatim berharap kedua belah manis, di Jatim tak terlalu mendapat prioritas. pihak akan menuai manfaat sesuai yang diharapkan.*bgn
12
KOMODITI KAKAO
Kadisbun Jatim saat memaparkan program pengembangan cocoa belt pada Wamentan.
BUDIDAYA KAKAO RAKYAT AKAN TERUS DITINGKATKAN
B
udidaya kakao rakyat di Jawa Timur masih sangat diminati. Selain alasan buah kakao bisa dipanen sepanjang tahun, harga kakao di pasar juga relatif stabil. Hampir 60% biji kakao fermentasi diarahkan untuk pasar ekspor, sedang 40% sisanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sejak tahun 2010, pengembangan kakao rakyat di Jatim mendapat perhatian lebih serius. Disamping fokus meningkatkan luasan areal, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur juga mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas kakao. Tahun 2013 Disbun Jatim menargetkan peningkatan luasan areal tanaman kakao 5.000 Ha. Pengembangan kakao rakyat diarahkan pada wilayah sepanjang Pantai Selatan Jatim dari Pacitan sampai Banyuwangi, sehingga membentuk cocoa belt (sabuk kakao). Juga di zona tengah dari Ngawi sampai Jombang. Sasaran pengembangan kakao rakyat Jatim mencapai 50.000 hektar. Meski tahun ini Jatim bakal disibukkan dengan pelaksanaan program bongkar ratoon, tapi menurut Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA, perhatian Disbun Jatim pada
pengembangan kakao tidak surut. Seperti tahun sebelumnya, Disbun juga tetap mendorong dilakukannya pengembangan bibit kakao mandiri yang diusahakan langsung oleh gabungan kelompok tani di berbagai daerah. Tahun 2013 ditargetkan ada pengembangan bibit kakao hingga 5 juta bibit. “Kami ingin mengembalikan kejayaan kakao seperti dulu. Sebelum ada perkebunan kakao rakyat, Perkebunan Besar di Jatim sudah mampu menghasilkan 35 ribu ton. Saat ini luasan areal tanaman kakao rakyat sudah meningkat, tapi produktivitasnya masih rendah, hanya di kisaran 684 kg/ha. Ini akibat kurang intensifnya pemeliharaan dan heterogennya keragaan tanaman, sehingga jauh dari potensi optimal kebun 1.000 kg/ha,” papar Kadisbun didampingi Kepala Bidang Produksi, Ir. Edy Hariyanto, Dipl. Agr. MMA Pada masa jayanya produksi kakao dari perkebunan besar di Jatim mampu mencapai 35 ribu ton/tahun. Namun pada era reformasi, banyak perkebunan besar di Jatim yang dirusak, dijarah, dan dikuasai lahannya. Permasalahan ini dialami Kebun Blambangan di Banyuwangi; Kebun Renteng di Jember; Kebun Kalibakar dan Pancursari di Malang, Kebun Sumber Petung dan Ngrangkah Pawon di Kediri; Kebun Jati Tumpak Mergo
KOMODITI KAKAO
13
dan Gunung Matabean di Tulugagung; serta sebagian besar perkebunan di Kabupaten Blitar. Gangguan itu menyebabkan produksi kakao dari Perkebunan Besar di Jatim menurun drastis hingga tinggal 18 ribu ton/tahun. Karena tak mungkin mengharapkan peningkatan produksi kakao dari perkebunan besar, pemerintah Jatim melalui Dinas Perkebunan Jatim mengarahkan pengembangan pada kakao rakyat. Setelah bertahun-tahun berjalan, kini peningkatan luasan areal sudah jauh lebih baik. Tahun 2012 lalu produksi kakao rakyat sudah mencapai 10 ribu ton. Sehingga total produksi biji kakao Jatim tahun 2012 mencapai 28 ribu ton. “Kami tak hanya fokus meningkatkan luasan areal dan produksi, tapi juga kualitas panen dan pengolahan pascapanen. Pembinaan pascapanen mengarah pada penyediaan biji kakao yang memiliki standar ekspor produk primer. Disbun juga
x
memberikan bantuan sarana pengolahan hasil berupa kotak fermentasi, unit pengeringan, dan alat olah produk sekunder (bubuk kakao),” jelas Samsul. Di era kepemimpinannya, Samsul Arifien, terus mengembangkan metode pendampingan dan kemitraan usaha pada petani kakao. Disamping meningkatkan mutu biji kakao fermented, Samsul juga mendorong pengembangan olah produk sekunder, agar agroindustri bisa tumbuh di pedesaan, khususnya di sentra-sentra penghasil kakao itu sendiri. “Kisah sukses yang patut diteladani, seperti dialami Gapoktan Guyup Santoso di Blitar yang kini mampu mengirim 10 ton biji kakao per hari setelah bermitra dengan eksportir,” ujar Samsul. Semangat petani untuk mengembangkan kakao perlu terus dipompa. Kelemahan di berbagai sisi, tambah Samsul, akan terus dibenahi. Terutama dalam penggunaan bibit yang belum sepenuhnya unggul bersertifikat, keterbatasana pengetahuan dalam mengatasi serangan hama PBK (Penggerek Buah Kakao), dan cara pengolahan/fermentasi biji kakao yang belum baik. “Petani kakao masih butuh banyak pembinaan, agar pengetahuan mereka semakin meningkat. Harus diakui mutu hasil kakao rakyat belum maksimal. Dari ukuran biji yang kecil, terkontaminasi jamur atau kotoran, hingga cara fermentasi yang belum benar. Sambil berjalan semua itu akan kita perbaiki bersama,” tegas Kadisbun. Akibat serangan hama PBK, loss product kakao bisa mencapai 5% - 80%. Juga berimbas pada berkurangnya mutu hasil, seperti buah yang keriput, biji jadi kecil, dan warna buah menghitam.*Bgn
14
KOMODITI TEMBAKAU
komoditi tembakau di Jatim harus tetap dijaga. Namun ia mengingatkan agar diupayakan terjadi keseimbangan antara demand and supply. ”Kalau berpikir ekonomi, lebih baik berpikir normal saja. Selama (tanam tembakau) menguntungkan dan memiliki nilai ekonomis, ya dikembangkan saja,” ujarnya. Lebih jauh Wamentan menyatakan, PP 109/2012 tidak perlu dijadikan alasan untuk menekan petani tembakau, karena pada kenyataannya Indonesia masih impor tembakau cukup besar. Luas areal tanaman tembakau di Indonesia baru sekitar 180 ribu Ha, sementara Cina sudah 2 juta Ha. Untuk pengembangan areal dan produksi tembakau Virginia, Wamentan minta tidak dibatasi, karena kebutuhan di dalam negeri masih kurang. Berdasar data, Indonesia masih mengimpor tembakau Virginia dari Cina dan Amerika. Namun ia mengingatkan agar kualitas panen tembakau Virginia di dalam negeri untuk ditingkatkan, agar tidak ditinggalkan pelaku
WAMENTAN MINTA KOMODITI HERITAGE TEMBAKAU DIPERTAHANKAN
W
akil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengakui Indonesia masih kaya dengan tembakau khas. Tembakau Deli, tembakau Vosterlanden Surakarta dan tembakau Besuki Na-Oogst masih tetap kuat di pasar tembakau internasional. Sangat disayangkan apabila tembakau yang telah melegenda ini harus terkubur gara-gara kehadiran PP 109/2012. Bagi Jawa Timur, Bes Na-Oogst yang 100% untuk pasaran ekspor bukan sekadar pendulang devisa, tapi juga merupakan komoditi heritage yang patut dijaga kelestariannya. Tembakau pembungkus cerutu dengan dengan ciri khas daun tanaman yang lebarlebar ini tetap menjadi komoditi perkebunan andalan Jatim dalam menembus pasar dunia, selain komoditi kopi spesialty Amstirdam (Malang) dan Kayumas (Situbondo). Untuk pasar tembakau dalam negeri, Jatim juga memiliki kontribusi cukup besar. Tidak kurang 50% produksi tembakau nasional disuplai dari Jatim. Di Jatim juga berdiri 1.367 pabrik rokok, dari skala besar hingga kelas rumahan. Menurut Wamentan, kekayaan alam berupa
industri rokok dalam negeri. “Jangan sampai ada tekanan ke petani tembakau, tapi pada kenyataannya impor tembakau (virginia) jalan terus,” tukas Wamentan. Dalam kesempatan kunjungan kerja ke Surabaya, Wamentan Rusman Heriawan yang didampingi Dirjen Perkebunan Gamal Nasir, juga berjanji akan menyampaikan aspirasi petani tembakau di Jatim yang mengeluhkan cukai tembakau yang mencapai hampir Rp 45 triliun, tapi hanya 2% saja yang dikembalikan ke petani tembakau. Sejauh ini Jatim memberi kontribusi produksi tembakau yang signifikan. Rata-rata setiap tahun mencapai 83 ribu ton atau setara 50%-55% dari kebutuhan nasional. Luas areal tanaman tembakau mencapai 110.791 Ha yang terdiri 103.878 Ha tembakau Voor-Oogst dan 6.913 Ha tembakau NaOogst. Total pabrik rokok besar dan kecil sebanyak 1.367 unit dengan kapasitas produksi 169,6 miliar batang atau setara dengan 70% dari total produksi rokok nasional yang mencapai 240 miliar batang. Kontribusi cukai rokok Jatim mencapai Rp 45 triliun atau setara 75% dari cukai nasional.*Bgn
15
KOMODITI TEBU
ton. Rendemen juga meningkat dari 7,96 menjadi 8,32. Padahal tahun 2012 lalu PG Gempolkrep sempat terguncang, karena limbah cairnya dianggap mencemari aliran Sungai Brantas, sehingga Gubernur Soekarwo sempat memerintahkan ditutup sementara. Tapi kini PG Gempolkrep jauh lebih baik setelah memperhatikan pengelolaan lingkungan dengan perbaikan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Gubernur pun secara terbuka memberi pujian atas respon positif yang diberikan pihak manajemen dalam berbenah tata kelola lingkungan. Dan tak segansegan mengucurkan dana miliaran rupiah untuk memperbaiki IPAL dan tata lingkungan menyeluruh, Gubernur dan Kadisbun memegangi tebu PS92-1871
GUBERNUR PUJI PENINGKATAN PRODUKSI GULA DI JAWA TIMUR
G
ubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo, hadir dalam ceremoni ‘Pengantin Tebu’ yang diadakan di pabrik gula (PG) Gempolkrep. Selain menyaksikan arak-arakan pengantin yang membawa aneka varietas tebu unggulan, Gubernur juga secara simbolis memotong varietas tebu andalan masa depan PS92-1871. Ceremoni yang juga dihadiri Dirut PTPN X, Ir. Subiyono, MMA, Kadisbun Jatim, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA, Bupati Mojokerto, H. Mustofa Kamal Pasa, SE, Direktur P3GI, Dr. Aris Toharisman, dan sejumlah pengurus APTR/KPTR yang digelar 7 Mei 2013 itu sekaligus pertanda dimulainya Musim Giling 2013 di lingkup PTPN X. PTPN X tahun ini menargetkan rendemen rata-rata 8,3 untuk 11 PG, meliputi PG Watoetoelis, PG Toelangan, PG Kremboong, PG Djombang Baru, PG Tjoekir, PG Lestari, PG Meritjan, PG Pesantren Baru, PG Ngadiredjo, PG Mojopanggoong, dan PG Gempolkrep. Namun Gubernur berharap realisasinya bisa di atas 8,3. “PTPN X harus bisa meningkatkan rendemennya. Bukan hanya 8,5, tapi menembus 9 persen, Termasuk di PG Gempolkrep ini,” harap Gubernur. Kondisi PG Gempolkrep yang memiliki kapasitas giling 5.500 TCD jauh berbeda dengan tahun lalu. Pabrik gula yang berada di Mojokerto ini terlihat makin optimis memasuki musim giling tahun 2013. Ditargetkan produksi gula di PG Gempolkrep mencapai 82.363 ton atau naik 21% dibanding tahun lalu yang hanya 67.696
