Edisi Mei-Agustus 2009
RFID dalam Supply Chain
Teknologi 3G untuk Supply Chain
From Kalimantan to Surabaya for : “Introducing Supply Chain Management” Kunjungan Industri: PT. Nippon Indosari Corpindo
Edisi keenam, Mei 2009
Redaksional SALAM REDAKSI
DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab : Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, MT (Ketua Jurusan Teknik Industri ITS)
Pimpinan Redaksi : Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng., Ph.D Wakil Pimpinan Redaksi : Dr.Eng.,Ir. Ahmad Rusdiansyah M.Eng. Redaktur Pelaksana : Widha Kusuma Ningdyah, ST Ratih Ardiasari, ST Pelaksana Teknis : Fitri Karunia Rani, ST Irwan Setyawan, ST Indah Baroroh, ST Deni Irawan Ilsan Nur Putra Agung Puguh R Ni Putu Ayu Nariswari Penyunting & Tata Letak : Hendriyono Rachman Sudiana Wirasambada Alamat Redaksi : Gedung Teknik Industri - ITS Sukolilo, Surabaya Telp : 031-5939361 e-mail :
[email protected]
Pembaca yang terhormat, Berjumpa kembali dengan Newsletter edisi ke-6, persembahan dari Laboratorium Logistics & Supply Chain Management (LSCM) Jurusan Teknik Industri. Kali ini kami membahas tentang Teknologi Informasi dalam Supply Chain. Kami memberikan beberapa review jurnal tentang penelitian di bidang ini. Selain itu, terdapat pula artikel tentang implementasi Teknologi Informasi dalam rantai pasok disertai inovasi yang mungkin saja untuk diimplementasikan sebagai enabler dalam rantai pasok. Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sekalian untuk memperbaiki kualitas newsletter ini. Selain itu, kami juga mengharapkan partisipasi pembaca sekalian untuk memberikan sumbangsih melalui karya tulis ataupun informasi mengenai isu-isu terbaru seputar Logistik dan SCM, sehingga dapat memperkaya content dari newsletter ini ke depannya. Selamat menikmati sajian newsletter ini, dan mudah-mudahan dapat menjadi media sharing knowledge untuk kita semua. Redaksi
Edisi keenam, Mei 2009
Daftar Pustaka Research in Brief :
RFID dalam Supply Chain
1
Peranan Organizational Knowledge Management dalam Keberhasilan Implementasi Enterprise Resource Planning (ERP)
3
RFID on e-Kanban
7
LSCM Insight : Teknologi 3G untuk Supply Chain
Peran Teknologi Informasi dalam Rantai Pasok
8 11
LSCM Event : Kunjungan Industri: PT. Nippon Indosari Corpindo From Kalimantan to Surabaya for : “Introducing Supply Chain Management”
5 10
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
Research in Brief RFID dalam Supply Chain Ditulis oleh : Indah Baroroh, ST Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Supply Chain Management (SCM) merupakan mata rantai dimana produk dari berbagai pemasok kemudian masuk ke pabrik, grosir, distributor, sampai di tangan konsumen. Mata rantai tersebut pasti akan berkembang seiring berkembangnya teknologi untuk menuju supply chain ideal dengan tujuan akhir adalah meningkatkan kepuasan konsumen serta mendapatkan efisiensi dan profit yang tinggi. Tantangan menuju supply chain ideal tidak akan terlepas dari penggunaan teknologi. Salah satu teknologi yang berkembang untuk meningkatkan SCM adalah teknologi Radio Frequency identification (RFID) (Supangkat,2007). RFID adalah salah satu teknlologi Auto-ID. RFID menggunakan media “tag” atau “Chips” dan mengirimkan data melalui frequency untuk meng-identitaskan suatu produk ke komputer, sehingga data yang direkam adalah data Real Time atau data seketika (Miqdad, 2009). Teknologi RFID bergantung pada transmisi data nirkabel melalui medan elektromagnetik. Jantung teknologi ini adalah perangkat yang dinamakan RFID tag: sebuah label identifikasi berisi chip yang dapat diprogram, dilengkapi dengan sebuah antena mini. RFID tag bisa dibaca dengan sebuah reader yang dikendalikan komputer tanpa harus membutuhkan direct line-of-sight seperti halnya pembaca barcode. Jangkauan reader ini bisa mencapai satu meter.Supaya informasi yang tersimpan di chip bisa dibaca, reader memancarkan medan frekuensi elektromagnetik yang diterima oleh antena mini di RFID tag. Melalui hubungan elektronis ini, data yang tersimpan bisa dibaca, diproses dan di edit. Tenaga chip terintegrasi ini dipasok melalui medan frekuensi radio yang dipancarkan oleh reader, sehingga RFID tidak membutuhkan sumber tenaga yang terpisah. Secara lebih detail, dapat digambarkan pada gambar 1. Dalam bisnis, RFID banyak dipakai untuk mengidentifikasi palet, container, kendaraan, peralatan dan asset lainnya. Selain itu juga digunakan untuk memonitor inventori dan rute material selama proses produksi. Perusahaan manufaktur, retail dan logistic provider mendapatkan manfaat dari RFID karena dengan teknologinya dapat membuat proses internalnya menjadi
lebih efisien dan meningkatkan responsiveness dari supply chain. Sebagai contoh, pemakaian RFID dalam industri customer goods dapat mereduksi biaya supply chain antara 3-5% dan mengalami peningkatan pendapatan antara 2-7 %. Dalam rangkaian supply chain, penerapan RFID sangat berpengaruh pada pemasok dan pemanufaktur. Misalnya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar: Berapa jumlah barang yang harus dihasilkan? Kapan harus dibuat? Ke mana harus dikirim? Ada di mana barang-barang itu? Dengan jawaban yang tepat dan akurat, mereka bisa membuat forecasting, memroduksi dan mendistribusikan secara lebih efisien. Bahkan, dengan RFID, just-in-time manufacturing dapat berkembang lebih jauh menjadi real-time manufacturing. RFID akan menyentuh tiap bagian dari bisnis pemanufaktur. Teknologi RFID akan berdampak positif pada pengelolaan bahan mentah dan aset-aset yang reusable, inventori gudang, pengiriman, pemrosesan pengembalian barang, logistik dan lainnya. Bagi pemasok, RFID dapat memanfaatkan peralatan dan aset-aset lainnya secara lebih baik. Peralatan yang ber-tag RFID seperti forklift, troli dan kontainer, dus dan palet akan lebih mudah dideteksi, beserta isi yang dibawanya. Dampak positif lain yang bakal dinikmati para pemanufaktur adalah manajemen inventori yang lebih baik. Dengan menempelkan tag pada dus dan pallet, juga barang, perhitungan inventori akan menjadi lebih akurat. Selain itu out-of-stock dapat dikurangi, karena para pemasok mengetahui dengan tepat kapan jumlah stok menipis. Jika teknologi untuk memprediksi permintaan konsumen sudah dimiliki, maka RFID akan membuatnya bekerja lebih efektif.
