○
○
○
○
Edisi Juli, 2009 zzz 1
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Warta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen. PHKA), Dephut dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangka pengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah di Indonesia.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Penerbitan Warta Konservasi Lahan Basah ini dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi lahan basah, guna mendukung terwujudnya lahan basah lestari melalui pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan yang bijaksana serta berkelanjutan, bagi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKLB adalah sematamata pendapat para penulis yang bersangkutan.
○
○
○
○
Ucapan Terima Kasih dan Undangan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Secara khusus redaksi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalam terselenggaranya majalah ini. Walaupun tanpa imbalan apapun, para penulis terus bersemangat berbagi informasi dan pengetahuannya demi perkembangan dunia pengetahuan dan pelestarian lingkungan khususnya lahan basah di republik tercinta ini.
Foto sampul muka: Mangrove dan burung di Pulau Dua, Banten (Foto: Ferry Hasudungan)
Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International - Indonesia Programme Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002 tel: (0251) 831-2189; fax./tel.: (0251) 832-5755 e-mail:
[email protected]
DEWAN REDAKSI:
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknya tidak lebih dari 2 halaman A4 (sudah berikut foto-foto).
○
○
○
○
2 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Penasehat: Direktur Jenderal PHKA; Penanggung Jawab: Sekretaris Ditjen. PHKA dan Direktur Program WI-IP; Pemimpin Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra; Anggota Redaksi: Triana, Hutabarat, Juss Rustandi, Sofian Iskandar, dan Suwarno
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Tidak ada kata terlambat untuk kita menjadi sadar, berfikir dan bertindak memperbaiki hubungan yang telah tercerai berai itu. Banyak pihak dan kalangan mencoba berbagai solusi agar alam kembali ramah melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan konservasi. Pemaparan tentang peran ekosistem pesisir dalam mengurangi dampak pemanasan global pada edisi kali ini, perlulah kita simak. Ekosistem mangrove, terumbu karang maupun padang lamun, ternyata turut berperan penting dalam mereduksi pemanasan global dengan cara menyerap dan mengikat CO2.
○
○
Perubahan jaman dan pertumbuhan populasi manusia dengan segala perkembangan peradaban dan teknologi didalamnya, merupakan kodrat yang harus dialami dan dijalani, itu hukum alam. Namun, alam menjadi rusak dikarenakan peradaban dan teknologi, itu bukanlah hukum alam. Kesombongan, keserakahan, kebodohan dan kelalaian manusia adalah sumber dari segala sumber pembangkit ‘amarah sang alam’.
○
○
○
Pemanasan global (global warming), ramai dan terus dibicarakan banyak orang. Salah satu dampak adalah terjadinya perubahan iklim. Berbagai musibah alam yang terjadi beberapa diantaranya ditengarai akibat iklim yang telah berubah. Erosi dan abrasi seakan akrab di telinga kita, kebakaran lahan dan hutan dimanamana seakan pandangan keseharian mata kita. Mengapa alam sudah tidak ramah lagi seperti dulu??
○
○
○
○
○
Dari Redaksi
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Daftar Isi
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Selamat membaca.
○ ○ ○
4
○
Mangrove Pulau Sembilan, dulu primadona kini rusak. Akankah menjadi primadona kembali?
○
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○
6
○
Silvofishery Ikan Bandeng (Chanos chanos) sebagai alternatif pemanfaatan hutan mangrove lestari
○
Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○
8 10
○
○
Upaya Rehabilitasi Ekosistem Pesisir di Sekitar Cagar Alam Pulau Dua, Propinsi Banten
○
○
Empat tahun Partisipasi Proyek Green Coast dalam Upaya Rehabilitasi Pesisir Aceh dan Nias Pasca Tsunami
○
Berita Kegiatan
○
○
Berita dari Lapang 14
Menyusuri Keindahan Selat Namatota dan Teluk Bicari di Kota Senja Kaimana
16
Peran Laut dan Ekosistem Pesisir dalam Mengurangi Pemanasan Global
18
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Cagar Alam Batang Pangean, Sawah Lunto, Prop. Sumatera Barat Menyimpan Beragam Flora Unik
Dokumentasi Perpustakaan
28
○
26
○
Buan Nati (Chrisophyllum sp.): Sumber Gizi yang Terlupakan
○
24
○
Penelitian Burung Air di Pantai Cemara, Jambi dan Tambak Wonorejo, Surabaya
○
23
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Ikan Rainbow Arfak (Melanotaenia arfakensis) di Cagar Alam Pegunungan Arfak Manokwari
○
○
○
Flora dan Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
Edisi Juli, 2009 zzz 3
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Fokus Lahan Basah
○
○
○
○
Mangrove Pulau Sembilan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Dulu primadona, kini rusak. Akankah menjadi primadona kembali?
P
ulau Sembilan merupakan salah satu pulau di pesisir timur Sumatera Utara, tepatnya di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Pulau tersebut dapat ditempuh dari Medan dengan bus sekitar 2 jam, kemudian dilanjutkan dengan naik boat selama kurang lebih 20 menit. Ketika akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an booming pembukaan tambak, sebagian besar hutan mangrove yang mengelilingi pulau tersebut dikonversi menjadi tambak. Masyarakat meminta izin aparat desa dan kecamatan untuk membuka hutan mangrove kemudian diusahakan untuk budidaya udang, bandeng dan berbagai jenis produk perikanan lainnya. Pada beberapa tahun awal konversi tersebut, budidaya tambak sangat produktif sehingga perekonomian masyarakat di pulau tersebut meningkat dengan tajam. Atas dasar prestasi tersebut, kelompok tambak Pulau Sembilan meraih Juara Nasional dalam intensifikasi tambak dan mendapat penghargaan dari Presiden RI ketika itu.
mendadak. Kepala Desa Pulau Sembilan Bapak Ishak menginformasikan bahwa bibit udang yang ditanam hanya bertahan kurang dari satu bulan, kemudian mati hampir serempak. Kasus tersebut telah pernah disampaikan kepada pihak dinas terkait dan telah pernah dilakukan survey untuk mengetahui penyebab kejadian tersebut. Namun sampai saat ini belum ada penjelasan tentang hasil survey tersebut. Salah seorang tokoh masyarakat, Bapak Burhan, menduga, kondisi tersebut akibat akumulasi pencemaran akibat penggunaan bahan kimia yang selama ini dipraktekkan dalam budidaya tambak. Luas tambah yang tidak produktif tersebut diperkirakan mencapai 500 ha atau sekitar 20% dari luas Pulau Sembilan.
Sebagian besar tambak desa tersebut telah ditinggalkan begitu saja dan malah ada yang mulai dijual untuk dikonversi menjadi sawit. Selain konversi menjadi tambak, kerusakan mangrove di Pulau Sembilan juga disumbang oleh penebangan yang tidak terkendali untuk bahan baku arang kayu. Penebangan dijumpai pada jalur hijau mangrove yang saat ini lebarnya hanya 5-10 m. Pohonpohon dari kelompok Rhizhopora (bakau) dan Bruguiera (mata buaya) merupakan kelompok utama yang ditebang untuk insdustri kayu arang. Akibat sempitnya jalur hijau mangrove dan penebangan pohon-pohon mangrove pada jalur hijau mangrove tersebut, abrasi mulai mengancam desa pulau tersebut.
Setelah berjalan sekitar 5 tahun, kondisi mulai berbalik. Sebagian besar tambak tersebut mulai diserang banyak penyakit. Ikan dan udang yang ditabur tidak sampai umur panen, tiba-tiba mati
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Onrizal*
○
○
○
○
4 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Salah satu tambak di Desa Pulau Sembilan yang sudah lama ditinggal akibat berbagai serangan penyakit yang diduga merupakan akumulasi pencemaran yang berasal dari penggunaan bahan kimia yang selalma ini digunakan dalam budidaya tambak
Fokus Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Penebangan pohon mangrove secara ilegal masih marak di areal yang jauh dari pemukiman penduduk Desa Pulau Sembilan. Masyarakat desa menginformasikan bahwa pohon mangrove tersebut merupakan bahan baku utama pabrik arang yang terdapat dekat Pangkalan Susu
○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
Akibat tipisnya jalur hijau mangrove dan penebangan mangrove di jalur hijau mangrove tersebut telah mengakibatkan abrasi pantai. Apabila hal ini tidak segera diatasi maka semakin luas areal daratan desa yang hilang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Penanaman mangrove pada pinggir sungai dan tambak menjadi prioritas untuk melindungi pantai dari abrasi dan memulihkan kondisi mangrove yang telah rusak
○
○
○
Edisi Juli, 2009 zzz 5 ○
* Dosen dan Peneliti pada Departemen Kehutanan FP USU Jl. Tri Dharma Ujung No 1 Kampus USU Medan 20155 Email:
[email protected] HP. 081314769742
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Mudah-mudahan berbagai upaya pemulihan hutan mangrove di desa pulau tersebut terus berjalan dengan baik, dan kembali mampu menjadi tempat berbagai biota perairan pantai untuk tumbuh dan perkembang. Pada akhirnya, ekonomi masyarakat di desa tersebut diharapkan kembali meningkat.
○
○
Kepala Desa dan masyarakat desa sangat kawatir, kejadian hilanganya Desa Tapak Kuda yang juga berupa pulau di Tanjung Pura juga menimpa desa mereka akibat abrasi yang dipicu oleh kerusakan mangrove. Atas dasar kondisi tersebut, meskipun masih sangat kecil, inisiasi untuk memulai kegiatan rehabilitasi mangrove yang rusak di desa tersebut telah mulai tampak. Sejak tahun 2007, mangrove di desa tersebut telah menjadi sasaran kegiatan rehabilitasi mangrove dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan). Selain itu, mahasiswa kehutanan USU telah menjadikan areal mangrove di desa Pulau Sembilan tempat laboratorium lapangan untuk belajar hutan mangrove dan terlibat dalam rehabilitasi hutan mangrove di pulau tersebut secara swadaya. Kegiatan pertama dilakukan pada bulan Juni 2008 selama 20 hari bersamaan dengan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H), dan 13 November 2008. Kemudian, Ahad 30 November 2008, mahasiswa Kehutanan USU bersama dosen pembimbing melakukan penanaman hutan mangrove di Pulau Sembilan setelah Jumat 28 November 2008 Presiden RI mencanangkan program Hari Menanam Nasional.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Konservasi Lahan Basah
○
○
○
○
Silvofishery Ikan Bandeng (Chanos chanos)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
sebagai alternatif pemanfaatan hutan mangrove lestari
H
utan mangrove merupakan kawasan yang berfungsi sebagai jembatan antara lautan dan daratan. Hutan mangrove sangat penting sebagai tempat untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak bagi berbagai jenis ikan. Oleh karena itu, kelestariannya harus dijaga. Penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem hutan mangrove akan mengancam kelestarian habitat tersebut dan selanjutnya akan mengancam kehidupan fauna tadi. Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak memperhatikan kelestarian justru mengakibatkan kemunduran terhadap fungsi-fungsi dari hutan mangrove, seperti penebangan kayu mangrove untuk areal tambak dan pembuatan arang serta pemanfaatan kayu untuk komoditi ekspor secara berlebihan. Diperlukan suatu pendekatan yang tepat dalam rangka pemanfaatan hutan secara lestari. Penerapan sistem mina hutan (sylvofishery) merupakan salah satu pendekatan yang tepat dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Pola ini memadukan antara kegiatan budidaya ikan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Sistem ini memiliki teknologi sederhana, dapat dilakukan tanpa merusak tanaman bakau yang ada. Dengan penerapan silvofishery maka masyarakat sekitar hutan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh : Nur Sihmiati, SP.*
○
○
○
○
6 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Contoh tambak dengan tanaman mangrove di Desa Purworejo, Kec. Bonang, Kab. Demak
mangrove akan mendapatkan manfaat secara ekonomi (alternatif pendapatan) dari keberadaan hutan dengan tidak mengganggu kelestarian hutan itu sendiri. Adapun sistem mina hutan yang dapat diaplikasikan adalah sistem empang parit dan empang inti. Sistem empang parit adalah sistem mina hutan dimana hutan bakau berada di tengah dan kolam berada di tepi mengelilingi hutan, sebaliknya sistem empang inti adalah sistem mina hutan dengan kolam di tengah dan hutan mengelilingi kolam. Salah satu sistem mina hutan yang bisa dilakukan adalah dengan budidaya bandeng di hutan mangrove. Perbandingan luasan empang dengan vegetasi hutan mangrove sebesar 80% : 20% (Dephutbun, 1999). Dengan
pengembangan mina hutan secara lebih tertata, diharapkan dapat meningkatkan produksi per satuan luas dan hasil tangkapan bandeng. Harapan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa hutan disekitar kolam yang lebih baik akan meningkatkan kesuburan kolam dengan banyaknya detritus. Lebih lanjut, daun mangrove yang jatuh diduga mengandung alelopaty yang dapat mengurangi keberadaan penyakit ikan dalam tambak.