termasuk in-house keeping. “Saya patut memberi apresiasi pada PTPN X yang mampu segera berbenah, sehingga kini limbah (cair) PG Gempolkrep lebih ramah lingkungan. Saya juga memberi apresiasi khusus pada Bapak Subiyono yang memiliki jasa besar, karena mampu mengelola pabrik (gula) yang sekarat menjadi hidup lagi,” puji Gubernur. Dinas Perkebunan Jatim juga dinilai Gubernur berperan sangat besar dan signifikan dalam mengkomunikasikan program pemerintah dengan petani tebu dan pengelola industri gula, sehingga dalam 18 tahun terakhir, baru pada tahun 2012 lalu produksi gula Jatim bisa menembus angka 1,2 juta ton. Pejabat yang akrab disapa Pakde Karwo ini juga meminta agar industri gula bisa dikembangkan lagi dan mencapai target-target yang telah ditetapkan. Dengan kehadiran varietas PS92-1871 yang diklaim bisa mencapai rendemen 10, Gubernur yakin akan bisa mendorong peningkatan produksi gula. “Kita harus memotivasi petani. Bayarlah petani yang berkeringat dengan nilai sepadan melalui ARI (analisa rendemen individu). Jangan samakan petani yang berkeringat dengan yang tidak. Petani merupakan bagian penting untuk mendapat perlindungan kesejahteraan,” tambahnya. Gubenur juga berharap ada CSR (corporate social responsibility) pascapanen non tebu untuk meningkatkan produktivitas ekonomi di keluarga yang berada di sekitar PG dan perkebunan tebu.*Bgn
16
POTENSI
Ir. Murdiyono, MM :
“Penanganan Hama Kelapa Paling Merepotkan”
K
esadaran petani untuk melakukan tindakan preventif pada tanamannya dari serangan hama dan penyakit secara umum relatif minim. Selama tanaman dalam kondisi sehat, petani cenderung mengabaikan tindakan-tindakan antisipasi dan perlindungan tanaman. Hal ini diakui mantan Kepala Bidang Perlindungan Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Murdiyono, MM. Ibarat asuransi, selama tidak terjadi masalah, asuransi dianggap tidak penting. Setelah ada permasalahan, barulah asuransi itu dianggap penting. “Biasanya orang tidak pernah mempersiapkan diri ketika mereka sehat. Baru setelah ada serangan hama dan penyakit, petani kebingungan. Padahal tindakan preventif jauh lebih baik ketimbang tindakan kuratif. Selain memakan energi, biaya yang dikeluarkan juga lebih mahal,” jelas Murdiyono. Bidang Perlindungan Tanaman memang tidak secara langsung meningkatkan produksi tanaman. Tapi, tambah Murdiyono, peran Perlindungan Tanaman sangat dibutuhkan ketika proses perawatan maupun saat terjadi serangan hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit bisa menyebabkan penurunan produksi atau kerugian hasil perkebunan. Di Jawa Timur tahun 2012 lalu, serangan hama dan penyakit pada tanaman perkebunan menyebabkan kerugian sekitar Rp 19 miliar. Bila sejak awal tanaman diperhatikan kesehatannya, mulai dari pemilihan bibit, pengairan, perawatan tanah dan tanamannya, petani tidak akan kehilangan hasil yang sudah di depan mata. ”Jadi petani tidak boleh hanya pasrah pada alam. Perlu tindakan-tindakan pengamanan (preventif) sejak awal, agar tanaman tidak diserang hama dan penyakit,” tukasnya. Apa secara umum petani kurang peduli dalam tindakan preventif? Dalam pandangan pria yang hampir 8 tahun menjabat di Perlindungan Tanaman Perkebunan ini, rata-rata petani memang kurang ’care’. Ini berbeda dengan perkebunan besar yang secara manajemen lebih tertata. Dibanding di Jatim, petani di Bali relatif lebih care. Kehidupan sehari-hari mereka menyatu dengan kehidupan agama dan budaya. Sehingga mengikuti aturan tak tertulis, termasuk urusan merawat tanaman sebaikbaiknya diyakini sebagai bagian budaya dan juga bentuk kepatuhan yang diajarkan agama. Tak heran dalam tatanan berkebun dari proses penanaman, perawatan, hingga pemanenan semua didasarkan kepatuhan pada aturan. Dampak dari serangan hama penyakit pada tanaman semusim dan tanaman tahunan, menurut Murdiyono
memiliki perbedaan. Bila tanaman semusim sekali diserang, tahun berikutnya belum tentu diserang lagi. Tapi untuk tanaman tahunan sekali diserang, dampaknya bisa dirasakan di t a h u n - t a h u n berikutnya. Murdiyono Kelapa Rentan Diserang Hama Murdiyono mengakui penanganan hama dan penyakit kelapa merupakan yang paling merepotkan. Selama ini tanaman kelapa dianggap sebagai tanaman sampingan. Petani menanam kelapa bukan dalam satu hamparan seperti kebun kopi, kakao, atau tanaman semusim macam tebu, tembakau dan lainnya. Kepemilikan pohon kelapa setiap petani juga bisa dihitung dengan jari, sehingga perhatiannya hanya sambil lalu saja. Petani tak pernah berharap banyak pada pohon kelapa yang ditanam, yang umumnya ada di pematang, dekat rumah, atau lahan-lahan kosong yang tak terlalu luas. Perhatian yang minim inilah menyebabkan tanaman rentan diserang hama dan penyakit. Ketika tanaman benar-benar diserang hama dan penyakit, petani juga tak terlalu serius menanganinya, karena merasa tanamannya hanya beberapa batang saja. Padahal hama dan penyakit yang dibiarkan akan ‘menulari’ kelapa lainnya. Dua hama yang paling serius menyerang tanaman kelapa adalah kwangwung dan kumbang sagu. Kwangwung siklus hidupnya tidak hanya di sampah tanaman kelapa itu sendiri. Justru tempat berkembang biak paling dominan ada di sampah peternakan (kotoran ternak), jerami, ampas tebu, gerajen (serbuk sisa penggergajian), dan sampah rumah tangga. ”Pengendalian hama tanaman yang ada di hamparan jauh lebih mudah dibanding tanaman yang terpecah-pecah dalam kelompok kecil seperti kelapa. Selain itu, media infeksi hama kelapa bukan hanya di sekitar kebun kelapa, tapi justru dominan dari sampah lain dimana kwangwung bisa berkembang biak,” jelas Murdiyono. Ditambahkan Murdiyono, dari segi teknis penanggulangan hama kwangwung sudah ada. Tapi masalahnya apakah pemilik kelapa dan masyarakat yang memberi ruang pada berkembangbiaknya hama kwangwung memiliki kesadaran yang sama untuk
17
POTENSI mencegahnya. Persoalan ini membutuhkan kepedulian banyak pihak, tidak hanya di sisi petani kelapa itu sendiri. Butuh kepedulian peternak, pengolah tebu, penggilingan padi, penggergajian, sampai rumah tangga. “Persoalan teknis penanganan hama kwangwung, kami sudah punya. Tapi kesadaran masyarakat itu yang cukup pelik. Harapan kami, sampah-sampah yang menjadi media berkembangbiaknya kwangwung bisa segera diolah menjadi pupuk organik. Tidak dibiarkan saja menumpuk dalam jangka waktu lama. Kami sudah sering melakukan dialog dan penyuluhan-penyuluhan, yang juga melibatkan instansi lain. Ini tidak bisa setahun dua tahun beres, karena wilayah pengembangan tanaman kelapa juga tersebar di banyak kabupaten. Dan kwangwung mudah sekali melakukan migrasi dari satu daerah ke daerah lain,” paparnya. Melihat begitu rumitnya memutus mata rantai hama kwangwung, penanaman kelapa akhirnya lebih diarahkan
pada daerah-daerah dataran tinggi dan kawasan yang minim infektan. Penanaman kelapa sulit berkembang di dataran rendah dan daerah epidemi yang sudah pernah terserang hama. ”Kami sudah menggali dan menjalin kerjasama dengan ahli-ahli pengendali hama untuk menemukan solusi terbaik. Kami juga mengharap kepedulian petani dan pihak lain untuk meminimalisir potensi infektan. Bukan hanya pada tanaman kelapa, tapi juga tanaman perkebunan lain,” tukas pejabat yang purna tugas awal Maret 2013 ini. Murdiyono menambahkan, petani-petani yang pernah mengikuti SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu) pengetahuan mereka dalam penanganan hama penyakit akan lebih baik. SLPHT yang diadakan Disbun Jatim banyak diikuti petani kopi dan kakao, sehingga kesadaran petani kopi – kakao dalam melakukan tindakan preventif umumnya lebih baik dibanding petani kelapa, cengkeh dan lainnya.*Bgn
PTPN X MANFAATKAN AMPAS TEBU UNTUK EFISIENSIKAN BIAYA PRODUKSI
U
ntuk memangkas biaya bahan bakar di musim giling, PT Perkebunan Nusantara X menggunakan ampas tebu sebagai energi alternatif. Pengalihan bahan bakar penggerak mesin ini tidak sulit, karena dikelola Hindia Belanda, hampir seluruh pabrik gula di Indonesia disiapkan menggunakan energi dari ampas tebu. Setelah lama terlena dengan pemakaian BBM, tiga tahun terakhir pabrik gula di bawah naungan PTPN X kembali memanfaatkan energi dari ampas tebu. Direktur Utama PTPN X, Ir. Subiyono, MMA mengatakan, untuk mewujudkan efisiensi bahan bakar serta konservasi sumberdaya, PTPN X terus menekan penggunaan BBM dan mengoptimalkan energi alternatif dari ampas tebu. ”Penggunaan energi alternatif ini mampu menekan biaya BBM dari sekitar Rp 130 miliar pada 2007 menjadi hanya Rp 4 miliar pada 2012. Tahun 2013 ditargetkan Rp 1,5 miliar saja, dan tahun 2014 untuk mesin giling bebas dari penggunaan BBM,” jelas Subiyono. PTPN X merupakan perusahaan gula pertama di Indonesia yang memulai program diversifikasi energi. PG Ngadiredjo, sudah memulai program co-generation tahun 2012 dengan produksi listrik 2 Mega Watt (MW). ”Program co-generation mengolah ampas tebu menjadi listrik ini juga akan diterapkan di sejumlah PG milik PTPN X antara lain di PG Pesantren Baru (Kediri), PG Gempolkrep (Mojokerto),” tambahnya.
