normal untuk kedua skala yaitu sig= 0,000 untuk skala kontrol diri dan sig= 0,000 untuk skala prokrastinasi akademik atau p<0,05. Dengan penggunaan skala nominal (0 dan 1) karena data bersifat dikotomi. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan kontrol diri dan prokrastinasi akademik pada siswa SMP. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,988 atau p mendekati 1. Dengan taraf signifikansi pada korelasi koefisien Phi, dimana jika angka korelasi mendekati 1, maka korelasi akan semakin kuat (dalam Prabowo dan Suhendra, 2008)
HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMP HERASTI WIDYARI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAKSI Prokrastinasi Akademik adalah suatu bentuk perilaku untuk kecenderungan menunda dalam mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik,, dan biasanya tugas baru mulai dikerjakan pada saat-saat terakhir batas pengumpulan tugas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMP. Sampel dalam penelitian ini adalah 90 orang siswa SMP Negeri 86 DPN Jakarta, yang terdiri dari 47 orang siswa laki-laki dan 43 orang siswa perempuan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan bantuan SPSS 19 for Windows dan uji hipotesis dilakukan dengan statistika non parametrik koefisien korelasi Phi, dikarenakan pendistribusian data yang tidak
Kata Kunci: Kontrol diri, prokrastinasi akademik, siswa SMP
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini remaja memiliki kecenderungan untuk tumbuh berkembang guna mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada di dalam diri mereka. Dalam proses pencarian identitas diri atau keutuhan diri tersebut, pada umumnya para remaja mengalami masalah. Hal tersebut 1
dikarenakan adanya perubahanperubahan fisik dan psikis dalam diri mereka maupun pada lingkungan sosial tempat mereka berada. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan sosial remaja yang jauh lebih luas daripada lingkungan sosial di rumah atau wilayah tempat tinggal (Gunarsa, 2003). Dalam proses belajarnya di sekolah, tidak sedikit remaja yang mengalami masalah-masalah akademik, seperti pengaturan waktu belajar, memilih metode belajar untuk mempersiapkan ujian, menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya dan sebagainya. Jika seseorang, dalam hal ini pelajar SMP mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai batas waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan, mempersiapkan segala sesuatu dengan berlebihan, dan gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan sebagai orang yang melakukan prokrastinasi (Ghufron, 2010). Masalah prokrastinasi atau penundaan menurut beberapa hasil analisis penelitian, merupakan salah satu masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan pelajar pada lingkungan yang lebih kecil, seperti sebagian pelajar diluar negeri. Sekitar 25% sampai dengan 75% dari pelajar melaporkan bahwa
prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkup akademis mereka (Ferrari dalam Ghufron, 2003). Di sekolah, pelajar selalu dihadapkan pada situasi penilaian keberhasilan, baik itu dari penilaian selama ulangan harian atau ujian, maupun keberhasilan siswa dalam melaksanankan seluruh tugas sekolah. Jika pelajar memiliki kontrol diri yang rendah dalam proses belajarnya di sekolah sehingga menimbulkan kecenderungan prokrastinasi akademik, maka lama-kelamaan hal tersebut menjadi suatu trait atau kebiasaan seseorang terhadap respon nya dalam mengerjakan tugas. Dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, tetapi juga melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait (Ferrari dalam Ghufron, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara proses belajar dengan beberapa bentuk kecemasan, neurotis dan hal-hal negatif lainnya (Aremu, 2011). Menurut Otten (dalam Rizvi, 1997) ketika kecemasan yang dirasakan oleh siswa berlebihan maka akan berpengaruh secara negatif, karena siswa mengalami tekanan psikologis sehingga siswa tersebut mendapatkan hasil belajar yang kurang baik dan lebih banyak
2
menghindari tugas, hal ini disebabkan oleh penurunan rentang perhatian, konsentrasi, dan memori pada siswa. McCown, Petzel dan Rupert (dalam Aremu, 2011) menegaskan juga bahwa neurotis sering diduga sebagai sumber dari prokrastinasi, karena kecemasan dapat menjadi acuan untuk menghindari tugas dan sangat dikhawatirkan berlanjut ke jenjang pendidikan berikutnya, hingga siswa tersebut menempuh pendidikan di bangku kuliah yang menuntut mereka untuk jauh lebih fokus dan peduli terhadap tugas-tugas dalam proses akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik membawa dampak bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi. Rizvi, dkk (1997) melakukan penelitian mengenai prokrastinasi akademik ditinjau dari locus of control internal dan efikasi diri pada 111 Mahasiswa Psikologi Universitas Gajah mada, Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 20,38% mahasiswa telah melakukan prokrastinasi akademik dan didapat pula hubungan positif antara prokrastinasi akademik dengan locus of control internal. Husetiya (2010) juga melakukan penelitian mengenai hubungan peilaku asertivitas dengan prokrastinasi pada mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan
sebuah korelasi negatif antara perilaku asertivitas dengan prokrastinasi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang. Artinya, semakin tinggi asertivitas mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungan melakukan prokrastinasi. Sebaliknya demikian, semakin rendah asertivitas, maka semakin tinggi prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Masalah akademik yang paling kompleks dan yang banyak dirasakan oleh mahasiswa adalah pada saat penyusunan tugas akhir (Danim dalam Uyun, 2008). Mahasiswa yang tengah menyusun tugas akhir pada umumnya merasa tegang dan tertekan, jika hal tersebut tidak dapat diatasi dengan baik maka akan menimbulkan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik salah satunya. Uyun (2008), melakukan penelitian mengenai hubungan kesabaran dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan sebuah korelasi negatif yang sangat signifikan antara kesabaran dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kesabaran mahasiswa maka semakin
3
rendah kecenderungan melakukan prokrastinasi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah kesabaran mahasiswa akan semakin tinggi kecenderungan melakukan prokrastinasi pada saat mengerjakan skripsi. Tondok, Ristyandi, Kartika (2008) melakukan penelitian untuk melihat hubungan prokrastinasi akademik dengan niat membeli skripsi pada mahasiswa fakultas psikologi di salah satu universitas di Surabaya. Namun di dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan antara prokrastinasi akademik dengan niat membeli skripsi. Mahasiswa yang menghindari tegangan, kecemasan, ataupun ketegangan di dalam proses akademiknya belum tentu akan mempunyai tendensi untuk melakukan kecurangan akademis dengan membeli skripsi, Prokrastinasi akademik dapat dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang ada di dalam diri individu dan faktor ekternal berupa hal-hal yang di luar individu. Menurut Ghufron (2010) kedua faktor tersebut dapat memunculkan perilaku prokrastinasi maupun menjadi faktor pendukung meningkatnya perilaku prokrastinasi akademik seseorang. Muhid (2009) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara self control dan self efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik seluruh mahasiswa Fakultas
Dakwah IAIN Sunan Ampel, Surabaya yang tersebar pada 4 jurusan dan 3 program studi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa sangat banyak ditentukan oleh variabel-variabel kepribadian seperti self control dan self efficacy, yakni terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self control dan self efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Artinya semakin tinggi self control mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan prokrastinasi akademik. Begitu juga berarti semakin tinggi self efficacy mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik. Dan sebaliknya semakin rendah self efficacy mahasiswa, maka semakin tinggi kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh pelajar, disebabkan oleh beberapa hal. Menurut hasil penelitian Ghufron (2003) di Jogjakarta, banyak terdapat remaja dalam hal ini pelajar SMU/MA sederajat, yang melakukan penundaan untuk mengerjakan pekerjaan rumah, maupun menunda belajar untuk menghadapi ulangan, yaitu dengan melakukan aktivitas lain yang tidak penting, namun
4
menyenangkan bagi mereka seperti berjalan-jalan di mall sepulang sekolah, bermain internet, game online dan sebagainya. Masa remaja merupakan suatu masa belajar yang luas meliputi bidang intelegensi, sosial maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan perkembangan kepribadianya (Gunarsa, 2003). Anak remaja yang sudah duduk di bangku SLTP atau SLTA, pada umumnya menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari di sekolahnya. Ini berarti bahwa hampir sepertiga dari waktunya setiap hari dihabiskan di sekolah (Sarwono, 2006). Jika pelajar tidak memiliki kontrol diri yang baik dalam memenuhi segala kewajibankewajiban dalam proses akademiknya di sekolah, maka remaja tersebut akan cenderung mengakami kesulitan untuk memenuhi dan mengerjakan segala sesuatu yang telah menjadi tuntutan dirinya sebagai seorang pelajar. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana seseorang mengendalikan emosinya serta dorongan-dorongan negatif dalam dirinya kearah yang lebih positif, bermanfaat, dan dapat diterima secara sosial. Saat berada di lingkungan sosialnya, ketika berinteraksi dengan orang lain seseorang akan cenderung berusaha untuk menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat dan benar bagi
diri dan lingkungan sekitarnya. Hal ini dipertegas oleh Zulkarnain (2002) yang melakukan telaah pustaka untuk melihat hubungan kontrol diri dengan kreativitas pekerja. Berdasarkan telaah pustaka tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa ada hubungan yang negatif antara kontrol diri dengan kreativitas pekerja. Ini berarti semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki seseorang maka semakin rendah kreativitas yang dimilikinya. Kontrol diri berperan dalam kreativitas seseorang pada saat individu bekerja. Hal ini sejalan dengan beberapa teori yang menyatakan bahwa kontrol diri yang dilakukan karena individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain, dan juga masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang (Ghufron, 2010). Kontrol diri sangat diperlukan bagi setiap orang, terutama dalam hal ini bagi remaja awal yang sedang mencari identitas diri sebagai salah satu tugas perkembangannya. Jika seorang
5