1
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
Research in Brief RFID dapat meningkatkan proses produksi. Bahan baku yang banyak dan beragam bisa diberi tag untuk mengurangi kesalahan dalam proses pemilihan atau pencampuran bahan baku. Selain dapat menghasilkan produk-produk yang bermutu tinggi, lingkungan kerjanya lebih aman. Pengiriman keluar oleh para pemanufaktur pun akan lebih akurat, karena pengembalian barang dan pemrosesannya lebih sedikit. Pada saat barang dikembalikan ke produsen, tag RFID akan memberi data yang lebih rinci, seperti tanggal pengiriman produk, identitas pelanggan dan harga yang dibayar. RFID dalam Supply Chain : Contoh Aplikasi CEO Wal-Mart Stores Inc., Linda Dillman, mengumumkan bahwa pada Januari 2005 mendatang keseratus pemasoknya disyaratkan menerapkan tag radio frequency identification (RFID) pada seluruh pallet dan dus yang mereka kirim ke pusat-pusat distribusi dan tokotoko Wal-Mart. Tak pelak, para pemasok dan kompetitor bergegas mempelajari RFID - teknologi nirkabel yang memungkinkan mengidentifikasi dan melacak barang di sepanjang supply chain secara otomatis. Tahun 2007, perusahaan dengan 1.200 toko yang tersebar di AS ini menargetkan seluruh pemasoknya sudah menerapkan RFID. Tak hanya Wal-Mart di Amerika, Metro Group, kelompok perusahaan ritel Jerman pun mensyaratkan 100 pemasok terbesarnya menerapkan RFID. Metro sendiri diharapkan sudah akan menggelar jaringan RFID di 10 pusat distribusi dan 50 tokonya. Pada 1 Januari 2006, lebih dari 250 tokonya di seluruh Jerman diharapkan sudah dilengkapi infrastruktur RFID agar bisa menerima ber-tag RFID. Sampai 2007, Metro berharap sudah 800 toko yang menerapkannya. Penerapan RFID di perusahaan ritel kelas kakap membawa efek “bola salju”, yang mendorong sektor-sektor industri lainnya. Contohnya Wal-Mart, peritel yang menjual mulai dari sukucadang kendaraan bermotor, bahan makanan, obat-obatan dan produk-produk entertainment. Ketika semakin banyak pemasok, termasuk pemanufaktur yang mengadopsi teknologi RFID, para peritel lain mulai memanfaatkannya. Tak heran kalau para pengamat pasar TI dunia menempatkan RFID sebagai aplikasi yang akan menjadi tren tahun 2004 ini, dan tahun-tahun berikutnya. Apa yang diharapkan Wal-Mart dari RFID? Menurut Sanford C. Bernstein & Co., sebuah investment research house, yang berkantor di New York mengestimasikan bahwa Wal-Mart bisa menghemat hampir 8,4 miliar dolar AS setahunnya ketika RFID digelar penuh di seluruh rantai pasok dan toko-tokonya.
Rinciannya antara lain: USD 6,7 miliar: Berkurangnya orang untuk memindai barcode di palet dan dus dalam rantai pasok dan toko mengurangi biaya tenaga kerja sampai 15 persen. USD 600 juta: Meski rantai pasoknya paling efisien di dunia, Wal-Mart tetap mengalami out-of-stocks. Untuk mengoptimalkan penggunaan RFID di retail, digunakan rak pintar atau smart shelves guna memantau ketersediaan barang di rak pajang USD 575 juta: Berkurangnya orang yang mengutil barang dari gudang karena keeradaannya terus terpantau. Pemindaian produk secara otomatis juga mengurangi kesalahan administratif dan kecurangan vendor. USD 300 juta: Kemampuan melacak lebih dari 1 miliar pallet dan dus yang bergerak melalui pusat distribusi setiap tahunnya juga sangat menghemat biaya. USD 180 juta: Kemudahan memantau produk-produk apa yang ada di rantai pasoknya – apakah itu di pusat distribusi miliknya atau di gudang pemasoknya – memungkinkan Wal-Mart mengurangi inventori dan menghemat biaya tahunan pengelolaannya. Total penghematan 8,35 miliar (sebelum pajak) yang dihasilkan ini saja sudah melebihi masing-masing pendapatan total lebih dari setengah perusahaan Fortune 500. Banyak kalangan yang menaruh harapan terhadap teknologi RFID ini. Akan tetapi teknologi RFID ini bukan merupakan teknologi yang mudah untuk diimplementasikan karena banyak yang khawatir mengenai masalah biaya dan return of investment–nya karena tingginya biaya investasi yang akan dikelurkan dan juga masih dihadang masalah teknis seperti masih adanya masalah yang terkait dengan pembacaan tag RFID pada produk yang terbuat dari logam atau cair dengan tingkat pembacaan masih relatif rendah, serta masalah penempatan tag RFID dan reader untuk mendapatkan pembacaan data yang paling akurat. Untuk itu teknologi RFID ini perlu dilakukan pengembangan menuju kesempurnaan agar dapat menunjang kelangsungan SCM yang ideal dimasa yang akan datang. Referensi : ________________.2007.Supply Chain RFID : How It Works and Why It Pays.Intermec Technologies Corporation. M iqdad, Abu.2009. Teknol ogi RF ID. Disadur dari http://klasmaya.blogspot.com/2006/03/teknologi-rfid-radiofrequency.html, 27April 2009 Suharnoko, Ardy. 2008. Auto-ID RFID dan EPC. Disadur dari http://ardysuharnoko.wordpress.com/auto-id-rfid-dan-epc/, 27 April 2009. Supangkat, Suhono Harso. 2007. Menuju Supply Chain Ideal dengan Teknologi RFID. Disadur dari http://biptech.wordpress.com/2007/11/04/menuju-supply-chainideal-dengan-teknologi-rfid/
2
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