Kedua PG ini akan merampungkan pembangunan pabrik bioetanol pada 2013 ini dan bisa menghasilkan fuel grade ethanol 99% yang sangat ramah lingkungan. Pabrik bioetanol di atas lahan seluas 6,5 hektar di kompleks PG Gempolkrep Mojokerto itu berkapasitas produksi 100 kiloliter per hari. Pabrik itu menelan investasi Rp 467,79 miliar, yang Rp 313,79 miliar diantaranya berasal dari dana PTPN X sedangkan selebihnya hibah dari Jepang. Subiyono mengatakan, bahan baku yang dibutuhkan untuk pabrik bioetanol itu adalah tetes tebu (molases) sebanyak 120.000 ton per tahun. Tetes tebu akan dipenuhi dari seluruh PG milik PTPN X. Selama ini, tetes tebu itu dijual ke industri lain seperti pabrik makanan, sehingga nilai tambah minim. PTPN X juga bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membangun pembangkit listrik tenaga biofuel dari limbah bioetanol yang memasok listrik ke pasar dan kepentingan PTPN X sendiri. ”Ke depan, setiap pengembangan usaha didesain secara terintegrasi untuk memaksimalkan produk turunan nongula, seperti pembangunan pabrik gula terintegrasi dengan pabrik bioetanol di Pulau Madura,” ujarnya. PG ini nantinya akan menjalankan program cogeneration. Langkah ini dinilai penting setelah mengalami kasus PG Gempolkrep di Mojokerto yang sempat diprotes bahkan berhenti produksi karena dianggap mencemari sungai akibat limbahnya.*INetz
18
FOKUS ORGANISASI
juga kebanyakan menjual dalam bentuk biji kakao kering, tidak bisa menjual dalam bentuk bubuk yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Pendekatan dan pelatihan masih dibutuhkan petani kopi-kakao agar bisa lebih eksis, karena dari sisi kualitas panen sudah cukup bagus. Sementara terkait tetap rendahnya NTP Perkebunan ditengarai karena sampling yang dilakukan tidak tepat sasaran. Bisa jadi sampling dilakukan tidak di wilayah historis komoditi tersebut dan momentum yang diambil bertepatan dengan saat harga komoditi tersebut sedang turun.
KADISBUN DORONG FORMABUN AGAR LEBIH AKTIF DAN EFEKTIF
P
ertemuan Koordinasi Formabun (Forum Masyarakat Perkebunan) Tahun 2013 yang digelar 28 Januari 2013 di Hotel Utami Surabaya mengupas beberapa persoalan. Pertemuan yang dihadiri pengurus Formabun, tokoh-tokoh perkebunan, kalangan akademisi, pejabat Dinas Perkebunan dan kelompok tani menghasilkan beberapa poin yang perlu perumusan dan penentuan solusi terbaik. Tidak kurang 5 poin dibahas dalam pertemuan tersebut, diantaranya terkait masih lemahnya kelembagaan petani kopi-kakao; Nilai Tukar Petani (NTP) Perkebunan yang masih rendah; perlu tidaknya mempertahankan pabrik gula yang ‘kurang sehat’; sikap positif menyikapi kehadiran PP 109/2012; dan strategi menyukseskan Perda no.17/2012. Dalam pertemuan yang dihadiri hampir 100 undangan itu, sempat terlontar mengenai belum kuatnya kelembagaan petani kopi dan kakao di Jatim. Sejauh petani masih terkendala persoalan permodalan dan pemasaran. Petani juga belum mampu mengoptimalkan pengolahan kopi maupun kakao. Pengolahan kopi hanya sebatas olah basah, belum mampu mengolah dan menjual dalam bentuk kopi bubuk. Sementara petani k a k a o banyak y a n g b e l u m optimal d a l a m fermentasi biji kakao. Mereka
Kadisbun bersama Ketua Formabun Prof. Teguh Soedarto Beberapa undangan menilai sistem survei atau sampling oleh Biro Pusat Statistik (BPS) untuk penentuan NTP Perkebunan perlu ditinjau kembali. “Saya berharap petugas statistik bisa bekerjasama dengan Dinas Perkebunan untuk mengetahui dimana lokali sample diambil. Apakah sesuai dengan lokasi historis dan momentum penawaran harga pasar yang tepat. Jangan pas harga komoditi sudah jatuh baru disurvei,” harap Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA, didampingi Kabid Usahatani, Ir. Nova Chandiono, MM, dan Kasubag Penyusunan Program, Ir. Hani Muhardiono, MM di sela acara. Dari sisi produktivitas Jatim lebih unggul dibanding Jateng dan harga komoditi di pasar relatif tak jauh beda. Tapi ironisnya ketetapan NTP Perkebunan Jawa Tengah lebih tinggi. “Ini yang sempat dipertanyakan beberapa undangan tadi,” jelas Samsul. Sementara menyikapi keberadaan pabrik-pabrik gula
FOKUS ORGANISASI yang kondisinya ‘hidup segan mati tak mau’, Kadisbun hanya menyatakan bahwa nilai historis yang menghiasi perjalanan panjang industri gula di Jatim membuat Pemerintah Provinsi belum berkeinginan menutup. Masih ada kesempatan untuk merevitalisasi dan meningkatkan kinerjanya, karena pabrik gula lainnya terbukti bisa. Hampir semua pabrik gula di Jatim telah berdiri sejak masa penjajahan Belanda atau sebelum masa kemerdekaan. Bahkan ada diantaranya yang sudah beroperasi sebelum tahun 1900. Sehingga sangat dimaklumi, ketika mesinmesin produksinya sudah sangat tua dan kurang layak menghadapi tantangan industri gula ke depan. Pabrik-pabrik gula yang telah menjalani peremajaan mesin di beberapa bagian, seperti ketel, evaporator (tabung untuk menguapkan air dalam nira tebu) dan bagian lainnya mampu mendongkrak kembali kemampuan produksi, sehingga rendemen bisa naik di atas 8. Namun itu juga harus diikuti peningkatan kualitas tebu sebagai bahan bakunya. ”Di tengah upaya mengejar target swasembada gula Jatim 1,6 juta ton di tahun 2014 dan terus diperluasnya areal tanaman tebu ke wilayah kering seperti Madura dan Tulabo (Tuban, Lamongan, Bojonegoro) tentu tidak bijaksana memvonis pabrik gula yang masih rendah nilai rendemennya harus ditutup. Apalagi dari 31 pabrik gula yang masih tersisa memiliki nilai sejarah bagi perekonomian Jatim dan masih sangat diandalkan untuk mendukung produksi gula nasional,” papar Samsul. Dengan keluarnya Perda no. 17 tahun 2012 tentang Peningkatan Rendemen dan Hablur Tanaman Tebu diharapkan persoalan pertebuan-pergulaan di Jatim bisa diatasi. Aturan yang diberlakukan akan mendorong semua pihak, baik petani, pengelola pabrik gula, maupun pemerintah bisa bekerjasama untuk meningkatkan kualitas kerjanya. Mempertahankan Heritage Product Tembakau Kehadiran PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dikhawatirkan akan mengurangi penyerapan produk tembakau, terutama untuk produk rokok kretek dan rokok filter. Padahal tembakau merupakan komoditas heritage Jatim dan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Jatim dengan kontribusi terhadap cukai mencapai triliunan rupiah (+ Rp 45 triliun). Untuk langkah awal, perlu sinkronikasi antara petani tembakau dengan produsen rokok atau pengolah tembakau, agar ada keseimbangan antara demand and supply. Menurut Kadisbun Jatim, selama tidak ada larangan menaman tembakau, maka petani tembakau tidak perlu khawatir hasil panennya tidak terjual. Asal mempertimbangkan azas demand and supply, baik sisi volume panen, kualitas panen, maupun kesesuaian varietas tembakau yang dibutuhkan pabrik rokok, maka tidak ada masalah. Diupayakan tembakau hanya berkembang di wilayah historisnya saja, dan yang benar-benar masih butuh peningkatan produksi hanya jenis Virginia, yang sejauh ini sangat mengandalkan impor. ”Saya justru bersiap diri agar peraturan pemerintah itu jangan sampai dijadikan