remaja tidak dapat melakukan kontrol diri dengan baik ditengah majunya perkembangan zaman, dikhawatirkan remaja tersebut akan mengalami krisis identitas, sehingga memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Muharsih (2008) melakukan penelitian untuk melihat hubungan kontrol diri dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada remaja di Jakarta Pusat. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada remaja. Artinya, semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki oleh individu maka semakin rendah perilaku konsumtifnya, dan sebaliknya semakin rendah kontrol diri individu maka semakin tinggi perilaku konsumtifnya. Hal senada juga dikemukakan oleh Ajeng (2010) melalui penelitiannya mengenai hubungan kontrol diri dengan gaya hidup hedonis pada remaja di Solo. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hedonisme dianggap sebagai suatu fenomena dan merupakan bagian dari agenda hidup remaja yang harus dilakukan, kemudian melupakan tugas utamanya untuk belajar. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis, dimana semakin tinggi kontrol diri remaja maka akan
semakin rendah gaya hidup hedonis, begitupun sebaliknya. Dalam implementasinya sehari-hari, kontrol diri seseorang dalam hal ini remaja ternyata dapat dilatih dan ditingkatkan melalui beberapa metode tertentu. Pertiwi, Kusumawardhani, Nugroho, dkk (2003) melakukan penelitian mengenai metode empowering handwriting untuk meningkatkan kontrol diri pada remaja awal. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa kemampuan kontrol diri pada pelajar SLTP Muhammadiyah yang mendapatkan pelatihan empowering handwriting meningkat dibanding dengan pelajar yang tidak mendapatkan pelatihan. Selain itu, Kardjono (2009) juga melakukan sebuah penelitian tentang pengendalian diri (self control) melalui outdoor education, dengan sampel pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian selama empat minggu (12 kali pertemuan), kelompok eksperimen putera tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pengendalian amarah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sedangkan kelompok eksperimen putri menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pengendalian amarah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam 6
pengendalian kecemasan, kelompok eksperimen putra maupun putri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen putri menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pengendalian amarah dibandingkan dengan kelompok eksperimen putra. Sedangkan kelompok eksperimen putra menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam pengendalian kecemasan dibandingkan dengan kelompok eksperimen putri. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, terdapat berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi prokrastinasi akademik. Faktor internal yang berpengaruh meliputi manajemen waktu yang tidak efektif, efikasi diri, pusat kendali atau locus of control, dan rendahnya kontrol diri (Green dalam Muhid, 2009). Sedangkan faktor-faktor eksternal yang berpengaruh terhadap munculnya perilaku prokrastinasi akademik antara lain pengaruh teman sebaya dan kondisi lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan memusatkan perhatian pada hubungan kontrol diri dengan prokrastinasi akademik di kalangan siswa SMP dengan metode kuantitatif.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai hubungan kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMP. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu Psikologi Pendidikan dengan memberikan data empiris mengenai hubungan kontrol diri terhadap perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMP. Disamping itu diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para siswa SMP agar dapat mempertahankan kontrol dirinya dengan baik, sehingga dapat mencegah perilaku prokrastinasi akademik terhadap kewajibankewajibannya disekolah supaya menjadi tidak berkelanjutan.
TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri
7
Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri (self) mengatur dan mengendalikan perilaku dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka seseorang tersebut akan dapat menjalani kehidupan dengan baik. Menurut Hurlock (1994) kontrol diri adalah kemampuan seseorang untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentukbentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan bagaimana seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Chaplin (2002) menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan yang dimiliki oleh tiap individu untuk selalu mengarahkan, mengendalikan, mengatur, dan mengubah perilakunya kearah yang lebih positif.
1. Pengertian Kontrol Diri Menurut Ghufron (2010) kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya, selain itu juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya. Goldfried dan Merbaum (dalam Muhid, 2009) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu. Harter (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat suatu sistem pengaturan diri (self-regulation) yang memusatkan perhatian pada pengontrolan diri (self-control).
8
stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya. b. Kontrol Kognitif (Cognitive Control) Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperrhatikan segi-sewgi positif secara subjektif. c. Mengontrol Keputusan (Decisional Control) Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan
2.