IKAN BANDENG (Chanos chanos) Bandeng merupakan primadona bagi para petani tambak, dan menjadi ikan konsumsi favorit dikarenakan memiliki rasa daging yang gurih dan lembut. Ikan bandeng memiliki sifat eurhalin yang mampu hidup pada rentang salinitas yang jauh berbeda, yaitu antara 0 ppt sampai dengan 50 ppt. Bila kenaikan terjadi secara bertahap,
Konservasi Lahan Basah
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Pembuatan Pintu Air Pintu air berguna untuk mengatur pemasukan dan pengeluaran air. Dibuat dua sekat, sekat pertama untuk saringan sedangkan sekat kedua sebagai sekat penutup.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pengapuran Bertujuan untuk meningkatkan pH tanah, membunuh bibit penyakit, meningkatkan kalsium dalam air dan meningkatkan efektivitas pemupukan. Mengingat tambak silvofishery tidak dapat dikeringkan maka pemberian kapur dilakukan dengan cara penyebaran pada tambak berair. Kebutuhan kapur disesuaikan dengan pH awal dari tanah (lihat Tabel berikut).
○
Lebar dasar pematang berkisar antara 3 dan 5 m dengan tinggi pematang antara 1 dan 2 meter yang disesuaikan dengan pasang tertinggi dengan dilebihi 30 % untuk antisipasi penyusutan tanah maksimal sehingga pematang tingginya masih sesuai dengan yang dikehendaki. Kemiringan sisi
Gambar Pintu Air
○
Pembuatan Tanggul Utama Tanggul utama yang merupakan pematang keliling harus mampu menahan volume dan tekanan air yang besar sehingga kondisi air dalam tambak bisa stabil.
.....bersambung ke hal 22
○
Liat berpasir 15 – 25 ppt 26 – 32 7,5 – 9 0,4 – 1 m 30 – 50 cm 5,0 mg/l
b. Persiapan Tambak Pembersihan lokasi Lokasi tambak harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, ranting dahan, kotoran baik yang ada di sekitar dan di dasar tambak. Air yang tercemar dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dan membunuh jasad-jasad renik yang sangat berguna untuk makanan alami ikan bandeng.
Gambar Penampang melintang parit
○
Jenis tanah Salinitas Suhu Air pH Kedalaman Kecerahan Oksigen terlarut
Kisaran
14,18 12,34 10,92 9,79 8,88 8,12 7,48
○
Parameter
0 5 10 15 20 25 30
○
a. Syarat Hidup Budidaya Ikan Bandeng dengan System Silvofishery Berikut adalah parameter untuk memenuhi kebutuhan hidup pada budidaya ikan bandeng dengan system silfovishery (menurut Syahid et al. 2006):
Kandungan Oksigen (mg/l)
○
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya ikan bandeng secara silvofishery:
Temperatur Air (°C)
Edisi Juli, 2009 zzz 7 ○
Dalam budidaya ikan bandeng dengan sistem silvofishery ini, ikan bandeng dipelihara bersama tanaman mangrove. Tanaman mangrove bisa ditanam ditengah tambak ataupun disekeliling tambak.
Pembuatan Parit Parit dibuat dengan tinggi antara 50 – 100 cm dengan lebar 3-5 m.
○
PEMELIHARAAN IKAN BANDENG DENGAN SYSTEM SILVOFISHERY
Untuk ikan bandeng tumbuh baik pada kisaran 4-8 mg/l.
pematang sekitar 45 derajat. Bagian pematang yang menghadap ke sisi dalam dasarnya dibuat dengan kemiringan yang sama. Jika kondisi tanggul dirasa masih kurang kuat maka perlu untuk dibuat berm pada sisi bagian dalam tanggul untuk manambah kekuatan tanggul yang sudah ada dan melindungi dari hewan pengganggu seperti ketam dan remis.
○
Makanan utama adalah plankton dan jasad renik, seperti Chrococcus, Pleurosigma, Diplonois, Alga hijau, Alga biru, Detritus, Nematoda, dan Larva Crustacea. Di tambak ikan bandeng makan klekap. Klekap merupakan kumpulan jasad renik yang tumbuh pada permukaan dasar tambak. Menurut Syahid et al. 2006, klekap merupakan gabungan antara ganggang biru, ganggang kersik, bakteri, protozoa, cacing, dan udang renik.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimiawi dan biologis di dalam air seperti pupuk yang terlalu cepat larut. Suhu air yang terlalu tinggi menyebabkan kemampuan air mengikat oksigen menjadi menurun, sehingga kandungan oksigen dalam air menurun pula, padahal kebutuhan organisme terhadap oksigen justru semakin meningkat. Tabel berikut menyajikan hubungan antara temperatur air dengan kandungan oksigen terlarut (Dep. Kehutanan):
○
ia mampu hidup hingga salinitas 70 ppt. Ikan ini banyak ditemukan di daerah pantai, namun juga mampu hidup mulai dari air tawar sampai air laut. Habitat yang disukai tanah berlumpur dan banyak ditumbuhi klekap. Secara geografis ikan ini hidup di daerah tropis maupun subtropik pada batas 10° – 20° LU sampai 30° – 40° LS.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Empat Tahun Partisipasi Proyek Green Coast dalam Upaya Rehabilitasi Pesisir Aceh dan Nias Pasca Tsunami
P
royek Green Coast “for nature and people after Tsunami” adalah sebuah upaya rehabilitasi ekosistem pesisir pasca tsunami yang dibiaya oleh Oxfam–NOVIB di 5 negara yaitu India, Srilanka, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Green Coast dikelola bersama oleh empat lembaga yaitu Wetlands International, WWF, Both Ends dan IUCN. Di Indonesia (Aceh-Nias), Green Coast dikelola oleh Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) dan WWF Indonesia, bermitra dengan 31 LSM lokal dan 29 KSM untuk melakukan upayaupaya rehabilitasi ekosistem pesisir pasca tsunami 2004. Empat kegiatan utama yang dikembangkan Green Coast Project di Indonesia yaitu: (1) Rehabilitasi ekosistem pesisir; (2) Pengembangan mata pencaharian ramah lingkungan; (3) Penyusunan peraturan desa yang mendukung upaya pelestarian lingkungan; (4) Kampanye pendidikan lingkungan. Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di lapangan, proyek juga melakukan upaya-upaya khusus dalam ranah kebijakan (policy), monitoring dan evaluasi, peningkatan kapasitas (capacity building) dan peningkatan kesadaran lingkungan (awareness raising).
Dalam implementasinya, proyek Green Coast menerapkan prinsip: rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem pesisir melalui pelibatan masyarakat secara aktif, pengayaan keanekaragaman hayati dan perbaikan/ pengembangan mata pencaharian masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir (restoration & management of coastal ecosystems through a communitybased approach, to improve biodiversity and livelihoods of coastal communities). Kegiatan rehabilitasi ekosistem yang dikembangkan selalu dikombinasikan dengan upaya pengembangan mata pencaharian. Model pengkombinasian ini selanjutnya dikenal dengan istilah “Biorights”1.
Hasil evaluasi akhir menunjukan bahwa sejak dimulainya Proyek Green Coast di Aceh-Nias pada Juli 2005 sampai dengan selesainya masa kerja proyek pada Maret 2009 terbukti bahwa pendekatan Biorights yang dikembangkan cukup berhasil, karena adanya partisipasi masyarakat dalam merehabilitasi lahan (mulai dari tahap perencanaan, penyiapan dan penanaman bibit serta perawatannya) yang dikaitkan dengan pemberian insentif berupa pinjaman modal usaha (tanpa agunan dan tanpa bunga). Masyarakat termotivasi untuk merawat tanaman rehabilitasi dengan tingkat keberhasilan hidup
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ita Sualia* & Eko Budi P.*
Bio-rights adalah sebuah mekanisme pendanaan inovatif yang ditujukan untuk menggabungkan upaya pengentasan kemiskinan dan upaya konservasi lingkungan melalui penyediaan kredit mikro untuk pembangunan berkelanjutan. Pendekatan ini mendukung penduduk setempat untuk tidak melakukan tindakan kontraproduktif dan justru secara aktif terlibat dalam upaya-upaya restorasi dan konservasi lingkungan. Kredit mikro ini diharapkan dapat berubah menjadi sebuah bantuan (hibah) murni apabila upaya konservasi yang mereka lakukan berhasil dalam jangka waktu yang telah disepakati antara pemberi dan penerima kredit mikro.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
1
○
○
○
○
8 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
.....bersambung ke hal 13
○
○
○
○
○
Talkshow di statsiun TV lokal yaitu Aceh TV dengan narasumber Marie Jose (Manajer Green Coast International Programme), Nyoman
○
Rangkaian kegiatan sarasehan dilaksanakan pada 22-23 Juni 2009 dengan total peserta 103 orang, terdiri dari instansi
Kegiatan kunjungan ke lokasi Green Coast dilakukan di dua desa yaitu Kajhu dan Gampong Baro Kabupaten Aceh Besar. Peserta kunjungan diajak untuk melihat dan berdiskusi dengan kelompok di desa tersebut mengenai keberhasilan penanaman mangrove dan penanaman tanaman pantai, mengunjungi pusat pendidikan lingkungan dan melakukan penanaman cemara laut di Desa Gampong Baro.
○
2) Rangkaian Sarasehan “Empat tahun partisipasi Proyek Green Coast dalam upaya rehabilitasi ekosistem pesisir Aceh dan Nias pasca tsunami” yang terdiri dari workshop, kunjungan ke lokasi Green Coast dan Talkshow di statsiun TV lokal
c. Memberi masukkan kepada para donor/penyandang dana akan masih diperlukannya keberlanjutan pendanaan bagi kegiatan rehabilitasi pesisir di Aceh dan Nias.
○
Pelatihan dengan topik manajemen dan administrasi keuangan lembaga dan pengelolaan kelembagaan kelompok masyarakat dan kegiatan penyadaran lingkungan. Serangkaian kegiatan ini dilaksanakan pada 25-26 Mei 2009.
b. Membangun komitmen para pemangku kepentingan (Stakeholders), termasuk masyarakat dan pemerintah untuk menjaga, melanjutkan dan mengembangkan hasilhasil capaian Proyek Green Coast
Edisi Juli, 2009 zzz 9 ○
1) Peningkatan kapasitas kelembagaan mitra-mitra Green Coast
a. Memaparkan perjalanan dan capaian-capaian Proyek Green Coast serta melihat langsung hasil kegiatan-kegiatannya di lapangan
○
Model pendekatan Biorights yang diterapkan oleh Proyek Green Coast ternyata mendapatkan apresiasi positif dari BRR selaku koordinator upaya rehabilitasirekonstruksi Aceh-Nias pasca Tsunami dan dari Gubernur Aceh selaku pemerintah tertinggi Propinsi Aceh. Keduanya mengkategorikan Green Coast sebagai salah satu program rehabilitasi yang cukup sukses di Aceh karena melibatkan partisipasi
Berakhirnya masa Proyek Green Coast pada Maret 2009 tidak serta-merta ditinggalkan begitu saja oleh Manajemen proyek. Untuk mendukung dan memastikan agar pencapaian kegiatan bersama masyarakat sejak Juli 2005 tidak sia-sia dan dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan terutama oleh pemerintah setempat, maka selama periode April-Juni 2009 telah dilakukan beberapa kegiatan sbb:
pemerintah terkait tingkat Kabupaten, Propinsi dan Pusat/ Nasional, Lembaga Swadaya Masyarakat beserta wakil masyarakat binaanya yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan Green Coast, Lembaga Penelitian, Universitas serta Lembaga Donor International. Workshop ini bertujuan untuk :
○
Selama empat tahun partisipasi Proyek Green Coast dalam upaya rehabilitasi ekosistem pesisir Aceh dan Nias pasca tsunami telah berhasil : (1) Menanam 1.720.900 mangrove pada areal 399ha, tanaman pantai sebanyak 263.723 pada areal 582ha dengan prosentase tumbuh rata-rata 75,6% dan pengembangan daerah perlindungan laut total seluas 190ha. Dari kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir ini setidaknya 16.000 penduduk di total 70 desa lokasi kegiatan mendapat manfaat pelindung lingkungan dari kegiatan rehabilitasi ekosistem; (2) Sekitar 1450 orang menerima manfaat ekonomi langsung dari kegiatan pengembangan mata pencaharian.
penuh masyarakat dengan pengembangan konsep rehabilitasi yang dikombinasikan dengan alternatif usaha ekonomi masyarakat dan dirasakan sangat efektif dan berhasil menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat untuk dapat melanjutkan program pelestarian eksositem pesisir secara swadaya.