Research in Brief Peranan Organizational Knowledge Management dalam Keberhasilan Implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) Disadur oleh :Ni Putu Ayu Nareswari Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Sistem Enterprise Resource Planning (ERP) bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bertukar informasi dan pengetahuan dengan perusahaan lain. Untuk mencapai kesuksesan pelaksanaan sistem ERP, setiap perusahaan harus memiliki kemampuan bertukar informasi secara efektif atau biasanya disebut knowledge management. Berdasarkan literature review, knowledge m ana geme nt dalam pelaksanaan sistem ERP mengidentifikasi dua area yaitu manajemen pengetahuan implisit (tacit knowledge) dan persoalan mengenai knowledge yang berbasis pada proses dari sudut pandang dokumentasi organisasi. Pendahuluan Perubahan lingkungan bisnis saat ini sangat cepat. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan harus merespon dan berpikir tentang pentingnya integrasi fungsi bisnis menjadi suatu sistem tunggal. Solusi untuk integrasi fungsi bisnis tersebut dinamakan sistem Enterprise Resource Planning (ERP). ERP ini memanfaatkan teknologi informasi secara efisien dan memungkinkan adanya pertukaran data dan informasi dengan third-party vendor dan pelanggan. Sistem ERP berfokus pada integrasi fungsi bisnis pada perusahaan dengan aliran informasi yang melewati proses bisnis. Sistem ERP merupakan database tunggal yang memungkinkan berbagai departemen bertukar informasi dan berkomunikasi satu sama lain. Pembangunan di bidang teknologi dalam suatu sistem perusahaan untuk menyatukan seluruh proses organisasi dapat memberikan kesuksesan bila hal tersebut disertai dengan evolusi kemampuan manusia. Teknologi pada sis tem perusahaan dirancang sehingga memungkinkan perusahaan mengelola pengetahuannya (knowledge management). Knowledge management dilakukan dengan cara mengintegrasikan proses bisnis dan mengendalikan data dalam organisasi itu. Ironisnya, untuk menerapkan teknologi itu setiap organisasi harus memiliki kemampuan bertukar pengetahuan (knowledge sharing) secara efektif. Pengetahuan yang diperlukan selama
penerapan sistem enterprise meliputi berbagai macam keahlian, pengalaman, dan kemampuan. Oleh karena itu, pertukaran pengetahuan (transfer of knowledge) antar fungsi dan antar divisi diperlukan untuk memastikan sistem pengetahuan perusahaan dapat diterapkan dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi mengenai manajemen pengetahuan pada ERP. Organizational Knowledge dan Knowledge Management Melalui perspektif epistemological, pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan yang tacit dan eksplisit. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah dituliskan secara formal dan sistematis. Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang lebih spesifik dan sulit untuk dituliskan secara formal. Stuktur suatu pengetahuan terdiri dari data, informasi dan pengetahuan itu sendiri. Data adalah sesuatu yang akan diproses menjadi informasi. Informasi yang berasal dari persepsi manusia akan menjadi pengetahuan. Maka dari itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi maksud dari pengetahuan untuk organisasi. Langkah selanjutnya adalah menentukan cara-cara untuk meningkatkan pengadaan, penyimpanan, dan distribusi pengetahuan di organisasi tersebut. Dasar pengetahuan untuk Proyek ERP Sistem enterprise memungkinkan suatu perusahaan untuk mengintegrasikan informasi dengan tujuan untuk sentralisasi database dan integrasi proses bisnis untuk semua divisi dan departemen yang ada. Ahli Information Technology (IT) harus mengetahui proses bisnis agar sistem enterprise dapat beroperasi secara optimal. Ahli proses bisnis harus meningkatkan pengetahuan mereka tentang sistem IT di organisasi mereka. Dengan adanya perubahan pandangan dari task-focused menjadi process-focused, pekerja harus mengetahui bagaimana cara untuk menyesuaikan tugasnya pada keseluruhan proses dan bagaimana proses itu berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu penerapan sistem enterprise tersebut adalah adanya
3
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
Research in Brief knowledge sharing. Pelaksanaan knowledge sharing pada sistem enterprise harus melibatkan seluruh anggota organisasi agar terjadi pertukaran informasi antar pekerja dari divisi dan pola pikir yang berbeda-beda. Sisi Lain dari Knowledge Sharing pada Sistem Enterprise Tim ERP bertugas merealisasikan sistem enterprise pada beberapa tahap (dimulai dengan mempelajari proses bisnis saat ini, lalu mengidentifikasi gap antara sistem yang ada saat ini dengan sistem baru yang akan diterapkan. Langkah selanjutnya adalah menambahkan proses baru dan melatih pekerja untuk menggunakan proses tanpa merusak sistem baru tersebut. Dalam sistem enterprise, knowledge sharing harus dilakukan pada 3 lini. Yang pertama, berbagai pengetahuan antar anggota ERP. Yang kedua, berbagi pengetahuan antara tim ERP dengan end user dan user manager. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pengguna menghadapi perubahan dari sistem baru. Ketiga, berbagi pengetahuan antara tim ERP dengan perusahaan konsultan yang digunakan untuk mengubah pengetahuan tacit di divisi-divisi tertentu menjadi eksplisit. Knowledge sharing membutuhkan adanya program knowledge management yang sejalan dengan proyek pelaksanaan ERP. Namun, hal tersebut dapat menimbulkan kompleksitas. Knowledge Management dan Enterprise System, Berlawanan atau Saling Melengkapi? Penerapan sistem enterprise dan knowledge management secara bersama-sama dapat menimbullkan beberapa kontradiksi. Sistem enterprise bertujuan untuk meningkatkan efisiensi organisasi dengan meningkatkan kemampuan memproses informasi. Peningkatan kemampuan ini dapat dihambat dengan adanya sistemisasi dan sentralisasi manajemen informasi. Pada sisi lain, knowledge management bertujuan agar pengetahuan dan praktek yang dilakukan (tacit knowledge) menjadi eksplisit knowledge. Knowledge management memungkinkan adanya kemampuan organisasi dalam memproses informasi, mengeksplorasi dan mengeksploitasi pengetahuan. Teknik knowledge management digunakan pada penerapan sistem enterprise. Knowledge Management pada Daur Hidup Sistem Enterprise Daur hidup sistem enterprise meliputi tahap pemilihan, penerapan dan penggunaan sistem. Pada tahap pemilihan, sistem knowledge management harus didesain untuk mengatur informasi yang sesuai dengan sistem ERP-nya sehingga dapat dipilih yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Tahap penerapan ditandai oleh adanya berbagai problem perancangan dan pelaksanaan sistem
baru. Pada tahap penggunaan, problem yang datang berkisar pada pemenuhan data yang dimasukkan dalam system dengan setting standar dari software dan menghasilkan laporan hasil yang diinginkan. Tantangan tacit knowledge sharing pada sistem enterprice adalah adanya proses knowledge yang rutin dilakukan, sehingga pekerja sulit menjelaskan langkah-langkah pengetahuan tacit menjadi eksplisit. Mengatur tacit ERPknowledge Terdapat dua kategori proses bisnis yaitu canonical dan noncanonical. Proses canonical merupakan representasi abstrak dari organisasi dan akan memetakan langkah-langkah kompleks menjadi langkah-langkah canonical yang simpel. Proses non-canonical merupakan representasi nyata yang menampilkan proses informal berupa komunikasi dan hubungan interpersonal. Implementasinya pada sistem enterprise yaitu pengubahan proses bisnis yang berupa tacit knowledge menjadi eksplisit knowledge. Pengubahan tacit knowledge menjadi eksplicit knowledge ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap implementasi dan integrasi. Tahap implementasi adalah tahap penerapan proses canonical, noncanonical, dan budaya organisasi tersebut. Pada tahap integrasi terjadi konflik antara nilai-nilai yang baru diterapkan dengan sistem yang lama. Tacit Knowledge Sharing pada proyek sistem Enterprise Sistem enterprise dirancang agar perusahaan mampu mengatur pengetahuan yang ada di dalamnya melalui sharing pengetahuan. Tantangan dari tacit knowledge sharing adalah adanya fakta bahwa pekerja akan kesulitan untuk mengungkapkan proses-proses kerja yang rutin dilakukannya secara eksplisit. Tacit knowledge sharing dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Kategori pertama berfokus pada knowledge sharing antar anggota tim ERP. Kategori kedua adalah knowledge sharing antara tim ERP dengan anggota organisasi. Kategori ketiga adalah knowledge sharing antara tim ERP dengan konsultan eksternal. Fasilitator tacit knowledge sharing selama implementasi sistem enterprise dibagi menjadi dua kategori yaitu struktur interaksi tim dan lingkungan di sekitar tim tersebut. ERP Knowledge berbasis proses dari sudut pandang dokumentasi organisasi Pengetahuan organisasi berbasis proses, berfokus pada manajemen pengetahuan sistem enterprise yang dilihat dari sudut pandang dokumentasi organisasi. Proses yang terjadi dalam organisasi akan menjadi pengetahuan dari sejarah organisasi dan dapat dikatakan sebagai dokumentasi organisasi. Dengan melihat pengetahuan ERP melalui sudut pandang dokumentasi organisasi, isu-isu yang terjadi dalam implementasi proyek ERP akan semakin terlihat.
4
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Event Kunjungan Industri:
PT. Nippon Indosari Corpindo Ditulis oleh : Fitri Karunia Rani, ST Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Pada aktivitas kunjungan perusahaan kali ini, Laboratorium LSCM mengadakan kunjungan ke PT Nippon Indosari Corpindo. PT Nippon Indosari Corpindo ini merupakan pabrik yang bergerak dalam produksi dan distribusi roti yang telah dikenal luas oleh masyarakat indonesia dan menjadi konsumsi sehari-hari. PT Nippon Indosari Corpindo memiliki dua main Brand yakni Sari Roti dan Boti.
Sekilas PT Nippon Indosari Corpindo PT Nippon Indosari Corpindo merupakan salah satu produsen dan distributor Roti yang terbesar di Indonesia dan juga merupakan produsen roti pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi modern jepang dimana memiliki standar yang khusus dalam mencapai kriteria 3H ( halal, hygiene dan healthy). Pabriknya berada di dua tempat yaitu Cikarang Plant yang berada di Cikarang dan Pasuruan Plant yang tentunya berada di Pasuruan. PT Nippon Indosari Corpindo yang dibimbing oleh Shikishima Baking,Co,Ltd – salah satu perusahaan Roti di Jepang – mendatangkan langsung peralatan produksinya dari Jepang. Cikarang Plant memulai proses produksi sejak Maret 1997 yang memproduksi produk dengan Brand Sari Roti dan Boti dengan daerah pemasaran Jawa Barat, Jawa Tengah dan sebagaian Sumatra sedangkan Pasuruan Plant memulai proses produksi pada 24 November 2005 memproduksi produk hanya 1 Brand yaitu Sari Roti dengan daerah pemasaran Jawa Timur, Bali dan sebagian daerah Timur lainnya. Dalam Penerapan sistem produksinya PT Nippon Indosari Corpindo memiliki prinsip yakni raw material stock accuracy, on time production schedule, easy picking, no inventory finished goods dan good quality control.