Jenis dan Aspek Kontrol Diri Averill (dalam Ghufron, 2003) menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control) a. Kontrol Perilaku (Behavior Control) Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian
9
adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. Menurut Block dan Block (dalam Ghufron, 2010) ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu over control, under control, dan appropriate control. Over control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang masak. Sementara Appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat. Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, didapatkan beberapa indikator kontrol diri (dalam Ghufron, 2010) diantaranya sebagai berikut:
akan mampu mengatur perilakunya sesuai dengan kemampuan dirinya dan bila tidak maka individu akan menggunakan sumber eksternal. b. Kemampuan mengontrol stimulus Kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki muncul. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan stimulus sebelum berakhir, dan melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari stimulus. c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa Kemampuan individu dalam mengolah informasi dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif. Informasi yang dimiliki individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akan membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara objektif. d. Kemampuan menafsirkan peristiwa Penilaian yang dilakukan seorang individu merupakan suatu usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. e. Kemampuan mengambil keputusan
a. Kemampuan mengontrol perilaku Kemampuan untuk memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, dimana terdapat keteraturan untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, apakah oleh dirinya sendiri atau orang lain. Individu yang mampu mengontrol dirinya dengan baik
10
Kemampuan seseorang untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kemampuan dalam mengontrol keputusan akan berfungsi dengan baik apabila terdapat kesempatan dan kebebasan dalam diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan.
untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas, menghasilkan akibatakibat lain yang lebih jauh, misalnya keterlambatan menyelesaikan tugas maupun kegagalan dalam mengerjakan tugas, melibatkan suatu tugas yang dipersepsikan oleh pelaku prokrastinasi sebagai suatu tugas yang penting untuk dikerjakan, misalnya tugas kantor, tugas sekolah, maupun tugas rumah tangga, menghasilkan keadaan emosional yang tidak menyenangkan, misalnya perasaan cemas, perasaan bersalah, marah, panik, dan sebagainya. Lay (dalam Prima, 2007) mendefinisikan prokrastinasi sebagai kecenderungan untuk menunda hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk tujuan tertentu. Sedangkan Bernard (1991) menyebutkan bahwa dalam perilaku prokrastinasi, penundaan tugas tetap dilakukan meskipun diketahui bahwa penundaan itu tidak menguntungkan. Prokrastinasi dapat dikatakan sebagai salah satu perilaku yang tidak efisien dalam menggunakan waktu, dan adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai suatu pekerjaan ketika menghadapi suatu tugas (Anggraeni, 2007). Dapat disimpulkan, bahwa prokrastinasi akademik adalah suatu bentuk perilaku untuk kecenderungan menunda dalam
B. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi adalah kecenderungan untuk menunda atau menghindari sepenuhnya tanggung jawab, keputusan, atau tugas yang perlu dilakukan (McCarthy dkk, dalam LaFoge 2008). Prokrastinasi sering dialami oleh hampir setiap orang, termasuk para siswa yang sering menunda untuk menyelesaikan segala tanggung jawabnya dalam proses belajar disekolah atau yang biasa disebut dengan prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik adalah perilaku menunda-nunda mengerjakan atau menyelesaikan tugas akademik (Ferarri dalam Ghufron, 2010), dan biasanya tugas baru mulai dikerjakan pada saat-saat terakhir batas pengumpulan tugas (Wolters, 2004 ). Menurut Millgram (dalam Carleton, 2010) prokrastinasi adalah suatu perilaku spesifik, yang meliputi suatu perilaku yang melibatkan unsur penundaan baik 11
mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik dan biasanya tugas baru mulai dikerjakan pada saat-saat terakhir batas akhir pengumpulan tugas dan merupakan salah satu perilaku yang tidak efisien dalam menggunakan waktu, karena adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai suatu pekerjaan ketika menghadapi suatu tugas.
dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik. c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual Prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah di tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba ternyata tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas dengan baik. d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan. Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan
2. Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik Ferrari (dalam Ghufron, 2010) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu berupa: a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Siswa yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi siswa tersebut menunda untuk mulai mengerjakan dan menyelesaikannya sampai tuntas. b . Keterlambatan dalam mengerjakan tugas Siswa yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang
12
tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), menonton, mengobrol, berjalan-jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang di miliki untuk mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik adalah penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
yang berkualitas, prokrastinasi yang dilakukan para siswa dianggap negatif dan sebagai suatu masalah. Adapun Solomon dan Rothblum (dalam Ghufron, 2010) menyebutkan enam area akademik untuk melihat jenis-jenis tugas yang sering diprokrastinasikan oleh pelajar, yaitu tugas mengarang, belajar menghadapi ujian, membaca, kerja administratif, menghadiri pertemuan, dan kinerja akademik secara keseluruhan. Tugas mengarang meliputi penundaan melaksananakn kewajiban atau tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan, atau tugas mengarang lainnya. Tugas belajar menghadapi ujian misalnya, ujian tengah semester, akhir semester, atau ulangan mingguan. Tugas membaca meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan. Kerja tugas administratif, seperti menyalin catatan, mendaftarrkan diri dalam presentasi kehadiran, daftar peserta praktikum, dan sebagainya. Menghadiri pertemuan yaitu penundaan maupun keterlambatan dalam menghadiri pelajaran, praktikum, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Dan, keenam adalah penundaan dalam kinerja akademik secara keseluruhan, yaitu menunda mengerjakan atau mrnyelesaikan
C. Kontrol Diri dan Prokrastinasi Akademik pada Siswa SMP Dalam proses pendidikan di bangku sekolah, prokrastinasi dapat dikatakan sebagai salah satu perilaku yang tidak efisien dalam menggunakan waktu dan adanya kecenderungan untuk tidak segera memulai suatu pekerjaan ketika menghadapi suatu tugas. Sebagai generasi penerus yang dituntut mewujudkan sumber daya manusia
13
tugas-tugas keseluruhan.