○
mencapai 75% karena hal tersebut merupakan syarat untuk menjadikan pinjaman modal usaha sepenuhnya menjadi hibah. Namun sebaliknya, jika gagal mempertahankan jumlah di atas (75%) masyarakat diwajibkan mengembalikan modal usaha secara proporsional kepada pihak proyek. Semua prasarat (hak dan kewajiban) kelompok masyarakat untuk dapat menerima bantuan modal usaha yang dikaitkan dengan keberhasilan rehabilitasi dituangkan dalam suatu kontrak kerja yang disaksikan tokoh masyarakat.
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
○
Upaya Rehabilitasi Ekosistem Pesisir ○
○
○
○
○
di Sekitar Cagar Alam Pulau Dua, Propinsi Banten
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Ita Sualia*
C
agar Alam Pulau Dua (CAPD), terletak di Teluk Banten dengan letak geografis 06o01’05" – 06o02’05" LS dan 106o11’38" – 106o13’14" BT. Secara administratif CAPD berada di Desa Sawah Luhur Kota Serang Propinsi Banten. Pada awalnya Pulau Dua merupakan pulau yang terpisah dari Pulau Jawa oleh selat selebar 500m. Pada tahun 1978, selat tersebut mengalami pendangkalan akibat lumpur yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di wilayah Teluk Banten sehingga timbul tanah baru yang menyatukan Pulau Jawa dengan Pulau Dua. Tanah timbul tersebut kemudian ditumbuhi oleh vegetasi Api-api (Avicennia).
merupakan burung yang dilindungi, satu jenis diantaranya masuk dalam kategori endangered (langka dan terancan kepunahan) IUCN yaitu Fregata andrewski/Bintayung, satu jenis masuk dalam ketegori vulnerable (rentan) yaitu Wilwo Mycteria cinerea/Bluwok, satu jenis termasuk rare (langka) yaitu Zosterops flavus/Burung kacamata dan tiga jenis masuk dalam CITES Appendix II. Namun sayangnya jenis Bluwok dan Bintayung sejak pertengahan 1970-an tidak lagi tercatat singgah di CAPD. (Noor, 2004)
Keberadaan mangrove di CAPD sangatlah penting selain sebagai habitat burung juga untuk melindungi tambak dan pemukiman yang berada di belakangnya. Beberapa jenis mangrove yang tumbuh diantaranya Rhizopora apiculata, Rhizopora Stylosa, Avicennia marina, Bruguiera cylindrica, Aegiceras corniculatum dan Lumnitzera racemosa. Jenis tanaman pantai lain diantaranya Diospyros marotima, Aglaia elaeognoidea, Triphasia trifolia, Erythrina orientalis, Leucaena leucocephala dan Caesalpinia bonduc.
CAPD dikenal juga dengan sebutan Pulau Burung karena dihuni oleh rata-rata 11 ribu ekor burung yang terdiri dari 101 jenis. Sekitar 38 jenis burung di Pulau Dua
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Peta Pulau Dua Propinsi
○
○
○
○
10 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Kuntul Kecil, Egretta garzetta, Little Egret
Kowakmalam abu, Nycticorax nycticorax, Black-crowed Night-heron
Berita Kegiatan
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pembibitan mangrove
○
○
Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) bersama Kelompok Masyarakat Pecinta Alam Pesisir Pulau Dua (yang terdiri dari enam anggota) dengan dukungan dari De Kootje Fundatiën sejak Juli 2008 telah mengembangkan upaya rehabilitasi ekosistem mangrove di sekitar CAPD. Kegiatan-kegiatan yang telah dikembangkan yaitu :
stylosa, Rhizophora apiculata, Avicenia sp, Ceriops decandra dan Bruguiera sp.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Sketsa Pulau Dua, areal yang diberi warna hijau adalah lokasi penanaman
○
Edisi Juli, 2009 zzz 11 ○
Jumlah mangrove yang telah ditanam sejak Februari 2009 yaitu 22.000 mencakup areal 4ha di buffer zone CAPD dan 1 ha di areal pertambakan. Jenis mangrove yang ditanam adalah Rhizophora mucronata, Rhizophora
○
○
○
○
○
○
○
1. Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Pengembangan Mata Pencaharian
○
Abrasi pantai, merupakan salah satu ancaman terhadap kawasan CAPD, ombak yang menggerus di bagian utara & timur-laut menyebabkan berkurangnya luas daratan serta vegetasi diatasnya. Madsahi (jagawana CAPD) menyebutkan, pada tahun 1996, di -areal yg terkena abrasi- masih terdapat beberapa batang pohon yang berdiri tegak, namun pada tahun 2000 pohon-pohon tersebut sudah tergerus sejauh 1m ke arah daratan selalu tergenang. Selain ancaman abrasi yang berasal dari proses alam, keberadaan burung dan vegetasi di CAPD juga tak luput dari gangguan aktivitas manusia yang merusak diantaranya penangkapan dan pengambilan telur burung serta pengambilan kayu bakar.
UPAYA PERLINDUNGAN CAGAR ALAM PULAU DUA
○
ANCAMAN DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM PULAU DUA
○
○
○
○
Abrasi di bagian utara CAPD
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Modal usaha yang disediakan untuk Kelompok Pecinta Alam Pesisir Pulau Dua digunakan untuk mengembangkan kegiatan tambak bandeng. Alokasi dana tersebut ditujukan untuk menyewa tambak, melakukan perbaikan ringan pada konstruksi tambak dan membeli material budidaya seperti bibit dan pupuk. Kegiatan ini telah dimulai awal Maret 2009 dengan menggunakan sebidang tambak seluas 1 ha. Anggota kelompok yang terlibat langsung dalam kegiatan tambak ini telah setuju untuk menyisihkan sekitar 30% dari keuntungan bersih pertambakan untuk kegiatan perawatan tanaman mangrove yang telah ditanam. 2. Pendidikan Lingkungan Sasaran dari kegiatan pendidikan lingkungan adalah Kelompok Pecinta Alam Pesisir Pulau Dua,
Pelajar sekolah dasar dan menengah serta masyarakat desa. Selain penyadaran pelestarian lingkungan, khusus untuk Kelompok Pecinta lama pesisir Pulau Dua dibekali kapasitas untuk membuat pembibitan mangrove serta mengelola kelompok. Sedangkan pendidikan lingkungan di tingkat masyarakat dikemas dalam pengenalan tambak ramah lingkungan (model tambak sylvofishery) dan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia (World Wetlands Day/WWD). 3. Perbaikan prasarana CAPD Kegiatan yang telah dilakukan untuk perbaikan prasarana di CAPD adalah pembuatan dua buah papan himbauan dan aturan masuk ke kawasana CAPD serta pembuatan dua unit tempat samapah di luar pintu masuk CAPD.
Upaya rehabilitasi ekosistem di sekitar CAPD dan sekitarnya akan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: (a) melindungi pemukiman dan tambak di belakang CAPD, (b) melindungi keanekaragaman hayati, khususnya sebagai habitat burung, (c) meningkatkan sumberdaya hayati perairan (mangrove akan menjadi daerah pemijahan dan mencari makan berbagai ikan dan udang), (e) ikut meredam (mitigate) dampak perubahan iklim melalui serapan CO2.Untuk itu marilah bersama-sama kita menjaga kelestarian ekosistem pesisir khususnya Cagar Alam Pulau Dua. zz
*Staff Teknis Wetlands International Indonesia Programme
Sebagian peserta WWD
Tempat sampah di sekitar CAPD dibuat oleh kelompok Pecinta Alam Pulau Dua
Peserta Pendidikan Lingkungan
Papan aturan masuk kawasan CAPD
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Berita Kegiatan
○
○
○
○
12 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Berita Kegiatan ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 9
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Empat Tahun Partisipasi Proyek Green Coast ...........
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
Staff teknis Wetlands International Indonesia Programme
○
○
○
○
Pengembangan exit strategy untuk keberlanjutan kegiatan harus dirancang pada awal implementasi kegiatan. zz
○
○
dalam penetapan mata pencaharian yang akan dikembangkan dengan menggunakan pinjaman modal usaha dari proyek
○
• Penetapan kriteria khusus
○
○
terhadap kelompok dan masyarakat
○
terlibat dalam kegiatan harus ketat
○
• Seleksi anggota kelompok yang
○
○
sebelum kegiatan di lakukan
○
• Pengembangan base line
○
○
kegiatan rehabilitasi
Edisi Juli, 2009 zzz 13 ○
Pada tanggal 3 Oktober 2007, mitra-mitra proyek Green Coast bersatu dalam suatu jaringan / networking yang bernama Koalisi Untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) untuk mengefektifkan proses advokasi lingkungan pesisir di Propinsi NAD dan Nias. Penguatan jaringan Kuala dilakukan dengan mensupport fasilitas sekretariat, biaya operasional dan perekrutan staf untuk kesekretariatannya.
○
• Pendampingan intensif
○
4) Memperkuat keberadaan Jaringan KUALA (Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh)
• Penyediaan petunjuk teknis
○
Sebagaimana telah disampaikan pada WKLB edisi sebelumnya bahwa Proyek GC telah berhasil mengidentifikasi 11 lokasi percontohan proyek (demosite) yang tersebar di Aceh dan Nias. Hal ini juga telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi Aceh dengan melayangkan surat ke Gubernur
Hal-hal yang dapat direkomendasikan untuk pengembangan proyek yang serupa dengan Green Coast diantara yaitu:
○
3) Sosialisasi Demo Site Green Coast
Propinsi Aceh. Upaya-upaya lain yang dilakukan oleh Proyek GC dalam mensosialisasikan demosite diantaranya : (1) Audiensi ke Bupati Aceh Besar; (2) Workshop ditingkat pemerintah Kecamatan Jyaa Kabupaten Aceh Jaya; (3) Sosialisasi ke instansi-instansi pemerintah di tingkat Propinsi yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, Bapedal, Bappeda Aceh dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
○
Suryadiputra (Koordinator Green Coast Indonesia), Ibu Syarifah (perwakilan KSM binaan Green Coast) dan Ir. Razali (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Aceh). Dalam talkshow ini perwakilan pemerintah pusat/ nasional merekomendasikan agar capaian-capaian Green Coast di Aceh dan Nias dapat dipertahankan dan perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan pemerintah. Diharapkan, hasil-hasil pembelajaran dari Green Coast tersebut juga dapat disosialisasikan ke daerah-daerah pesisir Indonesia lainya sebagai contoh keberhasilan rehabilitasi ekosistem pesisir.