pendistribusian Sari Roti. Dikarenakan produk Sari Roti merupakan produk dalam kategori Perishable Product yakni produk yang mudah rusak dan tidak tahan lama, maka dalam pendistribusiannya PT Nippon Indosari Corpindo menekankan sistem distribusinya pada dua hal berikut : 1. Reliable delivery Lead Time. Karena life time dari Sari Roti sangatlah pendek yakni 4 hari sebelum masa kadaluarsa terjadi, Reliable delivery Lead Time menjadi prioritas utama. Hal ini disebabkan karena semakin lama produk berada didalam pabrik maka semakin pendek umur dari produk berada di pasar. Tentunya bila Reliable delivery Lead Time rendah, maka akan banyak produk yang tidak terbeli di pasar. 2. Return management yaitu proses manajemen kembalinya produk ke pabrik. Return Management ini dilakukan sebagai salah satu langkah penjaminan kualitas terhadap produk yang telah dilempar ke pasar. Alasan utama mengapa produk Sari Roti ini dikembalikan ke pabrik tentu saja berkaitan dengan masa kadaluarsa dari produk Sari Roti. Sehingga hal ini bertujuan jangan sampai produk yang telah memasuki masa kadaluarsa tercampur dengan produk yang belum habis masa kadaluarsanya bahkan mungkin dibeli oleh customer. Product Return ini selalu ada setiap hari, tetapi jumlah totalnya hanya 1-2% dari total produksi. Produk yang dikembalikan tersebut sesampainya di pabrik langsung diproses menjadi bahan makanan hewan ternak untuk dijual kembali. Untuk memperjelas Model distribusinya, dapat dilihat pada gambar 1
Sistem Distribusi PT Nippon Indosari Corpindo Dalam pendistribusian produknya menuju end customer, dilakukan melalui tiga jalur yaitu 56% melalui retailer sedangkan 44% melalui agen dan direct order. Sekilas system pendistribusian ini nampak biasa, namun demikian ada sesuatu yang khas terjadi pada sistem
5
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Event RangkaianAcara pada Kunjungan Sari Roti Kunjungan ke PT. Nippon Indosari Corpindo ini diikuti oleh kurang lebih 70 orang peserta yang terdiri dari asisten Lab LSCM, peserta mata kuliah SCM (Supply Chain Management) baik mahasiswa S1 dan S2 serta peserta mata kuliah Manajemen Distribusi. Rangkaian acara kunjungan ini dimulai dengan acara ramah tamah. Acara ramah tamah ini dibuka oleh Bu Lana yang memegang jabatan sebagai GM di PT. Nippon Indosari Corpindo untuk Plant Pasuruan. Dalam acara ramah tamah ini Bu Lana, menjelaskan segala aktivitas pembuatan sari roti yang terjadi di dalam plant dan bagaimana cara pendistribusiannya. Dari penjelasannya tersebut dapat ditangkap bahwa keberhasilan PT. PT. Nippon Indosari Corpindo tidak lepas dari manajemen rantai pasok yang baik dan teknologi informasi yang tepat guna. Setelah acara ramah tamah selesai, peserta kunjungan dipersilahkan untuk berkeliling dan menyaksikan proses pembuatan roti secara langsung. Di akhir acara setiap peserta diberikan satu tas souvenir berisi Roti Sariroti dalam beraneka jenis rasa. Dalam periode bulan Mei dan April, Lab LSCM menyelenggarakan dua pelatihan untuk para praktisi. Penyelenggaraan pelatihan ini dilakukan sebagai wujud sumbangsih Lab LSCM terhadap dunia kepraktikan. Pada periode Mei, peserta yang mengikuti pelatihan ini adalah para praktisi yang berasal dari PT. Pupuk Kaltim. Penyelenggaran kedua pelatiahan ini dilaksanakan di Hotel Mercure Surabaya. Pelatihan ini diselenggarakan selama 5 hari. Sedangkan pada periode April, peserta yang mengikuti pelatihan ini adalah para praktisi yang berasal dari PT. Badak NGL. Pada pelatihan ini memiliki tujuan untuk mengenalkan dan meberikan pemahaman mengenai halhal yang berkaitan dengan Supply Chain Management (SCM) dan bagaimana pentingnya penerapan SCM demi meningkatkan dan menjaga persaingan yang kompetitif dari suatu industri.
6
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
Research in Brief RFID on e-Kanban Disadur oleh : Deni Irawan Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Sistem Kanban merupakan pengendalian produksi dengan menggunakan sistem kartu yang ditujukan untuk mengendalikan sistem produksi Just in Time. Kini telah diperkenalkan sistem kanban yang lebih modern yang dikenal dengan sistem e-Kanban. Pada sistem e-Kanban Toyota, supplier memiliki kartu dengan dilengkapi barcode yang bergerak mengikuti part. Tidak seperti tradisional Kanban, dimana kartu hanya digunakan sekali dan pull signal didapatkan dengan scanning barcode sebelum kartu tersebut dihancurkan. Kemudian dibuat kartu baru untuk menggantikan kartu yang telah dipakai tersebut. Tentu hal itu sangatlah boros apabila dipandang dari segi cost. Oleh karena itu, RFID tag menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Namun, ketika barcode menjadi cukup murah pada kasus kartu sekali pakai, RFID tag bukan merupakan solusi yang baik. Karena sistem Kanban digunakan bersama returnable containers, maka pilihan lainnya yaitu dengan menempelkan RFID tag pada container. Hal ini lebih disukai daripada menempelkannnya pada kartu. Lain halnya aplikasi e-Kanban pada supplier, aplikasi e–Kanban pada manufacturer digunakan dalam suatu bangunan diantara dua lini produksi yang memiliki banyak sirkulasi / interaksi. Pada kasus ini RFID tag dapat ditempelkan pada kartu kanban. Pada kedua kasus, penggunaan teknologi perlu dikaji dan disesuaikan dengan kebutuhan di perusahaan.
2. Operator telah menarik part pertama. Bin dapat di deteksi ketika sebuah “light curtain” terhalang oleh tangan operator pada saat menjangkau bin dan pull signal di bangkitkan ketika “light curtain” kembali seperti semula. Konsep yang ditunjukkan pada gambar 1 dengan logika yang benar pada suatu software, dapat memicu electronis signal pull pada waktu yang tepat tanpa memerlukan operator untuk melakukan tindakan khusus. Kanban Loop Sizing Mekanisme pembangkitan sinyal pada gambar.xx merupakan suatu mekanisme yang tidak menganggu penelusuran perpindahan material, dan suatu aplikasi dapat menggunakan data ini tidak hanya sebagai pemicu replenishment, tetapi untuk membantu dalam penentuan ukuran dari kanban loops dn perhitungan lead time dari replenishment. Informasi ini digunakan untuk megevalusi beberapa key performance indicators dari plant secara keseluruhan sama halnya untuk semua item.