19 alasan pabrik-pabrik rokok untuk menurunkan harga tembakau,” ujarnya. Meski kehadiran PP 109/2012 dianggap kurang berpihak pada pembangunan perkebunan tembakau, tapi Pemerintah Provinsi Jatim tidak pernah berpikir menggalang perlawanan. Dinas Perkebunan Provinsi Jatim sebagai SKPD yang berkepentingan dengan permasalahan ini justru bertugas mendinginkan suasana di tengah lingkup petani tembakau. Jelas sekali aturan itu sama sekali tidak memuat larangan menanam tembakau atau membatasi produksinya. Hanya saja pertimbangan keseimbangan demand and supply dengan 1.367 pabrik rokok besar maupun kecil perlu ditekankan. Jumlah produksi tembakau dan kesesuaian jenisnya akan membuat semua hasil panen bisa diserap dengan harga pantas. ”Alhamdulillah situasi di Jatim sampai sekarang kondusif. Tidak sampai terjadi gejolak seperti di Temanggung (Jawa Tengah), meski Jatim merupakan kontributor tembakau terbesar nasional,” tambahnya. Lebih jauh Kadisbun menegaskan, di lapangan tidak pernah ada sosialisasi untuk mematikan tanaman tembakau, apalagi di wilayah historis. Prinsipnya, tidak ada larangan menanam tembakau, tapi harus dijaga jangan sampai terjadi over supply, karena akan merugikan petani sendiri. “Menyikapi keluarnya PP 109/2012, kami lebih fokus menyiapkan varietas tembakau berkadar rendah, mendorong pemerintah pusat mengendalikan impor tembakau, dan mengusulkan rancangan Perda tentang Perlindungan Petani Tembakau,” paparnya. Lebih lanjut Kadisbun menyatakan, pabrik-pabrik rokok berjanji tetap akan membeli tembakau petani sesuai kebutuhan. Bahkan Gudang Garam juga akan menambah volume pembelian sebesar 10% dari tahun lalu. Posisi aman itu terutama berlaku pada petani tembakau di wilayah historis dan telah menjalin kemitraan dengan pabrik rokok. Mengingat begitu banyak persoalan di lapangan, Kadisbun berharap Formabun bisa berperan lebih aktif dalam memecahkan persoalan-persoalan perkebunan. Seperti kasus 35% lahan perkebunan besar yang dijarah. ”Sangat dibutuhkan peran dan pemikiran Formabun untuk menemukan solusi terbaik. Formabun harus bergerak lebih aktif dan efektif. Saya telah memikirkan banyak persoalan, tapi belum bisa bergerak menangani dan menuntaskan seluruh persoalan itu,” tukasnya. Dengan sinergi utuh masyarakat perkebunan, Kadisbun optimis pembangunan perkebunan di Jatim akan menuju track yang benar dan bisa menjadi lebih baik lagi.*Bgn
20
POTENSI
PENGEMBANGAN KOPI ARABIKA DAPAT PERHATIAN KHUSUS
T
ahun 2013 Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur menargetkan pengembangan areal kopi seluas 2.500 Ha. Untuk itu secara selektif Disbun Jatim terus mendorong pengembangan kopi arabika di lahan-lahan yang memiliki ketinggian lebih dari 800 meter dpl (di atas permukaan laut). Seperti di lereng Pegunungan Ijen, Dieng, dan Bromo – Tengger – Semeru. Sementara pada kebun kopi robusta yang banyak tanaman tua atau rusak dilakukan rehabilitasi. Kopi arabika dominan diarahkan ke pasar ekspor, sedang kopi robusta lebih banyak diserap pasar domestik. Permintaan pasar internasional terhadap kopi arabika dari Indonesia, termasuk kopi asal perkebunan Jatim terus meningkat. Hal ini seiring meningkatnya kualitas kopi asal Jatim, yang dimulai dari penentuan bibit hasil kerjasama dengan Puslitkoka, hingga tahap perawatan, pemetikan dan pengolahan. Terbukti tahun 2011 kelompok tani asal Bondowoso mampu melakukan ekspor perdana kopi arabika sebanyak 20 ton. “Biasanya yang melakukan ekspor adalah perusahaan eksportir. Tapi sekarang kelompok tani sudah bisa melakukan ekspor sendiri. Dibanding 2011, tahun 2012 terjadi peningkatan ekspor kopi arabika yang cukup tajam dari 20 ton menjadi 450 ton, asal Kabupaten Bondowoso dan Situbondo. Sementara ekspor kopi robusta asal Jember mencapai 125 ton. Ini sangat membanggakan, karena ekspor itu dijalankan langsung
oleh kelompok tani,” papar Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch Samsul Arifien, MMA. Untuk mendorong peningkatan ekspor oleh kelompok tani di wilayah penghasil kopi lainnya, Disbun Jatim terus melakukan metode pendampingan dan kemitraan usaha dengan eksportir. Juga mengupayakan peningkatan mutu kopi ose sistem olah basah dengan memberikan bantuan sarana pengolahan maupun memanfaatkan idle capacity yang dimiliki PTPN dan PBS (Perkebunan Besar Swasta). Dengan bantuan alat pengolahan kopi 31 unit akan mampu mengolah setidaknya 620 ton kopi untuk ekspor. Demi mempertahankan heritage komoditi kopi, Disbun Jatim juga melakukan pembinaan kopi spesialty di Malang dan Situbondo, serta kopi organik di Kayumas, Situbondo. “Kami juga mendorong pengembangan olah kopi bubuk agar agroindustri di pedesaan bisa tumbuh dan memberi nilai tambah produk kopi,” tukas Samsul. Dua tahun terakhir perkembangan kopi arabika cukup menggembirakan. Tahun 2011 luas areal mencapai 17.964 Ha dengan produksi 5.371 ton dan tahun 2012 meningkat jadi 20.086 Ha dengan produksi 8.811 ton. Tahun 2013 luas areal ditargetkan meningkat jadi 22.239 Ha dengan produksi 9.000 ton. Saat ini Disbun Jatim sibuk membantu permohonan sertifikasi Indikasi Geografis kawasan Ijen-Raung oleh MPIG di Kabupaten Bondwoso dan Situbondo kepada Ditjen Haki.*Bgn
21
POTENSI
KETERBUKAAN PABRIKAN PERMUDAH ESTIMASI KEBUTUHAN TEMBAKAU
K
eseimbangan supply and demand komoditi tembakau, terus disosialisasikan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur pada para petani agar tercipta posisi ideal produksi tembakau. Terkait itu Disbun Jatim telah mengundang 6 pabrikan rokok besar untuk dimintai masukan seberapa besar kebutuhan tembakau tahun 2013. Dalam hitungan awal, kebutuhan tembakau pabrik rokok besar mencapai kisaran 85 ribu ton. Berdasar angka tersebut, setidaknya dibutuhkan areal tembakau seluas 100 ribu hektar. Angka kebutuhan ini, menurut Kepala Bidang Produksi Disbun Jatim, Ir. Edy Hariyanto, MMA, belum termasuk untuk memenuhi kebutuhan pabrik rokok kecil. Total perusahaan rokok besar dan kecil di Jatim saat ini mencapai 1.367 unit. Mereka tersebar di berbagai kabupaten dengan kebutuhan jenis tembakau yang berbedabeda dan volume yang sulit didata. “Tahun 2012, produksi tembakau Jatim mencapai lebih dari 110 ribu ton. Bila dikalkulasi artinya sudah over produksi dari kebutuhan pabrik. Tapi nyatanya seluruh hasil panen habis terjual di pasaran dengan harga bagus, meski ada transaksi lintas kabupaten. Artinya tembakau dari Madura bisa dijual di Probolinggo dan daerah lain, atau sebaliknya,” jelas Edy. Berdasar data, produksi tembakau tahun 2011 mencapai 114.816 ton dari areal Edy Hariyanto seluas 130.824 Ha dan tahun 2012 meningkat menjadi 136.329 ton dari areal 152.934 Ha. Melihat data ini, Disbun Jatim meminta agar perluasan areal tembakau di luar Virginia dan Bes Na-Oogst dikendalikan, agar tidak terjadi over supply, jauh dari daya serap pabrik. Dikhawatirkan kelebihan produksi akan merugikan petani tembakau sendiri. Baik itu menyebabkan bargaining position (posisi tawar) rendah, sehingga harga jatuh ataupun hasil panen tidak terjual. “Sebagai pembina petani, kami berkewajiban mengingatkan bahwa saat ini tembakau Jawa dan Madura sudah over. Tapi pengembangan tembakau Virginia dan Besuki NaOogst masih bisa dilakukan. Pada kenyataannya pengendalian relatif sulit dilakukan, karena petani selalu berkeyakinan tembakaunya ‘pasti’ terbeli, sehingga produksi tembakau setiap tahun selalu melebihi estimasi awal,” papar Edy. Tembakau Butuh Kontrol Kebutuhan tembakau Virginia nasional mencapai + 40 ribu ton. Hampir sebagian besar tembakau Virginia masih diimpor dari Cina. Jatim sebagai penghasil tembakau terbesar nasional hanya mampu menghasilkan Virginia sekitar 18 ribu ton dari luas areal 16.536 Ha. Namun yang ditampung pabrikan besar hanya sekitar 7 ribu – 8 ribu ton saja. Alasannya, kualitas dan harga belum sesuai dengan harapan pabrikan. Tembakau Virginia impor dianggap lebih
berkualitas, tapi harganya bisa lebih murah. Ini menjadi tantangan produsen Virginia dalam negeri agar mampu menghasilkan kualitas tembakau Virginia unggul dan harganya kompetitif. Pengembangan Virginia Jatim terpusat di Bojonegoro dan Lamongan. Pengembangan Virginia diarahkan melalui jalinan kerjasama langsung dengan pabrikan besar yang membutuhkan Virginia. Mereka bisa menjadi mitra, agar kesesuaian volume dan kualitas tembakau terpenuhi. Disbun juga mendorong ditingkatkannya Virginia omprongan melalui bantuan pembuatan tempat pengomprongan dan tanaman turi untuk bahan bakar mengomprong. “Kami juga menjalin kerjasama dengan Balittas untuk mendapat informasi apakah layak dikembangkan di daerah baru. Selain dilakukan berbagai kajian juga uji multilokasi . Setiap pengembangan tembakau harus mendapat rekomendasi dari Balittas,” ujarnya. Dalam menentukan angka produksi ideal sesuai komposisi, Disbun mengaku sering kesulitan, karena selama ini belum ada keterbukaan 100% dari pabrikan rokok tentang volume kebutuhan dan komposisinya. Dengan rencana disahkannya UU Pertembakauan, diharapkan pabrikan rokok lebih terbuka. Dengan demikian impor tembakau bisa ditekan, karena mampu disupplai dari dalam negeri. ”Terbitnya UU Pertembakauan nanti diharapkan akan mewakili kepentingan stakeholder tembakau, termasuk dalam permasalahan kontrol impor tembakau,” ujar Edy. Ditambahkan Edy, Disbun Jatim juga telah mendekati Direksi Sampoerna untuk meminta kepastian angka kebutuhan tembakau tahun 2013. Selama ini Sampoerna terbilang kurang transparan mengenai angka kebutuhan tembakau. Setelah melalui 2 kali pertemuan, baru muncul estimasi kebutuhan tembakau 20 ribu ton. Dengan demikian, Sampoerna akan menjadi pembeli tembakau Jatim terbesar tahun 2013. ”Total angka kebutuhan sudah kami terima. Tinggal menunggu komposisi jenis tembakaunya. Bila semua pabrikan rokok terbuka 100 persen, pasti kami lebih mudah menghitung komposisi produksi tembakau yang harus dihasilkan petani. Kalaupun ada kelebihan tidak terlalu banyak,” tuturnya. Saat ini komposisi areal tembakau di Jatim adalah Madura 59.968 Ha, Jawa 38.976 Ha, Virginia 16.536 Ha, Kasturi 17.381 Ha, Paiton 12.426 Ha, Bes Na-Oogst 6.482 Ha, White Burley 936 Ha, dan Lumajang VO 220 Ha. Dengan berbagai keterbatasan petani, baik dalam kepemilikan lahan, pendidikan, akses pasar dan permodalan, maka pemerintah sangat berkepentingan menjaga mereka agar tetap eksis. Pembinaan dan bantuan selalu diberikan, agar mereka bisa makin meningkatkan taraf hidupnya.*bgn