○
○
○
○
○
○
○
Workshop (kiri) dan kegiatan penanaman di Desa Gampong Baro (kanan)
Berita dari Lapang
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Cagar Alam Batang Pangean, Sawah Lunto, Prop. Sumatera Barat Menyimpan Beragam Flora Unik
○
○
○
○
○
○
Oleh: Esti Munawaroh, Dra*
K
ebun Raya Bogor merupakan muzeum tanaman hidup dengan koleksi tanaman tropis terlengkap di dunia. Kebun Raya Bogor mengoleksi tanaman dataran rendah beriklim basah tropis. Sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Bogor diantaranya melakukan eksplorasi tumbuhan di seluruh hutan nusantara untuk dilestarikan. Salah satu lokasi kegiatan eksplorasi dan penelitian flora adalah kawasan hutan Cagar Alam Batang Pangean, Kab. Sawahlunto, Prop. Sumatera Barat, yang merupakan salah satu tempat perlindungan beberapa spesies tumbuhan dan hewan.
CAGAR ALAM BATANG PANGEAN Untuk mencapai Kab. Sawah Lunto/ Sijunjung dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat selama 3-4 jam.
Luas kawasan C.A. Batang Pangean 37.925 ha, topografi berupa perbukitan yang rapat dan terjal. Dua bukit yang kami eksplor adalah kawasan bukit Patapan dan bukit Ulayat. Suhu harian C.A. Batang Pangean disiang hari berkisar 2732°C, sedangkan dimalam hari berkisar 19 - 21°C dengan kelembaban antara 70-100%. Kawasan C.A. Batang Pangean II merupakan hulu dari beberapa sungai diantaranya Sungai Makapau, Sungai Lumuik, Sungai Anyir dan beberapa anak sungai lainnya.
PENGOLEKSIAN Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan cara metode acak. Material yang dikumpulkan berupa material hidup meliputi biji, anakan (seedling), umbi dan stek batang atau akar, dari jenis-jenis yang di Kebun Raya belum ada, masih sedikit, atau sudah kritis. Jenis-jenis di alam sudah langka, jenis-jenis flora endemik, maupun jenis-jenis yang berpotensi sebagai tanaman hias atau tanaman obat, bahan makanan atau bahan bangunan.
Sungai Makapau
Menyeberang menuju Kawasan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kawasan C.A. Batang Pangean II.
○
○
○
○
14 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
menempel dan akar tidak goyang. Lalu bungkus plastik dan diberi label sesuai kode kolektor. Sedangkan biji, dibersihkan dari daging buahnya, dikering anginkan kemudian dibalut kertas tissue, dimasukkan dalam plastik dan diberi label. Cara pengoleksian jenis anggrek epifit hanya diambil begitu saja dan dibersihkan, diikat dan diberi label. Untuk jenis anggrek tanah dibalut dengan kertas tissue kemudian dimasukkan kedalam plastik.
PEMELIHARAAN DI LAPANGAN
Pengoleksian Tumbuhan non anggrek
Pengoleksian Tumbuhan anggrek
Material anakan, setelah sampai di kem, ditambah tanahnya, lalu bungkus polybag dan sungkup dengan plastik untuk menjaga kelembaban. Untuk anggrek epifit cukup dengan menggantung dan menyiramnya setiap hari. Sedangkan anggrek tanah yang sudah Koleksi anakan dibalut kertas tissue, dilakukan dengan cukup dicelupkan ke cara memutar dalam air tiap pagi atau tanah disekitarnya, sore. Pemeliharaan koleksi anggrek agar tetap
Berita dari Lapang ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Buah tunggal, berwarna hijau, bila masak kehitamhitaman-hitam mengkilap, diameter 2-3,5 cm. Bentuk biji segitiga tipis, keras, Canthiun glabrum coklat kehitaman, (Buah dan biji) unik dan menarik. Di Kebun Raya Bogor belum pernah berbunga dan berbuah. ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
d. Jenis Casearia flavovirens Blume. (Flacourtiaceae) Diketemukan dikawasan bukit dengan kemiringan 45o, tempat terbuka dengan intensitas cahaya 50%. Terdapat di Kebun Raya, tetapi jarang berbuah. Tumbuhan Buah dan daun perdu, tinggi 3 m, permukaan kulit batang putih. Daun elip-lonjong-lanset, panjang meruncing, dengan ukuran 12-25cm x 5-9cm, panjang tangkai 1-2 cm. Buah lebat, berbentuk elip, bentuk paruh, warna oranye, panjang 5-9 cm, biji banyak kecil-kecil, aril merah gelap. Bentuk dan besar buah sangat bervariasi, rasa asam. ○
Penyungkupan koleksi
Sedangkan yang mendominasi lantai hutan adalah jenis PakuPenanganan koleksi non anggrek pakuan, Aglaonema spp., Alpinia spp. dan Forestia spp, dan Marantha spp.
○
○
Dipterocarpaceae, Meliaceae dan Burseraceae. Selain didominasi oleh pohon-pohon besar, juga banyak dijumpai jenis yang perdu diantaranya adalah Suku Euphorbiaceae, Rubiaceae Verbenaceae dan Arecaceae.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Buah
○
○
b. Jenis Archidendron bubalinum e. Jenis Dracontomelon (Jack.) Nielen dao (Blanco)Merr. & Rolfe (Mimosaceae) (Anacardiaceae) Sering disebut Diketemukan kabau. Sangat digemari Archidendron bubalinum didekat aliran anak (Buah, biji) sungai Makapau di masyarakat kawasan bukit sebagai Patapan. Kayu kuat campuran sambal dan penambah dimanfaatkan untuk papan napsu makan. Diketemukan di KOLEKSI YANG DIKUMPULKAN kawasan berintensitas cahaya atau tiang. Pohon, tinggi lebih dari 25m, diameter sangat tinggi atau kawasan Hasil eksplorasi diperoleh 125 nomor terbuka. Pohon kecil, tinggi sampai mencapai 1,5m dengan koleksi yang terdiri dari 78 marga, banir sampai tinggi 5m. 20m, diameter sampai 25 cm,. dan 53 suku. Empat puluh tiga Daun 4-9 pasang anak Buah berwarna hijau atau diantaranya merupakan koleksi baru daun. Bunga keputihkemerahan, biji berwarna hitam bagi Kebun Raya dan dimana putihan, bulir bunga panjang. Buah kecoklatan mengkilap. diantaranya merupakan koleksi bulat berwarna kuning kecoklatan tinggal satu di Kebun Raya Bogor. c. Jenis Canthium glabrum agak pucat, berisi 5 biji, daging buah Blume (Rubiaceae) lunak keputih-putihan dan rasanya Areal pengkoleksian dan penelitian Pohon, tinggi mencapai 12 m, asam. Buah sering dimakan burung ini memiliki ketinggian 1000m-1100 m diameter batang kurang lebih 10 rangkong dan monyet. dpl. Jenis pohon yang mendominasi cm. Daun bulat telur-lonjong, di kawasan hutan tersebut adalah dibagian pangkal lebar dan .....bersambung ke hal 20 dari Suku Lauraceae, meruncing, dibagian atas gundul.
○
○
Edisi Juli, 2009 zzz 15 ○
Jenis baru untuk Kebun Raya Bogor. Pohonnya tidak begitu besar, berdaun sangat rindang. Kayunya sering dimanfaatkan masyarakat untuk membuat papan.
○
○
a. Jenis Aporosa lunata Hook.f. (Euphorbiaceae)
○
○
KOLEKSI JENIS POHON ATAU PERDU
○
Pengepakan tanaman hasil eksplorasi dilakukan setelah kegiatan di lapang selesai. Biji-biji (hasil eksplorasi) Cara setelah dicuci pengepakannya dengan dibungkus plastik sungkup dan diberi udara untuk menjaga kelembaban. Untuk biji-bijian setelah Pengepakan dalam kardus dicuci bersih kemudian dibungkus tissue atau koran lalu dibungkus plastik. Kemudian dibungkus dengan kardus yang kuat Koleksi tumbuhan siap dan di kemas untuk dikirim dengan tali yang kuat. Usahakan tidak dikemas secara padat supaya mengurangi faktor kematian.
○
PENGEPAKAN
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Menyusuri Keindahan Selat Namatota dan Teluk Bicari di Kota Senja Kaimana
K
abupaten Kaimana termasuk salah satu Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Papua Barat yang dibentuk berdasarkan Undangundang No 26 tahun 2002. Secara administratif status, kedudukan, dan fungsi pemerintahannya berubah dari distrik (kecamatan) dalam lingkup Kabupaten Fakfak menjadi Kabupaten Kaimana. Luas wilayah Kabupaten Kaimana adalah 18.500 Km2 dengan jumlah penduduk 48.750 jiwa, dimana 76% diantaranya tercatat sebagai penduduk miskin. Secara geografi terletak di bagian selatan wilayah Kepala Burung dan pesisir selatan Provinsi Papua Barat, di sebelah timur berbatasan dengan Kab. Mimika, sebelah barat berbatasan dengan Kab. Fakfak, sebelah utara berbatasan dengan Kab. Teluk Bintuni, Kab. Teluk Wondama dan Kabupaten Paniai, serta sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Maluku Tenggara (BPS, 2007). Selanjutnya mengacu pada Rencana Pengembangan Wilayah dan Investasi Papua Barat, ditetapkan cakupan daerah Fakfak, Kaimana dan Bintuni sebagai Kawasan Pengembangan V; unsur pengikut berupa transportasi laut, darat dan komoditas unggulan sejenis; komoditas unggulan berupa pala, ikan, udang, teripang, minyak dan gas bumi; potensi pasar adalah domestik dan ekspor; dan posisi kawasan jalur pantai selatan dan teluk (Unipa, 2007).
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Hermanus Warmetan*
○
○
○
○
16 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
POTENSI HAYATI SELAT NAMATOTA DAN TELUK BICARI Kekayaan Flora Jenis-jenis vegetasi hutan berkayu yang terdapat pada kawasan hutan (pantai dan hutan dataran rendah) di Selat Namatota dan Teluk Bicari sebanyak 68 jenis yang terdiri dari 26 Famili. Jenis–jenis komersil seperti, Koordersiodendron pinnatum, Canarium indicum, Canarium decumenum, Octomeles sumatrana, Diospyros papuana, Intsia bijuga, Pometia coriaceae, Pometia pinnata, Planconella sp. dan Theymaniodendron bogoriense.
Teluk Bicari terdiri 9 jenis palem yang terdiri dari 9 genus famili. Arenga sp., Arenga pinnata, Caryota rumphiana Mart., Dransfieldia michanta, Hydriastelle costata, Pigafetta filaris, Metroxylon sagu, Drymophoeus oliviformis, Sg, Calamus sp. Sedangkan jenis-jenis bambu diketahui 2 jenis yang terdiri dari 2 genus dari Famili Poase. Bambusa vulgaris Schrad ex Wendl dan Schizostachyum sp. Kekayaan Satwa
Jenis satwa liar yang teridentifikasi terdiri atas 9 jenis mamalia, 29 jenis burung, 2 jenis reptilia dan 1 jenis Jenis-jenis vegetasi hutan non kayu serangga. Jenis-jenis umum yang terdiri dari jenis Anggrek, Palem dan dijumpai adalah Babi (Sus scrofa), Bambu. Terdapat 14 jenis anggrek Kelelawar (Emballonura sp dan yang tergolong dalam 8 marga, Pteropus neohibernicus masing-masing terdiri dari 13 jenis neohibernicus), Kuskus cokelat dan anggrek yang hidup di pohon bertotol (Phalangeridae) dan Rusa (Anggrek epifit) dan 1 jenis anggrek timor (Cervus timorensis) (Petocz, R. yang hidup di tanah (anggrek 1994). Sedangkan jenis burung yang terestrial). Jenis anggrek tersebut ditemukan ada bebarapa yang adalah : Bulbophyllum grandiflorum. dilindungi seperti Kakatua raja Blsp., Coelegyne beccarii, (Probosciger atiremus) masuk dalam Dendrobium undulatum. R.Br, Appendix I CITES, Kakatua koki/janul Dendrobium antenatum. Lindl, kuning (Cacatua galerita triton) Dendrobium sp., Dendrobium masuk dalam Appendix II CITES, acinaciforme. Roxb., Dendrobium Cekakak suci (Halcyon sancta), Elang litorale, Grammatophyllum scriptum bondol (Haliastur indus), Julang BL., Grammatophyllum papuanum papau/taon-taon papua (Rhyticeros Bl, Gramatophyllum speciosum plicatus), Mino muka-kuning/beo irian Lindl., Eria sp., Spathoglottis plicata (Mino dumontii), Kasturi kepala hitam BL., Vanda sp, Vanila sp. (Lorius lorry). (Behler, 2001). Selain (Suryowinoto, M. 1988). itu beberapa jenis ikan yang terdapat dikawasan ini seperti, ikan kakap Jenis-jenis Palem dan Rotan Pada kawasan hutan (pantai dan dataran merah, kerapu, tenggiri, lasi dan jenis ikan lainnya. rendah) di Selat Namatota dan
Berita dari Lapang
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
*) Dosen Bidang Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua Manokwari 98314 Email :
[email protected]
○
Berdasarkan potensi hayati dan adat istiadat/benda budaya yang dimiliki hendaklah didayagunakan dalam meningkatkan ekonomi bagi masyarakat dengan menjadi kawasan ini sebagai salah satu tujuan wisata di Kabupaten Kaimana. Hal ini dikarenakan hingga saat ini manajemen
○
Makam Raja-raja Namatota
STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN SELAT NAMATOTA DAN TELUK BICARI
○
Selain motif di dinding-dinding batu, kita juga dapat mengunjungi Kampung Namatota untuk melihat makam para raja Namantota. Selanjutnya yang lebih menarik lagi kita dapat menyaksikan salah satu mamalia laut langkah yaitu ikan paus biru (Bryde’s whale) yang menjadikan Selat dan Teluk ini sebagai habitat hingga ke Teluk Triton dan keindahan alam laut berupa terumbu karangnya.