akademik
secara
Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada satu siswa dengan siswa yang lain tidaklah sama.
Ferrari (dalam Ghufron, 2010) menyimpulkan bahwa pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu, antara lain (1) prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaa, yaitu setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan; (2) prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu yang mengearah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respons tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional, (3) prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, tetapi merupakan trait yang melibatkan komponen-komponen peilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat diketahui secara langsung maupun tidak langsung.
Logue (1995) mengemukakan ciri-ciri orang yang mampu mengendalikan dirinya, yaitu memegang teguh atau tetap bertahan dengan tugas yang seharusnya ia kerjakan walaupun menghahapi banyak gangguan, mengubah perilakunya sendiri melalui perubahan dari beberapa pengaruh aturan norma yang ada, tidak menunjukkan atau melibatkan perilaku yang dipengaruhi oleh kemarahan atau emosional, bersifat toleran terhadap stimulus yang berlawanan. Sebagai seorang siswa yang mempunyai kewajiban untuk belajar, jika mempunyai kontrol diri yang tinggi, mereka akan mampu memandu, mengarahkan, dan mengatur perilaku sehingga dapat menghindari perilaku prokrastinasi. Sebaliknya, jika seorang siswa memiliki kontrol diri yang rendah, ia akan cenderung untuk melakukan hal-hal yang lebih menyenangkan dirinya, seperti berjalan-jalan, menonton televisi dan sebagainya, sehingga cenderung untuk mengabaikan tugas-tugas akademiknya.
Setiap individu dalam hal ini Siswa SMP, memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku belajarnya kearah yang lebih positif untuk menghindari dan mengurangi prokrastinasi, yaitu kontrol diri. 14
kemampuan keputusan.
D. Hipotesis Ada hubungan antara kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMP.
2. Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi Akademik adalah perilaku menunda-nunda untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas akademik dan biasanya tugas baru mulai dikerjakan pada saat-saat terakhir batas akhir pengumpulan tugas dan merupakan perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu, Prokrastinasi akademik dalam penelitian ini diukur dengan skala prokrastinasi akademik yang disusun berdasarkan ciri-ciri prokrastinasi akademik (Ferrari dalam Ghufron, 2010) yaitu penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.
METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini beberapa variabel yang dianalisis adalah: Variabel bebas : Kontrol Diri Variabel terikat Akademik
: Prokrastinasi
B. Definisi Operasional Definisi operasional penelitian ini adalah:
dalam
1. Kontrol Diri Kontrol Diri adalah kemampuan yang dimiliki oleh tiap individu untuk selalu mengarahkan, mengendalikan, mengatur, dan mengubah perilakunya kearah yang lebih positif. Kontrol diri dalam penelitian ini diukur dengan skala kontrol diri yang disusun berdasarkan indikator kontrol diri (dalam Ghufron, 2010) yaitu kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan mengantisipasi peristiwa, kemampuan menafsirkan peristiwa,
C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah 90 orang siswa-siswi kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun ajaran 2011/2012. Sedangkan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah SMP Negeri
15
mengambil
86 DPN Jakarta. Dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Simple Random Sampling, yaitu proses pengambilan sampel yang dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel (Nasution, 2004).
pembimbing tentunya, peneliti melakukan penilaian skala ulang. E. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukanya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2008).
D. Teknik Pengumpulan Data Selain lembar identitas diri sampel penelitian yang meliputi nama, jenis kelamin, dan peringkat kelas, dalam kuesioner tersebut terdapat skala kontrol diri dan skala prokrastinasi akademik yang disusun berdasarkan model skala likert. Untuk melakukan penskalaan dengan metode ini, responden diminta untuk menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuan terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban, yaitu sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Sehubungan dengan ini, Masrun (dalam Ghufron 2003) mengatakan bahwa indeks korelasi dihitung dengan cara menentukan tinggi rendahnya korelasi antara ítem dengan total, dengan kriteria validitas yang ditetapkan adalah koefisien korelasi ≥ 0,3.