22
PROSPEK
Thailand inilah saya melihat langsung proses produksi di pabrik gula. Saya jadi tahu bagaimana proses raw material tebu, penggilingan, pemerasan, dan pemasakan nira hingga menjadi gula kristal maupun gula cair. Dalam pandangan saya, industri gula di Thailand tak jauh beda dengan Indonesia. Hanya saja di Thailand peran swasta lebih dominan. Sebagian besar pabrik gula di Thailand merupakan milik swasta. Tapi di Indonesia lebih banyak dikelola BUMN. Masalah teknis
Melongok Industri Gula di Thailand dan Vietnam
BERSEMANGAT MENCAPAI YANG TERBAIK
P
enghujung tahun 2012, Sekretaris Dinas, Drs. Djumadi Widodo, MM, dan Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Edy Hariyanto, MMA, berkesempatan mengunjungi pabrik gula di Negeri Gajah Putih Thailand dan Vietnam. Banyak pengalaman baru diperoleh, terutama perkembangan industri gula dan pola tanam tebunya. Berikut kisah perjalanan Djumadi Widodo dengan gaya bertutur. Kegiatan ‘Brand Marking’ yang digagas Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta ini melibatkan peserta dari BUMN Perkebunan (PTPN II, IV, IX) dan Disbun Jatim. Ini merupakan rombongan ke-5 yang terdiri dari 19 orang. Kami berangkat dari Jakarta menuju Bangkok menumpang Air Asia. Setiba di Bandara Don Muang Bangkok, rombongan selanjutnya ke hotel untuk istirahat. Kegiatan kunjungan dimulai esok hari dengan agenda mengunjungi pabrik gula (PG) Wang Kanai di Kabupaten U Thong, Provinsi Suphan Buri. Sekitar pukul 14.00 waktu setempat kami tiba di lokasi PG yang dibangun tahun 1954 ini, dan langsung dilanjutkan pertemuan dengan Factory Manager dan staf PG Wang Kanai. Setelah welcome party, dilanjutkan pemutaran video tentang aktivitas Wang Kanai dan hasil produksi berupa raw sugar dan gula kristal putih. Dari hasil tanya jawab, kami banyak tahu tentang teknis produksi, harga gula, sewa lahan, hingga komposisi bagi hasil 70% petani : 30% PG. Kami kemudian diajak keliling pabrik, melihat proses produksi sampai packaging hasil produksi. Sungguh pengalaman yang luar biasa, karena meski di Indonesia banyak pabrik gula, termasuk di Jawa Timur yang berjumlah 31 unit, tapi seumur-umur baru di
produksi maupun bagi hasil dengan petani tebu, ada kemiripan. Begitu pula asosiasi petani, di Thailand juga ada. Tapi saya melihat situasinya kondusif, baik pabrik gula dengan petani maupun pabrik dengan karyawan. Tidak seperti disini, setiap musim giling petani dan pabrik gula selalu Djumadi Widodo ribut masalah rendemen, dana talangan, ketetapan harga, dan lainnya. Agribisnis Indonesia dan Thailand memiliki karakter relatif sama. Baik itu segi agroklimat maupun jenis tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan yang dihaslkan Berdasar kesamaan karakteristik, maka Thailand sangat relevan dijadikan rujukan mengukur kemajuan agribisnis di Indonesia. Walau realitanya masih kalah bersaing dengan beberapa komoditas hortikultura unggulan Thailand, namun dengan keunggulan komparatif yang dimiliki, contoh musim panen yang berbeda, sesungguhnya masing-masing provinsi di Indonesia memiliki kesempatan waktu dan peluang mencapai kemajuan. Juga memanfaatkan keunggulan kompetitif, misal
23
PROSPEK mensubstitusi pasar saat Thailand tidak memiliki barang. Memacu pengembangan teknologi tepat guna, mulai aspek budidaya sampai pascapanen, kelembagaan dan sumberdaya manusia, manajemen, serta strategi pemasarannya. Teknologi pertanian menjadi keunggulan petanipetani di Thailand. Petani Thailand umumnya juga ulet dan menjadi peneliti dengan cara selalu bereksperimen untuk menghasilkan bibit-bibit komoditas hortikultura unggulan. Seperti durian bangkok, klengkeng bangkok, jambu bangkok, dan komiditi lain yang unggul dalam ukuran dan rasa. Semangat itulah yang harus ditiru petani-petani di Indonesia. Selalu kreatif, mandiri, cerdas, dan tidak gaptek teknologi. Puas berkunjung kami kembali ke hotel. Saya dan Pak Edy (Edy Hariyanto) lebih memilih istirahat ketimbang menikmati Bangkok di malam hari, karena besok harus terbang ke Vietnam. Uniknya Vietnam Esoknya, setelah breakfast rombongan menuju Bandara Don Muang untuk bertolak ke Hanoi (ibukota Vietnam) dengan menumpang Air Asia. Setiba di Hanoi rombongan langsung menuju hotel untuk beristirahat, karena pagi-pagi kami harus mengunjungi pabrik gula di daerah pegunungan Vietnam bagian tengah. Selepas subuh kami berangkat menuju pabrik dengan waktu tempuh sekitar 9 jam dari hotel. Kami ditemani seorang guide warga setempat. Dengan logat bahasa Indonesia yang fasih, ia memperkenalkan diri bernama Dewi. Cukup aneh juga nama itu untuk orang Vietnam. Sepanjang perjalanan darat saya melihat bangunan rumah penduduk dan kios pertokoan yang luas tanahnya sama. Saya pun penasaran dan menanyakan ke guide. Ia pun menjelaskan bahwa semua tanah adalah milik negara. Jika dijual harganya sangat mahal, sehingga banyak yang tidak mampu membeli. Karena itu pemerintah Vietnam memberi jatah tanah dengan luas yang sama, tidak peduli kaya atau miskin. Kalau ada rumah penduduk atau pertokoan yang bangunannya bertingkat, itu pertanda pemiliknya mampu (kaya). Berbeda dengan di Indonesia yang cenderung
melebarkan luas tanah dan juga meninggikan bangunan. Pertebuan antara Indonesia dan Thailand tidak beda jauh, tapi dengan Vietnam jelas berbeda. Di Indonesia tanaman tebu banyak diusahakan di daerah sekitar delta sungai, yang rata-rata berketinggian 10-15 dpl (diatas
Mesin produksi di Vietnam tak beda dengan di Indonesia.
permukaan laut). Di Vietnam tanaman tebu banyak diusahakan di lereng-lereng pegunuan yang punya ketinggian sekitar 1.000 dpl. Begitu pula PG-nya, kalau di Indonesia dibangun dekat sumber air dan dekat permukiman penduduk, di Vietnam dibangun di daerah pegunungan dan jauh dari permukiman. Kami sampai di lokasi pabrik sekitar jam 3 sore waktu setempat. Kami bertemu manajemen pabrik dan staf. Acara dimulai dengan pemutaran video dilanjutkan tanya jawab. Saya terkesan dengan pejabat PG di Vietnam yang terbuka dan low profile. Meskipun berfaham komunis, orang-orangnya tidak kaku seperti negara komunis umumnya. Rombongan tidak dilarang memotret di lingkungan pabrik, malah dipersilahkan mengambil gambar sesuai keinginan. Ini berbanding terbalik dengan di Thailand yang justru melarang memotret di lokasi pabrik. Pabrik gula di Vietnam rata-rata dibangun tahun 1960-an. Karyawan didominasi wanita. Tingkat rendemennya bagus antara 10 sampai 12. Meskipun tanah dikuasai negara, tapi petani dihargai perannya. Mereka juga menyatakan rasa bangga, karena inilah pertama kali pabrik gulanya dikunjungi rombongan tamu luar negeri. Masih banyak yang ingin saya ketahui, tapi schedule tidak memungkinkan. Setelah 5 hari mengunjungi Thailand dan Vietnam, kami pun kembali ke I n d o n e s i a . S e t e l a h membandingkan, saya hanya bisa berharap semoga industri gula Indonesia bisa mencapai sama atau bahkan lebih baik dari kedua negara tersebut.*ach/bgn Djumadi Widodo dan rombongan diterima Direksi Pabrik Gula di Vietnam.