○
Motif kuno didinding batu Kampung Maimai
Beberapa ancaman yang teridentifikasi di kawasan Selat Namatota dan Teluk Bicari adalah beroperasinya dua perusahaan penangkapan ikan yaitu PT. Avona Mina Lestari dan PT. Raja Mina Raya yang melakukan penangkapan memasuki daerah ini, sehingga dikuatirkan alat tangkap berupa jaring dapat menghalangi pergerakan dari ikan paus bahkan bisa terjaring dan mati dan kerusakan biota laut lainnya serta terjadi pencemaran laut oleh tumpahan minyak dari kapal-kapal penangkap ikan.
Demi menjaga kawasan ini dari beberapa ancaman yang terjadi maka perlu adanya kerjasama dari berbagai stakeholder seperti PEMDA, LSM dan masyarakat lokal dalam mengelola dan menjaga kawasan tersebut. Undang-undang pengelolaan kawasan harus lebih disosialisasikan, kalau perlu dibuat peraturan yang mengatur pemanfaatan hasil laut dan hutan, penggunaan jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan serta pembatasan kapasitas kapal (mesin) penangkap ikan yang beroperasi dikawasan tersebut. Sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna daratan, biota laut dapat terjaga kelestariannya dari berbagai tindakan atau aktifitas yang berdampak pada kerusakan lingkungan. zz
Edisi Juli, 2009 zzz 17 ○
Keterancaman suatu kawasan dewasa ini sangat erat kaitannya dengan aktifitas manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam dengan tidak memperhatikan kualitas lingkungan. Secara khusus pada Selat dan Teluk ini mempunyai potensi biota laut seperti terumbu karang, beberapa jenis ikan komersil dan ikan paus. Dalam laporan “Penyusunan Tata Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Serta Rupa Bumi Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat, 2007”, maka Namatota, Lobo,Werinuta, Sisir, Lumira, Maimai adalah merupakan kawasan pengembangan komoditas unggulan untuk ikan, teripang, lola, dan perkebunan pala.
○
Bila kita menyusuri Selat Namatota dan Teluk Bicari kita akan menyaksikan keindahan alam yang sangat mempesona. Ada beberapa obyek yang menjadi daya tarik pengunjung, antara lain dindingdinding batu bermotif yang terpampang megah. Motif dinding ini ada yang bersimbol/berbentuk manusia, telapak tangan manusia, dan gambar-gambar hewan (ikan dll). Konon menurut cerita masyarakat Kampung Maimai bahwa motif ini dibuat oleh leluhur/ nenek moyang mereka.
pengelolaannya belum berjalan dengan baik dan belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan potensi ini, sehingga diharapkan peran serta dari Pemerintah Kabupaten Kaimana melalui instansi teknis (Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Dinas Pariwisata) dalam memikirkan dan merencanakan suatu sistem pengelolaan yang baik agar dapat menarik minat wisatawan baik domestik maupun asing untuk berkunjung ke kawasan ini. Melalui obyek wisata ini secara tidak langsung dapat mendatangkan Penghasilan Asli Daerah (PAD).
○
ANCAMAN
○
OBYEK WISATA
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Peran Laut dan Ekosistem Pesisir dalam Mengurangi Pemanasan Global
L
aut sangat berperan dalam mengontrol iklim di bumi dengan memindahkan panas dari daerah ekuator menuju ke kutub. Tanpa peranan laut, maka hampir keseluruhan planet bumi akan menjadi terlalu dingin bagi manusia untuk hidup. Lautan juga berperan dalam menangkap CO2 dari atmosfer dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar seperempat CO2 yang dihasilkan oleh manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil diserap dan disimpan di lautan. Di beberapa bagian laut CO2 dapat tersimpan hingga berabad-abad lamanya dan berperan sangat besar dalam mengurangi pemanasan global. Potensi laut menyerap CO2 dapat lebih tinggi dibanding hutan. Melalui organisme laut yang melimpah seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta biota kecil seperti plankton atau mikro alga, ekosistem laut ternyata berkemampuan dan menjadi solusi menghadapi fenomena pemanasan global.
Ekosistem mangrove
dalam mengurangi pemanasan global dengan menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis pada mangrove berperan besar dalam mengurangi peningkatan CO2 di atmosfer yang berakibat terjadinya pemanasan global. EKOSISTEM TERUMBU KARANG Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang
dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Satu individu karang atau disebut polip karang. Zooxanthellae adalah alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hewan karang. Sebagian besar zooxanthella berasal dari genus Symbiodinium. Jumlah zooxanthellae pada karang diperkirakan > 1 juta sel/cm2
EKOSISTEM MANGROVE Bila dibandingkan dengan hutan daratan, hutan mangrove memiliki produktivitas primer yang tinggi. Mangrove memiliki adaptasi anatomi dan fisiologi yang berkembang untuk kelangsungan hidupnya. Mengrove ikut berperan
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Gandi Y.S. Purba*
○
○
○
○
18 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Ekosistem terumbu karang
Berita dari Lapang ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
* Dosen pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua, Manokwari E-mail:
[email protected]
○
Menurut Suharsono CO 2 dalam udara bisa masuk ke laut melalui proses alam. Fitoplankton (plankton) diibaratkan hutan di darat, dapat menyerap CO 2 melalui proses asimilasi dan proses fotosintesis. Fitoplankton akan menangkap CO 2 di udara kemudian di turunkan di laut. Selanjutnya akan mengekstrak karbon dari gas karbon dioksida dari atmosfer untuk proses fotosintesa. Proses sederhana ini dapat terjadi di permukaan laut dan membutuhkan beberapa syarat seperti cukupnya sinar matahari untuk proses fotosintesa dan nutrisi di permukaan laut untuk mendukung pertumbuhan plankton.
Edisi Juli, 2009 zzz 19 ○
FITOPLANKTON
Fitoplankton adalah biota utama yang memfiksasi karbon di suatu badan air. Karbon dioksida yang terlarut di dalam air (disebut sebagai DIC atau Dissolved Inorganic Carbon) bersama-sama dengan nutrient serta bantuan cahaya akan digunakan oleh fitoplaknton untuk membangun sel tubuhnya. Selanjutnya, siklus karbon akan dilanjutkan ketika sel-sel fitoplaknton yang mati serta feses yang berasal dari zooplankton yang memangsa fitoplankton akan tenggelam perlahan yang menghasilkan Particulate Organic Carbon/POC maupun Dissolved Organic Carbon/DOC ke dasar perairan. Dalam perjalanannya DOC dapat terdekomposisi, namun POC akan tenggelam ke dasar perairan. Di dasar perairan inilah karbon akan terkubur dalam jangka waktu yang lama. zz (Diambil dari berbagai sumber)
○
Pada dasarnya peran ekosistem lamun sama dengan ekosistem mangrove dalam mengurangi pemanasan global. Lamun ikut berperan dalam mengurangi pemanasan global dengan menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis. Lamun menggunakan karbon dioksida (CO 2) dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Fotosintesis
merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO 2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Dengan begini pemanasan global dapat dikurangi.
○
EKOSISTEM LAMUN
Ekosistem padang lamun
○
Zooxanthellae yang berada di dalam karang bersifat menyerap dan mengeluarkan karbon. Zooxanthellae hidup berdiam di dalam kulit terumbu karang CaCo 3 pada proses kalsifikasi disimpan oleh karang pada cangkangnya. Kalsifikasi adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan rangka karang. Sementara itu, karbondioksida akan diambil oleh zooxanthellae untuk fotosintesis. Pengambilan atau pemanfaatan karbon (CO 2 ) dalam jumlah yang sangat besar untuk keperluan kalsifikasi yang kemudian menghasilkan terumbu karang sebaran vertikal dan horisontal yang amat luas, menjadikan terumbu karang sebagai CARBON SINK.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
permukaan karang, bahkan antara 1-5 juta sel/cm 2 . Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis. Bagi zooxanthellae, karang adalah habitat yang baik karena merupakan pensuplai terbesar zat anorganik untuk fotosintesis.
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
Berita dari Lapang
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 15
○
○
○
○
Cagar Alam Batang Pangean, ........... 33 cm, permukaan atas berwarna hijau berkerut-kerut, cekung, tepi bergigi, ujung panjang meruncing, permukaan bawah ditutupi bulu-bulu halus berwarna putih. Daun muda sangat lembut ditutupi bulu putih sangat indah.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
f. Jenis Dysoxyllum macrocarpum Blume (Meliaceae) Tumbuhan yang memiliki buah sangat unik dan Dysoxyllum macrocarpum menarik, rasa (Buah dan biji) buah asam dan kulit tebal. Merupakan jenis baru bagi Kebun Raya Bogor. Pohon, tinggi sampai 10 m, mempunyai akar banir, permukaan kulit halus sampai pecah, warna abuabu-hijau, bagian dalam kuning keputihan. Daun panjang sampai mencapai 50 cm, tangkai sampai 25 cm, bengkak dipangkal, anak daun 20 x 10 cm, elip, bulat telur, duduk berseling. Buah berbentuk kapsul, diameter 10 cm, bulat, buah muda putih, biji coklat.