Namun berdasarkan perkembangan hasil angket di lapangan, diketahui bahwa hampir keseluruhan sampel memiliki kecenderungan untuk menjawab berkisar jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (TS) saja pada kedua skala. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan dari dosen
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki relibilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable).
16
Kesepakatan umum menyatakan bahwa reliabilitas dianggap cukup memuaskan jika ≥ 0,700, Azwar (dalam Prabowo & Susi, 2008)
berdasarkan ciri-ciri prokrastinasi. Setelah mempersiapkan alat ukur, peneliti kemudian memperbanyak angket kontrol diri dan angket prokrastinasi akademik yang telah disusun sebanyak 90 eksemplar.
Untuk mengukur validitas item akan digunakan Product Moment dari Pearson. Dan untuk mengukur reliabilitas akan menggunakan split-half, karena data bersifat dikotomi.
B. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan try out terpakai, hal ini dilakukan untuk efisiensi waktu dan tenaga. Proses pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2011 di SMP Negeri 86 DPN Jakarta. Pada tanggal 19 Agustus 2011, peneliti menyebarkan angket kepada 90 orang siswa dan siswi dibantu oleh wakil kepala sekolah SMP Negeri 86 DPN Jakarta untuk 3 ruang kelas VIII. Angket yang dikembalikan ke peneliti sebanyak 90 angket.
F. Teknik Analisis Data Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji korelasi koefisien Pearson pada awalnya, namun berdasarkan perkembangan hasil angket dilapangan, diketahui bahwa penyebaran data bersifat dikotomi dan pendistribusian data tidak normal. Oleh karena itu dalam penelitian ini selanjutnya akan menggunakan uji koefisien korelasi Phi.
C.Hasil Penelitian Hasil uji hipotesis berdasarkan pendistribusian data dikotomi, maka dilakukan dengan uji Nonparametic Correlations dengan koefisien korelasi Phi. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,988 . Menurut Prabowo dan Suhendra (2008) dengan taraf signifikansi jika angka korelasi makin mendekati 1, maka korelasi dua variabel akan makin kuat, sedangkan jika angka korelasi makin mendekati 0 maka korelasi dua variabel makin lemah. Dengan
PELAKSANAN DAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini terdiri dari penentuan sampel penelitian, persiapan alat ukur yang meliputi penyusunan skala kontrol diri yang dikembangkan berdasarkan indikator kontrol diri, sedangkan skala prokrastinasi akademik yang dikembangkan 17
demikian hipotesis yang berbunyi terdapat hubungan antara kontrol diri dengan prokrastinasi akademik, diterima. Berikut kategori untuk variabel kontrol diri dan prokrastinasi akademik pada siswa SMP pada penelitian ini: Kontrol Diri Sangat Rendah
Ren dah
Sedang
Tinggi
parametrik dalam menganalisisnya. Namun berdasarkan hasil uji normalitas menunjukkan bahwa baik skala kontrol diri maupun skala prokrastinasi akademik memiliki pendistribusian data yang tidak normal, dengan signifikansi sebesar 0,00 atau p≤0,05. Oleh karena itu, berdasarkan sumber acuan dan referensi yang ada peneliti memutuskan untuk mengambil alternatif dengan statistika non parametrik untuk menguji hubungan kedua variabel. Adanya hubungan kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMP kemungkinan dikarenakan salah satu permasalahan akademik siswa yang berhubungan dengan proses belajar adalah menyangkut prokrastinasi akademik. Prokrastinasi yang diartikan sebagai proses menunda dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik tidak terlepas dari adanya peran kontrol diri yang dimiliki oleh tiap siswa. Hal ini senada dengan hasil penelitian Green (dalam Muchid, 2009) yang menunjukkan bahwa salah satu aspek yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kecenderungan perilaku prokrastinasi adalah karena rendahnya kontrol diri. Pada hakekatnya kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang
Sangat Tinggi
14,8
5,6 Sangat Rendah
9,2 11 12,8 16,4 Prokrastinasi Akademik Ren dah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
2,8
8,8
14,6 17,5
20,4
26,2
C. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMP. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Nonparametric Correlation dengan koefisien korelasi Phi yang menunjukkan bahwa hipotesis diterima, artinya terdapat hubungan antara kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMP. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,988 atau p mendekati 1. Sebelum melakukan tryout terhadap kedua skala, peneliti memiliki asumsi bahwa pendistribusian data normal dan akan menggunakan statistika