24
KOLOM
PENANGANAN SERANGAN PENYAKIT BAKTERI Pseudomonas syziggi, PEMBULUH KAYU CENGKEH (BPKC) DI JAWA TIMUR Oleh :
Ir. R. Endro Tjahjono, MMA, (Kepala Seksi Pengendalian OPT)
T
anaman Cengkeh (Eugenia aromatica) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai arti penting bagi perekonomian nasional dan Jawa Timur Khususnya. Pada tahun 2012 luas areal pertanaman cengkeh di Jawa Timur seluas 43.876 ha, dengan jumlah produksi 6.807 ton atau dengan tingkat produktivitas 230 kg/ha/tahun. Bila ditinjau dari perkembangan produksi dalam 5 (lima) tahun terakhir, produksi cengkeh pada tahun 2007 sejumlah 7.346 ton terus mengalami penurunan drastis, dimana setiap tahunnya rata-rata 7,3 %. Kondisi tersebut, salah satunya sebagai akibat ketidakpastian harga. Dampak dari harga jual yang tidak menentu menyebabkan keengganan petani untuk memelihara tanamannya, sehingga pertanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Salah satunya Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC). Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC) merupakan salah satu penyakit yang paling merusak tanaman cengkeh yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan pada beberapa daerah pertanaman cengkeh. Penyebabnya adalah bakteri Pseudomonas syziggi, yang hidup terbatas pada pembuluh kayu dan dapat diisolasi dari hampir semua bagian t a n a m a n cengkeh yan menunjukkan gejala khas penyakit BPKC. Di lapangan munculnya penyakit BPKC bervariasi antara mengelompok dan terpencar dalam satu kebun atau beberapa kebun dalam satu d a e r a h . R. Endro Tjahjono Terjadinya
Gambar 1
penyebaran penyakit BPKC tidaklah dengan sendirinya, tetapi karena ada faktor yang mendukung penularan diantaranya serangga vektor, manusia, alat pertanian dan bahan tanam. Jadi peranan serangga vektor atau perantara sangat besar dalam cepat atau lambat areal serangan penyakit. Dan yang penting diketahui bahwa setiap tanaman yang sudah terserang menjadi sumber inokulum BPKC yang potensial untuk menular ke tempat lain. Pola penyebaran penyakit ini umumnya mengikuti arah angin. Serangga Vektor BPKC Penyakit BPKC ditularkan oleh sejenis serangga kecil yang dinamai Hindola striata tergolong Homoptera, superfamili Cercopoide dan famili Macheerotidae. Serangga ini merupakan serangga peloncat termasuk serangga yang terbang lemah dan penghisap jaringan pembuluh kayu. Dilapangan serangga ini sulit dilihat karena ukurannya kecil (3-5 mm), populasinya
25
KOLOM berfluktuasi dan banyak dijumpai pada pertanaman cengkeh yang berbatasan dengan jalan atau tempattempat yang banyak sinar matahari yaitu puncaknya terjadi pada bulan Januari sampai Juni. Secara biologis, telur serangga betina meletakkan telur pada pucuk tanaman cengkeh. Telur berukuran kurang dari 1 mm diletakkan tunggal atau berkelompok antara 2 – 7 butir dengan umur kisaran antara 10 – 24 hari. Periode hidup nimfa berlangsung sekitar 40 hari dan selama periode ini akan menghisap makanan dari jaringan xylem tanaman cengkeh. Sedangkan umur rata-rata serangga dewasa relatif singkat lebih kurang 10 hari. Identifikasi Pencakit BPKC Identifikasi suatu penyakit dapat dilakukan melalui pengamatan fisual dari gejala yang tampak kemudian dilanjutkan dengan pengujian di Laboratorium. Gejala awal biasanya daun gugur mendadak dan mating ranting pada cabang dekat pucuk tanaman. Pada cabang mendadak layu, sehingga daun kering yang berwarna cokelat tetap melekat di pohon untuk beberapa waktu. Daun gugur mengarah kebawah, sedangkan cabang-cabang lainnya dapat mati kalau daun-daun makin banyak yang gugur. Seluruh pohon akan mati dalam kurun waktu 6 – 24 bulan dari pertama kali timbul gejala. Kematian dari perakaran bersamaan dengan kematian bagian atas pohon. Pada tingkat serangan berat dapat
dan ambillah beberapa contoh/cabang serta jepit bagian ujungnya maka akan keluar Ooze (suspensi bakteri) yang berwarna putih kecoklatan. c. Pemeriksaan Laboratorium, yaitu untuk mengamati jaringan pembuluh kayu dengan cara membuat irisan tipis yang kemudian diberi beberapa tetesan zat warna trypan blue dan lanjut diamati dibawah mikroskop.
Gambar 3
Gambar 3 : Penampang irisan batang cengkeh yang terserang BPKC
Gambar 2
menimbulkan kematian tanaman. Gambar 1 dan 2 : Gejala serangan Penyakit BPKC pada pertanaman cengkeh Adapun urutan kegiatan untuk menentukan/memastikan adanya serangan BPKC adalah sebagai berikut : a. Gejala luar, amati pohon yang menunjukkan gugur daun atau mati ranting yang dimulai sebelah atas pohon b. Gejala dalam, amati sebagaian kayu pada pangkal batang yang menunjukkan gejala dimana terlihat garis-garis vertikal berwarna kelabu kecoklatan
Pengendalian 1. Cara Sanitasi, Eradikasi dan Karantina. Pada areal pertanaman cengkeh yang sudah terjangkit penyakit PBKC, dilakukan tindakan sanitasi total yaitu melakukan eradikasi atau penebangan dan pemusnahan pohon yang terserang dengan dibakar agar tidak sebagai sumber inokulum. Sedangkan pada areal pertanaman cengkeh yang masih bebas penyakit BPKC, dilakukan tindakan karantina khususnya masuknya tanaman baik berupa benih/bibit serta media lain seperti alat pertanian. 2. Cara Kultur Teknis Pengendalian secara kultur teknis dilakukan dengan pemberian pupuk lengkap N, P, K, Ca dan Mg atau Bahan Organik. 3. Cara Penggunaan Antibiotik Penekanan penyebaran penyakit BPKC dapat dilakukan dengan infus antibiotik oxytetracyclin (OTC) dengan interval 3-4 bulan setahun. Pemberian antibiotik dengan menggunakan mata infus berdiameter 1 – 1,5 mm pada tingkat serangan masih dini (10%) dan kerusakan tanaman dalam satu kebun 20 % 4 Sedangkan untuk pengendalian serangga vektor, dapat menggunakan bakterisida golongan antibiotik berbahan aktif oksitetrasiklin, streptomisin sulfat, kasugamisin atau asam oksolinik. Kemudian mengendalikan serangga vektor menggunakan insektisida berbahan aktif asefat, lamda sihalotrin, profenofos, kartophidroklorida atau karbofuran. Dosis sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan. Interval 1 bulan sekali.*
26
MOMENT
DISBUN JATIM SALURKAN 70 PAKET BANTUAN RTSM
T
ahun 2013 Dinas Perkebunan sehingga tidak layak dikategorikan Provinsi Jawa Timur RTSM. Sedang Rustam Adji dan Linda mendapat amanat Wahyuni (Bondowoso) sudah pindah menangani program Jalin Kesra Bantuan sekeluarga. Dan Sulaiman (Paiton, Rumah Tangga Sangat Miskin (Jalin Kesra Probolinggo) alamatnya tidak Bantuan RTSM) pada 70 keluarga. ditemukan. Program pemberdayaan dan partisipasi “Berdasar data lapangan dari 5 rakyat termarginalkan yang memiliki keluarga ini, kami kemudian laporan ke ekonomi di bawah garis kemiskinan ini Bapemas untuk minta RTSM pengganti. bertujuan mengangkat harkat martabat Pemilihan RTSM pengganti tidak bisa dan taraf hidup mereka, sehingga sesuai atas inisiatif kami sendiri, karena akan dengan harapan Gubernur Jatim, menyalahi prosedur. Setelah dapat 5 “Makmur Bersama Wong Cilik” dan “Wong alokasi RTSM pengganti yang Cilik Biso Gumuyuh”. semuanya tinggal di Sidoarjo, kami Berbeda dengan tahun 2012, langsung melakukan konfirmasi dan permintaan paket bantuan oleh RTSM cek lapangan. Ternyata alokasi mengalami pergeseran dari mayoritas pengganti sudah sesuai, sehingga total Tugas H. Purwanto lebah madu menjadi paket bantuan RTSM yang dapat paket bantuan lewat kambing dan domba/gibas. Menurut Disbun Jatim tetap 70 keluarga,” papar Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perkebunan Tugas. Provinsi Jawa Timur, Ir. Tugas H. Purwanto, MMA, pada Ditambakan Tugas, perbedaan data dan fakta lapangan tahap rencana, permintaan bantuan lebah madu mencapai bisa saja terjadi karena survei oleh BPS dilakukan tahun 2008. 