Memecylon paniculatum (Buah)
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
l. Jenis Sterculia lebar, pangkal bulat, panjang coccinea Jack. meruncing sempit. Bunga banyak (Sterculiaceae) berbentuk payung. Buah muda Sering dijumpai berwarna merah muda, masak dikawasan yang merah sampai hitam. sedikit terbuka. i. Jenis Pohon, tinggi Sterculia coccinea Microcos kurang lebih 6 hirsuta m, diameter (Korth.) Burr. sampai 20 cm. Daun, bulat telur (Tiliaceae) sungsang, bulat telur lanset, Diketemukan pangkal runcing pendek sampai dikawasan bulat, ujung tumpul atau panjang terjal di Bukit meruncing, tangkai panjang 1,25-8 Patapan yang cm, daun muda merah. Buah muda g. Jenis Glochidion berbatasan Microcos hirsuta hijau, buah tua kuning oranyedengan kebun (Buah) merah, biji warna hitam menempel macrostigma sp. masyarakat. pada kulit buah. Bila buah sudah (Euphorbiaceae) Merupakan koleksi baru untuk tua membuka dan terlihat indah. Merupakan jenis Kebun Raya Bogor. Tumbuhan baru untuk Kebun yang tingginya dapat mencapai 8 Raya Bogor. KOLEKSI TUMBUHAN m, dengan daun dan buah cukup Diketemukan di MERAMBAT lebat. Warna buah muda hijau, tua kawasan pinggir sungai, dengan suhu kuning. Daging buah seperti kapas, a. Jenis Ampelocissus thyrsiflora biji keras berwarna putih. Buah 28oC, dan (Blume) Planch. (Vitaceae) rasanya pahit, tidak ada burung kelembaban 90% Tumbuhan merambat Glochidion macrostigma yang mau makan buah tersebut. dan intensitas berkayu. Daun menjari (Buah dan daun) cahaya kurang lebih 3-5 helai daun, tangkai 25%. Pohon, tinggi 8 j. Jenis Schefflera rogusa anak daun agak (Blume) Harm (Araliaceae) m, diameter batang 12 cm. Daun panjang, elip-lonjong lonjong miring atau bulat telur-lanset, Jenis baru untuk Kebun Raya atau agak bulat telur, Bogor. Pohon atau perdu dengan kadang-kadang seperti bentuk sungsang, meruncing tinggi kurang lebih 9 m. Daun trapesium, dengan pangkal miring, pendek, bergigi, daun menjari 5-7 helai daun, berbentuk tipis, bagian bawah sedikit berbulu, muda pada kedua bulat telur-lonjong dan lebar keputih-putihan. Buah bulat pipih, permukaan berbulu, berbulu, buah muda hijau pucat, bila ditengah, tangkai daun panjang 13daun tua Ampelocissus thyrsiflora masak kekuning-kuningan. Biji permukaan B merah. Biji sangat uniq dan menarik. A atas hijau mengkilap, bagian bawah ditutupi warna abu, h. Jenis Memecylon paniculatum kuning atau coklat. Ada Jack. (Melastomataceae) stipula. Buah berwarna Merupakan tumbuhan perdu, tinggi 3 merah terang, bentuk elip m, cabang muda bersayap segi atau bulat. Jenis baru untuk Schefflera rogusa (Daun muda A, Daun tua B) empat. Daun, lonjong atau lanset Kebun Raya Bogor.
○
○
○
○
20 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
Berita dari Lapang ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
d. Jenis Schismatoglottis calyptrata (Roxb.) (Araceae) Tumbuh di kawasan dekat air atau tempat yang agak Schismatoglottis calyptrata lembab. Tumbuhan herba menahun tak berbatang. Daun bulat telur-lanset, panjang cuping (lobe) 3-4 cm lebar 4-5 cm, berwarna hijau atau putih beralur, tangkai daun berbentuk silinder, panjang 15-42 cm. Daun sangat menarik dan unik dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. ○
epifit, kadang-kadang epifit menggantung, panjang sampai 3 m. Daun berdaging lunak dan bentuknya bervariasi, panjang 2-7 cm, lebar ¾-3 cm. Mahkota bunga panjang 4,5-7,5 cm. Bagus dikembangkan untuk tanaman hias.
○
b. Jenis Cissus discolor Blume (Vitaceae) Tumbuhan merambat berkayu, batang bersegi 6-6, berwarna merah dibagian paling atas. Daun bulat telur-lonjong-lanset, bentuk jantung dibagian paling atas, pangkal persegi, ujung panjang meruncing, permukaan hijau gelap, bintik hijau keabu-abuan, permukaan bawah merah gelap. Bentuk daun dan warnanya indah, menarik untuk dikembangkan.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
b. Jenis Costus globosus Blume (Costaceae) Banyak dijumpai di lereng bukit, didominasi jenis Costus berbunga putih dan kuning. Tumbuhan herba berimpang, tinggi kurang lebih 2,5 m, diameter batang 0,8-2 cm, kulit batang muda (pembungkus batang) coklat muda, batang tua e. Jenis Zingiber hitam, batang bagian atas membengkok kekanan dan kekiri. macradenium Daun bulat telur sungsang, 7-22 K.Schum. (Zingiberaceae) cm x 3-9 cm, bagian atas hijau licin, bagian bawah hijau muda Tumbuhan herba licin, bagian atas dan bawah berimpang, tinggi Cissus discolor bergaris-garis halus membujur. mencapai 2,5 m, Tangkai bunga muncul diatas diameter batang 1-2,5 cm, batang hijau. Daun c. Jenis Cucurbita tanah, agak bulat mahkota kuning. lonjong-lanset, 12-40 sp. (Cucurbitaceae) A cm x 3,5-7 cm, ujung Zingiber macradenium B (Bunga) Diketemukan meruncing memanjang, didekat aliran bagian atas hijau licin, sungai, dengan bawah hijau pucat, bagian atas dan kelembaban yang bawah daun bergaris-garis kuning, tinggi dan Costus globosus Tangkai bunga diatas tanah, A: daun, B: bunga berwarna hijau, panjang 35 cm, daun intensitas cahaya pelindung merah hati tersusun rapi, cukup. Tumbuh Cucurbita sp. (Buah) berasosiasi dengan c. Jenis Hornstedtia minor. bunga putih-kuning dengan (Blume) K.Schum. jenis merambat perhiasan bunga merah tua. (Zingiberaceae) lainnya yaitu dari suku Vittaceae, Susunan daun pelindung bunga Tumbuhan herba Fabaceae, dan Moracaee. Buah sangat unik dan menarik, sangat berimpang, batang berwarna kuning oranye, daging bagus untuk dikembangkan. zz buah kuning bening. Biji warna hitam silinder, hijau. Daun lanset, panjang dan banyak. Merupakan jenis baru Dari semua jenis tanaman kurang lebih 10-14 untuk Kebun Raya Bogor. yang diekplorasi tersebut x 3-5 cm. pangkal diatas dikonservasikan atau meruncing pendek, KOLEKSI TUMBUHAN HERBA dilestarikan di Kebun Raya bawah pangkal Bogor yang merupakan daun berbulu, a. Jenis koleksi baru untuk Kebun bergaris halus Aeschynanthes Raya Indonesia membujur, bagian radicans Jack atas hijau tua, (Gesneriaceae) bawah hijau pucat. Diketemukan Bunga merah. Buah sangat subur dan lanset. Biji banyak * Pusat Konservasi Tumbuhan Hornstedtia minor menempel di Kebun Raya Bogor, (A: daun; B: bunga) hitam, rasa asam. Aeschynanthes radicans bebatuan yang Jln Ir. H. Juanda 13, BOGOR Dimanfaatkan untuk memiliki kelembaban cukup. Jenis e-mail:
[email protected] sayur (bumbu) tumbuhan tersebut merupakan herba
○
○
○
○
Edisi Juli, 2009 zzz 21
Konservasi Lahan Basah ○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
..... Sambungan dari halaman 7
○
○
○
○
Silvofishery Ikan Bandeng ........ pH awal
Lempung liat berat
Pasir berlumpur
<4 4 – 4,5 4,5 – 5 5 – 5,5 5,5 – 6 6 – 6,5
4.000 3.000 2.500 1.500 1.000 500
2.000 1.500 1.250 1.000 500 500
Pemupukan Pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan klekap sebagai pakan alami ikan bandeng. Diusahakan pupuk yang digunakan adalah pupuk organik. Dosis pupuk organik tergantung jenis pupuk yang digunakan, lihat tabel berikut: Jenis Pupuk
Dosis per hektar (kg)
Dedak halus Bungkil Kelapa Hati Kapuk Kotoran Kerbau / Sapi Kotoran Ayam
500 - 1000 500 - 1000 500 - 1000 1000 - 3000 500
Sumber: Departemen Kehutanan, 1999
Penebaran benih • Aklimatisasi Benih Pada tambak silvofishery aklimatisasi dilakukan langsung pada parit yang dijaga dengan pen bambu, dilakukan selama 1-2 hari. Kepadatan nener selama aklimatisasi sekitar 5.000 ekor tiap meter persegi. Untuk menghindari cahaya matahari langsung dan kemungkinan hujan deras, gunakan pelindung (atap).
Pengaturan Air Pengaturan air perlu dilakukan agar kualitas air tetap baik sehingga nener dapat hidup dengan baik. Dengan adanya pergantian air maka unsur hara maupun organisme makanan bandeng akan ikut masuk ke dalam tambak selama proses pemasukan Selain dengan cara tersebut, aklimatisasi dapat dilakukan dengan air. Pergantian air dilakukan teratur cara nener/gelondongan dimasukkan pada saat air pasang atau 2-3 hari sekali. Caranya adalah dengan ke dalam kantong plastik yang kemudian dimasukkan ke dalam air mengeluarkan 1/3 sampai dengan 1/2 tambak sampai terjadi penyesuaian volume air tambak menjelang pasang, kemudian memasukkan suhu yang dapat dilihat dari pengembunan pada kantong plastik. kembali air sampai volume awal pada saat air pasang. Kantong plastik di buka dan air tambak dibiarkan masuk sedikit Pemanenan Ikan demi sedikit ke dalam kantung Pemanenan ikan bandeng dilakukan sehingga terjadi proses penyesuaian pada saat bandeng berumur 5 – 6 pH dan salinitas antara air dalam bulan dengan kisaran berat 2500 gr. kantong dengan air tambak. Pemanenan dapat dilakukan dengan
• Cara Penebaran dan Padat
Penebaran
Jika menggunakan pupuk kompos maka dosis yang digunakan 1000 kg per ha (Syahid et al., 2006). Pengendalian Hama Pencegahan timbulnya hama pengganggu dapat dilakukan dengan penguatan pematang/ tanggul sehingga tidak mudah terjadi kebocoran tanggul. Jika hama sudah timbul seperti remis/ ketam dapat diberantas dengan saponin. Sebaiknya menggunakan Saponin alami yang berasal dari bungkil teh dengan dosis 150 -200 kg /ha. Penyebaran bungkil teh dilakukan dengan ketinggian air 30 cm sehingga bungkil teh yang tersebar benar-benar bisa diserap oleh air dan penambahan air dilakukan setelah 6 jam penyebaran.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Kebutuhan kapur kg/ha
○
○
○
○
22 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
pohon pisang. Batang pohon pisang bermanfaat menyuburkan tanah dan merupakan pakan suplemen pada ikan bandeng. Selain itu, pemberian pupuk pada tambak dengan dosis antara 50 – 100 kg per hektar juga akan mampu meningkatkan kesuburan tambak sehingga klekapklekap akan banyak timbul.
Penebaran nener dilakukan dengan membuka salah satu sisi pen atau kantong plastik sehingga ikan akan sedikit-sedikit keluar menyebar ke seluruh tambak, kemudian pen diangkat. Kepadatan penyebaran dari nener adalah 30 – 60 ekor/m² (ukuran 0,005 – 0,007 gr)
pengeringan tambak. Ataupun dengan cara pengurangan volume air sehingga hanya bagian caren yang terkena caren dan ikan bandeng di tangkap dengan menggunakan jaring. zz
Pengembangan budidaya tambak bandeng secara silvofishery, merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat pesisir pantai untuk dapat memanfaatkan keberadaan hutan Pemberian Pakan mangrove. Biaya produksi yang Pada tahap awal pakan alami di dikeluarkan akan lebih rendah tambak sudah cukup sebagai pakan dibandingkan budidaya tambak sistem alami nener. Pakan tambahan intensif. Harapannya kedepan, cara ini diberikan pada saat nener berumur mampu menjadi stimulan bagi 1 – 1,5 bulan. Pakan tambahan masyarakat pesisir untuk melestarikan yang diberikan berupa dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang, atau dan melakukan rehabilitasi hutan mangrove. pellet. Selain penambahan pakan juga dapat diberikan batang pisang *Calon PEH Balai Pengelolaan kluthuk berukuran 0,5 – 1 m Hutan Mangrove Wil.I Denpasar dengan perbandingan untuk luas 1
[email protected] ha tambak dibutuhkan 16 batang
Flora & Fauna Lahan Basah ○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○
○
Ikan Rainbow Arfak (Melanotaenia arfakensis)
○ ○
○
Melanotaenia arfakensis
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
* Staf Pusat Penelitian Keragaman Hayati (PPKH) Universitas Negeri Papua Manokwari
○
○
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan disekitar Cagar Alam Pegunungan Arfak, jenis ikan ini hanya dijumpai pada sungai-sungai bagian utara dari cagar alam tersebut, yaitu; sungai Warmare, sungai Madrat, sungai Subsay dan sungai Aimasi. Sedangkan sungaisungai yang berada pada bagian Selatan Cagar Alam Pegunungan Arfak tidak dijumpai jenis ikan ini (Wamafma dan Sudrajat (1998) dalam Tapilatu dan Renyaan (2005). Sementara diduga jenis ikan ini hanya dijumpai pada sungai-sungai yang berdekatan dengan sungai Prafi sebagai habitat atau tempat pertama ditemukannya ikan ini oleh Gerald Allen tahun 1990. zz
○
Kondisi air pada sungai-sungai yang dijumpai jenis ikan ini dicirikan dengan airnya jernih pada saat panas, dasar sungai berpasir sedikit bercampur lumpur pada sungai-sungai kecil. Sedangkan pada sungai-sungai besar yang aliran airnya deras, dasar sungai terdapat batu, pasir dan kerikil. Nasution (2000) dalam Kerewai (2006) menjelaskan bahwa
Ikan Rainbow Arfak merupakan salah satu jenis yang endemik (tidak terdapat di daerah lain) yang ditemukan di daerah Cagar Alam Pegunungan Arfak sehingga diberi nama Rainbow Arfak (Melanotaenia arfakensis).