18
tinggi, namun ada pula individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan untuk dapat mengontrol dirinya dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan mean/rerata empirik kontrol diri sebesar 14,8 yang tergolong tinggi. Sebagai seorang pelajar yang mempunyai kewajiban untuk menuntut ilmu di sekolah, apabila mempunyai kontrol diri yang tinggi, mereka akan mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya sehingga dapat menyesuaikan perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan menunjang kegiatan belajar mereka, baik di sekolah maupun di rumah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa siswa lakilaki cenderung lebih dapat mengontrol dirinya daripada siswa perempuan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan mean/rerata empirik kontrol diri siswa laki-laki sebesar 17,744. Namun disisi lain, siswa laki-laki juga cenderung melakukan prokrastinasi dibandingkan siswa perempuan, dan dapat diketahui berdasarkan mean/rerata empirik sebesar 3,468. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmaini (2010) yang mengatakan bahwa laki-laki lebih cenderung prokrastinasi daripada perempuan. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan anak
perempuan lebih rajin dan lebih aware terhadap tugas-tugas akademiknya dibandingkan dengan anak laki-laki. Berdasarkan perhitungan deskripsi prokrastinasi akademik berdasarkan peringkat kelas antara ranking 1-10 dan yang tidak mendapatkan ranking, dapat diketahui bahwa mean/rerata prokrastinasi akademik pada siswa yang mendapat peringkat di kelasnya lebih besar dibanding dengan siswa yang tidak mendapat peringkat kelas, yakni sebesar 6,347. Meskipun dengan mean/rerata kontrol diri bagi siswa yang mendapat ranking 10 besar dikelasnya jauh cenderung lebih tinggi daripada dengan yang tidak mendapat peringkat, yaitu sebesar 18,826. Hal ini kemungkinan dikarenakan ketakutan akan kegagalan atau fear of failure pada siswa. Siswa melakukan prokrastinasi belum tentu dikarenakan tidak dapat mengelola waktu sehingga menyebabkan penundaan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Siswa tersebut kemungkinan ingin mendapatkan hasil yang terbaik dalam tugas-tugas akademik yang mereka hadapi, sehingga ada kecenderungan untuk menyelesaikan tugas dan kewajibannya tersebut dalam waktu yang lebih lama dibandingkan
19
dengan siswa lainnya. Hal tersebut senada dengan penelitian Anggraeni (2008) yang menyebutkan bahwa fear of failure adalah ketakutan yang berlebihan untuk gagal, dalam penelitian tersebut seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas akhir yang dihadapinya karena takut jika gagal menyelesaikannya akan mendatangkan penilaian negatif tentang kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini, siswa SMP memiliki kecenderungan akan hal tersebut. Mereka yang mendapatkan peringkat dikelasnya masing-masing akan selalu berupaya untuk mendapatkan prestasi yang jauh lebih baik daripada teman-teman lainnya yang tidak mendapat peringkat kelas. Hal demikian senada dengan penelitian Jannah dan Rahayu (2007) yang menyebutkan bahwa pada anak usia sekolah sesuai dengan tahap perkembangan kognitif Piaget, berada pada tahap kongkret operasional. Dimana pada masa ini anak mulai tahu beberapa aturan atau strategi berfikir, sehingga anak pun mulai mampu untuk berstrategi dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolahnya.
Dari hasil analisis yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kontrol diri terhadap prokrastinasi akademik pada siswa SMP. Sehingga hipotesis dalam penelitian ini, diterima. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dengan kontrol diri yang tinggi pada siswa SMP yang mendapat peringkat 10 besar dikelasnya, belum tentu tidak melakukan prokrastinasi. Hal ini kemungkinan dikarenakan faktor fear of failure atau ketakutan atau kegagalan, sehingga para siswa tersebut memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara teliti meskipun kemungkinan akan memakan waktu yang lebih lama daripada teman-teman lainnya. Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi pada siswa SMP adalah dikarenakan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif mereka yang tengah berada pada tahap kongkret operasional, mereka yang telah mulai tahu aturan-aturan dan strategi berfikir akan menciptakan cara tersendiri untuk dapat menyelesaikan tugastugas akademiknya dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saransaran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
PENUTUP Kesimpulan & Saran
20
1.
2.
3.