28 RTSM. Tapi hasil konfirmasi lapangan oleh petugas Jadi tak mustahil dalam rentang waktu tersebut ada keluarga Disbun Jatim permintaan lebah madu menurun menjadi 6 yang mengalami peningkatan status ekonomi ataupun keluarga saja. Sedang permintaan kambing yang di awal pindah tempat tinggal. terdata 18 RTSM, berdasar konfirmasi lapangan Dengan demikian sasaran RTSM 2013 yang semula berkembang menjadi 49 keluarga. hanya mencakup 9 kabupaten/kota, meliputi Kab. Malang, “Hasil konfirmasi lapangan memang agak berbeda Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, dengan rencana sasaran awal RTSM 2013. Bukan hanya Bojonegoro, Lamongan, Sumenep, dan Kota Surabaya jumlah permintaan paket bantuan kambing yang meningkat bertambah menjadi 10 kabupaten/kota, dengan beralihnya 5 menjadi 49 keluarga RTSM, permintaan paket bantuan sasaran RTSM baru di Kab. Sidoarjo. domba juga naik menjadi 15 RTSM. Sedang permintaan Untuk paket bantuan kambing atau domba mencakup 1 paket bantuan ayam dan bebek tidak muncul pada ekor kambing/domba jantan dan 2 ekor kambing/domba konfirmasi akhir,” jelas Tugas Purwanto, didampingi betina. Plus obat cacing dan obat mata. Sedang paket Penanggung Jawab Lapangan, Ir. Bambang Budiarso,MM. bantuan lebah madu mencakup 5 unit stup (kotak) yang Program Jalin Kesra Bantuan RTSM yang melibatkan 7 masing-masing stup berisi 4 sisir sarang lebah madu aktif SKPD ini dimulai tahun 2010 dan berakhir di tahun 2013. dan 2 sisir sarang lebah madu tidak aktif. Untuk sarang aktif Tahun 2010 Disbun Jatim mendapat amanat menangani 37 berisi koloni lebah terdiri dari anakan, beepollen, lebah RTSM, tahun 2011 sebanyak 55 RTSM, tahun 2012 55 RTSM, pekerja, lebah jantan, dan 1 ekor lebah ratu. dan tahun 2013 meningkat menangani paket bantuan “Eksekusi bantuan dilakukan mulai 22 April sampai 29 untuk 70 RTSM. April 2013. Paket bantuan unggas tidak ada yang realisasi. Pada tahap rencana, sasaran paket bantuan lebah Mungkin waktu konfirmasi lapangan ada pertimbangan dan madu sebanyak 28 RTSM, kambing sebanyak 18, domba 12, kekhawatiran dengan wabah flu burung, sehingga RTSM ayam 11 dan paket bantuan bebek untuk 1 RTSM. Namun yang semula meminta paket bantuan tersebut mengalihkan setelah dilakukan konfirmasi oleh petugas lapangan Disbun ke paket bantuan lainnya,” ujar Tugas Purwanto. Jatim, paket bantuan berubah menjadi 6 RTSM Selain menjalankan amanat menyalurkan paket menginginkan paket lebah madu, 49 paket kambing, dan bantuan ke RTSM, Bidang Sarana dan Prasarana Disbun Jatim 15 paket domba. Jumlah sasaran tetap 70 RTSM, tapi di tahun 2013 juga akan menyalurkan bantuan 26 hand wilayah berkembang dari 9 kabupaten/kota menjadi 10 tractor kepada kelompok tani tembakau dan 26 cultivator kabupaten/kota. kepada kolompok tani lainnya. Dijelaskan oleh Tugas Purwanto, paket bantuan RTSM Tugas Purwanto berharap bantuan-bantuan yang tahun ini ada perubahan sasaran terhadap 5 keluarga, disalurkan kepada kelompok tani akan memberi stimulan karena alasan naik status, pindah, dan alamat tidak untuk meningkatkan produktivitasnya, sehingga diketemukan. Keluarga Sunoto (Banyuwangi) dan Nanang kesejahteraan dan keberdayaan mereka menjadi lebih Budi H (Bondowoso) status ekonominya sudah naik, baik.*Bgn
27
FOKUS
K
etua Dharma Wanita Provinsi (DWP) Jawa Timur, Ibu Purmiasih Rasiyo, bersama pengurus DWP lainnya melakukan silaturahmi dengan pengurus Dharma Wanita Persatuan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur pada 20 Maret 2013 lalu. Selain melakukan pembinaan dan pengarahan, kegiatan itu juga dimaksudkan untuk mempererat hubungan pengurus DWP dengan pengurus Dharma Wanita Persatuan Disbun. Ketua Dharma Wanita Persatuan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Hartini Samsul Arifien, didampingi Wakil Ketua Lies Woeryani Widodo dan pengurus lain, usai menerima arahan dan pembinaan dari pengurus Dharma Wanita Provinsi menyatakan siap melakukan beberapa pembenahan terutama dalam hal kerapian pembukuan dan kearsipan. Ia juga berjanji akan meningkatkan kegiatan yang bersifat pendidikan, kerohanian, dan kesenian. Selama memimpin Dharma Wanita Dinas Perkebunan, Hartini terus berupaya meningkatkan
bersama-sama memajukan Dharma Wanita Disbun Jatim. Untuk itu sekat antara yang muda, tua, dan sudah pensiun h a r u s dihilangkan. ”Seperti pesan Bapak (Kadisbun Jatim, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA), Hartini Samsul Arifien. saya harus bisa ’nguwongno uwong’ (memperlakukan manusia selayaknya manusia). Saya harus merangkul semua yang terlibat di kegiatan Dharma Wanita Disbun, termasuk mereka yang sudah
Dharma Wanita Perkebunan Jatim
SIAP TINGKATKAN KERAPIAN PEMBUKUAN & KEARSIPAN kualitas dan kuantitas kegiatan. Termasuk kegiatan yang bersifat pendidikan dan kerohanian. ”Saya ingin kondisi dan kegiatan yang sudah baik di Dharma Wanita Disbun Jatim sejak era Ibu Rochman Asjkur, Ibu Edi Sutantiyo, Ibu Subiyono, dan Ibu Handri Suwasono bisa dipertahankan. Bila memungkinkan menjadikannya jauh lebih baik lagi. Jadi apa yang sekarang masih kurang baik, dengan adanya arahan dari Ibu Rasiyo bisa menjadi bahan koreksi dan instrospeksi,” paparnya. Wanita kelahiran Tulungagung, 14 April 1961 ini juga bertekad merangkul semua pihak, agar bisa bekerja
Lies Woeryani Widodo, Hartini Samsul Arifien, Purmiasih Rasiyo dan pengurus DWP.
pensiun agar memiliki visi dan tujuan yang sama dalam memajukan Dharma Wanita Disbun. Secara pribadi dan sebagai Ketua Dharma Wanita Disbun, saya ingin bermanfaat bagi banyak orang,” tambahnya. Meneladani sifat suaminya, Hartini berkeinginan sebagai pemimpin bisa jadi pengayom sekaligus teladan bagi orang lain. Juga menjadi pimpinan yang amanah dan mampu membahagiakan orang-orang di Dharma Wanita Disbun.*Bgn
28
SINERGI
S
etelah sukses meluncurkan buku “35 Tahun Dinas Perkebunan Jatim Menggapai Mimpi”, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA, seolah ketagihan menulis buku. Pejabat kelahiran Tulungagung, 12 Agustus 1957 ini di tahun 2013 kembali akan melaunching dua buku sekaligus. Berbeda dengan buku sebelumnya yang lebih fokus pada perjalanan panjang institusi Dinas Perkebunan Jatim dan tokohtokoh kunci yang mewarnainya, kali ini buku Samsul Arifien lebih menekankan pada dua komoditas unggulan Jatim dengan beragam aspeknya. Buku pertama yang berjudul “Tebuku Maniskan Separuh Negeri” akan banyak mengupas aspek sejarah, aspek sosial-ekonomi, aspek budaya, dan pandangan para tokoh pertebuan-pergulaan terkait eksistensi pabrik gula dan perkebunan tebu rakyat di Jatim. Dengan demikian tidak hanya mengupas soal target swasembada gula dan kontribusi Jatim yang dominan pada produksi gula nasional, tapi ada pernak-pernik yang berbeda. “Tebu merupakan komoditas heritage Jawa Timur
Moch. Samsul Arifien
SAMSUL ARIFIEN SIAP TULIS BUKU TEBU dan TEMBAKAU yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Aspek sejarahnya sangat kuat, sehingga menjadi bagian penting dari perkembangan perekonomian Jatim tempo dulu dan sekarang. Di buku ini juga akan dikisahkan bagaimana jatuh bangunnya pabrik-pabrik
Dirjenbun menerima buku kenangan karya Samsul Arifien.
gula di Jatim dalam menapaki waktu. Dari masa kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, masa Orde Baru, hingga masa reformasi dan era pasar bebas. Kisah sebatang tebu dan piranti-piranti tua pabrik gula akan menjadikan tulisan di buku ini berbeda dengan buku-buku tentang tebu lainnya,” papar Samsul Arifien. Tebu juga menyangkut aspek sosial ekonomi dan budaya. Di masa kecil dulu permainan dari bunga tebu dan keriangan bocah-bocah yang rela sampai jatuh bangun mengejar lori hanya demi mendapat sebatang tebu tidak pernah lagi dijumpai di era sekarang. Itu kenangan yang sulit dilupakan bagi mereka yang dulu tinggal di pedesaan dan kini telah memasuki usia separuh abad. “Ketika masa panen dan musim giling tebu tiba, wajah semua orang menjadi begitu ceria. Tak terhitung berapa banyak orang yang bisa meraup rejeki dan kegembiraan. Dari yang menjadi petani, buruh tani, pedagang, karyawan pabrik gula, warga sekitar pabrik gula, ibu-ibu dan tidak ketinggalan anak-anak yang bisa menikmati hingar bingar pasar malam menjelang masa giling tebu. Semua merasakan kegembiraan, berapapun rejeki yang bakal diraih. Jadi yang akan dapat rejeki dari panen dan musim giling tebu tidak hanya petani dan pekerja pabrik gula, tapi juga pedagang dan buruh tani,” tutur pejabat yang dikenal gigih memperjuangkan nasib petani ini, seolah menerawang masa kecilnya.