Edisi Juli, 2009 zzz 23 ○
Hasil survei yang dilakukan Wamafma dan Sudrajat (1998) dalam Tapilatu dan Renyaan (2005) pada beberapa sungai dan berdasarkan informasi dari masyarakat, diketahui bahwa sebagian besar ikan ini dapat bertahan hidup pada anak-anak sungai/kali yang aliran airnya tidak deras, dan atau pada lokasi yang airnya tergenang. Dapat juga dijumpai pada setiap lengkungan/ belokan kali karena pada lokasi tersebut airnya tidak deras. Kedalaman air berkisar antara 30 cm hingga 1,5 m.
POLA PENYEBARAN
○
HABITAT
umumnya ikan Rainbow Arfak ditemukan diperairan mengalir seperti danau, rawa dan sungai. Sedangkan menurut Allen (1990) dalam Kerewai (2006) bahwa ikan Rainbow Arfak biasanya hidup pada perairan yang tidak terlalu deras.
○
Ikan Rainbow Arfak merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang memiliki keindahan komposisi warna yang menarik dan mulai terkenal dikalangan masyarakat pecinta dan penggemar ikan hias domestik maupun internasional sejak tahun 1991. Laporan Dr. Gerald Allen dalam Tapilatu dan Renyaan (2005) bahwa ikan ini hampir memiliki lima jenis warna yaitu warna hitam kebiru-biruan memanjang dari ekor hingga kepala membela bagian sirip atas dan sirip bawah setebal 0,5 cm kemudian pada bagian lain terdapat dua garis di atas garis hitam dan satu lagi di bawah garis tengah (hitam) berhimpit dengan garis hitam tersebut selain itu pada bagian ekor terdapat terdapat dua garis hitam kebiruan pada sirip ekor bagian atas dan bawah (caudal fin), begitu pula pada kedua sirip bagian punggung (dorsal fin), dan sirip bagian bawah (anal fin) terdapat dua garis hitam/biru tua, pada bagian lain kepalanya berwarna kuning emas bercampur dengan putih abu-abu dan perak. Sedangkan bagian perut berwarna putih bening, komposisi warna ini yang menyebabkan ikan ini dinamai rainbow fish/ikan pelangi.
Wamafma dan Sudrajat dalam Tapilatu dan Renyaan (2005) mengemukakan bahwa secara umum ikan Rainbow Arfak memiliki ukuran panjang rata-rata 7,0 cm dengan diameter tengah tinggi badan rata-rata 1,7 cm serta bobot/ berat badan rata-rata 5,0g dan dapat dikatakan ikan ini tidak dapat mencapai ukuran yang lebih besar.
○
I
kan Rainbow Arfak atau ikan Pelangi Arfak masuk dalam Kelas Pisces, Ordo Atheriniformes, Famili Atherinidae, Genus Melanotaenia, Spesies arfakensis.
○
○
Oleh: Alfredo Wanna*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
di Cagar Alam Pegunungan Arfak Manokwari
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Global Health Program-Wildlife Conservation Society Penelitian Burung Air di Pantai Cemara, Jambi dan Tambak Wonorejo, Surabaya
K
egiatan penandaan burung air oleh Global Health Program – Wildlife Conservation Society dilakukan dari Oktober 2007 - Mei 2009 di Pantai Cemara, Jambi dan Tambak Wonorejo, Surabaya. Pantai Cemara berada di Ds. Sungai Cemara, Kec. Sadu, Kab. Tanjung Jabung Timur, Prop. Jambi. Habitat berupa pantai pasang surut, terdapat pohon cemara dan mangrove. Tambak Wonorejo berada di Ds. Wonorejo, Kec. Rungkut, Kotamadya Surabaya, Prop. Jawa Timur. Habitat berupa tambak udang dan ikan, dimana di sekitar daerah ini banyak jenis mangrove yang tumbuh. Kedua lokasi ini merupakan lokasi penting bagi burung air, khususnya burung pantai dikarenakan merupakan jalur migrasi Asia Timur - Australia, antara Sakhalin/Alaska dan Australia.
○ ○ ○ ○
○
○
24 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan ○
burung, penghitungan burung pantai migran dan ikut serta dalam studi migrasi yaitu memasang bendera warna dan cincin. Penangkapan burung dimulai dengan mempersiapkan mist net dan stasionary net juga kantong burung saat burung tertangkap. Penangkapan dilakukan pada malam hingga pagi hari. Setelah tertangkap, dilakukan pengukuran (panjang kepala, panjang paruh, panjang tarsus, diameter tibia dan tarsus, panjang sayap dan panjang tubuh) yang berguna untuk mengetahui jenis kelamin dan umur, pengambilan sampel pada bagian trakea dan kloaka yang berguna untuk mengetahui apakah burung yang tertangkap terkena AI atau tidak.
Burung berbendera Jawa (hitam-orange)
Burung berbendera Sumatra (orange-hitam)
untuk jenis burung air penetap, hanya diberikan cincin pada bagian tarsus Pemberian bendera dan cincin kanan. Kerjasama dengan LIPI diberikan pada jenis burung pantai. (Lembaga Informasi Penelitian Kerjasama dengan Australasian Indonesia) dan IBBS (Indonesian Bird Wader Study Grup (AWSG) dan Tujuan dari kegiatan ini antara lain Banding Scheme) yaitu cincin yang Wetlands International, Oceania mengumpulkan sampel dari burung menghasilkan bendera untuk Sumatra dipasang pada tarsus kiri. Pencincinan air untuk mengetahui virus flu sangat penting untuk mempelajari berwarna orange-hitam sedangkan Jawa berwarna populasi dari burung dan migrasi. hitam-orange, Dari hasil penangkapan dari Oktober dipasang pada 2007-Mei 2009, terdapat 2086 individu tibia kanan. dari 41 jenis burung yang telah diberi Bendera ini bendera warna dan cincin (lihat tabel). berfungsi untuk mempermudah Pendekatan masyarakat dilakukan pengidentifikasian melalui kegiatan pendidikan lingkungan dan mengetahui bersama anak-anak dan masyarakat. jalur migrasi. Pendidikan ini berguna untuk Lokasi penelitian: Pantai Cemara, Jambi (kiri); dan Tambak Wonorejo, Surabaya (kanan) Sedangkan memberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga Pantai Cemara
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Oleh: Fransisca Noni*
Flora & Fauna Lahan Basah
Gallirallus striatus Amaurornis phoenicurus Egretta garzetta Tachybaptus novaehollandiae Butorides striatus Nycticorax nycticorax Ixobrychus sinensis Gallinago stenura Gallinago megala Gallinago gallinago Limosa limosa Limosa lapponica Numenius phaeopus Numenius arquata Tringa totanus Tringa stagnatilis Tringa nebularia Tringa guttifer Tringa glareola Xenus cinereus Actitis hypoleucos Heteroscelus brevipes Arenaria interpres Limnodromus semipalmatus Calidris tenuirostris Calidris canutus Calidris ferruginea Rostratula benghalensis Himantopus leucocephalus Pluvialis fulva Pluvialis squatarola Charadrius alexandrinus Charadrius javanicus Charadrius mongolus Charadrius leschenaultii Sterna nilotica Sterna bengalensis Sterna bergii Sterna hirundo Sterna albifrons Chlidonias hybridus
0 1 0 0 1 0 0 7 3 0 2 25 23 1 476 1 20 2 0 362 70 0 2 35 18 4 27 2 0 14 10 5 0 635 125 1 17 5 24 69 41
1 0 1 1 2 1 1 0 0 4 0 0 1 0 8 4 0 0 1 4 13 2 0 0 0 0 2 0 2 1 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL
2028
58
○ ○
Mandar-padi sintar Kareo padi Kuntul kecil Titihan Australia Kokokan laut Kowak-malam kelabu Bambangan kuning Berkik ekor-lidi Berkik rawa Berkik ekor-kipas Biru-laut ekor-hitam Biru-laut ekor-blorok Gajahan penggala Gajahan besar Trinil kaki-merah Trinil rawa Trinil kaki-hijau Trinil Nordmann Trinil semak Trinil bedaran Trinil pantai Trinil ekor-kelabu Trinil pembalik-batu Trinil-lumpur Asia Kedidi besar Kedidi merah Kedidi golgol Berkik-kembang besar Gagang-bayam timur Cerek kernyut Cerek besar Cerek tilil Cerek jawa Cerek mongolia Cerek-pasir besar Dara-laut tiram Dara-laut Benggala Dara-laut jambul Dara-laut biasa Dara-laut kecil Dara-laut kumis
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
* Field staff assistant Global Health Project, Wildlife Conservation Society
○
○
Kami sangat berterimakasih atas kerjasama dengan Cargill Inc dan USAID, AWSG (Australasian Wader Study Grup), Wetlands International. Dan kami sangat berterimakasih kepada Manager project, Joost Philippa, D.V.M., PhD., Darin Collins DVM., Mikhail Markovets PhD, tim lapangan dan volunteer yang telah bekerjasama bersama kami. zz
○
○
Edisi Juli, 2009 zzz 25 ○
Pantai Cemara, Jambi
Kita berharap dari kegiatan ini, masyarakat bisa lebih peduli dengan Pantai Cemara dan Tambak Wonorejo. Selama kegiatan, kami melihat dampak positif yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Saat ada burung terkena jaring ikan mereka atau ada burung liar yang sakit, masyarakat langsung memberitahu kami dan kami bisa memulihkan kondisi burung.
○
dan Tambak Wonorejo untuk kelangsungan hidup burung air dan burung pantai. Kegiatan bersama masyarakat antara lain, mengamati burung, menanam pohon bakau dan membersihkan pantai di Pantai Pendidikan lingkungan di Cemara, Jambi.