Anggraeni, P.D. (2007). Prokrastinasi pada mahasiswa dalam penyelesaian skripsi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok: Universitas Gunadarma. Aremu, (2011). Influence of academic procrastination and personality types on academic achievment and efficacy of in-school adolescents in ibadan. Journal Psychology of Ife Psychologia, 28 (12), 806817. Azwar, S. (2008). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bernard. (1991). Procrastinate later. Journal Psychology of Monash University, 17 (3), 98-112. Carleton. (2010). Pengertian prokrastinasi akademik. Artikel. http://www.Carleton.ca/tpyc hl.history.html. Diakses tanggal 12 Juni 2011. Chaplin, J.S. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ghufron, N.M. & Risnawita, R. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: ArRuz Media. Ghufron, N.M. (2003). Hubungan kontrol diri dan persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua terhadap prokrastinasi akademik. Tesis (Tidak Diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Gunarsa. S. (2003). Psikologi remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hurlock, E.B. (1994). Adolescent development, Tokyo:
Bagi para siswa diharapkan agar tetap mengoptimalkan kontrol dirinya sehingga dapat terus mencegah perilaku prokrastinasi akademik. Bagi pihak sekolah diharapkan dapat tetap mempertahankan peraturan yang sudah ada, karena dapat mengurangi kecenderungan siswa untuk melakukan prokrastinasi akademik. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut tentang prokrastinasi akademik siswa, diharapkan dapat mempertimbangkan faktorfaktor lain yang mungkin berpengaruh, seperti self efficacy, pola asuh orang tua, pengaruh teman sebaya dan dapat melakukan penelitian dengan memperluas orientasi penelitian pada tingkat pendidikan lain dengan karakteristik subjek yang beragam. DAFTAR PUSTAKA
Ajeng, R. K. (2010). Hubungan antara kontrol diri dengan gaya hidup hedonis pada remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta. Anastasi, A & Urbina, S. (1997). Psychological testing (7th ed). New Jersey: PrenticeHall, Inc.
21
Diterbitkan). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Muhid. (2009). Hubungan antara selfcontrol dan self-efficacy dengan kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa fakultas dakwah IAIN sunan ampel surabaya. Jurnal Ilmu Dakwah, 18 (1), 113-119. Nasicah, U. (2001). Hubungan persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua dengan kontrol diri. Skripsi (Tidak Diterbitkan) Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada. Nasution, S. (2004). Metode research (penelitian ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Pertiwi, K. & Nugroho. (2003). Metode empowering handwriting untuk meningkatkan kontrol diri pada remaja awal. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM, 10 (1), 17-20. Peterson, K. (1996). The tomorrow trap. New York: HCI. Prabowo, H & Suhendra, S. (2008). Diklat kursus/workshop spss. Depok: Universitas Gunadarma. Prabowo, H & Fakhrurrozi, M. (2004). Skala psikologi. Depok: Universitas Gunadarma. Prima, D.E. (2007). Hubungan antara prokrastinasi akademik dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa fakultas psikologi universitas indonesia. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok: Universitas Indonesia. Rizvi, A dkk. (1997). Pusat kendali dan efikasi diri sebagai prediktor terhadap
McGraw-Hill, Kogakusha, Ltd. Husetiya, Y. (2010). Hubungan asertivitas dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa fakultas psikologi universitas diponegoro Semarang. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Iskender, M. (2011). The influence of self compassion on academic procrastination and dysfungsional attitudes. Academic Journals, 16 (2), 230-234. Jannah, M & Rahayu, S. (2007). Perilaku menunda pemuasan ditinjau dari kontrol diri, intelegensi, dan usia pada anak usia sekolah. Jurnal Pendidikan Dasar, 8 (1), 110-124. Kaplan, R. M. & Saccuzzo, D. P. (1989). Psychological testing: principles, application, and issues. New Jersey: College Publishing Co. Kardjono. (2009). Pengendalian diri (self control) melalui outdoor education. Disertasi (Tidak Diterbitkan). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. LaForge, M. (2008). Applying explanatory style to academic procrastination. Journal of Clemson University, 16 (2), 418-529. Logue, A.W. (1995) Self control waiting until tommorow for what you want today. New Jersey: Prentice Hall. Muharsih. (2008). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada remaja di jakarta pusat. Skripsi (Tidak 22
using goal structures and goal orientations to predict student’s motivation, cognition, and achievment. Journal of Educational Psychology, 11 (2), 158163. Zulkarnain. (2002). Hubungan kontrol diri dengan kreativitas pekerja. Jurnal Psikologi Univeritas Sumatera Utara, 72 (2), 117-133.
prokrastinasi akademik mahasiswa. Jurnal Psikologika Universitas Gadjah Mada, 12 (2), 272275. Santrock, J.W. (2003), Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: PT Erlangga. Sarwono, S. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Solomon, L.J. (1984). Academic procrastination: frequency and cognitive-behavioral correlates. Journal of Counseling Psychology, 31 (4), 503-509. Steel, P. (2007). The nature of procrastination: a metaanalytic and theoretical review of self-regulatory failure. Journal of Calgary University, 12 (8), 117-121. Tondok, Ristyandi, & Kartika. (2008). Prokrastinasi akademik dan niat membeli skripsi. Asima Indonesian Psychological Journal 2008, 24 (1), 76-87. Uyun. (2008). Hubungan kesabaran dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Vasta, R. H. M & Miller, S.A. (1992). Child psychology: the modern science, New York: John Wiley & Sons. Widodo, P.B. (2006). Reliabilitas dan validitas konstruk skala konsep diri untuk mahasiswa indonesia. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 13 (1), 112115. Wolters, C.A. (2004). Advancing achievement goal theory 23