Electronic Pull Signal Pada stasiun kerja, ketika part digunakan maka karttu kanban harus diambil oleh operator yang pertama kali mengambil part tersebut. Ketika muncul permasalahan apakah disiplin dari karyawan untuk mematuhi aturan itu di setiap bin, setiap shift, dan di setiap hari dapat terjamin, muncul pertanyaan apakah cara seperti ini dapat di otomasi menggunakan RFID. Apabila bin berisi part berpindah dari gravity flow rack menuju stasiun kerja, pull signal perlu dibangkitkan segera apabila dipenuhi 2 kondisi berikut: 1. Bin telah menyentuh bagian ujung dari rak. Sebuah proximity reader yang diletakkkan pada ujung rak dapat mendeteksi kedatangan bin yang dilengkapi RFID tag pada range jarak tertentu.
7
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Insight Teknologi 3G untuk Supply Chain Penulis: Imam Baihaqi, ST, MSc, PhD
Pengenalan teknologi 3G telah mengundang ketertarikan banyak pihak. Salah satu keunggulan yang selalu di dengung-dengungkan oleh operator yang telah 3G enabled adalah fasilitas video calling dan surfing Internet dengan menggunakan 3G Hand Phone, tanpa menggunakan PC. Meski demikian, di sisi konsumen, manfaat video calling atau video conferencing masih sedikit dipertanyakan, seperti disini. Nah, dengan keunggulan-keunggulan ini, adakah manfaat 3G untuk supply chain. Bagaimanakah 3G bisa meningkatkan efisiensi supply chain? Apakah 3G bisa digunakan untuk mendukung dan mengefisiensikan aliran barang mulai dari hulu sampai ke tangan konsumen. Salah satu point yang paling penting dalam supply chain adalah aliran informasi baik dari downstream (konsument) ke upstream maupun sebaliknya baik yang menyertai aliran barang ataupun tidak. Seperti adagium yang sudah lama, siapa yang menguasai informasi dialah yang akan memenangkan perang. Dalam supply chain, informasi berperan sangat penting. Informasi dapat menjadi substitute dari Inventory. Bertumpuknya inventory di semua lini supply chain tentu akan menjadi masalah, biaya akan menjadi tinggi, yang tentu juga akan berakibat mahalnya barang di tangan konsumen karena konsumen akan terbebani biaya itu. Dan sudah barang tentu akan menurunkan profitabilitas maupun daya saing produk. K e t er b uk a an i n f or m a s i me m un g k in k a n perusahaan untuk meminimumkan inventory atau bahkan zero inventory. Kenapa inventory berakibat begitu buruk? Selain biaya penyimpanan yang cukup tinggi, inventory merupakan investasi yang sangat berbahaya. Terutama di jaman sekarang ini, dimana siklus hidup produk semakin singkat. Bisa dibayangkan untuk produk elektronik atau komputer seperti processor, memory dll, siklus hidupnya bisa dalam hitungan bulan. Dalam beberapa bulan, produk baru sudah muncul. Menyimpan produk-produk seperti ini sangat rentan terhadap kadaluarsa. Perusahaan sekelas Cisco pernah mengalami disaster karena inventory ini. 16 April 2001, Cisco mengagetkan pasar modal ketika dia mengumumkan akan membuang komponen electronic-nya sejumlah total $2.6
milyar! Penyebabnya? Salah satunya adalah miskomunikasi informasi tentang permintaan. Disinilah salah satu peran informasi. Jika produsen suatu produk bisa mengetahui dengan jelas berapa sih kebutuhan konsumen akhir per periode, maka produsen akan mudah dalam melakukan penjadwalan produksinya. Nah masalahnya, seringkali produsen tidak mengetahui dengan pasti informasi permintaan dari konsumen akhir. Produsen/pabrikan hanya tahu permintaan dari para distributornya, terus distributornya tahu permintaan-permintaan retailer-retailernya. Nah retailerretailer inilah yang tahu lebih banyak tentang permintaan konsumen baik volume maupun perilaku pembeliannya. Tanpa adanya komunikasi antar pemain dalam supply chain tadi, tentu akan terjadi banyak distorsi informasi. Nah, kalau informasi yang dimiliki oleh retailer tentang konsumen terbuka ke seluruh pemain diatasnya distributor, produsen, pabrikan, terus sampai kehulu - maka akan terjadi efisiensi yang sangat besar. Tiap-tiap pemain bisa membuat peramalan permintaan yang lebih akurat. Teknologi 3G ataupun teknologi informasi secara umum, tentu memiliki peran yang sangat besar dalam meningkatkan kinerja supply chain, tidak hanya kinerja dari satu perusahaan tetapi kinerja seluruh perusahaan yang terlibat dalam rantai supply suatu produk. Era kompetisi saat ini adalah kompetisi waktu. Time based competition. Dengan teknologi 3G, maka para sales force yang sedang bernegosiasi dengan klien dapat dengan cepat terkoneksi ke database perusahaan untuk melihat berapa jumlah barang yang mau dipesan di gudang, berapa yang masih diproduksi, bahkan ia bisa tahu kalau sekian lot barang masih dalam perjalanan. Truk-truk armada pengangkut yang dilengkapi dengan aplikasi 3G bisa menginformasikan dengan cepat berapa jumlah barang yang diangkut dan perkiraan waktu kedatangan. Dengan demikian sang sales force bisa memberikan tanggal pengiriman barang dengan tepat ke klien dan sekaligus mengupdate status inventory di pusat. Permasalahan di lantai produksi adalah stoppage karena rusaknya mesin-mesin produksi. Untuk itu perusahaan harus memiliki stok komponen-komponen yang diperlukan untuk perawatan mesin-mesin tersebut.