○
○
○
○
○
LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC NT LC LC LC EN LC LC LC LC LC NT LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC LC
○
○
Pantai Cemara, Jambi
Status Tambak Wonorejo, IUCN Red List Surabaya
Latin
○
Jumlah Burung
Indonesia
○
Jenis
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
Flora & Fauna Lahan Basah
Oleh: Elieser V. Sirami*
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
BUAH NATI (Chrisophyllum sp.): Sumber Gizi yang Terlupakan
Kekayaan flora di hutan Papua diperkirakan mencapai 20.000 – 25.000 jenis, dengan keendemikan 60 - 90% (Johns, 1997). Sekitar 250 kelompok suku di Papua masih menggantungkan kebutuhan hidupnya dari meramu keendemikan sumber daya hutan tersebut. Kurangnya informasi tentang status jenis-jenis endemik serta bagaimana pengelolaan yang bijak dan berkesinambungan, menimbulkan kekuatiran akan kelangsungan hidup jenis-jenis tersebut. Salah satu kelompok tumbuhan yang perlu mendapat perhatian adalah jenisjenis yang buahnya dapat dimakan. Penelitian dan pendokumentasian potensi jenis-jenis tumbuhan di Papua termasuk jenis yang buahnya dapat dimakan, sebenarnya sudah dilakukan sejak 60 tahun lalu. Powell (1976), mencatat bahwa Oman, Malcolm dan Helt melakukan penelitian di wilayah kepala burung, Biak dan Waropen. Pospisil, Covee’ dan timnya, Brass dan Heider di wilayah Pegungan Tengah. Osterwal di wilayah Jayapura dan Sarpenti di Pulau Kimaan Merauke. Namun hasil kajian yang diperoleh jarang bahkan tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah kita setelah integrasi Papua ke dalam NKRI. Tidak salah bila Whitmore (seorang botanis), mengatakan bahwa studi etnobotani mengenai jenis tumbuhan penghasil bahan makan di wilayah New Guinea (Provinsi Papua, Papua Barat dan Negara Tetangga PNG), khususnya yang berasal dari biji dan buah-buah
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Gambar A, B: Dua Variasi Bentuk Buah, C: Pohon Nati (Chrisophyllum sp.) di Pesisir Pantai Pulau Biak
○
○
○
○
26 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
hutan kurang mendapat perhatian dari para ahli botani, pertanian dan ahli gizi. Sedangkan disisi lain ancaman terhadap jenis-jenis endemik terus terjadi akibat degradasi hutan yang rata-rata mencapai luas 52.000 Ha per tahun (Pattiselano, 2008). Baru setelah pemerintah mengeluarkan himbauan memanfaatkan tumbuhan lokal sebagai bahan makanan dan sumber energi alternatif untuk mengantisipasi krisis pangan dan energi global, sejumlah penelitian eksploratif dilakukan di Papua baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Lekitoo, at al. (2008), mencatat 40 jenis tumbuhan yang buahnya dapat dimakan di Taman Wisata Alam Gunung Meja Kabupaten Manokwari. Tim Fahutan Unipa (2008), melaporkan bahwa di wilayah Waropen terdapat jenis labu unik berbentuk bola (Diplocyclos palmatus) dijadikan bahan makanan. Salah satu jenis fikus (Ficus Damaropsis), buahnya dijadikan sayur oleh masyarakat Waropen dan Jayapura. Dua jenis buah garam masing-masing Romari (Finlaysonia maritime) dan Raruan (Voacanga sp.) buahnya dapat dimakan. Romari adalah salah satu tumbuhan unik di Waropen karena selain buahnya dapat dimakan, memiliki kemampuan melumpuhkan babi atau anjing yang melintas didekatnya melalui alelophati yang dikeluarkan. Di wilayah teluk Wandamen masyarakat
memakan buah hitam (Haplolobus spp.) yang merupakan buah khas Wandamen. Pada zona alphin buah Lithocarpus spp. yang memiliki rasa seperti kacang dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang. Fakta-fakta itu merupakan indikator bahwa belum banyak diungkap potensi tumbuhan hutan yang dapat dijadikan bahan makanan, padahal hasil kajian yang diperoleh sangat berguna sebagai data awal bagi pengembangan manfaat jenis-jenis tumbuhan yang dimaksud.
BUAH NATI (CHRISOPYLLUM SP.) SEBAGAI BAHAN MAKANAN BERGIZI TINGGI Pohon Nati (Chrisopyllum sp.) salah satu jenis dari famili Sapotaceae, merupakan tumbuhan endemik Papua yang belum banyak dikenal orang. Masyarakat di Pantai Utara Jayapura menyebutnya “Nati”, sedangkan di Pulau Biak diberi nama “ka’um”. Pohon Nati mulai dikenal masyarakat Jayapura pada tahun 1993 sejak dicanangkan sebagai tanaman penghasil buah khas kabupaten Jayapura oleh Ir. Y.P Karafir, M.Ec, bupati yang menjabat pada saat itu (Karafir, 2002). Nati yang sudah masak memiliki rasa manis, dan berbau harum. Kandungan gizinya sangat tinggi bila dibandingkan dengan tanaman budidaya seperti Alpukat, Durian, Sirsak, Langsat, Pepaya, Rambutan dan Salak.
Flora & Fauna Lahan Basah
Protein (gr)
Lemak (gr)
KH (gr)
Ca (mg)
P (mg)
Fe (mg)
Vit A (SI)
Vit B1 (mg)
Vit C (mg)
Air (gr)
Bdd (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
85 134 148.7 65 56 46 69 77
0.9 2.5 3.25 1.0 0.9 0.5 2.0 0.9
6.5 3.0 8.84 0.3 0.2 0 0.1 0
7.7 20.0 15.62 16.30 14.3 12.2 18.1 20.9
10 7.4 135.1 2 14 17 23 16
20 44 40.65 27 24 12 16
0.4 1.3 6.51 0.6 1.6 1.7 0.5 4.2
180 175 149 10 0 365 0 0
0.05 0.10 7.03 0.07 0.07 0.04 0 0.04
13 5.3 70.2 20 3.0 78 58 2
84.4 65 70.52 81.7 81 86.7 80.5 78
61 22 43.25 68 64 75 40 50
○ ○
Kalori (kkal)
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Alpokat Durian Nati Sirsak Langsat Pepaya Rambutan Salak
○
○
No Buah
○
○
Tabel 1. Perbandingan Kadungan Gizi Buah Nati (Chrisophyllum spp.) dengan Beberapa Tanaman Budidaya
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
* Staf Pengajar Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua E-mail:
[email protected]
○
Masyarakat di Pulau Biak dan Wilayah Pantai Utara Jayapura memanfaatkan buah Nati sebagai bahan makanan dalam bentuk buah segar dan buah olahan. Di wilayah Tabi Jayapura, Nati dibelah-belah dicampur kolak. Sedangkan masyarakat Biak membakar dan merebus Nati untuk dikonsumsi sebagai pengganti makanan pokok keladi pada saat masa paceklik. Bentuk pemanfaatan dan cara
○
Tumbuh di sekitar pantai, sungai maupun danau. Sekitar pantai dengan radius 30m-2000m dari tepi pantai pada ketinggian 0,5 -85m dpl, tepian sungai dengan jarak sekitar 35-40m dari tepi sungai, dengan kondisi sir sungai yang selalu berubah mengikuti gerak pasang surut air laut. Pada tepian danau tumbuh pada ketinggian sekitar 58m dpl, sedang tempat tumbuh ketinggiannya berkisar 60 -85 m dpl.
Buah Nati memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai tanaman budidaya bernilai ekonomis karena kandungan gizinya yang tinggi (tabel 1). Namun harapan itu akan tetap menjadi harapan bila Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor, Supiori dan Jayapura melalui Instansi terkait tidak segera mengambil langkah awal yang baik. Serangkaian penelitian secara komprehensif dan terpadu perlu dilakukan saat ini untuk mengungkap berbagai aspek dari tumbuhan tersebut, termasuk juga potensi jenis-jenis tumbuhan lainnya. Untuk skala Papua, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sedapat mungkin membuat kebijakan atau Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang perlindungan jenis-jenis tumbuhan khas (endemik) daerahnya, sebagai langkah awal pelestarian, pengembangan manfaatnya dan upaya peningkatan ekonomi masyarakat. zz
Edisi Juli, 2009 zzz 27 ○
PEMANFAATAN BUAH NATI
HARAPAN PENGELOLAAN
○
HABITAT
pengolahan dari kedua kelompok etnik tersebut masih sangat sederhana dibanding kandungan nilai gizinya yang tinggi. Sebab itu buah Nati sangat potensial dikembangkan, namun tentunya harus melewati tahapan dalam proses pengembangan yang memerlukan tanggung jawab serius dari berbagai pihak.
○
Batang: pohon, tunggal (monopodial), tegak tinggi 5-12 m, diameter 15- 50 cm, bulat hingga agak gepeng, kulit kasar, beralur dangkal, kulit berwarna coklat hingga coklat kelabu, tebal 0.3 cm (muda) dan 0.5 – 2 cm (tua), bergetah putih, tidak berbanir, percabangan utama 37, kedudukan tidak teratur. Daun: tunggal, oblaceolate, alternate, panjang 17 – 35 cm, lebar 5 – 10 cm, tepi rata, ujung runcing (acute), pangkal (basal) runcing (acute), permukaan licin tidak berbulu, urat daun pinnate. Bunga: tunggal, bergerombol, tumbuh secara terminal pada ujung ranting, monoceous, menyerbuk silang dan berwarna putih hingga jingga. Buah: Buni, muda warna hijau, tua berwana hijau kekuningan, membulat hingga lonjong, panjang 7 – 10 cm, diameter 2 – 4 cm. Biji coklat kehitaman, agak gepeng, panjang 3 – 7 cm, diameter 1 – 25 cm, berat 2.5 – 4.0 g/biji.
Tanah : (1) Podsolid coklat kelabu, tekstur halus, kedalamam efektif 51100 cm, berupa batuan sedimen tersier, pleistosin karang koral dengan kondisi lapisan oleh (top soil) yang tipis sekitas 5-15 cm, terbentuk dari sisa-sisa tanaman (serasah). (2) Tanah Mediteran dengan deposit kwarter (rawa), bertekstur halus, berfraksi pasir dan sedikit berdebu, kedalamam efektif lebih dari 151 cm, lapisan olah terbentuk dari sisa-sisa tanaman 20-40 cm. (3) Podsolit coklat kelabu berupa batuan sedimen tersier, pleistosin tanpa kapur, tekstur sedang hingga kasar, kedalaman efektif antara 50-100 cm, lapisan top soil sedang antara 10-20 cm, terbentuk dari pelapukan sisa tanaman. (4) tanah Mediteran bertekstur halus, berfraksi pasir-debu, kedalamam efektif lebih dari 15 cm, lapisan olah sedalam 20-35 cm. Tumbuhan ini berasosiasi dengan beberapa tanaman penutup tanah, bertajuk rendah, sedang hingga tinggi dan berkanopi luas.
○
CIRI-CIRI BUAH NATI
○
○
○
○
Sumber: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor, 2006
Dokumentasi Perpustakaan
Budi, G. Wibawa, Ilahang and {et.al}. 2008. Panduan Pembangunan Kebun Wanatani Berbasis karet Klonal (a Manual for Rubber Agroforestry SystemRAS). ICRAF, xiv + 54. Eijk, P.V. and R. Kumar. 2009. Biorights dalam Teori dan Praktek Sebuah Mekanisme Pendanaan untuk Pengentasan Kemiskinan dan Konservasi Lingkungan. Wetlands International, xxvi + 178.
Wetlands International. 2009. Planting Trees to Eat Fish: Field Experiences in Wetlands and Poverty Reduction. Wetlands International, vii + 143. Wetlands International-IP. 2009. Report On Land Cover Assessment (Including Information on the Current Status of Forest, Ground Cover, Rehabilitation and Canal Blocking in Block A North EMRP). Wetlands International-IP, viii + 74.
Lubis. I.R. 2008. Kajian Kondisi Bio-Fisik dan sosial Ekonomi di Lokasi-lokasi Proyek Green Coast Fase II di nanggroe Aceh Darussalam. Wetlands International-IP, xxxii + 571.
Wibisono, I.T.C dan I. Sualia. 2008. Kajian Pembelajaran “Green Coast Project” di Propinsi Naggroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias, Indonesia (Periode 2005-2008). Final Report, Wetlands International-IP, xiv + 162.
Wibisono, I.T.C. and I. Sualia. 2008. An Assessment of Lesson Learnt from The “green Coast Project”: in Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Province and Nias Island, Indonesia (Period 2005-2008). Wetlands International-IP, xii + 156. Zaki, M., D. Suhendra dan C. Desyana. 2009. The Assessment of Development Activities, Infrasturcture and Investment in Coastal Areas or Activities Affecting Coastal Areas Post Disaster in Nanggroe Aceh Darussalam Province. WWF Indonesia and Wetlands International-IP, 47.
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
○
○
○
○
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir! IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan nitro oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global. zz
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
○
Tahukah Kita
○
○
○
○
28 zzz Wart a Konserv asi L ahan Basah arta Konservasi Lahan
mengapa bumi semakin panas?