29
SINERGI “Masih segar dalam ingat saya, bagaimana gembiranya saya dan teman-teman sebaya semasa kanak-kanak setiap tiba musim giling tebu. Hanya di pasar malam itulah saya bisa masuk ke lingkungan pabrik gula dan membeli ‘celengan semar’. Saya juga bisa menonton wayang dan pengantin tebu. Saya bersyukur kegiatan pasar malam dan wayangan itu masih dipertahankan sampai sekarang. Namun kini semakin sulit menemui lori-lori dan pedati (ditarik sapi) mengangkut tebu, karena perannya sudah tergantikan truk dan pick up.” Lebih jauh Samsul Arifien menjelaskan, bahwa buku yang akan ditulisnya diharapkan bisa menjadi kenang-kenangan tersendiri bagi generasi tua dan generasi penerus agar tetap mengingat peran penting komoditi tebu bagi Jawa Timur. Heritage product itu tidak boleh hilang, karena itu juga akan menghilangkan satu bagian benang merah sejarah Provinsi Jawa Timur. Ketika pertebuan carut marut apalagi sampai kolaps, maka akan banyak orang yang menderita dan menangisinya. Mulai dari para petani tebu dan keluarganya, pegawai pabrik gula, buruh tani dan tebang angkut, pedagang pasar malam, dan masyarakat sekitar pabrik gula yang ikut menikmati berkah setiap musim giling. Juga tentunya para sejarahwan dan anak cucu kita. “Saya berharap tebu akan tetap lestari di Bumi Jawa Timur. Untuk menggapai swasembada gula memang seperti fatamorgana, tapi saya bertekad di sisa masa pengabdian saya di Dinas Perkebunan Jatim ini akan berusaha memberikan yang terbaik. Industri gula dan tebu harus menjadi bisnis yang memiliki masa depan bagi siapapun yang terlibat di dalamnya. Kuncinya mau memperbaiki sumber daya manusia dan siap menata diri untuk bekerja lebih baik lagi. Barangkali dari zaman Majapahit hingga era android persoalannya ya sama di on farm dan off farm. Kalau tidak ada keselarasan perbaikan ya sampai kiamat akan tetap saling menyalahakan antara yang terlibat di on farm dan off farm. Itu akan menjadi semacam lingkaran setan,” tutur penyuka musik dan puisi ini mengingatkan. Selain akan merilis buku tentang tebu, pejabat yang dikenal ramah dan murah senyum ini juga akan menulis buku ’Tembakau di Persimpangan Jalan’. Tentu bisa ditebak bagaimana perjalanan panjang perkebunan tembakau harus menghadapi lika-liku dalam mempertahankan eksistensinya. Pasang surut itu tak hanya dalam luasan areal, tingkat produksi dan produktivitas, tapi juga ganjalan dari policy yang berlaku di tingkat nasional maupun internasional. Bagi Jawa Timur tembakau juga adalah heritage product yang memiliki kontribusi besar bagi kehidupan ekonomi ratusan ribu hingga jutaan orang, mulai di proses penanaman hingga menjadi sebatang rokok. Kehadiran tembakau mampu menggerakkan roda ekonomi di berbagai wilayah. Kontribusi tembakau Jatim terhadap nasional mencapai 55% dan menyumbang 75% dari total cukai nasional. Angka yang sangat luar biasa. Namum kini nasibnya di persimpangan jalan, setelah keluar PP no. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi
Sekdaprov Dr. Rasiyo menerima buku kenangan Samsul. Kesehatan. ”Meski aturan itu tidak serta merta melarang penanaman tembakau dan membatasi produksinya, tapi petani sudah merasa ditampar. Dengan semakin kuatnya tekanan asing dan lembaga-lembaga kesehatan, membuat nasib pertembakauan ke depan bakal unpredictable (sulit ditebak). Banyak orang kemudian merasa gamang setelah keluarnya peraturan tersebut. Inilah yang menjadi bagian dari buku ’Tembakau di Persimpangan Jalan’ yang akan saya tulis. Ada sisi historis, bisnis, politis, dan humanis yang membuat buku ini enak dibaca,” papar Samsul. Rencananya kedua buku bakal dilaunching bertepatan dengan Hari Perkebunan tahun 2013. Tak hanya mengandalkan rangkaian kata yang memikat, kedua buku juga akan ditopang foto-foto yang menarik. Dan tentu komentar dari para pelaku sejarah pertembakauan dan mereka yang ‘mencintai’ tembakau. ”Saya tak hanya bicara dengan ribuan kata, tapi juga dengan deretan foto yang menyiratkan seribu makna. Kedua buku kontemporer ini akan mudah diserap dan dicerna isinya, baik oleh kalangan awam maupun penikmat buku. Saya sengaja memilih bahasa yang lugas, simple dan mudah dimengerti,” tukas pencipta lagu ’Hymne Perkebunan Jawa Timur’ ini. Bila tak ada aral melintang, pejabat yang dikenal dekat dengan wartawan ini juga akan menulis buku tentang kopi, kakao, dan pengabdiannya selama di Dinas Perkebunan. Samsul Arifien memang dikenal tak hanya serius dalam menjalankan tugas-tugas kedinasan, tapi juga aktif mendorong kegiatan berkesenian di lingkup Dinas Perkebunan Jatim. Tak heran ia selalu meminta pejabat setingkat Kepala Bidang yang akan memasuki masa pensiun agar meninggalkan karya seni, baik dalam bentuk puisi, lagu, ataupun buku.* Bgn
30
MOMENT
Dibalik Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 H
MOMENTUM INSTROSPEKSI DAN UNJUK KEMAMPUAN
P
eringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 H yang digelar Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur 8 Pebruari 2013 lalu dijadikan momentum segenap karyawan untuk lebih meningkatkan semangat dan kreasi dalam memajukan pembangunan perkebunan dan mengentas nasib petani di pedesaan. D i h a d a p a n undangan yang terdiri dari jajaran karyawan D i n a s Perkebunan Jatim dan T e n a g a K o n t r a k Pendamping (TKP), Kepala D i n a s Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Ir. Moch. Samsul Arifien, MMA Moch. Samsul Arifien
menegaskan agar segenap undangan mau meneladani sifat dan perilaku Rasulullah. Sifat dan perilaku itu pada akhirnya harus diterapkan dalam kehidupan nyata seharihari, baik di rumah maupun di kantor. “Untuk membangun perkebunan yang lebih baik, maka butuh totalitas dari kita semua. Murdiyono Itu bukan hanya tuntutan, tapi kewajiban,” sentil Kadisbun. Selain menjadi momentum menginstrospeksi diri dalam menjalankan kewajiban di kantor, kegiatan yang diselingi pemberian santunan kepada anak-anak yatim piatu itu juga merupakan moment yang pas untuk menunjukkan sifat peduli dan welas asih kepada sesama. Peringatan Maulid Nabi yang menghadirkan ustadz H. Moh. Chenghoo (H. Djadi Galajapo) dan Grup Tirta Arum asuhan Cak Diqin ini tak hanya dijadikan momentum untuk instrospeksi diri, tapi juga dijadikan ajang unjuk
31
MOMENT kemampuan dan potensi diri dalam hal berkesenian, terutama yang bernuansa Islami. Bahkan acara yang digelar di aula Disbun Jatim lantai 3 ini seolah-olah menjadi ‘Ajang Disbun Jatim Mencari Bakat’. Merupakan suatu kejutan, karena tanpa diduga di acara itu muncul senimanseniman dari internal Disbun. Mereka aktif di band, hadrah, dan grup sholawatan. Bahkan Kepala Disbun Jatim dan mantan Kabid Perlindungan Perkebunan, Ir. Murdiyono, MM tampil memukau melantunkan lagu bernafaskan Islam dengan kreasi yang beda. Suara merdu dipadu lirik indah membuat lagu yang dilantunkan Samsul Arifien bersama segenap undangan serasa menjalar ke kalbu. Energinya tak kalah dengan konser Kyai Kanjeng asuhan Emha Ainun Najib. “Tidak hanya semangatnya yang luar biasa untuk mencipta lagu dan menyanyikan bersama dengan irama yang merdu, liriknya pun menyentuh hati terdalam semua yang hadir,” komentar beberapa undangan yang hadir. Penampilan Kadisbun menyanyikan lagu di panggung bukanlah dadakan, karena secara rutin orang nomor satu di
tetap menjadi Bapak mereka dalam menjalankan tugas kedinasan maupun kegiatan berkesenian ini.” Lebih lanjut pejabat yang dikenal memiliki suara merdu ini mengatakan, minat berkesenian tidak hanya milik karyawan senior atau yang sudah punya jabatan. Bagi yang masih muda dan berstatus apapun di Disbun Jatim ini boleh bergabung untuk menyalurkan minat dan bakat berkeseniannya. Termasuk para ibu-ibu yang tergabung di kelompok hadrah dan sholawatan. “Saya berusaha membina kegiatan berkesenian di sini, baik yang umum, Islami, atau kerohanian lain, agar semua bisa berkembang baik. Orang-orang yang mencintai seni, biasanya gampang disentuh hatinya. Semoga karyawan yang mencintai seni, juga gampang diingatkan akan kewajibannya dalam memajukan pembangunan perkebunan dan menyejahterakan petani di pedesaan,” papar pejabat yang dikenal cukup religius ini. Kegiatan berkesenian di Disbun Jatim telah lama berkembang. Grup Band Disbun Jatim sudah berulangkali tampil di TVRI Surabaya dan ‘Edelweis’ SBO. Mereka juga pernah mengiringi penyanyi kenamaan macam Ervina, Mamiek Slamet hingga Desy Ratnasari. Band yang sudah lahir sejak 1990-an ini awalnya hanya band pengiring pejabat Disbun dan tamunya yang ingin menyanyi. Namun di bawah naungan Kadisbun Samsul Arifien, band ini semakin berkembang dan menjadi andalan untuk tampil di berbagai event yang digelar Dinas Perkebunan Jatim. Kadisbun berharap kegiatan religi dan kesenian di internal Disbun Jatim akan terus berkembang.*Bgn
Disbun Jatim ini giat berlatih bersama Band Disbun Jatim. Hal itu diakui S. Budiono dan Hari Panto, personel band yang turut mengiringi penampilan Samsul Arifien. Tak mau ketinggalan, Murdiyono juga tampil apik membawakan syi’ir yang pernah dipopulerkan oleh Gus Dur. Hanya saja untuk menyesuaikan dengan semangat para undangan, pejabat low profile ini menggubah lirik dan judulnya menjadi ‘Syi’ir Perkebunan’. Syairnya lebih menyorot tugas-tugas bagian perlindungan tanaman, seperti amanah yang diembannya hampir 10 tahun terakhir hingga masuk masa pensiun. Meski tak begitu aktif di kegiatan kesenian, tapi hari itu penampilan Murdiyono mampu membius hadirin dengan suaranya yang khas dan sedikit serak-serak basah. “Syi’ir Perkebunan ini akan menjadi kenangkenangan dan pengingat tentang tugas-tugas pegawai di Bidang Perlindungan Perkebunan. Saya sengaja memilih lagi ini, karena sudah populer, sehingga mudah dinyanyikan secara bersama-sama,” papar Murdiyono. Sementara itu terkait kegiatan berkesenian di internal Disbun Jatim, Kadisbun Samsul Arifien menuturkan, “Saya sangat mendukung kegiatan berkesenian di internal Disbun Jatim, baik yang Disbun Jatim memberikan santunan pada anak-anak yatim piatu. bernuansa Islami maupun kesenian umum. Saya