8
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Insight Penyimpanan komponen-komponen terlalu banyak adalah inefisiensi yang besar. Apalagi barang-barang ini bukan barang produk. Saya membayangkan, dengan teknologi 3G mesin-mesin tersebut bisa dipasang semacam chip yang langsung memberitahukan kondisi mesin ke pemasok mesin-mesin produksi tersebut. Contoh diatas hanya sebagian kecil dari banyak manfaat dari teknologi dalam supply chain. Tapi yang penting untuk di ingat adalah Teknologi hanyalah enabler, masih banyak faktor lain yang diperlukan agar teknologi betul-betul bermanfaat, yang paling besar adalah faktor manusia dan kultur. Nah, ada yang bisa memberikan contoh atau membuat killer application untuk supply chain? Tulisan ini dapat juga anda baca pada situs berikut: http://baihaqi.wordpress.com/2006/12/27/teknologi-3guntuk-supply-chain/
9
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Event From Kalimantan to Surabaya for :
“Introducing Supply Chain Management” Ditulis oleh : Paramitha Setyaningrum Asisten Lab Logistics & Supply Chain Management
Training “Introduction to Logistic And Supply Chain Management” yang diadakan oleh Laboratorium Logistic and Supply Chain Management ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dari pelatihan ini diikuti oleh para praktisi dari PKT (Pupuk Kalimantan Timur) yang diadakan pada tanggal 17-20 Maret 2009 dengan jumlah peserta sebanyak 12 orang. Tahap keduanya diikuti oleh para praktisi dari PT. NGL (Natural Gas Liquefaction), Bontang sebanyak 6 orang yang diadakan pada tanggal 30 Maret-3 April 2009. Pelatihan yang diadakan di Hotel Mercure ini dimulai pada pukul 08.00 sampai 17.00. Pelatihan ini berlangsung cukup lama karena cukup banyak materi yang diberikan dalam rangkaian acara ini. Materi training ini disampaikan oleh trainer yang dikenal sangat berkompeten dalam bidangnya masing-masing. Tidak tanggung-tanggung, training ini dipandu langsung oleh Prof. I Nyoman Pujawan, M.Eng, PhD yang telah dikenal sebagai pakar SCM di Indonesia dan internasional. Selain itu, terdapat pula Dr. Ahmad Rusdiansyah, M.Eng; Imam Baihaqi, ST, MSc, PhD; dan Nani Kurniati, ST, MT, turut memandu training ini. Materi yang diberikan antara lain pengenalan supply chain management dalam perusahaan, aplikasi supply chain pada suatu perusahaan serta manfaatnya, teknologi informasi yang menunjang supply chain management dan teknologi informasi yang menunjang integrasi internal dan eksternal, inventory dan warehousing, purchasing management, distribusi dan transportasi dalam supply chain management, manajemen dan maintenance spare part, continous improvement, serta tak ketinggalan simulasi beer game. Materi disampaikan secara atraktif untuk mempermudah pemahaman. Salah satu materi yang mampu menghidupkan suasana adalah simulasi beer game. Simulasi ini dipandu oleh Prof. Pujawan dengan dibantu oleh beberapa asisten. Pada pelatihan ini peserta dibagi menjadi beberapa kelompok yang akan bersaing dalam memperoleh kerugian terkecil. Beer game adalah suatu simulasi supply chain sederhana dimana tidak boleh terjadi koordinasi antar stage yang ada dalam rantai pasok. Hasil yang diharapkan dari simulasi ini adalah minimasi kerugian yang mungkin timbul dalam proses produksi
sampai ke tangan konsumen. Oleh karena tidak adanya pertukaran informasi, serta jumlah permintaan yang tidak pasti, akhirnya ada beberapa kelompok yang mengalami banyak kerugian karena sering terjadi lost sales dan overstock. Setelah simulasi Prof. Pujawan memberikan sedikit pengarahan dan kesimpulan agar tidak banyak terjadi lost sales atau overstock. Sedangkan untuk para peserta praktisi dari PT. NGL, pada hari terakhir pelatihan, mereka diajak melakukan kunjungan perusahaan ke PT. APL Logistic untuk melihat secara langsung warehousing system di perusahaan tersebut. Para praktisi sangat puas dalam menerima materi dalam pelatihan kali ini.
10
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Insight Peran Teknologi Informasi dalam Rantai Pasok Penulis:
Supply Chain Management berfokus pada aliran produk, uang dan informasi antar anggota rantai pasok. Informasi merupakan salah satu factor penting untuk mencapai sukses integrasi dalam rantai pasok. Informasi berperan sebagai “perekat” untuk koordinasi dalam rantai pasok. Untuk memenuhi fungsi tersebut, informasi yang disampaikan haruslah akurat, mudah diakses dan tepat waktu. Selain itu informasi yang disampaikan haruslah dalam bentuk yang tepat dan memberikan visibiltas tinggi terhadap apa yang terjadi pada rantai pasok. Dalam rantai pasok, informasi dibutuhkan dalam setiap level pengambilan keputusan, baik dalam keputusan yang bersifat strategis, perencanaan jangka panjang, hingga operasional. Beberapa informasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan antara lain adalah informasi tentang inventory, transportasi dan fasilitas. Informasi relevan yang tersedia pada rantai pasok memudahkan manajer untuk membuat keputusan pada setiap level rantai pasok. Hal tersebut akan mendorong optimalisasi performansi pada seluruh rantai pasok, sehingga diharapkan dapat meningkatkan performansi tiap perusahaan anggota dalam rantai pasok. Bukanlah hal mudah untuk mengintegrasikan setiap komponen dalam rantai pasok. Pada awal tahun 1980an, aliran informasi dalam organisasi dan antar anggota rantai pasok dilakukan dengan media kertas (paper based). Transaksi dan komunikasi dengan paper based berlangsung dengan lambat. Di Indonesia sendiri masih terdapat perusahaan yang menggunakan transaksi yang bersifat paper based. Dengan cara ini, informasi yang merupakan hal yang bersifat kritis karena nilainya yang sangat penting bagi anggota rantai pasok menjadi tidak tersampaikan dengan baik. Teknologi Informasi sebagai enabler dalam rantai pasok Perkembangan teknologi saat ini memudahkan anggota dalam rantai pasok untuk melakukan sharing informasi. Teknologi ini juga memudahkan koordinasi dan manajemen aktifitas dalam rantai pasok. Kemampuan yang dimiliki oleh teknologi informasi meningkatkan daya saing dengan karena mampu mengurangi waktu
siklus dan mempermudah implementasi rantai pasok. Teknologi informasi (TI) memberikan dampak yang luar biasa terhadap implementasi rantai pasok. Informasi merupakan factor penting bagi manajer untuk membantu mengurangi jumlah inventory dan kebutuhan sumber daya manusia hingga mencapai level kompetitif. Selain itu perusahaan saat ini sangat berkepentingan untuk menjaga kepuasan konsumennya. Keberadaan TI sangat berperan terhadap perencanaan strategis untuk mencapai kedua hal sebagaimana disebutkan diatas. Implementasi TI, baik dalam bentuk perangkat lunak dan keras dalam rantai pasok bermanfaat untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi yang diperoleh. Selain itu, penggunaan TI yang efisien dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan performansi rantai pasok. Kerangka kerja TI dalam rantai pasok TI dalam proses makro rantai pasok digunakan untuk mendukung kinerja 4 aspek berikut ini (Chopra, XXX) : 1. Customer Relationship Management (CRM) Fungsi ini terjadi antara perusahaan dengan konsumen akhir dalam suatu rantai pasok. Kunci proses yang terjadi meliputi marketing, penjualan, manajemen order dan service center. 2. Internal Supply Chain Management (ISCM) Fungsi ini melibatkan berbagai proses perencanaan dan pemenuhan order konsumen. Proses yang terjadi meliputi perencanaan strategis, perencanaan permintaan, perencanaan pasokan, area service. Terdapat hubungan yang kuat antara ISCM dan CRM. 3. Supplier Relationship Management (SRM) Dalam hal ini proses lebih fokus pada interaksi antara perusahaan dan supplier yang berada pada bagian hulu rantai pasok. Kunci proses dalam fungsi ini adalah desain kolaborasi, negoisasi, pembelian dan kolaborasi supply. 4. Transaction Management Foundation Pada awal perkembangannya, TI difokuskan pada penyederhanaan transaksi dan pengembangan metode integrasi serta visibility data antar anggota rantai pasok. Saat ini ERP telah dikenal dengan baik di kalangan praktisi rantai pasok sebagai tool untuk mengintegrasikan proses transaksi perusahaan.
11
L S C M NEWSLETTER
Edisi keenam, Mei 2009
LSCM Insight Implementasi TI dalam rantai pasok Implementasi IT pada suatu perusahaan membutuhkan dana yang sangat besar. Perusahaan berkeyakinan bahwa adanya TI akan meningkatkan nilai perusahaan mereka dan yang terpenting dapat meningkatkan performansi mereka. Namun pada kenyataannya, bukannya berjalan dengan baik, implementasi TI seringkali mengalami kegagalan dan mengakibatkan investasi miliaran rupiah menjadi sia-sia. Oleh karena itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum mengimplementasikan TI dalam perusahaan, agar tujuannya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok dapat tercapai, yaitu : 1. Pilih system TI yang selaras dengan kunci sukses perusahaan. 2. Lakukan percepatan bisnis dan pengukuran nilai perusahaan 3. Selaraskan level kompleksitas system dengan kebutuhan kompleksitas system 4. Gunakan system TI yang MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN, dan TIDAK UNTUK MENGAMBIL KEPUTUSAN 5. Pikirkan pula tentang propek, peluang dan ancaman di masa yang akan datang. Perkembangan dan pemeliharaan system TI dalam rantai pasok, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, haruslah menjadi perhatian. Perangkat keras meliputi peralatan input/output serta media penyimpanan. Perangkat lunak meliputi seluruh system program aplikasi yang digunakan untuk control manajemen transaksi, pendukung pengambilan keputusan dan perencanaan strategis. Electronic Commerce E-commerce merupakan terminology yang digunakan untuk menggambarkan seperangkat teknik dan tool untuk mengembangkan bisnis paperless. Oleh karena itu ecommerce membutuhkan electronic data interchange, email, transfer dana secara electronic, publikasi elektronik, dan proses bisnis lain yang dilakukan secara elektronik pula. Perusahaan mampu melakukan otomasi proses transfer dokumen secara elektronik, mulai dari supplier hingga konsumen. - Electronic Data Interchange Electronic Data Interchange (EDI) mengacu pada pertukaran data (dokumen bisnis) antar komputer dalam format standar. EDI memudahkan komunikasi informasi antara dua organisasi secara elektronik. Dengan demikian, keuntungan EDI meliputi : 1. Proses informasi yang cepat 2. Layanan konsumen yang lebih baik 3. Mengurangi penggunaan kertas 4. Meningkatkan produktifitas
5. Mempermudah proses penelusuran dokumen dan data 6. Efisiensi biaya 7. Meningkatkan billing Dengan EDI, distorsi informasi antar rekanan dan ketidakpastian supply dan permintaan dalam rantai pasok dapat dikurangi melalui real-time sharing informasi. - Data warehouse: Data warehouse merupakan database terkonsolidasi yang dikelola secara terpisah dari system database organisasi produksi. Banyak perusahaan yang memiliki database ganda. Sebuah data warehouse diorganisasi menurut subyek dan tidak berdasarkan pada bisnis proses tertentu. Data yang tersedia pada data warehouse bergantung pada waktu dimana data historis dapat dibuat sebagai dasar peramalan. (Paragraf INIANEH SEKALI rasanya.... ) - Enterprise Resource planning (ERP) tool: Perusahaan saat ini memandang system ERP sebagai inti dari infrastruktur TI mereka. Sistem ERP menyediakan mekanisme proses transaksi yang meliputi banyak aspek, yang dapat menyimpan data dan mengurangi aktifitas manual terkait dangan proses financial, inventory, dan informasi order konsumen. System ERP mencapai level tertinggi dari integrasi dengan menggunakan model data tunggal, mengembangkan pemahaman yang sama terhadap representasi data dan menyediakan seperangkat aturan yang sama pula untuk akses data. Teknologi Informasi Rantai Pasok di masa depan Pada level tertinggi, tiga proses makro rantai pasok akan terus mendorong terjadinya evolusi terhadap perangkat lunak enterprise. Perangkat lunak yang berfokus pada proses makro akan memiliki proporsi terbesar dari total pasar perangkat lunak untuk enterprise dan perusahaan yang mengembangkan perangkat lunak ini akan meraup keuntungan yang besar. Hal ini disebabkan karena secara fungsional, kemampuan TI untuk mengintegrasikan ketiga proses makro tersebut termasuk kelebihan dari masingmasing systemnya akan mendorong perusahaan mencapai sukses besar. Didorong oleh kebutuhan ini, perusahaan akan melakukan investasi besar-besaran untuk memiliki infrastruktur TI yang memadai. (WKN/LSCM Lab)
12
L S C M NEWSLETTER